KEPERAWATAN
KOMUNITAS
Batasan Komunitas
Dari sudut sosiologi, kata Community berasal dari bahasa latin “ munus” , yang
bermakna the gift (memberi), cum, dan together (kebersamaan) antara satu sama
lain. Dapat diartikan, komunitas adalah sekelompok orang yang saling berbagi dan
saling mendukung satu sama lain. Syarat pokok agar mereka dapat saling berbagi
dan saling mendukung adalah adanya interaksi social sehari-hari yang intensif.
Secara umum, komunitas adalah sekelompok orang yang hidup bersama pada
lokasi yang sama, sehingga mereka telah berkembang menjadi sebuah “ kelompok
hidup “ (group lives) yang diikat oleh kesamaan kepentingan (common interests).
Secara harfiah makna komunitas adalah “ masyarakat setempat “(Soekanto,1999).
Komunitas dapat diartikan juga sebagai sekumpulan anggota masyarakat yang hidup
bersama sedemikian rupa sehingga mereka dapat merasakan dapat memenuhi
kepentingan-kepentingan hidup yang utama. Artinya ada social relationship yang
kuat diantara mereka, pada suatu batasan geografi tertentu. Elemen dasar yang
membentuk adalah adanya interaksi yang intensif diantara anggotanya,
dibandingkan dengan orang-orang di luar batas wilayah. Ukuran derajat hubungan
social, terkait dengan kesamaan tujuan adalah pemenuhan kebutuhan utama
individu dan anggota pembentuk kelompok dalam masyarakat.
Ada beberapa batasan komunitas yang digunakan diantaranya adalah :
1. Komunitas adalah unit dari organisasi sosial dan teritorial, yang tergantung
dari besarnya dapat berupa RT, RW, desa dan kota (Ficken,1984)
2. Komunitas adalah sekelompok manusia serta hubungan yang ada di
dalamnya sebagaimana yang berkembang dan dipergunakan dalam suatu
agen, institusi serta lingkungan fisik yang lazim (Moe,1977)
3. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan lebih sering
dibandingkan dengan manusia lain yang berada di luarnya serta saling
tergantung untuk memenuhi keperluan barang dan jasa yang penting untuk
menunjang kehidupan sehari-hari (Wilson, 1970).
Dalam batasan komunitas ada tiga pengertian pokok yang kita temukan yaitu :
1. Pengertian kelompok manusia (Group people)
Pemahaman komunitas dalam kaitan kelompok manusia mempunyai arti
penting dalam mempelajari karakteristik sasaran.
Contoh : Komunitas lansia (umur), Komunitas wanita (jenis kelamin),
Komunitas Jawa (suku bangsa), Komunitas Islam (agama)
2. Pengertian tempat (place)
Pemahaman komunitas dalam kaitan tempat mempunyai arti penting dalam
menentukan lokasi sasaran.
Contoh : Komunitas rukun warga, komunitas desa, komunitas kota
3. Sistem social (Social system)
Pemahaman komunitas dalam kaitan sistem sosial mempunyai arti penting
dalam mempelajari interaksi sasaran.
Contoh : Komunitas petani, komunitas nelayan, komunitas pegawai negeri.
Dari tiga pengertian pokok diatas tentang komunitas, maka dapat disimpulkan
bahwa komunitas adalah sekelompok manusia yang hidup dan bertempat tinggal
dalam suatu wilayah yang sama, serta memiliki kegiatan dan atau mata pencaharian
yang sama untuk memenuhi kebutuhan hidup utama secara bersama.
1
Komponen Komunitas
Fungsi Komunitas
2
2. Gangguan pada fungsi dukungan bersama (mutual support) pada lansia
misalnya, dapat memperberat berbagai penyakit lansia.
3. Gangguan pada fungsi sosialisasi nilai-nilai moral, misalnya dapat
menimbulkan penyakit seksual.
Apabila kesehatan komunitas tidak mendukung, akan berpengaruh buruk tidak
hanya terhadap fungsi, tetapi juga komponen komunitas
Terjangkitnya wabah penyakit menular dapat mengganggu fungsi
produksi, distribusi dan umur harapan hidup meningkat akan
meningkatkan konsumsi (fungsi).
Menyebabkan jumlah penduduk lansia bertambah (komponen menurut
manusia)
3
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS
4
2. Semua masyarakat memiliki kebutuhan belajar kesehatan
3. Beberapa klien tidak mengenali kebutuhan belajarnya atau mereka
membutuhkan bantuan untuk kembali pada tingkat yang paling tinggi
kesejahteraannya.
4. Masyarakat menerima dan menggunakan informasi yang bermanfaat untuk
mereka. Selanjutnya pengetahuan harus memiliki arti.
5. Kesehatan yang baik dan pelayanan kesehatan yang diberikan pada
masyarakat akan mempengaruhi standar kehidupan.
6. Kesehatan adalah satu persaingan nilai pada klien dan memiliki perbedaan
prioritas pada waktu yang berbeda.
7. Konsep dan nilai-nilai kesehatan akan berbeda tergantung pada budaya,
keyakinan dan latar belakang sosial klien.
8. Otonomi masyarakat dan individu dapat diberikan proritas yang berbeda
tergantung pada waktu yang berbeda.
9. Klien secara fleksibel dan dapat berubah dengan perubahan dari dalam dan
rangsangan dari luar.
10. Klien dapat dimotivasi untuk tumbuh
11. Sehat adalah suatu pengaturan dinamis dari klien terhadap lingkungan yang
berubah.
12. Klien bergerak secara berbeda sepanjang rangkaian kesehatan pada waktu
yang berbeda.
13. Fungsi utama keperawatan kesehatan komunitas untuk membantu klien
untuk bergerak menuju tingkat kesejahteran yang tinggi.
14. Fungsi ini telah selesai dengen menggunakan kerangka kerja teori dan
pendekatan secara sistematis.
15. Pengetahuan kesehatan dan teknologi yang baru berkembang dalam waktu
yang cukup lama untuk mempertemukan perubahan kebutuhan kesehatan.
16. Dengan menggunakan dan berpartispasi pada perkembangan pengetahuan
dan teknologi baru, keperawatan kesehatan komunitas tetap sebagai suatu
kekuatan efektive di masyarakat.
5
Prinsip-Prinsip Yang Menjadi Pertimbangan Dalam Praktik
Keperawatan Komunitas
6
seperti tidak adekuatnya program makan siang di sekolah, tidak manusiawinya
kondisi rumah perawatan dan tingginya polusi air dari pembuangan industri.
4. Rehabilitasi
Pelayanan rehabilitasi yang berfokus untuk mengurangi kecacatan dan
ketidakberfungsian yang diberikan pada individu, keluarga dan komuniti. Pada
tingkat individu, perawat kesehatan komunitas bekerja sama dengan anggota
tim kesehatan, seperti fisioterapi, occupational therapy membantu seseorang
yang mengalami keterbatasan fisik (pasien stroke, penyakit jantung, amputasi
dan paralisis) untuk memulihkan derajat fungsi yang hilang, mencegah
kecacatan lebih lanjut dan mengembangkan ketrampilan baru yang
memungkinkan dilakukan secara mandiri. Banyak kelompok-kelompok
komunitas rehabilitasi yang membantu keluarga dan individu dengan masalah
kesehatan yang kronis. Misal perkumpulan kolostomi, kelompok
postmastectomy. Perawat kesehatan komunitas dapat membantu memberikan
informasi tentang bagaimana caranya menjangkau pelayanan-pelayanan yang
ada di komunitas.
5. Evaluasi
Melakukan evaluasi kesehatan dan pelayanan kesehatan pada tingkat individu,
nasional dan internasional adalah suatu komponen yang sangat penting dalam
praktik komunitas. Ini sangat membantu dalam (a) menetapkan efektivitas
aktifitas tindakan, (b) menetapkan kebutuhan dan (c) pengembangan
pelayanan. Misalnya bagaimana evaluasi penanganan korban yang memerlukan
rujukan dan program konseling secara komperhensif.
6. Riset
Riset, adalah komponen kritis praktik asuhan kesehatan komunitis, diberikan
untuk mengidentifikasi permasalahan dan meningkatkan metode untuk
pemberian pelayanan kesehatan. Peneliti dapat menginvestigasi (a) pola
penyakit dan kesehatan, (b) Kemungkinan penyebab dan memiliki arti untuk
pencegahan masalah spesifik, seperti kekerasan pada anak, bunuh diri, trauma
dan penyalah zat atau obat, (c) kurangnya pelayanan seperti day care center
atau pelayanan untuk lansia, (d) ketidakefektifan program pengobatan,
misalnya program untuk menurunkan berat badan, manajemen stress atau
program untuk menangani ketergantungan obat/zat, (e) efek dari perubahan
sosial dan lingkungan pada pelayanan yang ada, dan (f) penggunaan pelayanan
kesehatan yang ada.
7
ditelantarkan atau disiksa, mencegah cidera dan meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan normal.
2. Sekolah
Sekolah-sekolah di komunitas merupakan bagian masyarakat. Sistem sekolah
sangat penting untuk menghadapi peningkatan kompleksitas kesehatan
berkaitan dengan morbiditas pada anak-anak, seperti meningkatnya kasus
narkoba, kehamilan dan penyakit infeksi. Komponen inti dari program
kesehatan sekolah adalah pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dan
lingkungan yang sehat. Pelayanan kesehatan adalah bagian integral dari
program kesehatan sekolah. Perawat sekolah memberikan secara langsung
asuhan keperawatan di klinik sekolah, pengolalaan program imunisasi,
memberikan pendidikan kesehatan di kelas, mengkoordikasikan program
kesehatan anak sekolah, meningkatkan keselamatan dan melakukan advokasi
untuk program kesehatan anak sekolah pada tingkat lokal dan nasional.
3. Kesehatan kerja
Perawat kesehatan kerja mengorganisir kebutuhan yang diperlukan pekerja.
Fungsi utama dari perawat kesehatan kerja adalah melakukan tindakan
emergency dan meningkatkan kesehatan pekerja dan keselamatan. Perawat
kesehatan kerja saat ini dapat mengembangkan dan melakukan promosi
kesehatan, pemeliharaan kesehatan dan program manajemen resiko dan
konseling bagi para pegawai yang mengalami masalah kesehatan. Mereka juga
dapat melakukan asuhan keperawatan langsung, mengelola evaluasi program
dan menganalisa tempat kerja terkait dengan injuri dan terjadinya penyakit.
