Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT

PENYAKIT MENULAR “JENGGER AYAM, HERPES SIMPLEX,


SIFILIS, DAN CHLAMYDIA TRACHOMATIS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan dan
Penyakit

Disusun oleh :
1. Silvi Rosita N. 25010111130217
2. Dine Wahyu P. 25010111130218
3. Yulia Ratih 25010111130219
4. Hafizh Fauziyah 25010111130220
5. Lia Achmad 25010111130221
6. Riska Wulandari 25010111130222
7. Restu Andri 25010111130223

KELOMPOK 11
KELAS C - 2011

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT i


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas limpahan nikmat, rahmat,
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Kesehatan
Lingkungan dan Penyakit dengan judul “Penyakit Menular Jengger Ayam, Herpes
Simplex, Sifilis, dan Chlamydia Trachomatis”. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepangkuan Nabi Muhammad SAW.
Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada :
a. Dr. Nur Endah W, Dra., MS selaku mata kuliah Kesehatan Lingkungan
dan Penyakit
b. Semua pihak yang telah mambantu dalam penyusunan makalah ini
Makalah ini menyampaikan materi mengenai gambaran penyakit menular
terkait dengan faktor sosial dengan penjelasan berbagai aspek didalamnya seperti
pengertian, cara penularan, faktor pembatas, faktor risiko, cara pencegahan dan
pengendalian penyakit serta penyelidikan epidemiologi, Kemudian, diharapkan apa
yang menjadi pembahasan dalam makalah ini dapat memberikan manfaat
khususnya dalam menambah pengetahuan penulis maupun pembaca melalui
berbagai referensi yang digunakan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah Kesehatan Lingkungan
dan Penyakit ini masih terdapat banyak kekurangan, karena penulis hanyalah
manusia biasa yang jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun guna perbaikan kualitas makalah ini. Tidak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca
pada umumnya.

Semarang, 12 November 2013


Penulis,

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT ii


DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................... .. i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................... 3
D. Manfaat ................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Jengger Ayam ....................................................................................... 5
B. Herpes Simplex ..................................................................................... 10
C. Sifilis..................................................................................................... 16
D. Chlamydia Trachomatis ....................................................................... 22
BAB III SIMPULAN
A. Jengger Ayam ....................................................................................... 29
B. Herpes Simplex ..................................................................................... 29
C. Sifilis..................................................................................................... 30
D. Chlamydia Trachomatis ....................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT iii


DAFTAR TABEL
Tabel 1 Gejala klinis penyakit Chlamidya trichomatis ................................. 24

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT iv


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Jengger ayam pada pria ................................................................ 5
Gambar 2 Jengger ayam pada wanita............................................................ 5
Gambar 3 Herpes Simplex ............................................................................. 10
Gambar 4 Chlamydia trachomatis ................................................................ 22
Gambar 5 Infeksi Chlamydia trachomatis pada jaringan serviks dan tuba .. 23

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT v


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Namun dengan
perkembangan era globalisasi, budaya-budaya barat dengan cepat memasuki
dan diadopsi oleh masyarakat Indonesia. Perkembangan budaya luar tersebut
memang banyak berdampak positif bagi modernisasi, ekonomi, tekonologi dan
didang lainnya, namun juga memiliki dampak negatif seperti perkembangan
penyakit IMS (Infeksi Penyakit Menular) yang diantaranya yaitu jengger ayam,
Herpes simplex, sifilis, dan Chlamydia trachomatis.
Di Amerika Serikat kasus kondiloma akuminata atau yang di Indonesia
dikenal dengan nama “jengger ayam” cenderung meningkat 4-5 kali lipat dalam
dua dekade terakhir, insidensi tertinggi pada wanita usia 20-30 tahun. Setiap
tahun ada 500.000-1.000.000 kasus baru yang ditemukan di Amerika Serikat.
Akhir-akhir ini ada kenaikan insidensi kondiloma akuminata terutama
disebabkan oleh HPV sub type 16,18 dengan lesi invasive atau pra kanker
serviks, vagina, vulva, anus dan penis. Di AS dari 122 juta penduduk berusia
15-49 tahun diperkirakan lebih dari 1 % menderita kondiloma akuminata.
Di Surakarta dan sekitarnya perkembangan penyakit jengger ayam sangat
pesat. Hanya dalam waktu 5 tahun, pasien dengan jenis penyakit ini yang
berkunjung ke poliklinik PMS Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi,
Surakarta meningkat sangat tajam. Pada tahun 2003, jumlah pasien yang datang
berkunjung ke poliklinik PMS di RSUD Dr Moewardi berada pada urutan ke
78. Dan pada tahun 2007, jumlah pasien jenis penyakit ini masuk menduduki
urutan ketiga penyakit. Jumlah pasien penyakit ini sekitar 20% dari PMS
lainnya.
Herpes yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) adalah sejenis
penyakit yang menjangkiti mulut, kulit, dan alat kelamin. Penyakit ini
menyebabkan kulit melepuh dan terasa sakit pada otot di sekitar daerah yang
terjangkit. Hingga saat ini, penyakit ini masih belum dapat disembuhkan, tetapi
dapat diperpendek masa kambuhnya.

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 1


Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri
Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis
mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementar di Cina, laporan
menunjukkan jumlah kasus yang diaporkan naik dari 0,2 per 10.000 jiwa pada
tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. di Amerika
Serikat, dilaporkan sekitar 36.00 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka
sebenarnya diperkirakan lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada
lelaki.
Infeksi Chlamidya trachomatis pada banyak negara merupakan
penyebab utama infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Laporan
WHO tahun 1995 menunjukkan bahwa infeksi oleh C.trachomatis diperkirakan
89 juta orang. Di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti
mengenai infeksi C. trachomatis.
C.trachomatis merupakan penyebab Uretriti Non Spesifik (UNS)
terbanyak dibanding dengan organisme lain. Dari berbagai studi dilaporkan
bahwa 30 - 60 % dari penderita UNS dapat diisolasi C. trachomatis, selanjutnya
4 - 43 % dari pria penderita gonore dan 0 - 7 % dari pria dengan uretritis
asimtomatik.
B. Rumusan Masalah
1. Jengger Ayam
Penularan penyakit kondiloma akuminata (jengger ayam) serta faktor-faktor
pembatas untuk pengendalian dan pencegahan penularan penyakit.
2. Herpes Simplex
Penularan penyakit Herpes yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(HPV) serta faktor-faktor pembatas untuk pengendalian dan pencegahan
penularan penyakit.
3. Sifilis
Penularan penyakit Sifilis serta faktor-faktor resiko untuk pencegahan
penularan penyakit.
4. Chlamidya trachomatis
Penularan penyakit Chlamydia trachomatis serta faktor-faktor pembatas
untuk pengendalian dan pencegahan penularan penyakit

