Anda di halaman 1dari 14

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Didefinisikan sebagai perubahan signifikan pada pola atau volume darah
menstruasi, sebagai dampak dari siklus ovulasi yang terganggu (dengan tidak adanya patologi
atau penyakit medis). Perdarahan Uterus Abnormal dapat di tangani tanpa intervensi bedah
yaitu dengan terapi berdasarkan prinsip fisiologis yang baik. Pada dasarnya penanganan
perdarahan uterus abnormal ( PUA ) dikontrol secara alami, dan menggunakan aplikasi
farmakologis steroid seks untuk membalikan faktor jaringan abnormal yang mengarah
kealiran berlebih dan berkepanjangan yang khas dari siklus ovulasi yang terganggu.
Interval siklus rata-rata ialah 32,3 hari pada tahun reproduksi pertama dan
selanjutnya interval siklus mentruasi umumnya berkisar 21-45 hari. Lama menstruasi ialah 7
hari atau kurang dengan penggunaan tampon atau pembalut umumnya tiga sampai enam buah
perhari.

Ga
m bar
. 1

Karakteristik periode menstruasi

Perdarahan haid berat (heavy menstrual bleeding; HMB) serta perdarahan haid berat
dan memanjang (heavy and prolonged menstrual bleeding; HPMB) ialah istilah yang lebih
dipilih untuk perdarahan haid berlebihan; istilah ini lebih dapat dipahami oleh pasien.
Umumnya PUA pada remaja berhubungan dengan imaturitas aksis hipotalamus-pituitari-
ovarium dan perdarahan anovulatorik yang terjadi tidak disertai oleh kelainan anatomik atau
hormonal.
Investigasi dan manajemen PUA pada wanita umur reproduktif tidak hamil sering
membingungkan dan berdasarkan pada nomenklatur yang tidak konsisten sehingga perlu
diciptakan metode terstandarisasi untuk kategorisasi berbagai etiologi potensial. Federation of
International Gynecology and Obstetrics (FIGO) telah mengklasifikasikan etiologi PUA
menjadi 9 kategori utama yang disingkat menjadi PALM-COEIN: polyp, adenomyosis,
4

leimyoma, malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial,


iatrogenic, dan not yet classified.

Gambar 2. Sistem klasifikasi dasar PALM COIN

Berdasarkan klasifikasi dari FIGO, penyebab PUA tersering ialah koagulopati dan
disfungsi ovulatori. Penyebab anatomik HMB seperti polip atau malformasi vaskular jarang
terjadi pada remaja tetapi dapat dipertimbangkan pada kasus dimana terapi tidak memberikan
hasil memuaskan. Walaupun beberapa kelainan perdarahan dapat terlihat pada masa kanak-
kanak awal, HMB memungkinkan untuk menjadi gejala yang mengarah pada diagnosis
kelainan perdarahan. Penyakit Von Willebrand, defisiensi penyimpanan platelet dan kelainan
fungsi platelet lainnya, kelainan jaringan pengikat seperti Ehlers-Danlos syndrome (EDS),
trombositopenia, karier hemophilia, dan defisiensi faktor pembekuan dapat menyebabkan
HMB. Pada remaja dengan HMB, prevalensi penyakit von Willebrand dapat mencapai 36%
dan prevalensi disfungsi platelet 44%.
1. Polip (PUA-P) Definisi : Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik
bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar
endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium
Gejala :
Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA. Lesi
umumnya jinak, namun sebagian kevcil atipik atau ganas.
Diagnostik :
5

Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau histeroskopi, dengan
atau tanpa hasil histopatologi. Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan
stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium
2. Adenomiosis (PUA-A) Definisi : Dijumpai jaringan stroma dan kelenjar endometrium
ektopik pada lapisan miometrium
Gejala :
Nyeri haid, nyeri saat snggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air
besar, atau nyeri pelvik kronik Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan
perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik :
Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan endometrium pada hasil
histopatologi Adenomiosis dimasukkan ke dalam sistem klasifikasi berdasarkan
pemeriksaan MRI dan USG Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG
cukup untuk mendiagnosis adenomiosis Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium
heterotopik pada miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi
miometrium. Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma
endometrium ektopik pada jaringan miometrium.
3. Leiomioma (PUA-L) Definisi : Pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan
miometrium
Gejala :
Perdarahan uterus abnormal Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan
dinding abdomen
Diagnostik :
Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan penyebab tunggal
PUA Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni hubungan mioma
uteri denga endometrium dan serosa lokasi, ukuran, serta jumlkah mioma uteri. Berikut
adalah klasifikasi mioma uteri :
a. Primer : ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri
b. Sekunder : membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium (mioma uteri
submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya.
c. Tersier : Klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural dan subserosum.
4. Malignancy and hyperplasia (PUA-M) Definisi : Pertumbuhan hiperplastik atau
pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium.
6

Gejala : Perdarahan uterus abnormal


Diagnostik :
Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan merupakan
penyebab penting PUA Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem
klasifikasi FIGO dan WHO Diagnostik pasti ditegakkan berdarkan pemeriksaan
histopatologi.
5. Coagulopathy (PUA-C) Definisi : Gangguan hemostatis sistemik yang berdampak
terhadap perdarahan uterus
Gejala : Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik : Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatis sistemik yang
terkait dengan PUA
6. Ovulatory dysfunction (PUA-O) Definisi : Kegagalan ovulasi yang menyebabkan
terjadinya perdarahan uterus
Gejala : Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik : Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi
perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi Dahulu termasuk
dalam kriteria Perdarahan uterus disfungsional (PUD) Gejala bervariasi mulai dari
amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan haid banyak Gangguan
ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarioum polikistik, hiperprolaktenemia,
hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan.
7. Endometrial (PUA-E) Definisi : Gangguan hemostatis lokal endometrium yang memiliki
kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus.
Gejala : Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik : Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
teratur. Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis lokal
endometrium
8. Iatrogenik (PUA-I) Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progestin, AKDR. Perdarahan haid diluar jadwal yang
terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan
sela atau breakthrough bleeding. Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi
estrogen dalam sirkulasi yang disebabkan oleh sebagai berikut :
o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi
o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
7

o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti koagulan
(warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi
PUA-C
9. Not yet classified (PUA-N) Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang
jarang atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi Kelainan yang termasuk dalam kelompok
ini adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena Kelainan tersebut masih belum
jelas kaitannya dengan kejadian PUA.

2.2 Patogenesis
Patogenesis merupakan keseluruhan proses perkembangan penyakit atau patogen,
termasuk setiap tahap perkembangan, rantai kejadian yang menuju kepada terjadinya patogen
tersebut dan serangkaian perubahan struktur dan fungsi setiap komponen yang terlibat di
dalamnya, seperti sel, jaringan tubuh, organ, oleh stimulasi faktor-faktor eksternal seperti
faktor mikrobial, kimiawi dan fisis.

Disfungsi ovulatori dapat menyebabkan PUA dengan gejala gangguan pola dan
jumlah perdarahan yang pada beberapa kasus dapat menyebabkan HMB. Pada beberapa
negara kelainan ovulatori mencakup mayoritas kasus yang dahulu disebut dengan perdarahan
uterus disfungsional (dysfunctional uterine bleeding; DUB). Kelainan ovulasi dapat muncul
sebagai sebuah spektrum kelainan haid mulai dari amenore sampai spotting, sampai episode
HMB ekstrim yang memerlukan intervensi medis maupun operasi. Pada remaja, aksis
hipotalamuspituitari-ovarium memerlukan waktu untuk matang setelah menarke, yang dapat
menyebabkan anovulasi. Pada 2 tahun pertama setelah menarke 55-82% siklus bersifat
anovulatorik, dan pada tahun ke-4 dan ke-5 mengalami penurunan menjadi 20% siklus.
Diperkirakan 95% perdarahan uterus disfungsional pada remaja disebabkan oleh
anovulasi.Walaupun kebanyakan kelainan ovulatori tidak memiliki etiologi yang jelas,
banyak yang mempunyai dasar endokrinopati (contoh: sindrom polikistik ovari,
hipotirodisme, hiperprolaktinemia, stres mental, obesitas, anoreksia, penurunan berat badan
atau latihan ekstrim yang berhubungan dengan regimen latihan atletik). Pada beberapa kasus
kelainan ini dapat bersifat iatrogenik, disebabkan oleh steroid atau obat yang memengaruhi
metabolism dopamin seperti phenothiazine dan antidepresan trisiklik. Kelainan ovulatori
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya sering terjadi pada umur reproduksi ekstrim seperti
saat masa transisi remaja dan menopause.
8