8
BAB III
PRIMARY HEALTH CARE (PHC)
Seperti Anda ketahui dalam World Health Essembly tahun 1977 telah ada
kesepakatan global yang dihasilkan untuk mencapai “Kesehatan Bagi Semua atau
Health For All” Pada Tahun 2000 ( KBS 2000 / HFA by The Year 2000 ), yaitu
tercapainya suatu derajat kesehatan yang optimal yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomi.
Selanjutnya pada tahun 1978 dalam Konferensi di Alma Alta, menetapkan
Primary Health Care (PHC) sebagai pendekatan atau strategi global untuk
mencapai Kesehatan Bagi Semua (KBS) atau Health For All by The Year 2000 (HFA
2000 ). Dalam konferensi tersebut Indonesia juga ikut menandatangani dan telah
mengambil kesepakatan global pula dengan menyatakan bahwa untuk mencapai
Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000 (HFA’2000 ) kuncinya adalah PHC ( Primary
Health Care ) dan Bentuk Operasional dari PHC tersebut di Indonesia dikenal
dengan PKMD (Pengembangan Kesehatan Masyarakat Desa ).
DEFINISI PHC
9
TUJUAN PHC
Apa yang menjadi tujuan umum PHC ?, yang menjadi tujuan umumnya adalah
mendapatkan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan, sehingga
akan dicapai tingkat kepuasan pada masyarakat yang menerima pelayanan.
Sedangkan yang menjadi tujuan khusus adalah 1) Pelayanan harus mencapai
keseluruhan penduduk yang dilayani; 2) Pelayanan harus dapat diterima oleh
penduduk yang dilayani; 3) Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari
populasi yang dilayani; dan 4) Pelayanan harus secara maksimum menggunakan
tenaga dan sumber-sumber daya lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
FUNGSI PHC
Pada tahun 1978, dalam konferensi Alma Alta ditetapkan prinsip-prinsip PHC
sebagai pendekatan atau strategi global guna mencapai kesehatan bagi semua. Lima
prinsip PHC sebagai berikut :
10
Gambar. 3.2 Upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan masyarakat
ELEMEN PHC
11
CIRI-CIRI PELAKSANAAN PHC
Pelaksanaan PHC memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1) Pelayanan yang utama dan
dekat dengan masyarakat; 2) Pelayanan yang menyeluruh; 3) Pelayanan yang
terorganisasi; 4) Pelayanan yang mementingkan kesehatan individu maupun
masyarakat; 5) Pelayanan yang berkeseninambungan; 6) Pelayanan yang progresif;
7) Pelayanan yang berorentassi pada keluarga; 8) Pelayanan yang tidak
berpandangan kepada salah satu aspek saja.
Sebagai seorang perawat tanggung jawab apa yang dilakukan dalam PHC ?.
Tanggung jawab perawat dalam PHC meliputi : 1) Mendorong partisipasi aktif
masyarakat dalam pengembangan dan implementasi pelayanan kesehatan dan
program pendidikan kesehatan; 2) Kerjasama dengan masyarakat, keluarga dan
individu; 3) Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri
pada masyarakat 4) Memberikan dukungan dan bimbingan kepada petugas
pelayanan kesehatan dan kepada masyarakat dan 5) Koordinasi kegiatan
pengembangan kesehatan masyarakat.
12
BAB IV
EPIDEMIOLOGI
PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI
Pusat perhatian dari epidemiologi pada : tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat
kematian (mortalitas) suatu penyakit dalam hubungannya dengan faktor-faktor/
variabel kesehatan, demografi dan sosial ekonomi
KEPENTINGAN EPIDEMIOLOGI
METODE EPIDEMIOLOGI
1. Studi Deskriptif.
Studi untuk menentukan frekuensi suatu penyakit, jenis atau karakteristik
orang-orang yang menderita penyakit tersebut, di suatu daerah tertentu dalam
jangka waktu tertentu. Informasi dianalisis untuk menunjukkan distribusi
13
atribut (data kualitatif/karakter tetap, misalnya jenis kelamin) serta distribusi
variabel (data kuantitatif/karakter bervariasi, misalnya umur). Studi deskriptif
menggambarkan hasil pengamatan dalam suatu jangka waktu tertentu
(transversal/cross-sectional). Dalam perkembangannya, observasi terhadap
populasi dapat diulangi dan/atau diteruskan untuk memperoleh pola perluasan
dan penyebaran (studi longitudinal). Surveilance, observasi terus-
menerusterhadap suatu penyakit untuk deteksi wabah, termasuk dalam studi ini.
KONSEP SEHAT
Konsep Sakit
Walaupun secara umum konsep sakit lebih mudah ditentukan, tetapi dalam hal-hal
tertentu akan sama sulitnya dengan penentuan batasan sehat, karena itu sampai
sekarang konsep sakit masih menjadi perdebatan dan belum terdapat batasan yang
baku.
14
Seperti halnya konsep sehat maka konsep sakit pun merupakan proses yang
dinamis dan bersifat relatif. Proses dinamis ini diibaratkan sebagai bandul lonceng
yang senantiasa bergerak berayun-ayun tiada hentinya. Demikian dengan kesehatan
seseorang, hari ini sehat, mungkin besok sakit kemudian sehat kembali dan
seterusnya sampai meninggal. Sakit merupakan proses yang bersifat relatif dan dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. Seseorang (A) yang pada gambar EKG menunjukkan adanya kelainan, tetapi
seumur hidupnya tidak ada keluhan dan tidak membutuhkan pengobatan tanpa
adanya pembatasan aktifitas sehari-hari, sebaliknya (B) dengan gambaran EKG
yang sama dengan A, tetapi menimbulkan gejala dan membutuhkan pengobatan.
2. Dua orang mendapat infeksi yang sama, seorang dapat menjadi sakit dan
menimbulkan gejala serta membutuhkan pengobatan, tetapi yang seseorang lagi
tidak menjadi sakit.
Dari kedua contoh diatas timbul pertanyaan apakah orang yang menunjukkan
kelainan EKG dan terinfeksi sudah dianggap sakit walaupun tidak menunjukkan
gejala-gejala dan tidak menunjukkan pembatasan aktifitas sehari-hari atau harus
timbul gejala baru dianggap sakit ?. Sampai saat ini masih terjadi perbedaan
pendapat dan belum ada jawaban yang baku.
Konsep Penyakit
Penyakit adalah suatu manifestasi dari timbulnya gangguan atau kelainan pada diri
seseorang yang sehat. Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara
agen atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai pejamu atau host dan faktor
lingkungan yang mendukung.
1. Pejamu (host) adalah adalah faktor yang terdapat pada diri manusia yang
mempengaruhi timbulnya penyakit. Faktor tersebut banyak macamnya, antara
lain faktor keturunan, mekanisme pertahanan tubuh yang dimuliki (umum dan
khusus), umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, macam pekerjaan dan
kebiasaan hidup
2. Bibit penyakit (agen) adalah sustu substansi atau elemen yang hadir atau
ketidakhadirannya dapat menyebabkan atau menggerakan timbulnya penyakit.
Substansi atau elemen yang dimaksud dapat dibedakan atas dua macam yaitu
benda-benda biotis serta benda-benda nonbiotis.
3. Lungkungan adalah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar
yang mempengaruhi kehidupandan perkembangan suatu organisme, ke
dalamnya termasuk tidak hanya lingkungan fisik, tetapi juga lingkungan non
fisik seperti sosial dan budaya.
Proses interaksi ketiga faktor ini terjadi karena adanya agen penyabab penyakit
kontak dengan manusia sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan
lingkungan. Proses interaksi ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Pejamu Agen
Lingkungan
Proses interaksi ini dapat terjadi secara individu atau kelompok, misalnya proses
terjadinya penyakit TBC karena adanya mikrobakterium tuberkulosis yang kontak
15
dengan manusia sebagai pejamu yang rentan, daya tahan tubuh yang rendah dan
perubahan yang tidak sehat sebagai faktor lingkungan yang menunjang.
Faktor Agen
Agen sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup dan mati yang
terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.
Agen dapat berupa unsur :
Unsur hidup : virus, bakteri, jamur, parasit, protozoa, dan metazoa.
Unsur mati : fisika (sinar radioaktif), kimia (CO, obat-obatan, peptisida,
Hg,Cadmium, Arsen), Fisika (benturan atau tekanan).
Unsur pokok kehidupan : air, dan udara
Keadaan fisiologis : kehamilan, persalinan
Kebiasaan hidup : merokok, alcohol, narkotika dan lain-lain
Kelainan genitika : down syndrome
Faktor Pejamu
Pejamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor
resiko untuk terjadinya penyakit. Faktor ini disebut juga faktor intrinsik.
Faktor pejamu yang merupakan faktor resiko untuk timbulnya penyakit adalah
sebagai berikut.
1. Genetik, misalnya penyakit heriditer, seperti hemophilia, sickle cell anemia
dan gangguan 6 phosfatase
2. Umur, misalnya usia lanjut mempunyai resiko terkena karsinoma, penyakit
jantung, dll.
3. Jenis kelamin, misalnya penyakit gondok, kolesistitis, rheumatoid artritis,
diabetes mellitus (cenderung terjadi pada wanita) penyakit jantung dan
hipertensi (menyerang laki-laki).
4. Keadaan fisiologi. Kehamilan dan persalinan memudahkan terjadi berbagai
penyakit, seperti keracunan kehamilan, anemia dan psikosis pascapartum.
5. Kekebalan. Orang –orang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap suatu
penyakit akan mudah terserang penyakit tersebut.
6. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya, misalnya rheumatoid artritis yang
mudah kambuh.
7. Sifat-sifat manusia. Higiene perseorangan yang jelek akan mudah terserang
penyakit infeksi. Misalnya Balanitis, karsinoma penis bagi orang yang tidak
sirkumsisi.
Faktor Lingkungan
2. Lingkungan biologis.
Lingkungan biologis ialah semua mahluk hidup yang berada disekitar
manusia yaitu flora dan fauna, termasuk manusia. Misalnya dengan flora
16
yang berbeda akan mempunyai penyakit yang berbeda. Faktor lingkungan
biologis ini selain bakteri dan virus patogen, ulah manusia yang mempunyai
peran yang penting dalam terjadinya penyakit, bahkan dapat dikatakan
penyakit timbul karena ulah manusia.