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 2


C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran penyakit menular terkait faktor sosial seperti jengger
ayam, Herpes simplex, sifilis, dan Chlamydia trachomatis.
2. Tujuan khusus
a. Jengger Ayam
1) Mengetahui pengertian penyakit jengger ayam (kondiloma
akuminata).
2) Mengetahui cara penularan penyakit jengger ayam.
3) Mengetahui faktor pembatas jengger ayam.
4) Mengetahui faktor resiko penyakit jengger ayam.
5) Mengetahui cara pengendalian penyakit jengger ayam.
6) Mengetahui cara pencegahan penyakit jengger ayam.
7) Mengetahui penyelidikan epidemiologi penyakit jengger ayam.
b. Herpes simplex
1) Mengetahui pengertian penyakit Herpes simplex.
2) Mengetahui cara penularan penyakit Herpes simplex.
3) Mengetahui faktor pembatas Herpes simplex.
4) Mengetahui faktor resiko penyakit Herpes simplex.
5) Mengetahui cara pengendalian penyakit Herpes simplex.
6) Mengetahui cara pencegahan penyakit Herpes simplex.
7) Mengetahui penyelidikan epidemiologi penyakit Herpes simplex.
c. Sifilis
1) Untuk mengetahui Pengertian
2) Untuk mengetahui Cara penularan
3) Untuk mengetahui Etiologi
4) Untuk mengetahui Patogenesis
5) Untuk mengetahui Faktor Pembatas
6) Untuk mengetahui Faktor Risiko Penyakit
7) Untuk mengetahui Cara Pengendalian
8) Untuk mengetahui Pencegahan
9) Untuk mengetahui Penyelidikan Epidemiologi

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 3


d. Chlamydia trachomatis
1) Mengetahui pengertian penyakit Chlamydia trachomatis
2) Mengetahui cara penularan penyakit Chlamydia trachomatis
3) Mengetahui faktor pembatas Chlamydia trachomatis
4) Mengetahui faktor resiko penyakit Chlamydia trachomatis
5) Mengetahui cara pengendalian penyakit Chlamydia trachomatis
6) Mengetahui cara pencegahan penyakit Chlamydia trachomatis
7) Mengetahui penyelidikan epidemiologi penyakit Chlamydia
trachomatis
D. Manfaat
1. Menambah wawasan peneliti dan pembaca mengenai penyakit jengger
ayam (kondiloma akuminata), Herpes simplex, sifilis, dan Chlamydia
trachomatis.
2. Sebagai sarana pengembangan ilmu yang telah diperoleh.
3. Dapat mengetahui faktor pembatas dan faktor resiko sehingga dapat
melakukan pengendalian & pencegahan penyakit jengger ayam (kondiloma
akuminata), Herpes simplex, sifilis, dan Chlamydia trachomatis.

BAB II

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 4


PEMBAHASAN
A. Jengger Ayam
1. Pengertian
Penyakit Kondiloma akuminata atau Jengger ayam adalah kelainan
kulit berbentuk vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot dan
disebabkan oleh virus DNA golongan Papovavirus yaitu Human Papilloma
Virus (HPV) tipe 6 dan 11 menimbulkan lesi dengan pertumbuhan (jengger
ayam). Menurut Zubier (2003) pada pasien jengger ayam terjadi kelainan
berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa.
Masa inkubasi penyakit jengger ayam berlangsung antara 1-8 bulan
(rata-rata 2-3 bulan). HPV (Human Papilloma Virus) masuk ke dalam tubuh
melalui mikrolesi pada kulit, sehingga sering timbul di daerah yang mudah
mengalami trauma pada saat hubungan seksual. Pada pria, tempat yang
sering terkena adalah glans penis, sulkus koronarius, frenulum dan batang
penis, sedang pada wanita adalah fourchette posterior, vestibulum, dll. Pada
wanita yang banyak mengeluarkan fluor albus atau wanita yang hamil
pertumbuhan penyakit lebih cepat.

Gambar 1 Gambar 2
Jengger ayam pada pria Jengger ayam pada wanita
Gejala klinis penyakit Jengger ayam antara lain:
a. Terdapat papul atau tumor (benjolan), dapat soliter (tunggal) atau
multipel (banyak) dengan permukaan yang verukous atau mirip jengger
ayam.
b. Terkadang penderita mengeluh nyeri. Jika timbul infeksi sekunder
berwarna kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau
tidak sedap.

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 5


c. Umumnya di daerah lipatan yang lembab pada genitalia eksterna. Pada
pria, misalnya di: perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, gland
penis, muara uretra eksterna, prepusium, korpus dan pangkal penis. Pada
wanita, misalnya di: vulva dan sekitarnya, introitus vagina, labia mayor,
labia minor, terkadang pada porsio uteri.
d. Gatal atau rasa tidak nyaman di daerah genital
e. Perdarahan saat bersetubuh
2. Cara Penularan
HPV menular melalui hubungan seks yang beresiko yaitu
melakukan hubungan dengan penderita atau karier penyakit Jengger Ayam.
Biasanya gejala timbul setelah 3 bulan kontak atau bahkan bertahun-tahun.
Tidak hanya tertular melalui pertukaran cairan tubuh tetapi juga
lewat penggunaan barang secara bersama (handuk, sprei, dll), sentuhan
langsung dengan daerah kulit yang terinfeksi yang tidak dilindungi oleh
kondom, melalui oral seks serta kurangnya kesadaran untuk menjaga
kebersihan tubuh (terutama daerah sekitar organ kelamin).
3. Faktor Pembatas
- Mengatur keseimbangan PH di daerah alat kelamin
- Kebersihan alat kelamin: menjaga kelembaban daerah kelamin, rutin
mengganti celana dalam.
- Menghindari hubungan seks beresiko dengan penderita.
- Vaksin quadrivalent
4. Faktor Risiko
a. Faktor endogen (faktor bawaan) yaitu memiliki kelenjar keringat lebih
banyak pada daerah organ vital sehingga akan lebih basah dan lembab.
Keadaan daerah kelamin yang lembab dan basah menjadikan banyak
virus dan bakteri berkembang dengan baik di daerah tersebut.

b. Usia
Usia 17-33 tahun adalah prevalensi terbesar, dengan insidensi
meningkat pada orang yang berusia 20-24 tahun. Pada usia produktif

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 6


maka secara aktif melakukan hubungan seksual, terlebih jika sering
berganti-ganti pasangan.
c. Jenis kelamin
Perempuan dan laki-laki sama-sama beresiko terhadap penyakit jengger
ayam. Namun pada perempuan lebih beresiko terjadi infeksi lain.
d. Stress psikologis
Stress psikologis menyebabkan seseorang menjadi sulit tidur sehingga
menyebabkan daya tahan tubuh menurun. Saat daya tahan tubuh turun
maka seseorang akan lebih mudah terserang penyakit.
e. Perilaku
Orang yang paling rentan terinfeksi virus HPV antara lain melakukan
hubungan seksual tanpa pengaman dengan berganti ganti pasangan,
memiliki penyakit kelamin lain, memiliki pasangan seksual yang
terinfeksi baik anda ketahui maupun tidak, aktif secara seksual pada usia
muda. Perilaku kurang memelihara kebersihan diri juga menjadi salah
satu faktor resiko penyakit Jengger ayam, seperti tidak membersihkan
daerah kelamin, hingga penggunaan air kotor.
f. Lingkungan
Lingkungan masyarakat dimana masyarakat memiliki gaya hidup yang
bebas, termasuk seks bebas merupakan faktor resiko paling tinggi dalam
penularan penyakit Jengger ayam.
5. Cara Pengendalian
Tidak ada cara yang mudah untuk mengetahui apakah seseorang
terinfeksi HPV. Orang yang tidak menunjukkan tanda ataugejala infeksi
HPV pun tetap dapat menularkan infeksinya (sebagai karier).
Penyakit ini berisiko dialami oleh pria dan wanita yang sudah aktif
melakuka hubungan seks. Meski sudah menjalani vaksinasi, wanita yang
aktif secara seksual sabaiknya melakukan pap smear secara rutin.
Pemeriksaan ini efektif untuk mendeteksi adanya sel abnormal akibat HPV,
misalnya pada kanker stadium awal. Makin awal diketahui maka kanker
makin mudah pula disembuhkan.

