A. Persalinan Kala I
1. Perubahan Uterus
Kontraksi Uterus
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda.
Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan
berlangsung. Bagian bawah relatif pasif dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini
berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah
uterus analog dengan ismus uterus yang melebar dan menipis pada perempuan yang
tidak hamin. Segmen bawah secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah
tua dan kemudian menipis sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen kedua
segmen dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi, sekali pun selaput ketuban belum
pecah. Segmen atas uterus cukup kencang atau keras, sedangkan konsistensi segmen
bawah uterus jauh kurang kencang. Segmen atas uterus merupakan bagian uterus
yang berkontraksi secara aktif, segmen bawah adalah bagian yang diregangkan,
normalnya jauh lebih pasif.
Seandainya seluruh dinding otot uterus, termasuk segmen bawah uterus dan
serviks, berkontraksi secara bersamaan dan dengan intensitas yang sama, maka gaya
dorong persalinan akan jelas menurun. Di sinilah letak pentingnya pembagian uterus
menjadi segmen atas yang aktif berkontraksi dan segmen bawah yang lebih pasif
yang berbeda bukan hanya secara anatomik melainkan juga secara fisiologik. Segmen
atas berkontraksi, mengalami retraksi dan mendorong janin keluar, sebagai respons
terhadap gaya dorong kontraksi segmen atas, sedangkan segmen bawah uterus dan
serviks akan semakin lunak berdilatasi dan dengan cara demikian membentuk suatu
saluran muskalar dan fibromuskular yang menipis sehingga janin dapat menonjol
keluar.
Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke
panjang aslinya setelah kontraksi, tetapi menjadi relatif menetap pada panjang yang
lebih pendek. Namun, tegangannya tetap sama seperti sebelum kontraksi. Bagian atas
uterus, atau segmen aktif, berkontraksi ke bawah meski pada saat isinya berkurang,
sehingga tegangan miometrium tetap konstan. Efek akhirnya adalah mengencangkan
yang kendur, dengan mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada isi
uterus. Sebagai konsekuensi retraksi, setiap kontraksi yang berikutnya mulai di
tempat yang ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga
uterus menjadi sedikit lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena
pemendekan serat otot yang terus-menerus pada setiap kontraksi, segmen atas
uterus yang aktif menjadi semakin menebal di sepanjang kala pertama dan kedua
persalinan dan menjadi tebal sekali tepat setelah perlahiran janin.
Fenomena retraksi segmen atas uterus bergantung pada berkurangnya volume
isi uterus terutama pada awal persalinan ketika seluruh uterus benar-benar
merupakan sebuah kantong tertutup dengan hanya sebuah lubang kecil pada ostium
serviks. Ini memungkinkan semakin banyak isi intrauterin mengisi segmen bawah, dan
segmen atas hanya beretraksi sejauh mengembangnya segmen bawah dan dilatasi
serviks.
Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tetapi
lebih merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang
pada setiap kontraksi segmen atas, dan sesudahnya tidak kembali ke panjang
sebelumnya tetapi relatif tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang,
namun tegangan pada dasarnya tetap sama seperti sebelumnya. Otot-otot masih
menunjukkan tonus, masih menahan regangan, dan masih berkontraksi sedikit pada
saat ada rangsangan. Ketika persalinan maju, pemanjangan berturut-turut serabut
otot di segmen bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa
milimeter pada bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen bawah
uterus dan bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya
ditandai oleh suatu lingkaran pada permukaan dalam uterus, yang disebut
sebagai cincin retraksi fisiologik. Jika permendekan segmen bawah uterus terlalu
tipis, seperti pada partus macet, cincin ini sangat menonjol, sehingga
membentukcincin retraksi patologik. Ini merupakan kondisi abnormal yang juga
disebut sebagaicincin Bandl. Adanya suatu gradien aktivitas fisiologik yang semakin
mengecil dari fundus sampai serviks dapat diketahui dari pengukuran bagian atas dan
bawah uterus pada persalinan normal.
Perkembangan retaksirin
Retaksirin adalah batas pinggir antara SAR dan SBR dalamkeadaan persalinan
normal tidak tampak dan akan kelihatan pada persalinan abnormal, karena kontraksi
uterus yang berlebihan, retraksiring akan tampak sebagai garis atau batas yang
menonjol diatas simpisis yang merupakan tanda dan ancaman ruptur uterus.
Penarikan serviks
Pada ahir kehamilan otot yang mengelilingi ostium uteri internum (OUI) ditarik
oleh SAR yanh menyebabkan serviks menjadi pendek dan menjadi bagian dari SBR.
Bentuk seviks menghilang karena kanalis servikalis membesar dan atas membentuk
ostium uteri eksterna(OUE) sebagai ujung dan bemntuk yang sempit.
