Anda di halaman 1dari 133

BUKU AJAR

KEPERAWATAN
KOMUNITAS

Wahyu Widagdo, SKp, MKep, Sp.Kom


Elsye Rahmawaty, SKep, MKM
Ii Sholeha, SKp, MKM

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA I


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
DAFTAR ISI

Bab I Konsep Kesehatan Komunitas 1


Bab II Konsep Keperawatan Komunitas 4
Bab III Primary Health Care (PHC) 9
Bab IV Epidemiologi 13
Bab V Sistem Kesehatan Nasional 30
Bab VI Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia 54
Bab VII Pusat Kesehatan Masyarakat 66
Bab VIII Program Keperawatan Kesehatan Masyarakat 74
Bab IX Pengkajian Keperawatan Komunitas 87
Bab X Analisis Data & Diagnosis Keperawatan 97
Bab XI Perencanaan & Pelaksanaan 102
Bab XII Evaluasi Keperawatan Komunitas 106
Bab XIII Strategi Pendekatan Dalam Keperawatan Komunitas 111
BAB I
KONSEP KESEHATAN KOMUNITAS

Batasan Komunitas

Dari sudut sosiologi, kata Community berasal dari bahasa latin “ munus” , yang
bermakna the gift (memberi), cum, dan together (kebersamaan) antara satu sama
lain. Dapat diartikan, komunitas adalah sekelompok orang yang saling berbagi dan
saling mendukung satu sama lain. Syarat pokok agar mereka dapat saling berbagi
dan saling mendukung adalah adanya interaksi social sehari-hari yang intensif.
Secara umum, komunitas adalah sekelompok orang yang hidup bersama pada
lokasi yang sama, sehingga mereka telah berkembang menjadi sebuah “ kelompok
hidup “ (group lives) yang diikat oleh kesamaan kepentingan (common interests).
Secara harfiah makna komunitas adalah “ masyarakat setempat “(Soekanto,1999).
Komunitas dapat diartikan juga sebagai sekumpulan anggota masyarakat yang hidup
bersama sedemikian rupa sehingga mereka dapat merasakan dapat memenuhi
kepentingan-kepentingan hidup yang utama. Artinya ada social relationship yang
kuat diantara mereka, pada suatu batasan geografi tertentu. Elemen dasar yang
membentuk adalah adanya interaksi yang intensif diantara anggotanya,
dibandingkan dengan orang-orang di luar batas wilayah. Ukuran derajat hubungan
social, terkait dengan kesamaan tujuan adalah pemenuhan kebutuhan utama
individu dan anggota pembentuk kelompok dalam masyarakat.
Ada beberapa batasan komunitas yang digunakan diantaranya adalah :
1. Komunitas adalah unit dari organisasi sosial dan teritorial, yang tergantung
dari besarnya dapat berupa RT, RW, desa dan kota (Ficken,1984)
2. Komunitas adalah sekelompok manusia serta hubungan yang ada di
dalamnya sebagaimana yang berkembang dan dipergunakan dalam suatu
agen, institusi serta lingkungan fisik yang lazim (Moe,1977)
3. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan lebih sering
dibandingkan dengan manusia lain yang berada di luarnya serta saling
tergantung untuk memenuhi keperluan barang dan jasa yang penting untuk
menunjang kehidupan sehari-hari (Wilson, 1970).
Dalam batasan komunitas ada tiga pengertian pokok yang kita temukan yaitu :
1. Pengertian kelompok manusia (Group people)
Pemahaman komunitas dalam kaitan kelompok manusia mempunyai arti
penting dalam mempelajari karakteristik sasaran.
Contoh : Komunitas lansia (umur), Komunitas wanita (jenis kelamin),
Komunitas Jawa (suku bangsa), Komunitas Islam (agama)
2. Pengertian tempat (place)
Pemahaman komunitas dalam kaitan tempat mempunyai arti penting dalam
menentukan lokasi sasaran.
Contoh : Komunitas rukun warga, komunitas desa, komunitas kota
3. Sistem social (Social system)
Pemahaman komunitas dalam kaitan sistem sosial mempunyai arti penting
dalam mempelajari interaksi sasaran.
Contoh : Komunitas petani, komunitas nelayan, komunitas pegawai negeri.
Dari tiga pengertian pokok diatas tentang komunitas, maka dapat disimpulkan
bahwa komunitas adalah sekelompok manusia yang hidup dan bertempat tinggal
dalam suatu wilayah yang sama, serta memiliki kegiatan dan atau mata pencaharian
yang sama untuk memenuhi kebutuhan hidup utama secara bersama.

1
Komponen Komunitas

Menurut Shamansky dan Persznecker (1981) komponen komunitas meliputi :


1. Manusia (people)
Menjelaskan unsur “ The who” dari komunitas sangat bermanfaat dalam
menjawab : Siapa sasaran program, bagaimana karakteristiknya. Program
kesehatan untuk komunitas remaja tentu tidak sama dengan komunitas
lansia, karena sasaran dan karakteristiknya berbeda.
2. Ruang dan waktu (space and time )
Menjelaskan unsur “ the where and when dari komunitas sangat bermanfaat
dalam menjawab : Dimana lokasi sasaran, kapan waktu yang tepat
melaksanakan program kesehatan untuk komunitas desa tentu tidak sama
dengan komunitas kota (lokasi). Program kesehatan untuk komunitas
pejuang 45 tentu tidak sama dengan komunitas remaja melenium (Waktu).
3. Tujuan (purpose)
Menyelesaikan unsur “ The why and now “ dari komunitas sangat bermanfaat
dalam menjawab penyebab timbulnya masalah kesehatan. Program
kesehatan yang patut dilaksanakan. Penyebab timbulnya masalah kesehatan
pada komunitas buruh tentu tidak sama dengan komunitas petani. Program
kesehatan yang sesuai untuk komunitas seniman.

Fungsi Komunitas

Fungsi komunitas meliputi :


1. Produksi, distribusi dan konsumsi
Kemampuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi para
anggota. Biasanya dicerminkan dengan keterlibatan masyarakat dalam
kegiatan perdagangan dan industri yang dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat sendiri.
2. Sosialisasi
Kemampuan meneruskan nilai-nilai sosial, moral, budaya, pengetahuan dan
ketrampilan kepada para anggota. Biasanya dilakukan melalui institusi-
institusi yang ada di masyarakat seperti keluarga, sekolah, organisasi social.
3. Kontrol sosial
Kemampuan memelihara pelbagai ketentuan, peraturan serta norma
masyarakat. Biasanya terkait untuk menjamin keamanan masyarakat.
Dilakukan melalui keluarga, sekolah, pengajian.
4. Partisipasi
Cara masyarakat berperan serta dalam memuaskan para anggota. Biasanya
dilaksanakan melalui pelbagai organisasi masyarakat. Termasuk keluarga
(Untuk para anggota keluarga)
5. Dukungan bersama
Kemampuan masyarakat melaksanakan upaya khusus yang diperlukan oleh
para anggota terutama dalam keadaan darurat, dapat berupa bantuan
keluarga untuk para anggota keluarga, atau bantuan masyarakat untuk
kelompok yang tidak punya/mampu (yatim piatu, lansia).

Pengaruh Komunitas Terhadap Kesehatan

Apabila fungsi komunitas tidak sempurna dapat menimbulkan berbagai masalah,


baik terhadap individu maupun terhadap komunitas secara keseluruhan. Masalah
yang bisa timbul seperti :
1. Gangguan pada fungsi produksi, distribusi dan konsumsi pangan misalnya
dapat menimbulkan kekurangan gizi

2
2. Gangguan pada fungsi dukungan bersama (mutual support) pada lansia
misalnya, dapat memperberat berbagai penyakit lansia.
3. Gangguan pada fungsi sosialisasi nilai-nilai moral, misalnya dapat
menimbulkan penyakit seksual.
Apabila kesehatan komunitas tidak mendukung, akan berpengaruh buruk tidak
hanya terhadap fungsi, tetapi juga komponen komunitas
 Terjangkitnya wabah penyakit menular dapat mengganggu fungsi
produksi, distribusi dan umur harapan hidup meningkat akan
meningkatkan konsumsi (fungsi).
 Menyebabkan jumlah penduduk lansia bertambah (komponen menurut
manusia)

Prinsip Kesehatan Komunitas

Prinsip yang dipegang dalam kesehatan komunitas adalah :


1. Insiden/prevalen tinggi
2. Resiko kematian tinggi
3. Penyelesaian mengikutsertakan peran serta masyarakat
4. Lebih mengutamakan tindakan promotif/preventif dari pada
kuratif/rehabilitatif
5. Tanggung jawab pemerintah lebih besar dari pada masyarakat/swasta
6. Aspek efektivitas dan efisien tinggi

3
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS

Definisi Keperawatan Komunitas

Definisi keperawatan komunitas menurut Kelompok Kerja Keperawatan Komunitas


CHS (1995) : adalah pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada
komunitas dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi dalam upaya pencapaian
derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit
dan terjaminnya jangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dengan
melibatkan klien/komunitas sebagai mitra dalam proses.
Sedangkan menurut Stanhope dan Lancaster (1996) mendefinisikan keperawatan
komunitas sebagai sintesa dari praktik keperawatan dan praktik kesehatan
masysarakat

Asumsi Dasar Keperawatan Komunitas

Asumsi dasar keperawatan komunitas meliputi :


1. Sistem pelayanan bersifat kompleks.
2. Pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier merupakan komponen
pelayanan kesehatan
3. Subsistem pelayanan kesehatan, dimana hasil pendidikan dan penelitian
melandasi praktik
4. Fokus utama adalah keperawatan primer sehingga keperawatan komunitas
dikembangkan ditatanan pelayanan kesehatan utama’

Keyakinan Keperawatan Komunitas

Keyakinan keperawatan komunitas meliputi :


1. Pelayanan kesehatan sebaiknya tersedia, dapat terjangkau dan dapat diterima
semua orang
2. Penyusunan kebijakan seharusnya melibatkan penerima pelayanan dalam hal
ini komunitas
3. Perawat sebagai pemberi pelayanan dan klien sebagai penerima pelayanan
perlu terjalin kerjasama yang baik
4. Lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan komunitas baik bersifat
mendukung maupun menghambat, untuk itu perlu diantisipasi
5. Pencegahan penyakit dilakukan dalam upaya meningkatkan kesehatan
6. Kesehatan merupakan tanggung jawab setiap orang

Falsafah Keperawatan Komunitas

Keperawatan komunitas menekankan pada pelayanan yang memberikan perhatian


terhadap pengaruh lingkungan (bio,psiko,sosio,cultural dan spiritual) terhadap
kesehatan komunitas dan memberikan prioritas pada strategi pencegahan penyakit
dan peningkatan kesehatan. Falsafah yang melandasi keperawatan mengacu pada
falsafah atau paradigma keperawatan secara umum, yaitu manusia dan kemanusian.

Filosofi Keperawatan Komunitas

Definisi dan konsep filosofi keperawatan komunitas dikembangkan oleh Helvie


(1991) adalah sebagai berikut :
1. Kesehatan yang baik dan hidup produktif dalam waktu yang lama adalah hak
setiap orang, tanpa mengabaikan ras, jenis kelamin atau diskriminasi seksual

4
2. Semua masyarakat memiliki kebutuhan belajar kesehatan
3. Beberapa klien tidak mengenali kebutuhan belajarnya atau mereka
membutuhkan bantuan untuk kembali pada tingkat yang paling tinggi
kesejahteraannya.
4. Masyarakat menerima dan menggunakan informasi yang bermanfaat untuk
mereka. Selanjutnya pengetahuan harus memiliki arti.
5. Kesehatan yang baik dan pelayanan kesehatan yang diberikan pada
masyarakat akan mempengaruhi standar kehidupan.
6. Kesehatan adalah satu persaingan nilai pada klien dan memiliki perbedaan
prioritas pada waktu yang berbeda.
7. Konsep dan nilai-nilai kesehatan akan berbeda tergantung pada budaya,
keyakinan dan latar belakang sosial klien.
8. Otonomi masyarakat dan individu dapat diberikan proritas yang berbeda
tergantung pada waktu yang berbeda.
9. Klien secara fleksibel dan dapat berubah dengan perubahan dari dalam dan
rangsangan dari luar.
10. Klien dapat dimotivasi untuk tumbuh
11. Sehat adalah suatu pengaturan dinamis dari klien terhadap lingkungan yang
berubah.
12. Klien bergerak secara berbeda sepanjang rangkaian kesehatan pada waktu
yang berbeda.
13. Fungsi utama keperawatan kesehatan komunitas untuk membantu klien
untuk bergerak menuju tingkat kesejahteran yang tinggi.
14. Fungsi ini telah selesai dengen menggunakan kerangka kerja teori dan
pendekatan secara sistematis.
15. Pengetahuan kesehatan dan teknologi yang baru berkembang dalam waktu
yang cukup lama untuk mempertemukan perubahan kebutuhan kesehatan.
16. Dengan menggunakan dan berpartispasi pada perkembangan pengetahuan
dan teknologi baru, keperawatan kesehatan komunitas tetap sebagai suatu
kekuatan efektive di masyarakat.

Tujuan Keperawatan Komunitas

Pencegahan dan peningkatan kesehatan komunitas melalui :


1. Pelayanan keperawatan langsung (direct care) terhadap individu, keluarga
dan kelompok khusus dan atau komunitas
2. Pelayanan tidak langsung yakni memberi perhatian terhadap masalah issu
yang mungkin timbul dan mempengaruhi kesehatan komunitas

Sasaran Keperawatan Komunitas


Sasaran dalam keperawatan komunitas terdiri dari :
1. Individu dengan berbagai masalah kesehatan yang lazim/tindak lanjut
keperawatan Rumah Sakit
2. Keluarga sesuai dengan tahap tumbang keluarga dan masalah yang lazim
3. Kelompok khusus sesuai dengan masalah/perkembangan
4. Komunitas sesuai dengan lokasi

Lingkup Praktik Keperawatan Komunitas

Lingkup praktik keperawatan komunitas meliputi :


1. Prevensi Primer : mencegah sebelum sakit atau tidak berfungsi diaplikasikan
pada populasi yang sehat
2. Prevensi Sekunder : berfokus pada diagnosa dini dan intervensi untuk
hambatan proses patologik dan mencegah keparahan penyakit
3. Prevensi Tersier : mengembalikan fungsi seoptimal mungkin

5
Prinsip-Prinsip Yang Menjadi Pertimbangan Dalam Praktik
Keperawatan Komunitas

Prinsip-prinsip yang menjadi pertimbangan dalam praktik keperawatan komunitas


adalah :
1. Kemanfaatan.
Intervensi yg dilakukan harus memberikan manfaat yg sebesar-besarnya
bagi komunitas, artinya ada keseimbangan antara manfaat dan kerugian
2. Otonomi.
Komunitas diberi kebebasan untuk melakukan atau memilih alternatif yang
terbaik yang disediakan untuk komunitas.
3. Keadilan.
Melakukan upaya atau tindakan sesuai dengan kemampuan atau kapasitas
komunitas.

Elemen Praktik Keperawatan Komunitas

Ada enam elemen dasar praktik keperawatan komunitas yaitu :


1. Promosi untuk hidup sehat
Promosi kesehatan individu dan kelompok merupakan bagian penting pada
aspek kesehatan komunitas. Program promosi kesehatan akan meningkatkan
tingkat kesejahteraan individu, keluarga, kelompok dan seluruh komunitas.
Program promosi kesehatan pada individu meliputi : tidak merokok, tidak
minum alkohol dan menggunakan obat, olah raga dan manajemen stress. Pada
tingkat keluarga pelayanan kesehatan pencegahan meliputi : pelayanan
keluarga berencana, kehamilan, bayi, imunisasi dan informasi tentang penyakit
menular seksual. Pada tingkat kelompok, keselamatan dan kesehatan dalam
bekerja dan kejadian cidera. Pada tingkat komunitas, meliputi : pengontrolan
bahan beracun atau toksik, flourisasi pada air bersih, dan pengontrolan agen
penyebab infeksi.
2. Pencegahan masalah kesehatan
Aktifitas proteksi kesehatan sangat tinggi variasinya. Hal tersebut dapat
meliputi pencegahan kekurangan nutrisi, pencegahan kecelakaan di rumah dan
di tempat kerja, pencegahan penyakit menular, pencegahan penyakit
kardiovaskuler, pencegahan kanker paru, pencegahan kekerasan pada anak,
pencegahan polusi dan lain-lain.
3. Remedial care untuk pelayanan kesehatan
Pada pelayanan kesehatan komunitas, perawat memberikan secara langsung
atau tidak langsung pelayanan kesehatan untuk individu dengan masalah
kesehatan kronik. Beragamnya pelayanan kesehatan yang diberikan dalam
pelayanan kesehatan secara langsung, seperti kunjungan rumah untuk
mengkaji dan memonitor masalah kesehatan, perencanaan diet, pemberian
suntikan, perawatan indvidu dan informasi tentang sumber-sumber alat
(misalnya, kursi roda, canes, walkers, bath seats, syrenges, bahan untuk ganti
balutan dll). Pelayanan tidak langsung berfokus membantu komunitas dengan
masalah kesehatan, misalnya perawat komunitas membantu seseorang untuk
mendapatkan ketetapan dari medis setelah didapatkan adanya data-data
peningkatan tekanan darah, batuk yang menetap atau perdarahan vagina. Pada
insrtansi lain perawat juga merujuk individu atau keluarga untuk ke agency
untuk mendapatkan informasi atau terapi seperti : (a) Terapi keluarga dan
program konseling (b) self help group atau perkumpulan atau (c) Konseling
ketergantungan zat dan pusat pengobatan.
Pada tingkat komuniti perawat dapat memberikan masukan atau melakukan
lobi untuk pengembangan program terhadap situasi-situasi yang tidak adekuat,

6
seperti tidak adekuatnya program makan siang di sekolah, tidak manusiawinya
kondisi rumah perawatan dan tingginya polusi air dari pembuangan industri.
4. Rehabilitasi
Pelayanan rehabilitasi yang berfokus untuk mengurangi kecacatan dan
ketidakberfungsian yang diberikan pada individu, keluarga dan komuniti. Pada
tingkat individu, perawat kesehatan komunitas bekerja sama dengan anggota
tim kesehatan, seperti fisioterapi, occupational therapy membantu seseorang
yang mengalami keterbatasan fisik (pasien stroke, penyakit jantung, amputasi
dan paralisis) untuk memulihkan derajat fungsi yang hilang, mencegah
kecacatan lebih lanjut dan mengembangkan ketrampilan baru yang
memungkinkan dilakukan secara mandiri. Banyak kelompok-kelompok
komunitas rehabilitasi yang membantu keluarga dan individu dengan masalah
kesehatan yang kronis. Misal perkumpulan kolostomi, kelompok
postmastectomy. Perawat kesehatan komunitas dapat membantu memberikan
informasi tentang bagaimana caranya menjangkau pelayanan-pelayanan yang
ada di komunitas.
5. Evaluasi
Melakukan evaluasi kesehatan dan pelayanan kesehatan pada tingkat individu,
nasional dan internasional adalah suatu komponen yang sangat penting dalam
praktik komunitas. Ini sangat membantu dalam (a) menetapkan efektivitas
aktifitas tindakan, (b) menetapkan kebutuhan dan (c) pengembangan
pelayanan. Misalnya bagaimana evaluasi penanganan korban yang memerlukan
rujukan dan program konseling secara komperhensif.
6. Riset
Riset, adalah komponen kritis praktik asuhan kesehatan komunitis, diberikan
untuk mengidentifikasi permasalahan dan meningkatkan metode untuk
pemberian pelayanan kesehatan. Peneliti dapat menginvestigasi (a) pola
penyakit dan kesehatan, (b) Kemungkinan penyebab dan memiliki arti untuk
pencegahan masalah spesifik, seperti kekerasan pada anak, bunuh diri, trauma
dan penyalah zat atau obat, (c) kurangnya pelayanan seperti day care center
atau pelayanan untuk lansia, (d) ketidakefektifan program pengobatan,
misalnya program untuk menurunkan berat badan, manajemen stress atau
program untuk menangani ketergantungan obat/zat, (e) efek dari perubahan
sosial dan lingkungan pada pelayanan yang ada, dan (f) penggunaan pelayanan
kesehatan yang ada.

Setting Untuk Praktik Keperawatan Kesehatan Komunitas

Keperawatan kesehatan komunitas dipraktikkan diberbagai setting, meliputi pusat-


pusat komunitas, sekolahan, tempat kerja dan tempat-tempat lain.
1. Pusat-pusat Komunitas
Perawat kesehatan komunitas menggunakan berbagai lokasi komunitas untuk
praktik. Pada pusat komunitas, klien biasanya merupakan kelompok individu
dengan kebutuhan dan keinginan yang umum. Perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan melalui pendidikan kesehatan dan imunisasi influenza
untuk klien lansia pada adult day care center, melakukan skreening tekanan
darah dan konseling nutrisi, memimpin diskusi pada manajemen stress dan
melakukan pengajaran resusitasi jantung paru (RJP) di sekolah. Perawat
kesehatan komunitas juga sebagai staf yang tetap atau klinik bergerak
memberikan pelayanan dasar dan pelayanan skrening kesehatan. Penggunaan
klinik meningkatkan efesiensi dan menurunkan waktu perjalanan perawat.
Perawat kesehatan komunitas juga dapat berkerja sama profesional-profesional
komunitas yang lain, seperti ahli kesehatan lingkungan dalam mengatur
fasilitas day care. Kerjasama ini memberikan peluang bagi perawat untuk
mendidik staf day care dalam mengelola anak yang sakit, identifikasi anak yang

7
ditelantarkan atau disiksa, mencegah cidera dan meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan normal.

2. Sekolah
Sekolah-sekolah di komunitas merupakan bagian masyarakat. Sistem sekolah
sangat penting untuk menghadapi peningkatan kompleksitas kesehatan
berkaitan dengan morbiditas pada anak-anak, seperti meningkatnya kasus
narkoba, kehamilan dan penyakit infeksi. Komponen inti dari program
kesehatan sekolah adalah pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dan
lingkungan yang sehat. Pelayanan kesehatan adalah bagian integral dari
program kesehatan sekolah. Perawat sekolah memberikan secara langsung
asuhan keperawatan di klinik sekolah, pengolalaan program imunisasi,
memberikan pendidikan kesehatan di kelas, mengkoordikasikan program
kesehatan anak sekolah, meningkatkan keselamatan dan melakukan advokasi
untuk program kesehatan anak sekolah pada tingkat lokal dan nasional.

3. Kesehatan kerja
Perawat kesehatan kerja mengorganisir kebutuhan yang diperlukan pekerja.
Fungsi utama dari perawat kesehatan kerja adalah melakukan tindakan
emergency dan meningkatkan kesehatan pekerja dan keselamatan. Perawat
kesehatan kerja saat ini dapat mengembangkan dan melakukan promosi
kesehatan, pemeliharaan kesehatan dan program manajemen resiko dan
konseling bagi para pegawai yang mengalami masalah kesehatan. Mereka juga
dapat melakukan asuhan keperawatan langsung, mengelola evaluasi program
dan menganalisa tempat kerja terkait dengan injuri dan terjadinya penyakit.

8
BAB III
PRIMARY HEALTH CARE (PHC)

Seperti Anda ketahui dalam World Health Essembly tahun 1977 telah ada
kesepakatan global yang dihasilkan untuk mencapai “Kesehatan Bagi Semua atau
Health For All” Pada Tahun 2000 ( KBS 2000 / HFA by The Year 2000 ), yaitu
tercapainya suatu derajat kesehatan yang optimal yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomi.
Selanjutnya pada tahun 1978 dalam Konferensi di Alma Alta, menetapkan
Primary Health Care (PHC) sebagai pendekatan atau strategi global untuk
mencapai Kesehatan Bagi Semua (KBS) atau Health For All by The Year 2000 (HFA
2000 ). Dalam konferensi tersebut Indonesia juga ikut menandatangani dan telah
mengambil kesepakatan global pula dengan menyatakan bahwa untuk mencapai
Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000 (HFA’2000 ) kuncinya adalah PHC ( Primary
Health Care ) dan Bentuk Operasional dari PHC tersebut di Indonesia dikenal
dengan PKMD (Pengembangan Kesehatan Masyarakat Desa ).

PERKEMBANGAN KONSEP PHC

Seperti Anda ketahui bahwa PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran,


pengalaman dalam pembangunan kesehatan di banyak negara yang diawali dengan
kampanye masal pada tahun 1950-an dalam pemberantasan penyakit menular,
karena pada waktu itu banyak negara tidak mampu mengatasi dan menaggulangi
wabah penyakit TBC, Campak, Diare dsb.
Pada tahun 1960 teknologi kuratif dan preventif dalam struktur pelayanan
kesehatan telah mengalami kemajuan. Sehingga timbulah pemikiran untuk
mengembangkan konsep ”Upaya Dasar Kesehatan ”.
Pada tahun 1972/1973, WHO mengadakan studi dan mengungkapkan bahwa
banyak negara tidak puas atas sistem kesehatan yang dijalankan dan banyak issue
tentang kurangnya pemerataan pelayanan kesehatan di daerah – daerah pedesaan.
Akhirnya pada tahun 1977 dalam Sidang Kesehatan Sedunia ( World Health
Essembly ) dihasilkan kesepakatan ”Health For All by The Year 2000” atau
Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000 dengan Sasaran Semesta Utamanya adalah :
”Tercapainya Derajat Kesehatan yang Memungkinkan Setiap Orang Hidup Produktif
Baik Secara Soial Maupun Ekonomi”. Oleh karena itu untuk mewujudkan hal
tersebut diperlukan perubahan orientasi dalam pembangunan kesehatan yang
meliputi perubahan – perubahan dari : 1) pelayanan kuratif ke promotif dan
preventif; 2) daerah perkotaan ke pedesaan; 3) golongan mampu ke golongan
masyarakat berpenghasilan rendah; 4) dan Kampanye massal ke upaya kesehatan
terpadu.
Sebagai tindak lanjut, pada Tahun 1978 Konferensi Alma Ata menetapkan
”Primary Health Care” ( PHC ) sebagai Strategi Global atau Pendekatan untuk
mencapai ”Health For All by The Year 2000” ( HFA 2000 ) atau Kesehatan Bagi
Semua Tahun 2000 ( KBS 2000 ).

DEFINISI PHC

Pemahaman tentang PHC dapat dapat didefinisikan sebagai berikut, Primary


Health Care( PHC) adalah Pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan kepada
metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum
baik oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi mereka
sepenuhnya, serta dengan biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara
untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk
hidup mandiri dan menentukan nasib sendiri.

9
TUJUAN PHC

Apa yang menjadi tujuan umum PHC ?, yang menjadi tujuan umumnya adalah
mendapatkan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan, sehingga
akan dicapai tingkat kepuasan pada masyarakat yang menerima pelayanan.
Sedangkan yang menjadi tujuan khusus adalah 1) Pelayanan harus mencapai
keseluruhan penduduk yang dilayani; 2) Pelayanan harus dapat diterima oleh
penduduk yang dilayani; 3) Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari
populasi yang dilayani; dan 4) Pelayanan harus secara maksimum menggunakan
tenaga dan sumber-sumber daya lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

FUNGSI PHC

PHC hendaknya harus memenuhi fungsi : 1) Pemeliharaan kesehatan; 2) Pencegahan


penyakit; 3) Diagnosa dan pengobatan; 4) Pelayanan tindak lanjut dan 5) Pemberian
sertifikat. Selanjutnya yang menjadi unsur utama PHC adalah 1 ) Mencakup upaya-
upaya dasar kesehatan; 2) Melibatkan peran serta masyarakat dan 3) Melibatkan
kerjasama lintas sektoral.

Gambar 3.1 Perlibatan masyarakat dalam bidang kesehatan melalui


Posyandu

PRINSIP DASAR PHC

Pada tahun 1978, dalam konferensi Alma Alta ditetapkan prinsip-prinsip PHC
sebagai pendekatan atau strategi global guna mencapai kesehatan bagi semua. Lima
prinsip PHC sebagai berikut :

a. Pemerataan upaya kesehatan


Distribusi perawatan kesehatan menurut prinsip ini yaitu perawatan primer
dan layanan lainnya untuk memenuhi masalah kesehatan utama dalam
masyarakat harus diberikan sama bagi semua individu tanpa memandang
jenis kelamin, usia, kasta, warna, lokasi perkotaan atau pedesaan dan kelas
sosial.

10
Gambar. 3.2 Upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan masyarakat

b. Penekanan pada upaya preventif


Upaya preventif adalah upaya kesehatan yang meliputi segala usaha,
pekerjaan dan kegiatan memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
dengan peran serta individu agar berprilaku sehat serta mencegah
berjangkitnya penyakit.
c. Penggunaan teknologi tepat guna dalam upaya kesehatan
Teknologi medis harus disediakan yang dapat diakses, terjangkau, layak dan
diterima budaya masyarakat (misalnya penggunaan kulkas untuk vaksin cold
storage).
d. Peran serta masyarakat dalam semangat kemandirian
Peran serta atau partisipasi masyarakat untuk membuat penggunaan
maksimal dari lokal, nasional dan sumber daya yang tersedia lainnya.
Partisipasi masyarakat adalah proses di mana individu dan keluarga
bertanggung jawab atas kesehatan mereka sendiri dan orang-orang di sekitar
mereka dan mengembangkan kapasitas untuk berkontribusi dalam
pembangunan masyarakat. Partisipasi bisa dalam bidang identifikasi
kebutuhan atau selama pelaksanaan. Masyarakat perlu berpartisipasi di desa,
lingkungan, kabupaten atau tingkat pemerintah daerah. Partisipasi lebih
mudah di tingkat lingkungan atau desa karena masalah heterogenitas yang
minim.
e. Kerjasama lintas sektoral dalam membangun kesehatan
Pengakuan bahwa kesehatan tidak dapat diperbaiki oleh intervensi hanya
dalam sektor kesehatan formal; sektor lain yang sama pentingnya dalam
mempromosikan kesehatan dan kemandirian masyarakat. Sektor-sektor ini
mencakup, sekurang-kurangnya: pertanian (misalnya keamanan makanan),
pendidikan, komunikasi (misalnya menyangkut masalah kesehatan yang
berlaku dan metode pencegahan dan pengontrolan mereka); perumahan;
pekerjaan umum (misalnya menjamin pasokan yang cukup dari air bersih dan
sanitasi dasar) ; pembangunan perdesaan; industri; organisasi masyarakat
(termasuk Panchayats atau pemerintah daerah , organisasi-organisasi
sukarela , dll).

ELEMEN PHC

Sedangkan yang termasuk dalam elemen PHC adalah : 1) Pendidikan mengenai


masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta pengendaliannya.; 2)
Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi; 3) Penyediaan air bersih dan
sanitasi dasar; 4) Kesehatan ibu dan anak termasuk KB; 5) Imunisasi terhadap
penyakit- penyakit infeksi utama; 6) Pencegahan dan pengendalian penyakit
endemik setempat; 7) Pengobatan penyakit umum dan ruda paksa dan 8) Penyediaan
obat-obat essential.

11
CIRI-CIRI PELAKSANAAN PHC

Pelaksanaan PHC memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1) Pelayanan yang utama dan
dekat dengan masyarakat; 2) Pelayanan yang menyeluruh; 3) Pelayanan yang
terorganisasi; 4) Pelayanan yang mementingkan kesehatan individu maupun
masyarakat; 5) Pelayanan yang berkeseninambungan; 6) Pelayanan yang progresif;
7) Pelayanan yang berorentassi pada keluarga; 8) Pelayanan yang tidak
berpandangan kepada salah satu aspek saja.

TANGGUNG JAWAB PERAWAT DALAM PHC

Sebagai seorang perawat tanggung jawab apa yang dilakukan dalam PHC ?.
Tanggung jawab perawat dalam PHC meliputi : 1) Mendorong partisipasi aktif
masyarakat dalam pengembangan dan implementasi pelayanan kesehatan dan
program pendidikan kesehatan; 2) Kerjasama dengan masyarakat, keluarga dan
individu; 3) Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri
pada masyarakat 4) Memberikan dukungan dan bimbingan kepada petugas
pelayanan kesehatan dan kepada masyarakat dan 5) Koordinasi kegiatan
pengembangan kesehatan masyarakat.

12
BAB IV
EPIDEMIOLOGI

PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi adalah Ilmu yang berhubungan dengan studi faktor-faktor yang


menentukan dan/atau mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, cedera, dan
keadaan-keadaan lain yang berhubungan dengan kesehatan beserta penyebab-
penyebabnya dalam suatu populasi manusia, dengan tujuan menyusun program-
program untuk mencegah dan mengendalikan perluasan dan penyebarannya.
Ilmu yang mempelajari pola penyakit, kesehatan dan tingkah laku manusia.

Pusat perhatian dari epidemiologi pada : tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat
kematian (mortalitas) suatu penyakit dalam hubungannya dengan faktor-faktor/
variabel kesehatan, demografi dan sosial ekonomi

TUJUAN PENELITIAN EPIDEMIOLOGI

1. Menggambarkan status kesehatan sekelompok masyarakat / populasi yang


mempunyai penyakit tertentu dengan cara menghitung banyaknya kejadian
penyakit tersebut, mendapatkan tingkat kejadian dalam setiap kelompok dalam
populasi tersebut, serta mendapatkan pola kecenderungan tertentu yang
menonjol.
2. Menjelaskan penyebab penyakit dengan cara menentukan faktor yang menjadi
penyebab penyakit atau kecenderungan penyakit dengan menemukan cara
penyebaran penyakit.
3. Meramalkan besarnya / jumlah kejadian penyakit dan distribusinya dalam
populasi
4. Mengontrol penyebaran penyakit dalam populasi dengan cara mencegah
kejadian-kejadian baru, membasmi penyakit yang masih ada, mencegah
kematian dan memperpanjang hidup (meskipun mungkin penyakit tersebut
penderita masih ada dalam diri penderita), serta meningkatkan status kesehatan
dan kualitas hidup.

KEPENTINGAN EPIDEMIOLOGI

1. Menyediakan data yang diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi pelayanan


kesehatan
2. Identifikasi faktor-faktor yang menentukan dan mempengaruhi penyakit, untuk
tindakan pencegahan.
3. Evaluasi metode-metode yang digunakan dalam pengendalian penyakit
4. Deskripsi perjalanan alami suatu penyakit
5. Klasifikasi penyakit.
Teknik-teknik epidemiologi selain dapat digunakan untuk meneliti penyakit, dapat
juga diaplikasikan pada studi-studi distribusi karakteristik biologis, seperti berat
badan,golongan darah, tekanan darah dan hal-hal lain sebagainya, untuk
mendapatkan sebaran karakterstik umum atau batasan yang normal dalam populasi.

METODE EPIDEMIOLOGI

1. Studi Deskriptif.
Studi untuk menentukan frekuensi suatu penyakit, jenis atau karakteristik
orang-orang yang menderita penyakit tersebut, di suatu daerah tertentu dalam
jangka waktu tertentu. Informasi dianalisis untuk menunjukkan distribusi

13
atribut (data kualitatif/karakter tetap, misalnya jenis kelamin) serta distribusi
variabel (data kuantitatif/karakter bervariasi, misalnya umur). Studi deskriptif
menggambarkan hasil pengamatan dalam suatu jangka waktu tertentu
(transversal/cross-sectional). Dalam perkembangannya, observasi terhadap
populasi dapat diulangi dan/atau diteruskan untuk memperoleh pola perluasan
dan penyebaran (studi longitudinal). Surveilance, observasi terus-
menerusterhadap suatu penyakit untuk deteksi wabah, termasuk dalam studi ini.

2. Studi Analitik Observasional/Non-eksperimental


Studi untuk menguji hipotesis terhadap etiologi atau faktor-faktor determinan,
di mana seorang dapat terserang suatu penyakit tertentu sementara orang lain
tidak. Pengujian dilakukan melalui observasi terhadap hal-hal yang dicurigai
mempengaruhi perjalanan penyakit, meliputi cause (penyebab, misalnya
konsumsi makanan tertentu) dan/atau state (keadaan, misalnya tinggal di
daerah dingin/lembab). Pendekatan untuk studi analitik observasional meliputi
studi case-control (kelompok yang mengalami keadaan sakit dibandingkan
dengan kelompok normal, untuk menunjukkan bahwa faktor determinan
ditemukan lebih banyak pada kelompok yang sakit), dan studi cohort (kelompok
yang terpapar dengan faktor determinan dibandingkan dengan kelompok yang
tidak terpapar, untuk menunjukkan bahwa lebih banyak individu dari kelompok
yang terpapar yang menjadi sakit daripada dari kelompok tidak terpapar).

3. Studi Analitik Eksperimental


Studi untuk menguji hipotesis terhadap etiologi atau faktor-faktor determinan,
dengan cara eksperimental. Namun pada prakteknya studi eksperimental dalam
epidemiologi hanya digunakan dalam konteks pencegahan dan pengobatan,
misalnya pada penelitian vaksin, dan tidak digunakan untuk meneliti etiologi/
determinan penyakit dengan cara paparan.

KONSEP SEHAT

Kemajuan teknologi pengobatan dan ditemukan berbagai macam obat memiliki


kecendrungan yang mendorong orang untuk mempertahankan kesehatannya dengan
menggantungkan diri pada obat hingga pola hidup sehat cendrung untuk dilupakan.
Baru setelah usai perang dunia kedua konsep sehat mendapat perhatian dan
dikembangkan hingga saat ini.
Pengertian sehat banyak definisi yang dikenal, antara lain :
1. Perkin (1938) : sehat adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara
bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai faktor yang berusaha
mempengaruhinya.
2. WHO (1947) : sehat adalah sustu keadaan sejahtera sempurna dari jasmani,
rohani dan sosial, jadi tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan saja.
3. WHO (1957) : Sehat adalah suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang
berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan yang
dimiliki
4. White (1977) : Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang pada waktu
diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu
penyakit dan kelainan.

Konsep Sakit

Walaupun secara umum konsep sakit lebih mudah ditentukan, tetapi dalam hal-hal
tertentu akan sama sulitnya dengan penentuan batasan sehat, karena itu sampai
sekarang konsep sakit masih menjadi perdebatan dan belum terdapat batasan yang
baku.

14
Seperti halnya konsep sehat maka konsep sakit pun merupakan proses yang
dinamis dan bersifat relatif. Proses dinamis ini diibaratkan sebagai bandul lonceng
yang senantiasa bergerak berayun-ayun tiada hentinya. Demikian dengan kesehatan
seseorang, hari ini sehat, mungkin besok sakit kemudian sehat kembali dan
seterusnya sampai meninggal. Sakit merupakan proses yang bersifat relatif dan dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. Seseorang (A) yang pada gambar EKG menunjukkan adanya kelainan, tetapi
seumur hidupnya tidak ada keluhan dan tidak membutuhkan pengobatan tanpa
adanya pembatasan aktifitas sehari-hari, sebaliknya (B) dengan gambaran EKG
yang sama dengan A, tetapi menimbulkan gejala dan membutuhkan pengobatan.
2. Dua orang mendapat infeksi yang sama, seorang dapat menjadi sakit dan
menimbulkan gejala serta membutuhkan pengobatan, tetapi yang seseorang lagi
tidak menjadi sakit.
Dari kedua contoh diatas timbul pertanyaan apakah orang yang menunjukkan
kelainan EKG dan terinfeksi sudah dianggap sakit walaupun tidak menunjukkan
gejala-gejala dan tidak menunjukkan pembatasan aktifitas sehari-hari atau harus
timbul gejala baru dianggap sakit ?. Sampai saat ini masih terjadi perbedaan
pendapat dan belum ada jawaban yang baku.

Konsep Penyakit

Penyakit adalah suatu manifestasi dari timbulnya gangguan atau kelainan pada diri
seseorang yang sehat. Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara
agen atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai pejamu atau host dan faktor
lingkungan yang mendukung.
1. Pejamu (host) adalah adalah faktor yang terdapat pada diri manusia yang
mempengaruhi timbulnya penyakit. Faktor tersebut banyak macamnya, antara
lain faktor keturunan, mekanisme pertahanan tubuh yang dimuliki (umum dan
khusus), umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, macam pekerjaan dan
kebiasaan hidup
2. Bibit penyakit (agen) adalah sustu substansi atau elemen yang hadir atau
ketidakhadirannya dapat menyebabkan atau menggerakan timbulnya penyakit.
Substansi atau elemen yang dimaksud dapat dibedakan atas dua macam yaitu
benda-benda biotis serta benda-benda nonbiotis.
3. Lungkungan adalah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar
yang mempengaruhi kehidupandan perkembangan suatu organisme, ke
dalamnya termasuk tidak hanya lingkungan fisik, tetapi juga lingkungan non
fisik seperti sosial dan budaya.

Proses interaksi ketiga faktor ini terjadi karena adanya agen penyabab penyakit
kontak dengan manusia sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan
lingkungan. Proses interaksi ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Pejamu Agen

Lingkungan

Proses interaksi ini dapat terjadi secara individu atau kelompok, misalnya proses
terjadinya penyakit TBC karena adanya mikrobakterium tuberkulosis yang kontak

15
dengan manusia sebagai pejamu yang rentan, daya tahan tubuh yang rendah dan
perubahan yang tidak sehat sebagai faktor lingkungan yang menunjang.

Faktor Agen

Agen sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup dan mati yang
terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.
Agen dapat berupa unsur :
 Unsur hidup : virus, bakteri, jamur, parasit, protozoa, dan metazoa.
 Unsur mati : fisika (sinar radioaktif), kimia (CO, obat-obatan, peptisida,
Hg,Cadmium, Arsen), Fisika (benturan atau tekanan).
 Unsur pokok kehidupan : air, dan udara
 Keadaan fisiologis : kehamilan, persalinan
 Kebiasaan hidup : merokok, alcohol, narkotika dan lain-lain
 Kelainan genitika : down syndrome

Faktor Pejamu

Pejamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor
resiko untuk terjadinya penyakit. Faktor ini disebut juga faktor intrinsik.
Faktor pejamu yang merupakan faktor resiko untuk timbulnya penyakit adalah
sebagai berikut.
1. Genetik, misalnya penyakit heriditer, seperti hemophilia, sickle cell anemia
dan gangguan 6 phosfatase
2. Umur, misalnya usia lanjut mempunyai resiko terkena karsinoma, penyakit
jantung, dll.
3. Jenis kelamin, misalnya penyakit gondok, kolesistitis, rheumatoid artritis,
diabetes mellitus (cenderung terjadi pada wanita) penyakit jantung dan
hipertensi (menyerang laki-laki).
4. Keadaan fisiologi. Kehamilan dan persalinan memudahkan terjadi berbagai
penyakit, seperti keracunan kehamilan, anemia dan psikosis pascapartum.
5. Kekebalan. Orang –orang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap suatu
penyakit akan mudah terserang penyakit tersebut.
6. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya, misalnya rheumatoid artritis yang
mudah kambuh.
7. Sifat-sifat manusia. Higiene perseorangan yang jelek akan mudah terserang
penyakit infeksi. Misalnya Balanitis, karsinoma penis bagi orang yang tidak
sirkumsisi.

Faktor Lingkungan

Lingkungan merupatakan faktor ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit.


