Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR KELUARGA


1. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan orang yang mempunyai hubungan resmi, seperti
ikatan darah, adopsi, perkawinan atau perwalian, hubungan sosial
(hidup bersama) dan adanya hubungan psikologis (ikatan emosional),
berkumpul serta tinggal didalam suatu tempat dibawah satu atap dan
saling ketergantungan. (Hanson, 2001 dan Departemen Kesehatan RI,
1988 dalam Widagdo, 2016)

Keluarga menurut yaitu sekumpulan orang dihubungkan oleh


perkawinan, adopsi dan kelahiran bertujuan untuk menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan pekembangan
fisik, mental, emosional dan sosial dari individu ke individu yang ada
di dalamnya untuk mencapai tujuan bersama. (Friedman dalam Achjar,
2012)

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat terdiri dari kepala


keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
(Kemenkes RI dalam Achjar, 2012)

2. Tipe Keluarga
Menurut Widagdo, 2016 tipe keluarga terdiri dari tipe keluarga
tradisional dan non tradisional yaitu :
a. Tipe keluarga Tradisional terdiri atas beberapa tipe seperti :
1) The nuclear family (keluarga inti), yaitu keluarga yang terdiri
atas suami, istri dan anak, baik anak kandung maupun anak
angkat
2) The dyad family (keluarga dyad), suatu rumah tangga yang
terdiri atas suami istri dan tanpa anak
3) Single parent, yaitu keluarga terdiri atas satu orang tua dengan
anak (kandung atau angkat)
4) Single adult, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas satu
orang dewasa. Tipe ini bisa terjadi pada orang dewasa yang
tidak menikah atau belum mempunyai suami atau istri
5) Extended family, keluarga yang terdiri atas keluarga inti
ditambahkan keluarga lain seperti paman, bibi, kakek, nenek
dan sebagainya
6) Middle aged or elderly couple, orang tua yang tinggal sendiri
dirumah, karena anak-anak sudah membangun karir sendiri
atau sudah menikah.
7) Kin network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama
atau saling berdekatan dan menggunakan barang-barang
pelayanan seperti dapur atau kamar mandi yang sama.

b. Tipe keluarga Nontradisional terdiri atas :


1) Unmarried parent and child family, yaitu keluarga yang terdiri
atas orang tua dan anak dari hubungan tanpa menikah
2) Cohabitating couple, yaitu orang dewasa yang ikut bersama
diluar ikatan perkawinan
3) Gay and lesbian family, seseorang yang mempunyai persamaan
jenis kelamin tinggal dalam satu rumah sebagaimana pasangan
suami istri
4) The nonmarital heterosexual cohabiting family, keluarga yang
hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa pernikahan
5) Foster family, keluarga menerima anak yang tidak ada
hubungan keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat
orang tua anak teresebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga aslinya.
3. Fungsi Keluarga
menurut Friedman dalam Widagdo, 2016 fungsi keluarga ada lima
antara lain :
a. Fungsi afektif
Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan
kebutuhan psikososial anggota keluarga, dalam fungsi ini keluarga
akan dapat mencapai tujuan psikososial yan utama membentuk
sifat kemanusiaan dalam diri anggota keluarga
b. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur
hidup karna individu secara kontinyu mengubah perilaku mereka
sebagai respon terhadap situasi yang terpola secara sosial yang
mereka alami.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan. Perawatan
kesehatan dan praktik-praktik sehat yang mempengaruhi status
kesehatan anggota keluarga secara individual yaitu :
1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga
2) Kemampuan keluarga membuat keputusan yang tepat bagi
keluarga
3) Kemampuan keluarga dalam merawat keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan
4) Kemampuan keluarga dalam mempertahankan atau
menciptakan suasana rumah yang sehat
5) Kemampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas layanan
kesehatan

4. Tugas Keluarga dalam bidang Kesehatan


Menurut Freedman, 2010 tugas keluarga dalam bidang kesehatan
adalah:
a. Mampu mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya.
Perubahan sekecil apapun yang dialami oleh setiap anggota
keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung
jawab keluarga, apabila menyadari adanya perubahan segera
dicatat kapan terjadinya, dan perubahan apa yang terjadi.
b. Mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan tepat
bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga untuk
mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan
keluarganya, dari pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan
tindakan keluarga maka segera melaukan tindakan yang tepat
agar masalah kesehatan dapat dikurangi dan bahkan teratasi.
c. Mampu memberikan keperawatan anggota yang sakit atau
tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya
terlalu muda. Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila
keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan
pertolongan pertama atau ke pelayanan kesehatan untuk
memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah
tidak terjadi.
d. Mampu mempertahankan suasana di rumah yang
menguntungkan kesehatan anggota keluarga
e. Mampu mempertahankan hubungan timbal balik antara
keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas
kesehatan yang ada).
5. Peran dan Fungsi Perawat Keluarga
Peran dan fungsi perawat di keluarga menurut Widagdo, 2016 yaitu :
a. Pelaksana
Peran dan fungsi perawat sebagai pelaksana yaitu memberikan
pelayanan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan
mulai pengkajian sampai evaluasi. Pelayanan diberikan karena
adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan, pengetahuan,
serta kurangnya keamanan menuju kemampuan melaksanan
kegiatan sehari-hari secara mandiri. Kegiatan yang dilakukan
bersifat promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif
b. Pendidik
Peran dan fungsi perawat sebagai pendidik yaitu mengidentifikasi
kebutuhan menentukan tujuan, mengembangkan, merencanakan,
dan melaksanakan pendidikan kesehatan agar dapat berperilaku
sehat secara mandiri
c. Konselor
Peran dan fungsi perawat sebagai konselor yaitu memberikan
konseling atau bimbingan kepada individu atau keluarga dalam
mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang
lalu untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga
d. Kolaborator
Peran dan fungsi perawat sebagai kolaborator yaitu melaksanakan
kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dengan
penyelesaian masalah kesehatan di keluarga.
B. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS TIPE 2 (NIDDM)
1. Pengertian Diabetes Melitus Tipe 2
Menurut WHO, 2014 Diabetes tipe 2 biasanyan terjadi pada usia
dewasa usia 45 tahun, tetapi bisa pula timbul diatas usia 20 tahun.
Kejadian DM tipe 2 pada wnita lebih tinggi dari pada laki-laki, wanita
lebih beresiko mengidap diabetes melitus karena secara fisik wanita
memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar.
Sering kali diabetes tipe 2 di diagnosis beberapa tahun setelah onset,
yaitu setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidennya sekitar
90% dar penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan
akibat dari memburuknya faktor resiko kelebihan berat badan dan
kurangnya aktifitas fisik. (WHO, 2014)

