Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
 Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum
tulang didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik
akut adalah keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-
30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan
dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor
risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia,
radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).

 Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel


prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi
menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak
yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80%
dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah
keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi
oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5
tahun (Landier dkk, 2004)

B. KLASIFIKASI
1. Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan
berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal yaitu :
1) Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang
yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh
komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan
meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
1) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik
adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari
sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali
(pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ. LLA
lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada
umur dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai
puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan
sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah
terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari
sumsum tulang. (gambar 1. hapusan sumsum tulang dengan
pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

Gambar 1. Leukemia Limfositik Akut


2) Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem
hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel
mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang
paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik
Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa
(85%) dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya
mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan
dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA
fatal dalam 3 sampai 6 bulan. (gambar 2. hapusan sumsum
tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

Gambar 2. Leukemia Mielositik Akut


3) Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai
proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi
karena keganasan hematologi.
1) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada
limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan
akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang
menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan
perbandingan 2:1 untuk laki-laki. (gambar 3. a dan b. hapusan
sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

a b
Gambar 3. Leukemia Limfositik Kronik

2) Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)


LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai
dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif
matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai
pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik
yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95%
penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah
memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi
berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit,
disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat
kurang. (gambar 4. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa a.
perbesaran 200x, b. perbesaran 1000x).

a b

Gambar 4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

2. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)


FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan
morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara
lain sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin
homogen, nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi,
kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin
berbecak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik
dan bervakuolisasi

C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
2. keturunan
3. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan
adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.

4. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini
berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
5. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-
obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia
akut, khususnya ALL ,
6. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-
sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini
berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti
dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell
Leukemia.
7. Bahan Kimia dan Obat-obatan
8. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan
dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu
yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain
dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk
minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang
elektromagnetik
9. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor
topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang
menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen
dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun
menjadi AML.
10. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL)
ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi
radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada
penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan
resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi
misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para
radiologis .
11. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi
lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related
leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma,
dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang
digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat
menyebabkan kerusakan DNA .

D. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah
(RBC) dan leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau
platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang
terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam
lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya
menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus.
Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum
tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada
proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan
kematangan lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam
sumsum tulang. Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang
berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga
hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk
untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah
tepi ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-
kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah,
demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan
sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan.
Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel
stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel
plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem
pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur,
cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan
limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe
dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul
serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah,
“seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam
jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ,
termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal.
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer
sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan
haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah
leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai
organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala,
muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit
menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah
terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya
sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah
mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme
sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare,
2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
PATHWAY

Resiko
Perdarahan

Ketidak
seimba
ngan
nutrisi

:
Resiko Infeksi Kurang

Intoleransi

Nyeri Resiko defisit aktivitas


akut/kronis
volume cairan

E. MANIFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut
dengan tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum
tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan
ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di
sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah
perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia.
Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada.
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise.
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel
leukemia), biasanya terjadi pada anak.
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme).
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering
adalah gram negatif usus.
6. stafilokokus, streptokokus, serta jamur.
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria.
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati.
9. Massa di mediastinum (T-ALL).
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan statusmental.

E. PEMERIKSAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
3. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
4. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang
imatur (mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut
dan mielomonositik.
10. Copper serum : meningkat
11. Zinc serum : meningkat/ menurun
12. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau
lebih dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan
prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.
13. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat
keterlibatan

F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai dengan:
1. Memar (ekimosis)
2. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum
dipermukaan kulit)
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan
infeksi dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan
kadar asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. mual
b. muntah
c. anoreksia
d. diare
e. lesi mukosa mulut
Terjadi akibat infiltrasi leukosit abnormal ke organ abdominal, selain
akibat kemoterapi.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh
kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani
kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau
beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh
sumsum tulang.

Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita


mungkin memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi
anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik
untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi
sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau
beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral
(ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau
asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak,
biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan
spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa
bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel
leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi)
untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik.
Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel
leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau
buah zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang
merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali
menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan
kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik
kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam
cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel
leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi
penyinaran.
2. Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat,
sehingga banyak penderita yang tidak memerlukan pengobatan
selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat banyak,
kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah
eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan
suntikan eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel
darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan
transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran
kelenjar getah bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau
ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya sangat
banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan
perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi
respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian
jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek
samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang
membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia
sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.
1. Pelaksanaan kemoterapi

Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis


pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel
leukemia.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
a. Melalui mulut
b. Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
c. Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - perawat
akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan
yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman
dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
d. Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak
dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi
intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan
cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan
melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di
otak dan sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua
fase yang digunakan untuk semua orang.
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian
besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang
karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses
membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi
kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi
yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk
mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat.
Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis
yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang
berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk
mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap
ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang
membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak
dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80%
orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami
harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif
yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

2. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi
biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker.
Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi
pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang
digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada
sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk
membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi
penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan
adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan
sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan
sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian
besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada
limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel
leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke
seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang.
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem
cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis
obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan
menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam
sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem
cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah
balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh
dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi
sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit
selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari
infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai
menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
5. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
6. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah
dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
7. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin,
arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan
sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau
kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari
2.000/mm3.
8. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar
yang suci hama).
9. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi
mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian
imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi.
Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap
sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna
10. Cara pengobatan.

Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.


Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan
mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan
tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
1. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai
obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel
blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
3. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi
yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh
dosis biasa.
4. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi se-lama
10-14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500
rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi
ini tidak diulang pada reinduksi.
6. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan
dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni
Nani, 2003)
Asuhan keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah
15 tahun (85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah
demam, lesudan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat
(anemia) dan kecenderungan terjadi perdarahan.

b. Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan


riwayat keluarga yang erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen),
infeksi virus (epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan
penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan khloramphenicol,
terapi radiasi maupun kemoterapi.
c. Riwayat tumbuh kembang
Usia Rata-rata Berat Badan (Kg)
3 hari 3,0
10 hari 3,2
bulan 5,4
6 bulan 7,3
9 bulan 8,6
1 tahun 9,5
2 tahun 11,8
4 tahun 16,2
6 tahun 20,0
10 tahun 28,0
14 tahun 45,0

Table 1.1. Rata- rata normal sesuai usia


(Wong, Donna L, 2004 : 134)
Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu makan,
pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Anak
keliatan kurus, kecil dan tidak sesuai dengan usia anak.
Sedangkan pada keadaan normal anak lingkar kepala mencapai 42,5 pada
usia(Betz, Cecily, 2002 : 538)
Pada anak dengan penderita penyakit ALL cenderung berat badan menurun, dan
tidak sesuai usia, lingkar kepala dan panjang badan relatif tetap (normal).

d. Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan


berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi
kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang
riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
e. Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia,
muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan
menelan, serta pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya
distensi abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran limfa,
pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi
secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan adanya pmbesaran
gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia)
f. Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada
perianal, nyeri abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna
ter, darah dalam urin, serta penurunan urin output. Pada inspeksi
didapatkan adanya abses perianal, serta adanya hematuria.
g. Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan
lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah
mengalami kelelahan.
h. Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan
mengalami penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan
“seizure activity”, adanya keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel
darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
i. Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang
lemah dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt
ditemukan adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan
iritabilitas. Juga ditemukan peerubahan suasana hati, dan bingung.
j. Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
k. Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan
kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
l. Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan
umum dan ketidakberdayaan melakukan ibadah.
m. Pemeriksaan Diagnostik
- RR: Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak
nafas, tachypnea (Pernafasan >70x/menit), retraksi dada :
Usia Nilai Pernafasan
Bayi baru lahir 35
1-11 bulan 30
2 tahun 25
4 tahun 23
6 tahun 21
8 tahun 20
10-12 tahun 19
14 tahun 17
16 tahun 17
18 tahun 16-18