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 7


Pada penderita hendaknya menghindari berhubungan seksual, dan
menggunakan kondom agar tidak menular pada orang lain.
Penyakit jengger ayam juga bisa diobati dengan bahan kimia (tincture
pedofilin) yang diteteskan pada daerah yang terinfeksi. Bisa juga
menggunakan proses elektrokauterisasi yaitu dialiri dengan tegangan listrik,
tentunya tidak membahayakan si pasien.
Penderita Penyakit Jengger Ayam juga sangat dianjurkan agar mencuci
pakaian, handuk dan sprei dalam secara terpisah, dan sebelum dicuci
rendam sekitar 5 menit pakai air panas.
6. Cara Pencegahan
Penyakit jengger ayam bisa dicegah dengan melakukan vaksinasi.
Penyuntikan vaksin sebanyak tiga kali mampu melindungi seseorang dari
serangan HPV penyebab kanker dan penyakit jengger ayam. Sebaiknya
vaksinasi dilakukan oleh gadis yang belum pernah melakukan hubungan seks.
Sementara pada pria, vaksin bisa diberikan saat berusia 9 -15 tahun. Perlu
tidaknya pemberian vaksin pada pria berusia lebih dari 15 tahun masih dalam
tahap studi lebih lanjut.
Untuk mencegah infeksi penyakit kelamin jengger ayam atau penyakit
infeksi virus lainnya adalah dengan menjaga kesehatan tubuh antara lain
menerapkan pola hidup sehat dan seimbang seperti:
a. Menghindari stress
b. Olahraga cukup
c. Menghindari paparan polusi
d. Mengkonsumsi makanan bergizi
e. Istirahat cukup
f. Melakukan seks hanya dengan istri
g. Vaksinasi
h. Penggunaan kondom
i. Tes pap smear minimal 1 tahun sekali
7. Penyelidikan Epidemiologi
a. Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan.

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 8


Apakah peristiwa itu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah itu.
Suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah itu
terkena penyakit Jengger ayam. Dan membandingkan dengan insiden
penyakit pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.
b. Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor
waktu, tempat dan orang.
Kapan penderita mulai merasa gejala-gejala (waktu), dimana mereka
mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender, Umur,
imunisasi, dll).
c. Pemeriksaan daerah kelamin penderita atau sekret.
Pemeriksaan dengan mengambil sampel dan di uji di laboratorium.
Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasien positif menderita
penyakit Jengger ayam.
d. Wawancara dengan penderita
Bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit
Jengger ayam, seperti perilaku kebersihan, vaksinasi, perilaku seks sebelum
terkena penyakit itu, apakah berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit.
e. Wawancara dengan orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik
waktu/tempat terjadinya penyakit Jengger ayam, tetapi mereka tidak sakit
atau dapat terkontrol atau mempunyai imunitas yang tinggi. Hal ini
bertujuan untuk melakukan pencegahan seperti apa yang akan dilakukan.
f. Pemeriksaan lingkungan sekitar
Bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan sekitar yang
dapat mengakibatkan berkembangnya virus penyebab penyakit Jengger
ayam. Seperti pemeriksaan suhu dan kelembaban lingkungan.
g. Melakukan hipotesa (dugaan sementara) atas data yang didapatkan.
Hipotesis itu dapat menerangkan pola penyakit Jengger ayam yang sesuai
dengan sifat penyakit, sumber infeksi , cara penularan serta faktor yang
berperan.
h. Melakukan tindakan penanggulangan

B. Herpes Simplex

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 9


1. Pengertian
Herpes simpleks adalah infeksi yang disebabkan Herpes Simplex
Virus (HSV) tipe 1 dan 2, meliputi herpesorolabialis dan herpes genitalis.
Penularan virus paling sering terjadi melalui kontak langsung denganlesi
atau sekret genital/oral dari individu yang terinfeksi.
Di antara kedua tipe herpes simpleks, herpesgenitalis merupakan
salah satu infeksi menular seksual yang perlu mendapat perhatian karena
sifat penyakitnya yang sukar disembuhkan dan sering rekuren, transmisi
virus dari pasien asimtomatik, pengaruhnya terhadap kehamilan/janin
dalam kandungan dan pasien imunokompromais, dampak psikologis, serta
kemungkinan timbulnya resistensi virus.
Herpes simplex virus (HSV) tergolong anggota virus herpes yang
primer menimbulkan penyakit pada manusia. Herpes simplex virus tipe 1
(HSV-1) dan HSV-2 termasuk sub family alphaherpesvirinae dengan ciri-
ciri spektrum sel pejamu bervariasi, siklus replikasi yang relatifcepat,
mudahnya infeksi menyebar di biakan sel, menimbulkan kerusakan sel yang
cepat, dan kemampuan menimbulkan infeksi laten khususnya pada ganglion
sensorik.

Gambar 3 Herpes Simplex


2. Cara Penularan
Infeksi terjadi melalui inokulasi virus pada permukaan mukosa yang
rentan.Virus akan melekat pada sel epitel kemudian masuk dengan cara
meleburkan diri di dalam membran. Sekali di dalam sel, terjadi replikasi
yang menghasilkan lebih banyak virion yang menyebabkan kematian sel.
Virus juga memasuki ujung saraf sensorik. Virion kemudian ditransportasi
ke inti sel neuron di ganglia sensorik.Virion dalam neuron yang terinfeksi

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 10


akan bereplikasi menghasilkan progeni atau virus akan memasuki keadaan
laten tak bereplikasi. Neuron yang terinfeksi akan mengirim balik virus
progeni ke lokasi kulit tempat dilepaskannya virion sebelumnya dan
menginfeksi sel epitel yang berdekatan dengan ujung saraf, sehingga terjadi
penyebaran virus dan jejas sel.
Infeksi oleh HSV-1 dan HSV-2 akan menginduksi glikoprotein yang
berhubungan pada permukaan sel-sel yang terinfeksi.Setelah terjadi
infeksi,sistem imunitas humoral dan selular akan terangsang oleh
glikoprotein antigenik untuk menghasilkan respon imun. Respon imun
dapat membatasi replikasi virus sehingga infeksi akut dapat membaik.
Respon ini tidak dapat mengeliminasi infeksi laten yang menetap dalam
ganglia seumur hidup pejamu. Latensi semata tidak menimbulkan penyakit,
namun infeksi laten dapat mengalami reaktivasi sehingga menghasilkan
virion yang bila dilepas dari ujung saraf dapat menginfeksi sel epitel di
dekatnya untuk menghasilkan lesi kulit rekurens atau pelepasan virus
asimtomatik.Reaktivasi HSV-1sering terjadi dari ganglion trigeminus,
sedangkan HSV-2 dari ganglion sakralis.
Kontak dengan virus HSV 1 pada saliva dari carrier mungkin cara
yang paling penting dalam penyebaran penyakit ini. Infeksi dapat terjadi
melalui perantaraan petugas pelayanan kesehatan (seperti dokter gigi) yaitu
dari pasien HSV mengakibatkan lesi herpes bernanah (herpetic whitlow).
Penularan HSV2 biasanya melalui hubungan seksual. Kedua tipe baik tipe
1 dan tipe 2 mungkin ditularkan keberbagai lokasi dalam tubuh melalui
kontak oral-genital, oral-anal, atau anal-genital. Penularan kepada neonatas
biasanya terjadi melalui jalan lahiryang terinfeksi, jarang terjadi
didalamuterus atau postpartum.