Diabetes Melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependen Diabetes Melitus


(NIDDM) yaitu DM yang tidak tergantung pada insulin. DM tipe 2
terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi
insulin) atau akibat penurunan produksi insulin. Normalnya insulin
terikat oleh reseptor khusus pada permukaan sel dan mulai terjadi
rangkaian reaksi termasuk metabolisme glukosa. Pada diabetes tipe 2
reaksi dalam sel kurang efektif karena kurangnya insulin yang
berperan dalam menstimulasi glukosa masuk ke jaringan dan
pengaturan pelepasan glukosa dihati. Adanya insulin juga dapat
mencegah pemecahan lemak yang menghasilkan badan keton. DM tipe
2 banyak terjadi pada usia dewasa 45 tahun, karena berkembang
lambat dan terkadang tidak terdeteksi, tetapi jika gula darah tinggi baru
dapat dirasakan seperti kelemahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi,
proses penyembuhan luka yang lama, infeksi vagina, kelainan
penglihatan. (Tarwoto,dkk 2012)

Diabetes Melitus DM Tipe 2 merupakan Resistensi insulin pada otot


dan liver serta kegagalan sel beta pankreas. Selain otot, liver dan sel
beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),
gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak
(resistensi insulin), semua organ ikut berperan dalam menimbulkan
terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. (PERKENI,
2015)

2. Etiologi dan Faktor resiko Diabetes Melitus Tipe 2


Etiologi DM menurut Nanda, 2016 yaitu : DM tipe 2 Disebabkan oleh
kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor resiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2 : usia, obesitas,
riwayat dan keluarga

Penyebab penyakit ini belum diketahui secara lengkap dan


kemungkinan faktor penyebab dan faktor resiko penyakit DM Tipe 2
yaitu :
a. Usia diatas 45 tahun jarang DM tipe 2 terjadi pada usia muda
b. Obesitas, berat badan lebih dari 120% dari BBI (kira-kira terjadi
pada 90%)
c. Riwayat keluarga dengan DM tipe 2
d. Riwayat adanya gangguan toleransi glukosa (IGT) atau gangguan
glukosa puasa (IFG)
e. Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hiperlipidemia, kolesterol
atau trigkiserida lebih dari 150mg/dl
f. Riwayat gestasional DM atau riwayat melahirkan bayi diatas 4kg
g. Polycystic ovarium syndrome yang diakibatkan resistensi dari
insulin. Pada keadaan ini wanita tidak terjadi ovulasi (keluarnya sel
telur dari ovum), tidak terjadi menstruasi, tumbuhnya rambut
secara berlebihan, tidak bisa hamil. (Tarwoto, 2012)
3. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2
Proses terjadinya diabetes melitus dapat disebabkan oleh fakor
keturunan, pola hidup dan usia. Faktor-faktor ini dapat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan menyebabkan daya tahan tubuh
lemah. Hal ini mengakibatkan produksi insulin menurun. Dari
produksi insulin yang menurun maka mengakibatkan defisiensi insulin.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan glukagon menurun dan glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel (glukoneogenesis). Glukosa yang tidak
masuk kedalam sel dapat menyebabkan kondiri hiperglikemi yang
menyebabkan terjadinya glukosuria. Glukosuria menyebabkan
mekanisme filtrasi ginjal semakin berat sehingga ginjal
mengkompensasinya dengan proses diuresis osmotik (pengeluaran
cairan elektrolit yang berlebih). Selain itu, glukosa menarik cairan
yang bersifat poliuria, akibat lanjut dari poliuria biasanya
menyebabkan hidrasi cairan intra sel menurun dan membuat penderita
mengalami polidipsia akibatnya bisa mengalami kekurangan volume
cairan. Diuresis osmotik dapat pula menyebabkan peningkatan
konsentrasi darah sehingga dapat terjadi arterosklerosis yang
mengakibatkan terjadinya trombosis. Hal tersebut dapat menimbulkan
komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi
mikrovaskuler dapat terjadi pada saraf yang akan mengakibatkan
neuropati sehinggan menimbulkan perubahan persepsi sensori, retina
yang akan mengakibatkan retinopati diabetikum sehingga terjadi
gangguan penglihatan, serta ginjal yang mengakibatkan nefropati yang
bisa menyebabkan gagal ginjal. Komplikasi makrovaskuler dapat
terjadi pada jantung yang akan mengakibatkan infark miokard, serebral
menyebabkan terjadinya stroke sehingga terjadi ketidakberdayaan dan
ekstremitas yang menyebabkan terjadinya penurunan sirkulasi
sehingga memicu terjadinya luka dan akan mengakibatkan resiko
infeksi yang bila tidak ditangani akan menyebabkan terjadinya
ulkus/gangren. Glukagon yang menurun menyebabkan metabolisme
protein dan lemak terganggu. Metabolisme protein yang terganggu
dapat mnegakibatkan penurunan kadar albumin menurun. Menurunnya
kadar albumin menyebabkan asteenia (kelaparan sel) yang bisa
berdampak kelelahan dan terjadi polifagia, sedangkan metabolisme
lemak yang terganggu dapat menyebabkan ketonuria yang akan
mneyebabkan peningkatan pH sehingga penderita mengalami mual
dan muntah akan berdampak nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan pH dapat pula mengakibatkan asidosis yang
menyebabkan komplikasi berupa koma bahkan kematian. (Kemenkes,
2015)

