Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

“ DISPEPSIA ”

A. DEFINISI

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini
tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2007)

Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan saluran
makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang kadang¬kadang
disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak
mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 2009).

Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan, (2008)


dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit
di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan

B. ETIOLOGI
 Perubahan pola makan
 Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu
yang lama
 Alkohol dan nikotin roko
 Stres
 Tumor atau kanker saluran pencernaan

C. PATOFISIOLOGI

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi
kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada
lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak
adekuat baik makanan maupun cairan.
D. MANIFESTASI KLINIS
 nyeri perut (abdominal discomfort)
 Rasa perih di ulu hati
 Mual, kadang-kadang sampai muntah
 Nafsu makan berkurang
 Rasa lekas kenyang
 Perut kembung
 Rasa panas di dada dan perut
 Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

E. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Penatalaksanaan non farmakologis
 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
 Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-
obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
 Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
 Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan
terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti
karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan
bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
 Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam
lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam
lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)

F. TES DIAGNOSTIK
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya
pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit
disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka
perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa :
laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.

a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium
dalam batas normal.
b. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di
saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis
terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran
endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
d. USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak
dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,
apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat
dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
e. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada
dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.

G. TERAPI/PENGOBATAN

Pengobatan yang diberikan pada penderita dispepsia adalah :


 Suportif
Ditujukan terhadap perubahan pola kebiasaan terutama mengenai jenis
makanan yang berpengaruh.
 Medikamentosa
Pemakaian antasid dalam jangka pendek dapat mengurangi keluhan
pasien. Obat-obat golongan anti asam yang bekerja sebagai penghambat pompa
proton dengan dosis optimal pada saat awal terapi dan dilanjutkan setengah dosis
pada tahap berikutnya.

H. PENCEGAHAN

Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan
jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi,
cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit
kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISPEPSIA

A. PENGKAJIAN

1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab, status
perkawinan.
2. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
 Riwayat kesehatan/penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penyakit keluarga
3. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Pemeriksaan head to toe
4. Kebutuhan fisik, psikologi, social dan spiritual
 Aktivitas/istirahat
 Personal hygiene
 Nutrisi
 Eliminasi (BAB/BAK)
 Psikososial
 Spiritual

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,
muntah
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien
melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri

INTERVENSI RASIONAL
– Berguna
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 1. dalam pengawasan
10) kefektifan obat, kemajuan
2. Berikan istirahat dengan posisi penyembuhan
semifowler 2. Dengan posisi semi-fowler dapat
3. Anjurkan klien untuk menghindari menghilangkan tegangan
makanan yang dapat meningkatkan abdomen yang bertambah dengan
kerja asam lambung posisi telentang
4. Anjurkan klien untuk tetap mengatur
3. dapat menghilangkan nyeri
waktu makannya akut/hebat dan menurunkan
5. Observasi TTV tiap 24 jam aktivitas peristaltik
6. Diskusikan dan ajarkan teknik 4. mencegah terjadinya perih pada
relaksasi ulu hati/epigastrium
7. Kolaborasi dengan pemberian obat
5. sebagai indikator untuk
analgesik melanjutkan intervensi berikutnya
6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat
terkontrol
7. Menghilangkan rasa nyeri dan
mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan
nutrisi

