Anda di halaman 1dari 38

1

VARIASI GENETIK ANTAR AKSESI RAMBUTAN (Nephelium


lappaceum L.) BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI
DAUN DAN INTER SIMPLE SEQUENCE REPEAT

ANDI MADIHAH MANGGABARANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
2
3

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER


INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Variasi Genetik Antar
Aksesi Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Berdasarkan Penanda Morfologi
Daun dan Inter Simple Sequence Repeat adalah benar karya saya bersama dengan
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2017

Andi Madihah Manggabarani


NIM G353140171
2

RINGKASAN

ANDI MADIHAH MANGGABARANI. Variasi Genetik Antar Aksesi Rambutan


(Nephelium lappaceum L.) Berdasarkan Penanda Morfologi Daun dan Inter
Simple Sequence Repeat. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan ALEX
HARTANA.

Salah satu buah tropis yang masih perlu dikembangkan adalah buah
rambutan (Nephelium lappaceum L.). Rambutan berasal dari Indonesia dan
Malaysia sehingga keragamannya tinggi di kedua daerah asal tersebut. Tingginya
keragaman rambutan disebabkan oleh sifat rambutan yang menyerbuk silang.
Variasi yang dijumpai bukan hanya antar jenis tetapi juga antar aksesi rambutan.
Beberapa aksesi rambutan telah dikembangkan menjadi kultivar unggul. Hingga
saat ini, pembeda antar aksesi rambutan umumnya ditandai menggunakan ciri
morfologi buah. Penggunaan ciri buah sebagai penanda kurang efektif karena
tanaman rambutan bersifat tahunan dan membutuhkan waktu lebih dari dua tahun
untuk menghasilkan buah pertama kali. Oleh karena itu, dibutuhkan ciri lain yang
lebih mudah digunakan untuk membedakan antar aksesi rambutan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik serta hubungan antar aksesi
rambutan di Indonesia menggunakan penanda morfologi daun dan Inter Simple
Sequence Repeat (ISSR).
Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2016 hingga Februari 2017.
Sampel daun untuk pengamatan morfologi dan molekular diperoleh dari koleksi
tanaman rambutan yang berasal dari Kebun Percobaan Cipaku dan Taman Buah
Mekar Sari Bogor. Sebanyak 30 aksesi rambutan digunakan sebagai sampel yang
terdiri dari 54 pohon untuk pengamatan ciri morfologi daun dan 30 pohon untuk
pengamatan molekular. Ciri morfologi daun yang diamati meliputi bentuk bangun
daun, jumlah anak daun, ukuran panjang dan lebar, bentuk helaian, ujung, dan
bentuk pangkal anak daun. DNA sampel diisolasi menggunakan metode Cetyl
Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) dengan beberapa modifikasi. DNA hasil
isolasi kemudian diamplifikasi menggunakan enam primer, yang diseleksi dari 31
primer ISSR. Hasil penilaian ciri morfologi daun dan pita DNA disusun dalam
bentuk matriks dan digunakan untuk menghitung nilai keserupaan berdasarkan
indeks keserupaan Simple Matching dan menyusun dendrogram berdasarkan
metode Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean (UPGMA).
Sebanyak 8 aksesi rambutan menunjukkan ciri daun spesifik yang dapat
digunakan sebagai pembeda antar aksesi. Amplifikasi menggunakan enam primer
ISSR menghasilkan 58 pita polimorfik dengan primer ISSR 23 penghasil pita
terbanyak. Nilai keserupaan antar aksesi rambutan berdasarkan ciri molekular
berkisar antara 48%-93%. Ke-30 aksesi rambutan terbagi menjadi tiga kelompok
utama berdasarkan data ISSR. Aksesi Pirba memisah pertama kali dari aksesi
lainnya dengan nilai ketidakserupaan 52 %. Beberapa pola pita spesifik ditemukan
pada aksesi Pirba menggunakan primer ISSR 1 dan UBC 807. Pengamatan ciri
morfologi daun dan ciri molekular menunjukkan variasi yang tinggi pada
rambutan. Selain berhasil mendeteksi keragaman antar aksesi rambutan, ciri
tersebut juga dapat digunakan sebagai penanda spesifik beberapa aksesi rambutan.

Kata kunci: aksesi rambutan, keragaman genetik, penanda spesifik, UPGMA


5

SUMMARY

ANDI MADIHAH MANGGABARANI. Genetic Variability Among Rambutan


(Nephelium lappaceum L.) Based on Leaf Morphological and Inter Simple
Sequence Repeat Marker. Supervised by TATIK CHIKMAWATI and ALEX
HARTANA.

Rambutan (Nephelium lappaceum L.) is one of tropical fruits needed to be


improved its characteristics for its economic value enhancement. The origin of
rambutan is Indonesia and Malaysia thus both regions have high diversity of
rambutan. This high variability due to the character of the species that is highly
cross pollinating plant allowing high variation occured interspecies as well as
intraspecies level such as between accessions. Several accessions have been
developed as a popular cultivated variety. Nowadays, marker to differ among
accessions is generally based on fruits morphology. Unfortunately, this character
is not effective to be used since rambutan needs long time for fruiting. Therefore
other character is required to distinguish each accession more easily and faster.
The objectives of this study were to analyze the genetic diversity of rambutan
accessions based on leaf morphology and Inter Simple Sequence Repeat (ISSR)
marker.
This study was conducted from March 2016 to February 2017. Rambutan
leaf samples for leaf morphology and molecular observation were collected from
Cipaku Nursery and Mekar Sari Park Bogor. As many as 54 samples representing
30 rambutan accessions were used for leaf morphological observation while 30
samples representing 30 rambutan accessions were used for molecular analysis.
Observed leaf characters were leaf shape, leaflet arrangement, leaflet number,
leaflet tip and base shape as well as leaflet size. DNA isolation was based on
CTAB method with slightly modification. Out of 6 primers from 31 ISSR primers
selection were selected to amplify the DNA fragment. For dendrogram
construction, all observed characters were transformed and transferred into
character matrix and analyzed using UPGMA based on simple matching method.
The observed leaf morphological character showed groups of character are
unique for 8 rambutan accessions. The amplification using 6 ISSR primers
resulted in 58 polymorphic DNA bands, and the highest band number was
resulted using ISSR 23 primer. According to ISSR data, similarity coefficient
based on simple matching coefficient ranged from 48%-93%. Pirba accession had
the lowest similarity coefficient (0.48) compared to others. Specific banding
patterns amplified using ISSR 1 and UBC 807 were found from Pirba accession
which can be used as a specific marker for Pirba accession. The observed leaf
morphology and molecular character showed high variation among rambutan
accessions.

Keywords: genetic diversity, rambutan accession, specific marker, UPGMA


2

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
7

VARIASI GENETIK ANTAR AKSESI RAMBUTAN (Nephelium


lappaceum L.) BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI
DAUN DAN INTER SIMPLE SEQUENCE REPEAT

ANDI MADIHAH MANGGABARANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Rita Megia, DEA


2

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016–Februari 2017
ini ialah keragaman genetik, dengan judul Variasi Genetik Antar Aksesi
Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Berdasarkan Penanda Morfologi Daun dan
Inter Simple Sequence Repeat. Hasil penelitian ini sedang dikirimkan ke jurnal
Sains Malaysiana (SM) untuk dipublikasikan.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tatik Chikmawati dan Prof Dr Ir
Alex Hartana selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu,
tenaga, pikiran, serta memberikan ilmu, nasihat, motivasi, dan bimbingan dengan
sabar kepada penulis selama penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Kebun Percobaan Cipaku dan Taman Buah Mekar Sari atas
perizinannya untuk pengambilan sampel aksesi rambutan dari koleksi rambutan
yang tersedia dan pengamatan pohon rambutan di kebun. Terima kasih kepada
Bapak dan Ibu pengajar di Program Studi Biologi Tumbuhan (BOT) atas ilmu,
dan motivasinya. Terima kasih pula kepada Laboratorium Penelitian Fisiologi dan
Biologi Molekular Tumbuhan, juga Laboratorium Penelitian Ekologi dan Sumber
Daya Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB atas perizinan penelitian. Tak
lupa ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman dari Biologi
Tumbuhan angkatan 2014, Minat Taksonomi 2014, serta kakak tingkat maupun
adik tingkat yang telah berbagi pengalaman, dukungan, dan berjuang bersama
mulai dari awal perkuliahan hingga penelitian. Terima kasih juga disampaikan
kepada rekan penelitian Muhammad Rifqi Hariri yang telah banyak membantu
dan membimbing penulis selama di laboratorium. Terakhir, ungkapan terima
kasih yang tak terhingga disampaikan kepada kedua orang tua, saudara, dan
sahabat atas segala kebersamaan, doa, dan dukungannya kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan di Indonesia.

