Anda di halaman 1dari 44

1

USULAN PENELITIAN

STUDI UNSUR HARA MAKRO PADA LAHAN PERTANIAN DI DESA


WAIHERU KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON

Disusun dan diajukan Oleh :

DINDA PUTRI ZULAIKA APOLUDIN


NIM P07133016009

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
2

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati

yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan

baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan

hidupnya. (Tamam, 2014)

Menurut data WHO Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati

yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya

tanaman atau bercocok tanam (crop cultivation) serta pembesaran

hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa

pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk

lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi

semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan. Sektor

pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam

struktur pembangunan perekonomian nasional. (Kurnia etal,2005).

Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti Negara

yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata

pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan.Sektor

pertanian meliputi subsektor tanaman bahan makanan, subsektor

holtikultura, subsektor perikanan, subsektor peternakan, dan subsektor

kehutanan.Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat

dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas

penduduk Indonesia bekerja sebagai petani. Namun produktivitas


1
pertanian masih jauh dari harapan.(Husnain, 2006)
3

Salah satu faktor penyebab kurangnya produktivitas

pertanianadalah sumber daya manusia yang masih rendah dalam

mengolah lahan pertanian dan hasilnya.Mayoritas petani di Indonesia

masih menggunakan sistem manual dalam pengolahan lahan

pertanian. Pembangunan ekonomi adalah salah satu tolak ukur untuk

menunjukkan adanya pembangunan ekonomi suatu daerah, dengan

kata lain pertumbuhan ekonomi dapat memperlihatkan adanya

pembangunan ekonomi (Sukirno, Sadono; 2007).

Namun, pembangunan tidak sekedar ditunjukkan oleh prestasi

pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, akan tetapi

lebih dari itu pembangunan mempunyai perspektif yang lebih luas.

Dimensi sosial yang sering diabaikan dalam pendekatan pertumbuhan

ekonomi justru mendapat tempat yang strategis dalam

pembangunan.Perjalanan pembangunan dalam sektor pertanian

Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang

maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya

pada pendapatan nasional.(Husnain, 2016)

Pemberian pupuk atau pemupukan merupakan proses untuk

memperbaiki atau memberikan tambahan unsur-unsur hara pada

tanah, baik secara langsung atau tidak langsung agar dapat memenuhi

kebutuhan bahan makanan pada tanaman. Tujuan dilakukan

pemupukan antara lain untuk memperbaiki kondisi tanah, meningkatkan


4

kesuburan tanah, memberi nutrisi untuk tanaman, dan memperbaiki

kualitas serta kuantitas tanaman. (Husnain, 2016).

Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman adalah C, H, O

(Ketersediaan di alam masih melimpah), N, P, K, Ca, Mg, S (hara

makro, kadar dalam tanaman > 100 ppm), Fe, Mn, Cu, Zn, Cl, Mo, B

(hara mikro, > 100 ppm), Fe, Mn, Cu, Zn, Cl, Mo, B (hara mikro,kadar

dalam tanaman < 100 ppm).1 Tanaman memerlukan unsur-unsur

tersebut untuk membentuk tubuhnya dan memenuhi semua kegiatan

hidupnya, unsur-unsur tersebut dihisap oleh tanaman dan mempunyai

guna tertentu. Untuk tanah yang mempunyai keharaan rendah, dapat

diberi pupuk agar tingkat keharaan menjadi lebih tinggi dan menjadikan

tanah lebih subur.(Sudarmi 2013).

Pupuk secara umum berfungsi sebagai sumber zat hara untuk

mencukupi kebutuhan nutrisi tanaman dan memperbaiki struktur tanah.

Pemberian pupuk pada media tanam dapat meningkatkan kadar hara

dan meningkatkan kesuburan. Aktifitas pertanian yang secara terus

menurus dilakukan mengakibatkan kehilangan unsur hara pada

tanah.Oleh karena itu untuk mengembalikan ketersediaan hara pada

media tanam diperlukan penambahan pupuk.(Yamani, 2010).

Manfaat dari pemupukan dapat mengembalikan unsur hara baik

makro atau mikro untuk memperbaiki struktur tanah. Sehingga dampak

positif dari pemupukan adalah meningkatkan kapasitas kation,

menambah kemampuan tanah menahan air dan meningkatkan


5

kegiatan biologis tanah, dapat menurunkan jeratan keasaman tanah.

Namun, ada dampak negatif dari pemupukan karena kandungan hara

rendah pupuk yang dibutuhkan cukupbanyak hal ini berakibat pada

biaya ekonomi.3 Biaya ekonomi yang harus dikeluarkan oleh petani

dalam memperoleh pupuk.(Hanain, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Yamani (2010) bahwa tanah yang

baik dan subur adalah lahan yang mampu menyediakan nutrisi dalam

yang cukup dan seimbang untuk diserap oleh tanaman. Hal ini dapat

dilihat dari nilai produktivitas lahan, salah satunya dengan menganalisis

konsentrasi nutrisi yang terkandung dalam tanah. Hasil penelitian

menunjukkan tanah konten makro-hara di lokasi pengamatan relatif

tidak jauh berbeda. Kandungan N dan P di dalam tanah di bawah agro-

forestry dan tanaman perkebunan rambutan relatif tinggi. Sementara

unsur K; Ca dan rendah Mg dan komposisi spesies tumbuhan tidak

mempengaruhi secara signifikan terhadap isi nutrisi dalam tanah di

bawahnya.

Berdasarkan hasil penelitian Sudarmi (2013) kesuburan tanah

sangat ditentukan oleh keberadaan unsur hara dalam tanah, baik unsur

hara makro, unsur hara sekunder maupun unsur hara mikro. Unsur

hara makro meliputi nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), dan C,H,O.

Untuk meningkatkan kadar unsur hara makro dalam tanah sudah tidak

asing lagi bagi petani karena saat melakukan pemupukan, petani

hampir selalu menambahkan unsur hara NPK. Unsur hara didalam


6

tanah harus dalam jumlah cukup dan komposisi seimbang. Tiap unsur

hara mempunyai tugas tertentu dan tidak satu unsur harapun yang

dapat menggantikannya secara sempurna.

Hasil peninjauan yang dilakukan peneliti pada hari Jumat tanggal

21September tahun 2018, lahan pertanian di Desa Waiheru tepatnya

pada RT 004 RW 02 merupakan salah satu lokasi sentra produksi

sayur-mayur di Kecamatan Baguala. Luas lahan pertanian 5 ha

berstatus tanah sewaan, terdiri dari 20 rumah tangga yang tergabung

dalam 3 kelompok tani. Lahan pertanian di Desa Waiheru terbagi atas

100 bedeng yang ditanami dengan berbagai jenis sayuran seperti:

Sayuran kangkung, Cili, Bayam, dan Sawi Para petani untuk semakin

meningkatkan hasil produksi, mereka menggunakan dua jenis pupuk

yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yang

digunakan adalah berasal dari kotoran ayam untuk meningkatkan

kesuburan tanah, penggunaannya satu kali sebelum penanaman

sayuran .Pupuk anorganik yang digunakan yaitu pupuk urea untuk

membantu pertumbuhan sayuran.Penggunaan pupuk urea sebanyak 2

kali pada masa penanaman sampai masa panen yaitu pada hari ke 10

dan hari ke 20 masa tanam.Selain pupuk, para petani juga

menggunakan pestisida yaitu Pestisida dupong dan pestisida sepon.