Faktor ini disebut faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik,
lingkungan biologis dan lingkungan sosial ekonomi.
1. Lingkungan fisik.
Yang termasuk dalam lingkungan fisik antara lain geografik dan keadaan
musim. Misalnya negara yang berlingkungan tropis mempunyai pola penyakit
yang berbeda dengan negara yang beriklim dingin atau subtropis. Demikian
pula antara negara maju dengan negara berkembang. Dalam satu negara pun
dapat terjadi perbedaan pola penyakit, misalnya daerah pantai daan daerah
pegunungan atau antara kota dan desa.

2. Lingkungan biologis.
Lingkungan biologis ialah semua mahluk hidup yang berada disekitar
manusia yaitu flora dan fauna, termasuk manusia. Misalnya dengan flora

16
yang berbeda akan mempunyai penyakit yang berbeda. Faktor lingkungan
biologis ini selain bakteri dan virus patogen, ulah manusia yang mempunyai
peran yang penting dalam terjadinya penyakit, bahkan dapat dikatakan
penyakit timbul karena ulah manusia.

3. Lingkungan sosial ekonomi


Yang termasuk dalam faktor sosial ekonomi adalah pekerjaan, urbanisasi,
perkembangan ekonomi dan bencana alam.
a. Perkerjaan. Pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia seperti
peptisida atau zat fisika seperti zat radioaktif atau zat yang
mengandung karsinogen seperti asbes akan memudahkan terkena
penyakit akibat pemaparan terhadap zat-zat tersebut.
b. Urbanisasi. Urbanisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sosial
seperti kepadatan penduduk dan timbulnya daerah kumuh,
perumahan, pendidikan dan sampah dan tinja yang akan mencemari
air minum dan lingkungan. Lingkungan demikian merupakan
penunjang terjadinya berbagai penyakit infeksi.
c. Perkembangan ekonomi. Peningkatan ekonomi rakyat akan
mengubah pola konsumsi yang cendrung memakan makanan yang
mengandung banyak kolesterol. Keadaan ini memudahkan timbulnya
penyakit hipertensi dan penyakit jantung sebagai akibat kadar
kolesterol darah yang meningkat.
d. Bencana alam. Terjadinya bencana alam akan mengubah sistem
ekologi yang dapat diramalkan sebelumnya. Misalnya gempa bumi,
banjir, meletus gunung berapi akan menyebabkan kehidupan
penduduk yang terkena bencana menjadi tidak teratur. Keadaan ini
mudah menimbulkan berbagai penyakit infeksi.

Sifat-sifat mikroorganisme sebagai agen penyebab penyakit juga merupakan faktor


penting dalam proses timbulnya penyakit infeksi. Sifat-sifat mikroorganisme tersebut
antara lain :

Patogenitas
Yang dimaksud dengan patogenesis adalah kemampuan mikrorganisme untuk
menimbulkan penyakit pada pejamu. Dalam rumus dapat dituliskan sebagai berikut.
Jumlah kasus penyakit tertentu
Patogenitas = ------------------------------------------
Jumlah orang yang terinfeksi

Virulensi
Virulensi ialah kemampuan mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit yang
berat atau fatal. Ini berarti jumlah sustu penyakit dengan kasus yang berat dan fatal
dibagi dengan jumlah semua kasus penyakit tersebut. Rumusnya adalah
Jumlah kasus berat dan fatal
Virulensi = --------------------------------------------
Jumlah semua kasus penyakit tertentu
Tropisme
Tropisme ialah pemilihan jaringan atau organ yang diserang. Penyerangan terhadap
jaringan atau organ yang vital seperti otak atau jantung akan menimbulkan penyakit
yang berat dibandingkan dengan penyerangan terhadap jaringan atau organ saluran
pernapasan atau saluran pencernaan atau kulit

Penjamu yang Diserang


Bila suatu mikroorganisme hanya menyerang manusia, dikatakan bahwa
mikroorganisme tersebut mempunyai rentang yang pendek, seperti salmonella typhi

17
parathyphi, sebaliknya bila mikrorganisme selain menyerang manusia juga
menyerang hewan dapat dikatakan bahwa mikroorganisme yang cukup banyak.

Kecepatan Berkembang Biak


Mikroorganisme yang mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat akan
cepat menimbulkan penyakit. Hal ini disebabkan untuk menimbulkan gejala
penyakit dibutuhkan jumlah mikroorganisme yang cukup banyak.

Kemampuan Menembus Jaringan, Memproduksi Toksin dan


Mekanisme Kekebalan
Kemampuan yang tinggi dari suatu mikroorganisme untuk menembus jaringan akan
makin cepat menimbulkan gejala penyakit. Demikian pula dengan mikroorganisme
yang memproduksi toksin baik endotoksin maupun eksotoksin akan lebih mudah
menimbulkan penyakit. Sebaliknya mikroorganisme yang dapat menimbulkan
kekebalan kepada manusia maka kekebalan yang dimiliki orang tersebut dapat
menjadi penghalang mikroorganisme untuk menembus jaringan atau organ yang
berarti menyulitkan mikroorganisme tersebut untuk menimbulkan penyakit.

Masa Tunas (Masa Inkubasi)

Masa tunas adalah interval waktu antara pejamu (orang) yang terinfeksi oleh agen
penyebab penyakit sampai timbulnya gejala.
Setiap mikroorganisme mempunyai masa tunas yang berbeda tergantung pada :
1. Kecepatan berkembang biak. Makin cepat suatu mikroorganisme
berkembang biak, makin pendek pula masa tunas dan makin cepat
menimbulkan gejala.
2. Jumlah mikroorganisme. Salah satu faktor yang mempengaruhi lamanya
masa tunas adalah jumlah mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh
sebagai pejamu yang rentan. Makin banyak jumlah mikroorganisme yang
masuk ke dalam tubuh, makin cepat masa tunas.
3. Tempat masuknya mikroorganisme. Bila mikroorganisme masuk ke dalam
jaringan vital seperti otak atau jantung, akan makin cepat menimbulkan
gejala dibandingkan jaringan atau organ lain.
4. Derajat kekebalan. Bila pejamu memiliki kekebalan terhadap sustu penyakit
tertentu maka mikroorganisme patogen akan mengalami kesulitan untuk
menimbulkan gejala hingga masa tunas menjadi panjang atau sama sekali
tidak menimbulkan gejala.

Reservoir

Mikroorganisme patogen membutuhkan tempat bersarang dan berkembang biak


untuk dapat menularkan penyakit. Pada pejamu, tempat tersebut dinamakan
reservoir. Jadi reservoir adalah tempat hidup dan berkembang biaknya agen
penyebab penyakit. Yang bertindak reservoir adalah : 1. manusia, 2. hewan, dan 3
artropoda dan lain-lain.
Siklus penenularan penyakit dengan manusia sebagai reservoir dapat terjadi secara
langsung dan tidak langsung.
1. Siklus penularan langsung.
Siklus penularan langsung adalah penularan dari seseorang sebagai reservoir
pada orang lain yang tentan. Misalnya penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri
streptococus dan staphylococus antara lain : difteri, penyakit kelamin,
parotitis, tifus abdomenalis dan amobiasis.
2. Siklus penularan tidak langsung
Pada siklus ini manusia bertindak sebagai reservoir tidak menularkan pada
manusia lain secara langsung, tetapi penularan melalui artropoda seperti

18
melalui gigitan nyamuk yang menularkan manusia yang rentan, misalnya
malaria dan penyakit demam berdarah.

Karier
Manusia sebagai reservoir dapat berupa penderita atau sebagai pembawa penyakit
(karier). Bila sebagai penderita, berarti sudah menunjukkan gejala klinis dan
membutuhkan pengobatan. Sedangkan karier ialah orang yang bersangkutan
walaupun telah terinfeksi, tetapi tanpa gejala klinis dan merupakan sumber
penularan yang potensial. Karier dapat terjadi pada :
1. Masa tunas, misalnya penyakit hepatitis, morbili, varicela
2. Penyakit tanpa gejala, misalnya poliomielitis, infeksi meningokokus dan
hepatitis.
3. Masa pemulihan, misalnya difteri, hepatitis B, variola, morbili dan
salmonelosis
4. penyakit kronis, misalnya salmonela tifosa dan hepatitis.

Perjalanan Penyakit Alamiah

Setiap orang yang menderita penyakit mempunyai perjalanan riwayat perjalanan


penyakitnya, terutama yang menderita penyakit kronis. Riwayat perjalanan penyakit
alamiah merupakan proses perkembangan suatu penyakit tanpa adanya intervensi
yang dilakukan oleh manusia. Perjalanan penyakit alamiah merupakan suatu
eksperimen dengan intervensi yang dilakukan oleh alam. Ekseperimen alamiah ini
dapat berupa patogenik dan patogersif.

Patogenik
Pada keadaan patogenik ini seseorang yang awalnya sehat menjadi sakit karena
intervensi yang dilakukan oleh alam atau orang yang bersangkutan secara sengaja
atau tidak sengaja. Intervensi alam dapat berupa banjir, gempa bumi dan letusan
gunung berapi. Intervensi yang bersangkutan, misalnya secara sengaja melalui
kebiasaan merokok,minum alkohol dan secara tidak sengaja misalnya termakan
terminum atau termakan makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri atau
zat-zat lain.

Patogresif
Keadaan awal patogresif adalah orang tersebut sakit dan menunjukkan gejala-gejala
klinis yang diikuti perkembangannya. Level dan Clark menggambarkan perjalanan
penyakit sebagai berikut :
1. Prapatogenesis
Menggambarkan periode dimana sesorang mulai terinfeksi tanpa gejala
klinis. Pada penyakit infeksi periode ini disebut masa tunas. Periode ini
berbeda setiap penyakit tergantung pada sifat bakteri (patogenitas, virulensi,
tropisme, jumlah bakteri dan lain-lain) dan manusia yang diserang.
2. Patogenesis
Adalah periode yang pada awalnya seseorang yang telah sakit dan timbul
gejala yang mengikuti. Dari gejala itu dapat diketahui kemungkinan yang
terjadi. Yaitu penyakit itu akan sembuh atau menjadi kronis atau sembuh
dengan menimbulkan gejala sisa atu cacat, atau meninggal dunia. Pada bagan
Level dan Clark tidak dijelaskan kondisi sebelum terinfeksi tetapi memiliki
resiko untuk terkena suatu penyakit.
Untuk melengkapi perjalanan suatu penyakit akan dijelaskan melalui tahap-tahap
sebagai kerikut :

19
Tahap peka
Tahap ini seseorang yang sehat memiliki faktor resiko atau predisposisi terkena
penyakit. Diantaranya faktor resiko tersebut adalah :
1. Genetika/etnik : sickle cell anemia
2. Kondisi fisik : kondisi fisik yang lemah, misalnya lelah, kurang tidur dan
kurang gizi mempunyai resiko penyakit infeksi.
3. Jenis kelamin : wanita lebih tinggi resikonya terkena penyakit diabetes
mellitus dan reumatoid artritis dibandingkan pria. Sebaliknya pria lebih
tinggi terkena penyakit jantung dan hipertensi.
4. Umur : bayi dan balita masih rentan terhadap perubahan lingkungan yang
memiliki resiko terkena penyakit infeksi, sedangkan usia lanjut memiliki
resiko terkena penyakit jantung dan kanker.
5. Sosial ekonomi : Tingkat sosial ekonomi rendah mempunyai resiko
timbulnya penyakit infeksi, sedangkan tingkat sosial ekonomi tinggi memiliki
resiko penyakit hipertensi, penyakit jantung koroner dan penyakit
kardiovaskuler.
6. Kebiasaan hidup : seseorang yang merokok memiliki resiko terkena penyakit
jantung dan karsinoma paru.

Tahap Pragejala (Sub-klinis)


Pada tahap ini telah terjadi infeksi, tetapi belum menunjukkan gejala dan masih
belum terjadi gangguan fungsi organ. Tahap pragejala ini mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut.
1. Perubahan akibat infeksi atau pemaparan agen penyebab penyakit masih
belum tampak.
2. Pada penyakit infeksi terjadi perkembangbiakan mikroorganisme patogen.
3. Pada penyakit non infeksi merupakan periode perubahan anatomi dan
histologi, misalnya terjadi aterosklerotik pada pembuluh darah koroner yang
mengakibatkan penyempitan pembuluh darah.
Pada tahap ini sulit untuk didiagnosa secara klinis.

Tahap klinis
Pada tahap ini merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan fungsi organ yang
terkena dan menimbulkan gejala. Untuk menemukan penderita pada tahap ini relatif
tidak sulitm, terutama pada penyakit-penyakit yang menimbulkan gejala. Kesulitan
utama untuk mendiagnosa penyakit tahap ini adalah karena tidak semua penyakit
menimbulkan gejala yang jelas, bahkan setiap penyakit tidak selalu menimbulkan
gejala.
Manifestasi klinis pada tahap ini sangat bervariasi, mulai dari yang sangat ringan
dan tidak spesifik sampai dengan yang sangat berat atau meninggal dunia. Variasi ini
disebut Spektrum penyakit. Spektrum penyakit dapat digambarkan sebagai berikut.

Infeksi
Tidak
tampak
ringan sedang berat berat sekali mati

Subklinis Klinis

Tahap Ketidakmampuan
Tahap ini merupakan tahap ketika telah terjadi pembatan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Misalnya, gejala sisa sebagai akibat penyakit kardiovaskuler atau ruda
paksa.
Ketidakmampuan ini sifatnya bermacam-macam dan berdasarkan lama dan
sifatnya dapat dibagi menjadi :

20
1. Gangguan fungsi somatis atau psikis
2. Bersifat sementara atau menetap dan
3. Terjadinya lama atau singkat.
Pada penyakit akut biasanya terjadi pembatasan aktifitas dalam waktu yang singkat
dan bersifat sementara, sedangkan pada penyakit kronis biasanya berlangsung lama
atau menetap.

Pencegahan Penyakit

Dalam epidemiologi, pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan


perjalanan penyakit, yaitu :
1. pencegahan primer
2. pencegahan sekunder
3. pencegahan tersier

Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang
yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara
garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan
khusus.
Pencegahan umum dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan kepada
masyarakat umum, misalnya pendidikan kesehatan masyarakat dan kebersihan
lingkungan. Pencegahan khusus ditujukan pada orang-orang yang mempunyai resiko
dengan melakukan imunisasi, misalnya imunisasi terhadap :
1. Tuberkulosis
2. Difteri
3. Pertusis
4. Tetanus
5. Poliomielitis
6. Morbili
7. Hepatitis
8. Sanitasi lingkungan yang kurang sehat
9. Kecelakaan dan keselamatan kerja

Pencegahan sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang
yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari
komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan.
Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara
dini dan pengadaan pengobatan yang capat dan tepat. Deteksi penyakit secara dini
dapat dilakukan cara :
1. penyaringan
2. pengamatan epidemiologis
3. survei epidemiologis dan
4. memberi pelayanan kesehatan sebaik-baiknya pada sarana pelayanan umum
atau praktik dokter.
Mengadakan pengobatan penyakit menular yang terdapat di masyarakat seperti
penyakit akibat hubungan seksual dapat melindungi orang lain terkena penyakit
tersebut. Dengan cara demikian, kita mengadakan pencegahan sekunder bagi
penderita dan pencegahan primer bagi orang yang beresiko terkena penyakit.

Pencegahan sekunder banyak dilakukan pada tahap kronis seperti hipertensi dan
diabetes mellitus. Hal ini karena kesulitan untuk mengadakan pencegahan primer.

21
Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rehabilitasi. Untuk pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan :
1. Memaksimalkan fungsi organ yang cacat
2. Membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan
3. Mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik
Pencegahan penyakit ini terus diupayakan selama orang yang menderita belum
meninggal dunia.

Mekanisme Transmisi

Proses mikroorganisme patogen dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan


mengadakan interaksi serta berkembang biak memiliki suatu mekanisme yang
dikenal dengan mekanisme transmisi. Mekanisme transmisi terdiri dari keluarnya
mikroorganisme dari reservoir dan mencapai serta masuknya mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia sebagai penjamu yang rentan.
Setelah mikroorganisme masuk ke dalam tubuh manusia, terjadi berbagai
rangkaian interaksi sampai menimbulkan gejala klinis. Rangkaian interaksi tersebut
adalah :
1. Kolonisasi, tempat mikroorganisme berkembang biak tanpa menimbulkan
reaksi pada pejamu. Misalnya staphylococcus aurius yang terdapat di mukosa
hidung.
2. Infeksi subklinis, tempat mikroorganisme selain berkembang biak juga
menimbulkan reaksi, tetapi belum menimbulkan gejala hingga secara klinis
belum tampak.
3. Infeksi klinis, hal ini terjadi bila mikroorganisme berkembang biak
menimbulkan reaksi dan menimbulkan gejala.

Terjadinya Infeksi

Infeksi pada manusia dapat terjadi dengan berbagai cara yang secara garis besar
dapat ditinjau dari sumbernya, perjalanannya dan cara mencapai manusia.
1. Sumber infeksi dapat berupa :
a. penderita : gonococcal opthalmia neonatorum
b. karier : hepatitis
c. geografi : antraks
d. Vektor : malaria, demam berdarah
e. Zoonosis : arbovirus
2. Berdasarkan perjalanannya, mikroorganisme dapat menimbulkan infeksi
pada manusia melalui :
a. udara : berupa droplet, debu (streptokokus)
b. makanan : seafood;
c. luka : tetanus
d. luka gigit : rabies;
e. konjungtiva : trakoma
f. plasenta : sifilis
3. Berdasarkan cara masukannya, mikroorganisme dapat secara langsung dan
tidak langsung.
Secara langsung dapat berupa :
a. bersin, batuk, kontak seksual
b. pemaparan jaringan oleh jamur, parasit atau bakteri
Secara tidak langsung dapat :
a. melalui udara, makanan, benda-benda, vektor.
Transmisi melalui vektor dapat terjadi secara :

22
a. mekanis : mikroorganisme tidak berkembang biak dalam tubuh vektor,
seperti pada infeksi usus melalui lalat.
b. biologis mikroorganisme berkembang biak mempunyai siklus
kehidupan dalam tubuh vektor, misalnya malaria dan demam
berdarah.

Ukuran Epidemiologi

Rasio, Proporsi dan Angka


Agar data morbiditas dan mortalitas dapat digunakan untuk membandingkan maka
data absolut diubah menjadi data relatif. Dalam epidemiologi yang banyak
digunakan dalam menentukan morbiditas dan mortalitas adalah angka, rasio dan
porposi.

Rasio
Rasio merupakan nilai relatif yang dihasilkan dari pembandingan dua nilai
kuantitatif yang pembilangnya tidak merupakan bagian dari penyebut. Misalnya
sebuah nilai kuantitatif A dan nilai kuantitatif lain adalah B maka rasio kedua nilai
tersebut adalah A/B.

Proporsi
Proporsi ialah perbandingan dua nilai kuantitatif yang pembilangnya merupakan
bagian dari penyebut. Proporsi, perbandingan menjadi : A/(A + B).

Angka
Angka merupakan proporsi dalam bentuk khusus- perbandingan antara pembilang
dan penyebut dinyatakan dalam batas waktu tertentu.
Insidensi merupakan kasus baru suatu penyakit yang terjadi dalam kurun waktu
tertentu. Ini merupakan cara terbaik untuk menentukan resiko timbulnya penyakit.

Incidence Rate

Incidence rate dari suatu penyakit tertentu adalah jumlah kasus baru yang terjadi di
kalangan pendudukalah proporsi kelompok individu yang terdapat dalam penduduk
selama periode waktu tertentu.
Jumlah kasus baru suatu penyakit selama periode tertentu
Incidence rate = --------------------------------------------------------- X 1000
Populasi yang mempunyai resiko

Prevalence rate

Prevalence rate mengukur jumlah orang di kalangan penduduk yang menderita


sustu penyakit pada satu titik waktu tertentu. Untuk prevalensi terdapat dua ukuran,
yaitu point prevalence (prevalensi sesaat) dan periode prevalence (prevalensi
periode).
Jumlah semua kasus penyakit yang ada
Pada suatu titik waktu
Prevalence Rate = ------------------------------------------- 1000
Jumlah penduduk seluruhnya

Jumlah semua kasus penyakit yang


Selama periode
Periode Prevalence = ------------------------------------------- 1000
Jumlah penduduk rata-rata dari periode tersebut.

23
Attack Rate
Jumlah kasus selama epidemi
Periode Prevalence = ------------------------------------------- 1000
Populasi yang mempunyai resiko-resiko

Indeks kesehatan

Indeks kesehatan yang dapat digunakan banyak sekali, tetapi yang akan dibahas
hanya indeks yang banyak digunakan dalam epidemiologi yaitu :
1. Indeks fertilitas
2. Indeks morbiditas dan
3. Indeks mortalitas

Indeks Fertilitas

Ukuran yang banyak digunakan dalam kesehatan dan epidemiologi adalah :


1. Angka kelahiran kasar (Crude birth rate/CBR)
Angka kelahiran kasar ialah semua kelahiran hidup yang dicatat dalam satu
tahun dibagi dalam jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang sama
dan dikalikan 1000.
Jumlah kelahiran hidup
Yang dicatat
Angka Kelahiran Kasar = ----------------------------------------------- X 1000
Jumlah penduduk pada pertengahan
Tahun yang sama

2. Angka fertilitas menurut golongan umur (age specific fertility rate/ASFR)


Angka fertilitas menurut golongan umur (age specific fertility rate/ASFR)
ialah jumlah kelahiran hidup oleh ibu pada golongan umur tertentu pada
tahun yang sama.
Jumlah lahir hidup oleh ibu golongan umur
Tertentu yang dicatat selama 1 tahun
Angka Fertilitas = ------------------------------------------------------
Jumlah penduduk wanita golongan umur
Tertentu pada pertengahan tahun yang sama

3. Angka fertilitas total (Total Fertility Rate/TFR)


Angka fertilitas total (AFT) merupakan jumlah angka fertilitas menurut
golongan umur yang dicatat selama satu tahun
Angka Fertilitas Total = Jumlah angka fertilitas menurut golongan umur X k

Indeks Mortalitas dan Morbiditas

1. Angka kematian kasar (Crude death rate= CDR)


Jumlah kematian yang dicatat selama 1 tahun
AKK = -------------------------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang sama

2. Angka kematian berhubungan dengan umur


a. Angka kematian menurut golongan umur (age specific death rate/ASDR)
Jumlah kematian yg dicatat selama
satu tahun pada penduduk gol umur X
Angka kematian ---------------------------------------------
Menurut gol umur Jumlah penduduk pertengahan tahun pada
Golongan umur X

24
b. Angka kematian bayi (infant mortality rate/IMR)
Jumlah kematian umur 0-1 tahun yg dicatat selama 1 tahun
AKI = -----------------------------------------------------------------X 1000
Jumlah lahir hidup pada tahun yang sama

c. Angka kematian neonatal (neonatal mortality rate/NMR)


Jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari
AKN = -----------------------------------------------------------------X 1000
Jumlah lahir hidup pada tahun yang sama

d. Angka kematian perinatal (perinatal mortality rate/PMR)


Jumlah kematian janin yang dilahirkan pada kelahiran 28
Minggu atau lebih + jumlah kematian bayi umur kurang
Dari 7 hari yang dicatat selama 1 tahun
AKN = -----------------------------------------------------------------X k
Jumlah lahir hidup pada tahun yang sama

e. Angka kematian balita (under five mortality rate/NMR)


Jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari
AKN = -----------------------------------------------------------------X 1000
Jumlah lahir hidup pada tahun yang sama

f. Angka kematian karena sebab tertentu


Jumlah kematian karena sebab tertentu
yang dicatat selama1 tahun
Angka kematian = --------------------------------------------X 100.000
Karena sebab tertentu Jumlah penduduk pertengahan
pada tahun yang sama

g. Case fatality ratio (CFR)


Jumlah kematian karena penyakit tertentu
CFR = ------------------------------------------------------------
Jumlah seluruh penderita penyakit tersebut

h. Angka kematian ibu(maternal mortality rate/MMR)


Jumlah kematian ibu hamil, persalinan,
Dan nifas yang dicatat selama 1 tahun
Angka kematian Ibu = ------------------------------------------------X 1000
Jumlah lahir hidup pada tahun yang sama

3. Angka Morbiditas
Jumlah penderita yang dicatat selama 1 tahun
Angka morbiditas = --------------------------------------------------------X 1000
Jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang sama

Pengukuran Resiko

Berbagai resiko kita hadapi sejak lahir. Resiko dapat diartikan sebagai suatu derajat
ketidakpastian yang biasanya terletak antara 0 dan 1. Ketidakpastian ialah orang
yang mempunyai resiko belum tentu akan terkena, tetapi sebaliknya orang tidak
mempunyai resiko dapat menderita. Kita resiko sama dengan nol bila terdapat
kepastian bahwa suatu peristiwa tidak akan terjadi dan resiko sama dengan satu bila
sustu peristiwa secara pasti terjadi. Keadaan ekstrem ini dalam praktik hampir tidak
terjadi. Yang dialami dalam praktik, besar resiko terletak antara 0 dan 1 atau 100 %.

25
Untuk mengetahui besarnya pengaruh pemaparan terhadap timbulnya penyakit
dapat dilakukan dengan membandingkan besarnya resiko antara kelompok terpajan
dengan kelompok tidak terpajan. Perbandingan tersebut dapat dilakukan secara
terpisah dengan menghitung besarnya resiko masing-masing kelompok.
Contoh :
1. Misalnya dari 1000 orang perokok, insidensi penyakit jantung koroner
sebanyak 50 orang. Besarnya resiko perokok untuk terkena penyakit jantung
koroner akibat merokok adalah : 50/1000 = 0,05 (5 %).
2. Misalnya dari 1000 orang bukan perokok, insiden penyakit jantung koroner
sebanyak 20 orang. Besar resiko bukan perokok untuk terkena penyakit
jantung koroner adalah : 20/1000 = 0,02 ( 2 %).

Resiko Atribut
Besarnya resiko atribut dapat diperoleh dengan menghitung selisih angka insidensi
kelompok terpajan dengan angka insidensi kelompok tidak terpajan dan hasilnya
dianggap sebagai akibat pemaparan oleh faktor penyebab penyakit (atribut).

Angka insidensi kelompok terpajan – Angka insidensi kelompok tidak


terpajan

Contoh :
Hubungan antara rokok dengan karsiono paru-paru
1. Dari 100 orang perokok berat ditemukan sebanyak 5 orang yang menderita
karsinoma paru-paru maka besar resiko = 0,05
2. Dari 100 orang bukan perokok ditemukan sebanyak 2 orang yang menderita
karsinoma paru-paru maka besarnya resiko = 0,02
Resiko atribut = 0,05 – 0,02 = 0,03
Maka resiko atribut diatas dapat dinyatakan bahwa 3 % insidensi karsinoma paru-
paru disebabkan karena rokok.
Resiko atribut bermanfaat untuk memperkirakan besarnya resiko yang dapat
dihindarkan bila ” atribut ” yang dianggap sebagai faktor penyebab penyakit
dihindarkan. Hal ini sangat penting untuk memberikan penerangan kepada
masyarakat tentang manfaat yang diperoleh bila faktor penyebab penyakit
dihindarkan dan berguna juga untuk menyusun rencana pencegahan penyakit.

Resiko Relatif
Bila angka insidensi kelompok terpajan dengan angka insidensi kelompok tidak
terpajan dibandingkan dengan cara menghitung rasio antara kedua kelompok
tersebut dinamakan resiko relatif atau risk ratio.

Rate insidensi kelompok terpapar


Resiko Relatif (RR) = --------------------------------------------------
Rate insidensi kelompok tidak terpapar

Uji Tapis (Screening test)

Uji tapis ialah cara untuk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui
suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan
antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak
menderita.
Uji tapis tidak dimaksudkan untuk mendiagnosis sehingga pada hasil tes uji tapis
yang positif harus dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif untuk menemukan
apakah yang bersangkutan memang sakit atau tidak, kemudian bagi yang
didiagnosisnya positif dilakukan pengobatan intensif agar tidak membahayakan bagi
dirinya maupun lingkungannya, khususnya bagi penyakit-penyakit menular.

26
Mendeteksi tanda dan gejala penyakit secara dini dan menemukan penyakit
sebelum menimbulkan gejala dapat dilakukan cara berikut :
1. Deteksi tanda dan gejala dini
Untuk dapat mendeteksi tanda dan gejala penyakit secara dini dibutuhkan
pengetahuan tentang tanda dan gejala yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dan masyarakat.
Dengan demikian bila timbulnya kasus baru dapat segera diketahui dan
diberikan pengobatan. Biasanya penderita datang untuk mencari pengobatan
setelah penyakit menimbulkan gejala dan gangguan kegiatan sehari-hari yang
berarti penyakit telah berada dalam stadium lanjut. Hal ini disebabkan
ketidakhuan dan ketidakmampuan penderita
2. Penemuan kasus sebelum menimbulkan gejala
Penemuan kasus ini dapat dilakukan dengan mengadakan uji tapis terhadap-
orang-orang yang tampaknya sehat, tetapi mungkin menderita penyakit.
Diagnosis dan pengobatan penyakit yang diperoleh dari penderita yang
datang mencari pengobatan setelah timbul gejala relatif sedikit sekali
dibandingkan dengan penderita tanpa gejala.

Proses pelaksanaan uji tapis


Proses uji tapis terdiri dari dua tahap, dimana pada tahap pertamanya dilakukan
pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang mempunyai resiko tinggi
menderita penyakit. Bila hasil tes negatif maka dianggap orang tersebut tidak
menderita penyakit. Bila hasil tes positif maka dilakukan pemeriksaan tahap
kedua yaitu pemeriksaan diagnostik yang hasilnya positif maka dianggap sakit.
Bagi hasil pemeriksaan yang negatif dilakukan pemeriksaan ulang secara
periodik. Ini berarti bahwa proses uji tapis adalah pemeriksaan pada tahap
pertama.

Kelompok orang
Yang tampak sehat

Tes

Hasil tes negatif Hasil tes positif

Pemeriksaan diagnostik

Hasil tes positif hasil tes negatif

Pengobatan intesif

Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa pemeriksaan
laboratorium atau radiologis, misalnya :
 Pemeriksaan gula darah dan
 Pemeriksaan radiologis dan iji tapis penyakit TBC
Pemeriksaan tersebut harus dapat dilakukan :
 Dengan cepat dapat memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut
(pemeriksaan diagnostik)
 Tidak mahal
 Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan dan
 Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa

27
Dasar Pemikiran

Dasar pemikiran dilakukan uji tapis adalah :


1. Yang diketahui gambaran spektrum penyakit hanya merupakan sebagaian
kecil saja sehingga dapat diumpamakan sebagai puncak gunuing es,
sedangkan sebagaian besar masih tersamar.
2. Didiagnosis dini dan pengobatan secara tuntas memudahkan kesembuhan
3. Biasanya penderita datang mencari pengobatan setelah timbul gejala atau
penyakit telah berada dalam stadium lanjut hingga pengobatan menjadi sulit
atau penyakit menjadi kronis atau bahkan tidak disembuhkan lagi
4. Penderita tanpa gejala mempunyai potensi untuk menularkan penyakit.

Tujuan
Adapun tujuan dari uji tapis adalah :
1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap
orang-orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit yaitu
orang mempunyai resiko tinggi untuk terkena penyakit.
2. Dengan ditemukannya penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan
secara tuntas hingga mudah disembuhkan dan tidak membahayakan dirinya
maupun lingkungannya dan tidak menjadi sumber penularan hingga
epidemi dapat dihindari.

Sasaran
Sasaran utama dalam uji tapis adalah penyakit kronis seperti :
1. Infeksi bakteri (lepra, TBC, dll)
2. Infeksi virus (hepatitis)
3. penyakit non – infeksi antara lain :
a. hipertensi
b. diabetes mellitus
c. Penyakit jantung
d. Karsionoma serviks
e. Prostat dan
f. Glaukoma
4. AIDS
Uji tapis dapat dilakukan secara masal dan selektif. Uji tapis secara masal
dapat dilakukan pada penyakit TBC tanpa mempertimbangkan population at
risk. Cara ini dimaksudkan menjaring sebanyak mungkin kasus tanpa gejala
karena saat ini di Indonesia, TBC masih merupakan masalah serius. Uji tapis
secara spesifik dilakukan terhadap orang-orang yang mempunyai resiko terkena
seperti hipertensi yang dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.

Lokasi Uji tapis


Uji tapis dapat dilaksanakan di lapangan, rumah sakit umum, rumah sakit khusus,
pusat pelayanan khusus, dan lain-lain.

Pengamatan Epidemiologis (Surveilans)

Pengamatan epidemiologis penyakit menular ialah kegiatan yang teratur


mengumpulkan, meringkas dan analisis data tentang insidensi penyakit menular
untuk mengidentifikasi kelompok penduduk resiko tinggi, memahami cara
penyebaran dan mengurangi atau memberantas penyebarannya.
Setiap kasus harus dilaporkan dengan jelas dan lengkap meliputi diagnosis, mulai
timbulnya gejala, dan variabel demografi seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat
dan asal data (dokter, rumah sakit, puskesmas, sekolah, tempat kerja dan lain-lain).
Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh berbagai

28
informasi tentang penyakit musiman atau kecendrungan jangka panjang, perubahan
daerah penyebaran, kelompok resiko tinggi yang dirinci menurut umur, jenis
kelamin, suku, agama, sosial ekonomi dan penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan. Pengamatan epidemiologis secara garis besar dapat dilakukan secara
akitif dan pasif.
Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk
mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh
petugas kesehatan secara teratur semiggu sekali atau dua minggu sekali untuk
mencatat ada atau tidaknya kasus baru penyakit tertentu.
Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan
sarana pelayanan di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi
geografis tentang berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan-perubahan
yang terjadi dan kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut.
Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan,
sosial ekonomi, saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat kejadian yang
berkaitan dengan penyakit tertentu dan pecatatan tetap dilakukan walaupun tidak
ditemukan kasus baru.
Pengamatan aktif dilakukan bila :
1. Ditemukan penyakit baru
2. Penelitian tentang cara penyebaran yang baru suatu penyakit tertentu
3. Resiko tinggi terjadinya penyakit musiman dan
4. Penyakit tertentu yang timbul didaerah baru atau akan menimbulkan pengaruh
pada kelompok penduduk tertentu atau penyakit dengan insidensi yang rendah
mendadak terjadi peningkatan.

29
BAB V
SISTEM KESEHATAN NASIONAL

Seperti Anda ketahui pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan masih


menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi sehingga
diperlukan pemantapan dan percepatan melalui Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
sebagai pengelolaan kesehatan yang disertai berbagai terobosan penting, antara lain
program pengembangan Desa Siaga, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K), upaya pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan
komplementer sebagai terobosan pemantapan dan percepatan peningkatan
pemeliharaan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, Jaminan
Kesehatan Semesta, dan program lainnya.

PENGERTIAN SKN

Adapun yang dimaksud SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan


oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pengelolaan kesehatan adalah proses atau cara mencapai tujuan pembangunan
kesehatan melalui pengelolaan upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi kesehatan serta
pemberdayaan masyarakat.
Pengelolaan kesehatan adalah proses atau cara mencapai tujuan pembangunan
kesehatan melalui pengelolaan upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi kesehatan serta
pemberdayaan masyarakat
Sedangkan yang dimaksud dengan pembangunan kesehatan adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis.
SKN perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan
dengan mempertimbangkan determinan sosial, antara lain kondisi kehidupan sehari-
hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan,
sumber daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam
mengatasi masalah-masalah tersebut.
SKN disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan
dasar (primary health care) yang meliputi cakupan pelayanan kesehatan yang adil
dan merata, pemberian pelayanan kesehatan berkualitas yang berpihak kepada
kepentingan dan harapan rakyat, kebijakan kesehatan masyarakat untuk
meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat, kepemimpinan, serta
profesionalisme dalam pembangunan kesehatan.
SKN juga disusun dengan memperhatikan inovasi atau terobosan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan sistem
rujukan.Pendekatan pelayanan kesehatan dasar secara global telah diakui sebagai
pendekatan yang tepat dalam mencapai kesehatan bagi semua dengan
mempertimbangkan kebijakan kesehatan yang responsif gender.

30
Gambar 4.1 Sistem Kesehatan Masyarakat

MAKSUD DAN KEGUNAAN SKN

Seperti Anda ketahui penyusunan SKN ini dimaksudkan untuk menyesuaikan SKN
2009 dengan berbagai perubahan dan tantangan eksternal dan internal, agar dapat
dipergunakan sebagai pedoman dalam pengelolaan kesehatan baik oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan
lembaga swasta. Tersusunnya SKN ini mempertegas makna pembangunan kesehatan
dalam rangka pemenuhan hak asasi manusia, memperjelas penyelenggaraan
pembangunan kesehatan sesuai dengan visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 (RPJP-K), memantapkan kemitraan
dan kepemimpinan yang transformatif, melaksanakan pemerataan upaya kesehatan
yang terjangkau dan bermutu, meningkatkan investasi kesehatan untuk keberhasilan
pembangunan nasional.SKN ini merupakan dokumen kebijakan pengelolaan
kesehatan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN SKN

Bagaimana perkembangan dan tantangan SKN saat ini !, seperti Andaketahui


pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan
terjadinya peningkatan kinerja sistem kesehatan telah berhasil meningkatkan status
kesehatan masyarakat antara lain: 1) penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) dari 46
per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2007 (SDKI 2007); 2) penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 318 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2007 (SDKI 2007); 3) peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) dari
68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007; 4) penurunan
prevalensi kekurangan gizi pada balita dari 29,5% pada akhir tahun 1997 menjadi
sebesar 18,4% pada tahun 2007 (Riskesdas 2007) dan 17,9 % (Riskesdas 2010); 5)
terjadinya peningkatan contraceptive prevalence rate (CPR) dari 60,4% (SDKI
2003) menjadi 61,4% (SDKI 2007) sehingga total fertility rate (TFR) stagnan dalam
posisi 2,6 (SDKI 2007).

Perkembangan upaya kesehatan

Perkembangan upaya kesehatan secara nasional telah mengalami peningkatan,


antara lain; 1) akses rumah tangga yang dapat menjangkau fasilitas pelayanan
kesehatan ≤ 30 menit sebesar 90,7% dan akses rumah tangga yang berada ≤ 5 km
dari fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 94,1% (Riskesdas 2007); 2) peningkatan
jumlah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ditandai dengan peningkatan rasio
Puskesmas dari 3,46 per 100.000 penduduk pada tahun 2003 menjadi 3,65 per
100.000 pada tahun 2007 (Profil Kesehatan 2007); 3) pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan oleh penduduk meningkat dari 15,1% pada tahun 1996 menjadi

31
33,7% pada tahun 2006; 4) kunjungan baru (contact rate) ke fasilitas pelayanan
kesehatan meningkat dari 34,4% pada tahun 2005 menjadi 41,8% pada tahun 2007;
5) jumlah masyarakat yang mencari pengobatan sendiri sebesar 45% dan yang tidak
berobat sama sekali sebesar 13,3% (2007); 6) secara keseluruhan, kesehatan ibu
membaik dengan turunnya Angka Kematian Ibu (AKI);7) pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan meningkat dari75,4% (Riskesdas 2007) menjadi 82,2%
(Riskesdas 2010),sementara persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
meningkatdari 24,3% pada tahun 1997 menjadi 46% pada tahun 2007 dan meningkat
lagi menjadi 55,4% (Riskesdas 2010); 8) akses terhadap air bersih sebesar 57,7%
rumah tangga dan sebesar 63,5% rumah tangga mempunyai akses pada sanitasi yang
baik (Riskesdas 2007);9) akses terhadap air minum sebesar 45,1% dan akses
pembuangan tinja sebesar 55,5%, keduanya menggunakan kriteria MDG’s (Riskesdas
2010); 10) pada tahun 2007, rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas buang
air besar sebesar 24,8% dan yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah
sebesar 32,5%; 11) kontribusi penyakit menular terhadap kesakitan dan kematian
semakin menurun.
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya kesehatan antara lain : a) masih
terdapat disparitas geografi; kapasitas fiskal; belanja daerah; pendidikan;
infrastruktur; akses dan fasilitas pelayanan kesehatan; tumpang tindih sasaran
penanggulangan kemiskinan dan akses fasilitas publik (sumber Riset Fasilitas
Kesehatan 2011 dan sumber lainnya); b) akses rumah tangga yang dapat
menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan
pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan pulau-pulau kecil terdepan dan
terluar masih rendah; c) masih terdapat disparitas sumber daya antara lain:
ketersediaanlistrik 24 jam di puskesmas; d) masih terdapat disparitas kependudukan
antara lain: contraceptive prevalence rate (CPR) antar provinsi dan disparitas total
fertility rate (TFR); masih ditemui disparitas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan
cakupan imunisasi antar wilayah masih tinggi, yaitu: (1) cakupan pemeriksaan
kehamilan tertinggi 97,1% dan terendah67%; (2) cakupan imunisasi lengkap tertinggi
sebesar 73,9% dan cakupan terendah sebesar 17,3% (Riskesdas, 2007); (3) rata-rata
cakupan pemeriksaan kehamilan sebesar 61,4% (Riskesdas 2010); (4) rata-rata
cakupan imunisasi lengkap sebesar 53,8% (Riskesdas2010); e) Penyakit infeksi
menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol, terutama:
TB paru, malaria, HIV/AIDS, DBD dan Diare; f) Penyakit yang kurang mendapat
perhatian (neglected diseases),antara lain filariasis, kusta, dan frambusia cenderung
meningkatkembali, serta penyakit pes masih terdapat di berbagai daerah; g) Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan adanya peningkatan
kasus penyakit tidak menular, antara lain penyakit kardiovaskuler dan kanker secara
cukup bermakna,menjadikan Indonesia mempunyai beban ganda (double burden).

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Perkembangan penelitian dan pengembangan kesehatan telahmengalami


peningkatan, antara lain: 1) Berbagai hasil penelitian, pengembangan, penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan telah dimanfaatkan oleh pihak industri
dan masyarakat, diantaranya yaitu produksi vaksin flu burung, dan lain sebagainya;
2) Keberhasilan dalam pelaksanaan Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas) dan riset-riset
di bidang kesehatan lainnya yanghasilnya telah dijadikan indikator kemajuan
pembangunankesehatan baik secara nasional maupun lokal atau daerah; 3) Telah
dimulainya penyelenggaraan program saintifikasi jamu sejakawal tahun 2010 dalam
rangka pemanfaatan sumber dayatumbuh-tumbuhan dari alam sebagai bagian dari
pemeliharaandan pengobatan penyakit.
Permasalahan dihadapi dalam penelitian dan pengembangan kesehatan antara
lain : a) masih rendahnya penguasaan dan penerapan teknologi kesehatan oleh
sumber daya manusia Indonesia khususnya oleh tenaga kesehatan; b) masih

32
rendahnya sumbangan hasil penelitian, pengembangan, dan penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan bagi pembangunan kesehatan; c) masih lemahnya
sinergi kebijakan pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan bagi pembangunan kesehatan; d)
terbatasnya sumber daya manusia yang mempunyai kompetensidalam menjalankan
profesi peneliti kesehatan; d) terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi
dan produk teknologi kesehatan; e) masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk
memanfaatkan hasil penelitian dan mengembangkan teknologi dan produk teknologi
kesehatan; f) masih lemahnya dukungan penyelenggaraan penelitian,
pengembangan, dan penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan; g) hasil
penelitian, pengembangan, dan penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan
termasuk hasil penelitian kebijakan dan hukum kesehatan belum banyak
dimanfaatkan sebagai dasar perumusan kebijakan dan perencanaan program dalam
pengelolaankesehatan.