Bogor, Oktober 2017

Andi Madihah Manggabarani


11

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Botani Rambutan (Nephelium lappaceum L.) 3
Variasi pada Rambutan 4
Penanda Inter Simple Sequence Repeat 6
METODE 9
Waktu dan Tempat Penelitian 9
Pengamatan Morfologi Daun Rambutan 10
Pengamatan Molekular Rambutan 10
Analisis Data 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Variasi Morfologi Daun Antar Aksesi Rambutan 13
Variasi Genetik Antar Aksesi Rambutan Berdasarkan Penanda ISSR 15
Peninjauan Batasan Antar Aksesi Rambutan 18
SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
RIWAYAT HIDUP 26
2

DAFTAR TABEL

1 Nama aksesi, jumlah pohon, dan asal aksesi rambutan yang diamati 9
2 Nama primer, urutan basa nukleotida (5’-3’), dan referensi tiap primer 12
3 Kombinasi ciri morfologi daun sebagai pembeda aksesi 15
4 Primer ISSR dan ukuran pita hasil amplifikasi 16

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman rambutan. A) Perawakan, B) Perbungaaan, C) Buah yang 4


telah matang.
2 Variasi morfologi buah dari aksesi rambutan. A) Binjai, B) Gula Batu, 5
C) Sikoneng Manis, D) Kerikil.
3 Skema daerah amplifikasi penanda ISSR. A) Berdasarkan primer 7
unanchored, B) Berdasarkan primer anchored dengan tambahan 2
nukleotida (NN) pada ujung 3’, C) Berdasarkan primer anchored
dengan tambahan 2 nukleotida (NN) pada ujung 5’ (Reddy et al. 2002).
4 Variasi anak daun rambutan. A) Bentuk helaian anak daun jorong, B) 13
bentuk helaian anak daun bulat telur sungsang, C) ujung anak daun
runcing, D) ujung anak daun membundar, E) ujung anak daun tumpul,
F) pangkal anak daun tumpul, G) pangkal anak daun membundar, H)
pangkal anak daun runcing.
5 Dendrogram aksesi rambutan berdasarkan data morfologi daun 14
menggunakan indeks keserupaan SM dan metode UPGMA
6 Pola pita polimorfik hasil amplifikasi menggunakan primer ISSR 15. 16
M1=Marker 1 Kb, 1=Kerikil, 2=SKWL, 3=Aceh Tombong, 4=Aceh
gendut, 5=Sinyonya, 6=Simacan, 7=Pirba, 8=Padang Bulan, 9=Binjai,
10=Aceh Gundul, 11=Gula Batu, 12=Narmada, M2=Marker 100 pb.
7 Dendrogram aksesi rambutan berdasarkan data ISSR menggunakan 17
indeks keserupaan SM dan metode UPGMA
8 Hasil amplifikasi DNA genom rambutan menggunakan primer A) ISSR 18
1, B) UBC 807. M1=Marker 1 Kb, 1=Kerikil, 2=SKWL, 3=Aceh
Tombong, 4=Aceh gendut, 5=Sinyonya, 6=Simacan, 7=Pirba,
8=Padang Bulan, 9=Binjai, 10=Aceh Gundul, 11=Gula Batu,
12=Narmada. Anak panah pada A menunjukkan pita spesifik pada
aksesi Pirba yang berukuran 480 pb dan 900 pb. Anak panah pada B
menunjukkan pita spesifik pada aksesi Pirba yang berukuran 790 pb dan
230 pb.
9 Hasil amplifikasi DNA genom rambutan menggunakan primer ISSR 10. 19
M1=Marker 1 Kb, 1=Sibulan, 2=Tangkue, 3=Sitangkue, 4=Kering
Manis, 5=Asam Manis, 6=Antalagi, 7=Aceh Gendong. Anak panah
pada kolom 5 (Asam Manis) menunjukkan pita spesifik berukuran 750
pb. Anak panah pada kolom 7 (Aceh Gendong) menunjukkan pita
spesifik berukuran 280 pb, 490 pb, 580 pb, dan 720 pb.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rambutan (Nephelium lappaceum L.) yang tergolong ke dalam suku


Sapindaceae merupakan tanaman buah tropis yang berasal dari wilayah Asia
Tenggara khususnya Indonesia dan Malaysia (Leenhouts 1986). Indonesia sebagai
salah satu daerah asal rambutan memiliki keanekaragaman rambutan yang tinggi,
kerabat liar rambutan masih banyak dijumpai tumbuh dipelbagai wilayah terutama
di Kalimantan. Rambutan di Indonesia paling banyak ditanam di pulau Jawa,
disusul oleh Sumatera serta daerah lainnya (Tindall et al. 1994).
Sebagai tanaman penghasil buah, budidaya rambutan telah dilakukan
untuk menghasilkan tanaman rambutan yang unggul seperti produksi buah tinggi,
tahan hama, dan buah yang dihasilkan sesuai dengan selera konsumen. Ciri-ciri
unggul pada rambutan diantaranya berat buah mencapai 40 g, arilus memiliki rasa
yang manis dan berukuran lebih tebal dari kulit buah, kulit buah berwarna merah
atau jingga sehingga tahan terhadap hama, dan arilus buah mudah lepas dari biji
(Lim dan Diczbalis 1998). Selain itu, tanaman rambutan dikembangkan agar
mampu memproduksi buah rambutan lebih banyak.
Aksesi rambutan dari Indonesia yang paling banyak digemari diantaranya
Rapiah, Binjai, dan Garuda. Pembeda tiap aksesi umumnya didasarkan pada ciri
morfologi buah (Kuswandi 2014). Namun, waktu yang dibutuhkan oleh tanaman
rambutan hingga berbuah cukup lama sehingga dibutuhkan ciri lain yang dapat
digunakan sebagai pembeda antar aksesi. Selain variasi pada buah, daun rambutan
antar aksesi memiliki variasi yang tinggi sehingga dapat dikaji lebih lanjut sebagai
ciri pembeda. Beberapa ciri daun rambutan telah dianalisis sebagai ciri pembeda
antar genotipe namun ciri pembeda yang diinginkan belum diperoleh (Barreto et
al. 2015).
Selain ciri morfologi, ciri molekular telah banyak digunakan sebagai
penanda antar kultivar dan varietas serta pendeteksi variasi genetik di tingkat intra
jenis (Boczkowska dan Tarczyk 2013). Variasi genetik antar aksesi rambutan di
Malaysia telah dianalisis menggunakan penanda Random Amplified Polymorphic
DNA (RAPD) (Chew et al. 2005). Namun, penanda RAPD memiliki kelemahan
yaitu pita DNA yang dihasilkan tidak stabil. Penanda ISSR merupakan penanda
molekular yang mengamplifikasi daerah antar dua mikrosatelit identik dan
menghasilkan banyak lokus DNA. Mikrosatelit terdiri dari urutan DNA berulang
yang keberadaannya melimpah di dalam genom tumbuhan. Salah satu keunggulan
penanda ISSR adalah lokus yang dihasilkan setelah dilakukan pengulangan
bersifat stabil (Zietkiewicz et al. 1994).
Identifikasi serta karakterisasi keragaman genetik dapat menjadi informasi
penting untuk perlindungan plasma nutfah (Luo et al. 2011). Kajian mengenai
keragaman genetik dibutuhkan sebagai langkah awal untuk meningkatkan nilai
ekonomi rambutan yang masih rendah. Rambutan merupakan tanaman yang
melakukan penyerbukan silang di alam sehingga perbanyakan dengan biji akan
memunculkan berbagai variasi baru. Analisis keragaman genetik antar aksesi
rambutan yang berasal dari Indonesia menggunakan penanda molekular belum
pernah dilakukan. Aksesi rambutan yang telah diketahui, pada umumnya berasal
2

dari rambutan kultivar lokal yang belum diketahui informasi tetuanya. Analisis
variasi genetik berdasarkan penanda molekular dapat memberikan informasi awal
mengenai hubungan antar aksesi rambutan. Selain itu, informasi mengenai jarak
genetik dari ras lokal tersebut juga dapat digunakan untuk mengetahui pelbagai
genotipe yang berpotensi sebagai sumber genetik untuk pengembangan tanaman
rambutan di masa depan. Informasi mengenai jarak genetik juga dapat
menggambarkan kondisi keragaman genetik plasma nutfah rambutan yang berada
di kebun percobaan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri morfologi daun dan ciri
molekular spesifik yang dapat digunakan sebagai pembeda antar aksesi rambutan,
serta menganalisis keragaman genetik dan hubungan antar aksesi rambutan
(Nephelium lappaceum L.) berdasarkan penanda ciri morfologi daun dan Inter
Simple Sequence Repeat (ISSR).
3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Rambutan (Nephelium lappaceum L.)