Penyebab utama perdarahan uterus abnormal adalah ketidakseimbangan hormon


reproduksi. Perempuan yang sedang mengalami masa puber dan menopause mungkin
mengalami ketidakseimbangan hormon selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Hal ini
bisa menyebabkan perdarahan yang tidak teratur.

Respon pemberian dan penghentian hormon estrogen dan progesteron bukan satu-
satunya jenis perdarahan endometrium yang dipicu oleh adanya steroid seks dan efeknya
pada endometrium.

1. Perdarahan penghentian sementara hormone estrogen/estrogen breaktrought


bleeding
Lapisan endometrium menerima signal dari estrogen dengan kadar yang
berfluktuasi. Estrogen akan memicu proliferasi endometrium sehingga mencapai
ketebalan yang tidak normal dan sangat rapuh. Pertumbuhan endometrium yang tidak
normal ini mencakup epitel, stroma dan mikrovaskuler. Pertumbuhan lapisan
endometrium yang hanya dipicu oleh hormon estrogen saja tanpa adanya efek
progesteron, akan memicu pertumbuhan endometrium dengan kehilangan struktur
yang berfungsi untuk menunjang stroma untuk mempertahankan stabilitas lapisan
endometrium. Kapiler vena pada kondisi proliferasi endometrium yang persisten dan
hiperplasia endometrium, akan meningkat, berdilatasi dan seringkali terbentuk saluran
ireguler yang tidak normal dan rapuh sehingga mudah menyebabkan terjadinya
pendarahan.

Beberapa penelitian sebelumnya ternyata memperlihatkan, pendarahan sela


estrogen yang terjadi ternyata tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya densitas
pembuluh darah yang tidak normal, rapuh, rentan robekan. Tapi juga disebabkan oleh
karena adanya pelepasan enzym proteolitik lisosom dari sekitar sel epitel dan sel
stroma, dan juga adanya migrasi sel-sel leukosit dan makrofag. Sel-sel imun tersebut
selanjutnya memicu pelepasan prostaglandin, terutama PGE2 (vasodilatasi), yang
lebih dominan dibandingkan dengan PGF 2 (vasokontriksi). Pendarahan yang terjadi
pada pendarahan sela estrogen adalah pola pendarahan yang berbeda pada perempuan
dengan anovulasi kronik. Jumlah dan durasi pendarahan sela estrogen dapat
bervariasi, tergantung pada jumlah dan lamanya stimulasi estrogen tidak terlawan
(unopposed estrogen) terhadap lapisan endometrium. Paparan estrogen kronis dosis
rendah biasanya menyebabkan bercak/spotting intermiten yang umumnya ringan,
9

namun berlangsung lama. Sebaliknya, stimulasi estrogen dosis tinggi dalam jangka
waktu yang lama, menyebabkan amenore yang lama yang diselingi episode
pendarahan akut yang lamanya bervariasi.