Patogenitas
Yang dimaksud dengan patogenesis adalah kemampuan mikrorganisme untuk
menimbulkan penyakit pada pejamu. Dalam rumus dapat dituliskan sebagai berikut.
Jumlah kasus penyakit tertentu
Patogenitas = ------------------------------------------
Jumlah orang yang terinfeksi
Virulensi
Virulensi ialah kemampuan mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit yang
berat atau fatal. Ini berarti jumlah sustu penyakit dengan kasus yang berat dan fatal
dibagi dengan jumlah semua kasus penyakit tersebut. Rumusnya adalah
Jumlah kasus berat dan fatal
Virulensi = --------------------------------------------
Jumlah semua kasus penyakit tertentu
Tropisme
Tropisme ialah pemilihan jaringan atau organ yang diserang. Penyerangan terhadap
jaringan atau organ yang vital seperti otak atau jantung akan menimbulkan penyakit
yang berat dibandingkan dengan penyerangan terhadap jaringan atau organ saluran
pernapasan atau saluran pencernaan atau kulit
17
parathyphi, sebaliknya bila mikrorganisme selain menyerang manusia juga
menyerang hewan dapat dikatakan bahwa mikroorganisme yang cukup banyak.
Masa tunas adalah interval waktu antara pejamu (orang) yang terinfeksi oleh agen
penyebab penyakit sampai timbulnya gejala.
Setiap mikroorganisme mempunyai masa tunas yang berbeda tergantung pada :
1. Kecepatan berkembang biak. Makin cepat suatu mikroorganisme
berkembang biak, makin pendek pula masa tunas dan makin cepat
menimbulkan gejala.
2. Jumlah mikroorganisme. Salah satu faktor yang mempengaruhi lamanya
masa tunas adalah jumlah mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh
sebagai pejamu yang rentan. Makin banyak jumlah mikroorganisme yang
masuk ke dalam tubuh, makin cepat masa tunas.
3. Tempat masuknya mikroorganisme. Bila mikroorganisme masuk ke dalam
jaringan vital seperti otak atau jantung, akan makin cepat menimbulkan
gejala dibandingkan jaringan atau organ lain.
4. Derajat kekebalan. Bila pejamu memiliki kekebalan terhadap sustu penyakit
tertentu maka mikroorganisme patogen akan mengalami kesulitan untuk
menimbulkan gejala hingga masa tunas menjadi panjang atau sama sekali
tidak menimbulkan gejala.
Reservoir
18
melalui gigitan nyamuk yang menularkan manusia yang rentan, misalnya
malaria dan penyakit demam berdarah.
Karier
Manusia sebagai reservoir dapat berupa penderita atau sebagai pembawa penyakit
(karier). Bila sebagai penderita, berarti sudah menunjukkan gejala klinis dan
membutuhkan pengobatan. Sedangkan karier ialah orang yang bersangkutan
walaupun telah terinfeksi, tetapi tanpa gejala klinis dan merupakan sumber
penularan yang potensial. Karier dapat terjadi pada :
1. Masa tunas, misalnya penyakit hepatitis, morbili, varicela
2. Penyakit tanpa gejala, misalnya poliomielitis, infeksi meningokokus dan
hepatitis.
3. Masa pemulihan, misalnya difteri, hepatitis B, variola, morbili dan
salmonelosis
4. penyakit kronis, misalnya salmonela tifosa dan hepatitis.
Patogenik
Pada keadaan patogenik ini seseorang yang awalnya sehat menjadi sakit karena
intervensi yang dilakukan oleh alam atau orang yang bersangkutan secara sengaja
atau tidak sengaja. Intervensi alam dapat berupa banjir, gempa bumi dan letusan
gunung berapi. Intervensi yang bersangkutan, misalnya secara sengaja melalui
kebiasaan merokok,minum alkohol dan secara tidak sengaja misalnya termakan
terminum atau termakan makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri atau
zat-zat lain.
Patogresif
Keadaan awal patogresif adalah orang tersebut sakit dan menunjukkan gejala-gejala
klinis yang diikuti perkembangannya. Level dan Clark menggambarkan perjalanan
penyakit sebagai berikut :
1. Prapatogenesis
Menggambarkan periode dimana sesorang mulai terinfeksi tanpa gejala
klinis. Pada penyakit infeksi periode ini disebut masa tunas. Periode ini
berbeda setiap penyakit tergantung pada sifat bakteri (patogenitas, virulensi,
tropisme, jumlah bakteri dan lain-lain) dan manusia yang diserang.
2. Patogenesis
Adalah periode yang pada awalnya seseorang yang telah sakit dan timbul
gejala yang mengikuti. Dari gejala itu dapat diketahui kemungkinan yang
terjadi. Yaitu penyakit itu akan sembuh atau menjadi kronis atau sembuh
dengan menimbulkan gejala sisa atu cacat, atau meninggal dunia. Pada bagan
Level dan Clark tidak dijelaskan kondisi sebelum terinfeksi tetapi memiliki
resiko untuk terkena suatu penyakit.
Untuk melengkapi perjalanan suatu penyakit akan dijelaskan melalui tahap-tahap
sebagai kerikut :
19
Tahap peka
Tahap ini seseorang yang sehat memiliki faktor resiko atau predisposisi terkena
penyakit. Diantaranya faktor resiko tersebut adalah :
1. Genetika/etnik : sickle cell anemia
2. Kondisi fisik : kondisi fisik yang lemah, misalnya lelah, kurang tidur dan
kurang gizi mempunyai resiko penyakit infeksi.
3. Jenis kelamin : wanita lebih tinggi resikonya terkena penyakit diabetes
mellitus dan reumatoid artritis dibandingkan pria. Sebaliknya pria lebih
tinggi terkena penyakit jantung dan hipertensi.
4. Umur : bayi dan balita masih rentan terhadap perubahan lingkungan yang
memiliki resiko terkena penyakit infeksi, sedangkan usia lanjut memiliki
resiko terkena penyakit jantung dan kanker.
5. Sosial ekonomi : Tingkat sosial ekonomi rendah mempunyai resiko
timbulnya penyakit infeksi, sedangkan tingkat sosial ekonomi tinggi memiliki
resiko penyakit hipertensi, penyakit jantung koroner dan penyakit
kardiovaskuler.
6. Kebiasaan hidup : seseorang yang merokok memiliki resiko terkena penyakit
jantung dan karsinoma paru.
Tahap klinis
Pada tahap ini merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan fungsi organ yang
terkena dan menimbulkan gejala. Untuk menemukan penderita pada tahap ini relatif
tidak sulitm, terutama pada penyakit-penyakit yang menimbulkan gejala. Kesulitan
utama untuk mendiagnosa penyakit tahap ini adalah karena tidak semua penyakit
menimbulkan gejala yang jelas, bahkan setiap penyakit tidak selalu menimbulkan
gejala.
Manifestasi klinis pada tahap ini sangat bervariasi, mulai dari yang sangat ringan
dan tidak spesifik sampai dengan yang sangat berat atau meninggal dunia. Variasi ini
disebut Spektrum penyakit. Spektrum penyakit dapat digambarkan sebagai berikut.
Infeksi
Tidak
tampak
ringan sedang berat berat sekali mati
Subklinis Klinis
Tahap Ketidakmampuan
Tahap ini merupakan tahap ketika telah terjadi pembatan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Misalnya, gejala sisa sebagai akibat penyakit kardiovaskuler atau ruda
paksa.
Ketidakmampuan ini sifatnya bermacam-macam dan berdasarkan lama dan
sifatnya dapat dibagi menjadi :
20
1. Gangguan fungsi somatis atau psikis
2. Bersifat sementara atau menetap dan
3. Terjadinya lama atau singkat.
Pada penyakit akut biasanya terjadi pembatasan aktifitas dalam waktu yang singkat
dan bersifat sementara, sedangkan pada penyakit kronis biasanya berlangsung lama
atau menetap.
Pencegahan Penyakit
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang
yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara
garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan
khusus.
Pencegahan umum dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan kepada
masyarakat umum, misalnya pendidikan kesehatan masyarakat dan kebersihan
lingkungan. Pencegahan khusus ditujukan pada orang-orang yang mempunyai resiko
dengan melakukan imunisasi, misalnya imunisasi terhadap :
1. Tuberkulosis
2. Difteri
3. Pertusis
4. Tetanus
5. Poliomielitis
6. Morbili
7. Hepatitis
8. Sanitasi lingkungan yang kurang sehat
9. Kecelakaan dan keselamatan kerja
Pencegahan sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang
yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari
komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan.
Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara
dini dan pengadaan pengobatan yang capat dan tepat. Deteksi penyakit secara dini
dapat dilakukan cara :
1. penyaringan
2. pengamatan epidemiologis
3. survei epidemiologis dan
4. memberi pelayanan kesehatan sebaik-baiknya pada sarana pelayanan umum
atau praktik dokter.
Mengadakan pengobatan penyakit menular yang terdapat di masyarakat seperti
penyakit akibat hubungan seksual dapat melindungi orang lain terkena penyakit
tersebut. Dengan cara demikian, kita mengadakan pencegahan sekunder bagi
penderita dan pencegahan primer bagi orang yang beresiko terkena penyakit.
Pencegahan sekunder banyak dilakukan pada tahap kronis seperti hipertensi dan
diabetes mellitus. Hal ini karena kesulitan untuk mengadakan pencegahan primer.
21
Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rehabilitasi. Untuk pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan :
1. Memaksimalkan fungsi organ yang cacat
2. Membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan
3. Mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik
Pencegahan penyakit ini terus diupayakan selama orang yang menderita belum
meninggal dunia.
Mekanisme Transmisi
Terjadinya Infeksi
Infeksi pada manusia dapat terjadi dengan berbagai cara yang secara garis besar
dapat ditinjau dari sumbernya, perjalanannya dan cara mencapai manusia.
1. Sumber infeksi dapat berupa :
a. penderita : gonococcal opthalmia neonatorum
b. karier : hepatitis
c. geografi : antraks
d. Vektor : malaria, demam berdarah
e. Zoonosis : arbovirus
2. Berdasarkan perjalanannya, mikroorganisme dapat menimbulkan infeksi
pada manusia melalui :
a. udara : berupa droplet, debu (streptokokus)
b. makanan : seafood;
c. luka : tetanus
d. luka gigit : rabies;
e. konjungtiva : trakoma
f. plasenta : sifilis
3. Berdasarkan cara masukannya, mikroorganisme dapat secara langsung dan
tidak langsung.