Rambutan tergolong ke dalam suku Sapindaceae, yang anggotanya terdiri


dari tanaman penghasil buah seperti leci, longan, dan kapulasan. Bagian yang
dikonsumsi dari buah rambutan, leci, longan maupun kapulasan adalah arilus yang
pada umumnya berwarna putih dan berasa asam, asam manis, hingga manis. Suku
Sapindaceae juga dikenal sebagai keluarga Soapberry dikarenakan salah satu
anggotanya dalam marga Sapindus mengandung saponin yang dapat diolah
menjadi sabun. Marga Nephelium dibedakan dari marga lainnya berdasarkan tidak
adanya petal, daun sepal berjumlah 5-6, dan buah dilengkapi oleh rambut halus
(Nianhe dan Gadek 2007).
Marga Nephelium terdiri dari 22 jenis (Leenhouts 1986). Jenis yang
memiliki penyebaran yang paling luas, variasi morfologi yang paling banyak dan
paling sering ditemui yaitu Nephelium cuspidatum, N. lappaceum, dan Nephelium
ramboutan-ake. Jenis lainnya hanya ditemukan tumbuh liar di kawasan tertentu
dan satu diantaranya belum memiliki identitas yang jelas. ciri pembeda antar jenis
utamanya didasarkan pada ciri buah dan beberapa ciri daun, namun ciri yang
digunakan belum sepenuhnya membedakan tiap jenis dengan jelas dikarenakan
variasi yang tinggi dan saling tumpang tindih. Rambutan (N. lappaceum) terbagi
menjadi 3 varietas yaitu var. lappaceum, var. pallens, dan var. xanthioides. Ketiga
varietas tersebut dibedakan berdasarkan ciri anak daun misalnya ukuran anak
daun, bentuk ujung anak daun, dan tipe peruratan anak daun.
Tanaman rambutan (Gambar 1) berperawakan pohon dengan tinggi
mencapai 25 m. Batangnya membentuk banyak cabang sehingga menghasilkan
kanopi yang lebar serta daun yang lebat. Daun rambutan bertipe daun majemuk
menyirip genap. Satu ibu tangkai daun terdiri dari 4-10 anak daun yang tersusun
secara berhadapan hingga berseling. Anak daun berwarna hijau kekuningan
hingga hijau muda pada saat masih muda dan berubah menjadi hijau tua setelah
berkembang sempurna dengan bentuk jorong hingga bulat telur sungsang. Anak
daun memiliki panjang 5-28 cm dan lebar 2-10.5 cm atau panjang daun 1.25-4.5
kali lebar daun. Bagian terlebar anak daun berada di atas hingga di bawah bagian
tengah daun. Tekstur anak daun menjangat dengan permukaan yang gundul
hingga berambut di bagian tulang tengah. Pangkal anak daun meruncing hingga
membundar, tepi daun melengkung hingga lurus, dan ujung daun meruncing
hingga rompong serta sedikit yang bergubang (Leenhouts 1986).
Perbungaan rambutan berbentuk malai yang tumbuh di ujung cabang
maupun kombinasi antara di ujung cabang dan di ketiak cabang (Ishaq et al.
2015). Bunga rambutan yang berukuran kecil dan berwarna hijau kekuningan
memiliki tiga tipe yaitu bunga jantan, bunga lengkap yang berfungsi sebagai
jantan, dan bunga lengkap yang berfungsi sebagai betina. Buah rambutan
berbentuk menjorong hingga agak bulat. Kulit buah memiliki permukaan yang
berambut jarang hingga lebat dan berwarna kuning hingga merah.
4

A B

Gambar 1 Tanaman rambutan. A) Perawakan, B) Perbungaaan, C) Buah yang


telah matang.

Rambutan berasal dari kawasan beriklim tropis khususnya Indonesia dan


Malaysia (Leenhout 1986). Pusat asal rambutan diduga berada di Kepulauan
Malaysia dan menyebar di bagian barat seperti Thailand, Burma, Sri Lanka, dan
India serta di bagian timur yang meliputi Vietnam, Filipina, dan Indonesia
(Tindall 1994). Awal pengembangan rambutan yang berupa proses masuknya
bibit serta distribusi bibit rambutan dilakukan pada awal tahun 1900 di Malaysia,
Thailand, Filipina dan Australia (Tindall et al. 1994). Di Indonesia, rambutan
paling banyak diproduksi di pulau Jawa yang mencapai 375 ton pada tahun 2014,
diikuti dengan pulau Sumatra dan lainnya (Tindall 1994; Kementan 2015).
Selain buahnya dikonsumsi sebagai buah segar, rambutan juga memiliki
beberapa manfaat lain. Kulit rambutan memiliki aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi dibanding asam askorbat dan antibakteri sehingga berpotensi di bidang
kesehatan sebagai agen antioksidan dan antibakteri alami (Thitilertdecha et al.
2008). Aktivitas antioksidan pada kulit rambutan juga berhasil menghambat
oksidasi lipid pada minyak bunga matahari sehingga dapat digunakan di bidang
industri produksi minyak (Mei et al. 2014). Biji rambutan juga berpotensi sebagai
obat bagi penderita diabetes melitus (Rahayu et al. 2013).

Variasi pada Rambutan

Rambutan yang tergolong ke dalam marga Nephelium memiliki variasi


genetik yang tinggi antar marga maupun antar jenis. Sebanyak 9 jenis yang
berasal dari Indonesia merupakan buah yang dapat dimakan. Genus Nephelium
memiliki karaktersitik ciri buah yang berbeda dari anggota Sapindaceae lainnya
yaitu pada umumnya memiliki indumentum berupa tonjolan hingga rambut
(spintern) pada permukaan kulit buah kecuali jenis Nephelium maingayi yang
memiliki permukaan kulit gundul.
Salah satu kerabat rambutan yang telah banyak dikembangkan adalah
kapulasan (N. ramboutan-ake). Kapulasan dan rambutan dapat dibedakan secara
5

morfologi. Ciri pembeda yang dijumpai pada kapulasan yaitu kerapatan cabang,
warna daun, kelimpahan bunga, kebiasaan berbuah, kerapatan tandan, tebal kulit,
tekstur rambut, kerapatan rambut, warna rambut, ketebalan arilus, tekstur arilus
dan kandungan arilus. Hasil analisis gugus memisahkan kelompok kapulasan dari
kelompok rambutan dengan nilai ketidakmiripan sebesar 55% (Kuswandi 2014).
Variasi yang ditemukan pada kapulasan pada umumnya dari ciri kuantitatif seperti
jumlah anak daun per ibu tangkai daun, ukuran anak daun, dan ukuran ibu tangkai
bunga (Djuita et al. 2016). Analisis keragaman genetik kapulasan menunjukkan
bahwa keragaman genetik di dalam populasi lebih tinggi dibandingkan dengan
variasi antar populasi kapulasan (Puhili et al. 2016).
Produksi rambutan paling besar berada di Indonesia, diikuti dengan
Malaysia, dan Thailand. Ketiga negara tersebut memiliki berbagai aksesi unggul
yang dikembangkan untuk kebutuhan di dalam dan luar negeri. Aksesi yang
dikembangkan di Indonesia meliputi Binjai, Garuda, lebak bulus, Rapiah, dan
Aceh Plat. Aksesi Rongrein merupakan salah satu aksesi yang populer di Thailand
sedangkan aksesi yang dikembangkan di Malaysia diantaranya R3, R7, dan R9
(Lim dan Diczbalis 1998).
Tiap aksesi rambutan memiliki morfologi buah yang berbeda (Gambar 2).
Ciri buah yang menjadi pembeda aksesi diantaranya bentuk buah, ukuran buah,
warna kulit buah, kerapatan rambut kulit buah, ketebalan arilus, dan mudah
mengelotok tidaknya arilus dari biji. Pada umumnya, ciri buah rambutan yang
paling digemari oleh konsumen adalah rasa buah manis, tekstur arilus kering, dan
arilus mudah mengelotok sehingga mudah dikonsumsi. Aksesi rambutan yang
populer seperti Binjai, Rapiah, dan Garuda memiliki buah yang manis dan
mengelotok dari biji. Tekstur arilus yang kering dimiliki oleh aksesi Simacan,
Sibulan, Kalimantan, dan Pirba (Kuswandi 2014).

A B

C D

Gambar 2 Variasi morfologi buah dari aksesi rambutan. A) Binjai, B) Gula Batu,
C) Sikoneng Manis, D) Kerikil.
6

Daun juga dapat digunakan untuk membedakan antar aksesi atau kultivar,
terutama bagi tanaman yang memiliki bentuk daun yang bervariasi. Pengamatan
terhadap ciri morfologi daun telah berhasil membedakan setiap kultivar pada
Ginkgo biloba (Klimko et al. 2015). Analisis morfologi daun sebagai ciri penanda
pada beberapa aksesi rambutan juga telah dilakukan berdasarkan ciri kualitatif
(Barreto et al. 2015). Namun, ciri penanda yang signifikan membedakan antar
genotipe maupun pembeda jenis kelamin tanaman belum dapat ditemukan.
Selain ciri morfologi, variasi genetik juga telah diamati pada rambutan
menggunakan ciri DNA dengan penanda Amplified Fragment Length
Polymorphism (AFLP) dan Random Amplification of polymorphic DNA (RAPD).
Variasi genetik yang tinggi ditemukan dari hasil analisis menggunakan penanda
RAPD dengan tingkat polimorfisme sebesar 98.45% dan nilai keserupaan berkisar
antara 23%-90% (Chew et al. 2005). Penanda AFLP berhasil mendeteksi
keragaman genetik dan membedakan tiap bibit rambutan yang ditumbuhkan dari
biji (de Andrade et al. 2012).

Penanda Inter Simple Sequence Repeat

Penanda molekular telah banyak diaplikasikan untuk mengatasi


permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan penanda morfologi dan isozim.
Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) merupakan penanda molekular yang
berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction). Primer yang digunakan berupa
urutan DNA berulang dari mikrosatelit atau SSR (Simple Sequence Repeat).
Mikrosatelit merupakan urutan DNA berulang yang tersebar di dalam genom
makhluk hidup. Mikrosatelit yang digunakan sebagai primer dapat berupa di-, tri-,
tetra-, maupun penta-nukleotida. Primer yang digunakan dalam ISSR berupa
primer tunggal yang memiliki ukuran 15-30 bp dengan suhu annealing
bergantung pada banyaknya kandungan GC pada primer. Primer yang digunakan
akan berlekatan pada dua daerah mikrosatelit yang sama dan mengamplifikasi
daerah diantara kedua mikrosatelit tersebut. Bagian yang teramplifikasi
merupakan urutan DNA dengan ukuran bevariasi yang terdapat di antara
mikrosatelit (Reddy et al. 2002). Hasil amplifikasi dari metode ISSR
menghasilkan pita multilokus dengan panjang berkisar antara 200-2000 bp
(Semagn et al. 2006).
Primer yang digunakan dalam ISSR terdiri dari beberapa tipe. Berdasarkan
ada tidaknya tambahan basa nukleotida pada ujung 3’ atau ujung 5’, primer
dibedakan menjadi dua jenis yaitu primer unanchored dan primer anchored
(Gambar 3). Primer unanchored terdiri dari urutan DNA berulang saja sedangkan
primer anchored terdiri dari urutan DNA berulang dan diakhiri oleh beberapa
basa nukleotida di ujung 3’ atau diawali oleh beberapa basa nukleotida di ujung
5’. Primer yang memiliki anchored lebih sering digunakan karena dapat
menghasilkan pita DNA yang lebih jelas dibanding primer unanchored.
Amplifikasi menggunakan primer dengan anchored pada ujung 5’ menghasilkan
pita yang lebih spesifik dibanding primer dengan anchored pada ujung 3’
(Zietkiewicz et al. 1994). Selain itu, primer dengan pengulangan di-nukleotida
(AG, GA, CT, TC, AC, CA) menghasilkan polimorfisme yang lebih tinggi
daripada primer di-, tri- dan tetra-nukleotida lainnya (Reddy et al. 2002).
7

Gambar 3 Skema daerah amplifikasi penanda ISSR. A) Berdasarkan primer


unanchored, B) Berdasarkan primer anchored dengan tambahan 2
nukleotida (NN) pada ujung 3’, C) Berdasarkan primer anchored
dengan tambahan 2 nukleotida (NN) pada ujung 5’ (Reddy et al.
2002).

