Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

G5P4A0, 39 tahun Gravid 31-32 minggu


+ PEB dengan Impending eclampsia

Disusun oleh :
Nerissa Alviana Sutantie
(2017-84-040)

Pembimbing
dr. Danny Taliak, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
BAB I

1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Nomor Rekam Medik : 14.50.84
 Nama : Ny. MS
 Umur : 39 tahun
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Agama : Islam
 Alamat : Jl. Yos Sudarso
 Tanggal masuk : 29 Maret 2019
 Jaminan : Umum
 Ruang rawat : Ruang HCU

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)


 Keluhan utama : Sakit kepala dan kram pada tangan sejak ± 2 minggu
 Riwayat penyakit sekarang: G5P4A0, Pasien datang dengan keluhan sakit kepala,
dan kram pada tangan sejak ± 2 minggu SMRS. Sakit kepala dirasakan hilang timbul,
seperti tertusuk-tusuk disertai kram pada kedua tangan walaupun sedang tidak
beraktivitas. Pasien mengatakan sakit kepala sering disertai mata menjadi lelah dan
kadang muncul bayangan berupa titik hitam. Selain itu, pasien juga mengeluhkan
adanya mual-mual sejak ± 1 bulan yll. Mual dirasakan terus menerus dan memberat 3
hari terakhir. Keluhan muntah (+) 2 kali kemarin sore, pandangan kabur, nyeri pada
perut, serta demam disangkal. Keluar air-air atau lendir darah dari jalan lahir (-).
Selama kehamilan pasien beberapa kali kontrol ke dokter kandungan. HPHT tidak
diingat. Pasien pernah menggunakan KB suntik selama ± 4 tahun. Pasien pernah
mengalami kematian janin 1 kali, riwayat preeklampsia kehamilan sebelumnya (+).
 Riwayat Menstruasi

2
Haid pertama kali umur : 13 tahun
Siklus haid : Teratur
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : 4-5 x ganti pembalut/ hari
Dismenorea : (-)
 Riwayat Menikah:
Menikah 1x, umur menikah 19 tahun (tahun 1999).
 Riwayat Obstetri
G5P4A0 gravid 31-32 minggu. Sekarang merupakan kehamilan kelima pasien.
Dengan riwayat sebelumnya,
1. hamil pertama: anak I laki-laki (BB: 4000gr) lahir pervaginam tahun 1999
2. hamil kedua: anak II perempuan (3500 gr) lahir pervaginam tahun 2004
3. hamil ketiga: IUFD tahun 2006
4. hamil keempat: anak IV perempuan (BB: 3500gr) lahir section caesarea tahun
2009.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-), alergi obat dan makanan (-).
Riwayat preeklamsi pada kehamilan ke sebelumnya (+)( hamil anak ketiga.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi (+), diabetes mellitus (-), asma (-), alergi obat dan makanan (-),
riwayat anggota yang mengalami seperti ini (-).Riwayat keganasan (-).
 Riwayat Pengobatan
Tidak ada
 Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Merokok (-),alkohol (-), minum jamu (-), NAPZA (-). Pasien saat ini tinggal dengan
ibunya, karena suami sering berangkat kerja di luar kota.
III. STATUS GENERALIS

3
 Keadaan umum: Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis,
 Status Gizi : BB= 82kg TB= 153cm IMT= 35.0)
 TANDA VITAL
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 87x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,8 ºC
 PEMERIKSAAN FISIK
 Kepala : Normocephal
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
 THT : Otorea -/-; Rhinorea -/-; T1/T1 tenang, hiperemis -/-
 Leher : Pembesaran KGB leher (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
 Dada : Normochest, pergerakan dada simetris kanan = kiri
 Paru : Bunyi pernapasan : vesikuler kanan = kiri
 Bunyi tambahan : Ronki -/-, Wheezing - / -
 Jantung : BJ I/II murni reguler, gallop (-), murmur (-)
 Perut : (pada pemeriksaan Obstetri)
 Hati : Sulit dievaluasi
 Ginjal : Sulit dievaluasi
 Limpa : Sulit dievaluasi
 Alat genital : (pada pemeriksaan Ginekologi)
 Ekstremitas : Edema pitting kedua tungkai +/+, CRT < 2s
 Refleks : Refleks Pattela +/+.
 Kulit : Dalam batas normal

STATUS OBSTETRI

4
Pemeriksaan Luar.
Inspeksi : Stiriae (+), venektasi (-), bekas operasi (+)
Palpasi : Leopold I (TFU 31 cm)
Leopold II (Kanan: Ekstremitas; Kiri: punggung)
Leopold III (Presentasi terbawah kepala)
Leopold IV (kepala belum masuk PAP, divergen)
Auskultasi : DJJ Punggung kiri (+) : 135 x/mnt
HIS : tidak ada
Taksiran berat janin: 2945 gram
Pemeriksaan dalam: Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG: tanggal 09/03/2019


Darah Rutin Hasil

Hb 12,4 g/dL

Hematokrit 36,8%

Leukosit 15,4 x 103/mm3

Eritrosit 4,63 x 103/mm3

Trombosit 306 x 103/mm3

Darah Kimia Hasil

SGOT/SGPT 20/11 U/L

GDS Sewaktu 105 mg/dl

Ureum/Kreatinin 37,5/ 0,5 mg/dl

Asam Urat 7,9 mg/dl

Urinalisa Hasil

Protein ++++

IV. RESUME MEDIS


Pasien seorang perempuan berusia 39 tahun G5P4A0, keluhan sakit kepala, dan

5
kram pada tangan sejak ± 2 minggu SMRS. Sakit kepala dirasakan hilang timbul, seperti
tertusuk-tusuk disertai kram pada kedua tangan walaupun sedang tidak beraktivitas. Pasien
mengatakan sakit kepala sering disertai mata menjadi lelah dan pandangan terasa berat.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya mual-mual sejak ± 1 bulan yll. Mual dirasakan
terus menerus dan memberat 3 hari terakhir. Keluhan muntah (+) 2 kali kemarin sore,
pandangan kabur, nyeri pada perut, serta demam disangkal. Keluar air-air atau lendir darah
dari jalan lahir (-). Selama kehamilan pasien beberapa kali kontrol ke dokter kandungan.
HPHT tidak diingat pasien. Sebelumnya, pasien pernah menggunakan KB suntik selama ±
4 tahun Pasien pernah mengalami kematian janin 1 kali, dengan riwayat preeklampsia pada
kehamilan sebelumnya.
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, Nadi: 87 x/menit,
Pernapasan: 24 x/menit, Suhu : 36,8 ºC. Status Gizi, IMT 35.0 (obesitas). Konjungtiva
anemis (-), thorax-cardio-pulmoner dalam batas normal, edema tungkai (+). Pemeriksaan
luar pada Inspeksi: Striae (+), venektasi (-), bekas operasi (+) Palpasi: leopold I (TFU 31
cm), leopold II (Kanan: esktremitas, Kiri : punggung, leopold III (Presentasi terbawah
kepala), leopold IV (kepala belum masuk PAP, divergen), Auskultasi : DJJ Punggung kiri
(+) : 135 x/m, HIS : (-) taksiran berat janin 2945 gram, Pemeriksaan dalam tidak dilakukan.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan Hb 12,4 g/dl, leukosit 15.400/mm3,
SGOT/SGPT, ureum/kreatinin dalam batas normal. Asam urat 7,9 mg/dl. Pada urinalisa
ditemukan proteinuria +4. EKG kesan normal.