Secara langsung dapat berupa :
a. bersin, batuk, kontak seksual
b. pemaparan jaringan oleh jamur, parasit atau bakteri
Secara tidak langsung dapat :
a. melalui udara, makanan, benda-benda, vektor.
Transmisi melalui vektor dapat terjadi secara :
22
a. mekanis : mikroorganisme tidak berkembang biak dalam tubuh vektor,
seperti pada infeksi usus melalui lalat.
b. biologis mikroorganisme berkembang biak mempunyai siklus
kehidupan dalam tubuh vektor, misalnya malaria dan demam
berdarah.
Ukuran Epidemiologi
Rasio
Rasio merupakan nilai relatif yang dihasilkan dari pembandingan dua nilai
kuantitatif yang pembilangnya tidak merupakan bagian dari penyebut. Misalnya
sebuah nilai kuantitatif A dan nilai kuantitatif lain adalah B maka rasio kedua nilai
tersebut adalah A/B.
Proporsi
Proporsi ialah perbandingan dua nilai kuantitatif yang pembilangnya merupakan
bagian dari penyebut. Proporsi, perbandingan menjadi : A/(A + B).
Angka
Angka merupakan proporsi dalam bentuk khusus- perbandingan antara pembilang
dan penyebut dinyatakan dalam batas waktu tertentu.
Insidensi merupakan kasus baru suatu penyakit yang terjadi dalam kurun waktu
tertentu. Ini merupakan cara terbaik untuk menentukan resiko timbulnya penyakit.
Incidence Rate
Incidence rate dari suatu penyakit tertentu adalah jumlah kasus baru yang terjadi di
kalangan pendudukalah proporsi kelompok individu yang terdapat dalam penduduk
selama periode waktu tertentu.
Jumlah kasus baru suatu penyakit selama periode tertentu
Incidence rate = --------------------------------------------------------- X 1000
Populasi yang mempunyai resiko
Prevalence rate
23
Attack Rate
Jumlah kasus selama epidemi
Periode Prevalence = ------------------------------------------- 1000
Populasi yang mempunyai resiko-resiko
Indeks kesehatan
Indeks kesehatan yang dapat digunakan banyak sekali, tetapi yang akan dibahas
hanya indeks yang banyak digunakan dalam epidemiologi yaitu :
1. Indeks fertilitas
2. Indeks morbiditas dan
3. Indeks mortalitas
Indeks Fertilitas
24
b. Angka kematian bayi (infant mortality rate/IMR)
Jumlah kematian umur 0-1 tahun yg dicatat selama 1 tahun
AKI = -----------------------------------------------------------------X 1000
Jumlah lahir hidup pada tahun yang sama
3. Angka Morbiditas
Jumlah penderita yang dicatat selama 1 tahun
Angka morbiditas = --------------------------------------------------------X 1000
Jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang sama
Pengukuran Resiko
Berbagai resiko kita hadapi sejak lahir. Resiko dapat diartikan sebagai suatu derajat
ketidakpastian yang biasanya terletak antara 0 dan 1. Ketidakpastian ialah orang
yang mempunyai resiko belum tentu akan terkena, tetapi sebaliknya orang tidak
mempunyai resiko dapat menderita. Kita resiko sama dengan nol bila terdapat
kepastian bahwa suatu peristiwa tidak akan terjadi dan resiko sama dengan satu bila
sustu peristiwa secara pasti terjadi. Keadaan ekstrem ini dalam praktik hampir tidak
terjadi. Yang dialami dalam praktik, besar resiko terletak antara 0 dan 1 atau 100 %.
25
Untuk mengetahui besarnya pengaruh pemaparan terhadap timbulnya penyakit
dapat dilakukan dengan membandingkan besarnya resiko antara kelompok terpajan
dengan kelompok tidak terpajan. Perbandingan tersebut dapat dilakukan secara
terpisah dengan menghitung besarnya resiko masing-masing kelompok.
Contoh :
1. Misalnya dari 1000 orang perokok, insidensi penyakit jantung koroner
sebanyak 50 orang. Besarnya resiko perokok untuk terkena penyakit jantung
koroner akibat merokok adalah : 50/1000 = 0,05 (5 %).
2. Misalnya dari 1000 orang bukan perokok, insiden penyakit jantung koroner
sebanyak 20 orang. Besar resiko bukan perokok untuk terkena penyakit
jantung koroner adalah : 20/1000 = 0,02 ( 2 %).
Resiko Atribut
Besarnya resiko atribut dapat diperoleh dengan menghitung selisih angka insidensi
kelompok terpajan dengan angka insidensi kelompok tidak terpajan dan hasilnya
dianggap sebagai akibat pemaparan oleh faktor penyebab penyakit (atribut).
Contoh :
Hubungan antara rokok dengan karsiono paru-paru
1. Dari 100 orang perokok berat ditemukan sebanyak 5 orang yang menderita
karsinoma paru-paru maka besar resiko = 0,05
2. Dari 100 orang bukan perokok ditemukan sebanyak 2 orang yang menderita
karsinoma paru-paru maka besarnya resiko = 0,02
Resiko atribut = 0,05 – 0,02 = 0,03
Maka resiko atribut diatas dapat dinyatakan bahwa 3 % insidensi karsinoma paru-
paru disebabkan karena rokok.
Resiko atribut bermanfaat untuk memperkirakan besarnya resiko yang dapat
dihindarkan bila ” atribut ” yang dianggap sebagai faktor penyebab penyakit
dihindarkan. Hal ini sangat penting untuk memberikan penerangan kepada
masyarakat tentang manfaat yang diperoleh bila faktor penyebab penyakit
dihindarkan dan berguna juga untuk menyusun rencana pencegahan penyakit.
Resiko Relatif
Bila angka insidensi kelompok terpajan dengan angka insidensi kelompok tidak
terpajan dibandingkan dengan cara menghitung rasio antara kedua kelompok
tersebut dinamakan resiko relatif atau risk ratio.
Uji tapis ialah cara untuk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui
suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan
antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak
menderita.
Uji tapis tidak dimaksudkan untuk mendiagnosis sehingga pada hasil tes uji tapis
yang positif harus dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif untuk menemukan
apakah yang bersangkutan memang sakit atau tidak, kemudian bagi yang
didiagnosisnya positif dilakukan pengobatan intensif agar tidak membahayakan bagi
dirinya maupun lingkungannya, khususnya bagi penyakit-penyakit menular.
26
Mendeteksi tanda dan gejala penyakit secara dini dan menemukan penyakit
sebelum menimbulkan gejala dapat dilakukan cara berikut :
1. Deteksi tanda dan gejala dini
Untuk dapat mendeteksi tanda dan gejala penyakit secara dini dibutuhkan
pengetahuan tentang tanda dan gejala yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dan masyarakat.
Dengan demikian bila timbulnya kasus baru dapat segera diketahui dan
diberikan pengobatan. Biasanya penderita datang untuk mencari pengobatan
setelah penyakit menimbulkan gejala dan gangguan kegiatan sehari-hari yang
berarti penyakit telah berada dalam stadium lanjut. Hal ini disebabkan
ketidakhuan dan ketidakmampuan penderita
2. Penemuan kasus sebelum menimbulkan gejala
Penemuan kasus ini dapat dilakukan dengan mengadakan uji tapis terhadap-
orang-orang yang tampaknya sehat, tetapi mungkin menderita penyakit.
Diagnosis dan pengobatan penyakit yang diperoleh dari penderita yang
datang mencari pengobatan setelah timbul gejala relatif sedikit sekali
dibandingkan dengan penderita tanpa gejala.
Kelompok orang
Yang tampak sehat
Tes
Pemeriksaan diagnostik
Pengobatan intesif
Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa pemeriksaan
laboratorium atau radiologis, misalnya :
Pemeriksaan gula darah dan
Pemeriksaan radiologis dan iji tapis penyakit TBC
Pemeriksaan tersebut harus dapat dilakukan :
Dengan cepat dapat memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut
(pemeriksaan diagnostik)
Tidak mahal
Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan dan
Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa
27
Dasar Pemikiran
Tujuan
Adapun tujuan dari uji tapis adalah :
1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap
orang-orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit yaitu
orang mempunyai resiko tinggi untuk terkena penyakit.
2. Dengan ditemukannya penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan
secara tuntas hingga mudah disembuhkan dan tidak membahayakan dirinya
maupun lingkungannya dan tidak menjadi sumber penularan hingga
epidemi dapat dihindari.
Sasaran
Sasaran utama dalam uji tapis adalah penyakit kronis seperti :
1. Infeksi bakteri (lepra, TBC, dll)
2. Infeksi virus (hepatitis)
3. penyakit non – infeksi antara lain :
a. hipertensi
b. diabetes mellitus
c. Penyakit jantung
d. Karsionoma serviks
e. Prostat dan
f. Glaukoma
4. AIDS
Uji tapis dapat dilakukan secara masal dan selektif. Uji tapis secara masal
dapat dilakukan pada penyakit TBC tanpa mempertimbangkan population at
risk. Cara ini dimaksudkan menjaring sebanyak mungkin kasus tanpa gejala
karena saat ini di Indonesia, TBC masih merupakan masalah serius. Uji tapis
secara spesifik dilakukan terhadap orang-orang yang mempunyai resiko terkena
seperti hipertensi yang dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.
28
informasi tentang penyakit musiman atau kecendrungan jangka panjang, perubahan
daerah penyebaran, kelompok resiko tinggi yang dirinci menurut umur, jenis
kelamin, suku, agama, sosial ekonomi dan penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan. Pengamatan epidemiologis secara garis besar dapat dilakukan secara
akitif dan pasif.
Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk
mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh
petugas kesehatan secara teratur semiggu sekali atau dua minggu sekali untuk
mencatat ada atau tidaknya kasus baru penyakit tertentu.
Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan
sarana pelayanan di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi
geografis tentang berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan-perubahan
yang terjadi dan kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut.
Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan,
sosial ekonomi, saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat kejadian yang
berkaitan dengan penyakit tertentu dan pecatatan tetap dilakukan walaupun tidak
ditemukan kasus baru.