Pestisida dupong digunakan sebagai racun ulat,penggunaanya selama

masa tanam sampai panen yaitu 3 kali penyemprotan. Pestisida sepon


7

digunakan untuk membasmi semut dan hama, penggunaanya selama

masa tanam sampai panen yaitu 2 kali penyemprotan.

Hasil wawancara diketahui bahwa selama masa tanam yang

telah berlangsung bartahun-tahun, para petani menuturkan bahwa tidak

ada waktu istirahat tanah dari penanaman sayuran, yang artinya ketika

selesai panen, besok atau lusa mereka langsung menanam sayuran

kembali, bahkan dalam setahun lahan tidak diistirahatkan. Para petani

memanfaatkan lahan terus-menerus sampai tanah tersebut mati dan

tidak bisa ditanami sayuran lagi maka para petani akan mencari lahan

baru. Sementara penggunaan pupuk anorganik dan pestisida secara

terus menerus akan semakin memperparah kerusakan tanah, air, dan

kesehatan manusia.

Berdasarkan latar belakang di atas dan data awal yang peneliti

dapatkan pada lokasi penelitian, maka peneliti ingin mengetahui unsur

hara makro tanah di lahan pertanian Desa Waiheru Kecematan

Baguala Kota Ambon.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, dapat dirumuskan

masalah pokok yaitu berapakah kandungan unsur hara makro pada

tanah lahan pertanian desa Waiheru Kecematan Baguala Kota

Ambon.?
8

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan unsur hara makro pada tanah lahan

pertanian RT 004 RW O2 Desa Waiheru Kecematan Baguala Kota

Ambon.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kandungan unsur hara tanah pada lahan

pertanian di RT 004 RW 02 Desa Waiheru Kecematan Baguala

Kota Ambon.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritik-akademik

a. Didapatkannya bukti ilmiah mengenai unsur hara makro pada

lahan pertanian yang dipengaruhi dengan pemakaian pupuk

anorganik dan pestisida.

b. Ditemukannya konsep pencegahan pencemaran tanah

pertanian akibat pemakaian pupuk anorganik dan pestisida

secara berlebihan.

2. Manfaat terapan penilitian adalah bahwa temuan ilmiah yang

didapatkan diharapkan dapat digunakan sebagai :

a. Dasar pertimbangan untuk menentukan jumlah pupuk

anorganik dan pestisida yang digunakan.

b. Petani menggunakan pupuk anorganik dan pestisida secara

efektif dan efisien.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Unsur Hara Makro

a. Pengertian ansur hara makro

Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh

tanaman dalam jumlah yang lebih besar (0.5-3% berat tubuh

tanaman) (Azzany, 2016).

Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan

tanaman dalam jumlah banyak (> 500 ppm). Kekurangan unsur

hara makro dapat menimbulkan gejala defisiensi pada

tanaman, tidak bisa digantikan oleh unsur hara makro lain.

Unsur hara makro diperlukan tanaman > 10 mmol per berat

kering tanaman (Marno, 2013).

Tabel 1
Unsur Hara Esensial Untuk Pertumbuhan Tanaman

Unsur Hara Primer Unsur Hara Makro Unsur Hara Sekunder Unsur Har Mikro

Carbon (C) Nitrogen (N) Calsium (Ca) B e s i ( F e )

Hidrogen (H) Fosfor (P) Magnesium (Mg) Mangan (Mn)

Oksigen (O) Kalium (K) Sulfur (S) S e n g ( Z n )

Tembaga (Cu)

B o r o n ( B )

Molibdenum (Mo)

Chlor ( Cl )

Sumber: Sudarmi 2013.

Unsurhara

8
10

dalamtabeltersebutdiatasdinamakanunsurhara esensial,maka

harusada

meskipundalamjumlahsedikit.Halinidisebabkanunsurhara

tersebut mempunyai fungsiyang spesifik dalam pertumbuhan

dan perkembangan tanaman.

Untukmeningkatkankadarunsurhara

makrodalamtanahsudahbiasa dilakukan yaitu dengan

pemberian pupuk buatan. Tetapi untuk unsur hara mikro

karena dibutuhkan dalam jumlah sedikit dan harus adauntuk

pertumbuhan tanaman, maka penambahannyaharushati-

hatikarena jika kelebihandapatbersifatracunbagitanaman

(Sudarmi, 2013).

2. Lahan Pertanian

a. Pengertian lahan

Suatu daerah di permukan bumi dengan sifat-sifat tertentu

yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi,

hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan

manusia masa sekarang dan masa lalu, sampai pada tingkat

tertentu dengan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh yang

berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa

sekarang dan masa yang akan datang (FAO, 2004).

b. Pengertian lahan pertanian


11

Lahan pertanian adalah lahan yang ditujukan atau cocok

untuk dijadikan lahan usaha tani untuk memproduksi tanaman

pertanian maupun hewan ternak. Lahan pertanian merupakan

salah satu sumber daya utama pada usaha pertanian (FAO,

2004).

c. Pengertian tanah

Tanah adalah salah satu sistem bumi, yang bersamaan

dengan sistem bumi yang lain yaitu air dan atmosfer, menjadi

inti, fungsi, perubahan dan kemantapan ekosistem. Tanah

berkedudukan khas dalam masalah lingkungan hidup,

merupakan kimia lingkungan dan membentuk landasan

hakiki bagi manusia (Notohadiprawiro, 1998).

d. Sifat fisik, kimia dan biologis tanah

1) Sifat fisik tanah

Sifat fisik tanah antara lain tekstur, struktur, warna,

porositas dan kepadatan tanah. Tekstur tanah ditentukan

oleh komposisi partikel penyusun tanah yaitu pasir

(berdiameter 0,05-2,0 mm), debu (berdiameter 0,002-0,05

mm) dan liat (berdiameter < 0,002 mm). Tanah yang

banyak mengandung pasir terasa kasar jika diraba dengan

dua jari (ibu jari dan jari telunjuk), sebaliknya jika tanah

mengandung partikel liat akan terasa liat. Tekstur tanah


12

menentukan permeabilitas tanah atau kemudahan air

melalui tanah. Permeabiitas berbanding lurus dengan

ukuran partikel.

Pasir memiliki permeabilitas tinggi, sedangkan liat

sangat rendah sampai rendah, dan debu sedang.

Pergerakan udara juga cepat ada pasir, sangat lambat

sampai lambat pada liat, dan sedang pada debu.