V. DIAGNOSIS KERJA
G5P4A0 GRAVID 31-32 MINGGU + PEB dengan Impending eclampsia + POST SC +
JTHIULK

VI. PENALATAKSANAAN
 IVFD RL 20 tpm
 MgS04 40% 4gr ( bolus iv perlahan 15 menit

6
 Drip MgS04 40% 6gr dalam 500cc RL/ 6 jam
 Inj Dexametason 2 x 1 gr /im selama 2 hari
 Nifedipin 3x 10 mg/p.o
 Aspilet 1x 80mg/p.o
 Pasang kateter
 Rawat HCU
 Konsul spesialis mata
 Konsul spesialis penyakit dalam
 Konsul spesialis neurologi
 Konsul spesialis anestesi

VI. FOLLOW UP
Hari/tanggal SOAP

7
31/03/2019 S : Nyeri kepala (+), mual (+), jari-jari kram (+), kaki bengkak (+)
HP-2 O:
Status Generalis
TD : 180/110 mmHg N : 87/menit RR : 20x/menit S: 36,6° C
Head to- toe
Contingtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Cardiopulmoner dalam batas normal
Ekstremitas: edema tungkai +/+
Kateter terpasang, urin tamping ± 1000 cc warna kuning muda
Status Obstetri:
TFU: 31 cm , DJJ: 132x/mnt
A : G5P4A0 GRAVID 31-32 MINGGU + PEB + POST SC + JTHIULK
P : IVFD RL 20tpm/ Inj Ranitidin 2x 1amp/iv/ Inj Ondancentron 3x1 amp/iv
Inj. Cefotaxim 2x1gr/iv
Inj Citicolin 2x5 mg/iv
Nifedipin 3x10 mg/p.o
Observasi TTV, Pro SC ( puasa 6-8 jam pre-op)

Jawaban konsul Mata:


Temuan: hasil pemeriksaan dalam batas normal. Advice : tatalaksana bidang obsgyn lanjut.
Jawaban konsul Neuro:
Diagnosis: preeklampsia tanpa tanda meningeal
Advice: Inj. Citicolin 2x 5mg/iv, Inj. Diazepam 1 amp/iv bila kejang. Jika ada keluhan konsul
kembali.
Jawaban konsul Interna:
Temuan: kardipulmoner baik, ekg normal, laboratorium ditemukan hiperurisemia dan proteinuria.
Advice: terapi sesuai bidang obsgyn. Nifedipin 3x10mg/p.o
Jawaban konsul Anestesi:
Pasien tergolong PS ASA II (Pro SC dgn Anestesi Spinal. Advice: puasa 6-8 jam pre-op)

Hari/tanggal SOAP

8
01/04/2019 S : Nyeri tempat operasi, pusing (+)
HP-3 O:
Status Generalis
TD : 220/110 mm N : 80x/menit RR : 22x/menit S: 36,6° C
Head to- toe
Contingtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Cardiopulmoner dalam batas normal
Ekstremitas: edema tungkai +/+
Kateter terpasang, urin tamping ± 400cc warna kuning muda
A: P5A0 Partus preterm + PEB+ Post SC 2x +Sterilisasi
P: Post SCTP dan tubektomi  Hasil: Bayi perempuan( BB 1500gr; PB 47cm; A/S 7/9).
Terapi obsgyn
IVFD RL: D5= 3:1 (28tpm)
Inj. Cefotaxim 2x1gr/iv
Inj. Metronidazol 3x 500 mg
Inj. Tramadol 3x 100mg
Ketoprofen 3x1/ supp
Nifedipin 2x10mg/p.o
Terapi anestesi
Awasi tanda-tanda vital, Baring ± 24 jam dengan posisi head-up 30 derajat
Inj Ranitidin 50mg/12 jam/iv
Inj Paracetamol 1 gr/8jam/iv
Inj Ketorolac 30mg/8jam/iv
Bila kaki sudah bisa diangkat, boleh makan sedikit-sedikit
8 jam post-op boleh makan sedikit-sedikit
Takar urine 12 jam
Balance Cairan
Tatalaksana lain sesuai TS obsgyn

9
03/04/2019 S : Nyeri tempat operasi berkurang, lemas (+), belum BAB
HP-4 O: Status Generalis
TD : 177/101 mmhg N : 78x/menit RR : 18 x/menit S: 37° C
Head to- toe
Contingtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Cardiopulmoner dalam batas normal
Ekstremitas: edema tungkai +/+
Kateter terpasang, urin tamping ± 400cc warna kuning muda
Hasil laboratorium (02/04/2019): Hb 12.0 g/dl; hematokrit 35,4%; trombosit 302.000/mm3;
Leukosit 19.700/mm3
A: P5A0 Partus preterm + PEB+ Post SC 2x +Sterilisasi
P: Post SCTP dan tubektomi
IVFD RL: D5= 3:1 (28tpm)
Inj. Cefotaxim 2x1gr/iv/ Inj. Metronidazol 3x 500 mg/iv
Inj. Tramadol 3x 100mg/drips dalam RL 20 tpm/ Inj Paracetamol 1 gr/8jam/iv/ Inj Ketorolac
30mg/8jam/iv/ Ketoprofen 3x1/ supp
Nifedipin 2x10mg/p.o

04/04/2019 S : Nyeri tempat operasi berkurang, lemas (-), pusing (-), sudah BAB
O:
HP-5
Status Generalis
TD : 166/100 mmhg N : 78x/menit RR : 20 x/menit S: 37° C
Head to- toe
Contingtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Cardiopulmoner dalam batas normal
Ekstremitas: edema tungkai -/-
A: P5A0 Partus preterm + PEB+ Post SC 2x +Sterilisasi
P: Post SCTP dan tubektomi
Aff infuse dan kateter
Observasi lanjut di nifas, persiapan pulang
Lanjut obat oral: As. mefenamat 3x 500mg/p.o/ Cefadroxil 2x500mg/p.o/ Phapros 1x1 tab/p.o

BAB II

10
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. DEFINISI
Hipertensi adalah masalah yang paling sering dalam kehamilan. Hipertensi
merupakan 5- 10% komplikasi dalam kehamilan dan merupakan salah satu dari penyebab
kematian tersering selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak memberikan kontribusi
pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil.1,2 Berdasarkan klasifikasi Working Group of the
NHBPEP (2001),3 hipertensi dalam kehamilan dibedakan menjadi:
1. Hipertensi kronik
Hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang
pertama kali didiagnosis setelah kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu
pasca persalinan.
2. Hipertensi gestasional (transient hypertension)
Hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda
preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.
3. Pre-eklampsia-eklampsia
Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai proteinuria. Bila pre-
eklampsia disertai kejang-kejang atau koma disebut eklampsia.
4. Hipertensi kronik dengan superimposed pre-eklampsia.
Hipertensi kronik disertai tanda-tanda pre-eklampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria dikenal sebagai hipertensi kronik dengan superimposed pre-eklampsia.
Penjelasan tambahan:
 Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran
tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan darah
sistolik ≥ 30 mmHg dan diastolik ≥ 15 mmHg sebagai parameter tidak dipakai lagi.
 Proteinuria ialah adanya 300 mg protein dalam urin selam 24 jam atau sama dengan
≥ 1+ dipstick

11
 Edema, dahulu edema tungkai digunakan sebagai tanda-tanda pre-eklampsia tetapi
sekarang tidak dipakai lagi kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu
dipertimbangkan faktor risiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan bila didapatkan
edema generalisata atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu. Primigravida
mempunyai kenaikan berat badan lebih rendah yaitu 0,34 kg/minggu menurunkan
risiko hipertensi tetapi menaikan risiko bayi berat badan lahir rendah.