Penanda ISSR memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan


penanda molekular lainnya seperti metode yang digunakan sederhana, efisien,
ekonomis dan mudah untuk diaplikasikan. Penanda ISSR menggunakan metode
Polymerase Chain Reaction (PCR) sehingga pita hasil amplifikasi dapat diperoleh
dengan cepat. Selain itu, primer yang digunakan tidak membutuhkan informasi
dari urutan DNA tanaman target (Godwin et al. 1997). Meskipun penanda
Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan RAPD juga tidak
membutuhkan informasi mengenai urutan DNA tanaman target, penanda ISSR
tidak membutuhkan konsentrasi DNA yang tinggi seperti yang dibutuhkan oleh
penanda AFLP. Selain itu, hasil amplifikasi menggunakan penanda ISSR lebih
mudah diamati karena menggunakan gel agarose dibandingkan dengan penanda
AFLP yang menggunakan Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE). Penanda
ISSR memiliki hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan metode RAPD
(Kayis et al. 2010). Primer yang digunakan dalam penanda ISSR meliputi urutan
DNA berulang (mikrosatelit) yang memiliki urutan basa nukleotida yang lebih
panjang (15-20 pasang basa) sehingga hasil yang diperoleh lebih reproducible
dibandingkan dengan penanda RAPD yang menggunakan primer berupa sekuen
DNA acak yang pendek (8-12 pasang basa). Penanda ISSR umumnya bersifat
dominan, namun pada beberapa kasus juga dapat bersifat kodominan (Semagn et
8

al. 2006). Tingkat polimorfisme dan reproducibility tinggi menjadikan penanda


ISSR sering dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman. Penggunaan ISSR telah
dilakukan untuk studi keanekaragaman genetik, filogenetik, penanda gen,
pemetaan gen, dan biologi evolusi (Reddy et al. 2002). Metode ISSR telah
berhasil menganalisis studi keanekaragaman dan membedakan antar varietas pada
kaktus centong dan ubi jalar (Ganopoulos et al. 2015; Moulin et al. 2012).
Pendeteksian polimorfisme hasil amplifikasi ISSR dapat dilakukan menggunakan
gel PAGE, dan gel agarose. Penggunaan gel PAGE dengan pelabelan radioaktif
memiliki sensitivitas paling tinggi dalam mendeteksi pita DNA. Meskipun
demikian, gel agarose dengan pewarnaan Etidium Bromida telah banyak
digunakan sebagai pengganti PAGE dan terbukti mampu mendeteksi banyak pita
DNA yang polimorfik (Ganopoulus et al. 2015; Moulin et al. 2012; Kebour et al.
2012).
Penanda ISSR telah banyak digunakan untuk analisis variasi genetik pada
berbagai tanaman. Penggunaan ISSR dalam analisis keragaman genetik dan
hubungan antar kultivar apricot berhasil mengelompokkan tiap kultivar
berdasarkan daerah asalnya (Li et al. 2014). Penanda ISSR juga dapat mendeteksi
pita spesifik yang dapat digunakan sebagai sidik jari DNA pada beberapa galur
jagung (Idris et al. 2012).
9

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2016 hingga Februari 2017.


Tanaman rambutan yang digunakan terdiri dari varietas unggul yang telah dilepas
oleh pemerintah maupun rambutan lokal sehingga istilah aksesi digunakan untuk
memudahkan penyebutan tanaman rambutan yang diamati. Sebanyak 30 aksesi
pohon rambutan yang diteliti berasal dari Taman Buah Mekar Sari Bogor (14
aksesi) dan Kebun Percobaan Cipaku Bogor di bawah Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jawa Barat (16 aksesi) (Tabel 1). Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Penelitian Fisiologi dan Genetika Tumbuhan Departemen Biologi
FMIPA-IPB, serta Laboratorium Penelitian Ekologi dan Sumberdaya Tumbuhan,
Departemen Biologi, FMIPA-IPB.

Tabel 1 Nama aksesi, jumlah pohon, dan asal aksesi rambutan yang diamati
No Nama aksesi Jumlah pohon Asal aksesi
1 Aceh 6B 1 Cipaku
2 Aceh Gundul 1 Cipaku
3 Aceh Gendong 1 Cipaku
4 Aceh Gelong 1 Mekar sari
5 Aceh Gendut 1 Cipaku
6 Aceh Kuning 1 Cipaku
7 Aceh Lebak 5 Mekar sari
8 Aceh Plat 5 Mekar sari
9 Asam Manis 1 Mekar sari
10 Antalagi 1 Cipaku
11 Aceh Tombong 1 Cipaku
12 Binjai 5 Mekar sari
13 Gula Batu 1 Mekar sari
14 Garuda 5 Mekar sari
15 Kalimantan 1 Cipaku
16 Kering Manis 1 Cipaku
17 Kerikil 1 Mekar sari
18 Narmada 1 Mekar sari
19 Pirba 1 Cipaku
20 Padang Bulan 1 Cipaku
21 Rapiah 5 Mekar sari
22 Sibulan 1 Cipaku
23 Simacan 5 Mekar sari
24 Sindang Langka 1 Mekar sari
25 Sikoneng Asam 1 Mekar sari
26 Sikoneng Manis 1 Mekar sari
27 SKWL 1 Cipaku
28 Sitangkue 1 Cipaku
29 Sinyonya 1 Cipaku
30 Tangkue 1 Cipaku
10

Pengamatan Morfologi Daun Rambutan

Sebanyak 54 pohon rambutan yang mewakili 30 aksesi digunakan sebagai


bahan pengamatan. Pengamatan morfologi daun dilakukan pada 20 daun yang
telah berkembang sempurna dari tiap pohon amatan. Pengambilan daun dilakukan
pada cabang bagian depan, belakang, kanan, dan kiri. Daun rambutan merupakan
daun majemuk menyirip ganda yang terdiri dari 4-7 anak daun. Ciri yang diamati
meliputi bentuk bangun daun, susunan anak daun pada ibu tangkai daun, jumlah
anak daun, ukuran anak daun, bentuk helaian, ujung, dan bentuk pangkal anak
daun. Sebanyak 6 ciri dari 8 ciri yang diamati ditransformasi untuk dianalisis
lebih lanjut. Pengamatan ciri morfologi disesuaikan dengan deskriptor rambutan
(IPGRI 2003) dan Manual of Leaf Architecture (Ash et al. 1999).

Pengamatan Molekular Rambutan

Isolasi DNA Rambutan


DNA sampel diisolasi menggunakan metode Cetyl Trimethyl Ammonium
Bromide (CTAB) (Doyle 1991) dengan beberapa modifikasi dari Souza et al.
(2012) dan Riupassa et al. (2016). Isolasi DNA dimulai dengan penggerusan 0.25
g daun sampel hingga halus menggunakan nitrogen cair. Sampel yang telah halus
dimasukkan ke dalam tabung 2 mL. Sebanyak 1000 µL buffer sorbitol
ditambahkan ke dalam tabung diikuti dengan penambahan 1 µL b-
mercaptoethanol. Larutan dicampur dengan vortex dan disentrifus selama 10
menit dengan kecepatan 6000 rpm. Supernatan dibuang kemudian penambahan
buffer sorbitol sampai dengan sentrifugasi diulang kembali hingga lendir pada
sampel berkurang. Larutan CTAB (20mM EDTA, 0.1 M Tris-HCl pH 8.0, 1.4 M
NaCl, 2% CTAB) selanjutnya ditambahkan ke dalam tabung diikuti dengan
penambahan 1 µL b-mercaptoethanol dan 0.05 g Polyvinylpyrrolidone (PVP).
Larutan dihomogenkan dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu 60°C. Selama
inkubasi, larutan dihomogenkan setiap 10 menit. Setelah inkubasi, sebanyak 700
µL Chloroform-Isoamyl Alcohol (CIAA) ditambahkan ke dalam tabung dan
dibolak-balik perlahan selama 20 menit. Larutan selanjutnya disentrifus dengan
kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke
tabung 1.5 mL yang baru. Phenol Chloroform-Isoamyl Alcohol (PCI) dengan
jumlah sebanding dengan supernatan ditambahkan ke dalam supernatan dan
dihomogenkan perlahan selama 10 menit. Larutan disentrifus dengan kecepatan
13000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung 1.5 mL baru.
Larutan Na-asetat (3 M) ditambahkan sebanyak 1/10 volume supernatan diikuti
dengan penambahan isopropanol sebanyak 2/3 dari volume supernatan. Larutan
dihomogenkan perlahan dan diinkubasi pada suhu -20°C selama satu malam.
Larutan yang telah diinkubasi disentrifus selama 30 menit dengan kecepatan
13000 rpm. Supernatan dibuang, pelet DNA yang berada di dasar tabung
dikering-anginkan di dalam inkubator. Etanol (EtOH) 70% sebanyak 500 µL
ditambahkan ke pelet DNA, lalu disentrifus selama 5 menit pada kecepatan 13000
rpm. Supernatan kemudian dibuang dan sebanyak 500 µL etanol 98%
ditambahkan ke dalam tabung. Larutan disentrifus kembali selama 5 menit dengan
kecepatan 13000 rpm, selanjutnya supernatan dibuang kembali. Pelet DNA
11