Gambar 4.2 Kegiatan Penelitian di Laboratorium bidang Kesehatan

Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan terus meningkat dari tahun ke tahun. Persentase pengeluaran


nasional kesehatan di Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun
2005 adalah Rp 57,106.45 triliun (2,06%) dan meningkat secara progresif menjadi
Rp 132,472.09 triliun (2,36%) pada tahun 2009.
Jaminan kesehatan juga meningkat dari tahun ke tahun.Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) bagi masyarakat miskin dan tidak mampu menjadi
lokomotif pengembangan jaminan di berbagai daerah.Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka sejak 1
Januari 2014 mulai diberlakukan Sistem Jaminan Sosial Nasional bidang kesehatan.
Permasalahan yang dihadapi dalam pembiayaan kesehatan meliputi : a) belum
seluruh masyarakat terlindungi secara optimal terhadap beban pembiayaan
kesehatan; b) terbatasnya dana operasional Puskesmas dalam rangka pelaksanaan
program dan kegiatan untuk mencapai target Millenium Development Goals
(MDG’s); c) belum terpenuhinya kecukupan pembiayaan kesehatan yang diikuti
efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran; d) belum adanya pertimbangan
kebutuhan biaya pelayanan kesehatan terutama program prioritas sebagaimana
Standar Pelayanan Minimal (SPM); e) masih terbatasnya peraturan perundang-
undangan yangmendukung pencapaian jaminan kesehatan, hal ini terkait dengan
masih terbatasnya kemampuan manajemen pembangunan kesehatan.

33
Gambar 4.3 Kegiatan Sosial Jaminan Kesehatan Nasional

Sumber Daya Manusia Kesehatan

Upaya pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan belum memadai, baik
jumlah, jenis, maupun kualitas tenaga kesehatan yang dibutuhkan.Selain itu,
distribusi tenaga kesehatan masih belum merata.Sejak tahun 2003 juga telah
dilaksanakan akreditasi pelatihan daninstitusi pelatihan untuk menjaga mutu
pelatihan di bidangkesehatan.
Permasalahan yang dihadapi dalam sumber daya manusia kesehatan antara lain :
a) pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan belum dapat
memenuhi kebutuhan sumber daya manusia untuk pembangunan kesehatan
terutama di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan serta daerah bermasalah
kesehatan; b) perencanaan kebijakan dan program sumber daya manusia kesehatan
masih lemah dan belum didukung dengan tersedianya sistem informasi terkait
sumber daya manusia kesehatan yang memadai; c) masih kurang serasinya antara
kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis sumber daya manusia kesehatan, kualitas
hasil pendidikan sumber daya manusia kesehatan dan pelatihan kesehatan pada
umumnya masih belum merata; d) dalam pendayagunaan sumber daya manusia
kesehatan, pemerataan sumber daya manusia kesehatan berkualitas masih kurang,
pengembangan karier, sistem penghargaan, dan sanksi belum sebagaimana
mestinya, regulasi untuk mendukung sumber daya manusia kesehatan masih
terbatas; e) danpembinaan dan pengawasan mutu sumber daya manusia kesehatan
masih kurang, dan dukungan sumber daya kesehatan pendukung masih kurang.

Gambar 4.4 Pelayanan Kesehatan oleh SDM Kesehatan

34
Pemberdayaan Masyarakat

Rumah tangga yang telah melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat meningkat
dari 27% pada tahun 2005 menjadi 36,3% pada tahun 2007, namun masih jauh dari
sasaran yang harus dicapai, yakni sekurang-kurangnya dengan target 60%.Jumlah
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), seperti Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), dan Pos Kesehatan Pesantren
(Poskestren) semakin meningkat, tetapi pemanfaatan dan kualitasnya masih
rendah.Tanggung jawab sosial perusahaan semakin lama semakin meningkat dan
mendapat respon dari masyarakat.Semakin meningkatnya kemitraan antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan organisasi masyarakat dalam berbagai
program kesehatan.

Gambar 4.5 Kegiatan Penimbangan di Posyandu

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan

Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik,sementara itu


bahan baku impor mencapai 85% dari kebutuhan. Di Indonesia terdapat 9.600 jenis
tanaman berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang
telah digunakan sebagai bahan baku.
Upaya perlindungan masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan telah dilakukan secara komprehensif.Sementara itu
Pemerintah telah berusaha untukmenurunkan harga obat, namun masih banyak
kendala yang dihadapi.Penggunaan obat rasional belum dilaksanakan di seluruh
fasilitaspelayanan kesehatan, masih banyak pengobatan yang dilakukan tidak sesuai
dengan formularium.
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) digunakan sebagai dasar penyediaan obat di
pelayanan kesehatan publik.Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tersebut telah
disusun sejak tahun 1980 dan direvisi secara berkala.Lebih dari 90% obat yang
diresepkan di Puskesmas merupakan obat esensial generik.diterapkan. Namun tidak
diikuti oleh fasilitas pelayanankesehatan lainnya, antara lain di rumah sakit
pemerintah kurang dari 76%, rumah sakit swasta 49%, dan apotek kurang dari 47%.
Hal ini menunjukkan bahwa konsep obat esensial generik belum sepenuhnya
diterapkan.

35
Gambar 4.6. Sedian Obat di Pelayanan Kesehatan

Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan

Perencanaan pembangunan kesehatan antara pusat dan daerah belum


sinkron.Begitu pula dengan perencanaan jangka panjang/menengah masih belum
menjadi acuan dalam menyusunperencanaan jangka pendek.Sistem informasi
kesehatan menjadi lemah setelah menerapkankebijakan desentralisasi.Sistem
Informasi Kesehatan Nasional (Siknas) yang berbasis fasilitassudah mencapai tingkat
kabupaten/kota namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Surveilans yang belum dilaksanakan secara baik dan menyeluruh. Hukum kesehatan
belum tertata secara sistematis dan harmonis sertabelum mendukung pembangunan
kesehatan secara utuh.Pemerintah belum sepenuhnya dapat
menyelenggarakanpembangunan kesehatan yang efektif, efisien, dan bermutu
sesuaidengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (goodgovernance).

Gambar 4.7 Pengelolaan informasi di bidang pelayanan kesehatan

PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS

Perkembangan global, regional, nasional, dan lokal yang dinamis akan


mempengaruhi pembangunan suatu negara, termasuk pembangunan kesehatannya.
Hal ini merupakan faktor eksternal utama yang mempengaruhi proses pembangunan
kesehatan, termasuk diantaranya kesehatan sebagai ketahanan nasional. Faktor
lingkungan strategis dapat dibedakan atas tatanan global, regional, nasional, dan
lokal, serta dapat dijadikan peluang atau kendala bagi sistem kesehatan di Indonesia.

36
Tingkat Global dan Regional

Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secaraluas, yang


mencakup ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi, danlingkungan. Proses ini
dipicu dan dipercepat dengan berkembangnyateknologi, informasi, dan transportasi
yang mempunyai konsekuensipada fungsi suatu negara dalam sistem
pengelolaannya.
Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantanganpembangunan kesehatan,
yang sampai saat ini belum sepenuhnyadilakukan persiapan dan langkah-langkah
yang menjadikan peluangdan mengurangi dampak yang merugikan, sehingga
mengharuskanadanya suatu sistem kesehatan yang responsif.
Komitmen Internasional, seperti: Millenium Development Goals
(MDGs),adaptasi perubahan iklim (climate change), The Association ofSoutheast
Asian Nations Charter (ASEAN Charter), jejaring riset AsiaPasifik, serta komitmen
nasional, seperti revitalisasi pelayanankesehatan dasar dan pengarusutamaan
gender, perlu menjadi perhatian dalam pembangunan kesehatan.

Tingkat Nasional dan Lokal

Pada tingkat nasional terjadi proses politik, seperti desentralisasi,demokratisasi, dan


politik kesehatan yang berdampak pada pembangunan kesehatan, sebagai contoh:
banyaknya peserta pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang menggunakan isu
kesehatansebagai janji politik.Proses desentralisasi yang semula diharapkan mampu
memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, namun
dalam kenyataannya belum sepenuhnya berjalan dan bahkan memunculkan euforia
di daerah yang mengakibatkan pembangunan kesehatan terkendala.
Secara geografis, sebagian besar wilayah Indonesia rawan bencana,di sisi lain
situasi sosial politik yang berkembang sering menimbulkankonflik sosial yang pada
akhirnya memunculkan berbagai masalahkesehatan, termasuk akibat pembangunan
yang tidak berwawasankesehatan yang memerlukan upaya pemecahan melalui
berbagaiterobosan dan pendekatan.Perangkat regulasi dan hukum yang terkait
dengan kesehatan masihbelum memadai, sementara itu kemampuan pimpinan
tenagakesehatan dan profesi dalam pemahaman etikolegal dan pembuatan
regulasi kesehatan spesifik serta kesadaran hukum masyarakat masih rendah, dan
masih lemahnya penegakan hukum menyebabkanberbagai hambatan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai terobosan/pendekatan terutama
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan yang memberikan
penguatan kapasitas dan surveilans berbasis masyarakat, diantaranya melalui
pengembangan Desa Siaga. Di bidang lingkungan, mekanisme mitigasi serta adaptasi
dan pengenalan resiko akan perubahan iklim menuntut kegiatan kerja sama antara
pihak lingkungan dengan pihak kesehatan dan seluruh sektor terkait.

ASAS SKN

Untuk menjamin efektifitas SKN, maka setiap pelaku pembangunan kesehatan harus
taat pada asas yang menjadi landasan bagi setiap program dan kegiatan
pembangunan kesehatan.

Dasar Pembangunan Kesehatan

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025


(RPJP-N), pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud.Pembangunan kesehatan

37
diselenggarakan dengan mengacu pada dasar a) perikemanusiaan; b)
pemberdayaan dan kemandirian; c) adil dan merata; d) dan pengutamaan dan
manfaat.
Perikemanusiaan. Pembangunan kesehatan harus berlandaskan pada prinsip
perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Tenaga kesehatan harus berbudi luhur,
memegang teguh etika profesi, dan selalu menerapkan prinsip perikemanusiaan
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan serta memiliki kepedulian sosial
terhadap lingkungan sekitar.
Pemberdayaan dan Kemandirian. Setiap orang dan masyarakat bersama dengan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berperan, berkewajiban, dan bertanggung jawab
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga,
masyarakat, dan lingkungannya.Pembangunan kesehatan harus mampu
meningkatkan danmendorong peran aktif masyarakat. Pembangunan kesehatan
dilaksanakan dengan berlandaskan pada kepercayaan atas kemampuan dan
kekuatan sendiri, kepribadian bangsa, semangat solidaritas sosial, gotong royong,
dan penguatan kesehatan sebagai ketahanan nasional.
Adil dan Merata. Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak
yang samadalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,tanpa
memandang suku, agama, golongan, dan status social ekonominya. Setiap orang
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Pengutamaan dan Manfaat. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan perorangan atau
golongan.Upaya kesehatan yang bermutu diselenggarakan denganmemanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta harus lebih mengutamakan
pendekatan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.Pembangunan
kesehatan diselenggarakan berlandaskan pada dasar kemitraan atau sinergisme yang
dinamis dan tata penyelenggaraan yang baik, sehingga secara berhasil guna dan
bertahap dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, beserta lingkungannya. Pembangunan kesehatan diarahkan
agar memberikan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi,
anak, manusia usia lanjut, dan masyarakat miskin.Perlu diupayakan pembangunan
kesehatan secara terintegrasi antarapusat dan daerah dengan mengedepankan nilai-
nilai pembangunankesehatan, yaitu: berpihak pada rakyat, bertindak cepat dan
tepat,kerja sama tim, integritas yang tinggi, dan transparansi serta akuntabilitas.

Dasar SKN

Dalam penyelenggaraan, SKN harus mengacu pada dasar-dasar atau asas-asas


sebagai berikut: a) perikemanusiaan; b) keseimbangan; c) manfaat; d) perlindungan;
e) keadilan; f) penghormatan hak asasi manusia; g) sinergisme dan kemitraan yang
dinamis; h) komitmen dan tata pemerintahan yang baik (good governance); i)
legalitas; j) antisipatif dan proaktif; k) gender dan nondiskriminatif; l). dan kearifan
lokal.
Perikemanusiaan.Setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus dilandasi atas
perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak
membedakan golongan agama dan bangsa.Setiap tenaga pengelola dan pelaksana
SKN harus berbudi luhur, memegang teguh etika profesi, dan selalu menerapkan
prinsip perikemanusiaan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Keseimbangan.Setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus dilaksanakan
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat,
antara fisik dan mental, serta antara material dan spiritual.

38
Manfaat.Setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap
warga negara.
Perlindungan.Setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus dapat
memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima
pelayanan kesehatan.
Keadilan.Setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus dapat memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan
pembiayaan yang terjangkau tanpa memandang suku, agama, golongan, dan status
sosial ekonominya.
Penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM).Sesuai dengan tujuan pembangunan
nasional dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yaitu untuk meningkatkan kecerdasan bangsa dan kesejahteraan rakyat,
maka setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus berdasarkan pada prinsip hak
asasi manusia. Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 antara lainmengamanatkan bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dengan tanpa membedakan suku, agama, golongan, jenis kelamin,
dan status social ekonomi.Begitu juga bahwa setiap anak dan perempuan berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Sinergisme dan Kemitraan yang Dinamis. SKN akan berfungsi baik untuk
mencapai tujuannya apabila terjadi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan
Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan sistem
serta subsistem lain di luar SKN. Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh
sector terkait, seperti pembangunan prasarana, keuangan, dan pendidikan perlu
berperan bersama dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan
nasional.Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang
kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat, termasuk
swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Kemitraan
tersebut diwujudkan dengan mengembangkan jejaring yang berhasil guna dan
berdaya guna, agar diperoleh sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Komitmen dan Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance).Agar SKN
berfungsi baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan, dan kerjasama yang
baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang baik (good governance).Pembangunan kesehatan diselenggarakan
secara demokratis, berkepastian hukum, terbuka (transparan), rasional, profesional,
serta bertanggung jawab dan bertanggung gugat (akuntabel).
Legalitas.Setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus didasarkan
padaketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Dalam
menyelenggarakan SKN, diperlukan dukungan regulasi berupa adanya berbagai
peraturan perundang-undangan yang responsif, memperhatikan kaidah dasar
bioetika dan mendukung penyelenggaraan SKN dan penerapannya (law
enforcement) dalam menjamin tata tertib pelayanan kesehatan untuk kepentingan
terbaik bagi masyarakat.
Antisipatif dan Proaktif. Setiap pelaku pembangunan kesehatan harus mampu
melakukan antisipasi atas perubahan yang akan terjadi, yang di dasarkan pada
pengalaman masa lalu atau pengalaman yang terjadi di negara lain. Dengan mengacu
pada antisipasi tersebut, pelaku pembangunan kesehatan perlu lebih proaktif
terhadap perubahan lingkungan strategis baik yang bersifat internal maupun
eksternal.
Gender dan Nondiskriminatif.Dalam penyelenggaraan SKN, setiap penyusunan
rencana kebijakan dan program serta dalam pelaksanaan program kesehatan harus

39
responsif gender.Kesetaraan gender dalam pembangunan kesehatan adalah
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan
hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
kegiatan pembangunan kesehatan serta kesamaan dalam memperoleh manfaat
pembangunan kesehatan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil
terhadap laki-laki dan perempuan dalam pembangunan kesehatan. Setiap
pengelolaan dan pelaksanaan SKN tidak membedakanperlakuan terhadap
perempuan dan laki-laki.
Kearifan Lokal. Penyelenggaraan SKN di daerah harus memperhatikan dan
menggunakan potensi daerah yang secara positif dapat meningkatkan hasil guna dan
daya guna pembangunan kesehatan, yang dapat diukur secara kuantitatif dari
meningkatnya peran serta masyarakat dan secara kualitatif dari meningkatnya
kualitas hidup jasmani dan rohani.Dengan demikian kebijakan pembangunan daerah
di bidang kesehatan harus sejalan dengan SKN, walaupun dalam praktiknya, dapat
disesuaikan dengan potensi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat di daerah
terutama dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar bagi rakyat.

BENTUK POKOK SKN

Tujuan SKN

Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan olehsemua komponen


bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan
hukum, badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya
guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.

Kedudukan SKN

Suprasistem SKN.
Suprasistem SKN adalah Sistem Ketahanan Nasional. SKN bersama dengan berbagai
sistem nasional lainnya diarahkan untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia seperti
yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam kaitan ini, undang-
undang yang berkaitan dengan kesehatan merupakan kebijakan strategis dalam
pembangunan kesehatan.

Kedudukan SKN dalam Sistem Nasional Lainnya.


Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak hanya
menjadi tanggung jawab sektor/urusan kesehatan, melainkan juga tanggung jawab
berbagai sektor/urusan terkait. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
SKN perlu menjadi acuan bagi sektor/urusan lain.Dalam penyelenggaraan
pembangunan nasional, SKN dapat bersinergi secara dinamis dengan berbagai
sistem nasional lainnya, seperti: Sistem Pendidikan Nasional, Sistem Perekonomian
Nasional, Sistem Ketahanan Pangan Nasional, Sistem Pertahanan dan Keamanan
Nasional (Hankamnas), dan sistem nasional lainnya. Pelaksanaan pembangunan
nasional harus berwawasan kesehatandengan mengikutsertakan seluruh
sektor/urusan terkait kesehatan sejak awal perencanaan agar dampak pembangunan
yang dilakukan tidak merugikan derajat kesehatan masyarakat secara langsung
maupun tidak langsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Kedudukan SKN terhadap Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan di Daerah.

40
Dalam pembangunan kesehatan, SKN merupakan acuan penyelenggaraan
pembangunan kesehatan di daerah.Kedudukan SKN terhadap berbagai Sistem
Kemasyarakatan, termasuk Swasta.Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat
ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama
terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. Di lain pihak, sebagai sistem
kemasyarakatan yang ada, termasuk potensi swasta berperan aktif sebagai mitra
dalam pembangunan kesehatan yang dilaksanakan sesuai SKN. Dalam kaitan ini
SKN dipergunakan sebagai acuan bagi masyarakat dalam berbagai upaya
kesehatan.Keberhasilan pembangunan kesehatan juga ditentukan oleh peran aktif
swasta.Dalam kaitan ini potensi swasta merupakan bagian integral dari SKN.Untuk
keberhasilan pembangunan kesehatan perlu digalang kemitraan yang setara,
terbuka, dan saling menguntungkan dengan berbagai potensi swasta.Sistem
Kesehatan Nasional dapat mewarnai potensi swasta, sehingga sejalan dengan tujuan
pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan.

Subsistem SKN

Pendekatan pengelolaan kesehatan dewasa ini dan kecenderungannya di masa depan


adalah kombinasi dari pendekatan sistem, kontingensi, dan sinergi yang dinamis.
Mengacu pada perkembangan komponenpengelolaan kesehatan dewasa ini serta
pendekatan pengelolaankesehatan tersebut di atas, maka subsistem SKN
dikelompokkan sebagai berikut: a) subsistem upaya kesehatan; b) subsistem
penelitian dan pengembangan kesehatan; c) subsistem pembiayaan kesehatan; d)
subsistem sumber daya manusia kesehatan; d) subsistem sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan; e) subsistem manajemen, informasi, dan regulasi
kesehatan; f) subsistem pemberdayaan masyarakat.
Subsistem Upaya Kesehatan. Untuk dapat mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggitingginya perlu diselenggarakan berbagai upaya kesehatan
dengan menghimpun seluruh potensi bangsa Indonesia sebagai ketahanan
nasional.Upaya kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah (termasuk TNI dan
POLRI), pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, dan/atau masyarakat/swasta
melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan
pemulihan kesehatan, di fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan.
Subsistem Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Untuk mendapatkan dan
mengisi kekosongan data kesehatan dasar dan/atau data kesehatan yang berbasis
bukti perlu diselenggarakan kegiatan penelitian dan pengembangan kesehatan
dengan menghimpun seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia.Penelitian dan pengembangan kesehatan dikoordinasikan
penyelenggaraannya oleh Pemerintah.
Subsistem Pembiayaan Kesehatan. Pembiayaan kesehatan bersumber dari
berbagai sumber, yakni: Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, organisasi
masyarakat, dan masyarakat itu sendiri. Pembiayaan kesehatan yang adekuat,
terintegrasi, stabil, dan berkesinambungan memegang peran yang vital untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
kesehatan.Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat merupakan barang publik
(public good) yang menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan untuk pelayanan
kesehatan perorangan pembiayaannya bersifat privat, kecuali pembiayaan untuk
masyarakat miskin dan tidak mampu menjadi tanggung jawab pemerintah.
Pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan melalui jaminan
pemeliharaan kesehatan dengan mekanisme asuransi social yang pada waktunya
diharapkan akan mencapai universal healthcoverage sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan. Sebagai pelaksana upaya
kesehatan, diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi dalam

41
jumlah, jenis, dan kualitasnya, serta terdistribusi secara adil dan merata, sesuai
tuntutan kebutuhan pembangunan kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang
termasuk kelompok tenaga kesehatan, sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang
dimiliki terdiri dari tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan dan
kebidanan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi,
tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, dan tenaga kesehatan lainnya,
diantaranya termasuk peneliti kesehatan.SKN memberikan fokus penting pada
pengembangan dan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan guna
menjamin ketersediaan, pendistribusian, dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia kesehatan. Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan meliputi perencanaan kebutuhan dan program sumber daya manusia yang
diperlukan, pengadaan yang meliputi pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan
sumber daya manusia kesehatan, pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan,
termasuk peningkatan kesejahteraannya, dan pembinaan serta pengawasan mutu
sumber daya manusia kesehatan.
Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan. Subsistem ini
meliputi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan,hukum kesehatan, dan
informasi kesehatan.Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil
guna dan berdaya guna, diperlukan manajemen kesehatan.Peranan manajemen
kesehatan adalah koordinasi, integrasi, regulasi, sinkronisasi, dan harmonisasi
berbagai subsistem SKN agar efektif, efisien, dan transparansi dalam
penyelenggaraan SKN tersebut.Dalam kaitan ini peranan informasi kesehatan sangat
penting. Dari segi pengadaan data, informasi, dan teknologi komunikasi untuk
penyelenggaraan upaya kesehatan, pengembangan sumber daya manusia, dan
kegiatan lainnya, yang kegiatannya dapat dikelompokkan, antara lain: a)
pengelolaan sistem informasi; b) pelaksanaan sistem informasi; c) dukungan sumber
daya; dan d) pengembangan dan peningkatan sistem informasi kesehatan.
Subsistem Pemberdayaan Masyarakat. SKN akan berfungsi optimal apabila
ditunjang oleh pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat. Masyarakat
termasuk swasta bukan semata-mata sebagai sasaran pembangunan kesehatan,
melainkan juga sebagai subjek atau penyelenggara dan pelakupembangunan
kesehatan.Oleh karenanya pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting, agar
masyarakat termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku
pembangunan kesehatan.Dalam pemberdayaan perorangan, keluarga dan
masyarakat meliputi pula upaya peningkatan lingkungan sehat oleh masyarakat
sendiri dan upaya peningkatan kepedulian sosial dan lingkungan sekitar. Upaya
pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat akan berhasil pada hakekatnya
apabila kebutuhan dasar masyarakat sudah terpenuhi. Pemberdayaan masyarakat
dan upaya kesehatanpada hakekatnya merupakan fokus dari pembangunan
kesehatan.

Tata Hubungan Antar Subsistem Dan Lingkungannya

Penyelenggaraan SKN memerlukan keterkaitan antar unsur-unsur SKN sebagai


suatu tata hubungan yang efektif. Keterkaitan tersebut dijabarkan berikut ini:
Subsistem upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkanderajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.Untukpenyelenggaraan subsistem tersebut
diperlukan berbagai upayadengan menghimpun seluruh potensi bangsa
Indonesia.Upaya kesehatan tersebut dilaksanakan melalui berbagai jenis fasilitas
pelayanan kesehatan.Berbagai upaya tersebut memerlukandukungan penelitian dan
pengembangan kesehatan, pembiayaan, sumber daya manusia kesehatan,
ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi,
dan regulasi kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat.
Subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan diselenggarakan untuk
memberikan data dan informasi di bidangkesehatan yang berbasis bukti. Tersedianya

42
data dan informasi dibidang kesehatan yang berdasarkan hasil
penelitian,pengembangan, penapisan teknologi dan produk teknologikesehatan akan
dijadikan dasar perumusan strategi, kebijakan,dan program upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, ketersediaan sediaan
farmasi, alatkesehatan, dan makanan, manajemen, informasi, dan regulasikesehatan,
serta pemberdayaan masyarakat.
Subsistem pembiayaan kesehatan diselenggarakan gunamenghasilkan
ketersediaan pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi
secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk
terselenggaranya upaya kesehatan secara merata, terjangkau, dan bermutu bagi
seluruh masyarakat. Tersedianya pembiayaan yang memadai juga akan menunjang
terselenggaranya subsistem upaya kesehatan, subsistem penelitian dan
pengembangan kesehatan, subsistem sumber daya manusia kesehatan, subsistem
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, subsistem manajemen, informasi, dan
regulasi kesehatan, serta subsistem pemberdayaan masyarakat.
Subsistem sumber daya manusia kesehatan diselenggarakan gunamenghasilkan
tenaga kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan jenis yang mencukupi,
terdistribusi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna
serta dikembangkan, sehingga upaya kesehatan dapat diselenggarakan sesuai dengan
kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Tersedianya tenaga kesehatan yang
mencukupi dan berkualitas juga akan menunjang terselenggaranya subsistem upaya
kesehatan, subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan,
subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan, subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan, serta subsistem
pemberdayaan masyarakat.SKN 9 Januari 2012 – Verbal Final
Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanandiselenggarakan guna
menjamin keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu semua produk sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan makanan yang beredar; menjamin ketersediaan, pemerataan,
dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial, perlindungan masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat, dan penggunaan obat yang
rasional, dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggitingginya. Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan saling
terkait dengan subsistem upaya kesehatan, subsistem penelitian dan pengembangan
kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sumber daya manusia
kesehatan, subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan, serta subsistem
pemberdayaan masyarakat, sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan
dengan berhasil guna dan berdaya guna.
Subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan diselenggarakan guna
menghasilkan fungsi-fungsi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, informasi
kesehatan, dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu menunjang
penyelenggaraan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna. Dengan
manajemen kesehatan yang berhasil guna
dan berdaya guna dapat diselenggarakan subsistem upaya kesehatan, subsistem
penelitian dan pengembangan kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan,
subsistem sumber daya manusia kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan, serta subsistem pemberdayaan masyarakat, sebagai suatu
kesatuan yang terpadu dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
Subsistem pemberdayaan masyarakat diselenggarakan gunamenghasilkan
individu, kelompok, dan masyarakat umum yang mampu berperan aktif dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan.Masyarakat yang berdaya akan berperan aktif
dalampenyelenggaraan subsistem upaya kesehatan, subsistem penelitiandan
pengembangan kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sumber daya
manusia kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, serta
subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan.

43
CARA PENYELENGGARAAN SKN

Kesehatan mencakup kegiatan perencanaan, pengaturan, pembinaan dan


pengawasan serta evaluasi penyelenggaraan upaya kesehatan dan sumber dayanya
secara serasi dan seimbang dengan melibatkan masyarakat.Penyelenggaraan upaya
kesehatan meliputi upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat.Adanya sumber daya dalam penyelenggaraan upaya kesehatan ditujukan
untuk keberhasilan penyelenggaraan upaya kesehatan.Sumber daya dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan meliputi terutama tenaga kesehatan, fasilitas
kesehatan, perbekalan kesehatan, dan teknologi serta produk teknologi.
Pengelolaan dan penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilakukan dengan
memperhatikan nilai-nilai : 1) prorakyat; 2) inklusif; 3) responsif; 4) efektif; 5)
bersih. Penyelenggaraan SKN dilaksanakan secara berjenjang dari tingkatpusat
sampai daerah.Pemerintah membuat kebijakan yang dapat dilaksanakan di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota.Penyelenggaraan SKN mempertimbangkan komitmen
global dan komponennya yang relevan dan berpengaruh secara mendasar dan
bermakna terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Subsistem Upaya Kesehatan

Subsistem upaya kesehatan adalah pengelolaan upaya kesehatanyang terpadu,


berkesinambungan, paripurna, dan berkualitas, meliputi upaya peningkatan,
pencegahan, pengobatan, dan pemulihan, yang diselenggarakan guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tujuan dari penyelenggaraan subsistem upaya kesehatan adalah terselenggaranya
upaya kesehatan yang adil, merata, terjangkau, dan bermutu untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggitingginya. Unsur-unsur subsistem upaya kesehatan terdiri
dari: a) upaya kesehatan; b) fasilitas pelayanan kesehatan; c) sumber daya upaya
kesehatan; dan d) pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan.
Upaya Kesehatan. Pelayanan kesehatan meliputi peningkatan, pencegahan,
pengobatan,dan pemulihan, baik pelayanan kesehatan konvensional maupun
pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer melalui pendidikan
dan pelatihan dengan selalu mengutamakan keamanan, kualitas, dan
bermanfaat.Pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer
dilaksanakan secara sinergi dan integrasi dengan pelayanan kesehatan.Pelayanan
kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer diarahkan untuk
mengembangkan lingkup keilmuan (body ofknowledge) supaya sejajar dengan
pelayanan kesehatan.Upaya kesehatan diutamakan pada berbagai upaya yang
mempunyai daya ungkit tinggi dalam pencapaian sasaran pembangunan kesehatan
utamanya penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut, dan
masyarakat miskin.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan meliputi fasilitas
pelayanan kesehatanperorangan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,
yang diselenggarakan oleh Pemerintah (termasuk TNI/POLRI), pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota, dan/atau masyarakat yang sifatnya sesuai dengan kondisi
geografis dan kebutuhan masyarakat.Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan alat
dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan,
baik peningkatan, pencegahan, pengobatan, maupun pemulihan yang dilakukan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat, termasuk swasta.Fasilitas pelayanan kesehatan
tersebut meliputi pelayanan kesehatan tingkat pertama/primer, pelayanan kesehatan
tingkat kedua/ sekunder dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga/tersier.Ketentuan
persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut ditetapkan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

44
Sumber Daya Upaya Kesehatan. Sumber daya upaya kesehatan terdiri dari
sumber daya manusiakesehatan, fasilitas kesehatan, pembiayaan, sarana dan
prasarana, termasuk, sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta manajemen,
informasi, dan regulasi kesehatan yang memadai guna terselenggaranya upaya
kesehatan.Fasilitas kesehatan menyelenggarakan keseluruhan upaya kesehatan yang
terdiri dari penyelenggaraan upaya kesehatan tidak langsung yang mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan langsung.
Pembinaan dan Pengawasan Upaya Kesehatan. Pelayanan kesehatan harus
diberikan berdasarkan standar pelayananyang telah ditetapkan oleh Pemerintah
dengan memperhatikan masukan dari Pemerintah Daerah, organisasi profesi,
dan/ataumasyarakat.Pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan dilakukan secara
berjenjang melalui standarisasi, sertifikasi, lisensi, akreditasi, dan penegakan hukum
yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan organisasi profesi dan masyarakat.

Prinsip

Prinsip-prinsip subsistem upaya kesehatan terdiri dari: a) terpadu,


berkesinambungan, dan paripurna; b) bermutu, aman, dan sesuai kebutuhan; c) adil
dan merata; d) nondiskriminasi; e). terjangkau; f) teknologi tepat guna; dan g)
bekerja dalam tim secara cepat dan tepat.
Terpadu, Berkesinambungan, dan Paripurna.Upaya kesehatan bagi masyarakat
diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan, dan paripurna meliputi upaya
peningkatan, pencegahan, pengobatan hingga pemulihan, serta rujukan
antartingkatan upaya.
Bermutu, Aman, dan Sesuai Kebutuhan. Pelayanan kesehatan bagi masyarakat
harus berkualitas, terjamin keamanannya bagi penerima dan pemberi upaya, dapat
diterima masyarakat, efektif dan sesuai, serta mampu menghadapi tantangan global
dan regional.
Adil dan Merata. Pemerintah wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
yangberkeadilan dan merata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang
kesehatan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan di
luar negeri dalam kondisi tertentu.
Nondiskriminasi. Setiap penduduk harus mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai kebutuhan medis, bukan status sosial ekonomi dan tidak membedabedakan
suku/ras, budaya dan agama, dengan tetap memperhatikan kesetaraan dan
pengarusutamaan gender serta perlindungan anak.
Terjangkau.Ketersediaan dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang
bermutuharus terjangkau oleh seluruh masyarakat.
Teknologi Tepat Guna.Upaya kesehatan menggunakan teknologi tepat guna yang
berbasis bukti. Teknologi tepat guna berasas pada kesesuaian kebutuhan dan tidak
bertentangan dengan etika dan norma agama.
Bekerja dalam Tim secara Cepat dan Tepat. Upaya kesehatan dilakukan secara
kerjasama tim, melibatkan semua pihak yang kompeten, dilakukan secara cepat
dengan ketepatan/ presisi yang tinggi.

Penyelenggaraan

Penyelenggaraan subsistem upaya kesehatan terdiri dari: a) upaya kesehatan; dan b)


pembinaan dan pengawasan.

Upaya Kesehatan.
Upaya kesehatan mencakup kesehatan fisik, mental, termasuk intelegensia dan
sosial.Upaya kesehatan dilaksanakan dalam tingkatan upaya sesuai dengan
kebutuhan medik dan kesehatan.Terdapat tiga tingkatan upaya, yaitu upaya
kesehatan tingkat pertama/primer, upaya kesehatan tingkat kedua/sekunder, dan

45
upaya kesehatan tingkat ketiga/tersier.Upaya kesehatan diselenggarakan secara
terpadu, berkesinambungan, dan paripurna melalui sistem rujukan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan melalui kegiatan: pelayanan
kesehatan; pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer;
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit; penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan; pelayanan kesehatan reproduksi; pelayanan keluarga
berencana; upaya kesehatan sekolah; upaya kesehatan olahraga; pelayanan
kesehatan pada bencana; pelayanan darah; pelayanan kesehatan gigi dan mulut;
penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran; upaya kesehatan
matra; pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
pengamanan makanan dan minuman; pengamanan zat adiktif; pelayanan forensik
klinik dan pelayanan bedah mayat; upaya kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, lanjut
usia dan penyandang cacat; upaya perbaikan gizi; upaya kesehatan jiwa; upaya
pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular dan upaya
pencegahan, pengendalian dan penanganan penyakit tidak menular; upaya
kesehatan lingkungan; dan upaya kesehatan kerja.
Peningkatan kesehatan dilakukan melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan
informasi dan/atau kegiatan lain untuk menunjangtercapainya hidup sehat.
Pencegahan penyakit dilakukan untuk menghindari atau mengurangi resiko,
masalah, dan dampak buruk akibat penyakit.Pelayanan kontrasepsi diselenggarakan
dengan tata cara berdaya guna dan berhasil guna serta diterima dan dilaksanakan
secara bertanggung jawab, untuk mendukung tercapainya penduduk tumbuh
seimbang.
Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan,
bedah plastik dan rekonstruksi, sertapenggunaan sel punca.Organ dan/atau jaringan
tubuh dilarangdiperjualbelikan dengan dalih apapun. Untuk penyelenggaraan bedah
plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas. Sedangkan pada
penggunaan sel punca dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.
Dalam penyelenggaraan kesehatan reproduksi terdapat batasan batasan yang
ketat dalam melakukan aborsi karena pada hakikatnya aborsi itu
dilarang.Penyelenggaraan pelayanan darah ditujukan untuk tujuan kemanusiaan dan
tidak untuk tujuan komersial.Rujukan di bidang upaya kesehatan perorangan dalam
bentuk pengiriman pasien, spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit dengan
memperhatikan kendali mutu dan kendali biaya, serta rujukan di bidang upaya
kesehatan masyarakat dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh tenaga kesehatan
yang kompeten dan berwenang serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
Dalam rangka peningkatan upaya kesehatan yang melibatkan lintas sektor
dipandang penting adanya pelayanan kesehatan tingkat internasional, pelayanan
kesehatan turisme, rehabilitasi medis penderita ketergantungan obat, pendidikan
profesionalitas tenaga kesehatan, dan kerja sama lainnya yang terkait.
Penyelenggaraan upaya kesehatan lainnya dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Upaya Kesehatan Primer.
Upaya Kesehatan Primer terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan primer dan
pelayanan kesehatan masyarakat primer.
Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP).
Pelayanan kesehatan perorangan primer adalah pelayanan kesehatan dimana terjadi
kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan perorangan primer memberikan penekanan pada
pelayanan pengobatan, pemulihan tanpa mengabaikan upaya peningkatan dan
pencegahan, termasuk di dalamnya pelayanan kebugaran dan gaya hidup sehat
(healthy life style).

46
Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan oleh tenaga kesehatan
yang dibutuhkan dan mempunyai kompetensi seperti yang ditetapkan sesuai
ketentuan berlaku serta dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja, maupun fasilitas
pelayanan kesehatan perorangan primer baik Puskesmas dan jejaringnya, serta
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya milik pemerintah, masyarakat, maupun swasta.
Dilaksanakan dengan dukungan pelayanan kesehatan
perorangan sekunder dalam sistem rujukan yang timbal balik.
Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan berdasarkan kebijakan
pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan
masukan dari Pemerintah Daerah, organisasi profesi, dan/atau masyarakat.
Pelayanan kesehatan perorangan primer dapat diselenggarakan sebagai
pelayanan yang bergerak (ambulatory) atau menetap, dapat dikaitkan dengan
tempat kerja, seperti klinik perusahaan; atau dapat disesuaikan dengan
lingkungan/kondisi tertentu (kesehatan matra,seperti: kesehatan haji, kesehatan
pada penanggulangan bencana, kesehatan transmigrasi, kesehatan di bumi
perkemahan, kesehatan dalam penanggulangan gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat, kesehatan dalam operasi dan latihan militer di darat, kesehatan kelautan
dan bawah air, kesehatan kedirgantaraan/penerbangan, dan kesehatan dalam situasi
khusus dan/atau serbaberubah).
Pemerintah wajib menyediakan pelayanan kesehatan perorangan primer di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai kebutuhan,
terutama bagi masyarakat miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar
dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta.
Pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan primer untuk penduduk miskin
dibiayai oleh Pemerintah, sedangkan golongan ekonomi lainnya dibiayai dalam
sistem pembiayaan yang diatur oleh Pemerintah.
Dalam pelayanan kesehatan perorangan termasuk pula pelayanankesehatan
berbasis masyarakat dalam bentuk seperti Pos KesehatanDesa (Poskesdes) dan
pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer yang secara ilmiah telah
terbukti terjamin keamanan dan khasiatnya.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP)
Pelayanan kesehatan masyarakat primer adalah pelayananpeningkatan dan
pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan sasaran
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer menjadi tanggung
jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang pelaksanaan operasionalnya dapat
didelegasikan kepada Puskesmas, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan primer
lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau
masyarakat.
Masyarakat termasuk swasta dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
masyarakat primer sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan
bekerja sama dengan Pemerintah/Pemerintah Daerah.
Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat primer ditanggung oleh
Pemerintah/Pemerintah Daerah bersama masyarakat, termasuk
swasta.Pemerintah/Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan membiayai
pelayanan kesehatan masyarakat primer yang berhubungan dengan prioritas
pembangunan kesehatan melalui kegiatan perbaikan lingkungan, peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit dan kematian serta paliatif.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat primer didukung kegiatan lainnya,
seperti surveilans, pencatatan, dan pelaporan yang diselenggarakan oleh institusi
kesehatan yang berwenang.
Pemerintah/Pemerintah Daerah dapat membentuk fasilitas pelayanan kesehatan
yang secara khusus ditugaskan untuk melaksanakan upaya kesehatan masyarakat
sesuai keperluan.Pembentukan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

47
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer mendukung upaya
kesehatan berbasis masyarakat dan didukung oleh pelayanan kesehatan masyarakat
sekunder.
Upaya Kesehatan Sekunder
Upaya kesehatan sekunder adalah upaya kesehatan rujukan lanjutan, yang terdiri
dari pelayanan kesehatan perorangan sekunder dan pelayanan kesehatan masyarakat
sekunder.
Pelayanan Kesehatan Perorangan Sekunder (PKPS)
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanankesehatan spesialistik
yang menerima rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan primer, yang meliputi
rujukan kasus,spesimen, dan ilmu pengetahuan serta dapat merujuk kembali ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan oleh dokter spesialis
atau dokter yang sudah mendapatkan pendidikan khusus dan mempunyai izin
praktik serta didukung tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan di tempat kerja maupun
fasilitas pelayanan kesehatan perorangan sekunder baik rumah sakit setara kelas C
serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya milik Pemerintah, Pemerintah Daerah,
masyarakat, maupun swasta.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder harus memberikan pelayanan kesehatan
yang aman, sesuai, efektif, efisien dan berbasis bukti (evidence based medicine) serta
didukung pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi kesehatan.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder yang bersifat tradisional, alternatif dan
komplementer dilaksanakan berafiliasi dengan atau di rumah sakit pendidikan.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dapat dijadikan sebagai wahana
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pendidikan
dan pelatihan.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan kesehatan dari
pelayanan kesehatan masyarakat primer dan memberikan fasilitasi dalam bentuk
sarana, teknologi, dan sumber daya manusia kesehatan serta didukung oleh
pelayanan kesehatan masyarakat tersier.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menjadi tanggung
jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Provinsi sebagai fungsi teknisnya,
yakni melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak sanggup atau tidak
memadai dilakukan pada pelayanan kesehatan masyarakat primer.
Dalam penanggulangan penyakit menular yang tidak terbatas pada suatu batas
wilayah administrasi pemerintahan (lintas kabupaten/ kota), maka tingkat yang lebih
tinggi (provinsi) yang harus menanganinya.
Fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat
sekunder dibangun sesuai dengan standar. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat milik swasta harus mempunyai izin sesuai peraturan yang berlaku serta
dapat bekerja sama dengan unit kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah, seperti
laboratorium kesehatan, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), Balai
Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK), dan lain-lain.
Upaya Kesehatan Tersier
Upaya kesehatan tersier adalah upaya kesehatan rujukan unggulan yang terdiri dari
pelayanan kesehatan perorangan tersier dan pelayanan kesehatan masyarakat
tersier.
Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT).
Pelayanan kesehatan perorangan tersier menerima rujukan subspesialistik dari
pelayanan kesehatan di bawahnya, dan dapat merujuk kembali ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang merujuk.
Pelaksana pelayanan kesehatan perorangan tersier adalah dokter subspesialis
atau dokter spesialis yang telah mendapatkan pendidikan khusus atau pelatihan dan

48
mempunyai izin praktik dan didukung oleh tenaga kesehatan lainnya yang
diperlukan.
Pelayanan kesehatan perorangan tersier dilaksanakan di rumah sakitumum, rumah
sakit khusus setara kelas A dan B, baik milik Pemerintah, Pemerintah Daerah
maupun swasta yang mampu memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik dan
juga termasuk
klinik khusus, seperti pusat radioterapi.
Pemerintah mengembangkan berbagai pusat pelayanan unggulan nasional yang
berstandar internasional untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan
menghadapi persaingan global dan regional.
Fasilitas pelayanan kesehatan perorangan tersier dapat didirikan melalui modal
patungan dengan pihak asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pelayanan kesehatan perorangan tersier wajib melaksanakan penelitian dan
pengembangan dasar maupun terapan dan dapat dijadikan sebagai pusat pendidikan
dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier (PKMT)
Pelayanan kesehatan masyarakat tersier menerima rujukan kesehatan dari pelayanan
kesehatan masyarakat sekunder dan memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana,
teknologi, sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan operasional, serta
melakukan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat dan
penapisan teknologi dan produk teknologi yang terkait.
Pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tersier adalah Dinas Kesehatan
Provinsi, unit kerja terkait di tingkat provinsi, Kementerian Kesehatan, dan unit
kerja terkait di tingkat nasional.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat tersier menjadi tanggung jawab Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan yang didukung dengan kerja sama
lintas sector. Institusi pelayanan kesehatan masyarakat tertentu secara nasional
dapat dikembangkan untuk menampung kebutuhan pelayanan kesehatan
masyarakat.