3. Faktor Pembatas
a. Relatif tidak stabil pada suhu kamar

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 11


b. Dapat dirusakkan dengan perebusan, alkohol, dan pelarut lipid seperti
eter atau kloroform
4. Faktor Resiko Penyakit
a. Umur
Melakukan hubungan seksual pertama pada usia dini beresiko tinggi
tekena herpes simpleks
b. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi miskin beresiko herpes simpleks karena orang
yang berekonomi rendh cenderung kekurangan informasi dan
pengetahuan mengenai herpes simpleks
c. Jenis Kelamin
Wanita lebih rentan terhadap infeksi HSV – 2 karena herpes lebih
mudah ditularkan dari pria ke wanita dibandingkan dari wanita ke pria.
Sekitar 1 dari 4 wanita, dibandingkan dengan 1 dari 8 laki – laki
memiliki herpes genital.
d. Pasangan seks
Berganti – ganti pasangan seksual akan lebih mudah terkena herpes
simpleks
e. Sistem kekebalan tubuh
Orang dengan sistem kekebalan tubuh berkompromi , terutama pasien
dengan HIV , berada pada risiko yang sangat tinggi untuk HSV - 2 .
Pasien-pasien ini juga berisiko komplikasi yang lebih parah dari herpes
. Pasien immunocompromised lainnya termasuk mereka yang memakai
obat yang menekan sistem kekebalan tubuh dan pasien transplantasi .
5. Cara Pengendalian
a. Laporan kepada Instansi kesehatan setempat; laporan resmi penderita
dewasa biasanya tidak diwajibkan, tetapi beberapa negara bagian
mengharuskan laporan untuk herpes genital, kelas 5; infeksi neonatal
di beberapa negara bagian wajib dilaporkan, kelas 3 B (lihat pelaporan
tentang penyakit menular).
b. Isolasi: Lakukan isolasi kontakterhadap infeksi neonatal dan terhadap
lesi yang menyebar atau lesi primer yang berat; untuk lesi yang

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 12


berulang, perlu dilakukan kewaspadaan terhadap discharge dn sekret.
Pasien dengan lesi herpetic dilarang berhubungan dengan bayi baru
lahir, anak-anak dengan eksimatau anak dengan luka bakar atau pasien
dengan immunosuppresed.
c. Penyelidikan kontak dan sumber infeksi: Jarang dilakukan karena tidak
praktis.
d. Pengobatan spesifik: Gejala akut dari herpetic keratitisdan stadium
awal dendritic ulcersdiobati dengan trifluridinatau adenine arabisonide
(vidarabine, via-A® atauAra-A®) dalambentuk ophthalmic
ointmentatau solution. Corticosteroid jangan digunakan untuk herpes
mata kecuali dilakukan oleh seorang ahli mata yang sangat
berpengalaman. Acyclovir IV sangat bermanfaat untuk mengobati
herpes simpleks encephalitistetapi mungkin tidak dapat mencegah
terjadinya gejala sisa neurologis. Acyclovir (zovirax®) digunakan
secara oral, intravena atau topical untuk mengurangi menyebarnya
virus, mengurangi rasa sakit dan mempercepat waktu penyembuhan
pada infeksi genital primer dan infeksi herpes berulang, rectal herpes
dan herpeticwhitrow (lesi pada sudut mulut bernanah). Preparat oral
paling nyaman digunakan dan mungkin sangat bermanfaat bagi pasien
dengan infeksi ekstensif berulang. Namun, telah dilaporkan adanya
mutasi strain virus herpes yangresosten terhadap acyclovir.
Valacyclovirdan famciclovir baru-baru ini diberi lisensi untuk beredar
sebagai pasangan acyclovir dengan efikasi yang sama. Pemberian
profilaksis harian obat tersebut dapat menurunkan frekuensi infeksi
HSV berulang pada orang dewasa. Infeksi neonatal seharusnya diobati
dengan acyclovirintravena.
6. Pencegahan
a. Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat dan tentang
kebersihan perorangan yang bertujuan untuk mengurangi perpindahan
bahan-bahan infeksius.
b. Mencegah kontaminasi kulit dengan penderita eksim melalui bahan-
bahan infeksius.

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 13


c. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan pada saat
berhubungan langsung dengan lesi yang berpotensi untuk menular.
d. Disarankan untuk melakukan operasi Cesar sebelumketuban pecahpada
ibu dengan infeksi herpes genital primer yang terjadi padakehamilan
trimesterakhir, karena risiko yang tinggi terjadinyainfeksi neonatal (30-
50%). Penggunaan elektrida pada kepala merupakan kontra indikasi.
Risiko dari infeksi neonatal yang fatal setelahinfeksi berulang lebih
rendah (3-5%) danoperasi Cesar disarankan hanya jika terjadi lesiaktif
pada saat persalinan.
e. Menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan seksual
mengurangi risiko infeksi; belumada anti virus yang dapat digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi primer meskipun acyclovir mungkin
dapat digunakan untuk pencegahan untuk menurunkan insidensi
kekambuhan, dan untuk mencegah infeksi herpes pada pasien dengan
defisiensi imunitas.
7. Penyelidikan Epidemiologi
Sebelum terjadi wabah ataupun KLB, peran epidemiologi sangat
penting. Di sini epidemiologi berperan dalam menyelediki penyebab atau
etiologi penyakit Herpes. Dilakukan berbagai penelitian tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi frekuensi penularan penyakit tersebut dalam
suatu daerah populasi agar penularan tersebut dapat dihindari ke daerah
yang lebih luas. Dengan mengetahui semua faktor dan penyebab penyakit
tersebut, hal yang pertama dilakukan adalah penanggulangan sumber
pathogennya dengan menyingkirkan sumber kontaminasi. Menghindarkan
orang dari paparan, menginaktivasi pathogen dan mengisolasi atau
mengobati orang yang terinfeksi. Setelah itu dengan memutuskan rantai
penularan dengan cara memutus sumber lingkungan, penanggulangan
transmisi faktor dan meningkatkan sanitasi perorangan. Pencegaan
penularan dengan memberi immunisasi kepada orang-orang yang retan dan
dengan memberi pengetahuan dengan berkomunikasi tentang mencegah
tertularnya penyakit tersebut kepada masyarakat atau populasi.
Triad Epidemiologi Herpes Simpleks :

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 14


a. Agent
Herpes Genitalis disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 dan
tipe 2. HSV berukuran 90-150 nm, mengandung inti asam nukleat
DNA yang diselubungi protein coat atau capsid yang bersama sama
disebut nucleocapsid diselubungi lagi oleh kapsul lipoprotein yang
disebut envelope, yang berasal dari virus serta membrane sel hospes.
Genom-genom HSV-1 mirip dengan HSV-2 dalam pengaturan dan
tampilan substansi yang homolog
b. Host
Sedangkan Infeksi HSV-1 lazim pada anak-anak dan infeksi HSV-2
pada adolesen dan dewasa muda. Herpes genital juga dapat
ditularkan dari Ibu hamil yang menderita herpes genital ke
janin / bayi baru lahir
c. Environment
HSV-1 umumnya ditemukan pada daerah oral pada masa
kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi sosial ekonomi terbelakang.
Kebiasaan, orientasi seksual dan gender mempengaruhi HSV-2.
HSV-2prevalensinya lebih rendah dibanding HSV-1 dan lebih
sering ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena kontak
seksual. virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi kembali
sehingga terjadilah lagi rekuren, pada saat itu di dalam hospes sudah
ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala tidak
seberat infeksi primer. Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus
yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan, kelelahan,
makanan yang merangsang, dan alkohol.