dikering-anginkan kemudian dilarutkan dengan 100 µL ddH2O. Sebanyak 100 µL


ddH2O dingin ditambahkan ke dalam larutan DNA diikuti dengan penambahan
NaCl 5 M dingin sebanyak 20 µL. Selanjutnya EtOH 97% sebanyak 80 µL
ditambahkan ke dalam larutan dan dihomogenkan perlahan. Larutan diinkubasi
pada suhu -4°C selama 20 menit dilanjutkan dengan sentrifugasi selama 15 menit
dengan kecepatan 9000 rpm. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru.
Sebanyak 200 µL isopropanol dingin ditambahkan ke dalam supernatan. Larutan
dihomogenkan perlahan dan diinkubasi pada suhu -4°C selama satu malam.
Larutan selanjutnya disentrifus selama 20 menit dengan kecepatan 13000 rpm.
Supernatan dibuang dan pelet DNA dibilas kembali dengan EtOH 97%. Pelet
DNA yang telah dikering-anginkan dilarutkan dengan ddH2O sebanyak 100 µL.

Amplifikasi dan Visualisasi DNA


Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan 31 primer ISSR (Tabel
2) (Degani et al. 2003; Clyde et al. 2005; Bisoyi et al. 2010; Pardhe dan Satpute
2011; Khadke et al. 2012; Khajudparn et al. 2012; Syahruddin 2012; Vanijajiva
2012; Wang et al. 2017) sebagai seleksi awal dan diperoleh 6 primer dengan hasil
amplifikasi terbaik. Amplifikasi yang menggunakan ESCO Swift™ Maxi model
SWT-MY-BLC-7 (USA) dilakukan dalam 25 µL campuran yang terdiri dari 2 µL
template DNA [20 ng/µl], 1 µL primer [10 ng/µl], 12.5 µL larutan 2x PCR mix
(Gotag Green Mix, Promega, USA), dan 9.5 µl air bebas nuklease (Promega,
USA). Tahapan amplifikasi meliputi denaturasi awal pada suhu 94.0ºC selama 3
menit; siklus berulang sebanyak 30 kali yang meliputi denaturasi pada suhu
94.0ºC selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 45.0-51.6ºC selama 50
detik dan polimerisasi pada suhu 72.0ºC selama 2 menit; dan polimerisasi akhir
pada suhu 72.0ºC selama 10 menit. Visualisasi hasil PCR dilakukan dengan
elektroforesis menggunakan gel agarosa 1% selama 1 jam 30 menit pada tegangan
80 volt. Hasil elektroforesis diamati dengan mesin UV transiluminator dan
didokumentasikan menggunakan aplikasi Wise Capture 1.0.0.1.

Analisis Data

Sifat ciri morfologi daun ditransformasi dan dibuat matriks untuk


dianalisis lebih lanjut. Pola pita DNA hasil PCR diberi nilai 1 jika terdapat pita
sedangkan nilai 0 jika tidak ditemukan pita pada lokasi yang sama. Ukuran
fragmen DNA hasil PCR diperkirakan dengan DNA ladder berukuran 1 Kb dan
100 bp. Keserupaan genetik antar aksesi dievaluasi berdasarkan koefisien
keserupaan Simple Matching (SM). Analisis gugus dilakukan berdasarkan
algoritma Unweighted Paired Group Method using Arithmetic Mean (UPGMA).
Semua analisis data dilakukan dengan menggunakan program Numerical
Taxonomy and Multivariate Analisys System for PC (NTSys-PC) versi 2.1.1a
(Exeter Software, New York) (Rohlf 1998).
12

Tabel 2 Nama primer, urutan basa nukleotida (5’-3’), dan referensi tiap primer
No Nama primer Urutan basa Referensi
nukleotida (5’-3’)
1 UBC 807 (AG)8 T Degani et al. 2003
2 UBC 817 (CA)8 A Degani et al. 2003
3 UBC 818 (CA)8 G Degani et al. 2003
4 UBC 836 (AG)8 YA Degani et al. 2003
5 UBC 841 (GA)8 YC Degani et al. 2003
6 UBC 847 (CA)8 RC Degani et al. 2003
7 UBC 856 (AC)8 YA Degani et al. 2003
8 UBC 857 (AC)8 YG Degani et al. 2003
9 ISSR 1 (CA)6 AT Clyde et al. 2005
10 ISSR 2 (AG)8 TC Clyde et al. 2005
11 ISSR 4 (CT)8 GG Clyde et al. 2005
12 ISSR 5 (GA)8 TT Clyde et al. 2005
13 Primer 1 (GA)9 T Bisoyi et al. 2010
14 Primer 2 T (GA)9 Bisoyi et al. 2010
15 UBC 819 (GT)8 A Pardhe dan Satpute 2011
16 UBC 825 (AC)8 T Khajudparn et al. 2012
17 ISSR 1 (AGG)5 Vanijajiva 2012
18 ISSR 4 (GAG)5 AC Vanijajiva 2012
19 ISSR 5 (GAG)5 AT Vanijajiva 2012
20 PKBT 7 (GA)9 A Syahruddin 2012
21 PKBT 8 (GA)9 C Syahruddin 2012
22 PKBT 12 (GT)9 T Syahruddin 2012
23 ISSR 10 (GA)6 CC Khadke et al. 2012
24 ISSR 15 (GTG)3 GC Khadke et al. 2012
25 ISSR 18 (GATA)3 GG Khadke et al. 2012
26 ISSR 23 (GACA)3 CC Khadke et al. 2012
27 UBC 813 (CT)8 T Khadke et al. 2012
28 UBC 820 (GT)8 C Khadke et al. 2012
29 UBC 821 (GT)8 T Khadke et al. 2012
30 UBC 853 (TG)8 RT Khadke et al. 2012
31 ISSR 10 (AC)8 TA Wang et al. 2017
Keterangan: Y = pirimidin (C,T); R = purin (A,G)
13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variasi Morfologi Daun Antar Aksesi Rambutan

Sebanyak 54 pohon rambutan yang berasal dari 2 kebun percobaan


memiliki morfologi daun yang bervariasi (Gambar 4). Daun rambutan merupakan
daun majemuk menyirip genap. Ciri daun yang digunakan untuk karakterisasi
aksesi rambutan berjumlah 6 ciri yang meliputi jumlah anak daun, bentuk helaian
anak daun, bentuk ujung dan pangkal anak daun, serta ukuran panjang dan lebar
anak daun. Jumlah anak daun rambutan yang diamati bervariasi dari 4-7 helaian
dengan bentuk helaian anak daun jorong atau bulat telur sungsang. Ujung dan
pangkal anak daun juga bervariasi yaitu membundar, tumpul, atau runcing. Selain
bentuk, antar aksesi rambutan juga memiliki variasi ukuran panjang dan lebar
anak daun yang dapat digunakan sebagai ciri pembeda.

A B

C D E

F G H

Gambar 4 Variasi anak daun rambutan. A) Bentuk helaian anak daun jorong, B)
bentuk helaian anak daun bulat telur sungsang, C) ujung anak daun
runcing, D) ujung anak daun membundar, E) ujung anak daun tumpul,
F) pangkal anak daun tumpul, G) pangkal anak daun membundar, H)
pangkal anak daun runcing.

Hasil dendrogram dengan metode UPGMA menggunakan 6 ciri morfologi


anak daun membagi 30 aksesi rambutan menjadi 6 kelompok (Gambar 5).
Kelompok dengan anggota terbanyak adalah kelompok 2 dengan keserupaan
14

sebesar 65%. Kelompok 2 terdiri dari 9 aksesi yang memiliki bentuk pangkal anak
daun runcing, panjang 12-14 cm dan lebar 5-6 cm. Kelompok 4 merupakan
kelompok terbanyak kedua yang terdiri dari 6 aksesi dengan nilai keserupaan
61%. Anggota dari kelompok 4 memiliki anak daun jorong dengan ujung tumpul.
Kelompok 3 yang terdiri dari 9 pohon yang mewakili 5 aksesi memiliki nilai
keserupaan 75%. Kelima aksesi tersebut memiliki jumlah anak daun 6-7 dan
panjang anak daun 15-16 cm. Kelompok 1 terdiri dari 8 aksesi dengan nilai
keserupaan 73%. Kelompok 1 memiliki bentuk ujung anak daun tumpul dan lebar
7-9 cm. Kelompok 6 terdiri dari 1 aksesi dan memisah dari kelompok lainnya
pada koefisien keserupaan 0.34. Kelompok 6 memiliki bentuk anak daun bulat
telur sungsang dan ujung runcing. Kelompok 5 berjumlah paling sedikit yaitu 1
individu dengan bentuk ujung dan pangkal anak daun membundar.