Pendataran Serviks
Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari
panjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir
setipis kertas. Proses ini disebut sebagai pendataran ( effacement) dan terjadi dari
atas ke bawah. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas,
atau dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi os eksternum
untuk sementara tetap tidak berubah. Pinggiran os internum ditarik ke atas
beberapa sentimeter sampai menjadi bagian (baik secara anatomik maupun
fungsional) dari segmen bawah uterus. Pemendekan dapat dibandingkan dengan suatu
proses pembentukan terowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah tabung yang
sempit menjadi corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan lubang keluar
melingkar kecil. Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang
persiapan uterus untuk persalinan, pendaratan sempurna pada serviks yang lunak
kadangkala telah selesai sebelum persalinan aktif mulai. Pendataran menyebabkan
ekspulsi sumbat mukus ketika saluran serviks memendek.
Dilatasi Serviks
Jika dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks
merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi
kontraksi, struktur-struktur ini mengalami peregangan, yang dalam prosesnya serviks
mengalami tarikan sentrifugal. Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada
selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong amnion akan melabarkan saluran
serviks. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada bagian terbawah janin
terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama efektifnya. Selaput ketuban
yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks selama bagian terbawah janin
berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus.
Proses pendataran dan dilatasi serviks ini menyebabkan pembentukan kantong cairan
amnion di depan kepala, yang akan diuraikan secara rinci kemudian.
Friedman, dalam risalahnya tentang persalinan menyatakan bahwa “ciri-ciri
klinis kontraksi uterus yaitu frekuensi, intensitas dan durasi, tidak dapat diandalkan
sebagai ukuran kemajuan persalinan dan sebagai indeks normalitas persalinan. Selain
dilatasi serviks dan turunnya janin, tidak ada ciri klinis pada ibu melahirkan yang
tampaknya bermanfaat untuk menilai kemajuan persalinan”. Pola dilatasi serviks yang
terjadi selama berlangsungnya persalinan normal mempunyai bentuk kurva sigmoid.
Dua fase dilatasi serviks adalah fase laten dan fase aktif. Fase aktif dibagi lagi
menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimum dan fase deselerasi. Lamanya fase
laren lebih bervariasi dan rentan terhadap perubahan oleh faktor-faktor luar dan
oleh sedasi (pemanjangan fase laten). Lamanya fase laten kecil hubungannya dengan
perjalanan proses persalinan berikutnya, sementara ciri-ciri fase akselerasi biasanya
mempunyau nilai prediktif yang lebih besar terhadap hasil akhir persalinan tersebut.
Friedman menganggap fase landai maksimum sebagai “alat ukur yang baguis terhadap
efisiensi mesin ini secara keseluruhan”, sedangkan sifat fase deselerasi lebih
mencerminkan hubungan-hubungan fetopelvik. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase
aktif persalinan dihasilkan oleh retraksi serviks di sekeliling bagian terbawah janin.
Setelah dilatasi serviks lengkap, kala dua persalinan mulai, sedudah itu hanya
progresivitas turunnya bagian terbawah janin merupakan satu-satunya alat ukur yang
tersedia untuk menilai kemajuan persalinan.
3. Kardoivaskular
Pada setiap kotraksi, 400 ml darah di keluarkan dari uterus dan masuk
kedalam sistem vaskular ibu. Hal ini akan meningkatkan curah jantung sekitar 10%
sanpai 15% pada tahap pertama persalinan dan sekitar 30% sampai 50% pada tahap
kedua persalinan.
Sel darah putih meningkat, sering kali sampai 25.000/mm. Terjadi
beberapaperubahan pembuluh darah perifer, kemungkinan sebagai respon terhadap
dilatasi serviks atau kompresi pembuluh darah ibu oleh janin yang melalui jalan lahir.
6. Suhu
Sedikit meningkat selama persalinan,tertinggi selama dan segera setelah
melahirkan peningkatan suhu tubuh yang normal ialah peningkatan suhu yang tidak
lebih dari 0,5-1oC. Peningkatan suhu sedikit adalah normal. Namun, bila persalinan
berlangsung lebih lama, peningkatan suhu dapat mengindikasikan dehidrasi, dan
parameter lain harus dicek. Begitu pula pada kasus ketuban pecah dini, peningkatan
suhu dapat dan tidak dapat dianggap normal pada keadaan ini.
7. Pernafasan
Terjadi sedikit peningkatan laju pernafasan akibat dari peningkatan aktivitas
fisik dan peningkatanpemakaian oksigen namun masih dianggap normal.
Hiperventilasi yang lama dianggap tidak normal dan bisa menyebabkan alkalosis
respiratorik (pH meningkat). Hipoksia dan hipokapnea (karbondioksida menurun, pada
tahap kedua persalinan.
8. Metabolisme
Selama persalinan, baik metabolisme karbohidrat aerobic maupun anaerobic
akan naik secara perlahan. Kenaikan ini sebagian besar disebabkan karena oleh
kecemasan serta kegiatan otot kerangka tubuh.kegiatan, pernafasan,kardiak output
dan kehilangan cairan. Sedangkan kadar gula dalam darah menurun akibat proses
persalinan.