Tabel 1. Penggolongan hipertensi dalam kehamilan dari beberapa center 2

II.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Sementara penyebab pasti preeklampsia belum dapat dipahami dengan baik, faktor-
faktor tertentu dapat meningkatkan risiko wanita mengalami hipertensi atau preeklampsia
yang diinduksi kehamilan. Diketahui secara luas bahwa preeklampsia terjadi paling sering
selama kehamilan pertama wanita. Selain itu, wanita dengan riwayat preeklampsia lebih
banyak kemungkinan akan kambuh pada kehamilan berikutnya. 1,3-4

Kehamilan ganda, seperti kembar dua atau kembar tiga meningkatkan risiko.
Bahkan, kondisi kronis tertentu yang sudah ada sebelumnya juga meningkatkan risiko
termasuk diabetes mellitus, diabetes gestasional, resistensi insulin, hipertensi kronis,

12
obesitas, penyakit ginjal kronis, lupus, dan gangguan vaskular atau jaringan ikat. Wanita di
atas umur 35 tahun dan wanita ras Afrika-Amerika dianggap lebih berisiko untuk
mengembangkan preeklampsia.1-5
Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial. Beberapa faktor
risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah:2-6
Faktor maternal
a. Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun.
Komplikasi maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun
ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29
tahun. Dampak dari usia yang terlalu muda, dapat menimbulkan komplikasi selama
kehamilan. Setiap remaja primigravida mempunyai risiko yang lebih besar mengalami
hipertensi dalam kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun.
b. Paritas
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama. Jika
ditinjau dari kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling aman adalah kehamilan
kedua sampai ketiga. Risiko meningkat lagi pada grandemultigravida.
c. Riwayat keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut dapat
terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam kehamilan.
d. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, di mana komplikasi tersebut dapat
mengakibatkan hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia dalam kehamilan.

e. Tingginya indeks massa tubuh


Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori,
kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit

13
degenerative seperti diabetes melitus, hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung
koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain.
Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat
dari 4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi
peningkatan menjadi 13,3% untuk mereka yang indeksnya ≥35 kg/m2
f. Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan dengan kerusakan
glomerulus yang menimbulkan gangguan filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh darah.
Faktor kehamilan
Faktor kehamilan seperti mola hilatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan ganda
berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsia dan eklampsia mempunyai
risiko 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus bayi kembar dua,
didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan satu kasus kematian ibu karena eklampsia.

II.3. PATOFISIOLOGI
Banyak teori tentang etiologi dan patogenesis terjadinya preeclampsia dimana
merupakan kelainan hipertensi pada kehamilan paling sering, Penyempitan pembuluh darah
menyebabkan peningkatan resistensi dan hipertensi berikutnya. Pada saat yang sama,
kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran interstisial melalui darah konstituen,
termasuk platelet dan fibrinogen yang disimpan pada subendothelial.5
Perubahan resistensi ultrastruktural di area subendothelial arteri pada wanita
preeklampsia. Dengan aliran darah yang berkurang karena maldistribusi, iskemia jaringan
sekitarnya akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan gangguan pada organ lain
menyebabkan gangguan karakteristik sindrom tersebut. Sindrom klinis preeklampsia
diperkirakan merupakan hasil dari perubahan sel endotel yang luas. Selain mikropartikel,
Grundmann dkk telah melaporkan bahwa sirkulasi sel endotel secara signifikan meningkat
empat kali lipat dalam darah perifer wanita preeklampsia.3,6

14
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang a.uterina dan a. ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium
berupa a.arkuata bercabang menjadi a.radialis dan selanjutnya menembus endometrium
menjadi a.basalis kemudian a.spiralis. Keadaan hamil normal tanpa sebab yang jelas,
terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot a.spiralis yang menimbulkan degenerasi dan
terjadi dilatasi a.spiralis. Invasi tersebut juga memasuki jaringan sekitar a.spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri mengalami
distensi dan dilatasi. Kondisi ini berdampak pada penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vascular dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Sehingga aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi juga meningkat dan menjamin janin bertumbuh
dengan baik (vasodilatasi meningkatkan 10 kali aliran darah uteroplasenta). Proses ini
dinamakan remodeling arteri spiralis.3
Pada kondisi hipertensi dan kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot a. spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Sehingga lapisan otot pembuluh
darah tersebut menjadi kaku dan keras sehingga tidak memungkinkan terjadi distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya a. spiralis mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan
remodeling a. spiralis sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta.3
Kondisi iskemia dan hipoksia pada plasenta ini menyebabkan dihasilkannya oksidan
(radikal bebas), salah satu yang penting yaitu radikal hidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan
merusak membrane yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak. Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel
yang menimbulkan disfungsi endotel.3
Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel menumpulkan respon
otot polos vaskular untuk agonis dengan melepaskan oksida nitrat. Sel endotel yang rusak
atau teraktivasi dapat memproduksi nitrit oksida dan mengeluarkan zat yang menyebabkan
koagulasi dan meningkatkan kepekaan terhadap vasopressors.5,7 Pada waktu terjadi

15
kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel akan terjadi:5,6
 Gangguan metabolisme prostaglandin (vasodilator kuat)

Agregasi sel trombosit untuk menutup endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit ini memproduksi tromboksan (TXA2), suatu vasokonstriktor kuat. Dalam
keadaan normal, kadar prostasklin lebih tinggi daripada kadar tromboksan. Pada
preeclampsia, terjadi sebaliknya sehingga berakibat naiknya tekanan darah.

Peningkatan endotelin (vasopresor), penurunan nitrit oksida (vasodilator).

Peningkatan faktor koagulasi.

Bukti lebih lanjut dari aktivasi endotel termasuk perubahan karakteristik morfologi
endotel kapiler glomerulus, permeabilitas kapiler meningkat, dan meningkatnya
konsentrasi mediator yang berperan untuk menimbulkan aktivasi endotel. Penelitian
menunjukkan bahwa serum dari wanita dengan preeklampsia merangsang sel endotel
yang dikultur untuk memproduksi prostasiklin dalam jumlah yang lebih besar
dibandingkan serum wanita hamil normal.1-7

Gambar 2. Patogenesis-manifestasi klinis preeklampsia

16
Gambar 3. Patogenesis preeclampsia

II.4. DIAGNOSIS
Kriteria hipertensi dalam kehamilan sesuai klasifikasi NHBPEP dijabarkan sebagai
berikut:1-6
1. Hipertensi Kronik
Hipertensi kronis didefinisikan sebagai hipertensi sebelum minggu ke-20 kehamilan
atau hipertensi terjadi sebelum kehamilan. Kategori hipertensi pada kehamilan dan kriteria
tekanan darah (BP) yang digunakan untuk men
ndefinisikan masing-masing adalah sebagai berikut:
• Hipertensi ringan: Tekanan sistolik ≥140–180 mm Hg atau tekanan diastolic
≥90-100 mm Hg atau keduanya
• Hipertensi berat: Tekanan sistolik ≥180 mm Hg atau tekanan diastolik ≥100 mm Hg
Risiko utama dengan hipertensi kronis adalah perkembangannya menjadi
preeklampsia atau eklampsia kemudian pada kehamilan, yang relatif umum dan sulit
didiagnosis. Yang akut timbulnya proteinuria dan hipertensi yang memburuk pada wanita
dengan hipertensi kronis sugestif superimposed preeklampsia.