Koefisein keserupaan
Gambar 5 Dendrogram aksesi rambutan berdasarkan data morfologi daun
menggunakan indeks keserupaan SM dan metode UPGMA
15

Beberapa aksesi rambutan memiliki nilai keserupaan yang tinggi


berdasarkan ciri morfologi daun. Individu rambutan dari satu aksesi yang sama
seperti Aceh Lebak, Aceh Plat, Binjai, Garuda, Rapiah, dan Simacan memiliki
nilai keserupaan 100%. Keserupaan yang tinggi menunjukkan bahwa
kemungkinan individu tersebut berasal dari induk yang sama mengingat
perbanyakan rambutan pada umumnya dilakukan dengan okulasi dan cangkok
karena tanaman rambutan dengan perbanyakan biji membutuhkan waktu lebih
lama yaitu sekitar 8 tahun untuk berbuah. Beberapa aksesi memiliki ciri spesifik
sehingga dapat dibedakan dari aksesi lainnya. Aksesi rambutan yang memiliki ciri
daun spesifik meliputi Simacan, Kalimantan, Rapiah, Asam Manis, Aceh Gelong,
Aceh Lebak, Aceh Kuning, dan Aceh Gendut (Tabel 3).
Pengamatan morfologi daun juga dilakukan terhadap bentuk bangun daun
dan susunan anak daun pada ibu tangkai daun. Namun, ciri tersebut tidak dapat
digunakan sebagai penanda karena variasi yang ditemukan tinggi bahkan di dalam
satu pohon. Bentuk bangun daun pada aksesi rambutan yang diamati memiliki dua
tipe yaitu bentuk segitiga (semakin ke ujung semakin mengerucut) dan segitiga
terbalik (semakin ke ujung makin melebar). Susunan anak daun terhadap ibu
tangkai daun terdiri dari 3 tipe yaitu berhadapan, agak berseling hingga berseling.

Tabel 3 Kombinasi ciri morfologi daun sebagai pembeda aksesi


Aksesi Asal Penanda spesifik berdasarkan ciri anak daun
Aceh Gelong Mekar Sari Jorong, pangkal tumpul, panjang 12-14 cm, lebar 5-6 cm
jumlah anak daun 4-5
Aceh Gendut Cipaku Jorong, pangkal membundar, panjang 15-16 cm, lebar 7-9
cm, jumlah anak daun 6-7
Aceh Kuning Mekar Sari Jorong, ujung dan pangkal membundar
Aceh Lebak Mekar Sari Jorong, pangkal runcing, panjang 15-16 cm, lebar 5-6 cm
jumlah anak daun 6-7
Asam Manis Mekar Sari Jorong, ujung runcing, panjang 12-14 cm
Kalimantan Cipaku Bundar telur sungsang, ujung tumpul, jumlah anak daun 6-
7
Rapiah Mekar Sari Bundar telur sungsang, ujung tumpul, jumlah anak daun 4-
5
Simacan Mekar Sari Bundar telur sungsang, ujung runcing

Variasi Genetik Antar Aksesi Rambutan Berdasarkan Penanda ISSR

Sebanyak 31 primer telah diseleksi untuk mengamplifikasi DNA rambutan


dan 6 primer berhasil menampilkan pola pita yang jelas dan polimorfik (Gambar
6). Hasil amplifikasi DNA terhadap 30 aksesi rambutan menghasilkan 67 pita
yang terdiri dari 58 pita polimorfik (87%). Jumlah rerata pita yang dihasilkan oleh
tiap primer adalah 9 pita. Primer yang menghasilkan pita polimorfik paling
banyak adalah primer ISSR 23 dengan jumlah 13 pita sedangkan primer dengan
pita polimorfik paling sedikit adalah primer UBC 807 dengan jumlah 7 pita.
Panjang pita yang dihasilkan berkisar antara 200-2000 pasang basa (pb) (Tabel 4).
16

Gambar 6 Pola pita polimorfik hasil amplifikasi menggunakan primer ISSR 15.
M1=Marker 1 Kb, 1=Kerikil, 2=SKWL, 3=Aceh Tombong, 4=Aceh
gendut, 5=Sinyonya, 6=Simacan, 7=Pirba, 8=Padang Bulan, 9=Binjai,
10=Aceh Gundul, 11=Gula Batu, 12=Narmada, M2=Marker 100 pb.

Tabel 4 Primer ISSR dan ukuran pita hasil amplifikasi


No Nama primer Urutan basa Ukuran Jumlah pita Jumlah
nukleotida fragmen polimorfik pita total
(5’-3’) (pb)
1 ISSR 1 (AGG)5 450-1800 8 11
2 ISSR 5 (GAG)5 AT 450-1400 9 9
3 ISSR 10 (GA)6 CC 270-2000 12 13
4 ISSR 15 (GTG)3 GC 330-1200 9 11
5 ISSR 23 (GACA)3 CC 280-1400 13 13
6 UBC 807 (AG)8 T 200-1200 7 10
Total 58 67
Keterangan: pb = (pasangan basa)

Pengelompokan aksesi rambutan berdasarkan data molekular tidak sejalan


dengan pengelompokan menggunakan data morfologi daun. Rendahnya hubungan
antara penanda ISSR dengan ciri morfologi disebabkan oleh ciri DNA yang
ditandai oleh primer ISSR yang digunakan tidak berhubungan dengan ciri
morfologi daun yang diamati. Hasil analisis gerombol berdasarkan data molekular
menunjukkan nilai keserupaan dari aksesi rambutan yang diamati berkisar antara
48%-93%. Analisis keragaman genetik menggunakan penanda ISSR telah banyak
dilakukan sebagai upaya awal perbaikan tanaman seperti pada Cucumis spp.
(Chaudhari et al. 2016), Cicer arietinum (Gautam et al. 2016), dan Sorghum
17

bicolor (El-Amin dan Hamza 2016). Sebanyak 30 aksesi rambutan terbagi ke


dalam 3 kelompok berdasarkan data molekular (Gambar 7). Kelompok terbesar
pertama adalah kelompok 1 dengan nilai keserupaan 68%. Kelompok 1 terdiri dari
22 aksesi diikuti oleh kelompok 2 yang terdiri dari 7 aksesi dengan nilai
keserupaan sebesar 65%. Kelompok 3 memisah dari kelompok lainnya dengan
nilai keserupaan 48% atau dengan variabilitas genetik sebesar 52%.

Koefisein keserupaan

Gambar 7 Dendrogram aksesi rambutan berdasarkan data ISSR menggunakan


indeks keserupaan SM dan metode UPGMA

Nilai keserupaan tertinggi di antara aksesi rambutan ditemukan pada


beberapa aksesi rambutan. Aksesi Aceh Plat dan Aceh Lebak memiliki nilai
keserupaan tertinggi yaitu sebesar 93%. Kedua aksesi tersebut memiliki buah
yang mudah mengelotok. Selain itu, kedua aksesi tersebut memiliki anak daun
yang berbentuk jorong, ujung anak daun tumpul dan pangkal runcing. Aceh Plat
juga memiliki nilai keserupaan yang tinggi dengan Rapiah yaitu sebesar 87%.
Buah Aceh Plat hampir sama dengan Rapiah sehingga seringkali disebut sebagai
nama lain dari rambutan Rapiah. Meskipun morfologi buahnya serupa, daun Aceh
Plat berbentuk jorong sedangkan Rapiah berbentuk bulat telur sungsang. Aksesi
Rapiah dan Sikoneng Asam memiliki nilai keserupaan 90%. Kedua aksesi
tersebut memiliki kulit buah berwarna kuning (Kuswandi 2014). Diantara 30
aksesi rambutan yang diamati dari segi molekular, aksesi Pirba terpisah dari
aksesi lainnya dengan nilai keserupaan terendah yaitu 48%. Secara morfologi,
aksesi Pirba memiliki ukuran tandan bunga yang paling pendek dibandingkan
dengan aksesi lainnya (Ishaq et al. 2015).
18

Berdasarkan dendrogram data ISSR yang dihasilkan dari 30 aksesi


rambutan, aksesi Rapiah dan Binjai yang berasal dari Pasar Minggu sekelompok
dengan Antalagi yang berasal dari Kalimantan serta Narmada yang berasal dari
Lombok (Ditjen Tanaman Pangan dan Horti 1996). Hal ini menunjukkan bahwa
hubungan antar aksesi rambutan tidak selalu berhubungan dengan daerah asal
aksesi. Namun, beberapa aksesi yang berasal dari lokasi geografi yang sama juga
mengelompok ke dalam satu klaster, misalnya aksesi Kalimantan dan Antalagi
yang berasal dari Kalimantan dengan nilai keserupaan 86% dan aksesi Aceh 6B
dan Aceh Gelong yang berasal dari Aceh dengan nilai keserupaan 82%.
Selain untuk analisis keragaman genetik, penggunaan penanda molekular
sebagai sidik jari DNA untuk identifikasi aksesi juga telah dikembangkan (Muazu
et al. 2016). Hasil amplifikasi menggunakan primer ISSR 1 dan UBC 807
menunjukkan pola pita spesifik pada Aksesi Pirba yang dapat digunakan untuk
identifikasi aksesi (Gambar 8). Selain aksesi Pirba, pola pita spesifik juga
ditemukan pada aksesi Asam Manis dan Aceh Gendong menggunakan primer
ISSR 10 (Gambar 9). Penggunaan sidik jari DNA dapat memudahkan identifikasi
aksesi yang sulit dibedakan secara morfologi (Kaleybar et al. 2015).