Gambar 3. Patofisiologi pendarahan sela estrogen

2. Patofisiologi pendarahan lucut /withdrawal bleeding


Pendarahan menstruasi normal pada akhir dari siklus yang berovulasi terjadi akibat
turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron karena korpus luteum yang
mengalami degenerasi (estrogen-progesteron withdrawal). Mekanisme yang sama
dapat terjadi ketika korpus luteum diangkat pada tindakan bedah atau ketika terdapat
gangguan pada hormon gonadotropin di fase luteal. Kejadian pendarahan yang
mengikuti penghentian pemberian estrogen dan progestin pada terapi hormon
pascamenopause yang diberikan secara siklik dan pendarahan yang terjadi pada akhir
siklus PKK dapat pula dikategorikan sebagai pendarahan lucut.
a. Pendarahan lucut estrogen
Pendarahan yang disebabkan karena turunnya kadar hormon estrogen (estrogen
withdrawal), sebelum terjadi ovulasi (fase folikular). Salah satu contoh klinis
adalah pendarahan yang terjadi pasca tindakan ooforektomi bilateral pada fase
folikular. Pendarahan yang terjadi setelah pengangkatan indung telur dapat
diperlambat dengan pemberian estrogen eksogen. Akan tetapi pendarahan akan
tetap terjadi jika terapi estrogen dihentikan
10

b.Pendarahan lucut progesterone


Pendarahan lucut progesterone adalah pendarahan yang disebabkan penurunan
kadar hormon progesteron. Dapat terjadi pada saat pemberian progestogen
dihentikan. Pendarahan lucut progesteron umumnya hanya terjadi jika lapisan
endometrium sebelumnya terpapar dengan hormon estrogen baik yang berasal dari
endogen atau eksogen terlebih dahulu. Jumlah dan lamanya pendarahan dapat
sangat bervariasi dan umumnya berhubungan dengan kadar dan lamanya stimulasi
estrogen pada proliferasi endometrium.

2.3 Patofisiologi
Turunnya kadar hormone estrogen-progesteron akan menyebabkan pelepasan enzim
degradasi dilapisan endometrium, pelepasan enzim dari lisosom, pelepasan protease
dari infiltrasi sel-sel inflamasi dan aktifitas dari matriks metalloproteinase (MMP).
Pada saat kadar hormon estrogen dan progesteron turun sebelum haid, akan terjadi
destabilisasi dari membran isosom yang akan mengakibatkan keluarnya enzim enzim
dari lisosom. Enzim tersebut selanjutkan akan dilepaskan kedalam sitoplasma epitel,
stroma dan sel endotel dan selanjutnya ke dalam ruang interseluler. Enzyme proteulitik
ini akan mengakibatkan terjadinya penghancuran penghalang seluler, membran
permukaan dan desmosome (jembatan interseluler). Selanjutnya akan berefek pada sel
endotel pembuluh darah sehingga memicu terjadinya deposit trombosit pelepasan
prostaglandin, trombosit vaskuler, ektravasasi sel sel darah merah dan akhirnya memicu
terjadinya nekrosis jaringan.
Penurunan progesterone juga akan memicu respon inflamasi dilapisan
endometrium. Sel-sel inflamasi (netrofil, eosinophil, dan makrofag atau monosit) akan
bermigrasi di bawah panduan dari kemokin yang dihasilkan oleh sel-sel endometrium
pada saat teraktivasi, leukosit akan menghasilkan sejumlah meoluk-molekul
regulator,termasuk sitokin, kemokin dan enzim-enzim yang berkontribusi ntuk
mendegradasi matriks ekstraseluler. Penurunan progesterone menyebabkan
meningkatnya sekresi dan aktivasi dari enzim MMP, yang berakibat pada penghancuran
matriks ekstraseluler.
Proses degradasi progresif dari enzim di lapisan endometrium dapat menyebabkan
terganggunya system kapiler dibawah permukaan lapisan endometrium dan system
kapiler vena, yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan interstisial,
11

penghamcuran membran permukaan sehingga memungkin darah masuk ke rongga


endometrium. Pada akhirannya proses degenerasi dapat meluas ke dalam lapisan
funsional dimana terjadinya ruptur pada arteriole basal dapat semakin menambah
jumlah pendarahan
2.4 Gejala Klinis