4. Manifestasi klinis Diabetes Melitus Tipe 2


Manifestasi klinis DM tipe 2 menurut Tarwoto, 2012 :
a. Sering kencing/miksi atau meningkatnya frekuensi buang air kecil
(poliuria) adanya hiperglikemia menyebabkan sebagainya glukosa
dikeluarkan oleh ginjal bersama urin karena keterbatasan
kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan reabsorpsi dari tubulus
ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka diperlukan
banyak air, sehingga frekuensi miksi menjadi meningkat
b. Meningkatnya rasa haus (polidipsi)
banyaknya miksi menyebabkan tubuh kekurangan cairan
(dehidrasi) hal ini merangsang pusat haus yang mengakibatkan
peningkatan rasa haus.
c. Meningkatnya rasa lapar (polipagia)
Meningkatnya ketabolisme, pemecahan glikogen untuk energi
menyebabkan cadangan energi berkurang, keadaan ini
menstimulasi pusat lapar.
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya kehilangan
cairan, glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot.
e. Kelainan pada mata, penglihatan kabur
Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran
darah menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk
pada mata yang dapat merusak retina serta kekeruhan pada lensa.
f. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina
peningkatan glukosa darah mengakibatkan penumpukkan pula
pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah
menyerang kulit.
g. Ketonuria
Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, makan
digunakan asam lemak untuk energi, asam lemak akan dipecah
menjadi keton yang kemudian berada pada darah dan dikeluarkan
melalui ginjal.
h. Kelemahan dan keletihan
Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan
potassium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih.
i. Terkadang tanpa gejala
Pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat beradaptasi dengan
peningkatan glukosa darah. (Tarwoto, 2012)

Manifestasi klinis DM tipe 2 dikaitkan dengan konsekuensi metabolic


defisiensi insulin (Price & Wilson, 2006 dalam Nanda, 2016)
a. Kadar glukosa puasa tidak normal
b. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi
diaresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria)
dan timbul rasa haus (polidipsia)
c. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
d. Lelah dan mengantuk
e. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi, peruritas vulva
5. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus Tipe 2
Untuk menentukan penyakit DM Tipe 2, disamping dikaji tanda dan
gejala yang dialami pasien juga yang penting adalah dilakukan test
diagnostik diantaranya :
a. Pemeriksaan gula darah puasa atau fasting blood sugar (FBS)
Tujuan : menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa
Pembatasan : tidak makan selama 12 jam sebelum test biasanya
jam 08.00 pagi sampai jam 20.00, minum boleh
Prosedur : darah diambil dari vena dan kirim ke laboratorium
Hasil : normal : 80-12- mg/100 ml serum
Abnormal : 140 mg/100 ml atau lebih
b. Pemeriksaan gula darah postprandial
Tujuan : menentukan gula darah setelah makan
Pembatasan : tidak ada
Prosedur : pasien diberi makan kira-kira 100gr karbohidrat, dua
jam kemudian diambil darah venanya
Hasil : normal : kurang dari 120mg/100 ml serum
Abnormal : lebih dari 200mg/100 ml atau lebih
c. Pemeriksaan toleransi glukosa oral/oral glukosa tolerance test
(TTGO)
Tujuan : menentukan toleransi terhadap respons pemberian glukosa
Pembatasan : pasien tidak makan 12 jam sebelum test dan selama
test , boleh minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum teh
selama pemeriksaan (untuk mengukur respon tubuh terhadap
karbohidrat), sedikit aktivitas, kurangi stress (keadaan banyak
aktivitas dan stress menstimulasi epinephrine dan kortisol dan
berpengaruh terhadap peningkatan gula darah melalui peningkatan
glukoneogenesis)
Prosedur : paisen diberi makanan tinggi karbohidrat selama 3 hari
sebelum test, kemudian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa
dan urin untuk pemeriksaan. Berikan 100gr glukosa ditambah juice
lemon melalui mulut, periksa darah dan urine ½ , 1, 2, 3, 4, dan 5
jam setelah pemberian glukosa.
Hasil : normal puncaknya jam pertama setelah pemberian
140mg/dl dan kembali normal 2 atau 3 jam kemudian
Abnormal : peningkatan glukosa pada jam pertama tidak kembali
setelah 2 atau 3 jam, urine positive glukosa
d. Pemeriksaan glukosa urine
Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak
dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti
aspirin, vitamin C, dan beberapa antibiotiknya, adanya kelainan
ginjal dan pada lansia dimana ambang ginjal meningkat. Adanya
glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap glukosa
terganggu.
e. Pemeriksaan ketone urine
Badan ketone merupakan produk sampingan proses pemecahan
lemak, dan senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine.
Jumlah keton yang besar pada urine akan merubah pereaksi pada
strip menjadi keunguan. Adanya ketonuria menunjukkan adanya
ketoasidosis.
f. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat
meningkat karena ketidakadekuatan kontrol glikemik.
g. Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbA1c)
Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah
adalah glykosylated hemoglobin (HbA1c). Test ini mengukur
prosentasi glukosa yang melekat pada hemoglobin. Pemeriksaan
ini menunjukkan kadar glukosa darah rata-rata selama 120 hari
sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan untuk
mengkaji kontrol glukosa jangka panjang, sehingga dapat
memprediksi resiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karena
pengaruh kebiasaan makan sehari sebelum test. Pemeriksaan
HbA1c dilakukan untuk diagnosis dan pada interval tertentu untuk
mengevaluasi penatalaksanaan DM, direkomendasikan dilakukan 2
kali dalam setahun bagi pasien DM, kadar yang direkomendasikan
oleh ADA adalah <7% (ADA, 2003 dalam Black & Hawks, 2005 ;
Ignativicius & Workman, 2006 dalam Tarwoto, 2012)