Sebaliknya, kapasitas memegang air berbanding terbalik

ukuran partikel. Liat memiliki kapasitas memegang air yang

tinggi, debu sedang, dan pasir rendah. Tanah yang memiliki

tekstur lempung (loam) berpasir mudah mengalirka air ,

memiliki aerasi yang bagus, tetapi juga cepat kering.

Sebaliknya tanah yang bertekstur liat memiliki ruang yang

sangat sedikit untuk pergerakan air dan udara. Akibatnya

tanah sulit untuk mengalirkan air.

Partikel-partikel tanah membentuk agregat dengan

bentuk bentuk tertentu, yang disebut struktur tanah. Ada

beberapa tipe struktur, yaitu butiran (granular), balok

(blocky), lempengan (platy), dan prisma (prismatic). Ada

sebagian tanah yang strukturnya belum terbentuk, dapat

berupa tanah massif atau sebaliknya butiran tunggal.

Struktur tanah juga mempengaruhi permeabilitas tanah.

Tanah butiran dan butiran tunggal memilki permeabilitas


13

tinggi, tanah berstruktur balok sedang dan tanah berstruktur

lempengan dan massif rendah (Nurfitriana, 2013).

2) Sifat kimia tanah

Sifat kimia tanah antara lain kemasaman, kapasitas

pertukaran kation, dan kandungan hara. Kemasaman tanah

diukur dengan pH. Tanah masam adalah tanah yang

memiliki pH di atas 7 disebut tanah basa. Sebagian besar

tanah di iklim tropis basah bersifat masam. Kemasaman

tanah ini akan menentukan ketersediaan hara bagi

tanaman. Tanah yang terlalu masam atau terlalu basah

kurang baik bagi tanaman.

Sifat fisik dan kimia tanah ini ditentukan antara lain

oleh asal-usul kejadian (genesis) tanah. Tanah yang

berasal dari gunung berapi bebeda dengan tanah yang

berasal dari gambut. Selanjutnya, sifat fisik dan kimia tanah

ini akan menentukan kesesuaian tanah untuk bercocok

tanam (Faisal, 2015).

3) Sifat biologis tanah

Sifat biologis tanah merupakan hasil kerja komunitas

biologis di dalam dan di atas tanah. Tanah yang

sebelumnya gundul, yang memiliki sedikit sekali organisme

tanah, setelah ditumbuhi tumbuh-tumbuhan akan berubah

menjadi tanah yang kaya bahan organisme dan memiliki


14

banyak organisme baik di dalam maupun di atas tanah.

Aktifitas biologis di dalam dan di atas tanah akan

mempengaruhi beberapa sifat fisik dan kimia tanah (Dariah,

2015).

e. Kualitas tanah

Kualitas tanah adalah kapasitas suatu tanah untuk

berfungsi dalam batasan ekosistemnya dan berinteraksi positif

dengan lingkungan eksternal dari ekosistem tersebut. Kualitas

tanah mengintegrasikan komponen fisik, kimia dan biologi

tanah serta interaksinya. Kualitas tanah menjadi kapasitas

spesifik suatu tanah untuk berfungsi secara alami atau dalam

batasan-batasan ekosistem yang terkelola untuk menopang

produktivitas hewan dan tumbuhan, memelihara atau

meningkatkan kualitas udara dan air, serta mendukung tempat

tinggal dan kesehatan manusia. Dari berbagai takrif mutu tanah

tersebut dapat disimpulkan bahwa secara sederhana mutu

tanah adalah kapasitas suatu tanah untuk berfungsi

(Waluyaningsih, 2008).

Pengukuran kualitas tanah dibidang pertanian

hendaknya tidak hanya terbatas pada tujuan produktivitas,

sebab ternyata penekanan pada produktivitas megakibatkan


15

degradasi tanah. Pada umumnya, hasil panen dipengaruhi

oleh banyak faktor yang tidak terkait dengan kualitas tanah.

Kualitas tanah juga dianggap sebagai unsur kunci pertanian

berkelanjutan (Larson & Pierce, 1991).

Kualitas tanah memadukan unsur fisik, kimia dan biologi

tanah beserta interaksinya. Agar tanah dapat berkemampuan

efektif, ketiga komponen tersebut harus disertakan. Semua

parameter tidak mempunyai keterkaitan yang sama pada

semua tanah dan pada semua kedalaman. Suatu satuan data

minimum sifat tanah atau indikator dari masing-masing ketiga

unsur tanah dipilih berdasarkan kemampuan sebagai tanda

berfungsinya kapasitas tanah pada suatu penggunaan

lahan khusus, iklim dan jenis tanah (Ditzler and Tugel, 2002).

f. Fungsi tanah

Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat

berfungsi penting dalam kelangsungan hidup mahluk hidup.

Bukan hanya fungsinya sebagai tempat berjangkarnya

tanaman, penyedia sumber daya penting dan tempat

berpijak tetapi juga fungsinya sebagai suatu bagian dari

ekosistem. Selain itu, tanah juga merupakan suatu

ekosistem tersendiri. Penurunan fungsi tanah tersebut dapat

menyebabkan terganggunya ekosistem di sekitarnya termasuk

juga di dalamnya manusia (Sutanto, 2005).


16

Tanah dibutuhkan oleh manusia untuk banyak keperluan.

Manusia memerlukan hamparan tanah, atau lahan, untuk

tanaman pertanian dan untuk peternakan untuk menghasilkan

makanan. Karena manusia merupakan organisme heterotrof,

yang memerlukan makanan berupa tumbuhan dan hewan,

maka ketersediaan lahan untuk pertanian dan peternakan ini

sangat vital bagi keberlanjutan manusia di muka bumi. Manusia

juga perlu merawat lahan pertanian ini sehingga secara lestari

(berkelanjutan) dapat menghasilkan makanan yang merupakan

kebutuhan primer manusia. Pengolaha tanah pertanian yang

tidak tepat dapat menyebabkan kualitas tanah menurun,

bahkan menyebabkan degradasi lahan menjadi lahan kritis

yang tidak produktif. Demikian juga pengembalaan yang

berlebihan dapat merusak tanah (Sutanto 2005).

Manusia juga memerlukan hamparan tanah sebagai

tempat tinggal. Untuk membangun rumah tembok, bukan rumah

bambu atau kayu, manusia juga memerlukan batu bata yang

dibuat dari tanah. Pertumbuhan penduduk menyebabkan

kebutuhan lahan untuk perumaha meningkat. Selain itu,

dengan meningkatnya tingkat perekonomian, kebutuhan tanah

untuk keperluan lain, yaitu perkantoran, pusat perbelanjaan,

industri juga meninggkat (Sutanto, 2005). Terdapat tiga fungsi

tanah terhadap bahan pencemar, yaitu sebagai penyaring


17

(filter), penyangga dan proses alih rupa (transformation).