Pengamatan aktif dilakukan bila :
1. Ditemukan penyakit baru
2. Penelitian tentang cara penyebaran yang baru suatu penyakit tertentu
3. Resiko tinggi terjadinya penyakit musiman dan
4. Penyakit tertentu yang timbul didaerah baru atau akan menimbulkan pengaruh
pada kelompok penduduk tertentu atau penyakit dengan insidensi yang rendah
mendadak terjadi peningkatan.
29
BAB V
SISTEM KESEHATAN NASIONAL
PENGERTIAN SKN
30
Gambar 4.1 Sistem Kesehatan Masyarakat
Seperti Anda ketahui penyusunan SKN ini dimaksudkan untuk menyesuaikan SKN
2009 dengan berbagai perubahan dan tantangan eksternal dan internal, agar dapat
dipergunakan sebagai pedoman dalam pengelolaan kesehatan baik oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan
lembaga swasta. Tersusunnya SKN ini mempertegas makna pembangunan kesehatan
dalam rangka pemenuhan hak asasi manusia, memperjelas penyelenggaraan
pembangunan kesehatan sesuai dengan visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 (RPJP-K), memantapkan kemitraan
dan kepemimpinan yang transformatif, melaksanakan pemerataan upaya kesehatan
yang terjangkau dan bermutu, meningkatkan investasi kesehatan untuk keberhasilan
pembangunan nasional.SKN ini merupakan dokumen kebijakan pengelolaan
kesehatan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
31
33,7% pada tahun 2006; 4) kunjungan baru (contact rate) ke fasilitas pelayanan
kesehatan meningkat dari 34,4% pada tahun 2005 menjadi 41,8% pada tahun 2007;
5) jumlah masyarakat yang mencari pengobatan sendiri sebesar 45% dan yang tidak
berobat sama sekali sebesar 13,3% (2007); 6) secara keseluruhan, kesehatan ibu
membaik dengan turunnya Angka Kematian Ibu (AKI);7) pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan meningkat dari75,4% (Riskesdas 2007) menjadi 82,2%
(Riskesdas 2010),sementara persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
meningkatdari 24,3% pada tahun 1997 menjadi 46% pada tahun 2007 dan meningkat
lagi menjadi 55,4% (Riskesdas 2010); 8) akses terhadap air bersih sebesar 57,7%
rumah tangga dan sebesar 63,5% rumah tangga mempunyai akses pada sanitasi yang
baik (Riskesdas 2007);9) akses terhadap air minum sebesar 45,1% dan akses
pembuangan tinja sebesar 55,5%, keduanya menggunakan kriteria MDG’s (Riskesdas
2010); 10) pada tahun 2007, rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas buang
air besar sebesar 24,8% dan yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah
sebesar 32,5%; 11) kontribusi penyakit menular terhadap kesakitan dan kematian
semakin menurun.
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya kesehatan antara lain : a) masih
terdapat disparitas geografi; kapasitas fiskal; belanja daerah; pendidikan;
infrastruktur; akses dan fasilitas pelayanan kesehatan; tumpang tindih sasaran
penanggulangan kemiskinan dan akses fasilitas publik (sumber Riset Fasilitas
Kesehatan 2011 dan sumber lainnya); b) akses rumah tangga yang dapat
menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan
pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan pulau-pulau kecil terdepan dan
terluar masih rendah; c) masih terdapat disparitas sumber daya antara lain:
ketersediaanlistrik 24 jam di puskesmas; d) masih terdapat disparitas kependudukan
antara lain: contraceptive prevalence rate (CPR) antar provinsi dan disparitas total
fertility rate (TFR); masih ditemui disparitas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan
cakupan imunisasi antar wilayah masih tinggi, yaitu: (1) cakupan pemeriksaan
kehamilan tertinggi 97,1% dan terendah67%; (2) cakupan imunisasi lengkap tertinggi
sebesar 73,9% dan cakupan terendah sebesar 17,3% (Riskesdas, 2007); (3) rata-rata
cakupan pemeriksaan kehamilan sebesar 61,4% (Riskesdas 2010); (4) rata-rata
cakupan imunisasi lengkap sebesar 53,8% (Riskesdas2010); e) Penyakit infeksi
menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol, terutama:
TB paru, malaria, HIV/AIDS, DBD dan Diare; f) Penyakit yang kurang mendapat
perhatian (neglected diseases),antara lain filariasis, kusta, dan frambusia cenderung
meningkatkembali, serta penyakit pes masih terdapat di berbagai daerah; g) Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan adanya peningkatan
kasus penyakit tidak menular, antara lain penyakit kardiovaskuler dan kanker secara
cukup bermakna,menjadikan Indonesia mempunyai beban ganda (double burden).
32
rendahnya sumbangan hasil penelitian, pengembangan, dan penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan bagi pembangunan kesehatan; c) masih lemahnya
sinergi kebijakan pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan bagi pembangunan kesehatan; d)
terbatasnya sumber daya manusia yang mempunyai kompetensidalam menjalankan
profesi peneliti kesehatan; d) terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi
dan produk teknologi kesehatan; e) masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk
memanfaatkan hasil penelitian dan mengembangkan teknologi dan produk teknologi
kesehatan; f) masih lemahnya dukungan penyelenggaraan penelitian,
pengembangan, dan penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan; g) hasil
penelitian, pengembangan, dan penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan
termasuk hasil penelitian kebijakan dan hukum kesehatan belum banyak
dimanfaatkan sebagai dasar perumusan kebijakan dan perencanaan program dalam
pengelolaankesehatan.
Pembiayaan Kesehatan
33
Gambar 4.3 Kegiatan Sosial Jaminan Kesehatan Nasional
Upaya pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan belum memadai, baik
jumlah, jenis, maupun kualitas tenaga kesehatan yang dibutuhkan.Selain itu,
distribusi tenaga kesehatan masih belum merata.Sejak tahun 2003 juga telah
dilaksanakan akreditasi pelatihan daninstitusi pelatihan untuk menjaga mutu
pelatihan di bidangkesehatan.
Permasalahan yang dihadapi dalam sumber daya manusia kesehatan antara lain :
a) pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan belum dapat
memenuhi kebutuhan sumber daya manusia untuk pembangunan kesehatan
terutama di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan serta daerah bermasalah
kesehatan; b) perencanaan kebijakan dan program sumber daya manusia kesehatan
masih lemah dan belum didukung dengan tersedianya sistem informasi terkait
sumber daya manusia kesehatan yang memadai; c) masih kurang serasinya antara
kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis sumber daya manusia kesehatan, kualitas
hasil pendidikan sumber daya manusia kesehatan dan pelatihan kesehatan pada
umumnya masih belum merata; d) dalam pendayagunaan sumber daya manusia
kesehatan, pemerataan sumber daya manusia kesehatan berkualitas masih kurang,
pengembangan karier, sistem penghargaan, dan sanksi belum sebagaimana
mestinya, regulasi untuk mendukung sumber daya manusia kesehatan masih
terbatas; e) danpembinaan dan pengawasan mutu sumber daya manusia kesehatan
masih kurang, dan dukungan sumber daya kesehatan pendukung masih kurang.
34
Pemberdayaan Masyarakat
Rumah tangga yang telah melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat meningkat
dari 27% pada tahun 2005 menjadi 36,3% pada tahun 2007, namun masih jauh dari
sasaran yang harus dicapai, yakni sekurang-kurangnya dengan target 60%.Jumlah
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), seperti Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), dan Pos Kesehatan Pesantren
(Poskestren) semakin meningkat, tetapi pemanfaatan dan kualitasnya masih
rendah.Tanggung jawab sosial perusahaan semakin lama semakin meningkat dan
mendapat respon dari masyarakat.Semakin meningkatnya kemitraan antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan organisasi masyarakat dalam berbagai
program kesehatan.
35
Gambar 4.6. Sedian Obat di Pelayanan Kesehatan
36
Tingkat Global dan Regional
ASAS SKN
Untuk menjamin efektifitas SKN, maka setiap pelaku pembangunan kesehatan harus
taat pada asas yang menjadi landasan bagi setiap program dan kegiatan
pembangunan kesehatan.
37
diselenggarakan dengan mengacu pada dasar a) perikemanusiaan; b)
pemberdayaan dan kemandirian; c) adil dan merata; d) dan pengutamaan dan
manfaat.
Perikemanusiaan. Pembangunan kesehatan harus berlandaskan pada prinsip
perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Tenaga kesehatan harus berbudi luhur,
memegang teguh etika profesi, dan selalu menerapkan prinsip perikemanusiaan
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan serta memiliki kepedulian sosial
terhadap lingkungan sekitar.
Pemberdayaan dan Kemandirian. Setiap orang dan masyarakat bersama dengan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berperan, berkewajiban, dan bertanggung jawab
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga,
masyarakat, dan lingkungannya.Pembangunan kesehatan harus mampu
meningkatkan danmendorong peran aktif masyarakat. Pembangunan kesehatan
dilaksanakan dengan berlandaskan pada kepercayaan atas kemampuan dan
kekuatan sendiri, kepribadian bangsa, semangat solidaritas sosial, gotong royong,
dan penguatan kesehatan sebagai ketahanan nasional.
Adil dan Merata. Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak
yang samadalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,tanpa
memandang suku, agama, golongan, dan status social ekonominya. Setiap orang
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Pengutamaan dan Manfaat. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan perorangan atau
golongan.Upaya kesehatan yang bermutu diselenggarakan denganmemanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta harus lebih mengutamakan
pendekatan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.Pembangunan
kesehatan diselenggarakan berlandaskan pada dasar kemitraan atau sinergisme yang
dinamis dan tata penyelenggaraan yang baik, sehingga secara berhasil guna dan
bertahap dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, beserta lingkungannya. Pembangunan kesehatan diarahkan
agar memberikan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi,
anak, manusia usia lanjut, dan masyarakat miskin.Perlu diupayakan pembangunan
kesehatan secara terintegrasi antarapusat dan daerah dengan mengedepankan nilai-
nilai pembangunankesehatan, yaitu: berpihak pada rakyat, bertindak cepat dan
tepat,kerja sama tim, integritas yang tinggi, dan transparansi serta akuntabilitas.
Dasar SKN
38
Manfaat.Setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap
warga negara.
Perlindungan.Setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus dapat
memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima
pelayanan kesehatan.