6. Penatalaksanaan DM Tipe 2
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan DM menurut Tarwoto, 2012
adalah :
a. Menormalkan fungsi dari insulin dan menurunkan kadar glukosa
darah.
b. Mencegah komplikasi vaskuler dan neuropati
c. Mencegah terjaidnya hipoglikemi dan ketoasidosis

Prinsip penatalaksanaan pasien DM adalah mengontrol gula darah


dalam rentang normal. Untuk mengontrol gula darah, ada lima faktor
pentinga yang harus diperharikan yaitu :
a. Asupan makanan atau management diet
Kontrol nutrisi, diet dan berat badan merupakan dasar penanganan
pasien DM. Tujuan yang paling penting dalam manajemen nutrisi
dan diet adalah mengontrol total kebutuhan kalori tubuh, intake
yang dibutuhkan, mencapai kadar serum lipid normal. Komposisi
nutrisi pada diet DM adalah kebutuhan kalori, karbohidrat, lemak,
protein dan serat. Untuk menentukan status gizi dipakai rumus
body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) yaitu :
BMI atau IMT = BB (kg)
TB (m2)
Ketentuan : BB kurang : IMT <18.5
BB normal : IMT 18.5 – 22.9
BB lebih : IMT >23
BB resiko : IMT 23 – 24.9
Obes I : IMT 25 – 29.9
Obes II : IMT >30.0
1) Kebutuhan kalori
Kebutuhan kalori tergantung dari berat badan (kurus, ideal,
obesitas) jenis kelamin, usia, aktivitas fisik. Untuk menentukan
jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu :
Berat Badan Idaman = (TB (cm) – 100) – 10%
Ketentuan :
Berat badan kurang = <90% BB idaman
Berat Badan Normal = 90 – 110% BB idaman
Berat Badan Lebih = 110 – 120% BB idaman
Gemuk = >120% BB idaman
Misalnya untuk pasien kurus kebutuhan kalori sekitar 2300 –
2500 kalori, berat badan ideal antara 1700 – 2100 kalori dan
gemuk antara 1300 – 1500 kalori. (kartini sukadji dalam
Sidartawan S, 2007 dalam Tarwoto, 2012)
2) Kebutuhan karbohidrat
Karbohidrat merupakan komponen terbesar dari kebutuhan
kalori tubuh, yaitu sekitar 50% - 60%
3) Kebutuhan protein
Untuk adekuatnya cadangan protein, diperlukan kira-kira 10% -
20% dari kebutuhan kalori atau 0.8g/kg/hari
4) Kebutuhan lemak
Kebutuhan lemak kurang dari 30% dari total kalori, sebaliknya
dari lemaknabati dan sedikit dari lemak hewani
5) Kebutuhan serat
Serat dibutuhkan sekitar 20 – 35 g perhari dari berbagai bahan
makanan atau rata – rata 25g/hari.
b. Latihan fisik atau exercise
Latihan fisik bagi penderita DM sangat dibutuhkan, karena pada
saat latihan fisik energi yang dipakai adalah glukosa dan asam
lemak bebas. Latihan fisik bertujuan :
1) Menurunkan gula darah dengan meningkatkan metabolisme
karbohidrat
2) Menurunkan berat badan dan mempertahankan berat badan
normal
3) Meningkatkan sensitifitas insulin
4) Meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein) dan
menurunkan kadar trigliserida
5) Menurunkan tekanan darah
Jenis latihan fisik diantaranya adalah olah raga seperi latihan
aerobic, jalan, lari, bersepeda, berenang. Yang perlu
diperhatikan dalam latihan fisik pasien DM adalah frekuensi,
intensitas, durasi waktu dan jenis latihan. Misalnya pada olah
raga sebaiknya secara teratur 3x/mg, dengan intensitas 60 –
70% dari heart rate maximum (220 – umur), lamanya 20 – 45
menit.
c. Obat-obatan penurun gula darah
1) Obat antidiabetik oral atau oral hypoglikemik agent (OH)
efektif pada DM tipe II, jika managemen nutrisi dan latihan
gagal. Jenis obat-obatan antidiabetik orasl diantaranya :
a) Sulfonilurea : bekerja dengan merangsang beta sel pankreas
untuk melepaskan cadangan insulinnya. Yang termasuk
obat jenis ini adalah glibenklamid, tolbutamid,
klorpropamid
b) Biguanida : bekerja dengan menghambat penyerapan
glukosa di usus, misalnya mitformin, glukophage
2) Pemberian hormon insulin
Pasien dengan DM tipe 1 tidak mampu memproduksi insulin
dalam tubuhnya, sehingga sangat tergantung pada pemberian
insulin. Berbeda dengan DM tipe 2 yang tidak tergantung pada
insulin, tetapi memerlukannya sebagai pendukung untuk
menurunkan glukosa darah dalam mempertahankan kehidupan.
Tujuan pemberian insulin adalah meningkatkan transport
glukosa ke dalam sel dan menghambat konversi glikogen dan
asam amino menjadi glukosa. Berdasarkan daya kerjanya
insulin dibedakan menjadi :
a) Insulin dengan masa kerja pendek (2-4 jam) seperti regular
insulin, actrapid.
b) Insulin dengan masa kerja menengah (6-12 jam) seperti
NPH (Neutral Protamine Hagedorn) insulin, lente insulin
c) Insulin dengan masa kerja panjang (18-24 jam) seperti
protamine zinc insulin dan ultralenre insulin
d) Insulin campuran yaitu kerja cepat dan menegah, misalnya
70% NPH, 30% regular.