Walaupun dengan kemampuan memperbaiki dirinya

sendiri, tetapi proses perbaikan tetaplah membutuhkan

waktu. Selama proses tersebut berlangsung, mahluk hidup dan

lingkungan sekitar juga harus melakukan proses pemulihan.

Dibutuhkan daya dan usaha yang lebih untuk tanah dan

lingkungannya untuk menjadi stabil kembali (Sutanto, 2005).

g. Pencemaran tanah

Pencemaran tanah adalah degradasi lahan permukaan

bumi yang sering disebabkan oleh aktifitas manusia dan

penyalah gunaannya. Pembuangan limbah perkotaan dan

industri yang sembarangan, eksploitasi mineral, dan

penyalahgunaan oleh pabrik pertanian yang tidak memadai,

adalah beberapa faktor yang berkontribusi. Juga, peningkatan

urbanisasi industrialisasi, dan tuntutan lainnya pada lingungan

serta sumber dayanya adalah konsekuensi yang besar bagi

berbagai negara (New World Encyclopedia) (Suyono, 2013).

Pencemaran tanah adalah perubahan fisik atau kimiawi

tanah yang menyebabkan penggunannya berubah dan

menjadikannya tidak mampu menghasilkan suatu manfaat

tanpa ada upaya penanganan (Wiryono, 2014).


18

g. Sumber pencemaran tanah

Menurut Suyono 2013 terdapat 3 sumber pencemar sampah

yaitu:

1) Pencemaran tanah oleh pembuangan sampah.

Seperti diketahui, sampah atau bahan buangan berasal

dari domestik, perdagangan, dan industri. Bahan buangan

domestik berasal dari rumah tangga, bahan buangan

perdagangan berasal dari retail, bahan buangan komersial

dan bisnis. Bahan buangan industri adalah mineral, pabrik

dan tempat pemrosesan. Menurut Technical Committee on

the Disposal of Toxic Wastes Report tahun 1970, beberapa

bahan pencemar beracun meliputi tar cair, tar padat, lumpur

dari distilasi tar, asam tar, sampah mengandung minyak,

limbah minyak, pelumas, campuran air-minyak tanah, limbah

cat, pernis.

Residu dari produk pestisida, mercaptans, limbah

fotografi, limbah nikotin, minuman keras, pengawetan

lumpur, endapan bensin-timbal, lumpur yang mengandung

tembaga, seng, kadmium, senyawa nikel, limbah arsen dan

sulfida, arsenik, limbah berilium, limbah sianida, limbah

alkohol, sulfida, fluorida, limbah alkaloid, hidrokarbon

aromatik, sianida kompleks, klorofenol, karbida, asam

kromium, trikloroetilen, sulfat beta-naptilamin,


19

diaminodifenilmetana, isosianat profil, asetilid natrium, residu

asam oranik yang cukup tinggi, dan pelarut organik yang

berbahaya (Suyono, 2013).

2) Pencemaran tanah akibat lahan terlantar (Derelict Land)

Tanah terlantar adalah tanah yang menjadi rusak oleh

pembangunan industri atau lainnya, dan digunakan secara

menguntungkan terus-menerus tanpa pemulihan. Pemulihan

mungkin termasuk pembongkaran dan meratakan. Tanah

terseut mungkin telah ditinggalkan atau bangunan kosong

dalam keadaan rusak lanjut (Suyono, 2013).

Menurut Nature Conservancy Conference on

Countryside Ingris (1970), yang dimaksud penelantaran lahan

adalah : Lahan terlantar adalah lahan yang buruk atau tidak

menarik penampilannya, misalnya; timbunan tanah, tempat

buangan pecahan atau potongan dan sampah kering,

penggalian/penggerukan, bangunan tua tak-dipelihara, lahan

rusak aibat perang, atau lahan yang dibiarkan, tidak dipakai

atau tidak terpakai.

3) Pencemaran tanah akibat aktifitas pertanian

Pencemaran tanah akibat aktifitas pertanian meliputi:

a) Sebelum tersentuh oleh modernisasi, pemupukan

tanaman menggunakan bahan dari tumbuhan dan

kotoran hewan yang diasukkan ke dalam tanah. Bahan


20

organik yang mati ini didekomposisi oleh mikroba tanah

menjadi humus (Suyono, 2013).

b) Dengan modernisasi, penggunaan pupuk humus

semakin ditinggalkan. Karena pada akhirnya tanah

mengalami kekurangan nutrien alami, sehinga dicarilah

bahan pengganti, yaitu pupuk buatan dari bahan kimia.

Di lain pihak, dengan kejadian serangan penyakit

tanaman dan gangguan dari serangga dan hewan

pengerat, digunakan bahan kimia pestisida

pemberantas serangga dan binatang pengganggu

tersebut (Suyono, 2013).

c) Penggunaan pupuk kimia dan pestisida selanjutnya

akan mencemari tanah dan air (Suyono, 2013).

3. Pupuk Anorganik dan Pestisida

a. Pengertian pupuk

Pengertian pupuk secara umum ialah : suatu bahan yang

bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan kedalam

tanah atau ke tanaman, dapat memperbaiki sifat fisik, sifat kimia,

sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan

tanaman. Dari batasan ini diambil pengertian bahwa

penambahan bahan pasir ke tanah yang mengandung kadar liat

yang tinggi dapat merobah sifat fisik tanah yakni adanya

perbaikan porositas tanah. Penambahan bahan kapur ketanah


21

yang masam dapat meningkatkan pH tanah, terjadi perbaikan

sifat kimiawi tanah dan penambahan bahan lainnya. Disini pasir

dan kapur termasuk bahan pupuk dalam arti luas (Hasibuan,

2006).

Pemupukan berarti : Cara-cara atau motode serta usaha-

usaha yang dilakukan dalam pemberian pupuk atau unsur hara

ke tanah atau ketanaman sesuai yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan tanaman normal (Hasibuan, 2006).

b. Pengertian pupuk anorganik

Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-

pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia anorganik

berkadar hara tinggi. Misalnya urea berkadar N 45-46% (setiap

100 kg urea terdapat 45-46 kg hara nitrogen) (Lingga & Marsono,

2000).

Pupuk anorganik atau pupuk buatan dapat dibedakan

menjadi pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal

adalah pupuk yang hanya mengandung satu unsur hara

misalnya pupuk N, pupuk P, pupuk K dan sebagainya. Pupuk

majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur

hara misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan sebagainya

(Hardjowigeno, 2010).

c. Urea CO(NH2)2
22

Pupuk urea adalah pupuk buatan senyawa kimia organic

dari CO(NH2)2, pupuk padat berbentuk butiran bulat kecil

(diameter lebih kurang 1 mm). Pupuk ini mempunyai kadar N 45

larut sempurna di dalam air, dan tidak mengasamkan tanah. Sifat

urea lain yang tidak menguntungkan adalah sangat higrokopis

dan mulai menarik air dari udara pada kelembaban nisbi 73

persen (Hasibuan,2006).