C. Sifilis
1. Pengertian
Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi
Treponema pallidum, menular melalui hubungan seksual atau secara

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 15


transmisi vertikal. Sifilis bersifat kronik, sistemik dan menyerang hampir
semua alat tubuh, berhasil menemukan penyebab sifilis yaitu Treponema
pallidum.Organisme ini termasuk dalam ordo Spirochaetales, family
Spirochaetaceae dan genus Treponema dengan tingkat virulensi yang tinggi
Treponema pallidum berbentuk spiral yang teratur rapat dengan jumlah
lekukansebanyak 8 – 24. Panjangnya berkisar 6 – 15 μm dengan lebar 0,15
μm. Apabiladifiksasi, Treponema pallidum terlihat seperti gelombang
dengan panjang gelombangsebesar 1,1μm dan amplitudo 0,2 – 0,3 mm.
2. Cara penularan
Cara penularan sifilis adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak
dengan eksud. Sifilis tiat infeksius dari lesi awal kulit dan selaput lendir
pada saat melakukan hubungan seksual dengan penderita sifilis.Lesi bisa
terlihat jelas ataupun tidak terlihat jelas.Pemajanan hampir seluruhnya
terjadi karena hubungan seksual.Penularan karena mencium atau pada saat
menimang bayi dengan sifilis konginetal jarang sekali terjadi.Infeksi
transplasental terjadi pada saat janin berada dalam kandungan ibu menderita
sifilis.
Transfusi melalui darah donor bisa terjadi jika donor menderita sifilis
pada stadium awal.Penularan melalui barang-barang yang tercemar secara
teoritis bisa terjadi namun kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah
terjadi.Petugas kesehatan pernah dilaporkan mengalami lesi primer pada
tangan mereka setelah melakukan pemeriksaan penderita sifilis dengan lesi
infeksius (James Chin, 2006).
3. Etiologi
Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang merupakan
spesies Treponema dari famili Spirochaetaceae, ordo
Spirochaetales.Treponema pallidum berbentuk spiral, negatif-Gram dengan
panjang rata-rata 11 μm (antara 6-20 μm) dengan diameter antara 0,09 –
0,18 μm. Treponema pallidum mempunyai titik ujung terakhir dengan 3
aksial fibril yang keluar dari bagian ujung lapisan bawah.Treponema dapat
bergerak berotasi cepat, fleksi sel dan maju seperti gerakan pembuka tutup
botol (Hutapea, 2009)

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 16


4. Patogenesis
Manusia merupakan hospes alami satu-satunya bagi Treponema
pallidum, dan infeksi terjadi melalui kontak seksual. Organisme ini
menembus mukosa atau masuk melalui kulit yang mempunyai luka kecil.
Setelah berada di dalam hospes, organisme tersebut akan memperbanyak
diri.
Treponema pallidum segera memasuki aliran darah dan pembuluh limfe
dan menyebar ke jaringan lain. Jaringan yang menjadi sasaran meliputi
kelenjar limfe, kulit, selaput mukosa, hati, limpa, ginjal, jantung, tulang,
mata, selaput otak, dan susunan syaraf pusat. Pada wanita, lesi awl biasanya
terdapat pada labia, dinding vagina, atau pada serviks. Pada pria, lesi awal
terdapat pada batang penis atau glans penis. Lesi primer dapat pula terjadi
pada bibir, lidah, tonsil, atau daerah kulit lainnya.
Setelah menembus aliran darah secara specifik Treponema pallidum
menambatkan diri pada sejumlah besar jaringan. Selain menambatkan diri,
Treponema pallidum memiliki sedikitnya 3 faktor virulensi yang secara
parsial menetralkan respons imun. Zat glikosaminoglikan yang serupa
dengan asam hialuronat bekerja sebagai faktor antikomplemen. Polisakarida
berantai lurus panjang ini melapisi seluruh permukaan luar organisme. Zat
tersebut mengganggu daya bunuh bakteri Treponema pallidum melalui jalur
komplemen klasik(tergantung antibodi). Disamping itu Treponema
pallidum membawa asam sialat pada permukaannya, yang dapat
memperlambat aktivasi dan pembunuhan melalui jalur komplemen
alternative(tidak tergantung antibodi). Treponema pallidum tampaknya
memiliki suatu jalur siklooksigenase yang utuh dan mampu membentuk
prostaglandin E2-nya sendiri dan mampu menghambat pemrosesan imun
dini dengan cara merangsang kegiatan supresor dari makrofag.
5. Faktor Pembatas
Sampai saat ini, T. pallidum tidak dapat tumbuh secara invitro,
meskipun dipelihara selama 4-7 hari pada suhu 250C pada medium
anaerobik yang mengandung albumin, natrium bikarbonat, piruvat sistein,
dan ultrafiltrat serum bovin. Dengan teknik kultur jaringan yang sangat

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 17


khusus dan penurunan tekanan oksigen, bakteri ini dapat memperbanyak
diri beberapa generasi pada kultur jaringan primer sel epitel kelinci. Dalam
sistem ini, virulensinya terpelihara, tetapi bakteri tidak dapat dikultur
kembali. Strain virulen (contohnya, strain Nochols) dipropagasi melalui
inokulasi intratestikuler kelinci.
T. pallidum bersifat mikroaerofilik dan dapat bertahan hidup untuk
waktu yang lebih lama pada tekanan oksigen 3%-5%. Memperlihatkan,
adanya ambilan oksigen dan sistem transport elektron. Ambilan oksigen
bergantung pada glukosa, dan oksidasi piruvat hanya terjadi jika terdapat
oksigen. Kuman berkembang biak dengan cara pembelahan melintang.
Waktu pembelahan kuman ini kirakira30 jam. (Josodiwondo, S. 1994).
6. Faktor Risiko Penyakit
Faktor Resiko sifilis :
a. Paling sering terjadi pada golongan usia muda umur 20 – 29 tahun
b. Orang yang melakukan kontak langsung dengan infeksius awal lesi awal
kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual dengan
penderita sifilis.
c. Dapat diturunkan oleh ibu penderita pada anak yang dikandungnya
d. Bergonta ganti pasangan seksual
e. Tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual
f. Melalui barang perantara yang sedah dipakai oleh penderita seperti
pakaian dalam, handuk dan sebagainya.
7. Cara Pengendalian
Prinsip umum pengendalian Sifilis adalah bertujuan untuk memutus
rantai penularan infeksi sifilis dan mencegah berkembangnya Sifilis dan
komplikasinya. Tujuan tersebut dapat dicapai bila ada penyatuan semua
sumber daya dan dana untuk kegiatan pengendalian Sifilis. Upaya tersebut
meliputi:
a. Upaya promotif
1) Pendidikan seks yang tepat untuk mengikis ketidaktahuan tentang
seksualitas dan Sifilis.