Perdarahan rahim dapat terjadi setiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus-menerus atau banyak dan berulang. Pada siklus
ovulasi biasanya perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bisa diramalkan serta
seringkali disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada anovulasi merupakan kebalikannya.
Ansietas (kecemasan yang berlebihan) dan stres, penyakit kronis, nutrisi yang buruk, aktivitas
fisik berat dan adanya gangguan fungsi tiroid atau adrenalin (Wiknjosastro, 2010).

Pada pasien dengan keluhan perdarahan yang dinilai dalam batas normal, takikardia,
penampilan pucat, atau bunyi bising pada auskultasi jantung dan pemeriksaan hemoglobin
telah cukup untuk mendeteksi adanya anemia. Diperkirakan 95% perdarahan uterus
disfungsional pada remaja disebabkan oleh anovulasi. Walaupun kebanyakan kelainan
ovulatori tidak memiliki etiologi yang jelas, banyak yang mempunyai dasar endokrinopati
(contoh: sindrom polikistik ovari, hipotirodisme, hiperprolaktinemia, stres mental, obesitas,
anoreksia, penurunan berat badan atau latihan ekstrim yang berhubungan dengan regimen
latihan atletik). Jumlah wanita yang berpartisipasi dalam olahraga dan aktivitas fisik terus
meningkat. Walaupun olahraga memiliki banyak keuntungan, tetapi dapat menyebabkan
beberapa gangguan pada atlet perempuan apabila dilakukan secara berlebihan. Aktivitas fisik
berlebihan menyebabkan terjadinya disfungsi hipotalamus sehingga terjadi gangguan pada
sekresi Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) (Georgia Reproductive Specialist, 2007).

2.5 Penanganan Perdarahan Uterus Abnormal


1. Terapi Progestin
Sebagian besar wanita yang mengalami kegagalan ovulasi tidak dapat
mempertahankan fungsi atau jumlah korpus luteum dalam sistem reproduksinya. Tetapi
ini terjadi dengan peningkatan frekuensi pada masa remaja dan pada dekade sebelum
menopause. Presentasi klinis yang biasa adalah oligomenore dengan serangan perdarahan
12

hebat. Perempuan segera mencari saran medis karena penyimpangan menstruasi ini
menyarankan kehamilan yang tidak direncanakan atau patologi uterus. Dalam sebagian
besar situasi, terapi progestin akan cukup untuk mengendalikan kelainan begitu patologi
uterus disingkirkan.
Progesteron dan progestin adalah antiestrogen kuat ketika diberikan dalam dosis
farmakologis. Progestin menstimulasi 17b-hydroxysteroid dehydrogenase dan aktivitas
sulfotransferase, yang mengubah estradiol menjadi estron sulfat (yang dikeluarkan
dengan cepat dari sel). Progestin juga mengurangi efek estrogen pada sel target dengan
menghambat augmentasi reseptor estrogen yang biasanya menyertai aksi estrogen
(penghambatan pengisian reseptor). Selain itu, progestin menekan transkripsi onkogen
yang dimediasi estrogen. Pengaruh-pengaruh ini menjelaskan dampak antimitotik,
antigrowth progestin pada endometrium (pencegahan dan pembalikan hiperplasia,
pembatasan pertumbuhan postovulasi, dan atrofi yang ditandai selama kehamilan atau
sebagai respons terhadap kombinasi kontrasepsi oral).
Dalam pengobatan oligomenorea, perdarahan penarikan terbatas yang tertib dapat
dicapai dengan pemberian progestin seperti medroksiprogesteron asetat, 5–10 mg setiap
hari selama setidaknya 10 hari setiap bulan. Tidak adanya pendarahan yang diinduksi
membutuhkan pemeriksaan. Dalam pengobatan menometrorrhagia disfungsional atau
polymenorrhea, progestin diresepkan selama 10 hari hingga 2 minggu (untuk
menginduksi stabilisasi perubahan stroma prekidual) diikuti oleh aliran penarikan - yang
disebut "medis".
2. Terapi Kontrasepsi Oral
Pada wanita muda, perdarahan anovulasi digabungkan terapi progestin-estrogen digunakan
dalam bentuk kontrasepsi oral kombinasi. Tablet monofasik kombinasi oral dosis rendah
manapun bermanfaat. Terserah formulasi tersedia atau dipilih, terapi diberikan sebagai
satu pil dua kali sehari selama 5-7 hari. Terapi ini dipertahankan meskipun penghentian
aliran dalam 12-24 jam. Jika aliran tidak berkurang, kemungkinan diagnostik lainnya
(polip, abortus tidak lengkap, dan neoplasia) harus dievaluasi kembali.
Pada pasien yang tidak memerlukan kontrasepsi, di mana siklik estrogen-progestin
selama 3 bulan telah mengurangi jaringan endometrium ke ketinggian normal, kontrasepsi
oral dapat dihentikan dan estrogen endogen yang tidak dilawan diizinkan untuk
mengaktifkan kembali endometrium. Dengan tidak adanya menstruasi spontan,
kambuhnya keadaan anovulasi dicurigai, dan tindakan pencegahan dini progestin aktif
13