Pupuk urea (CO(NH2)2) yang mengandung 47% nitrogen

(paling tinggi dibandingkan dengan pupuk nitrogen jenis lain).

Urea sangat mudah larut dalam air dan juga mudah diubah

menjadi ion nitrat (NO3-) yang mudah diserap oleh tumbuh-

tumbuhan.

Cara pembuatan urea: 2NH3(g)+CO2(g)CO(NH2)2(s)+H2O(l)

Pupuk urea terbuat dari gas amoniak dan gas asam arang.

Persenyawaan kedua zat ini melahirkan pupuk urea dengan

kandungan N hingga mencapai 46%. Urea termasuk pupuk yang

higroskopis (mudah menarik uap air). Pada kelembaban 73%,

pupuk ini sudah mampu menarik uap air dari udara. Oleh karena

itu, urea mudah larut dalam air dan mudah diserap oleh

tanaman. Kalau diberikan ke tanah, pupuk ini akan mudah

berubah menjadi amoniak dan karbondioksida. Padahal kedua

zat ini berupa gas yang mudah menguap. Sifat lainnya ialah
23

mudah tercuci oleh air dan mudah terbakar oleh sinar matahari

(Lingga & Marsono, 2008).

Karakteristik pupuk Amonium Sulfat ((NH4)2SO4)

menurut Honeywell InternationalInc (2008) Pupuk Cyanamide

Pupuk cyanamide dan pupuk urea dikenal sebagai pupuk

organik buatan. Contoh pupuk cyanamide ialah CaCN2 dibuat

dengan memanasi kapur (lime) dengan kokas ( coke) (Faradina,

2013).

1. Dampak terhadap lingkungan.

Hasil penelitianMusnamar, (2003) menunjukan bahwa

pemakaian pupuk kimia seperti urea secara terus menerus

membuat kondisi tanah semakin masam. Penggunaan pupuk

N-sintetik secara berlebihan juga menurunkan efisiensi P dan

K serta memberikan dampak negatif seperti gangguan hama

dan penyakit. Departemen Pertanian (2004) mengungkapkan

bahwa akhir-akhir ini petani mulai mengeluh bahwa

pemberian pupuk jenis dan dosis tertentu tidak lagi

berpengaruh nyata terhadap produksi. Hal ini dikarenakan

mikroorganisme tanah sudah menurun jumlahnya.

Kecenderungan dosis penggunaan pupuk semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai contoh, pada tahun

1970-an petani hanya membutuhkan 150 kg urea per ha

namun sekarang mencapai 500 kg urea per ha. penggunaan


24

input luar (pupuk dan pestisida sintetis) telah menyebabkan

terganggunya kehidupan keseimbangan tanah, meningkatkan

dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan

degradasi struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi

terhadap kekeringan dan keefektifan yang lebih rendah dalam

menghasilkan panenan (Musnamar, 2003).

Aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk mineral

nitrogen yang bisa juga menyebabkan menurunkan pH tanah

dan ketersediaan fosfor bagi tanaman. Penggunaan pupuk

buatan NPK yang terus menerus juga menyebabkan

penipisan unsur-unsur mikro seperti seng, besi, tembaga,

mangan, magnesium, molybdenum, boron, yang bisa

mempengaruhi tanaman, hewan, dan kesehatan manusia.

Apabila unsur mikro ini tidak diganti oleh pupuk buatan NPK,

produksi lambat laun akan menurun dan serangan hama dan

penyakit meningkat (Pinatih, et al , 2015).

Alasan utama kenapa pupuk kimia dapat

menimbulkan pencemaran pada tanah karena dalam

prakteknya, banyak kandungan yang terbuang. Penggunaan

pupuk buatan (an-organik) yang terus-menerus akan

mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak

keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga

menimbulkan berbagai penyakit tanaman.


25

Pupuk kimia adalah zat substansi kandungan hara

yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Akan tetapi seharusnya

unsur hara tersebut ada di tanah secara alami dengan

adanya siklus hara tanah misalnya tanaman yang mati

kemudian dimakan binatang pengerat/herbivora, kotorannya

atau sisa tumbuhan tersebut diuraikan oleh organisme seperti

bakteri, cacing, jamur dan lainnya. Siklus inilah yang

seharusnya dijaga, jika menggunakan pupuk kimia terutama

bila berlebihan maka akan memutuskan siklus hara tanah

tersebut terutama akan mematikan organisme tanah, jadinya

akan hanya subur di masa sekarang tetapi tidak subur di

masa mendatang (Safitri, 2013).

2. Dampak terhadap kesehatan manusia

a) Methemoglobinema, mengkonsumsi air minum dan

makanan yang mengandung nitrat tinggi, terutama

mempengarui bayi dalam transpor oksigen dalam darah

(Husnain et al, 2016).

b) Kanker, terekspos nitrosamine yang terbentuk dari reaksi

amina dengan agen nitrous, kanker kulit meningkat

dengan ekspose sinar ultraviolet karena lapisan ozon (O3)

yang makin rusak.

d. Pestisida

1. Pengertian Pestisida
26

Pestisida adalah bahan kimia atau campuran dari

beberapa bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan

atau membasmi organisme pengganggu (hama/pest).

Pestisida digunakan di berbagai bidang atau kegiatan, mulai

dari rumah tangga, kesehatan, pertanian, dan lain-lain.

Keuntungan dari penggunaan pestisida antara lain,

perlindungan tanaman dari serangan hama, menjamin

ketersediaan bahan pangan, mencegah kerusakan harta

benda, dan pengendalian penyakit (yang ditularkan melalui

vektor). Idealnya, pestisida mempunyai efek toksik hanya

pada organisme targetnya, yaitu hama. Namun, pada

kenyataannya, sebagian besar bahan aktif yang digunakan

tidak cukup spesifik toksisitasnya, sehingga berdampak

negatif terhadap kesehatan (manusia). Selain itu,

penggunaan pestisida juga berdampak negatif terhadap

lingkungan dan ekosistem (WHO, 2008).

Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintah

No. 7 Tahun 1973 dalam Kementrian Pertanian (2011) dan

Permenkes RI No.258/Menkes/Per/III/1992 adalah semua

zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang

dipergunakan untuk:
27

a) Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang

merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-

hasil pertanian.

b) Memberantas rerumputan.

c) Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak

diinginkan.

d) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada

hewan peliharaan atau ternak.

e) Memberantas atau mencegah hama-hama air.

f) Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan

jasad-jasad renik dalam bangunan rumah tangga alat

angkutan, dan alat-alat pertanian.

g) Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang

dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan

binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan

tanaman, tanah dan air.

2. Terdapat 14 jenis pestisida dalam Pedoman Penggunaan

Pestisida yaitu akarisida, algasida, alvisida, bakterisida,

fungisida, herbisida, insektisida, molluskisida, nematisida,

ovisida, pedukulisida, piscisid, rodentisida, dan termisida.