Tabel 1.4 Nilai Pernafasan rata-rata setiap menit sesuai umur


(Weni Kristiyani Sari, 2010 : 6)
- Nadi : Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat dan cepat
(takikardia)
Usia Waktu bangun Tidur Demam
(kali/menit) (kali/menit) (kali/menit)
Bayi baru 100-180 80-160 >200
lahir
1 minggu-3 100-120 80-200 >200
bulan
3 bulan-2 70-120 70-120 >200
tahun
2-10 tahun 60-90 60-90 >200
10 tahun- 50-90 50-90 >200
dewasa
Tabel 1.4 Nilai Nadi Normal pada Anak
(Weni Kristiyani Sari, 2010 : 6)
- TD : pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi disebabkan oleh hiperviskositas darah
Sistolik Diastolik
Usia
(mmHg) (mmHg)
Neonatus 80 45
6-12 bulan 90 60
1-5 tahun 95 65
5-10 tahun 100 60
10-15 tahun 115 60
Tabel 1.3 Nilai Tekanan Darah Normal pada Bayi dan Anak-anak
(Aziz Alimul, 2005 : 279 )
- Suhu : Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik (hipertermi, >37,50C)
Usia Nilai Suhu
3 bulan 37,5
6 bulan 37,5
1 tahun 37,7
3 tahun 37,2
5 tahun 37
Usia Nilai Suhu
7 tahun 36,8
9 tahun 36,7
11 tahun 36,7
13 tahun 36,6
Tabel 1.2 Nilai Suhu rata-rata normal anak
(Weni Kristiyani Sari, 2010 : 5)

a. Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia


b. Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
c. Retikulosit : menurun/rendah
d. Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)
e. White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri
ke kanan”)
f. Serum/urin uric acid : meningkat
g. Serum zinc : menurun
h. Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan
erythroid
i. prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
j. Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan
tertentu

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan diamana perawat bertanggung gugat “ (Wong,D.L, 2004 :331).
Menurut Wong, D.L (2004 :596 – 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia adalah:
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran berlebihan seperti
muntah, dan penurunan intake
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen
kemoterapi
6. Resiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi,
imobilitas.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan.
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia.
11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.
12. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
III. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk
mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan adalah preskripsi
untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat.
Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut
(Wong,D.L,2004 ).
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi :
 Pantau suhu
Rasionalnya : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
 Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasionanya : untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
 Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum menyentuh pasien
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
 Menggunakan masker setiap kali kontak dengan pasien
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
 Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
 Melakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi :
 Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dala aktifitas
sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
 Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan
jaringan
 Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
 Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
3. Resiko terhadap perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi :
 Pantau tanda-tanda perdarahan
Rasional : Mengetahui tanda-tanda perdarahan
 Anjurkan keluarga untuk memberitaukan apabila ada tanda perdarahan
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
 Anjurkan keluarga untuk pergerakan pasien
Rasional : Keterlibatan keluarga dapat membantu untuk mencegah terjadinya perdarahan
lebih lanjut
 Kolaborasi dalam monitor trombosit
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah
serta intake terbatas (mual)
Tujuan : - Tidak terjadi kekurangan cairan melalui feses
Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi :
 Kaji tanda-tanda dehidrasi
Rasional : Untuk mengetahui tindakan ang akan dilakukan

 Berikan cairan oral dan parinteral


Rasional : sebagai upaya untuk mengatasi cairan yang keluar
 Pantau intake dan output
Rasional : dapat mengetahui keseimbangan cairan
 Kolaborasi Pemberian obat anti diare
Rasional : menghentikan diare
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi :
 Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
 Hindari mengukur suhu oral
Rasional : untuk mencegah trauma
 Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa
Rasional : untuk menghindari trauma
 Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat.
Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan
 Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)

 Berikan diet cair, lembut dan lunak


Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
 Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
 Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri

 Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia


Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi, memperlambat penyembuhan
dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa
 Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi mukositis
 Berikan analgetik
Rasional : untuk mengendalikan nyeri
6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, malaise, mual dan
muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang
adekuat
Intervensi :
 Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan asi
Rasional : Mempertahankan asupan nutrisi
 Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : Karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
 Timbang berat badan pasien
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian nutrisi
Rasional : Membantu proses penyembuhan dalam kebutuhan nutrisi
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak.
Intervensi :
 Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan
intervensi

 Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses
vena.
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
 Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
 Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
 Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
 Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi,
imobilitas.
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
 Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal.
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
 Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
 Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
 Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area
radiasi pada beberapa agen kemoterapi
 Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit
 Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negative

 Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan.
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi :
 Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut anak sebelum rambut
mulai rontok.
Rasional : untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan rambut.
 Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau dingin.
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
 Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus.
Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
 Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau teksturnya agak
berbeda.
Rasional : untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru.
 Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig, skarf, topi, tata rias,
dan pakaian yang menarik.
Rasional : untuk meningkatkan penampilan
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia.
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostik atau terapi.
Intervensi :
 Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak
Rasional : untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
 Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff
Rasional : untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
 Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu anak menjalani kehidupan yang
normal
Rasional : untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal
 Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan anak sebelum diagnosa dan prospek
anak untuk bertahan hidup
Rasional : memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut secara realistis.
 Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak tentang hasil tindakan dan kebutuhan
terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan.
Rasional : untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
 Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
 Rasional : untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga
11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.
Tujuan : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak.
Intervensi :
 Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
Rasional : pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang
dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi kondisinya.
 Berikan kontak yang konsisten pada keluarga.
Rasional : untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong komunikasi.

 Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap terminal


Rasional : untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan
 Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya melalui bermain
Rasional : memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami
12. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan penurunan jumlah leukosit
Intervensi keperawatan
Tujuan : peningkatan suhu tubuh dapat teratasi dengan Sb:36oC
 Observasi tanda vital
Rasional : Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
 Anjurkan keluarga untuk memberi pasien minum
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
 Berikan kompres air hangat
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan
suhu tubuh.
 Kolaborasi dalam pemberian obat
Rasional :Mempercepat penurunan suhu tubuh

IV. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk
mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan
pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan
demikian tujuan dari rencana yang telah ditentukan dapat tercapai (Wong. D.L.2004:hal.331).
V. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan klien. Menurut Wong. D.L, (2004 hal 596-610) hasil yang diharapkan pada klien dengan leukemia
adalah :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan peningkatan toleransi
aktifitas.
c. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
d. Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah
e. Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa tidak nyaman
f. Masukan nutrisi adekuat
g. Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak
mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
h. Kulit tetap bersih dan utuh
i. Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan rambut, anak membantu menentukan metode
untuk mengurangi efek kerontokan rambut dan menerapkan metode ini dan anak tampak bersih, rapi, dan
berpakaian menarik.
j. Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang prosedur, keluarga menunjukkan pengetahuan tentang
penyakit anak dan tindakannya. Keluarga mengekspresikan perasaan serta kekhawatirannya dan meluangkan
waktu bersama anak.
k. Keluarga tetap terbuka untuk konseling dan kontak keperawatan, keluarga dan anak mendiskusikan rasa takut,
kekhawatiran, kebutuhan dan keinginan mereka pada tahap terminal, pasien dan keluarga mendapat dukungan
yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi


Edisi 7. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2.
Jakarta: Erlangga
Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Bulechek G, dkk.2008.Nursing Interventions Clarification (NIC). Firth Edition.
Mosby : Lowa city.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et
al.Development of risk-based guidelines for pediatric cancer survivors: the
Children'sOncology Group Long-Term Follow-Up Guidelines from the
Children's OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing
Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90.
Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo
PAPoplack DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th
ed. 2006:538-90.3.
Moorhead S, dkk.2000.Nursing Outcames Clasification (NOC).Third
Edition.Mosby : Lowa city.
Nanda Internasional.2012.Diagnosis Keperawatan 2012-2014. EGC : Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono.
Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001.
Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young
adults. Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.2.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8. Jakarta : EGC; 2001.2. Tucke

Anda mungkin juga menyukai