diberikan untuk melawan proliferasi endometrium. Setelah kehamilan dikesampingkan,


medroxyprogesterone acetate, 5-10 mg per hari setiap hari selama setidaknya 10 hari,
diberikan setiap bulan. Aliran masuk akal (aliran penarikan progestin) akan terjadi 2-7 hari
setelah pil terakhir. Dengan terapi ini, penumpukan endometrium berlebihan dihindari, dan
peningkatan risiko kanker endometrium dan kemungkinan kanker payudara dihindari. Jika
kontrasepsi yang diinginkan, penggunaan rutin kontrasepsi oral diperlukan dan juga akan
memiliki nilai profilaksis.
Depot-medroksiprogesteron asetat dalam dosis yang digunakan untuk kontrasepsi,
150 mg intramuskuler setiap 3 bulan, adalah pilihan yang berguna untuk pasien yang tidak
patuh. Pendarahan terobosan diobati dengan estrogen seperti yang dibahas di bawah ini.
3. Terapi Estrogen
Bercak vagina intermiten sering dikaitkan dengan stimulasi estrogen minimal. Dalam
keadaan ini efek menguntungkan dari pengobatan progestin tidak tercapai, karena ada
jaringan yang tidak cukup di mana progestin dapat mengerahkan tindakan.
Dalam keadaan ini, ketika perdarahan akut dan berat, terapi estrogen dosis tinggi
diterapkan dengan menggunakan estrogen terkonjugasi sebanyak 25 mg intravena
setiap 4 jam sampai mereda atau selama 24 jam. Mekanisme aksi untuk Estrogen diyakini
sebagai stimulus untuk pembekuan di tingkat kapiler.

Perawatan progestin (biasanya kontrasepsi oral) dimulai pada waktu yang


bersamaan. Dimana darah lebih sedikit, dosis oral estrogen yang lebih rendah (1,25 mg
estrogen terkonjugasi atau 2,0 mg estradiol setiap hari selama 7-10 hari) dapat diresepkan
pada awalnya. Pada pendarahan cukup berat terjadi, program oral yang lebih intensif dapat
digunakan, 1,25 mg estrogen terkonjugasi atau 2 mg estradiol setiap 4 jam selama 24 jam,
diikuti oleh tunggal dosis harian selama 7-10 hari. Semua terapi estrogen harus diikuti
oleh cakupan progestin.

Dengan tidak adanya estrogen endogen dan eksogen yang cukup, maka
endometrium menyusut oleh pseudoatrofi yang diinduksi secara farmakologis. Selain itu,
ia tersusun hampir secara eksklusif dari stroma dan pembuluh darah pseudodecidual
kelenjar minimal.