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau dan dokumentasikan dan 1. Untuk mengidentifikasi
haluaran tiap jam secara adekuat indikasi/perkembangan dari hasil
2. Timbang BB klien yang diharapkan
3. Berikan makanan sedikit tapi sering 2. Membantu menentukan
4. Catat status nutrisi paasien: turgor keseimbangan cairan yang tepat
kulit, timbang berat badan,
3. meminimalkan anoreksia, dan
integritas mukosa mulut, mengurangi iritasi gaster
kemampuan menelan, adanya bising 4. Berguna dalam mendefinisikan
usus, riwayat mual/rnuntah atau derajat masalah dan intervensi
diare. yang tepat Berguna dalam
5. Kaji pola diet klien yang pengawasan kefektifan obat,
disukai/tidak disukai. kemajuan penyembuhan
6. Monitor intake dan output secara 5. Membantu intervensi kebutuhan
periodik. yang spesifik, meningkatkan
7. Catat adanya anoreksia, mual, intake diet klien.
muntah, dan tetapkan jika ada 6. Mengukur keefektifan nutrisi dan
hubungannya dengan cairan
medikasi. Awasi frekuensi, volume,
7. Dapat menentukan jenis diet dan
konsistensi Buang Air Besar (BAB). mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk meningkatkan
intake nutrisi.
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,
muntah
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu
untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria
mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan, dibuktikan
stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.

INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi tekanan darah dan nadi, 1. Indikator keadekuatan volume
pengisian kapiler, status membran sirkulasi perifer dan hidrasi
mukosa, turgor kulit seluler
2. Awasi jumlah dan tipe masukan 2. Klien tidak mengkomsumsi cairan
cairan, ukur haluaran urine dengan sama sekali mengakibatkan
akurat dehidrasi atau mengganti cairan
3. Diskusikan strategi untuk untuk masukan kalori yang
menghentikan muntah dan berdampak pada keseimbangan
penggunaan laksatif/diuretik elektrolit
4. Identifikasi rencana untuk 3. Membantu klien menerima
meningkatkan/mempertahankan perasaan bahwa akibat muntah
keseimbangan cairan optimal dan atau penggunaan
misalnya : jadwal masukan cairan laksatif/diuretik mencegah
5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV kehilangan cairan lanjut
4. Melibatkan klien dalam rencana
untuk memperbaiki
keseimbangan untuk berhasil
5. Tindakan daruat untuk
memperbaiki ketidak seimbangan
cairan elektroli
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan
penurunan kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang
penyakitnya.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui sejauh mana tingkat
2. Berikan dorongan dan berikan waktu kecemasan yang dirasakan oleh
untuk mengungkapkan pikiran dan klien sehingga memudahkan dlam
dengarkan semua keluhannya tindakan selanjutnya
3. Jelaskan semua prosedur dan 2. Klien merasa ada yang
pengobatan memperhatikan sehingga klien
4. Berikan dorongan spiritual merasa aman dalam segala hal
tundakan yang diberikan
3. Klien memahami dan mengerti
tentang prosedur sehingga mau
bekejasama dalam perawatannya.
4. Bahwa segala tindakan yang
diberikan untuk proses
penyembuhan penyakitnya, masih
ada yang berkuasa
menyembuhkannya yaitu Tuhan
Yang Maha Esa.

D. EVALUASI
1. Nyeri berkurang atau hilang, dengan criteria :
 Klien tidak mengeluah nyeri
 Wajah klien ceria
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Dengan criteria :
 Nafsu makan baik
 Menunjukkan berat badan stabil/ideal
3. Kebutuhan cairan klien terpenuhi, dengan criteria :
 Klien tidak merasa mual/muntah lagi
4. Kecemasan berkurang atau hilang, dengan criteria hasil :
 Ekspresi wajah Nampak tenang
 Tidak sering bertanya tentang penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, S. (1995). Gastroenterolog i. Edisi 4. Bandung : Alumni


Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W. (1999). Kapita
selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius

NANDA. (2009). Diagnosa keperawatan NANDA : Defmisi dan klasifikasi 2009/2010. Alih
bahasa mahasiswa PSIK BFK UGM angkatan 2009. Yogyakarta

……. (2010). Sindrom dispepsia. Terdapat pada : http://www.ipteknet.com. (1 januari 2013)

……..(2012). Gastroesophageal refluks disease. Terdapat pada http://www.interna.or.id. (1


januari 2013)

…….. (2012). An kg_a kejadian dispepsia. Terdapat pada : http://www.ina-ghic.or.id. (1 januari


2013)

Anda mungkin juga menyukai