Pembinaan dan Pengawasan


Pembinaan Upaya Kesehatan
Pembinaan upaya kesehatan ditujukan untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan,
harus didukung dengan standar pelayanan yang selalu dikaji dalam periode tertentu
sesuai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan.
Pemerintah menetapkan kebijakan upaya kesehatan termasuk fasilitas
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan masukan dariPemerintah Daerah,
organisasi profesi, dan/atau masyarakat.Pemerintah provinsi melakukan bimbingan
dan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan upaya kesehatan.Pemerintah
kabupaten/kota melaksanakan kebijakan upaya kesehatan.
Perizinan fasilitas pelayanan kesehatan menurut tingkatannyaditetapkan oleh
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sebagai
penanggung jawab pelaksanaan pembangunan kesehatan di wilayahnya,
berkewajiban melakukan pembinaan terhadap semua fasilitas pelayanan kesehatan
termasuk swasta, sehingga semua fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan
laporan kegiatannya.
Pembinaan upaya kesehatan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
bersama dengan organisasi profesi dan masyarakat termasuk swasta.
Pengawasan Upaya Kesehatan
Pengawasan ditujukan untuk menjamin konsistensi penyelenggaraan upaya
kesehatan dan dilakukan secara intensif, baik internal maupuneksternal serta dapat
melibatkan masyarakat dan swasta. Hasil pengawasan digunakan untuk

49
perlindungan terhadap masyarakat dan tenaga kesehatan selaku penyelenggara
upaya kesehatan.

Subsistem Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan

Subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan adalahpengelolaan penelitian


dan pengembangan, pemanfaatan dan penapisan teknologi dan produk teknologi
kesehatan yang diselenggarakan dan dikoordinasikan guna memberikan data
kesehatan yang berbasis bukti untuk menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tujuan dari penyelenggaraan subsistem penelitian dan pengembangankesehatan
adalah terselenggaranya kegiatan penelitian, pengembangan, dan penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan, yang ditujukan untuk menghasilkan
informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi, dan teknologi informasi (TI)
kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Unsur-unsur subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan terdiri dari
unsur-unsur area penelitian, pengembangan, dan penapisan: a) biomedis dan
teknologi dasar kesehatan; b) teknologi terapan kesehatan dan epidemiologi klinik; c)
teknologi intervensi kesehatan masyarakat; dan d) humaniora, kebijakan kesehatan,
dan pemberdayaan masyarakat. Prinsip-prinsip subsistem penelitian dan
pengembangan kesehatan terdiri dari: a) terpadu, berkesinambungan, dan
paripurna; b) akurat dan akuntabel; c) persetujuan setelah penjelasan; d) bekerja
dalam tim secara cepat dan tepat; e) norma agama; f) kebenaran ilmiah; dan g).
perlindungan terhadap subjek penelitian dan etik.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan kesehatan meliputi : a)
Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi, produk teknologi,teknologi
informasi, dan informasi kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Hak atas
Kekayaan Intelektual (HKI) dandimanfaatkan bagi kesehatan masyarakat; b)
Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan
diselenggarakan untuk mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi adanya penyakit,
meringankan penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan, memperkecil
komplikasi, dan memulihkan kesehatan setelah sakit serta menganalisis dan
memformulasikan berbagai permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kesehatan;
c) Penelitian, pengembangan, penapisan, pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) yang memadai ditujukan untuk meningkatkan mutu pengelolaan
upaya kesehatan; d) Pengembangan dan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK); e) Penelitian kesehatan yang dilaksanakan oleh badan asing
dan/atau individu warga negara asing (WNA), serta penelitian yang berisiko tinggi
dan berbahaya bagi kesehatan harus atas izin dan diawasi oleh Pemerintah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; f) Penyelenggaraan penelitian,
pengembangan, penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan yang
memerlukan uji coba terhadap manusia dilakukan dengan jaminan tidak merugikan
manusia yang dijadikan uji coba; g) Penyelenggaraan penelitian, pengembangan,
penapisan teknologi danproduk teknologi kesehatan yang dilakukan terhadap hewan
dan makhluk hidup lainnya harus dijamin untuk melindungi kelestarian hewan dan
makhluk hidup lainnya tersebut; h) Untuk penelitian penyakit infeksi yang muncul
baru atau berulang(new emerging atau re-emerging diseases) yang dapat
menyebabkankepedulian kesehatan dan kedaruratan kesehatan masyarakat
(health emergency of international concern/PHEIC) harusdipertimbangkan
kemanfaatan (benefit sharing) dan penelusuranulang asal muasalnya (tracking
system) demi untuk kepentingannasional; h) Penyelenggaraan penelitian,
pengembangan, penapisan teknologi danproduk teknologi kesehatan yang membawa
risiko buruk terhadapkesehatan masyarakat tidak diizinkan dan dilarang untuk
dilakukan.

50
Subsistem Pembiayaan Kesehatan

Subsistem pembiayaan kesehatan adalah pengelolaan berbagai upayapenggalian,


pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tujuan dari penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatanadalah
tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil,
merata, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan
sesuai peruntukannya untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Unsur-unsur subsistem pembiayaan kesehatan terdiri dari: a) dana; b) sumber
daya; dan c) pengelolaan dana kesehatan. Prosedur/mekanisme pengelolaan dana
kesehatan adalah seperangkat aturan yang disepakati dan secara konsisten
dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup
mekanisme penggalian, pengalokasian, pembelanjaan dana kesehatan, dan
mekanisme pertanggungjawabannya. Prinsip-prinsip subsistem pembiayaan
kesehatan terdiri dari: a) kecukupan; b) efektif dan efisien; dan c) adil dan
transparan.Penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan terdiri dari: a)
penggalian dana; b) pengalokasian dana; dan c) pembelanjaan.

Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan

Subsistem sumber daya manusia kesehatan adalah pengelolaanupaya pengembangan


dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan, yang meliputi: upaya
perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu
sumber daya manusia kesehatan untuk mendukung penyelenggaraanpembangunan
kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatanmasyarakat yang setinggi-tingginya.
Sumber daya manusia kesehatan adalah tenaga kesehatan (termasuk tenaga
kesehatan strategis) dan tenagapendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan
bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan.
Tujuan dari penyelenggaraan subsistem sumber daya manusiakesehatan adalah
tersedianya sumber daya manusia kesehatan sesuai kebutuhan yang kompeten dan
memiliki kewenangan yang terdistribusi secara adil dan merata serta didayagunakan
secara optimal dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Unsur-unsur subsistem sumber daya manusia kesehatan terdiri dari: a) sumber
daya manusia kesehatan; b) sumber daya pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia kesehatan; dan c) penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan
sumber daya manusia kesehatan. Prinsip-prinsip subsistem sumber daya manusia
kesehatan terdiri dari: a) adil dan merata serta demokratis; b) kompeten dan
berintegritas; c) objektif dan transparan; dan d) hierarki dalam sumber daya manusia
kesehatan. Penyelenggaraan subsistem sumber daya manusia kesehatan terdiridari:
a) perencanaan sumber daya manusia kesehatan; b) pengadaan sumber daya
manusia kesehatan; c) pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan; dan d)
pembinaan dan pengawasan mutu sumber daya manusia kesehatan.

Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Makanan

Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalahpengelolaan


berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/manfaat, mutu sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan makanan.Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetika.

51
Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan adalah tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang
terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin
ketersediaan dan keterjangkauannya guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan terdiri dari: a) komoditi; b) sumber daya; c) pelayanan
kefarmasian; d) pengawasan; dan e) pemberdayaan masyarakat.
Prinsip-prinsip subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, danmakanan terdiri
dari: a) aman, berkhasiat, bermanfaat, dan bermutu; b) tersedia, merata, dan
terjangkau; c) rasional; d) transparan dan bertanggung jawab; dan e)
kemandirian.Penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan,
danmakanan terdiri dari: a) upaya ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan
obat dan alat kesehatan; b) upaya pengawasan untuk menjamin persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat, mutu produk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan
penyalahgunaan obat dan alat kesehatan; c) upaya penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian; d) upaya penggunaan obat yang rasional; dan e) upaya kemandirian
sediaan farmasi melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri.

Subsistem Manajemen, Informasi, Dan RegulasiKesehatan

Subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan adalahpengelolaan yang


menghimpun berbagai upaya kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan,
pengaturan hukum kesehatan, pengelolaan data dan informasi kesehatan yang
mendukung subsistem lainnya dari SKN guna menjamin tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tujuan subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatanadalah
terwujudnya kebijakan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan, berbasis bukti dan
operasional, terselenggaranya fungsifungsi administrasi kesehatan yang berhasil
guna, berdaya guna, dan akuntabel, serta didukung oleh hukum kesehatan dan
sistem informasi kesehatan untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Unsur-unsur subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan terdiri
dari: a) kebijakan kesehatan; b) administrasi kesehatan; c) hukum kesehatan; d)
informasi kesehatan; dan e) sumber daya manajemen kesehatan. Prinsip-prinsip
subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan terdiri dari: a) inovasi atau
kreativitas; b) kepemimpinan yang visioner bidang kesehatan; c) sinergisme yang
dinamis; dan d) kesesuaian dengan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Penyelenggaraan subsistem manajemen, informasi, dan regulasi
kesehatan terdiri dari: a) kebijakan kesehatan; b) administrasi kesehatan; c) hukum
kesehatan; dan d) informasi kesehatan.

Subsistem Pemberdayaan Masyarakat

Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah pengelolaanpenyelenggaraan berbagai


upaya kesehatan, baik perorangan, kelompok, maupun masyarakat secara terencana,
terpadu, dan berkesinambungan guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
Tujuan subsistem pemberdayaan masyarakat adalah meningkatnya kemampuan
masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan
secara mandiri, berperan aktif dalam setiap pembangunan kesehatan, serta dapat
menjadi penggerak dalam mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan.
Unsur-unsur subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari: a) penggerak
pemberdayaan; b) sasaran pemberdayaan; c) kegiatan hidup sehat; dan d) sumber
daya. Prinsip-prinsip subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari: a) berbasis

52
masyarakat; b) edukatif dan kemandirian; c) kesempatan mengemukakan pendapat
dan memilih pelayanan kesehatan; dan d) kemitraan dan gotong royong.
Penyelenggaraan subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari:a) penggerakan
masyarakat; b) pengorganisasian dalam pemberdayaan; c) advokasi; d) kemitraan;
dan e) peningkatan sumber daya.

53
BAB VI
SISTEM PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA

ORGANISASI KESEHATAN DUNIA

Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) didirikan pada
7 April 1948, dimana sekarang lebih dari 7000 orang dari lebih 150 negara yang
bekerja di 150 kantor negara, di 6 kantor regional dan di kantor pusat Jenewa Swiss.
Dalam konstitusi WHO memiliki beberapa prinsip-prinsip yang mendasarinya yaitu :
 Kesehatan adalah keadaan kesehatan fisik, mental dan sosial yang lengkap
dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan.
 Kenikmatan standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai bila salah satu
hak dasar setiap manusia tanpa membedakan ras, agama, kepercayaan
politik, kondisi ekonomi atau sosial.
 Kesehatan semua orang sangat penting bagi pencapaian perdamaian dan
keamanan dan bergantung pada kerja sama sepenuhnya individu dan negara.
 Pencapaian negara manapun dalam promosi dan perlindungan kesehatan
adalah nilai bagi semua.
 Perkembangan yang tidak setara di berbagai negara dalam mempromosikan
kesehatan dan pengendalian penyakit, terutama penyakit menular,
merupakan bahaya umum.
 Perkembangan anak yang sehat sangat penting; Kemampuan untuk hidup
harmonis dalam lingkungan total yang berubah sangat penting untuk
pengembangan semacam itu.
 Penyebar luasan kepada semua orang tentang manfaat pengetahuan medis,
psikologis dan pengetahuan sangat penting untuk pencapaian kesehatan
sepenuhnya.
 Opini yang diinformasikan dan kerja sama aktif dari masyarakat merupakan
hal yang sangat penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat.
 Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk kesehatan masyarakat mereka
yang dapat dipenuhi hanya dengan penyediaan tindakan kesehatan dan sosial
yang memadai(WHO, 2017).
Sejalan dengan misi untuk memberikan kepemimpinan global dalam kesehatan
masyarakat, WHO mempekerjakan spesialis kesehatan, dokter medis, ilmuwan, ahli
epidemiologi dan juga orang-orang yang memiliki keahlian di bidang administrasi
dan keuangan, sistem informasi, ekonomi, statistik kesehatan serta kesiapsiagaan
dan respons darurat.Kegiatan yang dilakukan WHO selama ini adalah :
 Memberikan kepemimpinan pada hal-hal yang penting untuk kesehatan dan
terlibat dalam kemitraan dimana diperlukan tindakan bersama;
 Membentuk agenda penelitian dan merangsang generasi, terjemahan dan
penyebaran pengetahuan yang berharga;
 Menetapkan norma dan standar dan mempromosikan dan memantau
pelaksanaannya;
 Mengartikulasikan pilihan kebijakan berbasis etika dan bukti;
 Memberikan dukungan teknis, mengkatalisasi perubahan, dan membangun
kapasitas kelembagaan yang berkelanjutan; dan
 Memantau situasi kesehatan dan menilai tren kesehatan.
Program prioritas WHO dalam kepemimpinan meliputi lingkup : 1) sistem
kesehatan; 2) penyakit tidak menular; 3) promosi kesehatan; 4) penyakit menular; 5)
kesiapsiagaan, pengawasan dan respon; dan 6) layanan perusahaan (WHO, 2017).
WHO selama ini mendukung negara-negara anggota karena mereka
mengkoordinasikan upaya berbagai sektor pemerintah dan mitra, termasuk dana dan
yayasan, organisasi masyarakat sipil dan sektor swasta untuk mencapai tujuan

54
kesehatan mereka dan mendukung kebijakan dan strategi kesehatan nasional
mereka. Salah satu fungsi utama WHO adalah mengarahkan dan mengkoordinasikan
kerja kesehatan internasional dengan mempromosikan kolaborasi, memobilisasi
kemitraan dan menggembleng upaya berbagai pelaku kesehatan untuk menanggapi
tantangan kesehatan nasional dan global.WHO bermitra dengan negara-negara,
sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), organisasi internasional, masyarakat sipil,
yayasan, akademisi, lembaga penelitian -dengan masyarakat dan masyarakat untuk
memperbaiki kesehatan mereka dan mendukung perkembangan mereka(WHO,
2017).

SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)


Disepakati saat pertemuan dunia 25 September 2015, Agenda 2030 untuk
Pembangunan Berkelanjutan (The 2030 Agenda for Sustainable Development atau
SDGs) adalah kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-
perubahan yang bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan hak
asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan
lingkungan hidup. SDGs/TPB diberlakukan dengan prinsip-prinsip universal,
integrasi dan inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun yang
terlewatkan atau “No-one Left Behind". SDGs terdiri dari 17 Tujuan dan 169 target
dalam rangka melanjutkan upaya dan pencapaian Millennium Development Goals
(MDGs) yang berakhir akhir pada tahun 2015 lalu(WHO, 2016b).

Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan


Berkelanjutan merupakan agenda global menggantikan Millennium Development
Goals (MDGs), yang sudah mengubah wajah dunia dalam 15 tahun terakhir. Dunia
yang semakin kompleks menempatkan agenda global ini menjadi kebutuhan seluruh
dunia. Tujuan SDGs mencakup skala universal, dengan kerangka kerja yang utuh
dalam membantu negara-negara di dunia menuju pembangunan berkelanjutan,
melalui tiga pendekatan, yakni pembangunan ekonomi, keterbukaan dalam tatanan
sosial, serta keberlangsungan lingkungan hidup. Secara filosofis pembangunan
berkelanjutan bermakna saling menghormati, menghargai, inklusif, dan berlaku adil.
Dalam hal ini, tujuan pembangunan tidak hanya untuk saat ini dan hanya bagi
golongan tertentu tapi juga memperhatikan keberlangsungan antar generasi dan
menjaga keseimbangan dengan alam dan makhluk hidup lain. Adapun keadilan
berarti pencapaian pembangunan di satu sisi tidak boleh mengorbankan tujuan
lainnya(Kementerian PPN/Bapennas, 2017b).

55
Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan Agenda 2030 dengan tujuan untuk
menggalakkan upaya untuk mengakhiri kemiskinan, menanggulangi
ketidaksetaraan, mendorong hak asasi manusia dan memberikan perhatian terhadap
keterkaitan antara kemajuan sosial dan ekonomi serta perlindungan lingkungan
hidup.Indonesia adalah negara demokratis terbesar dengan 250 juta penduduk yang
terdistribusi di 34 propinsi dan 514 propinsi. Sejak tahun 2000, Indonesia telah
menerapkan kebijakan desentralisasi yang memberikan otonomi kepada pemerintah
daerah untuk merencanakan pembangunan di daerah mereka.
Pelaksanaan MDGs telah menghasilkan berbagai kemajuan bermakna di berbagai
sektor tetapi upaya lebih lanjut dengan kemitraan yang kuat dibutuhkan untuk tidak
hanya meningkatkan tetapi juga memperluas berbagai kemajuan. Indonesia secara
aktif berpartisipasi dalam berbagai diskusi Post 2015 Development Agenda dan
selanjutnya di rapat-rapat TPB/SDGs di tingkat dunia; dan memfasilitasi diskusi di
tingkat nasional(Kementerian PPN/Bapennas, 2017a). Di forum-forum ini,
rekomendasi dari pakar internasional dan nasional dan pelaksanaan MDGs di
berbagai negara digali dan dikonsolidasikan untuk membentuk upaya-upaya
pembangunan nasional dan subnasional. Kegiatan transisi yang kompleks ini
memungkinkan penyelarasan berbagai prioritas pembangunan nasional dengan
agenda TPB/SDGs dunia (lihat infobox: TPB/SDGs di RPJMN).
Di bawah pimpinan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) dan dengan kerjasama erat dari berbagai pemangku kepentingan,
Indonesia memulai upaya-upaya intensif untuk mengintegrasian TPB/SDGs lebih
lanjut ke dalam rencana pembangunan nasional dan subnasional dengan
ketersediaan alokasi anggaran untuk pembangunan berkesinambungan dan
konsisten dengan konteks setempat. Lokalisasi TPB/SDGs dilakukan dengan 3
penekananan: Pengarusutamaan, Percepatan pencapaian TPB/SDGs dan Dukungan
kebijakan -- atau Mainstreaming, Acceleration of SDGs attainment and Policy
Supports (MAPS) – yang dapat diterapkan secara bersamaan.TPB/SDGs tercermin
dalam 20 prioritas pembangunan nasional yaitu : 1). Pembangunan Manusia, 2).
Pertumbuhan Ekonomi, 3). Kependudukan & KB, 4). Pendidikan, 5). Kesehatan, 6).
Gender, 7). Perlindungan Anak, 8). Pangan & Nutrisi, 9). Energi, 10). Maritim, 11).
Infrastruktur, 12). Air & Sanitasi, 13). Lingkungan Hidup, 14). Ketidaksetaraan, 15).
Pembangunan Perkotaan & Pedesaan, 16). Tata Kelola Pemerintahan, 17). Politik &
Demokrasi, 18). Keamanan & Pertahanan, 19). Kemiskinan, dan 20). Kemitraan
Global. 96 dari 169 target SDGs telah terintegrasi. Jumlah dapat berubah sejalan
dengan perkembangan(Kementerian PPN/Bapennas, 2016).

SISTEM PELAYANAN KESEHATAN INDONESIA


Pengelolaan upaya kesehatan yang terpadu, berkesinambungan, paripurna dan
berkualitas, meliputi upaya peningkatan, pencegahan , pengobatan, dan pemulihan,
yang diselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat setinggi-
tingginya. Upaya kesehatan merupakan salah satu subsistem Sistem Kesehatan
Nasional. Unsur-unsur subsistem upaya kesehatan terdiri dari: 1) upaya kesehatan;
2) fasilitas pelayanan kesehatan; 3) sumber daya upaya kesehatan; dan 5)pembinaan
dan pengawasan upaya kesehatan. Upaya kesehatan mencakup kesehatan fisik,
mental, termasuk intelegensia dan sosial. Upaya kesehatan dilaksanakan
dalamtingkatan upaya sesuai dengan kebutuhan medik dan kesehatan. Terdapat tiga
tingkatan upaya, yaitu upaya kesehatan tingkatpertama/primer, upaya kesehatan
tingkat kedua/sekunder, danupaya kesehatan tingkat ketiga/tersier. Upaya kesehatan
diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan, dan paripurna melalui sistem
rujukan(Kemenkes RI, 2012).
Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan melalui kegiatan: pelayanan
kesehatan; pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dankomplementer;
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan; pelayanankesehatan reproduksi; pelayanan keluarga

56
berencana; upaya kesehatan sekolah; upaya kesehatan olahraga; pelayanan
kesehatanpada bencana; pelayanan darah; pelayanan kesehatan gigi danmulut;
penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran;upaya kesehatan
matra; pengamanan dan penggunaan sediaanfarmasi dan alat kesehatan;
pengamanan makanan dan minuman; pengamanan zat adiktif; pelayanan forensik
klinik dapelayananbedah mayat; upaya kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, lanjut
usiadan penyandang cacat; upaya perbaikan gizi; upaya kesehatan jiwa;upaya
pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakitmenular dan upaya
pencegahan, pengendalian dan penangananpenyakit tidak menular; upaya kesehatan
lingkungan; dan upayakesehatan kerja(Kemenkes RI, 2012).
Peningkatan kesehatan dilakukan melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan
informasi dan/atau kegiatan lain untuk menunjangtercapainya hidup sehat.
Pencegahan penyakit dilakukan untuk menghindari atau mengurangi resiko,
masalah, dan dampak buruk akibat penyakit.Pelayanan kontrasepsi diselenggarakan
dengan tata cara berdaya guna dan berhasil guna serta diterima dan dilaksanakan
secara bertanggung jawab, untuk mendukung tercapainya penduduk tumbuh
seimbang.Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan,
bedah plastik dan rekonstruksi, sertapenggunaan sel punca.Organ dan/atau jaringan
tubuh dilarangdiperjualbelikan dengan dalih apapun. Untuk penyelenggaraan bedah
plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas. Sedangkan pada
penggunaan sel punca dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi(Kemenkes RI,
2012).
Penyelenggaraan kesehatan reproduksi terdapat batasan batasan yang ketat
dalammelakukan aborsi karena pada hakikatnya aborsi itu dilarang.
Penyelenggaraan pelayanan darah ditujukan untuk tujuan kemanusiaan dan tidak
untuk tujuan komersial.Rujukan di bidang upaya kesehatan perorangan dalam
bentuk pengiriman pasien, spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit dengan
memperhatikan kendali mutu dan kendali biaya, serta rujukan di bidang upaya
kesehatan masyarakat dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh tenaga kesehatan
yang kompeten dan berwenang serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.Dalam rangka peningkatan upaya kesehatan yang
melibatkan lintas sektor dipandang penting adanya pelayanan kesehatan tingkat
internasional, pelayanan kesehatan turisme, rehabilitasi medis penderita
ketergantungan obat, pendidikan profesionalitas tenaga kesehatan, dan kerja sama
lainnya yang terkait. Penyelenggaraan upaya kesehatan lainnya dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku(Kemenkes RI,
2012).

Upaya Kesehatan Primer.


Upaya Kesehatan Primer terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan primer dan
pelayanan kesehatan masyarakat primer.
Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer.
Pelayanan kesehatan perorangan primer adalah pelayanan kesehatan dimana terjadi
kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan perorangan primer memberikan penekanan pada pelayanan
pengobatan, pemulihan tanpa mengabaikan upaya peningkatan dan pencegahan,
termasuk di dalamnya pelayanan kebugaran dan gaya hidup sehat (healthy life style).
Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan oleh tenaga kesehatan
yang dibutuhkan dan mempunyai kompetensi seperti yang ditetapkan sesuai
ketentuan berlaku serta dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja, maupun fasilitas
pelayanan kesehatan perorangan primer baik Puskesmas dan jejaringnya, serta
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya milik pemerintah, masyarakat, maupun swasta.
Dilaksanakan dengan dukungan pelayanan kesehatan

57
perorangan sekunder dalam sistem rujukan yang timbal balik.
Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan berdasarkan kebijakan
pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan
masukan dari Pemerintah Daerah, organisasi profesi, dan/atau masyarakat.
Pelayanan kesehatan perorangan primer dapat diselenggarakan sebagai
pelayanan yang bergerak (ambulatory) atau menetap, dapat dikaitkan dengan
tempat kerja, seperti klinik perusahaan; atau dapat disesuaikan dengan
lingkungan/kondisi tertentu (kesehatan matra,seperti: kesehatan haji, kesehatan
pada penanggulangan bencana, kesehatan transmigrasi, kesehatan di bumi
perkemahan, kesehatan dalam penanggulangan gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat, kesehatan dalam operasi dan latihan militer di darat, kesehatan kelautan
dan bawah air, kesehatan kedirgantaraan/penerbangan, dan kesehatan dalam situasi
khusus dan/atau serbaberubah).
Pemerintah wajib menyediakan pelayanan kesehatan perorangan primer di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai kebutuhan,
terutama bagi masyarakat miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar
dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta.Pembiayaan pelayanan kesehatan
perorangan primer untuk penduduk miskin dibiayai oleh Pemerintah, sedangkan
golongan ekonomi lainnya dibiayai dalam sistem pembiayaan yang diatur oleh
Pemerintah.Dalam pelayanan kesehatan perorangan termasuk pula pelayanan
kesehatan berbasis masyarakat dalam bentuk seperti Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) dan pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer yang secara
ilmiah telah terbukti terjamin keamanan dan khasiatnya(Kemenkes RI, 2014).

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer


Pelayanan kesehatan masyarakat primer adalah pelayananpeningkatan dan
pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan sasaran
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer menjadi tanggung jawab
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang pelaksanaan operasionalnya dapat
didelegasikan kepada Puskesmas, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan primer
lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau
masyarakat.Masyarakat termasuk swasta dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan masyarakat primer sesuai dengan peraturan perundangundangan yang
berlaku dan bekerja sama dengan Pemerintah/Pemerintah Daerah.
Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat primer ditanggung oleh
Pemerintah/Pemerintah Daerah bersama masyarakat, termasuk
swasta.Pemerintah/Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan membiayai
pelayanan kesehatan masyarakat primer yang berhubungan dengan prioritas
pembangunan kesehatan melalui kegiatan perbaikan lingkungan, peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit dan kematian serta paliatif.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat primer didukung kegiatan lainnya,
seperti surveilans, pencatatan, dan pelaporan yang diselenggarakan oleh institusi
kesehatan yang berwenang.
Pemerintah/Pemerintah Daerah dapat membentuk fasilitas pelayanan kesehatan
yang secara khusus ditugaskan untuk melaksanakan upaya kesehatan masyarakat
sesuai keperluan.Pembentukan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan masyarakat primer mendukung upaya kesehatan berbasis
masyarakat dan didukung oleh pelayanan kesehatan masyarakat sekunder(Kemenkes
RI, 2014).

58
Upaya Kesehatan Sekunder
Upaya kesehatan sekunder adalah upaya kesehatan rujukan lanjutan, yang terdiri
dari pelayanan kesehatan perorangan sekunder dan pelayanan kesehatan masyarakat
sekunder.

Pelayanan Kesehatan Perorangan Sekunder


Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanankesehatan spesialistik
yang menerima rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan primer, yang meliputi
rujukan kasus,spesimen, dan ilmu pengetahuan serta dapat merujuk kembali ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk.Pelayanan kesehatan perorangan
sekunder dilaksanakan oleh dokter spesialis atau dokter yang sudah mendapatkan
pendidikan khusus dan mempunyai izin praktik serta didukung tenaga kesehatan
lainnya yang diperlukan.Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan di
tempat kerja maupun fasilitas pelayanan kesehatan perorangan sekunder baik rumah
sakit setara kelas C serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya milik Pemerintah,
Pemerintah Daerah, masyarakat, maupun swasta.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder harus memberikan pelayanan
kesehatan yang aman, sesuai, efektif, efisien dan berbasis bukti (evidence based
medicine) serta didukung pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi
kesehatan.Pelayanan kesehatan perorangan sekunder yang bersifat tradisional,
alternatif dan komplementer dilaksanakan berafiliasi dengan atau di rumah sakit
pendidikan.Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dapat dijadikan sebagai
wahana pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pendidikan dan pelatihan(Kemenkes RI, 2012).

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sekunder


Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan kesehatan dari
pelayanan kesehatan masyarakat primer dan memberikan fasilitasi dalam bentuk
sarana, teknologi, dan sumber daya manusia kesehatan serta didukung oleh
pelayanan kesehatan masyarakat tersier.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menjadi tanggung
jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Provinsi sebagai fungsi teknisnya,
yakni melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak sanggup atau tidak
memadai dilakukan pada pelayanan kesehatan masyarakat primer.Dalam
penanggulangan penyakit menular yang tidak terbatas pada suatu batas wilayah
administrasi pemerintahan (lintas kabupaten/ kota), maka tingkat yang lebih tinggi
(provinsi) yang harus menanganinya.
Fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat
sekunder dibangun sesuai dengan standar. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat milik swasta harus mempunyai izin sesuai peraturan yang berlaku serta
dapat bekerja sama dengan unit kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah, seperti
laboratorium kesehatan, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), Balai
Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK), dan lain-lain(Kemenkes RI, 2012).

Upaya Kesehatan Tersier


Upaya kesehatan tersier adalah upaya kesehatan rujukan unggulan yang terdiri dari
pelayanan kesehatan perorangan tersier dan pelayanan kesehatan masyarakat
tersier.

Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier.


Pelayanan kesehatan perorangan tersier menerima rujukan subspesialistik dari
pelayanan kesehatan di bawahnya, dan dapat merujuk kembali ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang merujuk.Pelaksana pelayanan kesehatan perorangan tersier adalah
dokter subspesialis atau dokter spesialis yang telah mendapatkan pendidikan khusus
atau pelatihan dan mempunyai izin praktik dan didukung oleh tenaga kesehatan

59
lainnya yang diperlukan.Pelayanan kesehatan perorangan tersier dilaksanakan di
rumah sakitumum, rumah sakit khusus setara kelas A dan B, baik milik Pemerintah,
Pemerintah Daerah maupun swasta yang mampu memberikan pelayanan kesehatan
subspesialistik dan juga termasukklinik khusus, seperti pusat radioterapi.
Pemerintah mengembangkan berbagai pusat pelayanan unggulan nasional yang
berstandar internasional untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan
menghadapi persaingan global dan regional. Fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan tersier dapat didirikan melalui modal patungan dengan pihak asing
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan kesehatan
perorangan tersier wajib melaksanakan penelitian dan pengembangan dasar maupun
terapan dan dapat dijadikan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan(Kemenkes RI, 2012).

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier.


Pelayanan kesehatan masyarakat tersier menerima rujukan kesehatan dari pelayanan
kesehatan masyarakat sekunder dan memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana,
teknologi, sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan operasional, serta
melakukan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat dan
penapisan teknologi dan produk teknologi yang terkait.
Pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tersier adalah Dinas Kesehatan Provinsi,
unit kerja terkait di tingkat provinsi, Kementerian Kesehatan, dan unit kerja terkait
di tingkat nasional. Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat tersier menjadi
tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan yang
didukung dengan kerja sama lintas sektor. Institusi pelayanan kesehatan masyarakat
tertentu secara nasional dapat dikembangkan untuk menampung kebutuhan
pelayanan kesehatan masyarakat(Kemenkes RI, 2012).

TINGKAT PELAYANAN KESEHATAN.

Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat memiliki tingkat pelayanan


kesehatan, dimana merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang
diberikan pada masyarakat. Melalui tingkat pelayanan kesehatan akan dapat
diketahui kebutuhan dasar manusia tentang kesehatan. Tingkat pelayanan kesehatan
dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Health promotion (Promosi kesehatan)
Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam
memberikan pelayanan melalui upaya peningkatan kesehatan. Pelaksanaan
ini bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau
sasarannya agar tidak terjadi gangguan kesehatan.Tingkat pelayanan ini
dapat meliputi : melaksanakan pendidikaan kesehatan dalam rangka
menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesehatan, melakukan
peningkatan status gizi, pemeliharaan sanitasi lingkungan, pemeriksaan
kesehatan berkala, kebiasaan hidup sehat, mensucihamakan benda-benda
yang terkontaminasi kuman, pemeriksaan genetik dan menciptakan
pergaulan sosial yang sehat.
2. Specific protection (Perlindungan khusus)
Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari
bahaya yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan, atau bentuk
perlindungan terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman kesehatan,
dimana bentuk kegiatan yang dilakukan meliputi : imunisasi, pemakaian
pelindung (alat) seperti masker, tutup telinga, dll, menjaga kebersihan
perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, mengurangi pemakaian zat
atau bahan yang membahayakan kesehatan.

60
3. Early diagnosis and promt treatment (diagnosis dini dan
pengobatan segera)
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk kedalam tingkat dimulainya
atau ditimbulnya gejala- gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini
dilaksanakan dalam upaya mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut
serta dampak dari timbulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran.
Bentuk tingkat pelayanan kesehatan ini dapat berupa kegiatan :
pencarian/penemuan kasus baik secara individu maupun masyarakat,
penyaringan/screening, survey penyakit, pemeriksaan selektif, kunjungan
teratur ke fasilitas pelayanan kesehatan, pelarangan digunakan bahan
makanan yang telah rusak, pemberian pengobatan sesuai penyakit,
pemeriksaan lingkungan secara berkala, dan deteksi kadar pencemaran
udara, air dan tanah.
4. Disability limitation (pembatasan cacat)
Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar seseorang atau
masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibat penyakit yang
ditimbulkannya. Tingkat ini dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang
memiliki potensi kecacatan. Bentuk kegiatan yang dapat di lakukan dapat
berupa : pengobatan dan perawatan penderita, tindakan medis tertentu
seperti amputasi anggota gerak, lobectomy pada klien TB paru, pengobatan
yang tepat.
5. Rehabilitation (rehabilitasi)
Bentuk pelayanan ini dilakukan setelah seseorang yang proses penyakitnya
telah berhenti atau sembuh dari penyakit. Pada tahap ini seseorang
dipulihkan kesehatannya pada keadaan semula, atau paling tidak berusaha
mengembalikan seseorang pada keadaan yang dipandang sesuai dan mampu
melangsungkan fungi kehidupannya. Rehabilitasi yang dilakukan meliputi
fisik, mental dan sosial. Ada beberapa bentuk tindakan yang dilakukan pada
tingkat pelayanan ini seperti : pemasangan protese pada bagian yang
diamputasi, fisioterapi penderita dengan kelemahan, psikoterapi pada
penderita gangguan jiwa, melatih kemampuan dalam perawatan diri,
menyediakan tempat atau ketrapilan yang mengalami kecacatan(Jekel,
2007).

UNIVERSAL HEALTH COVERAGE (UHC)

UHC atau jaminan kesehatan cakupan semesta dimanamemiliki arti bahwa semua
individu dan masyarakat menerima layanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa
mengalami kesulitan keuangan. Ini termasuk spektrum penuh layanan kesehatan
berkualitas dan penting, mulai dari promosi kesehatan sampai pencegahan,
pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan paliatif.UHC memungkinkan setiap orang
mengakses layanan yang menangani penyebab penyakit dan kematian yang paling
penting, dan memastikan kualitas layanan tersebut cukup baik untuk meningkatkan
kesehatan orang-orang yang menerimanya.Melindungi orang dari konsekuensi
keuangan untuk membayar layanan kesehatan dari kantong mereka sendiri
mengurangi risiko bahwa orang-orang akan terdorong masuk ke dalam kemiskinan
karena tidak terduga(WHO, 2016a).
Secara adil dalam mengakses pelayanan kesehatan menggunakan prinsip
keadilan vertikal. Pada prinsip keadilan vertikal ditegaskan, warga dalam
berkontribusi dalam pembiayaan kesehatan ditentukan berdasarkan kemampuan
membayar (ability to pay), bukan berdasarkan kondisi kesehatan/ kesakitan
seorang. Melalui keadilan vertikal, orang berpendapatan lebih rendah membayar
biaya yang lebih rendah daripada orang berpendapatan lebih tinggi untuk pelayanan
kesehatan dengan kualitas yang sama. Dengan kata lain, biaya tidak boleh menjadi

61
hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan (needed care,
necessary care).
Upaya untukmelindungi warga terhadap risiko finansial dibutuhkan sistem
pembiayaan kesehatan pra-upaya (prepaid system), bukan pembayaran pelayanan
kesehatan secara langsung (direct payment, out-of-pocket payment, dan fee-for-
service). Pada prepaid system terdapat pihak yang menjamin pembiayaan kesehatan
warga sebelum warga sakit dan menggunakan pelayanan kesehatan. Dengan
demikian sistem pra-upaya berbeda dengan pembayaran langsung yang tidak
menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan sebelum warga sakit dan menggunakan
pelayanan kesehatan (WHO, 2005).
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang dalam masa transisi
menuju sistem pelayanan kesehatan universal. Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) No.4 /2004 mewajibkan setiap warga di Indonesia memiliki
akses pelayanan kesehatan komprehensif yang dibutuhkan melalui sistem pra-upaya.
JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) merupakan program jaminan kesehatan yang
diluncurkan tahun 2014 bersifat universal dan menyeluruh. Didalam JKN sudah
termasuk peserta yang membayar iuran, BPJS (Badan Pengelola Jaminan Sosial)
Kesehatan sebagai pengelola dan fasilitas kesehatan yang memberikan
pelayanan(Tim Penyusun Bahan Sosialisasi & Advokasi JKN, 2013). BPJS Kesehatan
merupakan badan yang mengelola keuangan dan penjaminan program JKN, dimana
peserta JKN mendapat KIS (Kartu Indonesia Sehat). Universal Health Coverage
(UHC) telah ditargetkan oleh pemerintah Indonesia pada 1 Januari 2019 mendatang.
Setiap tahun BPJS Kesehatan menargetkan jumlah penduduk yang menjadi peserta
terus bertambah dari 156,7 juta jiwa (2015) ke 188,7 juta (2016), 223 juta (2017),
235,1 juta (2018), dan mencapai 257,5 juta atau seluruh pendudukpada 2019(Tim
Pustaka Yustisia, 2014).
Peserta JKN meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI.
Peserta PBI meliputi orang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu,
sedangkan peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang yang tidak mampu meliputi : 1) pekerja penerima upah dan keluarganya; 2)
pekerja bukan penerima upah dan keluarganya; dan 3) bukan pekerja dan
keluarganya. Cara pembayaran BPJS kesehatan fasilitas kesehatan tingkat pertama
dengan sistem kapitasi dan ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dengan
sistem INA CBG’s. Jenis pelayanan yang akan diperoleh peserta JKN yaitu pelayanan
kesehatan serta akomodasi dan ambulan(BPJS Kesehatan, 2014).

PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN PENDEKATAN KELUARGA


SEBAGAI PROGRAM PRIORITAS KESEHATAN MASYARAKAT.

Program utama pembangunan kesehatan pada saat ini adalah Program Indonesia
Sehat dimana merupakan salah satu program dari agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu
meningkatkan kualitas Hidup manusia Indonesia. Program ini didukung oleh
program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja,
dan Program Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat direncanakan
pencapaiannya melalui Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019,
yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
HK.02.02/Menkes/52/2015(Kemenkes RI, 2016a).
Program Indonesia Sehat telah menetapkan sasarannya yaitu meningkatnya
derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan
pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok RPJMN
2015-2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2)
meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan,

62
(4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia
Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga
kesehatan, obat dan vaksin, serta (6) meningkatnya responsivitas sistem
kesehatan(Kemenkes RI, 2015).
Ada tiga pilah utama dalam pelaksanaan Program Indonesia Sehat yaitu: (1)
penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3)
pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat
dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan,
penguatan upaya promotif dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat.
Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu
menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko
kesehatan. Sedangkan pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran
dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan
kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat (Kemenkes RI, 2016b).

Konsep Keluarga.