2. Hipertensi Gestasional
Hipertensi yang berkembang setelah 20 minggu kehamilan tanpa adanya proteinuria
dan kembali ke normal saat postpartum. Hipertensi gestasional terjadi pada 5% - 10%
kehamilan yang terjadi setelah kehamilan trimester pertama, dengan insiden 30% pada
kehamilan multipel, terlepas dari paritas. Morbiditas ibu secara langsung terkait dengan
tingkat keparahan dan durasi hipertensi. Sekitar 25% wanita dengan hipertensi gestasional
mengalami preeklampsia atau eklampsia yang superimposed. Seringkali sulit dibedakan

17
antara preeklampsia dan hipertensi gestasional ketika pasien dengan usia kehamilan lanjut
datang dengan tekanan darah tinggi. Pada kasus seperti ini, penentuan tanda-tanda adanya
preeklampsia dan penangan yang sesuai sangat penting.

3. Preeklampsia
Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi dengan proteinuria dan edema
setelah usia kehamilan 20 minggu. Kondisi ini bisa terjadi lebih awal dengan adanya
penyakit trofoblas gestasional. Kriteria untuk diagnosis preeklampsia adalah:
a. Tekanan darah sistolik ≥140 mm Hg atau ≥90 mm Hg diastolik yang terjadi setelah 20
minggu kehamilan pada wanita dengan tekanan darah yang sebelumnya normal
b. Proteinuria, didefinisikan sebagai ekskresi protein 0,3 g kemih atau lebih tinggi dalam
spesimen urin 24 jam
c. Edema: edema local tidak dimasukan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada
lengan, muka dan perut, edema generalisata
Preeklampsia dengan gejala berat ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:
a. Tekanan darah ≥160 mm Hg sistolik atau diastolik ≥110 mm Hg pada dua interval
setidaknya 6 jam terpisah sementara pasien beristirahat.
b. Proteinuria yang ditandai (umumnya 5g per 24 jam urin tampung, atau +4 pada
pemeriksaan kualitatif
c. Oliguria yaitu produksi urin <500 cc dalam 24 jam
d. Gangguan otak atau visual seperti penurunan kesadaran, sakit kepala dan scotomata
("bintik-bintik" di depan mata) atau pandangan kabur
e. Edema paru atau sianosis
f. Hemolisis mikroangiopatik
g. Trombositopenia (< 100.0000/mm3 atau penurunan tromobosit dengan cepat)
h. Nyeri epigastrik atau kuadran kanan atas (kemungkinan disebabkan oleh perdarahan
hepatik subkapsular atau peregangan Kapsul Glisson)
i. Bukti disfungsi hati (peningkatan alanin dan aspartate aminotransferase)

18
j. Restriksi pertumbuhan janin intrauterin (IUGR)

Perubahan ini menggambarkan keterlibatan multisistem yang terkait dengan


preeklampsia. Preeklampsia berat merupakan indikasi persalinan, terlepas dari usia
kehamilannya. Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia berat tanpa impending
eclampsia dan (b) preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending
eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.

4. Eklampsia
Eklampsia adalah tambahan kehadiran kejang (grand mal seizures) pada wanita
dengan preeklampsia yang tidak dijelaskan oleh kelainan neurologis. Eklampsia terjadi
pada 0,5% - 4% pasien dengan preeklampsia. Sebagian besar kasus eklampsia terjadi dalam
24 jam setelah melahirkan, tetapi sekitar 3% kasus didiagnosis antara 2 dan 10 hari
postpartum. Manifestasi kejang pada eklampsia harus dipikirkan juga kemungkinan kejang
akibat penyakit lain, sehingga diagnosis banding eklampsia menjadi penting. Perdarahan
otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolik, meningitis dan epilepsi iatrogenik dapat
memiliki manifestasi serupa.
Kejang pada eklampsia dimulai dengan kejang tonik kemudian disusul kejang
klonik. Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir sehingga pernapasan tertahan.
Kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit dan penderita berangsur-angsur kejang
melemah dan akhirnya penderita diam tak bergerak kemudian jatuh dalam keadaan koma.
Saat timbul kejang, tekanan darah meningkat dengan cepat. Demikian juga dengan suhu
badan yang meningkat yang mungkin disebabkan oleh gangguan serebral. Penderita juga
mengalami inkontinensia disertai oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi
bahan muntah.
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak

19
segera diberikan obat-obat antikejang akan segera disusul dengan episode kejang
berikutnya.
5. Sindrom HELLP
Sindrom HELLP adalah adanya hemolisis, peningkatan enzim hati, dan jumlah
trombosit yang rendah. Sindrom HELLP, seperti preeklampsia berat, merupakan indikasi
untuk persalinan karena menghindari membahayakan kesehatan wanita itu. Sindrom ini
sekarang ditemukan sebagai entitas klinis yang berbeda, terjadi pada 4%- 12% pasien
dengan preeklampsia berat atau eklampsia. Kriteria untuk diagnosis adalah: Hemolisis
mikroangiopati, trombositopenia dan disfungsi hepatoselular.
Diagnosis banding sindroma HELLP antara lain: Trombotik angiopati, Kelainan
konsumtif fibrinogen, misalnya: acute fatty liver of pregnancy, hipovolemia
berat/perdarahan berat, sepsis, Kelainan jaringan ikat: SLE dan Penyakit ginjal primer.

II.5. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama perawatan preeklampsia yaitu mencegah kejang, perdarahan
intracranial, mencegah gangguan fungsi organ vital dan melahirkan bayi sehat. Perawatan
preeklampsia dapat di mulai dengan rawat jalan (ambulatory) pada kondisi preeklampsia
tanpa ada tanda-tanda pemberatan. Perawatan yang dianjurkan untuk banyak istirahat
(berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak tirah baring. 3
Pada umur kehamilan 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan
tekanan rahim pada v. cava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan
menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ
vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan
meningkatkan dieresis. Diuresis terutama meningkatkan eksresi natrium, menurunkan
reaktivitas kardiovaskular sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung
akan meningkatkan pula aliran darah dalam rahim, menambah oksigenasi plasenta dan
memperbaiki kondisi janin dalam rahim. 1,3

20
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal
masih normal. Pada preeklampsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal
masih baik sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang mengandung 2 gram natrium
atau 4-6 NaCl sudah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal,
tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila
konsumsi garam dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak,
berupa susu atau air buah. 3
Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan
roboransia prenatal. Tidak diberikan obat-obatan diuretic, antihipertensi dan sedative.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium Hb, Hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi
3
ginjal.
Pada kondisi tertentu ibu dengan preeklampsia perlu dirawat inap antara lain (a) bila
tidak ada perbaikan tekanan darah; kadar protein urin selama 2 minggu; (b) adanya satu
atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. Selama di rumah sakit dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa
pemeriksaan USG dan Dopler khusus untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan
amnion. Pemeriksaan non-stress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan
bagian mata, jantung dan lain-lain. 1,3
Selanjutnya adalah pertimbangan terhadap kehamilan ibu dengan preeklampsia,
yaitu pada kehamilan preterm (< 37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif
selama perawatan, persalinan dapat ditunggu sampai aterm. Sedangkan pada kehamilan
(>37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan
untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat
dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II. 1,3