Dari berbagai jenis pestisida tersebut, 7 diantaranya banyak

digunakan dalam bidang pertanian seperti herbisida,

insektisida, fungisida, bakterisida, nematisida, acaricida, dan


28

rodentisida. Bahan utama penyusun pestisida adalah

persistent organic pollutants (POPs) yang diketahui resisten

di lingkungan, terakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup,

dan memiliki toksisitas yang tinggi. Sembilan dari 12 jenis

senyawa POPs terdapat dalam pestisida, yaitu aldrin,

chlordane, DDT, dieldrin, endrin, heptachlor,

exachlorobenzene, mirex, dan toxaphene (Ritter et al, 2007).

3. Dampak pestisida

a) Dampak terhadap lingkungan

Dalam dunia pertanian, pestisida merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari budidaya pertanian,

segala jenis tanaman sebagai bagian dari kegiatan

pemeliharaan tanaman. Residu pestisida di lingkungan

merupakan akibat buruk dari penggunaan atau aplikasi

langsung. Pestisida yang ditujukan pada sasaran tertentu

seperti tanaman dan tanah dapat terbawa oleh gerakan

air, gerakan angin atau udara. Residu pestisida juga dapt

terbawa dalam rantai makanan (Amilia et al, 2016).

b) Dampak terhadap kesehatan

Hasil penelitian Suhartono (2014) pestisida

tergolong sebagai endocrine disrupting chemicals (EDCs),

yaitu bahan kimia yang dapat mengganggu sintesis,

sekresi, transport, metabolisme, pengikatan dan eliminasi


29

hormon-hormon dalam tubuh, salah satunya hormon

tiroid. Penelitian di Kabupaten Brebes mendapatkan

tingginya prevalensi gondok (67,9%), hipotiroidisme

(33,3%) dan gangguan pertumbuhan tulang (54,0%) pada

siswa SD; prestasi belajar siswa dengan gondok lebih

rendah dibanding siswa tanpa gondok; dan 57,1% siswa

terdeteksi adanya metabolit pestisida dalam urin.

Penelitian di Kabupaten Brebes juga membuktikan

bahwa pajanan pestisida merupakan faktor risiko kejadian

hipotiroidisme pada wanita usia subur (OR=3,3) dan

kejadian gondok pada anak (OR=6,8). Penelitian di kota

Batu menunjukkan prevalensi hipotiroidisme pada anak

balita di daerah pajanan pestisida sebesar 36,4%, dan

anak balita yang tinggal di daerah pajanan pestisida

mempunyai risiko 2,1 kali untuk menderita hipotiroidisme

dibanding anak di daerah non-pajanan. Prevalensi

stunting di daerah pajanan (33,3%) lebih tinggi dibanding

di daerah non-pajanan (17,5%).

Suhartono (2014) Hasil pemeriksaan lingkungan

menunjukkan 85,0% sampel air dan semua sampel tanah

positif mengandung residu pestisida. Beberapa penelitian

di luar negeri membuktikan bahwa pajanan pestisida pada

ibu hamil berpengaruh terhadap kualitas tumbuh-kembang


30

anak yang dilahirkan. Penggunaan pestisida di daerah

pertanian mengancam kualitas sumberdaya manusia

Indonesia di masa mendatang, sehingga diperlukan upaya

pencegahan antara lain dengan melakukan evaluasi

kembali tentang peredaran/perdagangan maupun

penggunaan pestisida khususnya di bidang pertanian.

Studi unsur hara pada


lahan pertanian RT
B. Kerangka Teori 004 RW 02 Desa
Waiheru Kecematan
Lahan Unsur Hara
Kota Ambon

Tanah
Tanaman

Kualitas Tanah
Fosfor
(P)
Fungsi Tanah
Kalium (K)

Aktifitas
C. organik
Pertanian

pH tanah

Pupuk Pestisida

Gambar 1

Kerangka teori
31

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-

penelitian yang akan dilakukan.

Fosfor (F), Kalium (K),


C-organik, pH.tanah Studi unsur hara
makro pada
lahan pertanian
Pemakian pupuk
RT 004 RW 02
anorganik pemakian
Desa Waiheru
pestisida

Keterangan :

= Variabel Independen / Variabel Bebas

= Variabel Dependen / Variabel Terikat

= Variabel Kontrol

Gambar 2

Kerangka konsep penelitian


32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskritif,

dengan pendekatan Cross-sectional, yaitu suatu penelitian yang

mempelajari dinamika korelasi antara factor-faktor risiko dengan efek.

Dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus

pada suatu saat (point time apporoach) (Notoadmodjo, 2010).

Karena penelitian hanya menggambarkan tentang unsur hara

makro pada lahan pertanian di desa waiheru RT 004 RW 02 pada saat

penelitian, metode yang digunakan untuk pemeriksaan sampel tanah

yaitu metode kolorimetri.Hasil pemeriksaan dengan metode ini bersifat

kuantitatif.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini direncanakan berlangsung bulan September 2018

sampai dengan bulan Juni 2019.

2. Lokasi Penelitian

Peneelitian ini berlokasi di lahan pertanian Desa Waiheru RT 004

RW 02 Kecematan Baguala Kota Ambon.

31
33

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah unsur hara pada tanah di area

lahan pertanian desa Waiheru RT 004 RW 02 Kecematan Baguala

Kota Ambon.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian tanah pertanian di

Desa Waiheru RT 004 RW 02 Kecematan Baguala Kota Ambon.

Dengan teknik pengambilan sampel sebagai berikut :

1) Titik sampel

Titik pengambilan sampel sebanyak 5 titik karena 5 titik dapat

mewakili luas lahan 5 ha. Berdasarkan teori Balai Penelitian

Tanah, 1 sampel tanah sudah dapat mewakili 1 ha lahan.

2) Penentuan titik

Penentuan titik dengan menggunakan cara pengambilan sampel

tanah acak. Alasan menggunakan cara ini karena lahan bersifat

homogen.

3) Kedalaman tanah
34

Kedalaman tanah untuk pengambilan sampel yaitu 0-20 cm

karena pada kedalaman 0-20 cm mengandung unsur hara (Balai

Penelitian Tanah, 2007).

D. Variabel dan Devinisi Operasional

Tabel 2

Variabel dan Devinis Operasional

A l a t
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur H a s i l U k u r Skala Pengukuran
U k u r

Fosfor Fosfor dalam penelit an ini adalah kandungan pospor yang terdapat dalam sampel tanah di lahan pertanian Desa Waiheru RT 06 RW 0 8 Kecam atan BaguPengambi
ala Kota Ambon lan sampel tanah langsung Kolorimetri Rendah jika tidak timbul warna, sedang jika berwarna biru pucat dan tinggi berwarna biru. Ordinal

Balai penelitian tanah

Kalium Fosfor dalam Pengambilan sampel tanah langsung kolorimetri Rendah jika terdapat kabut putih, sedang jika sedikit kabut, dan tinggi jika ada kabut. Ordinal
penelitian ini
Balai Penelitian Tanah
adalah
kandungan
fosfor yang
terdapat dalam
sampel tanah di
lahan pertanian
Desa Waiheru
RT 004/Rw 02
Kecamatan
Baguala Kota
Ambon

C-organik Karbon organik dalam penelit an ini adal h kandungan karbon organik yangterdapat dal m sampel tanah di DesaWaiheru RT 06 RW 0 8 KPengambi
ecamatan Bagual KloatanAmsampel
bon tanah langsung Kolorimetri Sedang-tinggi jika karbon organik tinggi busa >3 cm. Nominal
Rendah jika tinggi busa <3 cm.