Cerita klinis yang biasa adalah pasien yang menggunakan kontrasepsi oral lama
yang, setelah mengalami penurunan yang nyata atau tidak adanya aliran penarikan di
bebas pil. Interval, mulai melihat perdarahan saat sedang minum obat. Estrogen
14

terkonjugasi, 1,25 mg, atau estradiol, 2,0 mg setiap hari selama 7 hari selama, dan
disamping itu,pemberian pil KB biasa efektif. Perawatan ini meremajakan endometrium
dan aliran intermenstrual berhenti.

Lain lagi sering ditemui Masalahnya adalah perdarahan progestin yang dialami
dengan pemberian depot kronis progestin (Depo-Provera). Terapi ini digunakan tidak
hanya untuk kontrasepsi, tetapi juga dalam pengobatan endometriosis dan pencegahan
menstruasi selama kemoterapi. Pada 75% penerima, terapi berkelanjutan tidak
berhubungan dengan perdarahan menstruasi yang tidak normal.

Ada kekhawatiran bahwa estrogen dosis tinggi bisa memicu peristiwa trombotik.
Lebih dari satu kontrasepsi oral per hari dan beberapa dosis oral atau intravena
Estrogen dalam periode 24 jam tentu harus dianggap sebagai dosis tinggi. Namun, tidak
ada data yang tersedia untuk memverifikasi atau mengukur risiko apa pun yang terkait
dengan ini
penggunaan terapi hormonal. Perawatan ini harus dipilih oleh dokter dan pasien setelah
mempertimbangkan pertimbangan risiko manfaat yang mengelilingi perdarahan uterus
masalah. Sebagai pertimbangan klinis dan praktik yang bijaksana, dosis yang lebih rendah
dapat digunakan pada pasien dengan gaya hidup atau riwayat medis yang konsisten
dengan peningkatan risiko komplikasi vaskular. Pada wanita dengan episode masa lalu
atau riwayat keluarga positif tromboemboli vena idiopatik, paparan estrogen dosis tinggi
harus dihindari.

4. Penggunaan Antiprostaglandin

Tampaknya ada sedikit keraguan bahwa prostaglandin (PG) memiliki tindakan penting
pada pembuluh darah endometrium dan, mungkin, pada hemostasis endometrium. Itu
konsentrasi PGE 2 dan PGF2a meningkat secara progresif dalam endometrium manusia
selama siklus menstruasi, dan inhibitor sintesis eikosanoid nonsteroid. mengurangi
kehilangan darah menstruasi mungkin dengan juga mengubah keseimbangan antara
tromboksan proagregasi trombosit proagregat trombosit A 2 (TXA2) dan antiaggregating
vasodilator prostacyclin (PGI 2) .

Pendarahan berlebihan pada wanita dengan menorrhagia dapat dikurangi sekitar 40-
50%. Dalam studi perbandingan pada wanita yang mengalami ovulasi dengan menorrhagia,
pengobatan selama menstruasi dengan prostaglandin synthetase inhibitor tidak lebih efektif
15

daripada progestin dosis tinggi suplementasi selama 7 hari sebelum menstruasi, tetapi kedua
perawatan itu efektif. Kadang-kadang, seorang wanita akan menunjukkan, untuk alasan yang
tidak diketahui, suatu respons anomali terhadap perawatan ini, dengan peningkatan
perdarahan menstruasi.

Sebuah studi spesimen bedah pasca operasi setelah pengobatan asam mefenamat
terungkap bukti vasokonstriksi dan peningkatan agregasi trombosit. Apa pun mekanisme
yang tepat, inhibitor prostaglandin sintetase mengurangi perdarahan menstruasi pada wanita
normal serta perdarahan sekunder untuk intrauterine perangkat (IUD) digunakan. Pendekatan
ini harus dianggap sebagai garis pertahanan pertama dengan tidak adanya patologi pada
wanita yang mengalami ovulasi tetapi mengalami pendarahan hebat. Sisi efeknya tidak biasa
karena pengobatan terbatas, biasanya dimulai dengan timbulnya perdarahan dan berlanjut
selama 3-4 hari. Perawatan ini juga akan meringankan yang lain gejala menstruasi molimina.