Keadilan.Setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus dapat memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan
pembiayaan yang terjangkau tanpa memandang suku, agama, golongan, dan status
sosial ekonominya.
Penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM).Sesuai dengan tujuan pembangunan
nasional dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yaitu untuk meningkatkan kecerdasan bangsa dan kesejahteraan rakyat,
maka setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus berdasarkan pada prinsip hak
asasi manusia. Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 antara lainmengamanatkan bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dengan tanpa membedakan suku, agama, golongan, jenis kelamin,
dan status social ekonomi.Begitu juga bahwa setiap anak dan perempuan berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Sinergisme dan Kemitraan yang Dinamis. SKN akan berfungsi baik untuk
mencapai tujuannya apabila terjadi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan
Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan sistem
serta subsistem lain di luar SKN. Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh
sector terkait, seperti pembangunan prasarana, keuangan, dan pendidikan perlu
berperan bersama dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan
nasional.Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang
kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat, termasuk
swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Kemitraan
tersebut diwujudkan dengan mengembangkan jejaring yang berhasil guna dan
berdaya guna, agar diperoleh sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Komitmen dan Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance).Agar SKN
berfungsi baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan, dan kerjasama yang
baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang baik (good governance).Pembangunan kesehatan diselenggarakan
secara demokratis, berkepastian hukum, terbuka (transparan), rasional, profesional,
serta bertanggung jawab dan bertanggung gugat (akuntabel).
Legalitas.Setiap pengelolaan dan pelaksanaan SKN harus didasarkan
padaketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Dalam
menyelenggarakan SKN, diperlukan dukungan regulasi berupa adanya berbagai
peraturan perundang-undangan yang responsif, memperhatikan kaidah dasar
bioetika dan mendukung penyelenggaraan SKN dan penerapannya (law
enforcement) dalam menjamin tata tertib pelayanan kesehatan untuk kepentingan
terbaik bagi masyarakat.
Antisipatif dan Proaktif. Setiap pelaku pembangunan kesehatan harus mampu
melakukan antisipasi atas perubahan yang akan terjadi, yang di dasarkan pada
pengalaman masa lalu atau pengalaman yang terjadi di negara lain. Dengan mengacu
pada antisipasi tersebut, pelaku pembangunan kesehatan perlu lebih proaktif
terhadap perubahan lingkungan strategis baik yang bersifat internal maupun
eksternal.
Gender dan Nondiskriminatif.Dalam penyelenggaraan SKN, setiap penyusunan
rencana kebijakan dan program serta dalam pelaksanaan program kesehatan harus
39
responsif gender.Kesetaraan gender dalam pembangunan kesehatan adalah
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan
hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
kegiatan pembangunan kesehatan serta kesamaan dalam memperoleh manfaat
pembangunan kesehatan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil
terhadap laki-laki dan perempuan dalam pembangunan kesehatan. Setiap
pengelolaan dan pelaksanaan SKN tidak membedakanperlakuan terhadap
perempuan dan laki-laki.
Kearifan Lokal. Penyelenggaraan SKN di daerah harus memperhatikan dan
menggunakan potensi daerah yang secara positif dapat meningkatkan hasil guna dan
daya guna pembangunan kesehatan, yang dapat diukur secara kuantitatif dari
meningkatnya peran serta masyarakat dan secara kualitatif dari meningkatnya
kualitas hidup jasmani dan rohani.Dengan demikian kebijakan pembangunan daerah
di bidang kesehatan harus sejalan dengan SKN, walaupun dalam praktiknya, dapat
disesuaikan dengan potensi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat di daerah
terutama dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar bagi rakyat.
Tujuan SKN
Kedudukan SKN
Suprasistem SKN.
Suprasistem SKN adalah Sistem Ketahanan Nasional. SKN bersama dengan berbagai
sistem nasional lainnya diarahkan untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia seperti
yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam kaitan ini, undang-
undang yang berkaitan dengan kesehatan merupakan kebijakan strategis dalam
pembangunan kesehatan.
40
Dalam pembangunan kesehatan, SKN merupakan acuan penyelenggaraan
pembangunan kesehatan di daerah.Kedudukan SKN terhadap berbagai Sistem
Kemasyarakatan, termasuk Swasta.Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat
ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama
terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. Di lain pihak, sebagai sistem
kemasyarakatan yang ada, termasuk potensi swasta berperan aktif sebagai mitra
dalam pembangunan kesehatan yang dilaksanakan sesuai SKN. Dalam kaitan ini
SKN dipergunakan sebagai acuan bagi masyarakat dalam berbagai upaya
kesehatan.Keberhasilan pembangunan kesehatan juga ditentukan oleh peran aktif
swasta.Dalam kaitan ini potensi swasta merupakan bagian integral dari SKN.Untuk
keberhasilan pembangunan kesehatan perlu digalang kemitraan yang setara,
terbuka, dan saling menguntungkan dengan berbagai potensi swasta.Sistem
Kesehatan Nasional dapat mewarnai potensi swasta, sehingga sejalan dengan tujuan
pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan.
Subsistem SKN
41
jumlah, jenis, dan kualitasnya, serta terdistribusi secara adil dan merata, sesuai
tuntutan kebutuhan pembangunan kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang
termasuk kelompok tenaga kesehatan, sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang
dimiliki terdiri dari tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan dan
kebidanan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi,
tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, dan tenaga kesehatan lainnya,
diantaranya termasuk peneliti kesehatan.SKN memberikan fokus penting pada
pengembangan dan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan guna
menjamin ketersediaan, pendistribusian, dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia kesehatan. Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan meliputi perencanaan kebutuhan dan program sumber daya manusia yang
diperlukan, pengadaan yang meliputi pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan
sumber daya manusia kesehatan, pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan,
termasuk peningkatan kesejahteraannya, dan pembinaan serta pengawasan mutu
sumber daya manusia kesehatan.
Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan. Subsistem ini
meliputi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan,hukum kesehatan, dan
informasi kesehatan.Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil
guna dan berdaya guna, diperlukan manajemen kesehatan.Peranan manajemen
kesehatan adalah koordinasi, integrasi, regulasi, sinkronisasi, dan harmonisasi
berbagai subsistem SKN agar efektif, efisien, dan transparansi dalam
penyelenggaraan SKN tersebut.Dalam kaitan ini peranan informasi kesehatan sangat
penting. Dari segi pengadaan data, informasi, dan teknologi komunikasi untuk
penyelenggaraan upaya kesehatan, pengembangan sumber daya manusia, dan
kegiatan lainnya, yang kegiatannya dapat dikelompokkan, antara lain: a)
pengelolaan sistem informasi; b) pelaksanaan sistem informasi; c) dukungan sumber
daya; dan d) pengembangan dan peningkatan sistem informasi kesehatan.
Subsistem Pemberdayaan Masyarakat. SKN akan berfungsi optimal apabila
ditunjang oleh pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat. Masyarakat
termasuk swasta bukan semata-mata sebagai sasaran pembangunan kesehatan,
melainkan juga sebagai subjek atau penyelenggara dan pelakupembangunan
kesehatan.Oleh karenanya pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting, agar
masyarakat termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku
pembangunan kesehatan.Dalam pemberdayaan perorangan, keluarga dan
masyarakat meliputi pula upaya peningkatan lingkungan sehat oleh masyarakat
sendiri dan upaya peningkatan kepedulian sosial dan lingkungan sekitar. Upaya
pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat akan berhasil pada hakekatnya
apabila kebutuhan dasar masyarakat sudah terpenuhi. Pemberdayaan masyarakat
dan upaya kesehatanpada hakekatnya merupakan fokus dari pembangunan
kesehatan.
42
data dan informasi dibidang kesehatan yang berdasarkan hasil
penelitian,pengembangan, penapisan teknologi dan produk teknologikesehatan akan
dijadikan dasar perumusan strategi, kebijakan,dan program upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, ketersediaan sediaan
farmasi, alatkesehatan, dan makanan, manajemen, informasi, dan regulasikesehatan,
serta pemberdayaan masyarakat.
Subsistem pembiayaan kesehatan diselenggarakan gunamenghasilkan
ketersediaan pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi
secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk
terselenggaranya upaya kesehatan secara merata, terjangkau, dan bermutu bagi
seluruh masyarakat. Tersedianya pembiayaan yang memadai juga akan menunjang
terselenggaranya subsistem upaya kesehatan, subsistem penelitian dan
pengembangan kesehatan, subsistem sumber daya manusia kesehatan, subsistem
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, subsistem manajemen, informasi, dan
regulasi kesehatan, serta subsistem pemberdayaan masyarakat.
Subsistem sumber daya manusia kesehatan diselenggarakan gunamenghasilkan
tenaga kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan jenis yang mencukupi,
terdistribusi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna
serta dikembangkan, sehingga upaya kesehatan dapat diselenggarakan sesuai dengan
kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Tersedianya tenaga kesehatan yang
mencukupi dan berkualitas juga akan menunjang terselenggaranya subsistem upaya
kesehatan, subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan,
subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan, subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan, serta subsistem
pemberdayaan masyarakat.SKN 9 Januari 2012 – Verbal Final
Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanandiselenggarakan guna
menjamin keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu semua produk sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan makanan yang beredar; menjamin ketersediaan, pemerataan,
dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial, perlindungan masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat, dan penggunaan obat yang
rasional, dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggitingginya. Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan saling
terkait dengan subsistem upaya kesehatan, subsistem penelitian dan pengembangan
kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sumber daya manusia
kesehatan, subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan, serta subsistem
pemberdayaan masyarakat, sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan
dengan berhasil guna dan berdaya guna.
Subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan diselenggarakan guna
menghasilkan fungsi-fungsi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, informasi
kesehatan, dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu menunjang
penyelenggaraan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna. Dengan
manajemen kesehatan yang berhasil guna
dan berdaya guna dapat diselenggarakan subsistem upaya kesehatan, subsistem
penelitian dan pengembangan kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan,
subsistem sumber daya manusia kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan, serta subsistem pemberdayaan masyarakat, sebagai suatu
kesatuan yang terpadu dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
Subsistem pemberdayaan masyarakat diselenggarakan gunamenghasilkan
individu, kelompok, dan masyarakat umum yang mampu berperan aktif dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan.Masyarakat yang berdaya akan berperan aktif
dalampenyelenggaraan subsistem upaya kesehatan, subsistem penelitiandan
pengembangan kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sumber daya
manusia kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, serta
subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan.