9. Ginjal
Poly uri sering terjadi selama persalinan, hal ini di sebabkan oleh kardiak
output yang meningkat, serta disebabkan karena filtrasi glomerulus serta aliran
plasma ke renal meningkat. Polyuri tidak begitu kelihatan dalam posisi terlentang,
yang mempunyai efek mengurangi aliran urin selama kehamilan. Kandung kencing harus
sering di control (setiap 2 jam) yang bertujuan agar tidak menghambat penurunan
bagian rendah janin & trauma pada kandung kemih serta menghindari retensi urin
setelah melahirkan. Protein dalam urin (+1) selama persalinan merupakan hal yang
wajar, tetepi proteinuri (+2) merupakan hal yang tidak wajar, keadaan ini lebih sering
pada ibu primapara, anemia, persalinan lama atau pada kasus pre-eklamsia.
10. Gastrointestinal
Kemampuan pergerakan gastric (motilitas lambung) serta penyerapan makanan
padat berkurang dan pengeluaran getah lambung juga berkurang sehingga akan
menyebabkan aktivitas pencernaan hampir berhenti selama persalinan dan
menyebabkan pengosongan lambung menjadi lambat sehingga terjadi konstipasi.
Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidak nyamanan, oleh karena itu ibu
dianjurkan tidak makan terlalu banyak dan minum berlebihan, tetapi makan dan minum
semaunya untuk mempertahankan energi dan hidrasi.
Wanita sering merasa mual dan memuntahkan makanan yang belum dicerna
sebelum bersalin. Mual dan sendawa juga terjadi sebagai respon refleks terhadapa
dilatasi serviks lengkap.
11. Hematologi
Hemoglobin akan meningkat 1,2 gr / 100 ml selama persalinan dan kembali
ketingkat pra persalinan pada hari pertama setelah persalinan apabila tidak terjadi
kehilangan darah selama persalinan, waktu koagulasi berkurang akan mendapat
tambahan plasma selama persalinan. Jumlah sel-sel darah putih meningkan secara
progressif selama kala 1 persalinan sebesar 5000 s/d 15000 WBC sampai dengan
akhir pembukaan lengkap, hal ini tidak berindikasi adanya infeksi. Setelah itu turun
lagi kembali keadaan semula gula darah akan turun selama persalinan dan akan turun
secara mencolok pada persalinan yang mengalami penyulit atau persalinan lama, hal ini
di sebabkan karena kegiatan uterus dan otot-otot kerangka tubuh. Penggunaan uji
laboratorium untuk penapisan ibu yang menderita diabetes militus akan memberi hasil
yang tidak tepat dan tidak dapat diandalkan
12. Show
Show adalah pengeluaran dari vagina yang terdiri dan sedikit lendir yang
bercampur darah,lendir ini berasal dan ekstruksi lendir yang menyumbat kanalis
servikalis sepajang kehamilan,sedangkan darah berasal dan desiduavera yang lepas.
B. Persalinan Kala II
a. Kontraksi, dorongan otot-otot dinding
Kontraksi uterus pada persalinan mempunyai sifat tersendiri. Kontraksi
menimbulkan nyeri, merupakan satu-satunya kontraksi normal muskulus. Kontraksi ini
dikendalikan oleh syaraf intrinsik, tidak disadari, tidak dapat diatur oleh ibu
bersalin, baik frekuensi maupun lama kontraksi (Sumarah, 2008).
Sifat khas :
a. Rasa sakit dari fundus merata ke seluruh uterus sampai berlanjut ke
punggung bawah.
b. Penyebab rasa nyeri belum diketahui secara pasti. Beberapa dugaan
penyebab antara lain :
Pada saat kontraksi terjadi kekurangan O2 pada miometrium.
Penekanan ganglion syarat di serviks dan uterus bagian bawah.
Peregangan serviks akibat dari pelebaran serviks.
Peregangan peritoneum sebagai organ yang menyelimuti uterus.
2. Uterus
Uterus terbentuk dari pertemuan duktus Muller kanan dan kiri digaris tengah
sehingga otot rahim terbentuk dari dua spiral yang saling beranyaman dan
membentuk sudut disebelah kanan dan kiri sehingga pembuluh darah dapet tertutup
dengan kuat saat terjadi kontraksi (Myles, 2009).
Terjadi perbedaan pada bagian uterus :
a. Segmen atas : bagian yang berkontraksi, bila dilakukan palpasi akan teraba
keras saat kontraksi.
b. Segmen bawah : terdiri atas uterus dan cerviks, merupakan daerah yang
teregang, bersifat pasif. Hal ini mengakibatkan pemendekan segmen bawah
uterus.
c. Batas antara segmen atas dan segmen bawah uterus membentuk lingkaran
cincin retraksi fisiologis. Pada keadaan kontraksi uterus inkoordinasi akan
membentuk cincin retraksi patologis yang dinamakan cincin bandl.
Perubahan bentuk :
Bentuk uterus menjadi oval yang disebabkan adanya pergerakan tubuh janin
yang semula membungkuk menjadi tegap, sehingga uterus bertambah panjang 5-10
cm.
C. Kala III
Kala III merupakan periode waktu dimana penyusutan volume rongga uterus
setelah kelahiran bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlengkapan plasenta. Oleh karena tempat perlengkapan menjadi kecil , sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta menjadi berlipat , menebal dan kemudian
lepas dari dinding uterus. Setelah lepas kemudian plsenta akan turun kebawah uterus
atau kedalam vagina,