Selama ini berbagai pendekatan digunakan dalam upaya meningkatkan jangkauan


pelayanan kesehatan. Namun ada salah satu pendekatan yang paling penting adalah
pendekatan keluarga . Pendekatan keluarga merupakan salah satu cara Puskesmas
untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Upaya
kesehatan Puskesmas dilaksanakan tidak hanya menyelenggarakan pelayanan
kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung Puskesmas dengan
mengunjungi keluarga yang berada di wilayah kerjanya berdasarkan permasalahan
kesehatan dan kebutuhan program(Kemenkes RI, 2016a).
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat saat ini keluarga sebagai
fokus dalam pendekatan pelaksanaan program Indonesia Sehat, dimana menurut
Friedman (1998), keluarga memiliki lima fungsi keluarga yang harus dilaksanakan,
yaitu:
1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama
untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga
berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan
individu dan psikososial anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna
untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah
laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-
nilai budaya keluarga.
3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function)
adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar
tetap memiliki produktivitas yang tinggi(Kemenkes RI, 2016a).
Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan. Sedangkan
tugas-tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan adalah:
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota
keluarganya,
b. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat,

63
c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,
d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarganya,
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas
kesehatan.
Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini merupakan
pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan perluasan dari upaya
Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang meliputi kegiatan berikut.
1. Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data Profil Kesehatan
Keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan datanya.
2. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya
promotif dan preventif.
3. Kunjungan keluarga untuk menidak- lanjuti pelayanan kesehatan dalam
gedung.
4. Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga untuk
pengorganisasian/ pemberdayaan masyarakat dan manajemen
Puskesmas.
Kunjungan rumah untuk pembinaan kesehatan keluarga memanfaatkan data dan
informasi dari Profil Kesehatan Keluarga (family folder). Untuk pelaksanaan upaya
Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) harus diintengrasikan kedalam
kegiatan pendekatan keluarga. Dalam menjangkau keluarga, Puskesmas tidak hanya
mengandalkan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang ada. Dengan
mengunjungi keluarga dirumahnya, Puskesmas akan dapat mengenali masalah-
masalah kesehatan (dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-PHBS) yang dihadapi
keluarga secara lebih menyeluruh (holistik). Individu anggota keluarga yang perlu
mendapatkan pelayanan kesehatan kemudian dapat dimotivasi untuk memanfaatkan
UKBM yang ada dan/atau pelayanan Puskesmas (Kemenkes RI, 2016b).
Pendekatankeluarga adalah pendekatan pelayanan oleh Puskesmas yang
mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan
masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga, didasarkan
pada data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga. Adapun tujuan pendekatan
keluarga adalah 1) Meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan b kesehatan
komprehensif, meliputi pelayanan promotifdan preventif serta pelayanan kuratifdan
rehabilitatif dasar; 2) Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Kabupaten/Kota dan SPMProvinsi, melalui peningkatan akses dan skrining
kesehatan (Kemenkes RI, 2016b).

Pelaksanaan Pendekatan Keluarga.

Keluarga adalah satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) sebagaimana
dinyatakan dalam Kartu Keluarga. Jika dalam satu rumah tangga terdapat kakek dan
atau nenek atau individu lain, maka rumah tangga tersebut dianggap terdiri lebih
dari satu keluarga. Untuk menyatakan bahwa suatu keluarga sehat atau tidak
digunakan sejumlah penanda atau indikator. Telah disepakati dalam Program
Indonesia Sehat terdapat 12 indikator utama yang menunjukkan keluarga sehat yaitu
1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan
6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

64
11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat(Kemenkes RI,
2016a).
Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat
(IKS) dari setiap keluarga. Sedangkan keadaan masing-masing indikator,
mencerminkan kondisi PHBS dari keluarga yang bersangkutan.Dalam pelaksanaan
pendekatan keluarga ini tiga hal berikut harus diadakan atau dikembangkan, yaitu:
1. Instrumen yang digunakan di tingkat keluarga.
2. Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga.
3. Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas.
Instrumen yang diperlukan di tingkat keluarga adalah sebagai berikut :
1. Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family
folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga
dan data individu anggota keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah
sehat (akses/ ketersediaan air bersih dan akses/penggunaan jamban sehat).
Data individu anggota keluarga mencantumkan karakteristik individu (umur,
jenis kelamin, pendidikan, dan lain-lain) serta kondisi individu yang
bersangkutan: mengidap penyakit (hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan
jiwa) serta perilakunya (merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan dan
perkembangan balita, pemberian ASI eksklusif, dan lain-lain).
2. Paket Informasi Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa flyer, leaflet,
buku saku, atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga sesuai
masalah kesehatan yang dihadapinya. Misalnya: Flyer tentang Kehamilan dan
Persalinan untuk keluarga yang ibunya sedang hamil, Flyer tentang
Pertumbuhan Balita untuk keluarga yang mempunyai balita, Flyer tentang
Hipertensi untuk mereka yang menderita hipertensi, dan lain-lain(Kemenkes
RI, 2016a).
Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga dapat berupa
forum-forum berikut :
1. Kunjungan rumah ke keluarga-keluarga di wilayah kerja Puskesmas.
2. Diskusi kelompok terarah (DKT) atau biasa dikenal dengan focus group
discussion (FGD) melalui Dasa Wisma dari PKK.
3. Kesempatan konseling di UKBM (Posyandu, Posbindu, Pos UKK, dan lain-
lain).
4. Forum-forum yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim, rembug
desa, selapanan, dan lain-lain.
Sedangkan keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra dapat diupayakan
dengan menggunakan tenaga-tenaga berikut :
1. Kader-kader kesehatan, seperti kader Posyandu, kader Posbindu, kader
Poskestren, kader PKK, dan lain-lain.
2. Pengurus organisasi kemasyarakatan setempat, seperti pengurus PKK,
pengurus Karang Taruna, pengelola pengajian, dan lain-lain.

65
BAB VII
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS)

PENGERTIAN

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas


pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.
Sedangkan yang dimaksud Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan/atau masyarakat.

Gambar 7.1 Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas)

TUJUAN PUSKESMAS

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk


mewujudkan masyarakat yang : 1) memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat; 2) mampu menjangkau pelayanan kesehatan
bermutu 3) hidup dalam lingkungan sehat; dan 4) memiliki derajat kesehatan yang
optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas dilaksanakan untuk mendukung
terwujudnya kecamatan sehat.

PRINSIP PENYELENGGARAAN PUSKESMAS

Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi:


1. Paradigma sehat;
Berdasarkan prinsip paradigma sehat Puskesmas mendorong seluruh
pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan
mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.
2. Pertanggungjawaban wilayah;
Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban wilayah Puskesmas menggerakkan
dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya
3. Kemandirian masyarakat;
Berdasarkan prinsip kemandirian masyarakat Puskesmas mendorong
kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
4. Pemerataan;

66
Berdasarkan prinsip pemerataan Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di
wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
agama, budaya dan kepercayaan.
5. Teknologi tepat guna; dan
Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna Puskesmas menyelenggarakan
Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai
dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak
buruk bagi lingkungan.
6. Keterpaduan dan kesinambungan.
Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan Puskesmas
mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) lintas program
dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan
manajemen Puskesmas.

TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG PUSKESMAS

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai


tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung
terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas Puskesmas
menyelenggarakan fungsi: 1) penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah
kerjanya; dan 2) penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Dalam menyelenggarakan fungsi UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya
Puskesmas berwenang untuk : 1) melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis
masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
2) melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan; 3) melaksanakan
komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang
kesehatan; 4) menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama
dengan sektor lain terkait; 5) melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan
pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat; 6) melaksanakan peningkatan
kompetensi sumber daya manusia Puskesmas; 7) memantau pelaksanaan
pembangunan agar berwawasan kesehatan; 8) melaksanakan pencatatan, pelaporan,
dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan 9)
memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.
Dalam menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKP tingkat pertama di
wilayah kerjanya. Puskesmas berwenang untuk: 1) menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu; 2)
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan
preventif; 3) menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat; 4) menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan
pengunjung; 5)
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama
inter dan antar profesi; 6) melaksanakan rekam medis; 7) melaksanakan pencatatan,
pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses Pelayanan Kesehatan; 8)
melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan; 9) mengoordinasikan dan
melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah
kerjanya; dan 10) melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis
dan Sistem Rujukan. Selain itu Puskesmas dapat juga berfungsi sebagai wahana
pendidikan Tenaga Kesehatan.

67
PERSYARATAN PUSKESMAS

Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan. Dalam kondisi tertentu, pada 1
(satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu) Puskesmas. Kondisi tertentu
ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan
aksesibilitas. Pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium.

Lokasi pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan: 1) geografis; 2)


aksesibilitas untuk jalur transportasi; 3) kontur tanah; 4) fasilitas parkir; 5) fasilitas
keamanan; 6) ketersediaan utilitas publik; 8) pengelolaan kesehatan lingkungan; dan
9) kondisi lainnya. Pendirian Puskesmas harus memperhatikan ketentuan teknis
pembangunan bangunan gedung negara.
Bangunan Puskesmas harus memenuhi persyaratan yang meliputi: 1)persyaratan
administratif, persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja, serta persyaratan teknis
bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2) bersifat
permanen dan terpisah dengan bangunan lain; dan 3) menyediakan fungsi,
keamanan, kenyamanan, perlindungan keselamatan dan kesehatan serta kemudahan
dalam memberi pelayanan bagi semua orang termasuk yang berkebutuhan khusus,
anak-anak dan lanjut usia. Selain bangunan itu , setiap Puskesmas harus memiliki
bangunan rumah dinas Tenaga Kesehatan. Bangunan rumah dinas Tenaga Kesehatan
didirikan dengan mempertimbangkan aksesibilitas tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan.
Puskesmas harus memiliki prasarana yang berfungsi paling sedikit terdiri atas: 1)
sistem penghawaan (ventilasi); 2) sistem pencahayaan; 3) sistem sanitasi; 4) sistem
kelistrikan; 5) sistem komunikasi; 6) sistem gas medik; 7) sistem proteksi petir; 8)
sistem proteksi kebakaran; 9) sistem pengendalian kebisingan; 10) sistem
transportasi vertikal untuk bangunan lebih dari 1 (satu) lantai; 10) kendaraan
Puskesmas keliling; dan 11) kendaraan ambulans. Peralatan kesehatan di
Puskesmas harus memenuhi persyaratan: 1) standar mutu, keamanan, keselamatan;
2) memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 3) diuji
dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi penguji dan pengkalibrasi yang
berwenang.
Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan tenaga non
kesehatan. Jenis dan jumlah Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung
berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan
yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah
kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja. Jenis Tenaga Kesehatan paling
sedikit terdiri atas: 1) dokter atau dokter layanan primer;
2) dokter gigi; 3) perawat; 4) bidan; 5) tenaga kesehatan masyarakat; 6) tenaga
kesehatan lingkungan; 7) ahli teknologi laboratorium medik; 8) tenaga gizi; dan 9)
tenaga kefarmasian. Tenaga non kesehatan) harus dapat mendukung kegiatan
ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional
lain di Puskesmas.

Tenaga Kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi,


standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak
pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan
memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja. Setiap Tenaga
Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas
harus dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan
kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. Pelayanan laboratorium di

68
Puskesmas harus memenuhi kriteria ketenagaan, sarana, prasarana, perlengkapan
dan peralatan.

Gambar 7.2 Tenaga kesehatan di Puskesmas sedang memberikan pelayanan


kesehatan

KATEGORI PUSKESMAS

Dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang didasarkan pada kebutuhan


dan kondisi masyarakat, Puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik
wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan. Berdasarkan karakteristik wilayah
kerjanya Puskesmas dikategorikan menjadi: 1) Puskesmas kawasan perkotaan; 2)
Puskesmas kawasan pedesaan; dan 3) Puskesmas kawasan terpencil dan sangat
terpencil. Puskesmas kawasan perkotaan merupakan Puskesmas yang wilayah
kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat)
kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut: a) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh
persen) penduduknya pada sektor non agraris, terutama industri, perdagangan dan
jasa; b) memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar radius 2
km, memiliki rumah sakit radius kurang dari 5 km, bioskop, atau hotel; c) lebih dari
90% (sembilan puluh persen) rumah tangga memiliki listrik; dan/atau d) terdapat
akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas perkotaan.
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas kawasan perkotaan
memiliki karakteristik sebagai berikut: a) memprioritaskan pelayanan UKM; b)
pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat; c)
pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat; d) optimalisasi dan peningkatan
kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan; dan e) pendekatan pelayanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan
permasalahan yang sesuai dengan pola kehidupan masyarakat perkotaan.

Gambar 7.3 Puskesmas Perkotaan di Jakarta

69
Puskesmas kawasan pedesaan merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya
meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria
kawasan pedesaan sebagai berikut: a) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen)
penduduk pada sektor agraris; b) memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih
dari 2,5 km, pasar dan perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih
dari 5 km, tidak memiliki fasilitas berupa bioskop atau hotel; c) rumah tangga
dengan listrik kurang dari 90% (Sembilan puluh persen; dan d) terdapat akses jalan
dan transportasi menuju fasilitas. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh
Puskesmas kawasan pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut: a) pelayanan
UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat; b) pelayanan UKP
dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat; c) optimalisasi dan peningkatan kemampuan
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan d)
pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola kehidupan
masyarakat perdesaan.
Gambar 7.4 Puskesmas di Kawasan Pedesaan

Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil merupakan Puskesmas yang


wilayah kerjanya meliputi kawasan dengan karakteristik sebagai berikut: a) berada di
wilayah yang sulit dijangkau atau rawan bencana, pulau kecil, gugus pulau, atau
pesisir; b) akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu, jarak tempuh
pulang pergi dari ibukota kabupaten memerlukan waktu lebih dari 6 jam, dan
transportasi yang ada sewaktu-waktu dapat terhalang iklim atau cuaca; dan c)
kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan yang tidak stabil.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas kawasan terpencil dan sangat
terpencil memiliki karakteristik sebagai berikut: a) memberikan pelayanan UKM
dan UKP dengan penambahan kompetensi tenaga kesehatan; b) dalam pelayanan
UKP dapat dilakukan penambahan kompetensi dan kewenangan tertentu bagi
dokter, perawat, dan bidan; c) pelayanan UKM diselenggarakan dengan
memperhatikan kearifan lokal; d) pendekatan pelayanan yang diberikan
menyesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat di kawasan terpencil dan sangat
terpencil; e) optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan
Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan f.) pelayanan UKM dan
UKP dapat dilaksanakan dengan pola gugus pulau/cluster dan/atau pelayanan
kesehatan bergerak untuk meningkatkan aksesibilitas.
Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan Puskesmas dikategorikan menjadi: a)
Puskesmas non rawat inap; dan b) Puskesmas rawat inap. Puskesmas non rawat
inap adalah Puskesmas yang tidak menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali
pertolongan persalinan normal.
Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan sumber daya untuk
menyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai pertimbangan kebutuhan pelayanan
kesehatan.

70
PERIZINAN DAN REGISTRASI

Setiap Puskesmas wajib memiliki izin untuk menyelenggarakan pelayanan


kesehatan. Izin diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Izin berlaku
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan. Perpanjangan izin dilakukan dengan mengajukan permohonan
perpanjangan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum habis masa berlakunya
izin.
Untuk memperoleh izin Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan
permohonan tertulis kepada Bupati/Walikota melalui satuan kerja pada pemerintah
daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan perizinan terpadu dengan
melampirkan dokumen: a) fotokopi sertifikat tanah atau bukti lain kepemilikan
tanah yang sah; b) fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB); c) dokumen
pengelolaan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; d) surat
keputusan dari Bupati/Walikota terkait kategori Puskesmas; e) studi kelayakan
untuk Puskesmas yang baru akan didirikan atau akan dikembangkan; f) profil
Puskesmas yang meliputi aspek lokasi, bangunan, prasarana, peralatan kesehatan,
ketenagaan, dan pengorganisasian untuk Puskesmas yang mengajukan permohonan
perpanjangan izin; dan g) persyaratan lainnya sesuai dengan peraturan daerah
setempat.

KEDUDUKAN DAN ORGANISASI

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota.


Puskesmas dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas. Kepala Puskesmas merupakan
seorang Tenaga Kesehatan dengan kriteria sebagai berikut: a) tingkat pendidikan
paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat;
b) masa kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun; dan c) telah mengikuti pelatihan
manajemen Puskesmas.
Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas. Dalam
melaksanakan tanggung jawab, Kepala Puskesmas merencanakan dan mengusulkan
kebutuhan sumber daya Puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam
hal di Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil tidak tersedia seorang
tenaga kesehatan, maka Kepala Puskesmas merupakan tenaga kesehatan dengan
tingkat pendidikan paling rendah diploma tiga.
Organisasi Puskesmas disusun oleh dinas kesehatan kabupaten/kota berdasarkan
kategori, upaya kesehatan dan beban kerja Puskesmas. Organisasi Puskesmas paling
sedikit terdiri atas: a) kepala Puskesmas; b) kepala sub bagian tata usaha; c)
penanggung jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat; d) penanggung
jawab UKP, kefarmasian dan Laboratorium; dan e) penanggungjawab jaringan
pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan.

UPAYA KESEHATAN

Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan


upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya kesehatan dilaksanakan
secara terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan
masyarakat pengembangan. Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi: a)
pelayanan promosi kesehatan; b) pelayanan kesehatan lingkungan; c) pelayanan
kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; d) pelayanan gizi; dan e) pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya kesehatan masyarakat esensial harus
diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk mendukung pencapaian standar
pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan.

71
Gambar 7.5 Salah satu kegiatan pelayanan kesehatan pada lanjut usia di Puskesmas

Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan


masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau
bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas
masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia
di masing-masing Puskesmas. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama yang
dapat dilakukan oleh Puskesmas.
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan dalam bentuk: a)
rawat jalan; b) pelayanan gawat darurat; c) pelayanan satu hari (one day care); d)
home care; dan/atau e) rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan
kesehatan. Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan sesuai
dengan standar prosedur operasional dan standar pelayanan. Untuk melaksanakan
upaya kesehatan Puskesmas harus menyelenggarakan: a) manajemen Puskesmas; b)
pelayanan kefarmasian; c) pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat; dan d)
pelayanan laboratorium.

AKREDITASI

Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, Puskesmas wajib diakreditasi secara


berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi dilakukan oleh lembaga
independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri. Lembaga
independen penyelenggara akreditasi dalam proses pelaksanaan, pengambilan
keputusan dan penerbitan sertifikat status akreditasi. Dalam hal lembaga Akreditasi,
pelaksanaan akreditasi Puskesmas dilaksanakan oleh komisi akreditasi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh Menteri.

JARINGAN PELAYANAN, JEJARING FASILITAS PELAYANAN


KESEHATAN
DAN SISTEM RUJUKAN

Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pelayanan, Puskesmas didukung oleh


jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan. Jaringan
pelayanan Puskesmas terdiri atas Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan
bidan desa. Jejaring fasilitas pelayanan kesehatan terdiri atas klinik, rumah sakit,
apotek, laboratorium, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Puskesmas pembantu memberikan pelayanan kesehatan secara permanen di suatu
lokasi dalam wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas keliling memberikan pelayanan
kesehatan yang sifatnya bergerak (mobile), untuk meningkatkan jangkauan dan
mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang belum terjangkau
oleh pelayanan dalam gedung Puskesmas. Bidan desa merupakan bidan yang
ditempatkan dan bertempat tinggal pada satu desa dalam wilayah kerja Puskesmas.
Puskesmas dalam menyelenggarakan upaya kesehatan dapat melaksanakan rujukan.
Rujukan dilaksanakan sesuai sistem rujukan.

72
PENDANAAN

Pendanaan di Puskesmas bersumber dari: a) Anggaran Pendapatan dan Belanja


Daerah (APBD); b) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); c) sumber-
sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

SISTEM INFORMASI PUSKESMAS

Setiap Puskesmas wajib melakukan kegiatan sistem informasi Puskesmas. Sistem


Informasi Puskesmas dapat diselenggarakan secara eletronik atau non elektronik.
Sistem informasi Puskesmas paling sedikit mencakup: a) pencatatan dan pelaporan
kegiatan Puskesmas dan jaringannya; b) survei lapangan; c) laporan lintas sektor
terkait; dan d) laporan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.
Sistem Informasi Puskesmas merupakan bagian dari sistem informasi kesehatan
kabupaten/kota. Dalam menyelenggarakan sistem informasi Puskesmas, Puskesmas
wajib menyampaikan laporan kegiatan Puskesmas secara berkala kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota. Laporan kegiatan Puskesmas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan sumber data dari pelaporan data kesehatan prioritas yang
diselenggarakan melalui komunikasi data.

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota


serta fasilitas pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan milik Pemerintah dan
Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Puskesmas, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dapat melibatkan organisasi profesi dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan Puskesmas. Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat. Pembinaan dan pengawasan
dalam bentuk fasilitasi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan.

73
BAB VIII
PROGRAM KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT (PERKESMAS)
Tiga pilar utama Program Indonesia Sehat yang dilaksanakan yaitu: paradigma
sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Adapun
penjelasannya sebagai berukut:
1. Pilar paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan
kesehatan dalam pembangunan, penguatan promotif preventif dan
pemberdayaan masyarakat.
2. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu
pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan
intervensi berbasis risiko kesehatan.
3. Sementara itu jaminan kesehatan nasional dilakukan dengan strategi
perluasan sasaran dan benefit serta kendali mutu dan kendali biaya
(Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Ketiga pilar utama dalam Program Indonesia Sehat sangat berkaitan dengan
sistem upaya kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang terdiri dari
dua unsur utama yaitu upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan
masyarakat (UKM). UKM terutama diselenggarakan oleh pemerintah dengan peran
serta aktif masyarakat dan swasta, sedang UKP dapat diselenggarakan oleh
masyarakat, swasta dan pemerintah. penyelenggaraan upaya kesehatan harus
bersifat menyeluruh, terarah, terencana, terpadu, berkelanjutan, terjangkau,
berjenjang, profesional dan bermutu (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas
pembangunan kesehatan di Kabupaten/Kota (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat terintegrasi pertama dan upaya kesehatan
masyarakat tingkat pertama yang meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan
upaya kesehatan masyarakat pengembangan (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Upaya kesehatan masyarakat esensial yang dilaksanakan Puskesmas meliputi:
1. Pelayanan promosi kesehatan
2. Pelayanan kesehatan lingkungan
3. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
4. Pelayanan gizi
5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas
untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang
kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan puskesmas dalam
bentuk:
1. Rawat jalan
2. Pelayanan gawat darurat
3. Pelayanan satu hari (one day care)
4. Home care; dan/atau
5. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan
Untuk melaksanakan upaya kesehatan tersebut, puskesmas harus
menyelenggarakan:

74
1. Manajemen puskesmas
2. Pelayanan kefarmasian
3. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
4. Pelayanan laboratorium (Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Adanya pelayanan perkesmas sebagai upaya kesehatan yang harus dilaksanakan
puskesmas akan memberikan kontribusi terhadap penanganan masalah kesehatan
yang ada di wilayah kerja puskesmas melalui berbagai pendekatan komperhensif
meliputi upaya pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier,
dimana perawat memegang peranan yang sangat penting. Tanggung jawab perawat
dalam pelayanan perkesmas adalah mendorong dan atau membantu klien untuk
dapat memahami permasalahan kesehatan yang dihadapi dan berupaya untuk
mencari upaya untuk menyelesaikan permasalahan kesehatannya dengan
memanfaatkan sumber-sumber yang ada, dimana pada akhirnya diharapkan akan
terwujudnya masyarakat sehat.

KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT


Keperawatan kesehatan masyarakat, merupakan salah satu kegiatan pokok
puskesmas yang sudah ada sejak konsep puskesmas di perkenalkan. Perawatan
Kesehatan Masyarakat sering disebut dengan PHN (Public Health Nursing) namun,
pada akhir-akhir ini lebih tepat disebut CHN (Community Health Nursing).
Perubahan istilah public menjadi community, terjadi di banyak negara karena lstilah
"public” sering kali dihubungkan dengan bantuan dana pemerintah (government
subsidy atau public funding), sementara keperawatan kesehatan masyarakat dapat
dikembangkan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh masyarakat atau swasta,
khususnya pada sasaran individu (UKP), contohnya perawatan kesehatan individu di
rumah (home health nursing) (Kementerian Kesehatan RI, 2006a).
Perkesmas pada dasarnya adalah pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan perpaduan antara konsep kesehatan masyarakat dan konsep
keperawatan yang ditujukan pada seluruh masyarakat dengan penekanan pada
kelompok risiko tinggi, Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal
dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promosi) dan pencegahan penyakit
(preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention) dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai
mitra kerja datam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan.
(Kementerian Kesehatan RI, 2006a).
Tujuan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah keperawatan kesehatan
masyarakat secara optimal. Pelayanan keperawatan diberikan secara langsung
kepada seluruh masyarakat dalam rentang sehat-sakit dengan mempertimbangkan
seberapa jauh masalah kesehatan masyarakat mempengaruhi individu, keluarga, dan
kelompok maupun masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2006a).
Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah seluruh masyarakat termasuk
individu, keluarga, kelompok beresiko tinggi termasuk kelompok/masyarakat
penduduk di daerah kumuh, terisolasi, berkonflik. dan daerah yang tidak terjangkau
pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2006a).
Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat dapat diberikan secara langsung
pada semua tatanan pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Di dalam unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dll) yang
mempunyai pelayanan rawat jalan dan rawat inap.
2. Di rumah
Perawat memberikan pelayanan sacara & langsung kepada keluarga di rumah
yang menderita penyakit akut maupun kronis. Peran perawat dapat
meningkatkan fungsi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
mempunyai resiko tinggi masalah kesehatan.
3. Di sekolah

75
Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care) diberbagai
institusi pendidikan (TK. SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi). Perawat
sekolah melaksanakan program screening kesehatan, pemeliharaan kesehatan,
dan pendidikan kesehatan.
4. Di tempat kerja/industri
Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung dengan kasus
kesakitan/kecelakaan minimal di tempat kerja/kantor, home industri, pabrik
dll, melakukan pendidikan kesehatan untuk keamanan dan keselamatan kerja,
nutrisi seimbang, penurunan stress, olah raga dan penanganan perokok serta
pengawasan makanan.
5. Di barak-barak penampungan
Perawat memberikan tindakan perawatan langsung terhadap kasus akut,
penyakit kronis,dan kecacatan fisik, dan mental.
6. Dalam kegiatan puskesmas keliling
Pelayanan keperawatan didalam puskesmas keliling diberikan kepada individu,
kelompok masyarakat di pedesaan, kelompok terlantar, pelayanan keperawatan
yang dilakukan adalah pengobatan sederhana, screening kesehatan, perawatan
kasus penyakit akut dan konis, pengelolaan dan rujukan kasus penyakit.
7. Di panti atau kelompok khusus lain
Seperti panti asuhan anak, panti wreda, dan panti sosial lainnya rumah
tahanan (rutan) atau lembaga pemasyarakatan (lapas) serta rumah susun.
8. Pelayanan pada kalompok kelompok risiko tinggi
a. Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak, lansia mendapat
perlakukan kekerasan.
b. Pelayanan keperawalan di pusat pelayanan kesehatan jiwa
c. Pelayanan keparawatan di pusat pelayanan penyalahgunaan obat
d. Pelayanan keperawatan di tempat penampungan kelompok lansia,
gelandangan pemulung/pengemis, kelompok penderita HIV (ODHA/Orang
Dengan HIV-AIDS), anak jalanan dan WTS.
Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan, membimbing dan
mendidik individu, keluarga, kelompok, masyarakat untuk menanamkan pengertian,
kebiasaan dan perilaku hidup sehat sehingga mampu memelihara dan meningkatkan
derajad kesehatannya.
Keperawatan kesehatan masyarakat berorientasi pada proses permecahan masalah
yang dikenal sebagai “Proses Keperawatan" (nursing process), yaitu metoda ilmiah
dalam keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai cara terbaik dalam
memberikan pelayanan keperawatan langsung sesuai respon manusia dalam
menghadapi masalah kesehatan. Lima langkah proses keperawatan kesehatan
masyarakat adalah pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi,
dan evaluasi. Dalam penerapan proses keperawatan, terjadi proses alih peran dari
tenaga keperawatan kepada klien (sasaran) secara bertahap dan berkelanjutan untuk
mencapai kemandirian sasaran dalam menyelesaikan masalah kesehatannya
(Kementerian Kesehatan RI, 2006a). Proses alih peran yang terjadi, dimana perawat
yang awalnya mempunyai peran sangat besar dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien, melalui pendampingan yang dilakukan secara periodik
diharapkan klien mampu melakukan atau mengambil peran yang selama ini
dilakukan perawat. Pada akhirnya diharapkan klien mandiri dalam memelihara
kesehatannya.
Proses alih peran tersebut digambarkan sebagai lingkaran dinamis proses
keperawatan, berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2006b):

76
Perawat Klien

Klien Klien Perawat

Perawat

Gambar 8.1. Proses Lingkaran dinamis Proses Keperawatan yang


menggambarkan proses alih peran perawat ke klien.
Sumber: (Kementerian Kesehatan RI, 2006a)

Berdasarkan uraian diatas pelayanaan keparawatan kesehatan masyarakat


mempunyai ciri sebagai berikut:
1 Merupakan perpaduan pelayanan keperawatan dan kesehatan masyarakat.
2 Adanya kesinambungan pelayanan kesehatan (continuity of care).
3 Fokus pelayanan pada upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan
pencegahan penyakit (preventif) baik pada pencegahan primer, sekunder dan
tersier.
4 Terjadi proses alih peran dari perawat kesehatan masyarakat kepada klien
(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sehingga terjadi kemandirian.
5 Ada kemitraan perawat kesehatan masyarakat dengan masyarakat dalam upaya
kemandirian klien.
6 Memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain serta masyarakat.

KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA


KESEHATAN MASYARAKAT

Keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) merupakan suatu kegiatan


pelayanan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas bersamaan dengan kegiatan
pokok yang lain : manajemen puskesmas, pelayanan kefarmasian dan pelayanan
laboratorium. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Tujuan

Menurut Kementerian Kesehatan (2006a) tujuan umum dari pelayanan perkesmas


adalah meningkatkan kemandirian masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan
khususnya masalah keperawatan kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Sedang tujuan khususnya adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat tentang kesehatan
2. Meningkatkan penemuan dini kasus-kasus prioritas
3. Meningkatkan penanganan keperawatan kasus prioritas di puskesmas
4. Meningkatkan penanganan :kasus prioritas yang mendapatkan tindak lanjut
keperawatan di rumah
5. Meningkatkan akses keluarga miskin mendapat perayanan kesehatan /
keperawatan kesehatan masyarakat
6. Meningkatkan pembinaan keperawatan kelompok khusus
7. Memperluas daerah binaan keperawatan di masyarakat

77
Lingkup Pelayanan

Lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat meliputi Upaya


Kesehatan Perorangan (UKP) maupun Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
Pelayanan kesehatan yang diberikan lebih difokuskan pada promotif dan preventif
tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Upaya preventif meliputi pencegahan
tingkat pertama (primary prevention), pencegahan tingkat kedua (secondary
prevention) maupun pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) Kementerian
Kesehatan (2006a).

Sasaran
Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga, kelompok,
masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan akibat faktor ketidaktahuan,
ketidakmauan maupun ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah
kesehatannya. prioritas sasaran adalah yang mempunyai masalah kesehatan terkait
dengan masalah kesehatan prioritas daerah, terutama:
1. Belum kontak dengan sarana perayanan kesehatan puskesmas serta
jaringannya.
2. Sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan tetapi memerlukan tindak
lanjut keperawatan di rumah.
Sasaran terdiri dari:
1. Sasaran individu
Sasaran prioritas individu adalah balita gizi buruk, ibu hamil-risiko tinggi, usia
lanjut, penderita penyakit menular (antara lain TB paru, kusta, malaria,
demam berdarah. Diare, pneumonia dan hepatitis), dan penderita penyakit
tidak menular (diabetes mellitus, PPOK, hipertensi, penyakit jantung koroner,
stroke, kanker dan lain-lain)
2. Sasaran keluarga
Sasaran keluarga adalah keluarga yang termasuk rentan terhadap masalah
kesehatan (vulnarable group) atau risiko unggi (high risk group), dengan
prioritas pada:
a. Keluarga miskin belum kontak dengan sarana petayanan kesehatan
(puskesmas dan jaringannya) dan belum mempunyai kartu Indonesia
sehat atau BPJS Kesehatan.
b. Keluarga miskin sudah memanfaatkan; sarana pelayanan kesehataan
mempunyai masalah kesehatan terkait dengan pertumbuhan dan
perkembanqan balita, Kesehatan reproduksi, penyakit menular dan
penyakit tidak menular.
c. Keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah kesehatan
prioritas serta belum memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan.
3. Sararan kelompok
Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang rentan tehadap
timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat dalam
suatu institusi.
a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu institusi antara
lain: posyandu, kelompok balita, kelompok ibu hamil. kelompok usia
lanjut, kelompok penderita penyakit tertentu, kelompok pekerja informal.
b. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi antara lain
sekolah, pesantren. panti asuhan, panti sosial tresna werdha rumah
tahanan (rutan), lembaga pemasyarakatan (lapas).
4. Sasaran masyarakat
Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau mempunyai risiko
tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan, diprioritaskan pada
a. Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, Kelurahan) yang mempunyai:
 Jumlah bayi meninggal lebih tinggi di bandingkan daerah lain

78
 Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dari daerah lain.
 Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain.
b. Masyarakat di daerah endemis penyakit menular seperti (malaria, diare,
demam berdarah, dll).
c. Masyarakat di lokasi barak pengungsian, akibat bencana atau akibat
lainnya.
d. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain daerah
terpencil, kepulauan dan daerah perbatasan.
e. Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transportasi sulit seperti
daerah transmigrasi.

Strategi Penyelenggaraan

Perkesmas sebagai bentuk pelayanan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas untuk
itu perlu strategi penyelenggaraan pelayanan perkesmas. Strategi penyelenggaraan
pelayanan perkesmas dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan perkesmas dalam
upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan pelayanan perkesmas dalam upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

1. Pelayanan perkesmas dalam upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama.

Penyelenggaraan pelayanan perkesmas dalam upaya kesehatan masyarakat tingkat


pertama yang meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan
masyarakat pengembangan. Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi: a.
pelayanan promosi kesehatan; b. pelayanan kesehatan lingkungan; c. pelayanan
kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; d. pelayanan gizi; dan e. pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya kesehatan masyarakat
pengembangan merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya
memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan
intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan,
kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing
Puskesmas (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Dalam penyelenggaraan Perkesmas diperlukan adanya keterpaduan dalam
pelayanan yang meliputi: sasaran, kegiatan, tenaga, biaya atau sumber daya lainnya.
Diharapkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat lebih bermutu karena diberikan
secara utuh (holistik), komprehensif, terpadu, dan berkesinambungan. Sasaran
prioritas Perkesmas adalah sasaran yang sesuai kesepakatan daerah dan ditetapkan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten kota. Fokus utama pada keluarga rawan kesehatan
yaitu keluarga miskin/rentan (vulnerable group) dan keluarga yang termasuk
berisko tinggi (high risk group). Keterpaduan Perkesmas dengan upaya kesehatan
Puskesmas sekaligus bertujuan mendukung pencapaian target pembangunan
kesehatan Kabupaten/Kota yang diukur berdasarkan lndikator Standar Pelayanan
Minimal (SPM).

79
Upaya Kes Pencegahan Upaya Kes
Promkes Kesling KIA-KB Gizi
Peny
Pengembangan Pengembangan
PERKESMAS

INDIKATOR PELAYANAN KESEHATAN


STANDAR PELAYANAN MINIMAL
S
Gambar 8.2 Keterpaduan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dalam
Upaya Kesehatan Puskesmas
Sumber: (Kementerian Kesehatan RI, 2006a)

2. Pelayanan perkesmas dalam upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama.

Penyelenggaraan pelayanan perkesmas dalam upaya kesehatan perseorangan


tingkat pertama yang dilakukan pada klien: a) rawat jalan; b) pelayanan gawat
darurat; c) pelayanan satu hari (one day care); d) home care dan/atau; e) rawat
inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan (Kementerian
Kesehatan RI, 2014). Pelayanan perkesmas dilakukan terhadap klien yang
memiliki masalah kesehatan menjadi prioritas dalam pelayanan perkesmas di
wilayah kerja puskesmas dan memerlukan tindak lanjut penanganan masalah
kesehatan yang dihadapi. Diharapkan melalui tindak lanjut penanganan kasus
prioritas yang ditemukan pada upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama
maka permasalahan kesehatan yang menjadi sasaran prioritas perkesmas akan
mencapai target sasaran yang tepat, sehingga diharapkan akan memberikan
dampak terhadap kesehatan klien sebagai individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat guna mendukung pencapaian target pembangunan kesehatan di
wilayah tersebut yang diukur melalui indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Kabupaten/Kota di wilayah tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Pelayanan
Rawat One day Rawat
gawat Home care
Jalan care Inap
darurat

PERKESMAS

INDIKATOR PELAYANAN KESEHATAN


STANDAR PELAYANAN MINIMAL
S
Gambar 8.3 Keterpaduan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dalam
Upaya Kesehatan Perseorangan tingkat pertama.
Sumber: (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

80
Pendekatan

Pendekatan utama yang dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan


kesehatan masyarakat baik dl dalam maupun di luar gedung puskesmas, adalah
pendekatan proses keperawatan (nursing process) meliputi tahap pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, penetapan rencana tindakan, implementasi
tindakan keperawatan dan tahap evaluasi. Dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan, maka secara bertahap terjadi proses alih peran dari perawat puskesmas
kepada klien (Kementerian Kesehatan RI, 2006a).
Dalam pelaksanaan proses keperawatan tersebut, ada pendekatan lainnya, yaitu :
1) Dalam penetapan mesalah kesehatan dan sasaran prioritas sasaran keperawatan
kesehatan mesyarakat dapat menggunakan pendekatan epidemiologis.
2) Dalam penetapan kegiatan menggunakan tiga tingkat pencegahan (levels of
prevention) (Kementerian Kesehatan RI, 2006a).

Pokok Kegiatan

Kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat, meliputi kegiatan di dalam maupun di


luar gedung puskesmas baik upaya kesehatan perorangan (UKP) dan atau upaya
kesehatan masyarakat (UKM) (Kementerian Kesehatan RI, 2006a).

Kegiatan dalam Gedung Puskesmas


Merupakan kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat yang dilakukan di poli
asuhan keperawatan, poliklinik pengobatan, maupun ruang rawat inap puskesmas,
meliputi:
1. Asuhan keperawatan terhadap pasien rawat jalan dan rawat inap.
2. Penemuan kasus baru (deteksi dini) pada pasien rawat jalan.
3. Penyuluhan/pendidikan kesehatan.
4. Pemantauan keteraturan berobat.
5. Rujukan kasus masalah kesehatan kepada tenaga kesehatan lain di puskesmas.
6. Pemberian nasehat (konseling) keperawatan.
7. Kegiatan yang merupakan tugas limpah sesuai pelimpahan kewenangan yang
diberikan dan atau prosedur yang telah ditetapkan (contoh pengobatan,
penanggulangan kasus gawat darurat, dll).
8. Menciptakan lingkungan terapeutik dalam pelayanan kesehatan di gedung
Puskesmas (kenyamanan, keamanan, dll).
9. Dokumentasi keperawatan.

Kegiatan di luar Gedung Puskesmas


Melakukan kunjungan keluarga/ kelompok /masyarakat untuk melakukan asuhan
keperawatan di keluarga/kelompok/masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2006a):
1. Asuhan keperawatan kasus yang memerlukan tindak lanjut di rumah (individu
dalam konteks keluarga).
Merupakan asuhan keperawatan individu di rumah dengan melibatkan peran
serta aktif keluarga. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Penemuan suspek kasus kontak serumah.
b. Penyuluhan/Pendidikan kesehatan pada lndividu dan keluarganya.
c. Pemantauan keteraturan berobat sesuai program pengobatan, Kunjungan
rumah (home visite/home health nursing) sesuai rencana.
d. Pelayanan keperawatan dasar langsung (direct care) maupun tidak langsung
(indirect care).
e. Pemberian nasehat/konseling) kesehatan/keperawatan.
f. Dokumentasi keperawatan.
2. Asuhan keperawatan keluarga.

81
Merupakan asuhan keperawatan yang ditujukan pada keluarga rawan kesehatan
keluarga miskin yang mempunyai masalah kesehatan yang ditemukan di
masyarakat dan dilakukan di rumah keluarga. Kegiatannya meliputi, antara lain:
a. ldentifikasi keluarga rawan kesehatan keluarga miskin dengan masalah
kesehatan di masyarakat.
b. Penemuan dini suspek/kasus kontak serumah.
c. Pendidikan/penyuluhan kesehatan terhadap keluarga lingkup keluarga).
d. Kujungan rumah (home visite/home health nursing) sesuai rencana.
e. Pelayanan keperawatan dasar langsung (direct care) maupun tidak langsung
(indirect care).
f. Pelayanan kesehatan sesuai rencana, misalnya memantau keteraturan berobat
pasien dengan pengobatan jangka panjang.
g. Pemberian nasehat (konseling) kesehatan/keperawatan di rumah.
h. Dokumentasi keperawatan.
3. Asuhan keperawatan kelompok khusus.
Merupakan asuhan keperawatan pada kelompok masyarakat rawan kesehatan
yang memerlukan perhatian khusus, baik dalam suatu institusi maupun non
institusi. Kegiatannya meliputi antara lain:
a. ldentifikasi faktor-faktor resiko terjadinya masalah kesehatan di kelompok.
b. Pendidikan/penyuluhan sesuai kebutuhan.
c. Pelayanan keperawatan langsung (direct care) pada penghuni yang
memerlukan keperawatan.
d. Memotivasi pembentukan, membimbing, dan memantau kader kesehatan,
jenis kelompoknya
e. Dokumentasi keperawatan

4. Asuhan keperawatan kesehatan masyarakat di daerah binaan


Merupakan asuhan keperawatan yang ditujukan pada masyarakat yang rentan
atau mempunyal risiko tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan.
Kegiatannya meliputi kegiatan kunjungan ke daerah binaan untuk :
a. ldentifikasi masalah kesehatan yang terjadi di suatu daerah dengan masalah
kesehatan spesifik.
b. Meningkatkan partisipasi masyarakat melalui kegiatan memotivasi
masyarakat untuk membentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat.
c. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat.
d. Memotivasi pembentukan, mengembangkan dan memantau kader-kader
kesehatan di marsyarakat .
e. Ikut serta melaksanakan dan memonitor kegiatan PHBS.
f. Dokumentasi keperawatan.
Pelaksana
Sebagai pelaksana utama kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat adalah semua
perawat fungsional keperawatan di puskesmas. Sebagai pelaksana keperawatan
kesehatan masyarakat di puskesmas, perawat minimal mempunyai enam peran yaitu
sebagai:
1. Penemu kasus (case finder)
Perawat puskesmas berperan dalam mendeteksi dan menemukan kasus serta
melakukan penelusuran terjadinya penyakit.
2. Pemberi pelayanan (care provider)
Perawat Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan kepada individu,
keluarga, kelompok/masyarakat berupa asuhan keperawatan kesehatan
masyarakat yang utuh/holistik, komprehensif meliputi pemberian asuhan
pada pencegahan tingkat pertama, tingkat kedua maupun tingkat ketiga.
Asuhan keperawatan yang diberikan baik asuhanlangsung (direct care)
kepada pasien/klien maupun tidak langsung (indirect care) di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan antara lain klinik puskesmas, ruang rawat inap

82
puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, sekolah, rutan/lapas,
panti, posyandu, keluarga (rumah pasien/klien), dll.
3. Pendidik/penyuluh kesehatan (health teacher/educator)
Sebagai pendidik kesehatan, perawat Puskesmas mampu: mengkaji
kebutuhan pasien/klien; mengajarkan agar melakukan pencegahan tingkat
pertama dan peningkatan kesehatan pasien/klien kepada individu, keluarga,
kelompok/masyarakat, pemulihan kesehatan dari suatu penyakit; menyusun
program penyuluhan/pendidikan kesehatan, baik untuk topik sehat maupun
sa kit, seperti nutrisi, latihan/olah raga, manajemen stress, penyakit dan
pengelolaan penyakit, dll; memberikan informasi yang tepat untuk kesehatan
dan gaya hidup antara lain informasi yang tepat tentang penyakit,pengobatan
dll; serta menolong pasien/klien menyeleksi informasi/ kesehatan yang
bersumber dari buku-buku, koran, televisi, atau teman.
4. Koordinator dan kolaborator (coordinator & collaborator)
Perawat puskesmas melakukan koordinasi terhadap semua pelayanan
kesehatan yang diterima oleh keluarga dari berbagai program, dan
bekerjasama dengan keluarga dalam keperawatan serta sebagai penghubung
kesehatan dan sektor terkait lainnya.
5. Pemberi nasehat (counselor)
Sebagai pelaksana konseling, perawat puskesmas membantu pasien/klien
untuk mencari pemecahan masalah kesehatan dalam perubahan perilaku yang
terjadi dan dihadapi pasien/ klien. Pemberian konseling, dapat dilakukan di
klinik puskesmas, puskesmas pembantu, rumah pasien/klien, posyandu dan
tatanan pelayanan kesehatan lainnya dengan melibatkan individu, keluarga,
kelompok, masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan perawat puskesmas
antara lain menyediakan informasi, mendengar secara objektif, memberi
dukungan, memberi asuhan dan meyakinkan pasien/ klien, menolong
pasien/klien mengidentifikasi masalah dan faktor faktor yang terkait;
memandu klien menggali permasalahan dan memilih pemecahan masalah
yang dapat dikerjakan.
6. Panutan (role model)
Perawat puskesmas sebagai panutan atau role model, dimaksudkan bahwa
perilakunya sehari- hari dicontoh oleh orang lain. Panutan ini digunakan pada
semua tingkatan pencegahan terutama perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS). Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain memberi contoh praktek
menjaga tubuh yang sehat baik fisik maupun mental seperti makan makanan
bergizi, menjaga berat badan, olahraga secara teratur, tidak merokok,
menyediakan waktu untuk istirahat (relax) setiap hari, komunikasi efektif, dll.
Disamping itu, perawat puskesmas juga harus menampilkan
profesionalismenya dalam bekerja yaitu dengan menerapkan kode etik
keperawatan, menggunakan pendekatan sistematik dan efektif dalam
pengambilan keputusan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat perawat
bekerja sama dengan petugas kesehatan lain serta masyarakat. Kerjasama dengan
petugas kesehatan lain, terkait dengan kegiatan yang memerlukan kemampuan teknis
tertentu yang bukan kewenangan perawat. Kerja sama dengan kader/masyarakat
terutama dalam melaksanakan kegiatan yang dapat dilimpahkan kepada masyarakat.