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 18


2) Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama untuk
tidak berhubungan seks selain pasangannya.
3) Menjaga keharmonisan hubungan suami istri tidak menyeleweng
untuk meningkatkan ketahanan keluarga.
b. Upaya preventif
1) Hindari hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan atau
dengan pekerja seks komersial (WTS)
2) Bila merasa terkena IMS, hindari melakukan hubungan seksual.
3) Bila tidak terhindarkan, untuk mencegah penularan pergunakan
kondom.
4) Memberikan penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada kelompok
risiko tinggi.
5) Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap partner seksual penderita
Sifilis.
c. Upaya kuratif
1) Peningkatan kemampuan diagnosis dan pengobatan Sifilis yang
tepat.
2) Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan
efektif baik simtomatik maupun asimtomatik.
d. Upaya rehabilitatif
Memberikan perlakuan yang wajar terhadap penderita Sifilis, tidak
mengucilkannya, terutama oleh keluarga dan partnernya, untuk
mendukung kesembuhannya.
8. Pencegahan
Cara paling pasti untuk menghindari penularan penyakit menular
seksual, termasuk sifilis, adalah untuk menjauhkan diri dari kontak seksual
atau berada dalam hubungan jangka panjang yang saling monogami dengan
pasangan yang telah diuji dan diketahui tidak terinfeksi.Menghindari
penggunaan alkohol dan obat juga dapat membantu mencegah penularan
sifilis karena kegiatan ini dapat menyebabkan perilaku seksual berisiko.
Adalah penting bahwa pasangan seks berbicara satu sama lain tentang status
HIV mereka dan sejarah PMS lainnya sehingga tindakan pencegahan

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 19


dapatdiambil. Dalam Guidelines pengobatan CDC (2010) salah satu cara
yang dilakukan untuk upaya pencegahan dan pengobatan adalah melalui
suatuprogram yang disebut “Management of Sex Partners” atau dikenal
dengan istilah “Manajemen Mitra Seks”. Penularan Treponema
pallidumdiperkirakan terjadi hanya ketika lesi sifilis mukokutan yang hadir.
Meskipun manifestasi tersebut jarang terjadi setelah tahun pertama infeksi,
orang yang terkena seksual kepada pasien yang memiliki sifilis pada setiap
tahap harus dievaluasi klinis dan serologis dan diobati dengan rejimen yang
disarankan, sesuai dengan rekomendasi berikut:
- Orang yang terpapar dalam waktu 90 hari sebelum diagnosis primer,
sifilis laten sekunder,atau awal pasangan seks mungkin terinfeksi
bahkan jika seronegatif, karena itu, orang tersebut harus dianggap
sebagai suspect.
- Orang yang terkena lebih dari 90 hari sebelum diagnosis primer,
sekunder sifilis laten, atau pagi-pasangan seks harus diperlakukan
sebagai suspect apabila hasil tes serologis tidak tersedia segera dan
kesempatan untuk tindak lanjut tidak pasti.
- Sebagai informasi bagi mitra dan pengobatan terhadap suspect atau
dugaan dari pasangan seks yang diduga memiliki risiko, pasien dengan
sifilis yang tidak diketahui statusnya dan dengan disertai uji serologi
nontreponemal dengan titer yang tinggi (yaitu diatas titer 1:32) dapat
diasumsikan memiliki sifilis awal. Namun demikian untuk tujuan
menentukan rejimen pengobatan, titer serologi hendaknya tidak boleh
digunakan untuk membedakan sifilis awal dari sifilis laten melainkan
membutuhkan uji serologis lain yaitu pemeriksaan antibody treponemal.
- Pasangan seks jangka panjang dari pasien dengan sifilis laten harus
dievaluasi secara klinis dan serologis dan segera untuk diobati
berdasarkan temuan evaluasi.
- Pasangan seksual dari pasien yang terinfeksi harus dipertimbangkan
telah memiliki risiko dan segera diberikan pengobatan jika mereka
memiliki kontak seksual dengan pasien dalam waktu 3 bulan plus durasi

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 20


gejala untuk pasien yang didiagnosis dengan sifilis sprimer, durasi 6
bulan plus gejala bagi mereka dengan sifilis sekunder.
Menurut Direktorat Jenderal PPM & PL (Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan) Departemen Kesehatan RI, tindakan
pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa tindakan, seperti:
1) Mendidik masyarakat untuk menjaga kesehatan dan hubungan seks
yang sehat, pentingnya menunda usia aktivitas hubungan seksual,
perkawinan monogami, dan mengurangi jumlah pasangan seksual.
2) Melindungi masyarakat dari IMS dengan mencegah dan mengendalikan
IMS pada para pekerja seks komersial dan pelanggan mereka dengan
melakukan penyuluhan mengenai bahaya IMS, menghindari hubungan
seksual dengan berganti-ganti pasangan, tindakan profilaksis dan
terutama mengajarkan cara penggunaan kondom yang tepat dan
konsisten.
3) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk diagnosa dini dan
pengobatan dini terhadap IMS. Jelaskan tentang manfaat fasilitas ini dan
tentang gejala-gejala IMS dan cara-cara penyebarannya.
9. Penyelidikan Epidemiologi (5W+1H)
Penyelidikan epidemiologi sifilis dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Pengumpulan data mortalitas dan morbiditas penduduk akibat sifilis
b. Pemeriksaaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan diagnosis sifilis
oleh pelayanan kesehatan
c. Pengamatan terhadap penduduk, pemeriksaan terhadap makhluk hidup,
dan benda-benda yang ada di suatu wilayah yang diduga mengandung
penyebab penyakit sifilis.
D. Chlamydia trachomatis
1. Pengertian
Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat
berkembang biak didalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam
koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI). Chlamydia
membelah secara benary fision dalam badan intrasitoplasma. C.trachomatis

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 21


berbeda dari kebanyakkan bakteri karena berkembang mengikuti suatu
siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk yang berbeda yaitu berupa
Badan Inisial. Badan Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan
Inisial.Badan elementer ukurannya lebih kecil (± 300 nm) terletak
ekstraselular danmerupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan
retikulat lebih besar (± 1 um) terletak intraselular dan tidak infeksius.
Klamydia trakomatis adalah satu dari 4 spesies (termasuk klamidia
puerorum, klamidia psittaci, dan klamidia pneumonia) dalam genus
Klamidia. Klamidia trakomatis dapat dibedakan dalam 18 serovars (variasi
serologis). Serovar A, B, Ba dan C dihubungkan dengan trakoma (penyakit
mata yang serius yang dapat menyebabkan kebutaan), serovars D-K
dihubungkan dengan infeksi saluran genital, dan L1- L2 dihubungkan
dengan penyakit Limfogranula venereum (LGV).

Gambar 4 Chlamydia trachomatis

Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intaseluler yang menginfeksi


urethra dan serviks. Serviks adalah tempat yang paling sering terinfeksi
dengan Klamidia trakomatis. Klamidia bukan merupakan penyebab
vaginitis, tetapi dapat mengerosi daerah serviks, sehingga dapat
menyebabkan keluarnya cairan mukopurulen. Cairan ini mungkin dianggap
pasien berasal dari vagina. Neonatus yang lahir dari wanita yang terinfeksi
dengan Klamidia memiliki risiko untuk terjadinya inclusion conjungtivit is
saat persalinan. 25 sampai dengan 50% dari bayi yang terpapar akan

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 22


terkena konjungtivitis pada 2 minggu pertama setelah lahir, dan 10 sampai
dengan 20 % akan berlanjut ke pneumonia dalam 3 - 4 bulan setelah lahir
jika tidak diobati dengan segera. Infeksi Klamidia pada awal kehamilan
telah dihubungkan dengan terjadinya persalinan prematur, ketuban pecah
dini. Meningkatnya angka kejadian late-onset endometritis yang terjadi
setelah persalinan pervaginamdan infeksi panggul yang berat setelah
operasi sesar dapat terjadi ketika infeksi Klamidia di diagnosis pada
pemeriksaan prenatal awal.Pada wanita yang tidak hamil dapat
menyebabkan mukopurulen servisitis, endometitis, salpingitis akut,
infertilitas, daa kehamilan ektopik. Faktor risiko untuk infeksi klamidia
pada wanita ha mil adalah usia dibawah 25 tahun, riwayat penyakit menular
seksual,pa rtner seks multipel, dan partner seksual yang baru dalam 3 bulan
terakhir.