21
Preeklamsia dengan gejala berat
Untuk pasien dengan preeklampsia yang memburuk atau pasien yang memiliki
preeklampsia berat (PEB), penatalaksanaan seringkali paling baik dilakukan dalam
lingkungan perawatan tersier. Tes laboratorium harian dan pengawasan janin dapat
diindikasikan. Stabilisasi dengan magnesium sulfat, terapi antihipertensi (seperti yang
ditunjukkan), pemantauan untuk kesejahteraan ibu dan janin, dan persalinan melalui
induksi atau seksio sesarea diperlukan. 1,3, 8-10

Tatalaksana awal
Pasien dengan PEB harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke sisi kiri. Perawatan penting pada PEB ialah pengelolaan
cairan karena penderita PEB dan eklampsia mempunyai kecenderungan untuk terjadinya
edema paru dan oliguria. Hal ini mungkin berkaitan dengan hipovolemia, vasospasme,
kerusakan endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge
pressure. Monitoring input cairan (oral atau infuse) dan output cairan (urin) menjadi sangat
penting. Artinya pengukuran ini berguna untuk menyeimbangkan jumlah cairan yang
masuk dan keluar. 1,3, 8-10
Bila terjadi tanda-tanda edema paru segera lakukan tindakan koreksi. Cairan
yang dapat diberikan yaitu 5% ringer-dextrose atau Nacl 0,09% < 125 cc/ jam atau infuse
dextrose 5% yang tiap liternya diselingi dengan RL 500cc (60-125 cc/jam). Selanjutnya
pasang foley catheter untuk monitoring urin output. Oliguria terjadi bila produksi urin
< 30cc/ jam atau dalam 2-3 jam < 500cc/jam. Diberikan antasida untuk menetralisir
lambung. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. 1,3, 8-10

Pemberian obat anti kejang


Selama hampir se-abad, magnesium sulfat telah digunakan untuk mencegah dan

22
mengobati kejang eklampsia. Antikonvulsan lain, seperti diazepam dan fenitoin, jarang
digunakan karena tidak efektif seperti magnesium dan karena efek sampingnya yang
potensial pada janin. Pemberian difenihidantoin obat antikejang untuk epilepsi telah banyak
dicoba pada penderita eklampsia. Beberapa peneliti telah memakai bermacam-macam
regimen. Fenitoin sodium mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk
jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium
diberikan dalam dosis 15 mg/kgbb dengan pemberian intravena 50 mg/menit. Namun,
hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat dan pengalaman pemakaian fenitoin di
beberapa senter di dunia masih sedikit. 1,3,8-10
Magnesium sulfat bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat,
magnesium akan menggeser kalsium sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi
kompetitif inhibition antara ion kalsium dan magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam
darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap
menjadi pilihan pertama anti kejang pada preeklampsia atau eklampsia.3,11
Magnesium sulfat diberikan secara intramuskuler atau rute intravena, meskipun
yang terakhir jauh lebih umum. Dalam 98% kasus, kejang-kejang akan dapat dicegah.
Kadarnya terapeutiknya adalah 4-6 mg/dL dengan konsentrasi toksik yang memiliki
konsekuensi yang dapat diperkirakan. Cara pemberian regimen magnesium sulfat yaitu:
 Loading dose: 4 gram MgS04 % (10cc) dalam 10 cc aquadest bolus iv perlahan selama
15 menit.
 Maintanance dose: Diberikan infuse 6 gram dalam larutan RL/ 6 jam; atau diberikan 4
atau 5 gr/i.m. Selanjutnya maintanance dose diberikan 4 gr/i.m tiap 4-6 jam.

Evaluasi yang sering dilakukan yaitu refleks patela dan tingkat respirasi
(>16x/menit) terkait pemantauan manifestasi peningkatan konsentrasi serum magnesium
(toksisitas MgS04). Selain itu, karena magnesium sulfat dikeluarkan hanya dari ginjal,

23
pemeliharaan urin-output minimal 25 mL/jam akan membantu menghindari akumulasi
obat. Pembalikan efek dari konsentrasi magnesium yang berlebihan dicapai dengan
pemberian intravena 10% kalsium glukonat secara perlahan, bersama dengan suplementasi
oksigen dan dukungan kardiorespirasi jika diperlukan. 1,3, 8-11
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi atau setelah 24 jam
pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir. Pemberian magnesium sulfat dapat
menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek
flushes (rasa panas). 1,3, 8-11

Pemberian Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah jantung
kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemide. Pemberian diuretikum
dapat merugikan yaitu memperberat hipovolemia, memperbur ruk aliran utero-plasenta,
meningikatkan hemokonsentrasi, dehidrasi pada janin dan menurunkan berat badan janin.
Antihipertensi
Terapi antihipertensi dimulai jika, diulangi pengukuran, tekanan darah sistolik
≥ 160 mm Hg atau jika tekanan darah diastolik melebihi ≥110 mm Hg dan MAP ≥126
mmHg. Jenis obat antihipertensi lini pertama pada preeklampsia berat yang diberikan di
Amerika adalah Hidralazine injeksi (apresoline) tidak ada di Indonesia, merupakan suatu
vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan
cardiac output sehingga memperbaiki perfusi utero-plasenta. Hydralazine sering
merupakan obat antihipertensi awal pilihan, diberikan dalam peningkatan 5-10 mg secara
intravena sampai respon tekanan darah yang dapat diterima. Waktu respons 10-15 menit
adalah biasa. Tujuan dari terapi tersebut adalah mengurangi tekanan diastolik ke 90- ke
kisaran 100-mm Hg. Obat lainnya yaitu labetalol injeksi suatu alfa 1 bloker, non-selektif
beta bloker biasa digunakan mengelola hipertensi berat.1,3,8-10
Sedangkan yang digunakan di Indonesia sebagai lini pertama diberikan nifedipin
dosis 10-20mg per oral; diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24 jam.

24
Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat sehingga
hanya boleh per oral. Untuk lini kedua dapat diberikan sodium nitropruside 0,25
µg/iv/kg/menit, infuse; ditingkatkan 0,25 µg/iv/kg/5menit. Sekali terapi antikonvulsan dan
antihipertensi diberikan pada pasien dengan preeklampsia berat atau eklampsia, perhatian
diarahkan pada persalinan. 1,3, 8-10
Pada preeclampsia berat dapat ditemukan edema paru akibat kardiogenik (payah
jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan
sel endotel darah kapiler paru). Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP.