PENGELOLAAN UPAYA KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT DI


PUSKESMAS
Pengelolaan upaya perkesmas di puskesmas merupakan rangkaian kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan
pertanggungjawaban yang terintegrasi dengan upaya kesehatan puskesmas sehingga
upaya keperawatan kesehatan masyarakat dapat terlaksana secara efisien dan efektif
(Kementerian Kesehatan RI, 2006a).

83
Perencanaan
Perencanaan upaya keperawatan kesehatan masyarakat dilaksanakan terintegrasi
dengan perencanaan upaya puskesmas lainnya. Langkah-langkah perencanaan yang
harus dilakukan meliputi:
1. Menyusun usulan kegiatan
Pengusulan kegiatan disusun sesuai prioritas sasaran dan kegiatan prioritas
puskesmas. dengan mengidentilikasi kegiatan-kegiatan promotif dan preventif
(tingkat pertama, kedua, dan ketiga) yang akan melengkapi kegiatan upaya
kesehatan prioritas sehingga pelayanan kesehatan menjadi lebih utuh.
2. Pengajuan usulan kegiatan
Pengusulan kegiatan diajukan secara terpadu dengan kegiatan puskesmas lain ke
Dinas Kesehalan Kabupaten/kota untuk mendapat persetujuan pembiayaan.
3. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan
Berdasarkan usulan kegiatan puskesmas yang telah disetujui oleh Dinas
Kesehatan kabupaten/Kota, maka perlu disusun rencana pelaksanaan kegiatan
(Plan of Action). Kegiatan yarrg tercantum antara lain mencakup menetapkan
kegiatan, sasaran. target, volume kegiatan, rincian pelaksanaan, lokasi
pelaksanaan. tenaga pelaksana. Jadwal serta sumber daya pendukung lainnya.
Kegiatan yang direncanakan dituangkan dalam Matrix/Gann Chart. Rencana
pelaksanaan kegiatan sebaiknya dilengkapi dengan peta wilayah Puskesmas
(Mapping) yang menggambarkan masalah kesehatan/keperawatan kesehatan
masyarakat. Rencana pelaksanaan keglatan disusun dengan melibatkan
penanggungjawab program terkait serta masyarakat.

Pelaksanaan dan Pengendalian


Pelaksanaan dan pengendalian merupakan rangkaian penyelenggaraan, pemantauan
serta penilaian terhadap upaya perkesmas. Langkah pelaksanaan dan pengendalian
tersebut, meliputi :
1. Pengorganisasian di Puskesmas
Kepala puskesmas merupakan penanggung jawab kegiatan perkesmas di
puskesmas. Agar pelaksanaan perkesmas dapat diselenggarakan secara optimal,
maka diharapkan di setiap puskesmas ditetapkan adanya:
a. Perawat pelaksana perkesmas di puskesmas
b. Perawat penanggungjawab desa/daerah binaan
c. Perawat koordinator perkesmas di puskesmas
Pengorganisasian tenaga perkesmas disesuaikan dengan jumlah perawat yang
ada.

2. Pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan kegiatan perkesmas dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan
kegiatan (POA) perkesmas yang telah disusun dalam melaksanakan kegiatan
perlu melakukan:
a. Mengkaji ulang rencana pelaksanaan kegiatan (POA) yang tetah disusun.
b. Menyusun jadual kegiatan bulanan setiap perawat dan petugas kesehatan
lain yang terlibat dalam kegiatan perkesmas.
c. Melaksanakan asuhan keperawatan rnenggunakan standar/pedoman
prosedur tetap (protap).
d. Menyepakati indikator kinerja klinik perawat.
3. Pemantauan hasil pelaksanaan kegiatan dilaksanakan secara berkala oleh
kepala puskesmas dan koordinator perkesmas, dimana kegiatannya antara lain:
a. Membahas/mendiskusikan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
Perkesmas dalam bentuk:
1) Refleksi diskusi kasus

84
2) Lokakarya Mini Bulanan
3) Lokakarya Mini Tribulanan
b. Melakukan penilaian yang dilakukan pada setiap akhir tahun dengan
membandingkan hasil pelaksanaan kegiaran dengan rencana yang telah
disusun, penilaian dilakukan terhadap input, proses serta output berupa
cakupan, kepatuhan pada standar.

Pengawasan dan pertanggungjawaban


Pengawasan dan pertanggungjawaban kegiatan perkesmas terintegrasi dengan
kegiatan puskesmas lainnya. Pengawasan dilakukan baik Intemal maupun ekternal.
Dalam pertanggungjawaban kepala puskesmas mempertanggungjawabkan seluruh
kegiatan puskesmas termasuk perkesmas dan pembiayaannya dalam suatu laporan
tahunan.

INDIKATOR KEBERHASILAN

Untuk mengukur keberhasilan upaya keperawatan kesehatan masyarakat di


puskesrnas, digunakan indikator yang meliputi indikator masukan (input), indikator
proses, indikator luaran (output) dan indikator dampak.

Indikator masukan (input) meliputi:


1. Jumlah perawat puskesmas sudah mendapat pelatihan teknis perkesmas
serta penatalaksanaan program prioritas.
2. Jumlah kit untuk pelaksanaan perkesmas ( PHN Kit) minimal 1 kit untuk
setiap desa/Kelurahan.
3. Tersedia sarana transporasi untuk kunjungan ke keluarga/
kelompok/masyarakat.
4. Tersedia dana operasional untuk pembinaan/asuhan keperawatan.
5. Tersedia standar/pedoman/SOP pelaksanaan kegiatan perkesrnas.
6. Tersedia dukungan administrasi (buku register, family folder, formulir askep,
fomulir laporan. dll).
7. Tersedianya ruangan khusus untuk asuhan keperawatan di puskesmas.

lndikator Proses meliputi:


1. Ada rencana usulan kegiatan perkesmas terintegrasi dengan rencana kegiatan
Puskemas.
2. Ada rencana pelaksanaan kegiatan perkesmas (POA).
3. Ada rencana asuhan keperawatan setiap klien (individu, keluarga, kelompok,
masyarakat).
4. Adanya dukungan dan ada kegiatan bimbingan yang dilakukan Kepala
Puskesmas.
5. Ada kegiatan bimbingan teknis perkemas oleh perawat penyelia Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota ke Puskesmas.
6. Ada kegiatan koordinasi dengan lintas program terkait petugas kesehatan
lain.
7. Ada keterlibatan peran serta aktif masyarakat dalam pelaksanaan perkesmas
8. Ada laporan tertulis hasil pemantauan dan penilaian dan rencana tindak
lanjut.
9. Ada rencana pcningkatan pendidikan/pelatihan perawat secara
berkelanjutan.

lndikator luaran (output) meliputi:


1. % suspek kasus prioritas puskesmas (contoh.TB paru) yang ditemukan secara
dini.
2. % kasus yang mendapat pelayanan tindak lanjut keperawatan di rumah.

85
3. % keluarga miskin dengan masalah kesehatan yang dibina.
4. % kelompok khusus dibina (panti, rumah susun, rutan lapas/rumah tahanan
dan lembaga pemasyarakatan; dll).
5. % pasien rawat inap puskesmas dilakukan asuhan keperawatan.
6. % desa/daerah yang dibina
Besarnya % setiap puskesmas ditetapkan oleh masing-masing kabupaten/kota.
Indikator luaran ini merupakan indikator antara, untuk mendukung tercapainya
Standar Pelayanan Minimal (SPM) kabupaten/kota.

lndikator dampak yaitu keluarga mandiri dalam memenuhi kebutuhan


kesehatannya, yang dinilai dengan tingkat kemandirian keluarga. Kemandirian
keluarga berorientasi pada lima fungsi keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatannya yaitu:
1. Mampu mengenal masalah kesehatannya.
2. Mampu mengambil keputusan tepat untuk mengatasi kesehatannya.
3. Mampu melakukan tindakan keperawatan untuk anggota keluarga yang
memerlukan bantuan keperawatan.
4. Mampu memodifikasi lingkungan sehingga menunjang upaya peningkatan
kesehatan.
5. Mampu memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang ada.
Tingkat kemandirian keluarga dalam program perawatan kesehatan masyarakat di
bagi dalam 4 tingkatan yaitu:
1. Keluarga Mandiri Tingkat Pertama (KM-I) Kriteria: menerima petugas
perawatan kesehatan masyarakat, menerima pelayanan keperawatan yang
diberikan sesuai dengan rencana keperawatan.
2. Keluarga Mandiri Tingkat Dua (KM-II) Kriteria: menerima petugas
perawatan kesehatan masyarakat, menerima pelayanan keperawatan yang
diberikan sesuai dengan rencana keperawatan, tahu dan dapat
mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar, dan melakukan
perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan.
3. Keluarga Mandiri Tingkat Tiga (KM-III) Kriteria: menerima petugas
perawatan kesehatan masyarakat, menerima pelayanan keperawatan yang
diberikan sesuai dengan rencana keperawatan, tahu dan dapat
mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar, memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan secara aktif, melakukan perawatan sederhana sesuai
yang dianjurkan, dan melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif.
4. Keluarga Mandiri Tingkat Empat (KM-lV) kriteria: Menerima petugas
perawatan kesehatan masyarakat (Kementerian Kesehatan, 2010).

86
BAB IX
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Proses keperawatan adalah suatu pendekatan yang sistematis dalam menentukan


status kesehatan klien, mengisolasi perhatian dan masalah kesehatan,
mengembangkan rencana untuk memulihkan mereka, memulai tindakan untuk
melaksanakan rencana tersebut , dan akhirnya mengevaluasi keadekuatan dari
rencana dalam meningkatkan kesehatan dan pemecahan masalah. Proses
keperawatan mendefinisikan interaksi dan intervensi dengan sistem klien, apakah
sistem sebagai suatu individu,keluarga, kelompok dan komunitas .
Tahap-tahap proses keperawatan komunitas sama dengan tahap-tahap proses
keperawatan pada umumnya yaitu dimulai tahap pengkajian, diagnose keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Perawat berupaya untuk merespon dan
memenuhi kebutuhan komunitas.Dimana komunitas adalah sebagai klien.

KOMUNITI SEBAGAI KLIEN

Untuk perawat kesehatan komunitas, bekerja dengan komunitas memilikidua misi


penting yaitu : Komuniti secara langsung akan mempengaruhi kesehatan individu ;
keluarga, kelompok , dan populasi yang mungkin bagian dari itu ; Penyediaan
layanan kesehatan yang paling penting ditingkat komunitas.

Dimensi Komunitas sebagai Klien


Sebuah komunitas memiliki tiga fitur yaitu: 1) Tempat; 2) Populasi ; 3) dan Sistem
sosial. Hal ini berguna untuk memikirkan dimensi-dimensi setiap masyarakat
sebagai peta kasar untuk mengikuti untuk pengkajian kebutuhan atau perencanaan
untuk penyediaan layanan.

Tempat
Setiap komunitas secara fisik melakukan kehidupan sehari-hari dalamlokasi
geografistertentu. Kesehatan komunitas dipengaruhi oleh lokasi tempat tinggal
termasukpenempatan layanan kesehatan, kondisi geografis, tanaman, hewan dan
binatangdan lingkungan buatan manusia.

Enam Lokasi Variabel


• Batas Komunitas
Untuk berbicara tentang komunitas dalam arti apapun, yang pertama harus
menggambarkanbatas-batasnya. Ini berfungsi sebagai dasar untuk mengukur
kejadiankesehatan dan penyakit dan untuk menentukan penyebaran penyakit .
• Lokasi layanan kesehatan
Ketika mengkaji sebuah komunitas, perawat kesehatan komunitas ingin
mengidentifikasi pusat-pusat kesehatan utama dan ingin tahu lokasi mereka
berada. Penggunaan layanan kesehatan tergantung pada ketersediaan
danaksesibilitas .
• Kondisi Geografis
Komuniti telah dibangun di setiap lingkungan fisikdan lingkungan tentu sehingga
dapat mempengaruhikesehatan komunitas. Cedera, kematian, dan kehancuran
mungkindisebabkan oleh banjir,angin topan, gempa bumi gunung berapi ... dll.
Kegiatan rekreasi di danau, pegunungan akan meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan .
•Iklim
Iklim memiliki efek langsung pada kesehatan komunitas misalnya panas
yangekstrimdan dingin ) .

87
• Tumbuhan dan Hewan
Tanaman beracun dan pembawa penyakit hewan dapat mempengaruhikesehatan
komunitas .
• Manusia membuat lingkungan
Semua manusia mempengaruhi terhadap lingkungan (perumahan, bendungan,
pertanian,jenis industri, limbah kimia, polusi udara ... dll) yang mana dapat
mempengaruhi tingkat kesehatan komunitas.

Populasi
Populasi terdiri tidak hanya dari agregat khusus, tetapijuga semua orang yang
beraneka ragam, yang hidup dalam batas-batas Komunitas. Kesehatan komunitas
sangat dipengaruhi oleh penduduk yang tinggal di dalamnya. Fitur yang
berbedadari populasi menunjukkan kebutuhan kesehatan dan memberikan
dasaruntuk perencanaan kesehatan.
Variabel populasi
o Ukuran: ukuran populasi mempengaruhi jumlahdan ukuran institusi
pelayanankesehatan. Mengetahui ukuran komunitas memberikan informasi
penting bagi perencanaan.
o Kepadatan: peningkatan kepadatan penduduk dapat meningkatkan stres.
Demikian pula ketika komunitas tersebar di luar fasilitas pelayanan
kesehatan sehingga akan menjadi sulit.
o Komposisi: komposisi penduduk seringmenentukan jenis kebutuhan
kesehatan. Dalam kesehatan komunitas adalah salah satunya harus
memperhitungkan secara penuh untuk penyediaan perbedaan usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan anggotanya, yang semuanya
dapat mempengaruhi masalah kesehatan. Menentukan Komposisi
komunitas merupakan langkah awal yang penting dalam menentukan
tingkat kesehatan.
o Tingkat pertumbuhan atau penurunan: berkembang pesat Komunitas dapat
menyebabkan tuntutan yang luas pada pelayanan kesehatan. Penurunan
dalam populasi mungkin tanda dari kurang berfungsi komunitas.
o Perbedaan Budaya: kebutuhan kesehatan dapat bervariasi antara populasi
sub-budaya dan etnis. Perbedaan budaya dapat membuat komplik atau
persaingan untuk mendapatkan untuk sumber daya dan pelayanan atau
menciptakan komplik antar kelompok.
o Kelas sosial dan tingkat pendidikan: kelas sosialmengacu pada peringkat
kelompok dalam masyarakat berkaitan dengan pendapatan, pendidikan,
pekerjaan, prestise atau Kombinasi faktor-faktor ini. Tingkat pendidikan
adalah penentu kesehatan yang dihuibungkan dengan perilaku. Promosi dan
layanan kesehatan preventif yang paling dibutuhkan oleh masyarakat
dengan tingkat pendapatan dan pendidikan rendah.
o Mobilitas: mobilitas penduduk mempengaruhi kelangsungan perawatan dan
ketersediaan layanan. Mobilitas memiliki pengaruh langsung langsung pada
kesehatan masyarakat.

Sistem Sosial
Selain lokasi dan populasi setiap komunitas memiliki dimensi ketiga, yaitu sistem
sosial. Berbagai bagian dari sistem sosial masyarakat yang berinteraksi dan
mempengaruhi sistem disebut variabel sistem sosial. Variabel ini meliputi
kesehatan,keluarga,ekonomi,pendidikan, agama, kesejahteraan, hukum,komunikasi,
rekreasi, dan sistem politik. Meskipun perawat kesehatan komunitas harus

88
memeriksa semuasistem dalam komunitas dan bagaimana mereka berinteraksi,
sistem kesehatan adalah sangat penting untuk meningkatkan kesehatan komunitas.

PENGKAJIAN

Pengkajian keperawatan komunitas merupakan tahap pertama dalam proses


keperawatan komunitas, dimana perawat berupaya untuk mendapatkan informasi
atau data tentang kondisi kesehatan komunitas dan faktor-faktor yang berhubungan
kesehatan komunitas. Dalam tahap pengkajian ini ada 4 (empat) kegiatan yang
dilakukan yaitu : a) pengumpulan data; b) pengorganisasian data; c) validasi data
dan d) pendokumentasian data.

Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses mendapat informasi tentang kondisi
kesehatan dari klien dalam ini kesehatan komunitas. Proses pengumpulan data
harus dilakukan secara sistematik dan terus menerus untuk mendapatkan data atau
informasi yang significant yang menggambarkan kondisi dari kesehatan dari
komunitas.

Tipe Data
Data dapat berupa data subjektif atau data objektif. Data subjektif biasa dikaitkan
sebagai keluhan. Bila di komunitas data subjektif biasa terkait dengan keluhan
komunitas misalnya terkait lingkungan yang tidak nyaman secara fisik dan
psikologis, perasaan tertekan, perasaan ketakutan, dll. Data subjektif meliputi :
sensasi komunitas terkait dengan perasaan; nilai-nlai; keyakinan; sikap dan persepsi
terhadap status kesehatan atau situasi kehidupannya.
Data objektif biasanya berkaitan dengan tanda-tanda yang dapat dideteksi dengan
pengamatan atau dapat diukur atau diperiksa dengan menggunakan standar.
Informasi/ data diperoleh dengan menggunakan indera penglihatan, pendengar dan
sentuhan/raba.Yang biasanya dilakukan melalui metode observasi dan pemeriksaan.

Sumber Data
Pengetahuan tentang sumber data merupakan hal yang sangat penting untuk
diketahui karena data yang dikumpulkan harus sesuai dengan tujuannya sebab bila
terjadi kesalahan dalam sumber data maka akan mengakibatkan kesalahan dalam
penarikan kesimpulan.
Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer atau data sekunder.Dari sumber
data kita dapat mengetahui apakah data yang dikumpulkan berupa data primer atau
data sekunder. Untuk mengumpulkan data sekunder, sumber data dapat berupa :
1. Sarana pelayanan kesehatan, misalnya : (1) rumah sakit, (2) Puskesmas, (3)
balai pengobatan.
2. Instansi yang berhubungan dengan kesehatan, misalnya : (1) Kementerian
Kesehatan, (2) Dinas Kesehatan, (c) Biro Pusat Statistik.
3. Absensi : sekolah, industri, dan perusahaan
4. Secara internasional, data dapat diperoleh dari WHO, seperti : Population and
vital Statistics report, population bulletin, dll.
Untuk mengumpulkan data primer, sumber data terletak di komunitas dapat
dilakukan dengan cara : (1) survey epidemiologi, (2) pengamatan epidemiologi, (3)
dan penyaringan.

Metode pengumpulan data keperawatan komunitas


Pengumpulan data komunitas dapat dilakukan dengan teknik : (1) wawancara, (2)
angket, (3) observasi, (4) dan pemeriksaan.

89
1. Wawancara.
Merupakan proses interaksi atau komunikasi langsung antara pewawancara dengan
responden. Data yang dikumpulkan bersifat : (1) fakta, misalnya umur, pendidikan,
pekerjaan, penyakit yang pernah diderita; (2) sikap, misalnya sikap terhadap
pembuatan jamban keluarga, keluarga berencana; (3) pendapat, misalnya pendapat
tentang pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat di Puskesmas; (4)
keinginan, misalnya pelayanan kesehatan yang dinginkan; (5) pengalaman, misalnya
pengalaman waktu terjadi wabah kolera yang melanda daerah mereka.

a. Keuntungan.
Keuntungan yang diperoleh dalam pengumpulan data dengan teknik
wawancara yaitu : (1) jawaban oleh responden secara spontan hingga
jawabannya dapat dipercaya; (2) dapat digunakan untuk menilai kebenaran
dan keyakinan terhadap jawaban yang diberikan; (3) dapat membantu
responden untuk mengingat kembali hal-hal yang lupa; (4) data yang diperoleh
berupa data primer.
b. Kerugian.
Kerugian dalam pengumpulan data dengan teknik wawancara yaitu : (1)
membutuhkan waktu yang lama dengan biaya relative besar; (2) mudah
menimbulkan bias yang disebabkan oleh pewawancara, responden dan
pertanyaan yang diajukan pada responden.
c. Pedoman pelaksanaan wawancara.
Pedoman pelaksanaan wawancara sangat dibutuhkan agar pewawancara dapat
melaksanakan tugas dengan baik. Secara garis besar pedoman dalam
melaksanakan wawancara dapat diuraikan sebagai berikut: (1) pewawancara
harus bersikap sopan santun, sabar dan dengan gaya bahasa yang menarik,
tetapi jelas dan sederhana agar dapat dimengerti oleh responden; (2) dalam
melakukan wawancara hendaknya menggunakan bahasa responden karena
demikian pewawancara tidak dianggap sebagai orang asing dan responden
tidak merasa canggung atau malu untuk menjawab pertanyaan yang diajukan;
(3) harus diciptakan suatu suasana psikologis yang sedemikian rupa sehingga
terjalin suatu kerjasama yang baik dan saling mempercayai antara responden
dan pewawancara; (4) suasana wawancara harus santai; (5) wawancara diawali
dengan pertanyaan yang mudah dijawab karena biasanya pada awal
wawancara, responden merasa tegang; (6) Keadaan responden pada waktu
wawancara harus diperhatikan, misalnya saat responden \sedang sibuk atau
mendapat musibah sebaiknya tidak tidak dilakukan wawancara, tetapi tunda
pada hari yang lain; (7) jangan terkesan tergesa-gesa.
d. Daftar pertanyaan
Daftar pertanyaanmerupakan instrument penting dalam pengumpulan data.
Lampiran ini berisikan tentang pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan
pada responden sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Tujuan dari daftar
pertanyaan ini adalah agar tidak terdapat pertanyaan penting yang terlewatkan.
Sebelum membuat daftar pertanyaan disusun, hendaknya ditentukan dahulu
variable-variabel yang hendak dicari kemudian variabel tersebut dijabarkan
dalam bentuk pertanyaan yang dapat diukur.Misalnya, variabel yang hendak
dicari pengetahuan responden tentang kesehatan maka diukur melalui tingkat
pendidikan.
Dalam penyusunan daftar pertanyaan diawali dengan identitas
respondenen kemudian baru masuk ke dalam materi yang akan dicari. Dalam
penyusunan ini diawali dengan pertanyaan yang sederhana hingga dapat
dengan mudah dijawab oleh responden.
Untuk menulis daftar pertanyaan yang diajukan hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut : (1) pertanyaan harus singkat, jelas dan
sederhana hingga mudah dimengerti oleh pewawancara maupun responden;

90
(2) pertanyaan jangan menyinggung perasaan responden; (3) pertanyaan
jangan menjurus pada jawaban yang dapat ditebak sebelumnya; (4) pertanyaan
hendaknya sedikit mungkin mengharuskan responden untuk mengingat masa
lalu karena potensi untuk menimbulkan bias; (5) pertanyaan sedapat mungkin
tidak mengharuskan responden menghitung; (6) pertanyaan harus mudah
diingat oleh pewawancara; (7) bila perlu, berikan pertanyaan tambahan,
misalnya pertanyaan tentang kehamilan ditambahkan pertanyaan tentang
status marital; (8) pertanyaan jangan rancu.
Tipe pertanyaan dalam mengumpulkan data, pertanyaan yang diajukan
dapat berupa : (1) pertanyaan tertutup; (2) pertanyaan terbuka, (3) dan
kombinaasi.
1) Pertanyaan Tertutup
Pada pertanyaan tertutup, jawaban responden dibatasi dan hanya
memilih jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan tertutup dapat
berupa : dikhotom (hanya diberi jawaban ya atau tidak) dan pilihan
ganda. Pertanyaan dikhotom ini mempunyai keuntungan yaitu
mudah dijawab dan mudah diolah, namun kerugiannya yaitu data
yang diperoleh tidak mendalam dan sering jawabannya dipaksakan
tidak ada pilihan lain. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, sering
ditambahkan butir lain dalam pertanyaan (pilihan ganda) seperti :
tidak tahu, ragu, tidak ingat, tidak mengerti, sering, kadang-kadang,
lain-lain, sebutkan (terbuka), misalnya :
1. Apakah putera ibu telah mendapat imunisasi lengkap ?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak ingat
2. Apakah sumber air yang digunakan untuk minum dan memasak ?
a. PAM
b. Sumur gali
c. Sumur bor
d. Mata air
e. Lain-lain sebutkan……
3. Apakah air dimasak dahuu sebelum diminum ?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak perna
Pertanyaan-pertanyaan diatas merupakan pertanyaan pilihan ganda.
Keuntungan
Pertanyaan pilihan ganda mempunyai keuntungan yaitu : data yang
diperoleh lebih luas; responden mempunyai kesempatan untuk
memilihi yang lebih luas; dan pengolahan data tidak sulit.
Kerugian
Kelemahan dalam pertanyaan pilihan ganda adalah : bila pertanyaan
terlalu banyak akan membingungkan responden; jawaban dapat lebih
dari satu. Untuk mengatasi kelemahan tersebut dapat dilakukan hal-
hal berikut ini : butir pertanyaan jangan terlalu banyak; dan
pertanyaan ditujukan pada yang utama atau biasanya. Misalnya
pertanyaan tentang sumber air minum diubah menjadi. Apakah
sumber air minum yang biasa Anda gunakan ?
2) Pertanyaan Terbuka
Pada pertanyaan terbuka, jawaban responden harus dicatat kata demi
kata untuk menghindari bias yang dilakukan pewawancara. Oleh
karena itu jawaban harus direkam.

91
Pertanyaan terbuka biasanya digunakan untuk memperoleh data
tentang : (1) pendapat; (2) saran; (3) persepsi; (4) dan proses,
misalnya : Bagaimana pendapat ibu keberadaan perawat di desa ?
Mengapa ?; Apakah saran ibu untuk memperbaiki lingkungan di desa
ini ? Mengapa ?; Dapatkah anda menceritakan awal terjadinya wabah
diare di daerah ini ?
Keuntungan.
Keuntungan dari pertanyaan terbuka adalah (1) responden dapat
dengan leluasa mengemukakan hal yang ditanyakan; (2) informasi
yang diperoleh banyak dan mendalam.

Kerugian.
Sedangkan kerugian pertanyaan terbuka adalah (1) pengolahan data
membutuhkan keahlian khusus; (2) tidak dapat dilakukan pada
sampel yang besar.
Kini timbul pertanyaan, kapan digunakan pertanyaan tertutup dan
kapan pertanyaan terbuka ? Pertanyaan tertutup biasanya digunakan
bila tujuan penelitian dapat dinyatakan dengan jelas, misalnya :
1. Penelitian deskriptif atau
2. Penelitian analitik;
Sedangkan pertanyaan terbuka biasanya digunakan pada penelitian
ekploratif.

2. Angket
Teknik lain dalam pengumpulan data adalah melalui angket. Pada angket
jawaban diisi oleh responden sesuai dengan daftar yang diterima,
sedangkan pada wawancara, jawaban responden diisi oleh pewawancara.
Untuk pengembalian daftar isian dapat dilakukan dengan dua cara sebagai
berikut: (1) canvasser yaitu daftar yang telah diisi, ditunggu oleh petugas
yang menyerahkan; (2) householder yaitu jawaban responden dikirimkan
pada alamat yang telah ditentukan. Keuntungan dalam pengumpulan data
melalui angket yaitu ; (1) relative murah; (2) tidak membutuhkan banyak
tenaga dan (3) dapat diulang. Sedangkan kerugian yaitu : (1) jawaban tidak
spontan (2) banyak terjadi non respon; (3) pertanyaan harus jelas dan
dosertai dengan petunjuk yang jelas; (4) pengembalian lembar jawaban
sering terlambat; (5) jawaban sering tidak lengkap terutama bila kalimat
pertanyaan kurang dimengerti; (6) sering tidak diisi dengan responden,
tetapi diisi oleh orang lain; (7) tidak dapat digunakan oleh responden yang
buta aksara.
Untuk mengatasi kerugian dalam angket dapat dilakukan dengan : (1)
kunjungan dan dilakukan wawancara pada nonrespons; (2) untuk jawaban
yang terlambat harus dikeluarkan dan tidak dianalisis dan; (3) bila
nonrespon terlalu banyak, dilakukan pengiriman ulang daftar isian. Untuk
mengatasi kerugian dalam angket dapat dilakukan dengan : (1) kunjungan
dan dilakukan wawancara pada nonrespons; (2) untuk jawaban yang
terlambat harus dikeluarkan dan tidak dianalisis, dan (3) bila nonrespons
terlalu banyak , dilakukan pengiriman ulang daftar isian.

3. Observasi
Observasi merupakan salah teknik pengumpulan data yang menggunakan
pertolongan indra mata. Teknik ini bermanfaat untuk : (1) mengurangi
jumlah pertanyaan, misalnya pertanyaan tentang kebersihan rumah tidak
perlu ditanyakan, tetapi cukup dilakukan observasi oleh pewawancara; (2)
mengukur kebenaran jawaban pada wawancara tentang kualitas air minum
yang digunakan oleh responden dapat dinilai dengan melakukan observasi

92
langsung pada sumber air yang dimaksud; (3) untuk memperoleh data yang
tidak diperoleh dengan wawancara atau angket, misalnya, pengamatan
terhadap prosedur tetap dalam pelayanan kesehatan.
Macam-macam observasi, diantaranya adalah (1) observasi partisipasi
lengkap, yaitu mengadakan observasi dengan cara mengikuti seluruh
kehidupan responden; (2) observasi partisipasi sebagian yaitu mengadakan
observasi dengan cara mengikuti sebagian kehidupan responden sesuai
dengan data yang diinginkan; (3) observasi tanpa partisipasi, yaitu
mengadakan observasi tanpa ikut dalam kehidupan responden.
Dalam pengumpulan data dengan teknik observasi terdapat beberapa
kelemahan yaitu : (1) keterbatasan kemampuan indera mata, (2) hal-hal
yang sering dilihat, perhatian akan berkurang hingga adanya kelainan kecil
tidak terdeteksi. Untuk mengtasi kelemahan tersebut dapat dilakukan cara-
cara berikut : (1) mengadakan pengamatanan berulang-ulang; (2)
pengamatan dilakukan beberapa orang.

4. Pemeriksaan
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan teknik pemeriksaan.
Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa : (1) pemeriksaan laboratorium;
(2) pemeriksaan fisik; (3) pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan dapat
dilakukan hanya sekali atau berulang-ulang tergantung pada tujuan.Waktu
dan frekuensi pemeriksaan ini harus ditentukan pada waktu perencanaan
sesuai dengan perkiraan timbulnya insiden.Tempat pemeriksaan dapat
dilakukan di lapangan atau sarana pelayanan kesehatan. Organ yang
diperiksa dapat berupa : (1) seluruh organ; (2) organ tertentu seperti paru-
paru, jantung, kadar gula darah, kadar kolesterol, dll; (3) dan beberapa
organ sekaligus seperti pemeriksaan jantung dan paru-paru.

Pengoranisasian Data

Dalam pengkajian komunitas ada beberapa data yang perlu dikumpulkan meliputi
data : (1) Inti komunitas, (2) Subsistem komunitas, dan (3) Persepsi. Agar lebih jelas
bagi Anda ikutilah uraian tentang data inti komunitas, subsistem komunitas dan
persepsi

1. Inti Komunitas.
Data ini komunitas merupakan data yang dikumpulkan dalam inti komunitas
yang meliputi : (1) sejarah atau riwayat (riwayat daerah ini, perubahan daerah
ini), (2) demografi (usia, karakteristik jenis kelamin, distribusi ras dan distribusi
etnis), (3) tipe keluarga ( keluarga/bukan keluarga, kelompok), (4) status
perkawinan (kawin, janda/duda, single), (5) statistik vital (kelahiran, kematian
kelompok usia dan penyebab kematian), (6) nilai-nilai dan keyakinan, dan (7)
agama.

2. Data Subsistem Komunitas


Data Subsistem Komunitas yang perlu dikumpulkan dalam pengkajian
komunitas meliputi :
a. Lingkungan fisik
Sama seperti pemeriksaan fisik klien individu, dimana di komunitas juga
dilakukan pemeriksaanfisik lingkungan komunitas. Panca indera yang
digunakan dalam pengkajian fisik :inspeksi, auskultasi, tanda-tanda vital,
review sistem, danpemeriksaan laboratorium.
Inspeksi: pemeriksaan menggunakan semua organ-organ indera dan
dilakukan oleh cara survei dengan berjalan di masyarakat, atau mikro-
pengkajian terhadapperumahan, ruang terbuka, batas-batas, layanan

93
transportasipusat, pasar tempat, bertemu orang-orang di jalan, tanda-
tandapembusukan, etnis, agama, kesehatan dan morbiditasmedia
politik.Auskultasi: mendengarkan warga masyarakat tentanglingkungan
fisik.Tanda-tanda vital: mengamati iklim, medan, batas alamseperti sungai
dan bukit-bukit.Sumber daya masyarakat: mencari tanda-tanda kehidupan
seperti pengumuman,poster, perumahan dan bangunan baru.Sistem review:
arsitektur, bahan bangunandigunakan, air, pipa, sanitasi,Jendela .. dll. Juga
fasilitas bisnis, rumah ibadah ( masjid, gereja dan vihara,dll).
Pemeriksaan laboratorium: data sensus atau studi perencanaan untuk proses
mappingmasyarakat, yangberarti untukmengumpulkan dan mengevaluasi
data / informasi tentangstatus kesehatan komunitasyangdibutuhkan sebagai
dasar dalam perencanaan.
b. Pelayanan kesehatan dan sosial
Pelayanan kesehatan dan sosial perlu di kaji di komunitas : Puskesmas,
klinik, RS, pengobatan tradisional, agen pelayanan kesehatan di rumah,
pusat emergensi, rumah perawatan, fasilitas pelayanan social, pelayanan
kesehatan mental, apakah ada yang mengalami sakit akut atau kronis.
c. Ekonomi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan ekonomi meliputi :
Karakteristik keuangan keluarga dan individu, status pekerja, kategori
pekerjaan dan jumlah penduduk yang tidak bekerja, lokasi industri, pasar
dan pusat bisnis.
d. Transportasi dan keamanan
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan transportasi dan keamanan
adalah : Alat transportasi penduduk datang dan keluar wilayah, transportasi
umum (bus, taksi, angkot, dll dan transportasi private ( sumber transportasi,
transport untuk penyandang cacat). Layanan perlidungan kebakaran, polisi,
sanitasi dan kualitas udara.
e. Politik dan pemerintahan
Data yang perlu dikumpukan meliputi : Pemerintahan (RT, RW,
desa/kelurahan, kecamatan, dsb); kelompok pelayanan masyarakat :
posyandu, PKK, karang taruna, posbindu, poskesdes, panti, dll ; Politik :
kegiatan politik yang ada di wilayah tersebut, dan peran peserta partai politik
dalam pelayanan kesehatan
f. Komunikasi
Data yang dikumpulkan terkait dengan komunikasi dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu : (1) Komunitasi formal meliputi : surat kabar, radio dan
televise, telepon, internet, dan hotline, (2) komunikasi informal meliputi :
papan pengumuman, poster, brosur, halo-halo,dll
g. Pendidikan
Data terkait dengan pendidikan meliputi : sekolah yang ada di komuniti, tipe
pendidikan, perpustakaan, pendidikan khusus, pelayanan kesehatan di
sekolah, program makan siang di sekolah, akses pendidikan yang lebih
tinggi.
h. Rekreasi.
Data terkait dengan rekreasi yang perlu dikumpulkan meliputi : taman, area
bermain, perpustakaan, rekreasi umum dan private, fasilitas khusus.

Data persepsi yang dikumpulkan meliputi :


1. Tempat tinggal : meliputi bagaimana perasaan masyarakat tentang
komunitinya, apa yang menjadi kekuatan mereka, permasalahan, tanyakan
pada masyarakat dalam kelompok yang berbeda ( misalnya, lansia, remaja,
pekerja, professional, ibu rumah tangga, dll).

94
2. Persepsimu : meliputi pernyataan umum tentang kesehatan dari komuniti.
apa yang menjadi kekuatan, apa masalahnya atau potensial masalah yang
dapat diidentifikasi.
Validasi Data

Informasi yang dikumpulkan selama tahap pengkajian harus lengkap, faktual dan
akurat sebab diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan didasarkan
informasi ini, validasi merupakan merupakan verifikasi data untuk mengkonfirmasi
bahwa data tersebut akurat dan faktual. Validasi data sangat membantu perawat
dalam melaksanakan tugas :
1. Meyakinkan bahwa informasi pengkajian sudah lengap
2. Meyakinkan data subjective dan objektif dapat diterima

Analisis komunitas.

Dalam melakukan analisis komunitas ada beberapa tahap yang perlu dilakukan yaitu
: kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan.

Kategorisasi. Data dapat dikategorikan dalam berbagai cara. pengkategorian


tradisional data pengkajian komuniti adalah sebagai berikut : (1) karakteristik
demografi ( ukuran keluarga, usia, jenis kelamin, etnis dan kelompok ras); (2)
karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan besarnya kepala keluarga, ruang
public dan jalan); (3) karakteristik sosialekonomi ( pekerjaan dan kategori pekerjaan,
tingkat pendidikan, dan sewa/ pola kepemilikan rumah); (2) sumber dan pelayanan
kesehatan ( rumah sakit, Puskesmas, klinik, pusat kesehatan mental,dll).

Ringkasan.Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah


meringkas data dalam setiap kategori. Pernyataan ringkasan disajikan dalam bentuk
ukuran seperti jumlah, bagan dan grafik.

Perbandingan.Tugas berikut analisis data meliputi identifikasi kesenjangan data


dan ketidaksesuaian.Data pembanding sangat diperlukan untuk menetapkan pola
ataukecendrungan yang ada atau jika tidak benar dan perlu revalidasi yang
membutuhkan data asli. Perbedaan data dapat saja terjadi karena kesalahan
pencatatan data. Menggunakan data hasil pengkajian komunitas dengan
membandingkan dengan data lain yang sama yang merupakan standar yang
ditetapkan untuk suatu wilayah kabupaten/kota, atau provinsi atau nasional.
Misalnya terkait dengan angka kematian bayi / IMR disuatu wilayah dibandingkan
IMR standar pada tingkat kabupaten/kota.
Membuat kesimpulan.Setelah data yang dikumpulkan dibuat kategori, ringkasan
dan dibandingkan, maka tahap akhir adalah membuat kesimpulan secara logika dari
peristiwa, yang kemudian dibuatkan pernyataan diagnosa keperawatan komunitas.

Kategori data Ringkasan laporan Kesimpulan


Vital Statistik
Angka Kematian
bayi/IMR 42/ 1000 kelahiran hidup Angka kematian bayi di
Desa A 38/ 1000 kelahiran hidup desa A lebih tinggi dari
Desa B 34/ 1000 kelahiran hidup desa B dan kabupaten
Kabupaten Mekar Baru Mekar Baru.
Penyebab kematian
Desa A Penyakit jantung 23.2 %. Penyebab kematian
Tuberkulosis 25, 3 %, paling besar adalah
kanker 18, 2 % tuberculosis dan kanker
Desa B Tuberkulosis 28, 3 %, di Desa B

95
penyakit jantung, 22,3 %,
kanker 24, 2 %
Kabupaten Mekar Baru Tuberkulosis 20, 3 %,
penyakit jantung, 24 %,
kanker 12, 5 %

Pendokumentasian Data
Untuk melengkapi tahap pengkajian, perawat perlu mencatat data
klien.Dokumentasi secara akurat sangat penting dan dapat meliputi semua data yang
dikumpulkan tentang status kesehatan klien (komunitas).Data yang dikumpulkan
merupakan kondisi yang benar-benar yang faktual bukan interpretasi dari perawat.

96
BAB X
ANALISIS DATA DAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Analisis adalah proses mempelajari dan memeriksa data. Data ini mungkin
Kuantitatif (numerik) serta kualitatif. Semua aspek perlu dipertimbangkan.
analisadiperlukan untuk menentukankebutuhan kesehatan komunitas dan kekuatan
komunitasserta untuk mengidentifikasi pola-pola respon kesehatan dan tren
penggunaan layanan kesehatan.Selama analisis, kebutuhan untuk pengumpulan data
lebih lanjut akan diperoleh sebagai kesenjangandalam pengkajian data komunitas .
Titik akhir analisisadalah diagnosis keperawatan komunitas.

Analisis Komunitas
Dalam melakukan analisis komunitas ada beberapa tahap yang perlu dilakukan yaitu
: kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan.