Gambar 5 Infeksi Chlamydia trachomatis pada jaringan serviks dan


tuba

Perempuan Laki-laki
Duh vagina yang abnormal Duh urethra
Penyakit radang panggul Epidimyo-orchitis pada individu
seksual aktif
Nyeri perut bawah pada individu Reactive arthritis pada individu
seksual aktif seksual aktif
Reactive arthritis pada individu -
seksual aktif

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 23


Servisitis (yang mungkin dapat Uretritis
berdarah saat infeksi)
Tabel 1 Gejala klinis penyakit Chlamydia trachomatis
2. Cara penularan
Transmisi dapat terjadi melalui kontak seksual langsung melalui oral,
vaginal, servikal melalui uretra maupun anus. Bakteri ini dapat menyebar
dari lokasi awalnya dan menyebabkan infeksi uterus, tuba fallopii, ovarium,
rongga abdomen dan kelenjar pada daerah vulva pada wanita dan testis pada
pria. Bayi baru lahir melalui persalinan normal dariibu yang terinfeksi
memiliki risiko yang tinggi untuk menderita konjungtivitis Clamydia atau
pneumonia, melalui hubungan seksual yang tidak aman (tanpa
menggunakan kondom) dan ganti-ganti pasangan.
Infeksi klamidia trakomatis biasanya menular melalui aktifitas seksual
dan dapat menular secara vertikal, yang kemudian menyebabkan
konjungtivitis dan pneumonia pada bayi baru lahir. Jika tidak diobati,
penyakit kelamin ini dapat berkembang menjadi epididimitis pada pria dan
penyakit infeksi saluran genit al bagian atas pada wanita. Klam idia
menginfeksi sel epitel kolumnar, yang menyebabkan wanita usia remaja
memiliki risiko infeksi karena squamocolumnar junction pada ektoserviks
sampai dengan usia dewasa. Pria yang terinfeksi memiliki kemungkinan
untuk menularkan sekitar 25% melalui hubungan seksual ke wanita yang
sehat. Angka penularan dari ibu yang terinfeksi ke bayi baru lahir adalah
50% yang mengakibatkan konjungtivitis atau pneumonia ( l0 - 20%).
3. Faktor Pembatas

a. Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat


berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan membentuk
semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI)
b. Pendinginan atau melakukan kultur pada suhu -20°C akan
mengakibatkan penghancuran antigen chlamydia trachomatis
c. Metabolisme Chlamydia trachomatis dihambat oleh Sel McCoy yang
diberi cycloheximid
4. Faktor Risiko Penyakit
a. Umur

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 24


Faktor risiko untuk terjadinya infeksi Chlamidia trakomatis pada wanita
seksual aktif termasuk usia muda (usia 15- 24 tahun). Melakukan
hubungan seksual pada usia muda akan sangat berisiko untuk terkena
penyakit ini.
b. Jenis kelamin
Penyakit ini sebenarnya bisa menyerang pria maupun wanita, namun
tingkat kejadiannya lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Hal
ini, bisa dihubungkan dengan semakin merebaknya wanita yang menjadi
PSK sehingga akan berdampak pada penularan penyakit ini kepada
orang lain.
c. Perilaku
Gaya hidup bebas sehingga tidak mengindahkan perilaku seks.Memiliki
lebih dari 1 partner seksual dan adanya partner seks yang baru.Padahal,
bisa jadi partner seks tersebut telah mengidap penyakit Chlamydia
trachomatis tersebut. Hal ini benar-benar akan menimbulkan risiko pada
pasangan seksnya.Selain itu, perilaku sering tidak memakai kondom
ketika melakukan hubungan seks memiliki faktor yang lebih besar untuk
menimbulkan penyakit Chlamydia trachomatis.
d. Lingkungan
Keadaan keluarga yang padat, merupakan faktor risiko penyakit
yang sangat signifikan. Keadaan demikian mempermudah penularan
infeksi sekret dari penderita.
5. Cara Pengendalian
Pengendalian penyakit Chlamydia trachomatis yaitu melalui :
a. Isolasi tindakan kewaspadaan universal yang diterapkan untuk pasien
rumah sakit. Pemberian terapi antibiotika yang tepat menjamin
discharge tidak infektif.Dalam masalah ini,penderita sebaiknya
menghindari hubungan seksual hingga kasus indeks,penderita atau
pasangannya telah selesai diberi pengobatan yang lengkap.
b. Disinfeksi serentak yaitu dengan pembuangan benda-benda
terkontaminasi dengan discharge uretra dan vagina yang harus
ditangani dengan seksama

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 25


c. Investigasi kontak dan sumber infeksi dengan pengobatan profilaktik
diberikan terhadap pasangan seks lain dari penderita, dan pengobatan
yang sama diberikan kepada pasangan tetap. Bayi yang dilahirkan dari
ibu yang terinfeksi dan belum mendapat pengobatan sistemik, foto
thorax perlu diambil pada usia 3 minggu dan diulang lagi sesudah 12 –
18 minggu
d. Pengobatan spesifik yaitu dengan Doksisiklin (PO), 100 mg 2 kali sehari
selama 7 hari atau tetrasiklin (PO) 500 mg, 4 x/hari selama 7 hari.
Eritromisin adalah obat alternatif dan obat pilihan bagi bayi baru lahir
dan untuk wanita hamil atau yang diduga hamil. Azitrom isin (PO) 1 g
dosis tunggal sehari juga efektif.
6. Cara Pencegahan
a. Tidak melakukan hubungan seksual bberganti-ganti pasangan
(abstinensia)
b. Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal,anal dan oral dengan
orang yang terinfeksi
c. Menggunakan kondom lateks pada pria secara konsisten dan benar, akan
sangat efektif dalam mengurangi penularan infeksi menular seksual
d. Selalu menjaga kebersihan alat kelamin.
e. Pemeriksaan skrining prenatal pada remaja putri yang aktif secara
seksual harus dilakukan secara rutin. Pemeriksaan perlu juga dilakukan
terhadap wanita dewasa usia dibawah 25 tahun, terhadap mereka yang
mempunyai pasangan baru atau terhadap mereka yang mempunyai
beberapa pasangan seksual dan atau yang tidak konsisten menggunakan
alat kontrasepsi. Tes terbaru untuk infeksi trachomatis dapat digunakan
untuk memeriksa remaja dan pria dewasa muda dengan spesimen urin.
7. Penyelidikan Epidemiologi
a. Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan.
Apakah peristiwa itu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah
itu.Suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah itu
terkena penyakit Chlamydia trachomatis.Dan membandingkan dengan
insiden penyakit pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 26


b. Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor
waktu, tempat dan orang.
Kapan penderita mulai merasa gejala-gejala(waktu), dimana mereka
mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender,
Umur, imunisasi, dll).
c. Pemeriksaan daerah kelamin penderita atau sekret.
Pemeriksaan dengan mengambil sampel dan diuji di laboratorium.
Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasien positif
menderita penyakit Chlamydia trachomatis
d. Wawancara dengan penderita
Bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya
penyakit Chlamydia trachomatis, seperti perilaku kebersihan, vaksinasi,
perilaku seks sebelum terkena penyakit itu, apakah berpengaruh
terhadap terjangkitnya penyakit.
e. Wawancara dengan orang yang mempunyai pengalaman yang sama
baik waktu/tempat terjadinya penyakit Chlamydia trachomatis, tetapi
mereka tidak sakit atau dapat terkontrol atau mempunyai imunitas yang
tinggi. Hal ini bertujuan untuk melakukan pencegahan seperti apa yang
akan dilakukan.
f. Pemeriksaan lingkungan sekitar
Bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan sekitar
yang dapat mengakibatkan berkembangnya bakteri penyebab
penyakitChlamydia trachomatis,seperti pemeriksaan suhu dan
kelembaban lingkungan.
Melakukan hipotesa (dugaan sementara) atas data yang didapatkan.
Hipotesis itu dapat menerangkan pola penyakit Chlamydia
trachomatisyang sesuai dengan sifat penyakit, sumber infeksi, cara
penularan serta faktor yang berperan.
g. Melakukan tindakan penanggulangan

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 27


BAB III
SIMPULAN

A. Jengger Ayam
1. Jengger ayam adalah kelainan kulit berbentuk vegetasi bertangkai dengan
permukaan berjonjot dan disebabkan oleh virus DNA golongan Papovavirus
yaitu Human Papilloma Virus (HPV) tipe 6 dan 11.
2. HPV menular melalui hubungan seks beresiko (melakukan hubungan
dengan penderita atau karier penyakit jengger ayam), penggunaan barang
secara bersama, sentuhan langsung dengan daerah kulit yang terinfeksi,
melalui oral seks serta kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan
organ kelamin.

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 28


3. Pencegahan penyakit jengger ayam dapat dilakukan dengan vaksinasi
sebelum melakukan hubungan seks, menjaga kesehatan tubuh antara lain
menerapkan pola hidup sehat dan seimbang.

B. Herpes simplex
1. Herpes simpleks adalah infeksi yang disebabkan Herpes Simplex Virus
(HSV) tipe 1 dan 2, meliputi Herpes orolabialis dan Herpes genitalis.
2. Penularan penyakit melalui kontak oral-genital, oral-anal, atau anal-
genital. Penularan neonatus biasanya terjadi melalui jalan lahir yang
terinfeksi, jarang terjadi di dalam uterus atau postpartum.
3. Pencegahan dapat dilakukan melalui penyuluhan oleh petugas kesehatan
tentang kebersihan perorangan, menggunakan sarung tangan pada saat
berhubungan langsung dengan lesi yang berpotensi untuk menular,
melakukan operasi cesar sebelum ketuban pecah pada ibu dengan infeksi
herpes genital primer yang terjadi pada kehamilan trimester akhir,
menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan seksual untuk
mengurangi risiko infeksi.
4. Faktor pembatas dari agen penyakit Herpes simplex yaitu Relatif tidak
stabil pada suhu kamar, Dapat dirusakkan dengan perebusan, alkohol, dan
pelarut lipid seperti eter atau kloroform.

C. Sifilis
1. Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi
Treponema pallidum, menular melalui hubungan seksual atau secara
transmisi vertikal. Sifilis bersifat kronik, sistemik dan menyerang
hampir semua alat tubuh.

2. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan infeksius awal


lesi awal kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual
dengan penderita sifilis, bergonta ganti pasangan seksual, tidak
menggunakan kondom saat berhubungan seksual, melalui barang

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 29


perantara yang sedah dipakai oleh penderita seperti pakaian dalam,
handuk dan sebagainya.

3. Cara paling pasti untuk menghindari penularan penyakit menular


seksual, termasuk sifilis, adalah untuk menjauhkan diri dari kontak
seksual atau berada dalam hubungan jangka panjang yang saling
monogami dengan pasangan yang telah diuji dan diketahui tidak
terinfeksi.
4. Faktor pembatas untuk agen penyakit ini adalah T. pallidum tidak dapat
tumbuh secara invitro, meskipun dipelihara selama 4-7 hari pada suhu
250C pada medium anaerobik yang mengandung albumin, natrium
bikarbonat, piruvat sistein, dan ultrafiltrat serum bovin.

D. Chlamydia trachomatis
1. Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intraseluler yang
menginfeksi uretra dan serviks.
2. Transmisi penularan dapat terjadi melalui kontak seksual langsung
melalui oral, vaginal, servikal melalui uretra maupun anus.
3. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara tidak bergonta-ganti pasangan
dalam melakukan hubungan seksual, tidak melakukan hubungan seksual
dengan orang yang terinfeksi, selalu menjaga kebersihan alat kelamin,
dan melakukan pemeriksaan skrining prenatal pada wanita dan pria yang
aktif secara seksual.
4. Factor pembatas dari Chlamydia trachomatis yaitu Chlamydia hanya
dapat berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan membentuk
semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi,
pendinginan atau melakukan kultur pada suhu - 20°C akan
mengakibatkan penghancuran antigen chlamydia trachomatis,
metabolisme Chlamydia trachomatis dihambat oleh Sel McCoy yang
diberi cycloheximid.

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 30


DAFTAR PUSTAKA
Bagian obstetri dan ginekologi FK UNPAD. 1997. Ginekologi. Elstar Offset.
Bandung.
Dalil SF, Maksa WIB, Zubier F, Judanarso J, editor. 2005. Infeksi menular seksual.
Jakarta: Fakultas kedokteran UI.
Chin, James. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35348/5/Chapter%20l.pdf diakses
pada 19 Oktober 2013.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35135/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada tanggal 2 november 2013

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 31


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3488/1/fk-Nelva.pdf diakses pada
tanggal 2 november 2013
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND.../MIKRO.9.pdf diakses pada
tanggal 2 november 2013
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18893/3/Chapter%20II.pdf,
diakses pada 20 september 2013, pukul 19.00
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25720/4/Chapter%20II.pdf,
diakses pada 20 september 2013, pukul 19.30
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26065/4/Chapter%20II.pdf,
diakses pada 20 september 2013, pukul 19.45
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/19680509199403-
KUSNADI/BUKU_COMMON_TEXT_MIKROBIOLOGI,_Kusnadi,dkk/
MIKRO.9.pdf, diakses pada 12 november 2013, pukul 23.00
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab5-
wabah.pdf, diakses pada 12 november 2013, pukul 23.12
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/BUKU%20SBH.pdf, diakses pada 13
november 2013, pukul 7.06
http://health.nytimes.com/health/guides/disease/herpes-simplex/risk-factors.html,
diakses pada tanggal 02 November 2013
Hutapea NO, Tarigan J., 1992, Infeksi Chlamydia di antara Mitra Seksual:
Kumpulan Makalah Ilmiah Konas VII PERDOSKI, 171, Bukit Tinggi.
Malik SR, Amin S, Anwar AI. Gonore. In: Amiruddin MD, editor. 2004. Penyakit
Menular Seksual. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Manuaba, IGB. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta: EGC
Mitaart, Adolf. 2010. Infeksi Herpes Pada Pasien Imunokompeten. Manado : FK
Sam Ratulangi
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30237/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal
14 november 2013

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 32


MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT 33

Anda mungkin juga menyukai