Perawatan Obstetrik
Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya pada preeklampsia ringan
yaitu pada kehamilan pre-term (<37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif
selama perawatan persalinan ditunggu hingga aterm. Sedangkan pada kehamilan aterm ( >
37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan
untuk melakukan induksi persalinan sesuai taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat
dilakukan secara spontan bila perlu memperpendek kala II. Pada preeklampsia berat, sikap
terhadap kehamilan dibagi menjadi: 1,3, 8-10
 Aktif (aggressive management ): kehamilan segera diakhiri/ diterminasi bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
 Konservatif (ekpektatif): kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pengobatan
medikamentosa
Indikasi perawatan aktif adalah bila didapatkan satu dari keadaan di bawah ini:
Ibu
 Umur kehamilan ∠37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil batasan umur
kehamilan >37 minggu pada preeklampsia dan ∠37 minggu pada PEB
 Adanya tanda-tanda impending eclampsia

25
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu keadaan klinik dan laboratorium
memburuk
 Diduga terjadi solusio plasenta
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
 Adanya tanda fetal distress
 Adanya tanda-tanda IUGR
 NST non-reaktif dengan profil biofisik abnormal
 Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik:
 Adanya tanda-tanda sindroma HELLP: penurunan trombosit dengan cepat.
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan sesuai keadaan
obstetric pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum. Setelah melahirkan, pasien
tetap dalam proses persalinan dan area persalinan selama 24 jam (lebih lama jika situasi
klinis mendukung) untuk pengamatan dekat dari kemajuan klinisnya dan pemberian
magnesium sulfat lebih lanjut untuk mencegah kejang eklampsia postpartum. Sekitar 25%
kejang eklampsia terjadi sebelum persalinan, 50% terjadi selama persalinan, dan 25%
terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. Biasanya, proses vasospastik mulai
kembali dalam 24-48 jam pertama setelah melahirkan melalui diuresis yang cepat. 1,3, 8-10

Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital antara
lain Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi
hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma pada waktu kejang, mengendalikan tekanan
darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat

26
dengan cara yang tepat. . 1,3, 8-10
Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia, merupakan perawatan
yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah
dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis,
mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin. . 1,3, 8-10

Medikamentosa:
Obat anti-kejang
Obat yang menjadi pilihan pertama yaitu magnesium sulfat. Bila dengan jenis ini
masih sulit diatasi, dapat dipakai obat jenis lain misalnya thiopental. Diazepam dapat
dipakai sebagai alternative pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi,
pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman. Pemberian
diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat-obatan
kardiotonika ataupun antihipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar
atas indikasi. . 1,3, 8-10
Pemberian MgS04 pada dasarnya sama seperti pada preeclampsia berat. Pengobatan
suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi-fungsi organ penting, misalnya
tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis, mempertahankan ventilasi paru, mengukur
tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis. Pada penderita yang mengalami kejang,
nursing care sangat penting meliputi menempatkan penderita dalam kamar isolasi,
mencegah aspirasi, mengatur infuse dan monitoring produksi urin. . 1,3, 8-10

Kejang eklampsia biasanya hilang sendiri, sehingga terapi medis harus diarahkan
untuk memulai terapi magnesium (4-6 g perlahan, intravena) untuk mencegah kejang lebih
lanjut. Jika seorang pasien yang menerima magnesium sulfat mengalami kejang,
magnesium sulfat tambahan (biasanya 2 g; 5cc dalam aqudest 5cc berikan selama 2-5
menit, dapat diulang 2 kali) dapat diberikan. Terapi antikonvulsan lain dengan diazepam
atau obat serupa umumnya tidak dijamin. . 1,3, 8-10

27
Perawatan waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang tersebut. Dirawat di kamar isolasi cukup terang
agar bila terjadi kejang, dapat segera diketahui. Penderita harus baringkan pada rail tempat
tidur yang dikunci dengan kuat. Selanjutnya dimasukan sudap lidah kedalam mulut
penderita dengan mencoba melepasnnya karena dapat mematahkan gigi. Kepala
direndahkan dan daerah orofaring diisap. Hendaknya di jaga agar kepala dan ekstremitas
penderita kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras di sekitarnya. Fiksasi
badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita
selesai kejang, segera diberi oksigen. . 1,3, 8-10

Perawatan koma
Tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh kedalam koma ialah
mengusahakan jalan napas atas agar tetap terbuka. Cara sederhana yang cukup efektif yaitu
dengan maneuver head-tilt- neck lift, atau jaw-thrust. Tindakan ini kemudian dapat
dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway. Hal penting kedua yang perlu
diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan kehilangan reflex muntah sehingga
kemungkinan terjadi aspirasi bahan lambung sangat besar. Lambung ibu hamil harus
dianggap lambung penuh. Oleh karena itu, semua benda dalam rongga mulut dan
tenggorokan berupa lendir atau sisa makanan harus dihisap segerap secara intermiten.
Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk drainase lendir. . 1,3, 8-10
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma menggunakan sistem GCS. Pada
perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita. Pada
koma lama, bila nutrisi tidak mungkin; dapat diberikan melalui NGT. . 1,3, 8-10

Perawatan edema paru


Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawata di ICU karena membutuhkan

28
perawatan animasi dengan respirator.3

Pengobatan obstetric
Penanganan obstetrik pada kasus ini ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus
diakhiri, tanpa memandang usia kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila
sudah mencapai stabilisasi atau pemulihan hemodinamika dan metabolism ibu.3

Sindrom HELLP
Pasien dengan sindrom HELLP seringkali multipara dan memiliki rekaman tekanan
darah lebih rendah daripada banyak pasien preeklampsia. Disfungsi hati dapat
bermanifestasi sebagai nyeri kuadran kanan atas, dan terlalu umum salah didiagnosis
sebagai penyakit kandung empedu atau gangguan pencernaan. Morbiditas dan mortalitas
terutama pada HELLP yang tidak dikenali. Gejala pertama seringkali tidak jelas, termasuk
mual dan emesis dan sindrom virallike nonspesifik. Perawatan pasien terdiri dari stabilisasi
kardiovaskular, koreksi kelainan koagulasi, dan persalinan. 1,3, 8-10
Terapi medikamentosa pada sindrom HELLP mengikuti terapi medikamentosa
preeklampsia-eklampsia dengan melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam.
Pemberian dexamethasone rescue pada antepartum diberikan dalam bentuk double
dexamethason (double dose). Jika kadar trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000-
150.000/ml disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium maka
diberikan deksametason 10mg i.v tiap 12 jam. Pada postpartum dexamethason diberikan 10
mg i.v tiap 12 jam 2 kali, kemudian 5mg i.v tiap 12 jam 2 kali (tapering off). 1,3, 8-10
Transfusi trombosit sebelum atau setelah melahirkan ditunjukkan jika jumlah
trombosit <20.000 / mm3, dan mungkin disarankan untuk mentransfusi pasien dengan
jumlah trombosit <50.000 / mm3 sebelum melanjutkan dengan sectio caesarea. Manajemen
kasus sindrom HELLP harus individual berdasarkan usia kehamilan pada presentasi, gejala
ibu, pemeriksaan fisik, temuan laboratorium, dan status janin. Sikap terhadap kehamilan
pada kasus ini ialah tatalaksana aktif yaitu kehamilan segera diterminasi tanpa memandang

29
usia kehamilan. Persalinan dapat pervaginam atau perabdominam. 1,3, 8-10

II.6. PROGNOSIS

Hipertensi kronik : bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan,
maka gejala perbaikan tampak jelas setelah kehamilannya di akhiri.3

Hipertensi gestasional ringan. Jika peningkatannya terjadi sebelum minggu ke-37,
prognosis kehamilannya sama atau lebih baik dibandingkan pasien yang
normotensi. Meskipun demikian, tetap terjadi peningkatan insiden induksi
kehamilan dan seksio sesarean. 3