Kategorisasi.
Data dapat dikategorikan dalam berbagai cara. pengkategorian tradisional data
pengkajian komuniti adalah sebagai berikut : (1) karakteristik demografi ( ukuran
keluarga, usia, jenis kelamin, etnis dan kelompok ras); (2) karakteristik geografik
(batas wilayah, jumlah dan besarnya kepala keluarga (KK), ruang publik dan jalan);
(3) karakteristik sosialekonomi ( pekerjaan dan kategori pekerjaan, tingkat
pendidikan, dan sewa/ pola kepemilikan rumah); (4) sumber dan pelayanan
kesehatan ( rumah sakit, Puskesmas, klinik, pusat kesehatan mental,dll).

Ringkasan.
Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah meringkas data
dalam setiap kategori. Pernyataan ringkasan disajikan dalam bentuk ukuran seperti
jumlah, bagan dan grafik.

Perbandingan.
Tugas berikut analisis data meliputi identifikasi kesenjangan data dan
ketidaksesuaian. Data pembanding sangat diperlukan untuk menetapkan pola
ataukecendrungan yang ada atau jika tidak benar dan perlu revalidasi yang
membutuhkan data asli. Perbedaan data dapat saja terjadi karena kesalahan
pencatatan data. Menggunakan data hasil pengkajian komunitas dengan
membandingkan dengan data lain yang sama yang merupakan standar yang
ditetapkan untuk suatu wilayah kabupaten/kota, atau provinsi atau nasional.
Misalnya terkait dengan angka kematian bayi / IMR disuatu wilayah dibandingkan
IMR standar pada tingkat kabupaten/kota.

Membuat kesimpulan.
Setelah data yang dikumpulkan dibuat kategori, ringkasan dan dibandingkan, maka
tahap akhir adalah membuat kesimpulan secara logika dari peristiwa, yang kemudian
dibuatkan pernyataan diagnosis keperawatan komunitas.

97
Contoh Analisis Komunitas
1. Data Inti Komunitas
Kategori data Ringkasan laporan Kesimpulan
Vital Statistik
Angka Kematian
bayi/IMR 42/ 1000 kelahiran hidup Angka kematian bayi di
Desa A 38/ 1000 kelahiran hidup desa A lebih tinggi dari desa
Desa B 34/ 1000 kelahiran hidup B dan kabupaten Mekar
Kabupaten Mekar Baru Baru.
Penyebab kematian
Desa A Penyakit jantung 23.2 %. Penyebab kematian paling
Tuberkulosis 25, 3 %, besar adalah tuberculosis
kanker 18, 2 % dan kanker di desa B
Desa B Tuberkulosis 28, 3 %,
penyakit jantung, 22,3 %,
kanker 24, 2 %
Kabupaten Mekar Baru Tuberkulosis 20, 3 %,
penyakit jantung, 24 %,
kanker 12, 5 %
Vital Statistik
Angka Kelahiran Per1000
Desa A 30,5/ 1000 Angka kelahiran paling
Desa B 17,3/ 1000 tinggi di desa A dan angka
kelahiran paling rendah di
desa B

2. Sub Sistem Komunitas


Kategori data Ringkasan laporan Kesimpulan
Lingkungan Fisik
Inspeksi
Windsheld suvey pada Masyarakat desa yang Penduduk desa pada ummnya
Desa A ditemui selama berkeliling petani dan mayoritas suku
Desa B komunitas pada umumnya Jawa dengan agama
adalah petani dengan pada mayoritas penduduk Islam,
umumnya suku Jawa dengan mereka tinggal di dataran
mayoritas memeluk agama tinggi.
Islam. Mereka tinggal di
desa yang berada di dataran
tinggi.
Vital signs Kondisi lingkungan tempat Desa A dan Desa B berada di
Desa A tinggal yang dingin dan daerah yang berudara dingin
Desa B sering hujan dan rawan dan sering hujan serta
terjadi tanah longsor. memiliki resiko terjadi
Kepadatan penduduk 76 jiwa bahaya tanah longsor.
perkilometer persegi.

Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Di dalam komunitas Tidak ada fasilitas pelayanan Mayarakat di desa A dan desa
Desa A. kesehatan di dalam B belum terjangkau
komunitas, hanya ada 1 pelayanan kesehatan secara
orang bidan praktik dengan 1 optimal
Pondok Bersalin Desa
(Polindes).

98
Tidak ada fasilitas pelayanan
Desa B. kesehatan di dalam
komunitas

Di luar komunitas Puskesmas berjarak 7 KM


Desa A dan desa B dari Desa A dan B dan
Rumah Sakit Daerah 10 KM
dari Desa A dan B
Petugas kesehatan yang
datang memberikan
pelayanan kesehatan 1 bulan
sekali melalui kegiatan
Posyandu.
Transportasi
Transportasi ke luar
Desa 70 % menggunakan Pada umumnya transportasi
Desa A angkutan pedesaan, 30 % yang digunakan penduduk
menggunakan kendaraan desa A adalah angkutan
pribadi. umum sedangkan penduduk
desa B menggunakan
40 % menggunakan kendaraan pribadi
Desa B angkutan pedesaan, 60 %
menggunakan kendaraan
pribadi.

Pendidikan
Penduduk tamat SLTA
Desa A 45 % Pendudukan yang tamat di
Desa B 30 % desa A (45 %) lebih tinggi
dibandingkan desa B (30 %)

Ekonomi
Karakteristik Keuangan
keluarga ( dengan
UMR)
 % keluarga
penghasilan dibawah 63 % dibawah UMR Secara umum pendapatan
UMR 71 % dibawah UMR keluarga pada desa A dan B
Desa A masih dibawah UMR.
Desa B

 Pekerjaan Kepala
Keluarga 23 % Pada umumnya pekerjaan
Buruh 46 % kepala keluarga di desa A
Desa A adalah Petani ( 66 %)
Desa B 66 % sedangkan di desa B pada
Petani 40 % umumnya adalah Buruh
Desa A (46%).
Desa B 6%
Pedagang 10 %
Desa A
Desa B 5%
PNS, TNI dan Polisi 4%
Desa A
Desa B

99
Kategori data Ringkasan laporan Kesimpulan
Keamanan
Polisi
Desa A Kasus pencurian 12 kasus Pada umumnya keamanan di
Kasus pembunuhan 1 kasus desa A dan B masih kurang,
Kasus kekerasan dalam dimana masih banyak kasus
rumah tangga 5 kasus kriminal, dimana kasus
Kasus kekerasan pada anak pencurian yang paling
3 kasus. dominan pada kedua desa.
Kasus narkoba 2 kasus

Desa B Kasus pencurian 15 kasus


Kasus pembunuhan 2 kasus
Kasus kekerasan dalam
rumah tangga 7 kasus
Kasus kekerasan pada anak
5 kasus.
Kasus narkoba 3 kasus

Diagnosis Keperawatan.

Diagnosis adalah suatu pernyataan tentang sintesa analisa data. Diagnosis


keperawatan adalahrespon manusia terhadap masalah kesehatan aktual/ Resiko dan
potensial dimana perawat di beri kewewenangan untuk mengatasi. Penulisan
diagnosis keperawatan kelompok dan komunitas berbeda dengan individu dan
keluarga. Menurut Freeman (1970) dalam Ervin (2008), upaya atau action pelayanan
keperawatan komunitas haruslah berlandaskan pengkajian yang akurat yang
dilakukanoleh seluruh komponen yang ada didalam komunitas. Sehingga diagnosis
keperawatankomunitas adalah kunci utama pelayanan keperawatan yang dilakukan
di komunitas.
Mengingat komunitas terdiri dari individu, keluarga, kelompok dan komunitas
makadiagnosis keperawatan komunitas harus ditujukan kepada komunitas,
kelompok atauaggregates tersebut. Sehingga secara umum diagnosis tersebut
meliputi atau mewakilipermasalahan individu, keluarga yang hidup dan tinggal
dalam komunitas tersebut.Diagnosis keperawatan kelompok dan komunitas juga
memiliki perbedaan secara umumdengan diagnosis individu dan keluarga, karena
saat melakukan pengkajian dikomunitas, kelompok/ aggregates, maka perawat yang
bekerja di komunitas berkolaborasi dengan komunitas, tokoh komunitas, kepala
kelurahan/ desa serta aparatnya, pemuka agama serta tenaga kesehatan lainnya.
Sehingga formulasi diagnosiskeperawatan harus mewakili semua pemangku
kepentingan di komunitas (Ervin,2008).
Ada tiga bagian diagnosis keperawatan :
1. Menggambarkan masalah, respon atau keadaan
2. Identifikasi faktor etiologi berkaitan dengan masalah
3. Tanda dan gejala yang merupakan karakteristik masalah
Fokus diagnosis pada komuniti biasanya kelompok, populasi atau kelompok
komunitas yang memiliki suatu karakteristik (lokasi geografi, pekerjaan, etnis,
kondisi perumahan).

Statement/pernyataan masalah adalah potensial atau aktual masalah/perhatian


kesehatan komuniti
Contoh :
 Tingginya angka kematian bayi di Desa A
 Tingginya prevalensi karies gigi pada siswa SD Kencana Kelurahan B

100
Etiologi adalah pernyataan etiologi digambarkan dengan pernyataan“ berhubungan
dengan “ Contoh :Tingginya angka kematian bayi di Desa A berhubungan dengan
 Tidak adekuatnya sarana pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan
antenatal
 Kurangnya tenaga kesehatan yang menolong persalinan
 Tidak dapat dijangkau pelayanan antepartum yang ada

Tanda dan Gejala pernyataan tanda dan gejala menggambarkan pernyataan lama
dan besarnya masalah dengan menggunakan kata “ ditunjukkan dengan “
Contoh : Tingginya angka kematian bayi di Desa A berhubungan dengan
 Tidak adekuatnya sarana pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan
antenatal
 Kurangnya tenaga kesehatan yang menolong persalinan
 Tidak dapat dijangkau pelayanan antepartum yg ada
Ditunjukkan dengan banyak (40 %) ibu hamil tidak melakukan
pemeriksaan kehamilan, perasalinan di tolong dukun tidak terlatih (80 %)
dan IMR 50 /1000 kelahiran hidup.

Contoh : Resiko tinggi terjadi penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi pada
bayi di Desa A berhubungan dengan :
 Tidak adekuatnya sarana pelayanan Posyandu
 Jumlah tenaga kader kesehatan masih terbatas
 Pengetahuan masyarakat tentang imunisasi masih kurang ( 63 %)
Ditunjukkan dengan cakupan UCI (universal Child Immunization) 65 %
pada bayi di Desa A.

Contoh : Tingginya angka prevalensi karies gigi di kalangan anak usia sekolah di SD
Manggarai berhubungan dengan :
• Kurangnya pemeriksaan dan perawatan gigi di klinik sekolah
• Kurangnya fluoride dalam air minum
• Pendapatan rumah tangga rata-rata rendah dan keterbatasan
sumber daya ekonomi untuk melakukan perawatan gigi
• Tidak ada pendidikan kesehatan gigi yang dilakukan oleh klinik sekolh
• Ditunjukkan dengan 70 % dari anak-anak di SD Manggarai yang
memiliki
karies gigi pada pemeriksaan.

101
BAB XI
PERENCANAAN & PELAKSANAAN

Perencanaan merupakan tahapan dalam proses keperawatan antara tahapan


diagnosis keperawatan dan intervensi keperawatan. Perencanaan keperawatan
bertujuan untuk menetapkan kebutuhan populasi komunitas secara efektif dengan
menggunakan proses pengambilan keputusan secara logika yang dituangkan dalam
perencanaan secara secara terinci. Perncanaan dapat didifinisikan sebagai “
Penetapan perencanaan tindakan untuk membantu klien untuk mencapai kondisi
kesehatan optimum “ (Yura dan Walsh, 1988).

Tahapan Dalam Perencanaan

Perencanaan terdiri dari beberapa tahapan yaitu : (a) memprioritaskan diagnosis


komunitas; (b) menetapkan sasaran dari intervensi yang diharapkan; (c) menetapkan
tujuan yang diharapkan; dan (d) menetapkan intervensi keperawatan.

Memprioritaskan Diagnosis Komunitas

Perawat tidak bisa melakukan penyelesaian terhadap seluruh diagnosis keperawatan


yang telah diidentifikasi hal ini disebabkan karena keterbatasan sumber daya yang
ada (tenaga, dana dan waktu). Untuk itu perlu menetapkan metode dalam
memprioritaskan diagnosis keperawatan komunitas.
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam memprioritas diagnosis
keperawatan komunitas, diantara menurut The American Public Health Association
(1999) menganjurkan untuk memperhatikan lima faktor dalam memperioritaskan
masalah yaitu : (1) Luasnya perhatian masyarakat; (2) Sumber-sumber yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah (dana, tenaga, waktu, alat dan penyaluran); (3)
Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut; (4) Kebutuhan pendidikan khusus; (5)
Penambahan sumber dan kebijakan yang dibutuhkan.
Dalam menetapkan prioritas diagnosis keperawatan komunitas perlu melibatkan
masyarakat/komunitas dalam suatu pertemuan musyawarah masyarakat.
Masyarakat/komunitas akan mempriotaskan masalah yang ada dengan bimbingan
atau arahan perawat kesehatan komunitas. Masyarakat/komunitas dalam
musyawarah tersebut dapat memprioritaskan masalah tersebut dengan
menggunakan scoring. Adapun aspek yang diberi nilai dalam menskor tersebut
meliputi : (1) resiko terjadi masalah tersebut di komunitas; (2) resiko parah dari
masalah tersebut; (3) potensial untuk dilakukan pendidikan; (4) minat dari
masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut; (5) kemungkinan masalah tersebut
diatasi; (6) kesesuaian dengan program pemerintah; (7) tersedianya tempat untuk
mengatasi ; (8) tersedianya waktu untuk mengatasi masalah ; (9) tersedianya dana
untuk mengatasi masalah; (10) tersedianya fasilitas untuk mengatasi masalah; (10)
tersedia sumber daya manusia untuk mengatasi masalah. Untuk setiap masalah
kesehatan diberikan bobot nilai untuk setiap aspek tersebut dengan range 1 – 5 yaitu
: (1) sangat rendah= 1; (2) rendah=2; (3) cukup= 3; (4) tinggi=4; (5) sangat tinggi= 5.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh cara melakukan prioritas masalah
kesehatan dibawah ini.

102
Contoh memprioritaskan masalah kesehatan di Desa Sukahati

No Masalah Kesehatan A B C D E F G H I J K Total Prioritas


1. Gizi buruk balita 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 53 1
2. Tuberkulosis 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
3. Ibu hamil resiko 3 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 51 3
tinggi
4. ISPA pada balita 5 4 5 4 5 5 4 5 5 5 5 52 2
5. Hipertensi 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 44 5

Ket Pembobotan
Sangat rendah =1, Rendah =2 , Cukup =3, Tinggi =4, Sangat tinggi = 5
Aspek yang dinilai :
A = Resiko terjadi
B = Resiko parah
C = Potensial untuk Penkes
D = Minat masyarakat
E = Mungkin diatasi
F = Sesuai program pemerintah
G = Tempat
H = Waktu
I = Dana
J = Fasilitas
K = Sumber daya

Menetapkan Sasaran.

Setelah menetapkan prioritas masalah kesehatan, maka langkah selanjutnya adalah


menetapkan sasaran. Sasaran merupakan hasil yang diharapkan. Dalam pelayanan
kesehatan sasaran adalah pernyataan situasi ke depan, kondisi atau status jangka
panjang dan belum bisa diukur. Berikut ini adalah contoh dari penulisan sasaran :
 Meningkatkan cakupan imunisasi pada bayi
 Memperbaiki komunikasi antara orang tua dan guru
 Meningkatkan proporsi individu yang memiliki tekanan darah
 Menurunkan kejadian penyakit kardiovaskuler

Menetapkan Tujuan.

Tujuan adalah suatu pernyataan hasil yang diharapkan dimana dapat diukur, dibatasi
waktu dan berorentasi pada kegiatan. Berikut ini merupakan karakteristik dalam
penulisan tujuan : (1) Menggunakan kata kerja ; (2) Menggambarkan tingkah laku
akhir ; (3) Menggambarkan kualitas penampilan ; (4) Menggambarkan kuantitas
penampilan; (5) Menggambarkan bagaimana penampilan diukur; (6) Berhubungan
dengan sasaran (goal); (7) Adanya batasan waktu. Berikut ini contoh dalam
menuliskan tujuan.
Masalah : Resiko tinggi penularan TB di Desa A
Sasaran : Menurunnya angka kesakitan TB di Desa A
Tujuan : - Meningkatnya pengetahuan keluarga tentang TB menjadi 90 %
(dari 60 %)
- Meningkatnya angka kesembuhan 85 % (dari 69 %)

103
Menetapkan Rencana Intervensi.

Rencana intervensi dalam keperawaran komunitas berorentasi pada : (1) promosi


kesehatan; (2) pencegahan penyakit; (3) pemeliharaan kesehatan; dan (4) manajemen
krisis.Dalam menetapkan rencana intervensi keperawatan kesehatan komunitas, maka
harus mencakup : (1) apa yang akan dilakukan; (2) kapan melakukannya; (3) berapa
banyak (4) siapa yang menjadi sasaran; (5) lokasinya dimana.
Contoh : - Pelatihan kader Posyandu bagi kader baru sebanyak 20 orang di RW 01
Desa Sukahati pada minggu ke dua bulan Januari 2013
Dalam menetapkan rencana intervensi keperawatan komunitas, maka perlu juga
memperhatikan beberapa hal diantaranya adalah : (1) Program pemerintah terkait
dengan masalah kesehatan yang ada ; (2) Kondisi atau situasi yang ada; (3) sumber
daya yang ada di dalam dan di luar komunitas yang dapat dimanfaatkan; (4) program
yang lalu yang pernah dijalankan; (5) menekankan pada perberdayaan masyarakat; (5)
penggunaan teknologi tepat guna; (6) mengedepankan upaya promotif dan prevetif
tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitative.

Berikut ini contoh membuat rencana intervensi keperawatan kesehatan komunitas :


No Diagnosa Sasaran Tujuan Rencana Intervensi
1 Resiko tinggi Menurunnya - Meningkatnya  Promosi kesehatan masalah
penularan TB di angka pengetahuan TB untuk seluruh warga desa
Desa A kesakitan TB masyarakat tentang melalui kelompok-kelompok
di Desa A TB menjadi 90 % kegiatan yang ada
(dari 60 %) pada dimasyarakat pada minggu 3 –
minggu 2 bulan 4 Januari 2013
Februari  Pemasangan spanduk, poster
- Terlaksananya dan penyebaran leaflet
dukungan masyarakat penanggulan TB pada setiap
untuk RW pada minggu 2 bulan
penanggulangan TB Januari 2013
pada akhir bulan  Pembentukan kelompok
Februari 2013 Swabantu masalah TB di desa
- Diperolehnya Sukahati pada minggu 3 bulan
dukungan pemerintah Januari 2013
daerah dalam  Pelatihan masalahTB untuk
penanggulangan TB kelompok swabantu dan kader
pada akhir bulan kesehatan pada minggu ke 4
Februari bulan Januari.
- Meningkatnya angka  Advokasi kepada pemerintah
kesembuhan 85 % daerah untuk mendapat
(dari 69 %) akhir dukungan peningkatkan gizi
tahun 2013 penderita TB pada minggu 1
bulan Februari 2013
 Pemantauan pengobatan
tuberculosis penderita TB
oleh kader kesehatan dan
kelompok swabantu secara
rutin pada setiap bulan .

104
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi merupakan tahap kegiatan setelah perencanaan kegiatan


keperawatan komunitas dalam proses keperawatan komunitas. Fokus pada tahap
implementasi adalah bagaimana mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Tetapi yang sangat penting dalam implementasi keperawatan kesehatan
komunitas adalah melakukan tindakan-tindakan yang berupa promosi kesehatan,
memelihara kesehatan/mengatasi kondisi tidak sehat, mencegah penyakit dan
dampak pemulihan. Pada tahap implementasi ini perawat tetap fokus pada program
kesehatan komuniti yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan. Strategi yang
digunakan dalam tahap implementasi adalah dengan menggunakan komuniti
organisasi yang ada dan kerjasama atau kemitraan dengan komuniti.

105
BAB XII
EVALUASI KEPERAWATAN KOMUNITAS

Pengertian Evaluasi

Evaluasi menurut American Public Health Association (Azwar, 1996) adalah suatu
proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan sebelumnya. Proses ini mencakup langkah-langkah memformulasikan
tujuan, mengidentifikasi kriteria secara tepat yang akan dipakai mengukur sukses,
menentukan besarnya sukses dan rekomendasi untuk kegiatan program selanjutnya.
Evaluasi adalah suatu proses yang menghasilkan informasi tentang sejauh mana
suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan
standar tertentu untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara keduanya dan
bagaimana manfaat yang telah dikerjakan dibandingkan dengan harapan-harapan
yang ingin diperoleh. Evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan cara
membandingkan hasil yang telah dicapai dengan rencana yang telah ditentukan.
Evaluasi merupakan alat penting untuk membantu pengambilan keputusan sejak
tingkat perumusan kebijakan maupun pada tingkat pelaksanaan program (Wijono,
1999).
Evaluasi juga merupakan serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan
memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan
dampak serta biayanya. Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang
sistematis dari dampak program. Dengan demikian evaluasi merupakan suatu usaha
untuk mengukur suatu pencapaian tujuan atau keadaan tertentu dengan
membandingkan dengan standar nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Juga
merupakan suatu usaha untuk mencari kesenjangan antara yang ditetapkan dengan
kenyataan hasil pelaksanaan. Menurut Wijono (1997), evaluasi adalah prosedur
secara menyeluruh yang dilakukan dengan menilai masukan, proses dan indikator
keluaran untuk menentukan keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut WHO (1990) pengertian evaluasi adalah suatu cara sistematis untuk
mempelajari berdasarkan pengalaman dan mempergunakan pelajaran yang
dipelajari untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan serta
meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan seleksi yang seksama untuk
kegiatan masa datang. Pengertian lain menyebutkan, bahwa evaluasi merupakan
suatu proses yang memungkinkan administrator mengetahui hasil programnya dan
berdasarkan itu mengadakan penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai tujuan
secara efektif. Jadi evaluasi tidak sekedar menentukan keberhasilan atau kegagalan,
tetapi juga mengetahui mengapa keberhasilan atau kegagalan itu terjadi dan apa
yang bisa dilakukan terhadap hasil-hasil tersebut.

Tujuan Evaluasi

Menurut Supriyanto (1988) tujuan evaluasi adalah :


1. Memperbaiki pelaksanaan dan perencanaan kembali suatu program.
Sehubungan dengan ini perlu adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara
lain memeriksa kembali kesesuaian dari program dalam hal perubahan-
perubahan kecil yang terus-menerus, mengukur kemajuan terhadap target yang
direncanakan, menentukan sebab dan faktor di dalam maupun di luar yang
mempengaruhi pelaksanaan suatu program.
2. Sebagai alat untuk memperbaiki kebijaksanaan perencanaan dan pelaksanaan
program yang akan datang. Hasil evaluasi akan memberikan pengalaman
mengenai hambatan dari pelaksanaan program yang lalu dan selanjutnya dapat

106
dipergunakan untuk memperbaiki kebijaksanaan dan pelaksanaan program
yang akan datang.
3. Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber dana dan sumber daya
manajemen saat ini serta di masa mendatang.
Sedangkan tujuan dari evaluasi program kesehatan adalah untuk memperbaiki
program-program kesehatan dan pelayanannya untuk mengantarkan dan
mengarahkan alokasi tenaga dan dana untuk program dan pelayanan yang sedang
berjalan dan yang akan datang. Evaluasi harus digunakan secara konstruktif dan
bukan untuk membenarkan tindakan yang telah lalu atau sekedar mencari
kekurangan-kekurangan saja.

Jenis-Jenis Evaluasi

Jenis –jenis evaluasi dapat dikelompok berdasarkan :


1. Menurut waktu pelaksanaan
Menurut waktu pelaksanaan evaluasi dapat dibagi menjadi :
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini dilaksanakan pada waktu pelaksanaan program dan
bertujuan untuk memperbaiki pelaksanaan program . Temuan utama
berupa masalah-masalah dalam pelaksanaan program.
b. Evaluasi Summatif
Dilaksanakan pada saat pelaksanaan program sudah selesai dan bertujuan
untuk menilai hasil pelaksanaan program . Temuan utama berupa
capaian-capaian dari pelaksanaan program.
2. Menurut Tujuan
Menurut tujuan evaluasi dapat dibagi menjadi :
a. Evaluasi Proses
Evaluasi proses bertujuan untuk mengkaji bagaimana program berjalan
dengan fokus pada masalah penyampaian pelayanan (service delivery).
b. Evaluasi Biaya-Manfaat
Evaluasi biaya-manfaat bertujuan untuk mengkaji biaya program relatif
terhadap alternatif penggunaan sumberdaya dan manfaat dari program.
c. Evaluasi Dampak
Evaluasi dampak bertujuan untuk mengkaji apakah program memberikan
pengaruh yang diinginkan terhadap individu, rumahtangga, masyarakat,
dan kelembagaan.
Terkait dengan kesehatan, kualitas pelayanan kesehatan dapat dinilai dari
informasi tentang penggunaan pengaruh (evaluasi hasil/manfaat ), tentang
penampilan kegiatan¬kegiatan (evaluasi proses) atau tentang fasilitas-fasilitas
dan penataan-penataan (evaluasi struktur). Evaluasi harus dipandang sebagai
suatu cara untuk perbaikan pembuatan keputusan untuk tindakan-tindakan di
masa yang akan datang.

Alasan Perlu Dilakukan Evaluasi Program

Mengapa suatu program perlu dilakukan evaluasi. Ada beberapa alasan penting
suatu program perlu dilakukan evaluasi yaitu :
1. Alasan ekonomi
Evaluasi ini dilakukan untuk memperbaiki desain dan keefektifan program
dan juga untuk realokasi sumberdaya dari program yang kurang ke yang
lebih efektif .
2. Alasan sosial
Evaluasi ini dilakukan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
3. Alasan Politik

107
Evaluasi ini dilakukan untuk meningkatkan kredibilitas pengambilan
keputusan.

Komponen –Komponen Evaluasi

Beberapa komponen–kompenen dalam evaluasi program yaitu :


1. Evaluasi menjadi bagian integral dari desain program.
2. Evaluasi direncanakan dengan baik sejak awal
3. Pelaksanaan evaluasi mendapat dukungan dari seluruh pemangku
kepentingan.
4. Evaluasi menjadi bagian dari tanggung jawab pemimpin program.
5. Evaluasi memperoleh alokasi sumber daya yang memadai.

Proses Evaluasi

Proses evaluasi dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :


1. Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang
akan dievaluasi terhadap program yang dievaluasi.
2. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan
program yang akan dievaluasi.
3. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan.
4. Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil
pelaksanaan evaluasi tersebut.
5. Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasan.
6. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap
program berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.

Kriteria Penilaian dalam Evaluasi

Untuk menilai dalam suatu kegiatan evaluasi dapat menggunakan kriteria


sebagai berikut :
1. Relevansi (relevance): Apakah tujuan program mendukung tujuan kebijakan?
2. Keefektifan (effectiveness): Apakah tujuan program dapat tercapai?
3. Efisiensi (efficiency): Apakah tujuan program tercapai dengan biaya paling
rendah?
4. Hasil (outcomes): Apakah indikator-indikator tujuan program membaik?
5. Dampak (impact): Apakah indikator-indikator tujuan kebijakan membaik?
6. Keberlanjutan (sustainability): Apakah perbaikan indikator-indikator terus
berlanjut setelah program selesai.

Metode dan Sumber Data

Metode yang digunakan dalam evaluasi dapat berupa metode kuantitatif maupun
metode kualitatif. Metode kuantitatif terutama diperlukan untuk mengukur
dampak suatu program. Metode kualitatif terutama untuk mencari penjelasan
dari pelaksanaan program yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, evaluasi
yang lengkap biasanya menggunakan kombinasi metode kuantitatif dan
kualitatif.
Data yang digunakan dalam evaluasi dapat berupa data primer ataupun data
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh pelaku
evaluasi. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak lain, baik yang
masih berupa data mentah maupun data yang sudah diolah.
Contoh data primer:
– Data hasil survei

108
– Data hasil pengamatan
– Data hasil wawancara mendalam
– Data yang diperoleh dari diskusi kelompok terarah (FGD) dengan
berbagai pemangku kepentingan.
Contoh data sekunder
– Data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang dikumpulkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
– Data Sakernas (Survei Tenaga Kerja Nasional) yang dikumpulkan oleh
BPS

Pengukuran Kontra Dan Fakta

Perbandingan sebelum-setelah (before-after), yaitu perbandingan nilai indikator


sebelum program dijalankan dengan nilai indikator setelah program dijalankan.
Hal-hal lain di luar program dapat terjadi sehingga perbandingan menjadi tidak
valid.
Perbandingan dengan/tanpa (with/without), yaitu perbandingan nilai indikator
antara penerima program (program beneficiary) dengan mereka yang bukan
penerima program Perbedaan antara kedua kelompok ini dapat muncul karena
alasan-alasan di luar program sehingga perbandingan juga tidak valid. Untuk
mengukur kontra-fakta secara tepat, diperlukan suatu kelompok pembanding
(control group) yang setara dan terpercaya.

Karakteristik Evaluasi Yang Baik.

Karakteristik evaluasi yang baik memiliki ketentuan sebagai berikut :


1. Strategis, yaitu memberikan prioritas terhadap program-program yang
penting, besar, atau bermasalah.
2. Terfokus, yaitu memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang
penting bagi pengambil kebijakan.
3. Kredibel, yaitu hasilnya dapat dipercaya .
4. Tepat waktu, yaitu temuannya dapat digunakan untuk meredesain dan
memperbaiki pelaksanaan program .
5. Bermanfaat, yaitu hasilnya dapat digunakan untuk:
− menilai kelayakan dan efektifitas program;
− membantu memaksimalkan kegunaan sumberdaya yang terbatas;
− memberikan input untuk desain program yang akan datang

Pertimbangan dan Saran Dalam Melakukan Evaluasi.


Beberapa saran dalam melakukan evaluasi diantaranya sebagai berikut :
1. Setiap program memerlukan evaluasi yang berbeda, untuk itu tentukan
prioritas.
2. Susun desain evaluasi dengan memperhitungkan keterbatasan sumber
daya.
3. Bila perlu, lakukan percontohan sebelum melakukan evaluasi skala besar.
4. Apabila diperlukan, bekerjasamalah dengan pihak lain.
Dalam melakukan evaluasi ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan
yaitu :
1. Waktu pelaksanaan evaluasi;
2. Biaya pelaksanaan evaluasi;
3. Pertimbangan etika;
4. Kelayakan politis.

109
Hambatan dalam Evaluasi

Terdapat berbagai kesulitan dalam melaksanakan evaluasi kesehatan, antara lain


bahwa kebutuhan akan pelayanan kesehatan melebihi dari yang diterapkan.
Pendekatan sistematis dalam evaluasi dapat dilakukan untuk menilai suatu
program kesehatan. Penilaian secara menyeluruh terhadap program kesehatan
dapat dilakukan dengan menilai input, proses dan output. Pendekatan sistem
pada manajemen memandang organisasi sebagai suatu kesatuan, yang terdiri
dari bagian¬bagian (sumber daya, masukan, proses, keluaran, umpan balik,
dampak dan lingkungan).
Dalam melakukan evaluasi suatu perencanaan program dan implementasinya,
terdapat beberapa kendala, antara lain: (a) Kendala psikologis, yaitu evaluasi
dapat menjadi ancaman dan orang melihat bahwa evaluasi itu merupakan sarana
untuk mengkritik orang lain; (b) Kendala ekonomis, yaitu untuk melaksanakan
evaluasi yang baik itu mahal dalam segi waktu dan uang, serta tidak selalu
sepadan antara ketersedian data dan biaya; (c) Kendala teknis, yaitu kendala
yang berupa keterbatasan kemampuan sumberdaya manusia dalam pengolahan
data dan informasi yang tidak dapat disediakan tepat pada waktu dibutuhkan.
Kejadian ini biasanya timbul ketika informasi dan data itu belum dibutuhkan,
maka biasanya hanya akan ditumpuk begitu saja tanpa diolah; (d) Kendala
politis, yaitu hasil-hasil evaluasi mungkin bukan dirasakan sebagai ancaman oleh
para administrator saja, melainkan secara politis juga memalukan jika
diungkapkan.

110
BAB XIII
STRATEGI PENDEKATAN DALAM KEGIATAN
KEPERAWATAN KOMUNITAS.

Pengorganisasian Komunitas.

1. Definisi Pengorganisasian Komunitas


Pengorganisasian komunitas adalah suatu proses yang mengantarkan perubahan
dengan melibatkan masyarakat dan agregat untuk memecahkan masalah dan
mencapai tujuan masyarakat (Swanson & Alberct,1993, dalam Helvie, 1998).
Pendapat senada disampaikan oleh Sasongko (1996) yang menyatakan bahwa
pengorganisasian komunitas adalah suatu proses ketika suatu masyarakat
tertentu mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan serta mengembangkan
keyakinannya untuk berusaha memenuhi kebutuhan termasuk menentukan
prioritas kebutuhan yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia, dengan
usaha secara gotong-royong untuk mencapai tujuan bersama.
Dari kedua pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa komponen
penting dalam pengorganisasian komunitas adalah adanya pemberdayaan
masyarakat, persamaan tujuan, dan merupakan suatu proses perubahan. Bila
ditelaah lebih lanjut kedua definisi ini lebih cocok untuk model pengorganisasian
pengembangan lokalitas (locality development). Meskipun demikian pada intinya
pengorganisasian komunitas dapat dijadikan suatu teknologi dalam melakukan
kegiatan untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat
tanpa membedakan model pengorganisasian komunitas yang akan digunakan.

2. Model pengorganisasian komunitas


Berikut ini akan diuraikan mengenai tiga model pengorganisasian komunitas
yang kita kenal, yaitu :
a. Model pengembangan masyarakat (locality development)
Menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (1981, hal 8, dalam Helvie, 1998)
menjelaskan bahwa model pengembangan masyarakat (locality development)
merupakan “suatu disain yang diproses untuk memperbaiki kondisi ekonomi
dan sosial untuk keseluruhan komunitas dengan partisipasi aktifnya dan
kepercayaan yang mungkin sepenuhnya pada inisiatif komunitas.” Model ini
didasarkan pada pemikiran bahwa untuk dapat memaksimalkan perubahan
yang terjadi di komunitas, seharusnya masyarakat lokal dilibatkan dalam
penentuan tujuan dan pelaksanaan tindakan. Model ini menekankan pada
prosedur-prosedur demokratis, kerjasama, swabantu, pengembangan
kepemimpinan dan pendidikan.
Contoh terhentinya program pemukiman sehat oleh pemerintah DKI beberapa
tahun lalu, seperti dijelaskan pada pendahuluan membuktikan bahwa
kemungkinan program ini dilakukan dengan tidak mempertimbangkan
prosedur demokratis terlebih dahulu yaitu pada penentuan tujuan dan
tindakannya, serta tidak mengembangkan konsep swabantu sehingga
kemampuan masyarakat tidak manfaatkan secara optimal.
b. Model perencanaan sosial (social planning)
Model ini lebih menekankan pada pendekatan teknik untuk memecahkan
masalah sosial dengan menggunakan keahlian dan kemampuan teknis
seorang ahli perencana, termasuk kemampuan untuk melakukan loby atau
negosiasi terhadap birokrasi. Model ini lebih menekankan pada kemampuan
seorang perencana untuk menetapkan, menyusun, dan menyampaikan
tindakan yang akan dilakukan kepada masyarakat yang membutuhkan
pemecahan masalah yang sedang dihadapinya.

111
Contoh program pemukiman sehat Propinsi DKI menggunakan model
perencana sosial (social planning) dalam mengimplementasikan
programnya, sehingga program tersebut mendapatkan dukungan maksimal
dari pemerintah DKI melalui anggaran APBD, namun ketika anggaran
terbatas program ini sudah tidak berjalan lagi. Kondisi inilah yang perlu
dipertanyakan, apakah dalam merencanakan perubahan komunitas tidak
memikirkan kelangsungan dari suatu program? sehingga masyarakat dapat
meneruskan kembali program tersebut. Permasalahan inilah yang menjadi
salah satu topik pembahasan dalam modul ini, bahwa penting untuk
mengkombinasikan 2 model pengorganisasian komunitas dalam mencapai
perubahan masyarakat yang lebih baik.
c. Model tindakan sosial (social action)
Model ini menggabungkan proses dan tugas untuk menekankan redistribusi
kekuatan, sumber daya, hak-hak pembuat keputusan komunitas atau
perubahan kebijakan untuk merubah masyarakat yang lebih luas. Contoh
kelompok yang sudah menggunakan model ini adalah lembaga swadaya
masyarakat kesehatan (LSM Kesehatan) yang bergerak untuk membantu
menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat dengan menekankan pada
distribusi kekuatan, sumber daya, dan berusaha mempengaruhi perubahan
kebijakan untuk merubah kesehatan masyarakat yanglebih luas.
Berikut ini akan diuraikan mengenai perbedaan dari ketiga model menurut
Rothman dan Trotman (1987, dalam Helvie, 1998) tersebut yaitu :

Tabel 13.1 Perbedaan Model Pengorganisasian Komunitas


No. Aspek Analisis Locality Development Social Planning Social Action
1. Tipe  Model proses  Model tugas  Model gabungan proses
dan tugas
2. Fokus  Kerjasama,  Pemecahan masalah  Menekankan pada
kemampuan sistem, dengan memberikan reidistribusi kekuatan,
meningkatkan jasa atau pelayanan sumber daya, dan
partisipasi, swadaya, hubungan dalam
dan kepimpinan local perubahan masyarakat
3. Struktur  Perencana melihat  Perencana melihat  Perencana melihat
masyarakat dan masyarakat dibayangi masyarakat memiliki masyarakat sebagai suatu
kondisi masalah oleh masyarakat dan permasalahan social sistem, hak istimewa dan
permasalahan yang yang besar, seperti kekuasaan dengan
lebih besaaar seperti kesehatan fisik atau populasi yang dirugikan
kurangnya hubungan mental atau dan permasalahan seperti
dan kemampuan permasalahan ketidak-adilan sosial,
pemecahan masalah perumahan pencabutan hak, dan
secara demokratis ketidak-setaraan
4. Strategi yang  Strateginya adalah  Perencana  Mengidentifikasi
digunakan untuk merangkul mengumpulkan fakta permasalahan sehingga
sebagian luas mengenai sebuah masyarakat mengetahui
masyarakat bersama- permasalahan dan siapakah tantangan
sama menentukan dan memutuskan apa mereka sesungguhnya
kemudian yang harus dan kemudian
memecahkan dilakukan atas mengorganisir tindakan
permasalahan masalah tersebut. masa untuk menekan
masyarakat. Pendekatannya musuh tersebut.
Pendekatannya adalah, ”Mari kita Pendekatannya adalah
adalah, ”Mari kita mengumpulkan fakta ”Mari kita selesaikan
bertemu dan dan memecahkan permasalahan tersebut,
membicarakan hal masalah.” mengorganisir tindakan
ini.” massa, dan menekan
target yang dipilih
tersebut.”

112
No. Aspek Analisis Locality Development Social Planning Social Action
5. Taktik  Konsensus melalui  Konsensus atau  Perubahan konflik atau
perubahan diskusi dan konflik pertandingan, seperti
komunikasi  perencanaan konfrontasi dan tindakan
 membangun hubungan perubahan, sosial langsung atau negosiasi.
dengan masyarakat dan marketing dan  Aksi politik, meloby, dan
memberikan pelayanan pendidikan konfrontasi
kesehatan
6. Peran praktisi  Seorang katalisator  Peran praktisi lebih  Praktisi berada dalam
yang memungkinkan teknis atau sebagai peran penggerak atau
yang mendorong seorang ahli dimana penasehat dan
pemecahan masalah, dia mengumpulkan mengorganisir kelompok
mengemukakan data dan dan memanipulasi
perhatian, keahlian menganalisis, organisasi dan gerakan
organisasional, dan melaksanakan untuk mempengaruhi
hubungan antar- program, dan proses politis.
personal berinteraksi dengan  Sebagai aktivis, advokat,
 Sebagai katalisator, birokrasi. dan negosiator
fasilitator, pendidik
7. Orientasi  Anggota struktur  Struktur kekuasaan  Struktur kekuasaan
praktisi kekuasaan seringkali dipandang sebagai suatu
terhadap berkolaborasi dalam merupakan sponsor target tindakan eksternal
struktur usaha bersama atau atasan praktisi atau sistem yang akan
kekuasaan tersebut dipaksa untuk berubah.
8. Definisi batasan  Sistem klien adalah  Sistem klien adalah  Sistem Klien adalah
klien keseluruhan keseluruhan sebuah segmen
masyarakat masyarkaat, seperti masyarakat atau masyarkaat yang
sebuah kota atau segmen masyarakat, kekurangan
lingkungan seperti masyarakat
dengan kekurangan
mental, manula, atau
masyarakat marginal
9. Konsepsi  klien adalah seluruh  klien adalah  Klien adalah korban-
populasi klien warga masyarakat konsumen suatu korban sistem
layanan/jasa

3. Konsep yang mendasari pengorganisasian komunitas


Berikut ini akan diuraikan konsep yang mendasari pengorganisasian
komunitas model pengembangan lokal (locality development) yang sering
digunakan yaitu :
a. Pemberdayaan masyarakat
adalah suatu proses menuju berdaya atau proses memperoleh
daya/kekuatan/kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak
yang kurang atau belum berdaya menuju keberdayaan (Sulistiyani, 2004).
Menurut Muller dan Bichmann (1988, dalam Anderson & McFarlane,
2000) pemberdayaan merupakan suatu proses sosial yang didalamnya
terdapat upaya mendorong, memotivasi, membangkitkan kesadaran, dan
mengembangkan potensi yang dimiliki masyarakat untuk menemukan
cara yang tepat dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya.
Pemberdayaan masyarakat sangat penting dalam pelaksanaan model
pengorganisasian komunitas pengembangan lokal (locality development),
mengigat pemberdayaan masyarakat adalah salah satu strategi yang
digunakan dalam upaya promosi kesehatan sebagai bentuk jaminan
kualitas, kuantitas dan sustainability pelayanan kesehatan. Melalui
pemberdayaan diharapkan pelayanan kesehatan khususnya keperawatan
masyarakat akan semakin berkualitas dari pelayanan dan SDM kesehatan,
semakin mudah dijangkau oleh masyarakat sehingga masyarakat akan

113
lebih banyak memperoleh pelayanan keperawatan, dan dengan adanya
dukungan terhadap program kesehatan (sustainability) memberikan arti
bahwa pelayanan yang diberikan tidak hanya bersifat sementara tetapi
berkelanjutan (McMurray, 2003).