43
CARA PENYELENGGARAAN SKN
44
Sumber Daya Upaya Kesehatan. Sumber daya upaya kesehatan terdiri dari
sumber daya manusiakesehatan, fasilitas kesehatan, pembiayaan, sarana dan
prasarana, termasuk, sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta manajemen,
informasi, dan regulasi kesehatan yang memadai guna terselenggaranya upaya
kesehatan.Fasilitas kesehatan menyelenggarakan keseluruhan upaya kesehatan yang
terdiri dari penyelenggaraan upaya kesehatan tidak langsung yang mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan langsung.
Pembinaan dan Pengawasan Upaya Kesehatan. Pelayanan kesehatan harus
diberikan berdasarkan standar pelayananyang telah ditetapkan oleh Pemerintah
dengan memperhatikan masukan dari Pemerintah Daerah, organisasi profesi,
dan/ataumasyarakat.Pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan dilakukan secara
berjenjang melalui standarisasi, sertifikasi, lisensi, akreditasi, dan penegakan hukum
yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan organisasi profesi dan masyarakat.
Prinsip
Penyelenggaraan
Upaya Kesehatan.
Upaya kesehatan mencakup kesehatan fisik, mental, termasuk intelegensia dan
sosial.Upaya kesehatan dilaksanakan dalam tingkatan upaya sesuai dengan
kebutuhan medik dan kesehatan.Terdapat tiga tingkatan upaya, yaitu upaya
kesehatan tingkat pertama/primer, upaya kesehatan tingkat kedua/sekunder, dan
45
upaya kesehatan tingkat ketiga/tersier.Upaya kesehatan diselenggarakan secara
terpadu, berkesinambungan, dan paripurna melalui sistem rujukan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan melalui kegiatan: pelayanan
kesehatan; pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer;
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit; penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan; pelayanan kesehatan reproduksi; pelayanan keluarga
berencana; upaya kesehatan sekolah; upaya kesehatan olahraga; pelayanan
kesehatan pada bencana; pelayanan darah; pelayanan kesehatan gigi dan mulut;
penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran; upaya kesehatan
matra; pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
pengamanan makanan dan minuman; pengamanan zat adiktif; pelayanan forensik
klinik dan pelayanan bedah mayat; upaya kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, lanjut
usia dan penyandang cacat; upaya perbaikan gizi; upaya kesehatan jiwa; upaya
pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular dan upaya
pencegahan, pengendalian dan penanganan penyakit tidak menular; upaya
kesehatan lingkungan; dan upaya kesehatan kerja.
Peningkatan kesehatan dilakukan melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan
informasi dan/atau kegiatan lain untuk menunjangtercapainya hidup sehat.
Pencegahan penyakit dilakukan untuk menghindari atau mengurangi resiko,
masalah, dan dampak buruk akibat penyakit.Pelayanan kontrasepsi diselenggarakan
dengan tata cara berdaya guna dan berhasil guna serta diterima dan dilaksanakan
secara bertanggung jawab, untuk mendukung tercapainya penduduk tumbuh
seimbang.
Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan,
bedah plastik dan rekonstruksi, sertapenggunaan sel punca.Organ dan/atau jaringan
tubuh dilarangdiperjualbelikan dengan dalih apapun. Untuk penyelenggaraan bedah
plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas. Sedangkan pada
penggunaan sel punca dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.
Dalam penyelenggaraan kesehatan reproduksi terdapat batasan batasan yang
ketat dalam melakukan aborsi karena pada hakikatnya aborsi itu
dilarang.Penyelenggaraan pelayanan darah ditujukan untuk tujuan kemanusiaan dan
tidak untuk tujuan komersial.Rujukan di bidang upaya kesehatan perorangan dalam
bentuk pengiriman pasien, spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit dengan
memperhatikan kendali mutu dan kendali biaya, serta rujukan di bidang upaya
kesehatan masyarakat dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh tenaga kesehatan
yang kompeten dan berwenang serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
Dalam rangka peningkatan upaya kesehatan yang melibatkan lintas sektor
dipandang penting adanya pelayanan kesehatan tingkat internasional, pelayanan
kesehatan turisme, rehabilitasi medis penderita ketergantungan obat, pendidikan
profesionalitas tenaga kesehatan, dan kerja sama lainnya yang terkait.
Penyelenggaraan upaya kesehatan lainnya dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Upaya Kesehatan Primer.
Upaya Kesehatan Primer terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan primer dan
pelayanan kesehatan masyarakat primer.
Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP).
Pelayanan kesehatan perorangan primer adalah pelayanan kesehatan dimana terjadi
kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan perorangan primer memberikan penekanan pada
pelayanan pengobatan, pemulihan tanpa mengabaikan upaya peningkatan dan
pencegahan, termasuk di dalamnya pelayanan kebugaran dan gaya hidup sehat
(healthy life style).
46
Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan oleh tenaga kesehatan
yang dibutuhkan dan mempunyai kompetensi seperti yang ditetapkan sesuai
ketentuan berlaku serta dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja, maupun fasilitas
pelayanan kesehatan perorangan primer baik Puskesmas dan jejaringnya, serta
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya milik pemerintah, masyarakat, maupun swasta.
Dilaksanakan dengan dukungan pelayanan kesehatan
perorangan sekunder dalam sistem rujukan yang timbal balik.
Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan berdasarkan kebijakan
pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan
masukan dari Pemerintah Daerah, organisasi profesi, dan/atau masyarakat.
Pelayanan kesehatan perorangan primer dapat diselenggarakan sebagai
pelayanan yang bergerak (ambulatory) atau menetap, dapat dikaitkan dengan
tempat kerja, seperti klinik perusahaan; atau dapat disesuaikan dengan
lingkungan/kondisi tertentu (kesehatan matra,seperti: kesehatan haji, kesehatan
pada penanggulangan bencana, kesehatan transmigrasi, kesehatan di bumi
perkemahan, kesehatan dalam penanggulangan gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat, kesehatan dalam operasi dan latihan militer di darat, kesehatan kelautan
dan bawah air, kesehatan kedirgantaraan/penerbangan, dan kesehatan dalam situasi
khusus dan/atau serbaberubah).
Pemerintah wajib menyediakan pelayanan kesehatan perorangan primer di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai kebutuhan,
terutama bagi masyarakat miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar
dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta.
Pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan primer untuk penduduk miskin
dibiayai oleh Pemerintah, sedangkan golongan ekonomi lainnya dibiayai dalam
sistem pembiayaan yang diatur oleh Pemerintah.
Dalam pelayanan kesehatan perorangan termasuk pula pelayanankesehatan
berbasis masyarakat dalam bentuk seperti Pos KesehatanDesa (Poskesdes) dan
pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer yang secara ilmiah telah
terbukti terjamin keamanan dan khasiatnya.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP)
Pelayanan kesehatan masyarakat primer adalah pelayananpeningkatan dan
pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan sasaran
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer menjadi tanggung
jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang pelaksanaan operasionalnya dapat
didelegasikan kepada Puskesmas, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan primer
lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau
masyarakat.
Masyarakat termasuk swasta dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
masyarakat primer sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan
bekerja sama dengan Pemerintah/Pemerintah Daerah.
Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat primer ditanggung oleh
Pemerintah/Pemerintah Daerah bersama masyarakat, termasuk
swasta.Pemerintah/Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan membiayai
pelayanan kesehatan masyarakat primer yang berhubungan dengan prioritas
pembangunan kesehatan melalui kegiatan perbaikan lingkungan, peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit dan kematian serta paliatif.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat primer didukung kegiatan lainnya,
seperti surveilans, pencatatan, dan pelaporan yang diselenggarakan oleh institusi
kesehatan yang berwenang.
Pemerintah/Pemerintah Daerah dapat membentuk fasilitas pelayanan kesehatan
yang secara khusus ditugaskan untuk melaksanakan upaya kesehatan masyarakat
sesuai keperluan.Pembentukan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
47
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer mendukung upaya
kesehatan berbasis masyarakat dan didukung oleh pelayanan kesehatan masyarakat
sekunder.
Upaya Kesehatan Sekunder
Upaya kesehatan sekunder adalah upaya kesehatan rujukan lanjutan, yang terdiri
dari pelayanan kesehatan perorangan sekunder dan pelayanan kesehatan masyarakat
sekunder.
Pelayanan Kesehatan Perorangan Sekunder (PKPS)
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanankesehatan spesialistik
yang menerima rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan primer, yang meliputi
rujukan kasus,spesimen, dan ilmu pengetahuan serta dapat merujuk kembali ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan oleh dokter spesialis
atau dokter yang sudah mendapatkan pendidikan khusus dan mempunyai izin
praktik serta didukung tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan di tempat kerja maupun
fasilitas pelayanan kesehatan perorangan sekunder baik rumah sakit setara kelas C
serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya milik Pemerintah, Pemerintah Daerah,
masyarakat, maupun swasta.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder harus memberikan pelayanan kesehatan
yang aman, sesuai, efektif, efisien dan berbasis bukti (evidence based medicine) serta
didukung pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi kesehatan.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder yang bersifat tradisional, alternatif dan
komplementer dilaksanakan berafiliasi dengan atau di rumah sakit pendidikan.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dapat dijadikan sebagai wahana
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pendidikan
dan pelatihan.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan kesehatan dari
pelayanan kesehatan masyarakat primer dan memberikan fasilitasi dalam bentuk
sarana, teknologi, dan sumber daya manusia kesehatan serta didukung oleh
pelayanan kesehatan masyarakat tersier.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menjadi tanggung
jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Provinsi sebagai fungsi teknisnya,
yakni melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak sanggup atau tidak
memadai dilakukan pada pelayanan kesehatan masyarakat primer.
Dalam penanggulangan penyakit menular yang tidak terbatas pada suatu batas
wilayah administrasi pemerintahan (lintas kabupaten/ kota), maka tingkat yang lebih
tinggi (provinsi) yang harus menanganinya.
Fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat
sekunder dibangun sesuai dengan standar. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat milik swasta harus mempunyai izin sesuai peraturan yang berlaku serta
dapat bekerja sama dengan unit kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah, seperti
laboratorium kesehatan, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), Balai
Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK), dan lain-lain.