Hipertensi gestasional berat: Pasien memiliki angka morbiditas yang lebih tinggi,
dibandingkan dengan pasien pre-eklampsia ringan. Hal-hal tersebut antara lain
abrupsio plasenta dan kehamilan preterm. 3

Preeklampsia: Pada keadaan yang tidak berkembang menjadi eklampsia, angka
mortalitas rendah, tetapi harus diingat bahwa preeclampsia merupakan salah satu
factor yang menyebabkan kematian maternal. Prognosis maternal dan neonatal pada
preeklampsia ditentukan oleh faktor-faktor berikut: usia gestasi saat mengalami
penyakit, tingkat keparahan penyakit, kualitas manajemen dan, adanya penyakit
berat sebelumnya. Mortalitas perinatal meningkat pada kehanilan <34 minggu.
Risiko ibu bisa menjadi signifikan dan bisa berkembang menjadi penyakit
koagulopati (DIC), hemoragi intrakranial, gagal ginjal, gangguan retinal, edema
paru, ruptur hepar, abrupsio plasenta dan kematian. Angka kematian perinatal
(PNMR) meningkat seiring dengan keparahan penyakit. Morbiditas bayi sulit
ditentukan bergantung pada gestasi awal dan ukuran bayi. 3

Eklampsia: Bila penderita tidak terlambat dalam pengobatan maka gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Diuresis terjadi setelah 12 jam
postpartum, hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah
kembali normal dalam beberapa jam kemudian. Eklampsia tidak mempengaruhi
kehamilan berikutnya. Prognosis janin: sering terjadi kematian intrauterin atau pada

30
masa neonatal. 3

BAB III
DISKUSI

Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai


proteinuria. Bila pre-eklampsia disertai kejang-kejang atau koma disebut eklampsia. Pre-
eklampsia (PE) adalah kelainan kehamilan dengan prevalensi sekitar 5-8% di seluruh dunia.
PE adalah salah satu penyebab utama kematian ibu, yang menghasilkan sekitar
50.000-60.000 kematian setiap tahun di seluruh dunia. Selain itu, dikaitkan dengan
peningkatan risiko ibu dan anaknya yang mengalami komplikasi kardiovaskular dan
diabetes mellitus di kemudian hari. Selanjutnya, PE adalah sindrom multi-sistemik, yang

31
melibatkan faktor genetik dan lingkungan dalam patogenesis dan patofisiologinya dan satu-
satunya pengobatan yang diketahui adalah persalinan janin dan plasenta.12
Selain itu, ada subtipe PE, yang didasarkan pada waktu onset atau pengenalan
penyakit. Ini umumnya dibagi menjadi dua jenis utama, PE awal dan onset lambat. Yang
terakhir terdiri dari mayoritas (> 80%) dari pre-eklampsia. Pada tipe awal, tanda-tanda
klinis muncul sebelum 33 minggu kehamilan, sedangkan pada tipe onset lambat terjadi
pada dan setelah 34 minggu. Namun, tipe onset dini inilah yang bertanggung jawab atas
sebagian besar angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin yang tinggi.12
Sementara penyebab pasti preeklampsia belum dapat dipahami dengan baik, faktor-
faktor tertentu dapat meningkatkan risiko wanita mengalami hipertensi atau preeklampsia
yang diinduksi kehamilan. Diketahui secara luas bahwa preeklampsia terjadi paling sering
selama kehamilan pertama wanita (. Selain itu, wanita dengan riwayat preeklampsia lebih
banyak kemungkinan akan kambuh pada kehamilan berikutnya. Kehamilan ganda, seperti
kembar dua atau kembar tiga meningkatkan risiko. Bahkan, kondisi kronis tertentu yang
sudah ada sebelumnya juga meningkatkan risiko termasuk diabetes mellitus, diabetes
gestasional, resistensi insulin, hipertensi kronis, obesitas, penyakit ginjal kronis, lupus, dan
gangguan vaskular atau jaringan ikat. Wanita di atas umur 35 tahun dan wanita ras Afrika-
Amerika dianggap lebih berisiko untuk mengembangkan preeklampsia. Secara singkat,
hipertensi dalam kehamilan disebabkan oleh multifaktoral seperti usia, paritas, riwayat
keluarga, riwayat gangguan sistemik, indeks massa tubuh, faktor kehamilan ganda atau
kasus mola hidatidosa dan hydrops fetalis.
Pada kasus ini pasien 39 tahun G5P4A0 hamil 31-32 minggu, dengan riwayat
obstetrik, pasien 5 kali hamil dengan persalinan pervaginam pada anak I dan II,
preeklamsia dengan janin IUFD pada kehamilan ketiga, dan seksio sesarea pada kehamilan
keempat. Sesuai kepustakaan beberapa faktor risiko yang menunjang terjadinya
preeklamsia berat antara lain paritas tinggi, usia lanjut (>35 tahun), riwayat preeklamsia
sebelumnya, riwayat keluarga, serta riwayat gangguan sistemik yang berperan. Pada kasus
ini didapatkan semua faktor risiko di atas mungkin terkait.

32
Diagnosis preeklamsia dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
khusus dan pemeriksaan penunjang yang memenuhi kriteria NHBPEP. Pada kasus ini dari
anemesis didapatkan pasien 39 tahun usia kehamilan 31-32 minggu datang dengan keluhan
sakit kepala, dan kram pada tangan sejak ± 2 minggu SMRS. Sakit kepala dirasakan hilang
timbul, seperti tertusuk-tusuk disertai keram pada kedua tangan walaupun sedang tidak
beraktivitas. Pasien mengatakan sakit kepala sering disertai mata menjadi lelah dan kadang
muncul bayangan hitam. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya mual-mual sejak ± 1
bulan yll. Mual dirasakan terus menerus dan memberat 3 hari terakhir. Keluhan muntah (+)
2 kali kemarin sore, pandangan kabur, nyeri pada perut, serta demam disangkal. Keluar
air-air atau lendir darah dari jalan lahir (-). Selama kehamilan pasien beberapa kali kontrol
ke dokter kandungan. HPHT tidak diingat pasien. Sebelumnya, pasien pernah
menggunakan KB suntik selama ± 4 tahun. Pasien pernah mengalami kematian janin 1 kali,
dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya.
Berdasarkan kepustakaan gejala klinik ini sesuai dengan preeklamsia dengan gejala
berat dimana didapatkan gangguan neurologik berupa sakit kepala dan scotoma (bintik
hitam di depan mata); dapat disertai pandangan kabur, maupun dapat ditemukan Nyeri
epigastrik atau kuadran kanan atas (kemungkinan disebabkan oleh perdarahan hepatik
subkapsular atau peregangan Kapsul Glisson).
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, Nadi: 87 x/menit,
Pernapasan: 24 x/menit, Suhu :36,8 ºC, konjungtiva anemis (-), thorax-cardio-pulmoner
dalam batas normal, edema tungkai (+). Pemeriksaan luar, Inspeksi: Striae (+), venektasi
(-),bekas operasi (+) Palpasi: leopold I (TFU 31 cm), leopold II (Kanan: esktremitas, Kiri :
punggung, leopold III (Presentasi terbawah kepala), leopold IV (kepala belum masuk PAP,
divergen), Auskultasi : DJJ Punggung kiri (+) : 135 x/m, HIS : (-) taksiran berat janin
2945 gram, Pemeriksaan dalam tidak dilakukan.
Hasil pemeriksaan fisik diatas sesuai dengan kepustakaan dimana pasien dengan
preeklamsia dapat dijumpai tekanan darah yang meningkat yaitu ≥ 140/90 atau ≥160/110
untuk preeklamsia berat. Berat pasien dibandingkan antara berat badan pregravidenya dan