Absorpsi dan durasi dari insulin bervariasi tergantung pada


tempat penyuntikkan, misalnya injeksi pada abdomen
diabsorpsi lebih cepat sehingga durasinya lebih pendek
dibandingkan pada lengan atau bokong.
Dosisi insulin ditentukan berdasarkan pada :
a) Kebutuhan pasien. Kebutuhan insulin meningkat pada
keadaan sakit yang serius/parah, infeksi, menjalani operasi
dan masa pubertas
b) Respon pasien terhadap injeksi insulin. Pemberian insulin
biasanya dimulai antara 0.5 dan 1 unit/kg/BB/hari

Komplikasi pemberian insulin :


Pemberian terapi insulin dapat menyebabkan satu atau lebih
komplikasi diantaranya :
a) Hipoglikemi
Terjadi apabila kadar glukosa darah dibawah 60mg/100ml,
karena kelebihan dosis insulin atau terlambat makan
sementara pasien sudah diberikan insulin, aktivitas yang
berlebihan. Kelebihan pemberian dosis biasanya terjadi
akibat kesalahan menggunakan alat suntukinsulin dengan
ukuran 40U/ml atau 100U/ml. Pada keadaan hipoglikemia
pasien biasanya mengalami gangguan kesadaran,
takikardia, keringat dingin, berkunang-kunang, lemas.
b) Hipertropi atau atropi jaringan
Hipertropi jaringan meliputi penebalan dari jaringan
subkutan pada tempat injeksi. Jaringan atropi terjadi dengan
hilangnya lemak pada area injeksi.
c) Alergi insulin baik reaksi alregi setempat maupun reaksi
alergi sistemik. Reaksi alergi setempat biasanya terjadi
pada tahap permulaan pemberian insulin 1-2 jam setelah
pemberian. Reaksi setempat ditandai dengan adanya
kemerahan, pembengkakan, nyeri tekan pada durasi 2-4cm
dilokasi penyuntikan. Reaksi alergi sistemik jarang terjadi.
d) Resisten insulin merupakan keadaan dimana pasien
membutuhkan insulin lebih dari 100 unit perhari. Keadaan
ini disebabkan antibody yang menangkap molekul insulin
tidak aktif.
d. Pendidikan kesehatan
Hal penting yang harus dilakukan pada pasien dengan DM adalah
pendidikan kesehatan. Beberapa hal penting yang perlu
disampaikan pada pasien DM adalah :
1) Penyakit DM yang meliputi pengertian, tanda dangejala,
penyebab, patofisiologi dan test diagnosis
2) Diet atau managemen diet pada pasien DM
3) Aktivitas sehari-hari termasuk latihan dan olah raga
4) Pencegahan terhadap komplikasi DM diantaranya
penatalaksanaan hipoglikemia, pencegahan terjadinya gangren
pada kaki dengan latihan senam kaki
5) Pemberian obat-obatan DM dan cara injeksi insulin
6) Cara monitoring dan pengukuran glukosa darah secara mandiri.
e. Monitoring glukosa darah
Pasien dengan DM perlu diperkenalkan tanda dan gejala
hiperglikemia serta yang paling penting adalah bagaimana monitor
glukosa darah secara mandiri. Pemeriksaan glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri dengan menggunakan glukometer.
Pemeriksaan ini penting untuk memastikan glukosa darah dalam
keadaan stabil. Cara pengukuran glukosa darah secara mandiri
yaitu :
1) Siapkan alat glukometer, sesuaikan antara glukometer dengan
kode strip pereaksi khusus
2) Pastikan kode pada glukometer sama dengan kode strip
pereaksi khusus
3) Lakukan pengambilan darah dengan cara menusukkan stik
pada ujung jari sehingga darah akan keluar
4) Tempelkan darah yang sudah ada pada ujung jari pada strip
yang sudah siap pada glukometer
5) Biarkan darah dalam strip selama 45-60 detik sesuai dengan
ketentuan pabrik glukometer
6) Hasil gula darah dapat dilihat pada layar monitor glukometer

Pengukuran glukosa darah dapat dilakukan pada sewaktu-waktu


atau pengukuran gula sewaktu yaitu pasien tanpa melakukan puasa,
pengukuran 2 jam setelah makan dan pengukuran pada saat puasa.

7. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2


Komplikasi diabetes melitus menurut (Corwin, 2009) dibagi menjadi
dua yaitu komplikasi diabetes akut dan komplikais diabetes kronis :
a. Komplikasi diabetes melitus akut
1) Ketoasidosis diabetik
Komplikasi akut yang terjadi setelah stress fisik seperti
kehamilan atau penyakit akut dan trauma. Pada ketoasidosis
diabetik kadar glukosa darah meningkat dengan cepat akibat
glukoneogenesis dan peningkatan penguraian lemak yang
progresif. Terjadi poliuria dan dehidrasi, kadar keton juga
meningkat (ketosis) akibat penggunaan asam lemak yang
hampir total yang menghasilkan ATP. Keton kleuar melalui
urin (ketonuria) dan mneyebabkan bau nafas seperti bau buah.
Kadang-kadang ketoasidosis diabetik merupakan gejala adanya
diabetes tipe satu.
2) Koma non ketotik hiperglikemia hiperosmolar
Merupakan komplikasi yang dijumpai pada diabetes tipe 2.
Kondisi ini juga merupakan petunjuk perburukan penyakit.
Walaupun tidak rentan mengalami ketosis, pengidap diabetes
tipe dua dapat megalami hiperglikemia berat dengan kadar
glukosa darah lebih dari 300mg/100ml. Kadar hiperglikemia ini
menyebabkan osmolaritas plasma.
3) Efek somogyi
Merupakan komplikasi akut yang ditandai dengan penurunan
unik kadar glukosa darah dimalam hari, kemudian di pagi hari
kadar darah kembali meningkat diikuti peningkatan rebound
pada paginya. Penyebab hipoglikemia malam hari
kemungkinan besar berkaitan dnegan penyuntikkan insulin di
sore harinya
4) Fenomena fajar (down phenomenon)
Adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara pukul 5 dan 9
pagi) yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan sirkandian
kadar glukosa di pagi hari. Fenomena ini dapat di jumpai pada
diabetes tipe satu dan dua.
5) Hipoglikemia
Pengidap diabetes tipe 1 dapat mengalami komplikasi akibat
hipoglikemia setelah injeksi insulin seperti hilang kesadaran
b. Komplikasi diabetes melitus kronis
1) Sistem kardiovaskular
Diabetes melitus jangka panjang memberikan dampak yang
parah ke sistem kardiovaskular, dipengaruhi oleh diabetes
melitus kronis. Terjadi kerusakan mikrovaskuler di arteriol
kecil, kapiler, dan venula. Kerusakan makrovaskuler terjadi
diarteri besar dan sedang. Semua organ dan jaringan ditubuh
akan terkena akibat dari gangguan mikro dan marovaskular ini.
2) Gangguan penglihatan
Ancaman paling sering pada penglihatan adalah retinopati, atau
kerusakan retina karena tidak mendapatkan oksigen.
3) Kerusakan ginjal
Nefropatik diabetik adalah penyebab nomor satu gagal ginjal
diamerika serikat dan negara lainnya. Di ginjaln yang paling
parah mengalami kerusakan adalah kapiler glomelurus akibat
hipertensi dan glukosa plasma yang tinggi menyebabkan
penebalan membran baal dan penebalan glomelurus. Lesi-lesi
sklerotik noduler, yang disebut kimmelstielwilson, terbentuk
diglomelurus sehingga semakin menghambat aliran darah dan
akibatnya merusak nefron.
4) Kerusakan saraf perifer
Neuropati diabetik disebabkan oleh hipoksia kronis sel-sel
saraf kronis serta efek dari hiperglikemia, termasuk
hiperglikosilasi protein yang melibatkan fungsi saraf.
5) Dislipidemia
50% individu dengan DM mengalami dislipidemia. Adanya
peningkatan koleterol LDL (low density lipoprotein) dengan
trigliserida yang bisa mengakibatkan arterosklerosis. Akrena
resistensi insulin, profil lipid pasien dengan DM tipe II adalah
hipertrigliserida dan hiperkolesterolemia.
6) Kaki diabetik
Ada tiga faktor yang berperan dalam kaki diabetik yaitu
nefropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya, amputasi harus
dilakukan. Hilangnya sensori pada kaki biasnaya
mengakibatkan truma dan potensi untuk ulkus. Perubahan
mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan
iskemia dan sepsis. Neuropati, iskemia dan sepsis bisa
menyebabkan gangren dan amputasi.
Pathway Diabetes Melitus Tipe 2 (Sumber : Black dan Hwaks, (2014, p.638))

Kerusakan sel beta, resistensi insulin, usia >45 tahun,


obesitas, Riwayat penyakit keluarga

Gagal produksi insulin Produksi glukagon


dan atau resistensi
berlebihan
insulin

Produksi glukagon dari


Gula darah meningkat
simpanan protein dan
lemak

Osmolaritas meningkat Peningkatan gula darah Pemakaian berlebihan


karena glukosa kronis masa lemak tubuh

Penumpukan
glikoprotein dinding
sel

Penyakit perdarahan Percepatan Fungsi imun terganggu


kecil arterosklerosis

Infeksi
Penyakit jantung
Neuropati Retinopati Nefropatik koroner
diabetik diabetik diabetik
Penyembuhan luka
lambat
Kehilangan Kebutaan Gagal ginjal
sensasi tahap akhir