Gambar 13. 1 Kegiatan musyawarah masyarakat desa dalam kegiatan


pemberdayaan masyarakat

b. Kompetensi masyarakat
Kompetensi masyarakat adalah hasil yang diharapkan dari
pengembangan masyarakat dan terkait erat dengan konsep
pemberdayaan, dan sebagai kemampuan mayarakat untuk ikut serta
dalam pemecahan masalah yang efektif. Menurut Cottrell (1976, dalam
Helvie, 1998) menjelaskan delapan kondisi yang penting bagi kompetensi
masyarakat: (a). komitment, (b). difenisi kesadaran diri dan situasi
kejelasan lainnya, (c). kepandaian berbicara, (d). komunikasi, (e).
penahanan dan akomodasi konflik, (f). partisipasi, (g). manajemen
hubungan dengan masyarakat yang lebih besar, dan (h). alat untuk
memfasilitasi interaksi partisipan dan pembuatan keputusan.
Kepemimpinan adalah suatu aspek penting dalam mencapai kompetensi
masyarakat. Masyarakat membutuhkan orang yang bisa membantu untuk
memikirkan langkah-langkah pengidentifikasian permasalahan, mengatur
tujuan-tujuan, melaksanakan rencana, dan berkembang bersama.
Pemimpin juga harus mampu memfasilitasi proses diskusi kelompok dan
perolehan konsensus di antara anggota masyarakat.

c. Partisipasi dan relevansi


Dua konsep tambahan kepentingan dalam organisasi masyarakat adalah
partisipasi dan relevansi. Partisipasi terkait dengan kebutuhan bagi
anggota masyarakat untuk menjadi aktif dan bukannya pasif dalam proses
pembelajaran. Konsep ini didasari oleh asas-asas teori kognitif, yang
menekankan pentingnya umpan balik dan pemahaman dari sesuatu yang
dipelajarinya dan bukannya ingatan, sehingga seseorang akan lebih
mudah dalam berpartisipasi.
Bracth (1990, dalam Helvie, 1998) mengidentifikasi ada tiga cara untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proyek-proyek kesehatan
masyarakat:
1) membentuk kelompok kerja atau pelaksana tugas untuk bekerja sama
2) melibatkan anggota kelompok target dalam memilih strategi-strategi
intervensi yang sesuai dan tepat
3) menyediakan staf untuk melaksanakan rincian dan untuk
memberikan bantuan dan konsultasi teknis sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.

114
Menurut Green (1986, dalam Helvie 1998) menyatakan bahwa
pengorganisasian komunitas didasarkan pada “asas partisipasi” dan
adanya perubahan perilaku yang diharapkan membutuhkan masyarakat
untuk dilibatkan dalam menentukan, merencanakan, dan mengawali
langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah, dan menentukan
struktur-struktur untuk memastikan bahwa perubahan yang diinginkan
benar-benar sesuai dengan harapan masyarakat.
Konsep relevansi juga merupakan salah satu konsep penting dalam
pengorganisasian komunitas, yaitu suatu program dikatakan berhasil bila
perubahan tersebut dapat dialami, diperlukan, dan dirasakan bermanfaat
bagi masyarakat yang sesuai dengan kebutuhannya. Lebih lanjut
Nyswander (1966, dalam Helvie 1998) mengatakan konsep relevansi
dengan memperkenalkan konsep yang dimulai dari kedudukan
masyarakat tersebut akan lebih efektif hasil perubahannya, bila
dibandingkan dengan perubahan yang di mulai dari praktisi yang
terkesan lebih memaksakan program. Oleh karena itu dua konsep penting
yaitu partisipasi dan relevansi sangat penting untuk diperhatikan,
mengingat peran utama seorang praktisi adalah sebagai fasilitator untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat. Tanpa adanya
partisipasi dan relevansi dari kegiatan yang dilakukan, tentu sia-sia saja
usaha atau program yang telah dilakukan untuk merubah masyarakat
menjadi lebih baik.

d. Pemilihan permasalahan masyarakat


Masalah masyarakat yang akan dilakukan intervensi (perubahan) perlu
dilakukan pemilihan, mengingat banyaknya masalah yang dihadapi oleh
masyarakat. Sehingga perlu dibuat prioritas masalah masyarakat
berdasarkan kategori dapat diatasi, kemudahan, dan kekhususan.
Pemilihan masalah ini penting dilakukan agar usaha yang dilakukan
benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan yang terpenting bila
masyarakat berhasil dalam mengatasi masalah, secara tidak langsung
akan membangun rasa percaya diri dan kompetensi masyarakat untuk
mengatasi masalah yang lain (Bract, 1990, dalam Helvie 1998).

4. Tahapan dalam pengorganisasian komunitas

Berikut ini akan diuraikan mengenai tahapan dalam pengorganisasian komunitas


yaitu :
a. Analisis
Evaluasi keakuratan data yang ditemukan di masyarakat yaitu masalah
yang dihadapi atau dirasakan masyarakat, faktor kekuatan dan
kelemahan masyarakat. Tahap analisis masyarakat ini dapat dilakukan
melalui proses peleburan dengan masyarakat dengan membangun
kontak person, menjalin pertemanan, terlibat sebagai pendengar, terlibat
aktif dalam diskusi dan ikut bekerja sama.
Tahapan ini juga disebut tahapan penyelidikan sosial dengan melakukan
analisa sosial baik makro maupun mikro (untuk mengidentifikasi faktor-
faktor sistemik dalam masyarakat yang secara konsisten mengakibatkan
marjin alisasi kelompok-kelompok tertentu dari akses terhadap sumber
daya dan manfaat) dan melakukan pendokumentasian
(Pengorganisasian komunitas, 2003, http: // www. smeru. or.id /newslet
/2 003/ed08 /200308art2.htm, diperoleh tanggal 28 Februari 2007).
Tahapan ini juga sekaligus untuk mensintesis data yang telah diperoleh

115
dan memprioritaskan masalah berdasarkan kesepakatan dengan
masyarakat atau kebutuhan masyarakat.

b. Desain dan Perencanaan awal


Tahap ini merupakan tahap awal dalam implementasi dan menggerakkan
masyarakat, yaitu : membangun kelompok inti perencanaan komunitas
dan koordinator kekuatan lokal; menyusun struktur organisasi;
mengidentifikasi, memilih, dan merekrut anggota pengurus; menyusun
misi dari organisasi masyarakat tersebut; sepakati peran dan
tanggungjawab pengurus, anggota, dan yang lainnya; mengakui ini
sebagai suatu kebutuhan bersama. Yang terpenting dalam tahap ini
adalah merancang kegiatan awal dengan merumuskan isu bersama,
musyawarah bersama, mengidentifikasi masalah dan potensi.

c. Implementasi
Kunci dalam tahapan ini adalah : melibatkan partisipasi masyarakat;
pengembangan rencana kerja; menggunakan strategi secara
komprehensif; dan program tersebut dijalankan sesuai dengan pesan
yang akan disampaikan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
setempat.

d. Program maintenance dan konsolidasi


Kunci dari tahapan ini adalah : bentuk jejaring kerja untuk dapat
mengintegrasikan intervensi komunitas yang akan dilakukan;
menegakkan budaya oraganisasi yang baik; desiminasi hasil dari
program yang dilakukan.

e. Desiminasi program dan Kajian ulang


Kunci dari tahapan ini adalah : memperbaharui hasil analisis komunitas;
evaluasi efektifitas program; menentukan rencana kegiatan yang akan
dilakukan mendatang dan rencana modifikasinya, serta membuat hasil
dan desiminasi telaah dari program yang telah dilakukan.

Pemberdayaan Komunitas.

1. Pengertian Pemberdayaan
Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti “pemberdayaan”,adalah
sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran
masyarakat kebudayaan barat, utamanya Eropa. Payne (1997) menjelaskan
bahwa pemberdayaan pada hakekatnya bertujuan untuk membantu klien
mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan dan
tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan dengan diri klien tersebut,
termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.
Pemberdayaan masyarakat adalah merupakan upaya memfasilitasi agar
masyarakat mengenal masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan
upaya pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi,
kondisi dan kebutuhan setempat. Menurut Wallerstein, 1992 Pemberdayaan
masyarakat adalah suatu proses kegiatan sosial yang mana meningkatkan
partisipasi masyarakat dan organisasi yang bertujuan meningkatkan kontrol
individu dan masyarakat, kemampuan politik, memperbaiki kwalitas hidup
masyarakat dan keadilan sosial (Wallerstein, 1992).
Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian tindakan yang
dilakukan secara sistematis dan mencerminkan pentahapan kegiatan atau upaya
mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya, berkekuatan, dan
berkemampuan menuju keberdayaan. Makna "memperoleh" daya, kekuatan atau

116
kemampuan menunjuk pada sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau
meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki keberdayaan.
Kata "memperoleh" mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber inisiatif untuk
berdaya berasal dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus
menyadari akan perlunya memperoleh daya atau kemampuan. Makna kata
"pemberian" menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari masyarakat.
Inisiatif untuk mengalihkan daya, kemampuan atau kekuatan adalah pihak-pihak
lain yangmemiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-
agen pembangunan lainnya .

2. Proses Pemberdayaan
Menurut Kartasasmita (1995) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat
dilakukan melalui tiga proses yaitu: Pertama: Menciptakan suasana atau iklim
yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya
adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya. Dalam
konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan,
dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan kesadaran (awareness)
akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya. Kedua,
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empo-wering),
sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana.
Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena
kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang kuat.
Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat menjadikan
masyarakat menjadi lebih berdaya berkekuatan dan berkamampuan. Kaitannya
dengan indikator masyarakat berdaya, Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri
warga masyarakat berdaya yaitu: (1) mampu memahami diri dan potensinya,
mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan), (2) mampu
mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk berunding, (4)
memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang
saling menguntungkan, dan (5) bertanggungjawab atas tindakannya. Slamet
(2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud denganmasyarakat berdaya
adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi, berkesempatan,
memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai
alternative, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu
mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi.
Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti
yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan
mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggungjawab. Adi (2003)
menyatakan bahwa meskipun proses pemberdayaan suatu masyarakat
merupakan suatu proses yang berkesinambungan, namun dalam
implementasinya tidak semua yang direncanakan dapat berjalan dengan mulus
dalam pelaksanaannya. Tak jarang ada kelompok-kelompok dalam komunitas
yang melakukan penolakan terhadap ”pembaharuan” ataupun inovasi yang
muncul.

2. Ciri-ciri Pemberdayaan Masyarakat


Adapun yang merupakan ciri-ciri pemberdayaan masyarakat adalah : (1)
pemimpin berasal dari masyarakat setempat; (2)merupakan organisasi
masyarakat; (3) sebanyak mungkin pendanaan masyarakat berasal dari
masyarakat; (4) sarana dan prasarana bersumber dari masyarakat;
(5)pengetahuan masyarakat; (6)teknologi tepat guna; dan (7) pengambilan
keputusan oleh masyarakat.

117
3. Strategi dalam Pemberdayaan Masyarakat
Beberapa strategi dalam pemberdayaan masyarakat yang digunakan yaitu : (1)
menumbuh kembangkan potensi masyarakat; (2) kontribusi masyarakat dalam
pemberdayaan masyarakat; (3) mengembangkan gotong royong; (4) bekerja
bersama masyarakat; (5) komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) berbasis
masyarakat; (6) kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi
masyarakat lain; dan (7) desentralisasi.

4. Prinsip dalam Pemberdayaan Masyarakat


Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat adalah adanya
kesetaraan antara hak dan kewajiban diantara masyarakat yang akan
diberdayakan. Dengan adanya kesetaraan tersebut memungkinan adanya
kesempatan yang sama dalam berbicara dan memberikan suara dalam
masyarakat yang diberdayakan.

5. Langkah- Langkah Pemberdayaan Masyarakat Dalam Bidang


Kesehatan
Langkah-langkah pemberdayaan masyarakat melalui pengorganisasian
masyarakat adalah sebagai berikut :

Gambar 1
• Upaya penggerakan komunitas atau pengembangan
peran-aktif komunitas melalui proses pembelajaran yang
terorganisir dengan baik.

Mengidentifikasi
Fasilitasi/ Masalah & Penyebab Fasilitasi/
pendamping pendamping

Proses Merumuskan
Memantau & Evaluasi Pembelajaran Alternatif
Untuk Sustainability Pemecahan

Menetapkan &
melaksanakan Fasilitasi/
Fasilitasi/ pemecahan pendamping
pendamping

a. Mengidentifikasi Masalah & Penyebabnya


1) Melalui Survei Mawas Diri (Community Self Survey).
2) Didahului dengan rekruitmen kader
3) Pelatihan kader tentang Survei Mawas Diri
b. Merumuskan Alternatif Pemecahan Masalah
1) Melalui Lokakarya Desa, selain diikuti oleh kader, juga mengundang
Stakeholders (Pemerintah, Masy Madani, Dunia Usaha)
2) Didahului dengan pelatihan kader tentang hakikat masalah &cara
mengatasi masalah secara teoritis dan berdasar pengalaman di Desa-
desa lain.
c. Menetapkan & Melaksanakan Pemecahan Masalah
1) Dari antara alternatif-alternatif pemecahan masalah, dipilih yang
layak dan efektif dilaksanakan.
2) Didahului dengan pelatihan kader tentang cara-cara menyusun
prioritas dan menetapkan pemecahan masalah
3) Disini harus dirumuskan dengan jelas peran kontribusi semua pihak
yang terlibat (masy, pemerintah, LSM, swasta)

118
d. Memantau & Mengevaluasi Untuk Pelestarian
1) Sistem informasi (pencatatan, pelaporan & pengolahan data),
termasuk Survei Mawas Diri ulang
2) Didahului dengan pelatihan kader tentang cara-cara mengelola sistem
informasi serta bagaimana memanfaatkan data untuk pemantauan,
evaluasi dan pembinaan kelestarian.

Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan komunitas
ditujukan pada individu, keluarga, kelompok dan komunitas dengan tujuan agar
dapat meningkatkan kondisi kesehatan secara optimal.

1. Pengertian Promosi Kesehatan


Lawrence Green (1984) merumuskan definisi promosi kesehatan adalah segala
bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan
ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memeudahkan
perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. “ dari batasan
ini jelas, bahwa promosi kesehatan pendidikan kesehatan plus, atau promosi
kesehatan adalah lebih dari pendidikan kesehatan. Promosi kesehatan bertujuan
untuk menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku dan lingkungan yang kondusif
bagi kesehatan.
Green (1984), …promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan
kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi,
yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang
kondusif bagi kesehatan.
Ottawa Charter (1986),… “the process of enabling people to control over and
improve their health”. (Proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya).

2. Visi Promosi Kesehatan


Visi promosi kesehatan tidak terlepas dari visi pembangunan kesehatan di
Indonesia, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Kesehatan RI No.36
tahun 2009, yakni: “Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif secara
social dan ekonomi “.
Empat Kata Kunci Visi Promosi kesehatan:
a. Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatan
b. Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatan
c. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah penyakit,
melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan, dan mencari
pertolongan pengobatan yang professional bila sakit.
d. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan
kesehatannya . Kesehatan perlu ditingkatkan, karena derajat kesehatan
baik individu, kelompok , atau masyarakat itu bersifat dinamis, tidak
elastis.

3. Misi Promosi Kesehatan


Misi promosi kesehatan yaitu apa yang harus dilakukan untuk mencapai visi.
Secara umum misi promosi kesehatan ini sekurang-kurangnya ada tiga hal, yaitu
(Ottawa Charter, 1984).
a. Advokat (Advocate)
Kegiatan advokat ini dilakukan terhadap para pengambil keputusan dari berbagai
tingkat, dan sector terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah
meyakinkan para pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan, bahwa

119
program kesehatan yang akan dijalankan tersebut penting (urgen). Oleh
sebab itu, perlu dukungan kebijakan dan keputusan dari pejabat tersebut.
b. Menjembatasi (Mediate)
Promosi kesehatan juga mempunyai misi “ mediator” atau “menjembatani”
antara sector kesehatan dengan sektor yang lain sebagai mitra. Dengan
perkataan lain promosi kesehatan merupakan perekat kemitraan di bidang
pelayanan kesehatan. Kemitraan adal;ah sangat penting, sebab tanpa
kemitraan, niscaya sektor kesehatan mampu menangani masalah-masalah
kesehatan yang begitu kompleks dan luas.
c. Memampukan (Enable)
Sesuai dengan visi promosi kesehatan yaitu masyarakat mau dan mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, promosi kesehatan
mempunyai misi utama untuk memapukan masyarakat. Hal ini berarti, baik
secara langsung atau melalui tokoh-tokoh masyarakat, promosi kesehatan
harus memberikan keterampila-keterampilan kepada masyarakat agar
mereka mandiri di bidang kesehatan. Telah kita sadari bersama, bahwa
kesehatan dipengaruhi oleh banyak factor di luar kesehatan seperti
pendidikan, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Oleh sebab itu, dalam rangka
memberdayakan masyarakat di bidang kesehatan, maka keterampilan di
bidang ekonomi, pendidikan dan sosial lainnya, perlu di kembangkan melalui
promosi kesehatan ini.
4. Strategi Promosi Kesehatan.
Guna mewujudkan atau mencapai visi dan misi tersebut secara efektif dan
efisien, diperlukan cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini sering disebut
“strategi”, yakni teknik atau cara bagaimana mencapai atau mewujudkan visi
dan misi tersebut secara berhasil guna. Berdasarkan rumusan WHO (1994),
strategi promosi kesehatan secara global ini terdiri dari 3 hal, yaitu:
a. Advokasi (Advocacy)
WHO ( 1989) diukutip dalam UNFPA dan BKKBN (2002) menggunakan “
advocacy isa combination on individual and social action design to gain
political commitment, policy support, social acceptance and systems
support for particular health goal or programme”. Jadi advokasi adalah
kombinasi kegiatan individu dan sosial yang dirancang untuk
memperoleh komitmen politis, dukungan kebijakan, penerimaan sosial
dan sisitem yang mendukung tujuan atau program kesehatan tertentu.
Definisi Chapela 1994 yang dikutip WISE (2001) secara harfiah:”
melakukan advokasi berarti mempertahankan, berbicara mendukung
seseorang atau sesuatu atau mempertahankan ide. Sedangkan advokator
adalah seseorang yang melakukan kegiatan atau negosiasi yang ditujukan
untuk mencapai sesuatu untuk seseorang,kelompok ,masyarakat tertentu
atau secara keseluruhan.
b. Bina Suasana
Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku
yang diperkenalkan.Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan
sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di
rumah, orang-orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan,
majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki
opini yang positif terhadap perilaku tersebut. Di lain pengertian bina
suasana adalah menjalin kemitraan untuk pembentukan opini publik
dengan berbagai kelompok opini yang ada di masyarakat seperti : tokoh
masyarakat, tokoh agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia
usaha/swasta, media massa, organisasi profesi pemerintah dan lain-lain.
Bina suasana dilakukan untuk sasaran sekunder atau petugas pelaksana
diberbagai tingkat administrasi (dari pusat hingga desa).

120
c. Pemberdayaan masyarakat(Empowerment)
Freira (dalam Hubley 2002) mengatakan,bahwa pemberdayaan adalah
suatu proses dinamis yang dimulai dari dimana masyarakat belajar
langsung dari tindakan. Pemberdayaan masyarakat biasanya dilakukan
dengan pendekatan pengembangan masyarakat. Pengembangan
masyarakat biasanya berisis bagaimana masyarakat mengembangkan
kemampuannya serta bagaimana masyarakat mengembangkan
kemampuannya serta bagaimana meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pengambilan keputusan.

5. Ruang lingkup Promosi Kesehatan


Ruang lingkup atau bidang garapan promosi kesehatan baik sebagai ilmu
(teori) maupun sebagai seni (aplikasi) mencakup berbagai bidang atau
cabang keilmuan lain. Ilmu-ilmu yang dicakup promosi kesehatan dapat
dikelompokkan menjadi 2 bidang yaitu:
a. Ilmu perilaku, yakni ilmu-ilmu yang menjadi dasar dalam membentuk
perilaku manusia terutama psikologi, antropologi dan sosiologi.
b. Ilmu-ilmu yang diperlukan untuk intervensi perilaku (pembentukan
dan perubahan perilaku ), antara lain pendidikan komunikasi,
manajemen, kepemimpinan dan sebagainya.
Disamping itu, promosi kesehatan juga didasarkan pada dimensi dan
tempat pelaksanaannya: oleh sebab itu ruang lingkup promosi kesehatan
dapat didasrkan kepada 2 dimensi, yaitu dimensi aspek sasaran pelayanan
kesehatan, dan dimensi tempat pelaksanaan promosi kesehatan atau tatanan
(setting).
Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan,
secara garis besarnya terdapat 2 jenis pelayanan kesehatan, yakni:
a. Pelayanan preventif dan promotif, adalah pelayanan bagi kelompok
masyarakat yang sehat, agar kelompok itu tetap sehat bahkan
meningkat status kesehatannya. Pada dasarnya pelayanan ini
dilaksanakan oleh kelompok profesi kesehatan masyarakat.
b. Pelayanan kuratif dan rehabilitative, adalah pelayanan kelompok
masyarakat yang sakit, agar kelompok ini sembuh dari sakitnya dan
menjadi pulih kesehatannya. pada prinsipnya pelayanan jenis ini
dilakukkan profesi kedokteran.

6. Sasaran Promosi Kesehatan


Secara prinsipil, sasaran promosi kesehatan adalah masyarakat. Masyarakat
dapat dilihat dalam konteks komunitas, keluarga maupun individu. Sasaran
promosi kesehatan juga dapat dikelompokkan menurut ruang lingkupnya,
yakni tatanan rumah tangga, tatanan sekolah, tatanan tempat kerja, tatanan
tempat-tempat umum, dan institusi pelayanan kesehatan.

7. Metode dan Teknik Promosi Kesehatan


Metode dan teknik promosi kesehatan adalah suatu kombinasi antara cara-
cara atau metode dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam
setiap pelaksanaan promosi kesehatan. Dengan perkataan lain, metode dan
teknik promosi kesehatan adalah dengan cara dan alat apa yang digunakan
oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran
atau masyarakat. Berdasarakan sasarannya, metode dan teknik promosi
kesehatan dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Metode Promosi kesehatan individual
1) Bimbingan dan penyuluhan
2) Interview (wawancara)

121
b. Metode Promosi kesehatan kelompok
1) Kelompok Besar : Ceramah, Seminar, dll
2) Kelompok Kecil : Diskusi kelompok, Curah pendapat (Brain
Storming), dll
c. Metode promosi kesehatan massa
1) Ceramah umum
2) Penggunaan media massa elektronik, misalnya TV, dll
3) Penggunaan media cetak, misalnya majalah, dll
4) Penggunaan media diluar ruang, misalnya spanduk,dll.

Menjalin Kemitraan

Kemitraan dalam upaya kesehatan (partnership for health) adalah kebersamaan dari
sejumlah pelaku untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesehatan
masyarakat yang didasarkan atas kesepakatan tentang peranan dan prinsip masing –
masingpihak. Agar kemitraan dapat berjalan dengan baik, perlu memperhatikan
prinsip dasar, landasan dan kunci keberhasilan.

1. Pengertian Kemitraan
Hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan manfaat) untuk mencapai
tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peran masing-masing.

2. Tujuan Kemitraan
Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kesehatan untuk
mencapai Indonesia Sehat .

3. Prinsip Dasar Kemitraan


a. Kesetaraan
Setiap mitra dalam melaksanakan pembangunan kesehatan harus diberi
kepercayaan penuh, dihargai, dihormati, dan diberikan pengakuan dalam hal
kemampuan dan nilai-nilai yang dimiliki.
b. Keterbukaan
Setiap mitra dalam melaksanakan pembangunan kesehatan yakin dan percaya
setiap perjanjian akan dilakukan dengan terbuka, jujur, tidak saling
merahasiakan sesuatu.
c. Saling menguntungkan
Setiap mitra dalam melaksanakan pembangunan kesehatan akan
mendapatkan keuntungan dan manfaat bersama dari kemitraan tersebut.

4. Landasan Kemitraan
Dalam bermitra perlu diperhatikan beberapa landasan kemitraan sebagai berikut
a. Saling memahami kedudukan, tugas, fungsi dan struktur masing-masing
b. Saling memahami kemampuan (capacity)
c. Saling menghubungi (linkage)
d. Saling mendekati (proximity)
e. Saling bersedia membantu dan dibantu (openess)
f. Saling mendorong dan mendukung (support)
g. Saling menghargai (reward)

5. Landasan Kemitraan
Dari berbagai pengalaman kemitraan baik secara global dan lokal, maka
diketahui beberapa kunci sukses kemitraan sebagai berikut:
a. Adanya komitmen/kesepakatan bersama
b. Adanya kerjasama yang harmonis

122
c. Adanya koordinasi yang baik
d. Adanya kepercayaan antar mitra
e. Adanya kejelasan tujuan yang akan dicapai
f. Adanya kejelasan peran dan fungsi dari masing-masing mitra
g. Adanya keterlibatan yang berkesinambungan

6. Pelaku Kemitraan
Pelaku kemitraan adalah semua pihak, semua komponen masyarakat dan unsur
pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, Perguruan Tinggi, media masa,
penyandang dana,dll, khususnyakalangan swasta. Berikut ini beberapa contoh
pelaku kemitraan : (a) Sektor Kesehatan (Lintas Program) Seperti : Program
Kesehatan Perkotaan, program keluarga, Gizi, Imunisasi, Diare, Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM),
Kesehatan Lingkungan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(PP-PL) dan lain-lain; (b) Sektor di luar kesehatan dan Legislatif Seperti : Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Departemen Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan
Nasional, Kementerian Pertanian, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementerian
Agama, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian
Tenaga Kerja, Perguruan Tinggi, dan lain-lain; (c) Organisasi Profesi Seperti:
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), PPNI, Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), HAKLI, Perkumpulan Pendidikan
dan Promosi Kesehatan Masyarakat Indonesia (Perkumpulan PPKMI), dll; (d)
Organisasi Sosial Masyarakat/LSM/Organisasi Wanita, Organisasi Pemuda,
Organisasi Keagamaan, dan lain-lain. e. Kelompok Media massa; (f)
Swasta/dunia usaha.

7. Peran Mitra
Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan sesuai keadaan, masalah dan
potensi para mitra. Adapun peran mitra sebagai berikut :
a. Inisiator.
Memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan operasionalisasi
Indonesia Sehat.
b. Motor / dinamisator
Sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan, kegiatan bersama, dll.
c. Fasilitator
Memfasilitasi, memberi kemudahan sehinggakegiatan kemitraan dapat
berjalan lancar.
d. Anggota aktif
Berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
e. Peserta kreatif
Sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif
f. Pemasok input teknis
Memberi masukan teknis (Program Kesehatan)
g. Dukungan sumber daya
Memberi dukungan sumber daya sesuai keadaan, masalah dan potensi
yang ada.
Beberapa contoh peran para mitra dapat dikemukakan berikut ini :(a) Sektor
Kesehatan (Lintas Program), Peran: sebagai penggerak, perumus
standar/pedoman; (b) Sektor di luar kesehatan,Peran : sebagai pengembang
kebijakan lingkungan dan perilaku sehat; (c) Organisasi Profesi, Peran : memberi
masukan, pengembangan, dukungan sumber daya dan peran aktif. (d) Organisasi
Sosial Masyarakat/LSM ,Peran : memberi masukan, pengembangan, dukungan
sumber daya, peran aktif; (e) Media massa, Peran : memberi masukan,
penyebarluasan informasi; dan (f) Swasta, Peran : memberi dukungan sumber
daya dalam bentuk sarana, dana dan tenaga.

123
8. Langkah-Langkah Dalam Kemitraan.
Untuk mengembangkan kemitraan dalam promosi kesehatan dapat dilakukan
beberapa langkah kegiatan sebagai berikut :
a. Penjajagan
Mencakup identifikasi, pengenalan calon mitra dengan segala potensi
yang dimiliki.
b. Penyamaan persepsi
Tujuannya diperoleh pandangan yang sama dalam penanganan masalah
yang dihadapi bersama, maka para mitra perlu bertemu untuk saling
memahami kedudukan, tugas dan fungsi serta peran masing-masing
secara terbuka dan kekeluargaan. Penyamaan persepsi ini dapat
dilakukan melaluiforum-forum yang sudah ada, atau melalui forum
khusus.
c. Pengaturan peran
Tujuannya agar masing-masing mitra mengetahui perannya dalam
penanggulangan suatu masalah. Apaperan sektor kesehatan, peran sektor
lain, dan peran swasta sangatlah penting untuk dipahami dandisepakati
bersama. Lebih baik pengaturan peran ini tertulis secara jelas dan
merupakan dokumen yang resmi.Untuk mencapai indikator Indonesia
Sehat 2010 potensi para mitra dapat diarahkan dalam upaya mencapai
indikator tersebut. Misalnya untuk indikator perilaku tidak merokok,
dapat melibatkan LSM-LSM yang berperan dalam kegiatan anti rokok,
sarana pelayanan kesehatan berperan membantu orang-orang yang ingin
berhenti merokok, Yayasan Lembaga Konsumen berperan dalam somasi
iklan rokok.
d. Komunikasi intensif
Untuk menjalin dan mengetahui perkembangan kemitraan maka perlu
dilakukan komunikasi antar mitra secara teratur dan terjadwal. Dimana
permasalahan yang dihadapi di lapangan dapat langsung diselesaikan.
Hal ini perlu untuk melihat masing-masing mitra apakah sudah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan peran dan tujuan yang ingin
dicapai, dapat juga untuk pemantauan.
e. Melakukan kegiatan
Harus dilaksanakan dengan baik sesuai dengan rencana kerja tertulis
yang telah disepakati bersama. Mitra yang sudah sepakat untuk mencapai
tujuan Indonesia Sehat 2010, perlu melaksanakan kegiatan sesuai dengan
togas pokok dan fungsi dari masing-masing mitra tersebut. Pelaksanaan
kegiatan tersebut biasanya dilaksanakan bersama-sama atau sendiri-
sendiri. Seperti Program Penanggulangan Masalah Merokok, Kampanye
konsumsi buah dan sayur yang kaya serat.
f. Pemantauan dan penilaian
Kegiatan ini juga harus disepakati sejak awal dalam pelaksanaan kegiatan
kemitraan. Hasil dan pemantauan dan penilaian ini dapat dipergunakan
untuk penyempurnaan kesepakatan yang telah dibuat.

Advokasi

Advokasi merupakan suatu cara perawat untuk meningkatkan partisipasi secara aktif
komunitas. Perawat membantu masyarakat untuk dalam mengambil keputusan
secara mandiri. Advokasi merupakan suatu usaha sistematik dan terorganisir, untuk
mempengaruhi dan mendesak terjadinya perubahan dalam kebijakan public secara
bertahap maju dan semakin baik. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan advokasi yang efektif dan berkesinambungan

124
1) Pengertian.
Advokasi adalah aksi strategis yang ditujukan untuk menciptakan kebijakan
public yang bermanfaat bagi masyarakat atau mencegah munculnya kebijakan
yang diperkirakan merugikan masyarakat (Socorro Reyes, Local Legislative
Advocacy Manual, Philippines : The Center For Legislative Development, 1997).
Advokasi merupakan suatu usaha sistematik dan terorganisir untuk
mempengaruhi dan mendesak terjadinya perubahan dalam kebijakan public
secara bertahap maju dan semakin baik (Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes
RI). Dalam pengertian lain advokasi adalah proses komunikasi yang terencana
untuk mendapatkan dukungan dan keputusan untuk pemecahan masalah, dan
suatu keberhasilan advokasi bisa dilakukan secara sistematis.Advokasi adalah
proses aplikasi informasi dan sumber daya yang digunakan untuk membuat suatu
perubahan terhadap suatu masalah di masyarakat.

2) Tujuan advokasi
Tujuan umum
Diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan, baik berupa
kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikutsertaan dalam kegiatan,
maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan usaha.
Tujuan Khusus
1. Adanya pemahaman atau pengenalan atau kesadaran.
2. Adanya ketertarikan atau peminatan atau tanpa penolakan.
3. Adanya kemauan atau kepedulian atau kesanggupan untuk membantu dan
menerima perubahan.
4. Adanya tindakan/perbuatan/kegiatan nyata (yang diperlukan).
5. Adanya kelanjutan kegiatan (kesinambungan kegiatan)

3) Sasaran dan Pelaku dalam Advokasi


Sasaran advokasi kesehatan adalah berbagai pihak yang diharapkan dapat
memberikan dukungan terhadap upaya kesehatan, khususnya para pengambil
keputusan dan penentu kebijakan di pemerintah, lembaga perwakilan rakyat,
mitra di kalangan pengusaha/swasta, badan penyandang dana, media masa,
organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan. Semuanya bukan hanya
berpotensi mendukung, tetapi juga mentang atau berlawanan atau merugikan
kesehatan.
Pelaku Advokasi adalah siapa saja yang peduli terhadap upaya kesehatan, dan
memandang perlu adanya mitra untuk mendukung upaya tersebut. Pelaku
advokasi dapat berasal dari kalangan pemerintah, swasta, perguruan tinggi,
organisasi profesi, LSM, dan tokoh berpengaruh. Diharapkan mereka
memahamipermaalahan kesehatan, mempunyai kemampuan advokasi khusunya
melakukan pendekatan persuasif, dapat dipercaya, dan sedapat mungkin
dihormati atau setidaknya tidak tercela khusunya di depan kelompok sasaran.

4) Pendekatan dan Langkah dalam Advokasi


Kata kunci dalam proses atau kegiatan advokasi ini adalah pendekatan persuasif,
secara dewasa, dan bijak, sesuai keadaan, yang memungkinkan tukar pikiran
secara baik (free choice). Menurut UNFPA dan BKKBN (2002), terdapat lima
pendekatan utama dalam advokasi, yaitu melibatkan para pemimpin, bekerja
dengan media massa, membangun kemitraan, memobilisasi massa, dan
membangun kapasitas. Strategi advokasi dilakukan melalui pembentukan koalisi,
pengembangan jaringan kerja, pembangunan institusi, pembuatan forum, dan
kerjasama bilateral.
Langkah-langkah Pokok dalam Advokasi meliputi : (1) Identifikasi dan analisis
masalah atau isu yang memerlukan advokasi; (2) Identifikasi dan analisis
kelompok sasaran; (3) Siapkan dan kemas bahan informasi; (4) Rencanakan

125
teknik atau cara kegiatan operasional dan (5) Laksanakan kegiatan, pantau dan
evaluasi serta lakukan tindak lanjut.

Supervisi

1. Pengertian Supervisi
Supervisi adalah suatu proses kemudahan untuk penyelesaian tugas-tugas
keperawatan (Swansburg & Swansburg, 1999). Supervisi adalah merencanakan,
mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong,
memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap
perawat dengan sabar, adil serta bijaksana (Kron, 1987).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa supervisi merupakan
suatu cara yang efektif untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Tujuan Supervisi
Memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan
tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan
tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik (Suarli, 2009).

3. Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas kerja, peningkatan ini erat kaitannya
dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin
terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan
dan bawahan.
b. Dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja, peningkatan ini erat kaitannya
dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga
pemakaian sumber daya (tenaga, harta, dan sarana) yang sia-sia akan
dapat dicegah (Azwar 1996, dalam Nursalam, 2007).
Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, maka sama artinya bahwa
tujuan organisasi telah tercapai dengan baik.

4. Prinsip-Prinsip Supervisi
Agar supervisi dapat dijalankan dengan baik maka seorang suprvisor harus
memahami prinsip- prinsip supervisi dalam keperawatan sebagai berikut :
a. Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi
b. Didasarkan atas hubungan profesional dan bukan pribadi.
c. Kegiatan direncanakan secara matang.
d. Bersifat edukatif, supporting dan informal.
e. Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksana keperawatan
f. Membentuk hubungan kerjasama yang demokratis antara supervisor dan
staf.
g. Harus objektif dan sanggup mengadakan “self evaluation”.
h. Harus progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan kelebihan
masing-masing perawat yang disupervisi.
i. Konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan
kebutuhan.
j. Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan.
k. Suprvisi dilakukan secara teratur dan berkala.
l. Supervisi dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan
perkembangan.

126
5. Cara Supervisi
Supervisi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung, penerapannya
disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta tujuan supervisi.
a. Supervisi Langsung :
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung.
Cara supervisi ini ditujukan untuk bimbingan dan arahan serta mencegah
dan memperbaiki kesalahan yang terjadi.
Cara supervisi terdiri dari :
1) Merencanakan
Seorang supervisor, sebelum melakukan supervisi harus membuat
perencanaan tentang apa yang akan disupervisi, siapa yang akan
disupervisi, bagaimana tekniknya, kapan waktunya dan alasan
dilakukan supervisi (Kron, 1987).
2) Mengarahkan
Pengarahan yang dilakukan supervisor kepada staf meliputi
pengarahan tentang bagaimana kegiatan dapat dilaksanakan sehingga
tujuan organisasi dapat tercapai. Dalam memberikan pengarahan
diperlukan kemampuan komunikasi dari supervisor dan hubungan
kerjasama yang demokratis antara supervisor dan staf.
3) Membimbing
Agar staf dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, maka dalam
melakukan suatu pekerjaan, staf perlu bimbingan dari seorang
supervisor. Supervisor harus memberikan bimbingan pada staf yang
mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya, bimbingan harus
diberikan dengan terencana dan berkala. Staf dibimbing bagaimana
cara untuk melakukan dan menyelesaikan suatu pekerjaan.
Bimbingan yang diberikan diantaranya dapat berupa : pemberian
penjelasan, pengarahan dan pengajaran, bantuan, serta pemberian
contoh langsung.
4) Memotivasi
Supervisor mempunyai peranan penting dalam memotivasi staf untuk
mencapai tujuan organisasi. Kegiatan yang perlu dilaksanakan
supervisor dalam memotivasi antara lain adalah :
a) Memberikan dukungan positif pada staf untuk menyelesaikan
pekerjaan.
b) Memberikan kesempatan pada staf untuk menyelesaikan
tugasnya dan memberikan tantangan-tantangan yang akan
memberikan pengalaman yang bermakna.
c) Memberikan kesempatan pada staf untuk mengambil
keputusan sesuai tugas limpah yang diberikan.
d) Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan
staf.
e) Menjadi role model bagi staf.
5) Mengobservasi (Nursalam, 2007)
Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi staf dalam
melaksanakan tugasnya sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan
sesuai dengan yang diharapkan, maka supervisor harus melakukan
observasi terhadap kemampuan dan perilaku staf dalam
menyelesaikan pekerjaan dan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh
staf.

127
6) Mengevaluasi
Evaluasi merupakan proses penilaian pencapaian tujuan, apabila
suatu pekerjaan sudah selesai dikerjakan oleh staf, maka diperlukan
suatu evaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan
rencana yang telah disusun sebelumnya.
Evaluasi juga digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut
sudah dikerjakan sesuai dengan ketentuan untuk mencapai tujuan
organisasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara menilai langsung
kegiatan, memantau kegiatan melalui objek kegiatan. Apabila suatu
kegiatan sudah di evaluasi, maka diperlukan umpan balik terhadap
kegiatan tersebut.

b. Supervisi Tidak Langsung


Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis, seperti laporan pasien dan
catatan asuhan keperawatan dan dapat juga dilakukan dengan
menggunakan laporan lisan seperti saat timbang terima dan ronde
keperawatan. Pada supervisi tidak langsung dapat terjadi kesenjangan
fakta, karena supervisor tidak melihat langsung kejadian dilapangan.
Oleh karena itu agar masalah dapat diselesaikan , perlu klarifikasi dan
umpan balik dari supevisor dan staf.

128
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J.N., & Spredley, B.W. (2001). Community health nursing : concept and
practice. Philadelphia : Lippincot.

Anderson, E.T. & McFarlane, J. (2000). Community as partner: Theory and


practice in nursing. Philadelphia : Lippincot.

Azrul Azwar, 2001, Ilmu Kesehatan Masyarakat , Jakarta. Binarupa.

Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta. (2004). Manajemen


pemberdayaan masyarakat. Pemda Provinsi DKI Jakarta : Jakarta.

Departemen Kesehatan RI .(2003). Kemitraan menuju Indonesia sehat 2010.


Jakarta : Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan RI.

Entjang, Indan, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, Citra Aditya Bakti.

Ervin, N.E. (2002). Advanced community health nursing practice : population


focused care. New Jersey : Pearson Education,Inc.

Green, L.W & Kreuteur, M.W. (1991). Health promotion planning : An educational
and environmental approach. London : Mayfield Publishing Company.

Helvie, C.O. (1998). Advanced practice nursing in the community. California: SAGE
Publication Inc.

Hitchcock, J.E., Scubert, P.E., & Thomas, S.A. (1999). Community health nursing:
Caring in action. USA: Delmar Publishers.

Kementerian Kesehatan RI, Rencana Stategis Kemenkes Tahun 2015-2019,


Kemenkes RI : 5-27, 2015a

Kementerian Kesehatan RI, Sistem Kesehatan Nasional, Kemenkes RI : 3-84, 2012b

Kementerian Kesehatan RI, Pusat Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI : 3-108,


2014c

Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan


Kesehatan Masyarakat di Puskesmas, Kemenkes RI : 4-32, 2006d

Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat


dan Bidan, Kemenkes RI : 4-32, 2006e

Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Keperawatan


Keluarga, Kemenkes RI : 4-22, 2010f

Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Kegiatan Perawat Kesehatan Masyarakat di


Puskesmas, Kemenkes RI : 4-76, 2006g

BPJS Kesehatan (2014) Panduan Layanan bagi Peserta BPJS Kesehatan. Jakarta:
BPJS Kesehatan.

129
Jekel, F. J. (2007) Epidemiology, Biostatistics, and Preventive Medicine.
Philadelphia: Saunders Elsevier.

Kemenkes RI (2012) Sistem Kesehatan Nasional, Kemenkes RI. Jakarta: Kemenkes


RI.

Kemenkes RI (2014) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Jakarta: Kemenkes


RI.

Kemenkes RI (2015) Rencana strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019. Jakarta:


Kemenkes RI.

Kemenkes RI (2016a) Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan


Pendekatan Keluarga. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI (2016b) Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga,


Kemenkes RI. Available at:
http://www.depkes.go.id/article/view/17070700004/program-indonesia-
sehat-dengan-pendekatan-keluarga.html (Accessed: 19 November 2017).

Kementerian PPN/Bapennas (2016) Factsheets tujuan pembangunan berkelanjutan


(TPB)/Sustainable development goals/SDGs. Jakarta: Kementerian
PPN/Bapennas.

Kementerian PPN/Bapennas (2017a) Ringkasan metadata indikator tujuan


pembangunan berkelanjutan (TPB)/Sustainable development goals/SDGs.
Jakarta: Kementerian PPN/Bapennas.

Kementerian PPN/Bapennas (2017b) Terjemahan & target global tujuan


pembangunan berkelanjutan (TPB)/Sustainable development goals/SDGs.
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenes.

Tim Penyusun Bahan Sosialisasi & Advokasi JKN (2013) Buku Pegangan Sosialisasi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jakarta: Kemenkes RI.

Tim Pustaka Yustisia (2014) Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Kesehatan dari
BPJS. Jakarta: Visimedia.

WHO (2016a) Universal Health Coverage (UHC), Media centre. Available at:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs395/en/ (Accessed: 18
November 2017).

WHO (2016b) World Health Statistics 2016: Monitoring Health for the SDGs
Sustainable Development Goals. Jeneva: WHO.

WHO (2017) About WHO. Available at: http://www.who.int/about/en/ (Accessed: 19


November 2017).

130
131

Anda mungkin juga menyukai