C
A B

Gambar 8 Hasil amplifikasi DNA genom rambutan menggunakan primer A)


ISSR 1, B) UBC 807. M1=Marker 1 Kb, 1=Kerikil, 2=SKWL,
3=Aceh Tombong, 4=Aceh gendut, 5=Sinyonya, 6=Simacan,
7=Pirba, 8=Padang Bulan, 9=Binjai, 10=Aceh Gundul, 11=Gula
Batu, 12=Narmada. Anak panah pada A menunjukkan pita spesifik
pada aksesi Pirba yang berukuran 480 pb dan 900 pb. Anak panah
pada B menunjukkan pita spesifik pada aksesi Pirba yang berukuran
790 pb dan 230 pb.

Peninjauan Batasan Antar Aksesi Rambutan


B
Aksesi rambutan yang digunakan dalam pengamatan terdiri dari beberapa
aksesi yang telah dilepas sebagai kultivar unggul maupun kultivar lokal. Asal dari
tiap aksesi belum diketahui dengan jelas. Namun, aksesi rambutan pada awalnya
ditemukan tumbuh liar di alam yang selanjutnya diusulkan sebagai kultivar
19

unggul. Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan ciri dari daun, aksesi


rambutan belum dapat dipisahkan antara satu sama lain dengan jelas. Meskipun
ditemukan ciri daun yang berbeda pada satu aksesi, kemungkinan untuk
menemukan ciri tersebut pada aksesi lainnya dapat terjadi dikarenakan variasi
yang dimiliki tumpang tindih dengan aksesi lainnya. Pada penelitian ini,
pendekatan lain yaitu dengan pengamatan molekular juga dilakukan untuk
menganalisis hubungan antar aksesi rambutan. Namun, hasil yang diperoleh juga
belum dapat menunjukkan hubungan antara aksesi dengan jelas.

Gambar 9 Hasil amplifikasi DNA genom rambutan menggunakan primer ISSR


10. M1=Marker 1 Kb, 1=Sibulan, 2=Tangkue, 3=Sitangkue,
4=Kering Manis, 5=Asam Manis, 6=Antalagi, 7=Aceh Gendong.
Anak panah pada kolom 5 (Asam Manis) menunjukkan pita spesifik
berukuran 750 pb. Anak panah pada kolom 7 (Aceh Gendong)
menunjukkan pita spesifik berukuran 280 pb, 490 pb, 580 pb, dan 720
pb.

Batasan setiap aksesi rambutan selama ini didasarkan pada ciri morfologi
buah. Ciri yang digunakan diantaranya warna kulit buah, kerapatan rambut kulit
buah, ukuran rambut pada kulit buah, ukuran buah, ketebalan arilus, rasa arilus,
sifat mengelotok arilus, dan tekstur arilus. Beberapa aksesi memiliki ciri buah
menonjol sehingga mudah dibedakan dari aksesi lainnya seperti Rapiah dengan
ciri buah berbentuk bulat, ukuran kecil, arilus mengelotok, dan ukuran rambut
pendek. Aksesi Sikoneng Manis memiliki ciri rambut kulit buah kuning, arilus
mengelotok, dan arilus berasa manis. Namun, aksesi lainnya memiliki ciri buah
yang mirip satu sama lain sehingga sulit untuk dibedakan, misalnya Binjai dan
Tangkue. Keduanya memiliki warna buah, ukuran rambut, bentuk buah, rasa, dan
tekstur buah yang hampir sama.
Pengelompokan aksesi berdasarkan ciri morfologi dan pengelompokan
berdasarkan data molekular yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan hasil
yang tidak sejalan. Aksesi rambutan terbagi ke dalam 6 kelompok utama
berdasarkan data morfologi daun sedangkan menggunakan data molekular, aksesi
rambutan terbagi ke dalam 3 kelompok utama. Selain itu, pengelompokan
berdasarkan ciri daun maupun molekular juga tidak sejalan dengan
20

pengelompokan berdasarkan ciri morfologi buah yang telah dilakukan oleh


Kuswandi (2014). Pertautan ciri antar aksesi beserta tingginya tingkat plastisitas
dari ciri morfologi menyebabkan sulitnya menemukan batasan tiap aksesi.
Menurut Leenhouts (1986), tanaman rambutan memiliki ciri yang bervariasi dan
saling tumpang tindih. Aksesi rambutan dengan ciri daun yang jelas berbeda dari
aksesi lainnya dapat memiliki ciri buah yang mirip dengan aksesi lainnya,
begitupun sebaliknya. Masalah yang serupa juga ditemukan pada tanaman lain
seperti mangga. Pengelompokan beberapa kultivar mangga berdasarkan morfologi
tidak sejalan dengan data molekular menggunakan penanda RAPD (Fitmawati
dan Hartana 2010). Selain itu, pertautan ciri dan beberapa bentuk peralihan juga
ditemukan pada setiap kelompok kultivar mangga yang menyulitkan pemberian
batasan antar kultivar dengan jelas.
Rambutan digolongkan ke dalam 3 varietas yaitu var. lappaceum, var.
pallens, dan var. xanthoides berdasarkan ukuran anak daun, bentuk ujung anak
daun, tepi anak daun dan tipe peruratan anak daun (Leenhouts 1986). Namun,
hasil pengamatan daun yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa
ciri daun tersebut tumpang tindih pada setiap aksesi sehingga tidak dapat
digunakan sebagai ciri pembeda antar aksesi. Oleh karena itu, penentuan varietas
pada rambutan juga perlu ditinjau kembali.
21

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ciri morfologi daun yang berupa jumlah anak daun, ukuran panjang dan
lebar, bentuk helaian, ujung serta pangkal anak daun dapat digunakan sebagai
penanda spesifik aksesi pada rambutan Simacan, Kalimantan, Rapiah, Asam
Manis, Aceh Gelong, Aceh Lebak, dan Aceh Gendut. Persentase polimorfisme
dari 30 aksesi rambutan berdasarkan penanda ISSR sebanyak 87%. Analisis gugus
menggunakan data molekular membagi aksesi rambutan menjadi tiga kelompok
utama dengan nilai keserupaan berkisar antara 48%-93%. Pola pita spesifik
ditemukan pada aksesi Pirba menggunakan primer ISSR 1 dan UBC 807 serta
aksesi Asam Manis dan Aceh Gendong menggunakan primer ISSR 10. Penanda
molekular ISSR berhasil mendeteksi keragaman genetik dan memisahkan seluruh
aksesi rambutan yang diamati.

Saran

1. Aksesi Pirba memiliki sifat buah unggul seperti ukuran buah besar, arilus
kering, mengelotok, dan berasa manis. Ciri genetiknya juga berbeda dari
aksesi lainnya sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai calon tetua
unggul untuk pengembangan rambutan di masa depan.
2. Penambahan jenis primer dibutuhkan untuk memperoleh hasil
pengelompokan aksesi rambutan berdasarkan ciri molekular yang sejalan
dengan pengelompokan berdasarkan ciri morfologi daun.
3. Ciri buah perlu dikaji lebih lanjut sebagai pembeda aksesi rambutan.
22

DAFTAR PUSTAKA

Ash A, Ellis B, Hickey LJ, Johnson K, Wilf P, Wing S. 1999. Manual of Leaf
Architecture. Morphological Description and Categorization of
Dicotyledonous and Net-Neined Monocotyledonous Angiosperms by Leaf
Architecture Working Group. Washington, DC (USA). Smithsonian
Institution Pr.
Barreto LF, de Andrade RA, Barreto LF, de Paula RC, de Lima LL, Martins
ABG. 2015. Characterization of rambutan plants by foliar aspects. Afr J
Agric Res. 10(36):3607-3613.
Bisoyi MK, Acharya L, Mukherjee AK, Pratap CP. 2010. Study of inter-specific
relationship in six species of Sesbania Scop. (Leguminosae) through
RAPD and ISSR markers. Int J Plant Physiol Biochem. 2(2):11-17.
Boczkowska M, Tarczyk E. 2013. Genetic diversity among polish landraces of
common oat (Avena sativa L.). Genet Resour Crop Evol. 60: 2157-2169.
Chew PC, Clyde MM, Normah MN, Salma I. 2005. Genetic diversity and
relatedness among accessions of rambutan (Nephelium lappaceum).
Malays Appl Biol. 34(1):21-29.
Chaudhary N, Kajla S, Poonia AK, Panwar S, Khatkar BS. 2016. Assessment of
molecular diversity using ISSR markers for characterization of wheat
varieties. Int J Innov Res Sci Eng Tech. 5(6):10936-10941.
Clyde MM, Chew PC, Normah MN, Rao VR, Salma I. 2005. Genetic diversity of
Nephelium ramboutan-ake Leenh. assessed using RAPD and ISSR
markers. Acta Hort (ISHS). 665:171-182.
de Andrade RA, Wickert E, Martins ABG, Lemons AGDM. 2012. Diversidade
genética entre progênies e matrizes de rambutan. Rev Bras Frutic.
34(2):630-634.
Degani C, Deng J, Beiles A, El-Batsri R, Goren M, Gazit S. 2003. Identifying
lychee (Litchi chinensis Sonn.) cultivars and their genetic relationships
using Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) markers. J Am Soc Hort Sci.
128(6):838-845.
[Ditjen Tanaman Pangan Hort] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan
Hortikultura. 1996. Deskripsi Varietas Buah-Buahan dan Sayuran. Jakarta
(ID): Direktorat Bina Perbenihan Press.
Djuita NR, Hartana A, Chikmawati T, Dorly. 2016. Distribusi kapulasan
[Nephelium ramboutan-ake (labill.) Leenh.] di Pulau Jawa dan hubungan
kekerabatan morfologinya. Floribunda. 5(4):129-138.
Doyle J.1991. DNA protocols for plants. Mol Tech Taxon. 57: 283-293.
El-Amin HKA, Hamza NB. 2016. Comparative analysis of genetic structure and
diversity of sorghum (Sorghum bicolor L.) local farmer’s varieties from
Sudan. J Advance Biol Biotech. 5(3):1-10.
Fitmawati, Hartana A. 2010. Using RAPD and enhanced-RAPD markers to
distinguish between Mangifera aplanata Kosterm. and its related species.
Floribunda. 4(1):1-4.
Ganopoulos I, Kalivas A, Kavroulakis N, Xanthopoulou A, Mastrogianni A,
Koubouris G, Madesis P. 2015. Genetic diversity of barbary fig (Opuntia
23