Mati rasa
pada
ekstremitas
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
DALAM KONTEKS KELUARGA
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dimana seorang
perawat mulai mengumpulkan informasi tentanf keluarga yang di
binanya. Tahap pengkajian ini merupakan proses yang sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan keluarga. (Lyer et al, 1996
dalam setiadi, 2008)
Pengkajian individu dalam keluarga menurut Kemenkes, 2013
a. Pengkajian yang difokuskan pada :
1) Data keluarga yang meliputi : nama kepala keluarga, alamat,
agama, suku, bahasa sehari-hari, jarak pelayanan kesehatan
terdekat, dan alat transportasi didalam keluarga
2) Data anggota keluarga yang terdiri dari : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan saat ini, status gizi,
tanda-tanda vital, status imunisasi dasar, dan penggunaan alat
bantu
3) Status kesehatan anggota keluarga saat ini : keadaan umum,
riwayat penyakit/alergi
4) Data pengkajian individu yang sakit : keadaan umum, sirkulasi,
cairan, perkemihan, pernafasan, muskuloskeletal, neurosensori,
kulit, istirahat dan tidur, status mental, komunikasi dan budaya,
kebersihan diri, perawatan sehari-hari, dan data penunjang
individu yang sakit (lab, radiologi, EKG, USG)
5) Data penunjang keluarga : rumah dan sanitasi lingkungan,
PHBS di rumah tangga
b. Pengkajian yang difokuskan pada kemampuan keluarga dalam
melakukan tugas kesehatan keluarga, meliputi : mnegenal maslaah
kesehatan, mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan
yang tepat, merawat anggota kleuarga yang sakit, memelihara
lingkungan rumah yang sehat dan menggunakan fasilitas/
pelayanan kesehatan dimasyarakat
Dasar data pengkajian diabetes melitus menurut Marilynn E.
Doenges, 2009.
1) Aktivitas/ istirahat
Gejala : lemah, letih, lesu, sulit bergerak/berjalan, kram otot,
tonus otot menurun, gangguan tidur atau istirahat
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau
dengan aktivitas, latergis/disorientasi, koma
2) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi, kebas dan kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda : takikardi, hipertensi, nadi yang menurun atau tidak ada,
disritmia, krekles, DVJ (GJK), kulit panas, kering, dan
kemerahan, bola mata cekung
3) Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dnegan kondisi
Tanda : ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : perubahan pla berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar, kesulitan atau berkemih (infeksi), ISK baru atau
berulang, nyeri tekan abdomen
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemi berat), abdomen
keras, adnaya sites, bising usus lemah dan menurun. Hiperaktif
(diare).
5) Makanan / cairan
Gejala : hilangnya nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti
diet, peningkatan masukan glukosa/kabohidrat, penurunan
berat badan lebih dari periode beberpa hari/minggu, haus,
penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda : kulit kering/bersisik, turgor kulit jelek, kekakuan atau
distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan
kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau
halitosis, bau buah (nafas aseton).
6) Neurosensori
Gejala : pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan otot, parestesia, gangguan penglihatan
Tanda : disorientasi, mengantuk, latergi, stupor/koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental,
refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma), aktivitas kejang
(tahap lanjut dari DKA)
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : abdomen yang tegang atau nyeri (sedang/berat)
Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak snagat
berhati-hati
8) Pernafasan
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa
sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)
Tanda : batuk dengan atau tanpa sputumpurulen (infeksi),
frekuensi pernafasan
9) Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan
umum atau rentang gerak, parestesia/ paralesis otottermasuk
otot-otot pernafasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup
tajam)
10) Seksualitas
Gejala : rebas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten
pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
11) Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, stroke,
hipertensi, penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti
steroid, diuretik (tiazid), dilantin dan fneobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah), mungkin tidak
memerlukan obat diuretik.
Rencana pemulangan : mungkin memerlukan bantuan dalam
pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan
terhadap glukosa darah.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan kesimpulan yang ditarik dari data
yang dikumpulkan tentang pasien. Diagnosa keperawatan berfungsi
sebagai alat untuk menggambarkan masalah pasien yang dapat
ditangani oleh perawat. Cara yang seragam dan standar untuk
mengidentifikasi, memfokuskan dan melabel fenomena yang spesifik
memungkinkan perawat untuk menangani respon pasien yang efektif
(andarmoyo, 2012).
Diagnosa keperawatan yang dikemukakan oleh Joyce M.Black & Jane
Hokanson Hawks, 2009.
a. Kesiapan untuk meningkatkan kemampuan perawatan mandiri
b. Resiko glukosa darah tidak stabil

Sedangkan diagnosa keperawatan menurut Marilynn E. Doenges,


2009.
a. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme. Berat badan lebih berhubungan dengan kurang
aktivitas fisik (harian/mingguan)
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang
tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
c. Defisit pengetahuan mengenai penyakit Diabetes Melitus dan
penatalaksanaan dirumah berhubungan dengan kurang terpaparnya
informasi
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi,
penurunan sensasi . diagnosa tersebut berdasarkan dengan Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia, 2016 (SDKI, 2016)

3. Rencana keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan keluarga yang meliputi penentuan, tujuan, keperawatan
(jangka panjang/pendek), penetapan standar dan kriteria serta
menentukan perencanaan untuk mengatasi masalah. (Setiadi, 2008)
Rencana keperawatan menurut Aplikasi Asuhan Keperawatan pasien
dnegan DM berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC,
2015.
a. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme. Berat badan lebih berhubungan dengan kurang
aktivitas fisik (harian/mingguan/kelebihan konsumsi gula)
Tujuan : setelah dilakukan kunjungan klien akan memperlihatkan
peningkatan status nutrisi
Kriteria hasil : berat badan dalam batas normal/ideal, kadar glukosa
darah dalam batas normal
Rencana tindakan :
1) Kaji pola pemasukan diet dan status nutrisi klien
2) Anjurkan klien untuk makan dan makanan ringan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan dalam program diet
Diabetes Melitus
3) Libatkan keluarga untuk memonitor pemasukan nutrisi setiap
hari, bantu klien saat waktu makan bila kelelahan, berikan
makanan pengganti bila tidak mau makan saat waktunya
makan
4) Anjurkan keluarga untuk memberikan lingkungan yang rileks
dan berikan waktu yang cukup untuk makan
5) Berikan klien dan keluarga konsultasi Diabetes Melitus yang
dibutuhkan untuk menghitung jumlah kalori yang dibutuhkan
dan di intruksikan melalui kolaborasi dengan ahli gizi
6) Anjurkan klien dan keluarga untuk memonitor kadar glukosa
darah sebelum makan, berikan makanan yang dibutuhkan atau
insulin/obat hipoglikemi oral sebagaimana program terapi
7) Monitor efektifitas pemberian insulin/obat oral sebagaimana
program terapi
8) Libatkan keluarga untuk memonitor tanda dan gejala
hipoglikemia dan lakukan tindakan/lapor ke petugas kesehatan
sesuai prosedur yang dijelaskan
9) Anjurkan klien untuk melakukan aktivtas yang dapat
ditoleransi, khususnya pada klien yang memiliki intake nutrisi
berlebih yang dibutuhkan tubuh dan anjurkan klien istirahat
pada klien yang mempunyai intake nutrisi yang kurang
10) Anjurkan klien untuk timbang berat badan setiap hari dengan
waktu dan alay yang sama
b. Defisit pengetahuan mengenai penyakit Diabets Melitus dan
penatalaksanaan dirumah berhubungan dengan kurang terpaparnya
informasi
Tujuan : setelah dilakukan kunjungan klien dan keluarga akan
memperlihatkan peningkatan pengetahuan tentang penyakit
Diabetes Melitus
Kriteria hasil : klien dan keluarga dapat menjelaskan tentang
pengertian, penyebab, tanda dan gejala, akibat lanjut, cara
perawatan klien denga diabetes melitus, cara menciptakan
lingkungan yang aman untuk klien dengan DM, serta
memanfaatkan sumber dan fasilitas yang ada untuk penanganan
diabetes melitus.
Rencana tindakan :
1) Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang penyakit Diabetes
Melitus (pengertian, penyebab, tanda dan gejala dan akibat
lanjut atau komplikasi)
2) Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang cara pencegahan
penyakit Diabetes Melitus
3) Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang cara perawatan
klien yang menderita DM dirumah meliputi : diet, latihan, obat-
obatan, dan kebersihan diri, senam kaki, perawatan kaki/luka
DM serta cara memantau kadar glukosa darah
4) Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang tanda-tanda
hipoglikemia dan cara penanganan awalnya
5) Jelaskan tentang pentingnya menjaga kebersihan dan penataan
lingkungan yang dapat mencegah terjadinya cidera kepada
klien dengan DM\
6) Jelaskan tentang fasilitas kesehatan (puskesmas dan rumah
sakit) yang dapat dimanfaatkan untuk penanganan masalah DM
c. Ketidak stabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
resistensi insulin
Tujuan : setelah dilakukan kunjungan sebanyak 3 kali Ny. U akan
memperlihatkan status kadar gula darah dalam batas normal
Kriteria hasil :
1) Tidak ada gejala seperti polidipsi, poliuria dan polifagia serta
kelelahan yang berlebihan
2) Gula darah sewaktu dalam batas normal (<200mg/dl)
3) Gula darah puasa dalam batas normal (<120mg/dl)