33
bobot selama kehamilan ini, dengan perhatian khusus pada penambahan berat badan yang
berlebihan atau terlalu cepat. Indeks massa tubuh pasien 35.0 (tergolong obesitas tingkat 2).
Edema perifer sering terjadi pada kehamilan, terutama pada ekstremitas bawah. Wanita
hamil dengan hipertensi memberikan tampilan wajah bengkak dan edematous, merupakan
gambaran klasik preeklampsia. Pada pasien ini didapatkan edema pada kedua tungkai.
Pemeriksaan dalam sendiri tidak dilakukan karena belum masuk usia aterm sehingga
meminimalkan risiko timbulnya kontraksi.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan Hb 12,4 g/dl, leukosit 15.400/mm3,
SGOT/SGPT, ureum/kreatinin, dalam batas normal. Asam urat 7,9 mg/dl. Pada urinalisa
ditemukan proteinuria +4. EKG kesan normal. Berdasarkan kepustakaan pemeriksaan
proteinuria 5gr/24 jam atau +4 pada dipstick memenuhi kriteria preeklamsia dengan gejala
berat. Konsentrasi asam urat > 350 umol/l merupakan pertanda suatu preeklampsia berat
dan berhubungan dengan angka kematian perinatal yang tinggi khususnya pada umur
kehamilan 28-36 minggu. Pada penderita yang sudah terbukti preeklampsia maka kadar
asam urat serum menggambarkan beratnya proses penyakit.
Penatalaksanaan awal yang dilakukan terhadap pasien ini telah sesuai dengan
kepustakaan yaitu pasien dirawat inap di rumah sakit, tirah baring (meningkatkan sirkulasi
utero-plasenta) dan diberikan IVFD RL 20 tpm, MgS04 40% 4gr ( bolus iv perlahan 15
menit, Drip MgS04 40% 6gr dalam 500cc RL/ 6 jam (mencegah timbulnya kejang), Inj
Dexametason 2 x 1 gr /im selama 2 hari, (pematangan paru janin), Nifedipin 2x 10 mg/p.o
(menurunkan tekanan darah dengan efek vasodilatasi; antihipertensi lini 1), Aspilet 1x
80mg/p.o (mengencerkan darah, memperbaiki sirkulasi). Pasang kateter (monitoring output
urin) dan konsul ahli yaitu spesialis mata, penyakit dalam, neurologi dan anestesi terkait
gejala yang ditemukan. Dan juga dilakukan pemantauan terhadap janin melalui observasi
DJJ.
Pada kasus ini dilakukan seksio sesaria pada hari ketiga perawatan. Berdasarkan
kepustakaan, penanganan di atas mungkin dikaitkan dengan indikasi perawatan aktif
terutama akibat ditemukan tanda-tanda impending eclampsia. Bila usia kehamilan berkisar

34
antara 24-34 minggu harus diberikan steroid untuk membantu pematangan paru janin.
Selama rawat inap perlu juga dilakukan pemantauan terhadap kesehatan janin dan maternal
telah sesuai.
Setelah hari keempat pasien dirawat didapatkan keadaan umum pasien sudah
membaik, tanda vital pasien masih didapati tekanan darah yang tinggi, keluhan nyeri pada
tempat operasi (-), pusing, mual-muntah (-), sudah BAB serta bayi dalam keadaan baik
maka pasien dipulangkan dengan anjuran beristirahat, tidak melakukan pekerjaan berat
serta kontrol ulang di dr Sp.OG. Berdasarkan kepustakaan bila keadaan pasien sudah stabil
maka pasien dapat di rawat jalan dan tidak diperbolehkan melakukan kerja rumah tangga
kecuali jika didapatkan penyulit pada ibu dan bayi.
Prognosis pada pasien ini yaitu quo ad vitam (dubia ad malam), quo ad fungsionam
dan sanationam (dubia ad bonam). Sesuai kepustakaan pada keadaan yang tidak
berkembang menjadi eklampsia, angka mortalitas rendah, tetapi harus diingat bahwa
preeclampsia merupakan salah satu factor yang menyebabkan kematian maternal. Prognosis
maternal dan neonatal pada preeklampsia ditentukan oleh faktor-faktor berikut: usia gestasi
saat mengalami penyakit, tingkat keparahan penyakit, kualitas manajemen dan, adanya
penyakit berat sebelumnya. Mortalitas perinatal meningkat pada kehanilan <34 minggu.
Risiko ibu bisa menjadi signifikan dan bisa berkembang menjadi penyakit koagulopati
(DIC), hemoragi intrakranial, gagal ginjal, gangguan retinal, edema paru, ruptur hepar,
abrupsio plasenta dan kematian. Angka kematian perinatal (PNMR) meningkat seiring
dengan keparahan penyakit. Morbiditas bayi sulit ditentukan bergantung pada gestasi awal
dan ukuran bayi.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Hypertention in pregnancy. Beckmann CRB, Ling FW, Barzansky BM, Herbet


WNP, Laube DW, Smith RP, editors. Obstetrics and gynecology. Sixth editions.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2010.p.175-181.
2. Anderson NR, Undeberg M, Bastianelli KMS. Pregnancy-Induced Hypertension
and Preeclampsia: A Review of Current Antihypertensive Pharmacologic Treatment
Options. Austin Journal of Pharmacology and Therapeutics. 2013; 1 (1): p. 1-8.
3. Hipertensi dalam kehamilan. Dalam: Prawirohardjo S, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi
4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014. Hlm. 530-559.
4. Mudjari NS, Samsu N. Management of Hypertension in Pregnancy. Acta Medica
Indonesiana - The Indonesian Journal of Internal Medicine. 2015; 1 (47):p.78-86.
5. American Collage of Obstetricans and Gynecologist. Hypertension in pregnancy.
USA; 2013.

36
6. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, et al. Pregnancy
Hypertension. William Obstetrics. Edisi ke-24. New York: McGraw-Hill; 2010. p.
706-756.
7. Magdalena Grundmann, Alexander Woywodt, Torsten Kirsch et al. Circulating
endothelial cells: a marker of vascular damage in patients with preeclampsia. AJOG.
2008; 198 (3): p. 317
8. Shennan A. Hypertensive disorders. In: Edmons DK, editor. Dewhurst's textbook of
obstetrics & gynaecoogy. Seventh edition. UK: Blackwell publishing;2007. p. 242-
246.
9. Motha MBC, Jayasundara C. Hypertension in pregnancy. Sri Lanka Journal of
Obstetrics and Gynaecology. 2015; p. 56-59.
10. Sajith M, Nimbargi V, Modi A, Sumariya R, Pawar A. Incidence of pregnancy
induced hypertension and prescription pattern of antihypertensive drugs in
pregnancy. IJPSR. 2014; 5 (4):p. 163- 170.
11. Tukur J. The use of magnesium sulphate for the treatment of severe pre-eclampsia
and eclampsia. Annals of African Medicine. 2009; 8 (2):p.76-80.
12. Gathiram P, Moodley J.pre-eclampsia: its pathogenesis and pathophysiolgy. CVJA.
2016; 27 (2):p.71-79.

37

Anda mungkin juga menyukai