Balai penelitian tanah


35

pH tanah pH dalam penelit an ini adalah kandungan pH yang terdapat dalam sampel tanah di Desa Waiheru RT 06 RW 0 8 Kecamatan Baguala Kota Ambon Pengambilan sampel tanah langsung Kolorimetri Netral jika pH berwarna hijau muda, agak masam jika berwarna kuning, masam jika berwarna orens dan basah jika warna hijau tua. Ordinal

Balai penelitian tanah

E. Cara Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti

dengan pengukuran.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku dan

beberapa jurnal.

F. Bahan / Instrumen Penelitian

1. Pengambilan sampel tanah

a. Bahan : Tanah

b. Alat

1) Cangkul / sekop

2) Ember plastik

3) Kertas

4) Alat tulis menulis

5) Label

2. Pengukuran status unsur hara


36

a. Alat

1) Tabung reaksi

2) Rak tabung reaksi

3) Spatula

4) Pengaduk kaca

5) Sendok stainles

6) Aquades

7) Tisue

8) Sikat pembersih tabung reaksi

b. Bahan

1) Sampel tanah

2) Pengekstrak

3) Pereaksi P-1, dan P-2

4) Pereaksi K-1, K-2, dan K-3

5) Pereaksi C-1 dan C-2

6) Pereaksi pH-1, pH-2, dan pereaksi kapur

G. Cara Pengolahan dan Analisis Data

1. Cara pengolahan data

Data hasil penelitian sampel tanah diolah secara manual

dengan menggunakan bantuan komputer.

2. Analisis data

Data konsentrasi hara P, K, C-organik, dan pH hasil analisis di

laboratorium tanah, selanjutnya akan dibandingkan dengan


37

Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah menurut Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku. Penetapan P,K,C-organik,

dan pH dengan metode kolorimetri (pewarnaan) menggunakan

bagan warna.

H. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian ini adalah disajikan dalam bentuk

tabel yang disertai dengan penjelasan dalam bentuk narasi.

I. Prosedur Pengambilan Sampel dan Prosedur Pemeriksaan

Sampel.

Pada saat melakukan pengambilan sampel tanah di lahan pertanian

Desa Waiheru RT 06 RW 008 pada tanggal 18 Mei 2017, sehari

sebelumnya yaitu pada tanggal 17 Mei 2017 terjadi hujan.

1. Prosedur pengambilan sampel tanah

a) Tentukan titik pengambilan contoh tanah dengan cara acak.

b) Memilih lokasi untuk pengambilan sampel tanah (pada areal

yang ditanami sayura dan tanaman pertanian lainnya seluas

5 ha).

c) Menentukan tempat pengambilan sampel tanah yang

dilakukan dengan Purposive sampling sebanyak 5 titik.

d) Membersihkan permukaan tanah dari sisa sayuran yang

masi ada.
38

e) Mengambil sampel tanah pada lapisan olah tanah dengan

kedalaman 0 – 20 cm, dengan pertimbangan bahwa unsur

hara sebagian besar berada pada kedalaman ini. Tanah

diambil dalam keadaan lembab, tidak terlalu kering atau

terlalu basah.

f) Sampel tanah yang diambil pada 5 titik selanjutnya diambil

sebanyak 500 gram untuk dianalisis di Laboratorium.

g) Sampel tanah yang telah siap diberi label.

h) Sampel tanah yang telah diambil dimasing-masing obyek

penelitian kemudian dianalisis kandungan unsur hara makro

P, K, C-organik dan pH di laboratorium.

2. Prosedur pemeriksaan sampel

Pada saat pemeriksaan sampel pada tanggal 19 Mei 2017 di

laboratorium tanah, sehari sebelumnya sampel tanah didiamkan

selama sehari sebelum dilakukan pemeriksaan karena pada

saat sampel di bawah ke laboratorium tanah, sampel tanah masi

dalam keadaan lembab, sehingga sampel didiamkan selama

sehari dan besok harinya barulah dilakukan pemeriksaan.

a. Pemeriksaan P tanah

1) Sebanyak ½ sendok stainles sampel tanah dimasukkan

ke dalam tabung reaksi, atau jumlah tanah sebanyak 0,5

ml sesuai yang tertera pada tabung reaksi.


39

2) Tambahkan 3 ml Pereaksi P-1, kemudian diaduk sampai

homogen dengan pengaduk kaca.

3) Tambahkan ± 10 butir atau seujung spatula Pereaksi P-2

(dibutuhkan hanya dalam jumlah sedikit sekali), lalu

dikocok selama 1 menit.

4) Diamkan kurang lebih selama 10 menit.

5) Bandingkan warna yang muncul dari larutan jernih di atas

permukaan tanah dengan bagan warna P-tanah.

b. Pemeriksaan K tanah

1) Sebanyak ½ sendok stainles sampel tanah dimasukkan

ke dalam tabung reaksi, atau jumlah tanah sebanyak 0,5

ml sesuai yang tertera pada tabung reaksi.

2) Tambahkan 4 ml Perekasi K-1 diaduk sampai homogen

diamkan 5 menit sampai larutan jernih.

3) Ditambahkan 2 tetes Pereaksi K-2 kocok diamkan

sebentar selama 5 menit.

4) Ditambahkan 2 ml K-3 secara perlahan-lahan melalui

dinding tabung biarkan sebentar lalu amati endapan putih

yang terbentuk antara larutan K-3 dengan dibawahnya.

c. Pemeriksaan C-organik

1) Sebanyak ½ sendok stainles tanah uji dimasukkan ke

dalam tabung reaksi sebanyak 0,5 ml sesuai yang tertera

pada tabung reaksi.


40

2) Tambahkan 1 ml pereaksi C-1, kemudian diaduk sampai

homogen dengan pengaduk kaca.

3) Tambahkan 3 tetes pereaksi C-2 (tidak diaduk).

4) Setelah 10 menit, amati ketinggian busa yang terbentuk.

d. Pemeriksaan pH tanah

1) Sebanyak ½ sendok stainles tanah uji dimasukkan ke

dalam tabung reaksi sebanyak 0,5 ml sesuai yang tertera

pada tabung reaksi.