ficus-indica) collection in Greece with ISSR molecular markers. Plant


Gene. 2:29-33.
Gautam AK, Gupta N, Bhadkariya R, Srivastava N, Bhagyawant SS. 2016.
Genetic diversity analysis in chickpea employing ISSR markers.
Agrotechnology. 5(2):1-4.
Godwin ID, Aitken EAB, Smith LW. 1997. Application of inter Simple Sequence
Repeat (ISSR) markers to plant genetics. Electrophoresis. 18:1524-1528.
Idris AE, Hamza NB, Yagoub SO, Ibrahim AIA, El-Amin HKA. 2012. Maize
(Zea mays l.) genotypes diversity study by utilization of inter-simple
sequence repeat (ISSR) markers. Aus J Basic Appl Sci. 6(10):42-47.
Ishaq I, Basuno, Sunandar N. 2015. Pendugaan daya hasil berdasarkan ciri
morfologis bunga rambutan (Nephelium Lappaceum L.) dan kapulasan
(Nephelium mutabile Blume). Di dalam: Ishaq I, Basuno, Sunandar N,
editor. Pengelolaan Sumber Daya Genetik Lokal Sebagai Sumber
Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Prosiding Seminar Nasional Sumber
Daya Genetik Pertanian. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui].
Jakarta (ID): BB Biogen. hlm 219-227.
[IPGRI] International Plant Genetic Resources Institute. 2003. Descriptors for
Rambutan (Nephelium lappaceum). Rome (I): IPGRI.
Kaleybar BS. Kabirnattaj S, Nematzadeh GA, Kazemitabar SK, Bahrami SMS.
2015. Fingerprinting and genetic diversity evaluation of rice cultivars
using Inter Simple Sequence Repeat marker. J Plant Mol Breed. 3(1):81-
91.
Kayis SA, Hakki EE, Pinarkara E. 2010. Comparison of effectiveness of ISSR and
RAPD markers in genetic characterization of seized marijuana (Cannabis
sativa L.) in Turkey. Afri J Agricul Res. 5(21):2925-2933.
Kebour D, Boutekrabt A, Mefti M, Abdul Hussain A S. 2012. Use of the ISSR
markers for the study of genetic polymorphism of the pistachio fruit
Pistacia vera L. in Algeria. UPB Sci Bull. 74(2):1454-2331.
[Kementan] Kementrian Pertanian (ID). 2015. Statistik Produksi Hortikultura
tahun 2014. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian
Pertanian.
Khadke GN, Bindu KH, Ravishankar KV. 2012. Development of SCAR marker
for sex determination in dioecious betelvine (Piper betle L.). Curr Sci.
103(6):712-716.
Khajudparn P, Prajongjai T, Poolsawat O, Tantasawat PA. 2012. Application of
ISSR markers for verification of F1 hybrids in mungbean (Vigna radiata).
Genet Mol Res. 11:3329-3338.
Klimko M, Korszun S, Bykowska J. 2015. Comparative morphology and anatomy
of the leaves of Ginkgo biloba l. cultivars. Acta Sci Pol Hortorum Cultus.
14(4):169-189.
Kuswandi. 2014. Analisis keragaman dan keragaan plasma nutfah rambutan
(Nephelium Lappaceum L.) di Indonesia. [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Leenhouts PW. 1986. A taxonomic revision of Nephelium (Sapindaceae).
Blumea. 31:373-436.
24

Li M, Zhao Z, Miao X. 2014. Genetic diversity and relationships of apricot


cultivars in North China revealed by ISSR and SRAP markers. Sci Hort.
173:20-28.
Lim TK, Diczbalis Y. 1998. Rambutan. Di dalam: Hyde KW, editor. The New
Rural Industries. A Handbook for Farmers and Investors. Canberra
(AUS): RIRDC.
Luo C, He XH, Chen H, Ou SJ, Gao MP, Brownc JS, Tondo CT, Schnell RJ.
2011. Genetic diversity of mango cultivars estimated using SCoT and
ISSR markers. Biochem Syst Ecol. 39:676–684.
Mei WSC, Ismail A, Esa NM, Akowuah GA, Wai HC, Seng YH. 2014. The
effectiveness of rambutan (Nephelium lappaceum L.) extract in
stabilization of sunflower oil under accelerated conditions. Antioxidants.
3:371-386.
Moulin MM, Rodrigues R, Gonçalves LSA, Sudré CP, Pereira MG. 2012. A
comparison of RAPD and ISSR markers reveals genetic diversity among
sweet potato landraces (Ipomoea batatas (L.) Lam.). Acta Sci Agro. 34(2):
139-147.
Muazu L. Elangomathavan R. Ramesh S. 2016. DNA fingerprinting and
molecular marker development for Baliospermum montanum (Wïlld.)
Muell. Arg. Intern J Pharmacog Phytochem Res. 8(8):1425-1431.
Nianhe X, Gadek PA. 2007. Sapindaceae. Di dalam Wu, Z. Y., P. H. Raven & D.
Y. Hong, editor. Flora of China 13. Beijing (CN): Science Pr.
Pardhe DD, Satpute RA. 2011. A comparative analysis of genetic diversity in
genus Vigna savi genotypes using ISSR. Int J Pharm Tech Res. 3(1):464-
470.
Puhili AL. Chikmawati T. Djuita NR. 2016. Evaluation of pulasan (Nephelium
ramboutan-ake) genetic diversity in Bogor, West Java, using microsatellite
markers. JTLS. 6(3):184-189.
Rahayu L, Zakir L, Keban SA. 2013. The effect of rambutan seed (Nephelium
lappaceum L.) infusion on blood glucose and pancreas histology of mice
induced with alloxan. J Ilmu Kefarmasian Indonesia. 11(1):28-35.
Riupassa PA, Chikmawati T, Miftahudin, Suharsono. 2015. The molecular
diversity-based ISSR of Durio tanjungpurensis originating from West
Kalimantan. Makara J Sci. 19(1):27-36.
Reddy MP, Sarla N, Siddiq EA. 2002. Inter simple sequence repeat (ISSR)
polymorphism and its application in plant breeding. Euphytica. 128:9-17.
Rohlf FJ. 1998. NTSys-pc. Numerical taxonomy and mutivariate analysis system.
Version 2.02. New York (US): Exeter Software.
Semagn K, Bjornstad A, Ndjiondjop MN. 2006. An overview of molecular
marker methods for plants. Afri J Biotech. 5(25):2540-2568.
Souza HAV, Muller LAC, Brandão RL, Lovato MB. 2012. Isolation of high
quality and polysaccharide-free DNA from leaves of Dimorphandra mollis
(Leguminosae), a tree from the Brazilian Cerrado. Genet Mol Res. 11(1):
756-764.
Syahruddin K. 2012. Variability analysis of several genotipes of durian (Durio
zibethinus Murr.) using morphological and molecular (ISSR) markers
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
25

Tindall HD, Food and Agriculture Organization of the United Nations. 1994.
Rambutan cultivation. Food and Agriculture Organization of The United
Nations. WHO Technical Report. Volume ke-121. Rome (I): Food &
Agriculture Org.
Thitilertdecha N, Teerawutgulrag A, Rakariyatham N. 2008. Antioxidant and
antibacterial activities of Nephelium lappaceum L. extracts. LWT- Food
Sci Tech. 41(10):2029-2035.
Vanijajiva O. 2012. The application of ISSR markers in genetic variance detection
among Durian (Durio zibethinus Murr.) cultivars in the Nonthaburi
Province, Thailand. Proc Eng. 32:155–159.
Wang P, Zhang Y, Zhao L, Mo B, Luo T. 2017. Effect of gamma rays on Sophora
davidii and detection of DNA polymorphism through ISSR marker.
BioMed Res Int. 2017.
Zietkiewicz E, Rafalski A, Labuda D. 1994. Genome fingerprinting by simple
sequence repeat (SSR)-anchored polymerase chain reaction amplification.
Genome. 20:176-183.
26

RIWAYAT HIDUP

Andi Madihah Manggabarani dilahirkan di Batri (Pinrang) pada tanggal 2


Desember 1991, merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Andi Syamsul
Bahri A. Galigo dan Ibu Andi Zulfa Nahri. Penulis menyelesaikan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 1 Parepare pada tahun 2009. Penulis melanjutkan
Studi Program Strata 1 (S1) di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang dan lulus pada tahun 2013. Tahun
2014 penulis melanjutkan pendidikan magister di Institut Pertanian Bogor pada
program studi Biologi Tumbuhan minat Taksonomi. Penulis meraih Beasiswa
Fresh Graduate berupa bantuan dana SPP pada tahun 2014-2016. Selama
menjalani pendidikan magister, penulis pernah mengikuti pelatihan laboratorium
di Kasetsart University, Thailand pada November-Desember 2015. Hasil
penelitian telah ditulis dalam bentuk artikel ilmiah berjudul “Genetic Diversity
among Rambutan (Nephelium lappaceum L.) based on Leaf Morphology and
Inter Simple Sequence Repeat” yang telah dikirimkan ke jurnal Sains Malaysiana
dengan status in review.

Anda mungkin juga menyukai