Pengobatan dengan IUD Progestin


Pengiriman agen progestasional langsung ke endometrium dengan cara lokal
dimungkinkan dengan perangkat intrauterin yang melepaskan progesteron atau
levonorgestrel. Dalam percobaan perbandingan dengan inhibitor prostaglandin synthase dan
agen antifibrinolitik,
IUD pelepas levonorgestrel mengungguli perawatan medis secara dramatis.
Pengurangan dalam aliran menstruasi mencapai 96% setelah 12 bulan, dan beberapa pasien
bahkan menjadi amenore. Sebagai perbandingan IUD pelepas levonorgestrel dengan ablasi
endometrium, respons simptomatik, dan kepuasan pasien relatif sebanding; sekitar 20%
pasien menjadi amenore dan 50% lainnya memiliki aliran menstruasi yang kurang dari
normal. Ini adalah pilihan yang menarik pada pasien dengan perdarahan yang tidak terobati
terkait dengan
penyakit kronis (seperti gagal ginjal). IUD yang melepaskan progestin juga merupakan
pilihan yang baik untuk wanita yang mengalami ovulasi normal yang mengalami perdarahan
menstruasi yang sangat berat.
5. Pengobatan dengan Agonis GnRH
Perawatan dengan agonis GnRH dapat mencapai pemulihan jangka pendek dari
masalah perdarahan, misalnya, pada pasien dengan gagal ginjal atau diskrasia darah. Pilihan
ini adalah bagus untuk pasien yang mengalami masalah perdarahan menstruasi setelah
transplantasi organ (terutama setelah transplantasi hati) dimana toksisitasnya obat
16

imunosupresif membuat penggunaan steroid seks kurang diinginkan. Namun, biaya dan efek
samping jangka panjang membuat ini menjadi pilihan yang tidak mungkin untuk kronis
terapi. Jika terapi agonis GnRH jangka panjang dipilih, setelah supresi gonad tercapai (2-4
minggu), kami merekomendasikan perawatan tambahan dengan terapi harian. Kombinasi
0,625 mg estrogen terkonjugasi atau 1,0 mg estradiol dan 2,5 mg medroksiprogesteron asetat
atau 0,35 mg norethindrone.
6. Perawatan dengan Desmopressin
Desmopresin asetat adalah analog sintetis dari arginin vasopresin. Telah digunakan untuk
mengobati perdarahan uterus abnormal pada pasien dengan gangguan koagulasi,
terutama pada pasien dengan penyakit von Willebrand. Dapat diberikan secara intranasal,
tetapi rute intravena (0,3 ug / kg diencerkan dalam 50 mL saline dan diberikan lebih dari 15-
30 menit) lebih efektif. Pengobatan diikuti oleh peningkatan yang cepat pada faktor koagulasi
VIII dan faktor von Willebrand, yang bertahan lama sekitar 6 jam. Perawatan ini harus
dianggap sebagai upaya terakhir untuk pasien terpilih dengan masalah koagulasi. Semprotan
hidung sangat efektif untuk pasien dengan penyakit von Willebrand tipe I.
7. Ablasi Endometrium
Perdarahan persisten meskipun pengobatannya memperparah dan mengkhawatirkan.
Histerektomi adalah pilihan yang tepat untuk beberapa pasien ini. Yang lain lebih suka
menghindari operasi besar, dan yang lain lagi memiliki kondisi yang membuat operasi besar
menjadi prosedur berisiko tinggi. Pasien dan dokter harus mempertimbangkan pilihan ablasi
endometrium histeroskopi.

Anda mungkin juga menyukai