2) Tambahkan 4 ml pereaksi Ph-1, kemudian diaduk sampai

homogen dengan pengaduk kaca.

3) Tambahkan 1-2 tetes indikator warna pereaksi Ph-2.

4) Diamkan larutan selama 10 menit hingga suspensi

mengendap dan terbentuk warna pada cairan jernih di

bagian atas.

5) Bandingkan warna yang muncul pada larutan jernih

bagian permukaan tanah dengan bagan warna pH tanah.

6) Untuk menentukan kebutuhan kapur untuk tanah agak

masam sampai masam, tambahkan pereaksi kebutuhan

kapur tetes demi tetes sampai muncul warna hijau yang

permanen (pH 6-7). Hitung jumlah tetes pereaksi

kebutuhan kapur yang ditambahkan. Jumlah tetes yang


41

diperoleh menunjukan jumlah kapur yang dibutuhkan

sesuai yang tertera pada tabel kebutuhan kapur.

DAFTAR PUSTAKA

Amilia, E., Joy, B. dan Sunardi, (2016) Residu Pestisida pada Tanaman
Hortikultura (Studi Kasus di Desa Cihanjuang Rahayu
Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat). Tersedia
dalam :http://download.portalgaruda.org/article.php. [diakses 9
Januari 2017]
Azzany.(2015) Unsur Hara. Tersedia dalam :http//www.mitalom. com
[diakses 02 November 2016].
Balai Penelitian Tanah (2007) Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK).
Tersedia dalam : http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/eng/
dokumentasi/leaflet/putk.pdf [diakses 19 Desember 2016].
42

Dariah, A.S., Neneng, L., Nurida. Hartatik, W., Pratiwi, E.(2015)


Pembenah Tanah untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan
Pertania. Tersedia dalam :http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id
[diakses 13 Desember 2016]
Ditzler, C. A. and Tugel, A J. (2002) Soil Quality Field Tools: Experiences
of USDA-NRCS Soil Quality Institute.Agron. J. 94(1): pp. 33-38.
Faisal. (2015) Kandungan Kimia Dalam Tanah Makro dan Mikro. Tersedia
dalam : https://sainsmini.co.id [diakses 29 Nopember 2016]
Faradina, A. (2015) Dampak Pembangunan Pabrik-pabrik Milik Warga
Negara Asing Di Lahan Pertanian Dan Perkebunan Desa
Gemulung Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara Dan
Sekitarnya. Tersedia dalam :http://uap.unnes.ac.id [diakses 27
Desember 2016]
Fauzi, Y., 2007. Kelapa Sawit, Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah
Analisis Usaha dan Pemasaran. Edisi Refisi. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta
Food and Agriculture Organization, (2004) Lahan Pertanian. Tersedia
dalam :http://www.fao.org
Hanafiah, K.A. ( 2005) Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika
Pressindo. Jakarta.
_________________. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Hasibuan, B, E., 2006. Pupuk dan Pemupukan. Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Husnain,Nursyamsi, D., dan Purnomo, J. (2016) Penggunaan Bahan
Agrokimia dan Dampaknya Terhadap Pertanian Ramah
Lingkungan. Tersedia dalam :https://www.researchgate.net
[diakses 10 Desember 2016].
Kurnia, U., Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005. Teknologi Rehabilitasi dan
Reklamasi Lahan Terdegradasi.Dalam Teknologi Pengelolaan
Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah
Lingkungan.Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Badan Litbang Pertanian.
Larson, W. E. And Pierce., F. J 1991. Conservation and Enhancement of
Soil Quality. In Dumanski, J, E. Pushparaja, M. Latham and R
Myers, (ed). Evaluation For Sustainable Land Management In
43

The Developing World. Publ. International Board For Soil


Research and Management, Bangkok, Thailand. In
http://soils.usda.gov/use/ afric3.html [diakses 7 Nopember 2016].
Lingga, P dan Marsono.(2001). Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Marno.(2013) Kesuburan Tanah Dan Pengelolaannya. Tersedia dalam
:http://marno.lecture.ub.ac.id [diakses 10 Desember 206]
Musnamar, E.I., (2003) Pupuk Organik Padat Pembuatan dan Aplikasi.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Nariratih, i., Damanik, Sitanggang, G. (2013) Ketersediaan Nitrogen Pada
Tiga Jenis Tanah Akibat Pemberian Tiga Bahan Organik Dan
Serapannya Pada Tanaman Jagung. Tersedia dalam
:http://download.portalgaruda.org/article [diakses 05 Juni 2017]
Notoatmodjo, S. (2010).Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.
Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Jakarta.
Nurfitriana, A. (2013) Karakterisasi Dan Uji Potensi PBAG Yang
Diaplikasikan Pada Tanaman Padi (Oryza Sativa). Tersedia
dalam :http://download.portalgaruda.org/article [diakses 06 Juni
2017]
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1973 Tentang
Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan
Pestisida.

Pinatih, P.S.A.D.I., Kusmiryati, B.T., Susila, D.K. (2015) Evaluasi Status


Kesuburan Tanah Pada Lahan Pertanian di Kecamatan
Denpasar Selatan. Tersedia dalam
:http://download.portalgaruda.org/article. [diakses 12 Desember
2016].
Ritter L, Solomon K R, Forget J, Stemeroff M, O'Leary C. Persistent organi
c pollutants. United Nations Environment Programme Retrieved
2007.
Sudarmi. (2013) Pentingnya Unsur Hara Mikro Bagi Pertumbuhan
Tanaman. Tersedia dalam
44

:http://download.portalgaruda.org/article. [diakses 29 Nopember


2016]
Suhartono, (2014) Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan. Tersedia
dalam :http://balittro.litbang.pertanian.go.id. [diakses 6 Januari
2017]
Sunanto, A. (2010) Distribusi Bentuk C-Organik Tanah Pada Vegetasi
Yang Berbeda. Tersedia dalam http : repository.ipb.ac.id
[diakses 7 Nopember 2016].
Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Konsep dan Kenyataan.
Kanisius.Yogyakarta.
Suyono.(2013) Pencemaran Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta

Tamam, N.B. (2014) Permasalahan Lahan dan Pupuk Dalam Aplikasi


Kelahan Pertanian. Tersedia dalam http :www.academia.edu
[diakses 11 Desember 2016]

Waluyaningsih, R.S. (2008) Studi Analisis Kualitas Tanah Pada Beberapa


Penggunaan Lahan Dan Hubungannya Dengan Tingkat Erosi Di
Sub Das Keduang Kecamatan Jatisrono Wonogiri. Tersedia
dalam :http://eprints.uns.ac.id [diakses 7 Nopember 2016].

Wiryono.(2014) Pengantar Ilmu Lingkungan. Pertelon Media. Bengkulu.

World Health Organization (WHO).(2008). Pesticides, children’s health


and the environment.WHO Training Package for the Health
Sector, World Health Organization. Available at:
http://www.who.int/ceh [diakses 6 Januari 2017].

Anda mungkin juga menyukai