Rencana tindakan :
1) Monitoring tanda dan gejala polidipsia, poliuria, polifagia,
kelelahan, mata kabur dan sakit kepala
2) Lakukan pemeriksaan gula darah sewaktu dan puasa
3) Lakukan pengukuran tanda-tanda vital
4) Identifikasi faktor pemicu terjadinya hiperglikemia
5) Berikan informasi kepada klien dan keluarga tentang penerapan
diit dan latihan fisik
6) Anjurkan klien untuk minum obat sesuai program terapi
7) Jelaskan manfaat minum obat dan efek dari tidak minum obat
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi,
penurunan sensasi
Tujuan : setelah dilakukan kunjungan klien akan memperlihatkan
integritas kulit yang utuh
Kriteria hasil : integritas kulit utuh, sirukulasi daerah luka kembali
normal, tidak ada tanda-tanda infeksi
Rencana tindakan :
1) Kaji faktor penyebab gangguan integritas kulit
2) Kaji kondisi yang mengalami kemerahan, lesi, blister, bengkak
dan cairan luka
3) Lakukan perawatan luka sesuai dengan kondisi luka dan
program terapi luka dengan memperhatikan teknik aseptik
selama melakukan perawatan luka
4) Anjurkan klien menjaga kutuhan kulit disekitar luka
5) Anjurkan keluarga untuk mempertahankan intake diet klien
secara adekuat untuk membantu proses penyembuhan luka
6) Libatkan keluarga dalam melakukan perawatan kaki untuk
menjaga keutuhan integritas klien
7) Jelaskan kepada keluarga tentang tanda-tanda luka yang
mengalami infeksi yang perlu dilaporkan kepada
perawat/medis
4. Implementasi keperawatan
Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada
tahap ini perawat yang mengasuh keluarga sebaiknya tidak bekerja
sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integritas semua profesi
kesehatan yang menjadi tim perawatan kesehatan dirumah. (seriadi,
2008)
Pada proses implementasi perawat keluarga harus memperhatikan
prinsip-prinsip dalam pelaksanaan keperawatan keluarga menurut
Andarmoyo, 2012 yaitu :
a. Interaksi dimana fokusnya adalah komunikasi, dinamika dan
hubungan internal keluarga, struktur, fungsi serta saling
ketergantungan subsistem keluarga dengan kesehatan di
lingkungannya
b. Pendekatan yang dilakukan adalah pemecahan masalah dengan
menggunakan proses keperawatan
c. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki keluarga
d. Kegiatan utama dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
e. Memberikan asuhan keperawatan keluarga secara keseluruhan
f. Melibatkan peran serta aktif seluruh anggota keluarga
g. Memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya
h. Penggunaan teknologi tepat guna selama perawatan di rumah

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi yang diharapkan berdasarkan smeltzer & Bare, 2002
a. Defisit nutrisi berhubungan dnegan peningkatan kebutuhan
metabolisme. Berat badan lebih berhubungan dnegan kurangnya
aktivitas fisik harian/mingguan atau kelebihan mengkonsumsi gula
1) Berat badan dalam batas normal/ideal
2) Kadar glukosa darah dalam batas normal
b. Defisit pengetahuan mengenai penyakit diabetes melitus dan
penatalaksanaan dirumah berhubungan dengan kurang terpaparnya
informasi
1) Klien dan kleuarga dapat menjelaskan tentang pengertian
diabetes melitus, penyebab, tanda dan gejala, akibat lanjut, dan
cara perawatannya dirumah
2) Klien dan keluarga dapat menciptakan lingkungan yang aman
untuk klien diabetes melitus
3) Pemanfaatan sumber dan fasilitas dalam penanganan diabetes
melitus
c. Ketidak stabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
resistensi insulin
1) Tidak ada gejala seperti polidipsia, poliuria, polifagia, dan
kelelahan yang berlebih
2) Gula darah sewaktu dalam batas normal (<200mg/dl)
3) Gula darah puasa dalam batas normal (<120mg/dl)
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi,
penurunan sensasi
1) Integritas kulit utuh, sirukulasi daerah luka kembali normal
2) Tidak adanya tanda-tanda infeksi
3) Rutin periksa ke pelayanan kesehatan
e. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perfusi
jaringan
1) Sensitifitas jaringan perifer memadai yang ditandai dengan
ekstremitas tidak kebas/kesemutan, tidak terjadi kecelakaan
atau injury
f. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik yang berlebihan (mual dan muntah)
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal
2) Input dan output cairan seimbang
3) Turgor kulit elastis dan mukosa lembab

Anda mungkin juga menyukai