Upaya Kesehatan Tersier
Upaya kesehatan tersier adalah upaya kesehatan rujukan unggulan yang terdiri dari
pelayanan kesehatan perorangan tersier dan pelayanan kesehatan masyarakat
tersier.
Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT).
Pelayanan kesehatan perorangan tersier menerima rujukan subspesialistik dari
pelayanan kesehatan di bawahnya, dan dapat merujuk kembali ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang merujuk.
Pelaksana pelayanan kesehatan perorangan tersier adalah dokter subspesialis
atau dokter spesialis yang telah mendapatkan pendidikan khusus atau pelatihan dan
48
mempunyai izin praktik dan didukung oleh tenaga kesehatan lainnya yang
diperlukan.
Pelayanan kesehatan perorangan tersier dilaksanakan di rumah sakitumum, rumah
sakit khusus setara kelas A dan B, baik milik Pemerintah, Pemerintah Daerah
maupun swasta yang mampu memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik dan
juga termasuk
klinik khusus, seperti pusat radioterapi.
Pemerintah mengembangkan berbagai pusat pelayanan unggulan nasional yang
berstandar internasional untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan
menghadapi persaingan global dan regional.
Fasilitas pelayanan kesehatan perorangan tersier dapat didirikan melalui modal
patungan dengan pihak asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pelayanan kesehatan perorangan tersier wajib melaksanakan penelitian dan
pengembangan dasar maupun terapan dan dapat dijadikan sebagai pusat pendidikan
dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier (PKMT)
Pelayanan kesehatan masyarakat tersier menerima rujukan kesehatan dari pelayanan
kesehatan masyarakat sekunder dan memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana,
teknologi, sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan operasional, serta
melakukan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat dan
penapisan teknologi dan produk teknologi yang terkait.
Pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tersier adalah Dinas Kesehatan
Provinsi, unit kerja terkait di tingkat provinsi, Kementerian Kesehatan, dan unit
kerja terkait di tingkat nasional.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat tersier menjadi tanggung jawab Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan yang didukung dengan kerja sama
lintas sector. Institusi pelayanan kesehatan masyarakat tertentu secara nasional
dapat dikembangkan untuk menampung kebutuhan pelayanan kesehatan
masyarakat.
49
perlindungan terhadap masyarakat dan tenaga kesehatan selaku penyelenggara
upaya kesehatan.
50
Subsistem Pembiayaan Kesehatan
51
Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan adalah tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang
terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin
ketersediaan dan keterjangkauannya guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan terdiri dari: a) komoditi; b) sumber daya; c) pelayanan
kefarmasian; d) pengawasan; dan e) pemberdayaan masyarakat.
Prinsip-prinsip subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, danmakanan terdiri
dari: a) aman, berkhasiat, bermanfaat, dan bermutu; b) tersedia, merata, dan
terjangkau; c) rasional; d) transparan dan bertanggung jawab; dan e)
kemandirian.Penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan,
danmakanan terdiri dari: a) upaya ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan
obat dan alat kesehatan; b) upaya pengawasan untuk menjamin persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat, mutu produk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan
penyalahgunaan obat dan alat kesehatan; c) upaya penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian; d) upaya penggunaan obat yang rasional; dan e) upaya kemandirian
sediaan farmasi melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri.
52
masyarakat; b) edukatif dan kemandirian; c) kesempatan mengemukakan pendapat
dan memilih pelayanan kesehatan; dan d) kemitraan dan gotong royong.
Penyelenggaraan subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari:a) penggerakan
masyarakat; b) pengorganisasian dalam pemberdayaan; c) advokasi; d) kemitraan;
dan e) peningkatan sumber daya.
53
BAB VI
SISTEM PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA
Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) didirikan pada
7 April 1948, dimana sekarang lebih dari 7000 orang dari lebih 150 negara yang
bekerja di 150 kantor negara, di 6 kantor regional dan di kantor pusat Jenewa Swiss.
Dalam konstitusi WHO memiliki beberapa prinsip-prinsip yang mendasarinya yaitu :
Kesehatan adalah keadaan kesehatan fisik, mental dan sosial yang lengkap
dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan.
Kenikmatan standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai bila salah satu
hak dasar setiap manusia tanpa membedakan ras, agama, kepercayaan
politik, kondisi ekonomi atau sosial.
Kesehatan semua orang sangat penting bagi pencapaian perdamaian dan
keamanan dan bergantung pada kerja sama sepenuhnya individu dan negara.
Pencapaian negara manapun dalam promosi dan perlindungan kesehatan
adalah nilai bagi semua.
Perkembangan yang tidak setara di berbagai negara dalam mempromosikan
kesehatan dan pengendalian penyakit, terutama penyakit menular,
merupakan bahaya umum.
Perkembangan anak yang sehat sangat penting; Kemampuan untuk hidup
harmonis dalam lingkungan total yang berubah sangat penting untuk
pengembangan semacam itu.
Penyebar luasan kepada semua orang tentang manfaat pengetahuan medis,
psikologis dan pengetahuan sangat penting untuk pencapaian kesehatan
sepenuhnya.
Opini yang diinformasikan dan kerja sama aktif dari masyarakat merupakan
hal yang sangat penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk kesehatan masyarakat mereka
yang dapat dipenuhi hanya dengan penyediaan tindakan kesehatan dan sosial
yang memadai(WHO, 2017).
Sejalan dengan misi untuk memberikan kepemimpinan global dalam kesehatan
masyarakat, WHO mempekerjakan spesialis kesehatan, dokter medis, ilmuwan, ahli
epidemiologi dan juga orang-orang yang memiliki keahlian di bidang administrasi
dan keuangan, sistem informasi, ekonomi, statistik kesehatan serta kesiapsiagaan
dan respons darurat.Kegiatan yang dilakukan WHO selama ini adalah :
Memberikan kepemimpinan pada hal-hal yang penting untuk kesehatan dan
terlibat dalam kemitraan dimana diperlukan tindakan bersama;
Membentuk agenda penelitian dan merangsang generasi, terjemahan dan
penyebaran pengetahuan yang berharga;
Menetapkan norma dan standar dan mempromosikan dan memantau
pelaksanaannya;
Mengartikulasikan pilihan kebijakan berbasis etika dan bukti;
Memberikan dukungan teknis, mengkatalisasi perubahan, dan membangun
kapasitas kelembagaan yang berkelanjutan; dan
Memantau situasi kesehatan dan menilai tren kesehatan.
Program prioritas WHO dalam kepemimpinan meliputi lingkup : 1) sistem
kesehatan; 2) penyakit tidak menular; 3) promosi kesehatan; 4) penyakit menular; 5)
kesiapsiagaan, pengawasan dan respon; dan 6) layanan perusahaan (WHO, 2017).
WHO selama ini mendukung negara-negara anggota karena mereka
mengkoordinasikan upaya berbagai sektor pemerintah dan mitra, termasuk dana dan
yayasan, organisasi masyarakat sipil dan sektor swasta untuk mencapai tujuan
54
kesehatan mereka dan mendukung kebijakan dan strategi kesehatan nasional
mereka. Salah satu fungsi utama WHO adalah mengarahkan dan mengkoordinasikan
kerja kesehatan internasional dengan mempromosikan kolaborasi, memobilisasi
kemitraan dan menggembleng upaya berbagai pelaku kesehatan untuk menanggapi
tantangan kesehatan nasional dan global.WHO bermitra dengan negara-negara,
sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), organisasi internasional, masyarakat sipil,
yayasan, akademisi, lembaga penelitian -dengan masyarakat dan masyarakat untuk
memperbaiki kesehatan mereka dan mendukung perkembangan mereka(WHO,
2017).
55
Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan Agenda 2030 dengan tujuan untuk
menggalakkan upaya untuk mengakhiri kemiskinan, menanggulangi
ketidaksetaraan, mendorong hak asasi manusia dan memberikan perhatian terhadap
keterkaitan antara kemajuan sosial dan ekonomi serta perlindungan lingkungan
hidup.Indonesia adalah negara demokratis terbesar dengan 250 juta penduduk yang
terdistribusi di 34 propinsi dan 514 propinsi. Sejak tahun 2000, Indonesia telah
menerapkan kebijakan desentralisasi yang memberikan otonomi kepada pemerintah
daerah untuk merencanakan pembangunan di daerah mereka.
Pelaksanaan MDGs telah menghasilkan berbagai kemajuan bermakna di berbagai
sektor tetapi upaya lebih lanjut dengan kemitraan yang kuat dibutuhkan untuk tidak
hanya meningkatkan tetapi juga memperluas berbagai kemajuan. Indonesia secara
aktif berpartisipasi dalam berbagai diskusi Post 2015 Development Agenda dan
selanjutnya di rapat-rapat TPB/SDGs di tingkat dunia; dan memfasilitasi diskusi di
tingkat nasional(Kementerian PPN/Bapennas, 2017a). Di forum-forum ini,
rekomendasi dari pakar internasional dan nasional dan pelaksanaan MDGs di
berbagai negara digali dan dikonsolidasikan untuk membentuk upaya-upaya
pembangunan nasional dan subnasional. Kegiatan transisi yang kompleks ini
memungkinkan penyelarasan berbagai prioritas pembangunan nasional dengan
agenda TPB/SDGs dunia (lihat infobox: TPB/SDGs di RPJMN).
Di bawah pimpinan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) dan dengan kerjasama erat dari berbagai pemangku kepentingan,
Indonesia memulai upaya-upaya intensif untuk mengintegrasian TPB/SDGs lebih
lanjut ke dalam rencana pembangunan nasional dan subnasional dengan
ketersediaan alokasi anggaran untuk pembangunan berkesinambungan dan
konsisten dengan konteks setempat. Lokalisasi TPB/SDGs dilakukan dengan 3
penekananan: Pengarusutamaan, Percepatan pencapaian TPB/SDGs dan Dukungan
kebijakan -- atau Mainstreaming, Acceleration of SDGs attainment and Policy
Supports (MAPS) – yang dapat diterapkan secara bersamaan.TPB/SDGs tercermin
dalam 20 prioritas pembangunan nasional yaitu : 1). Pembangunan Manusia, 2).
Pertumbuhan Ekonomi, 3). Kependudukan & KB, 4). Pendidikan, 5). Kesehatan, 6).
Gender, 7). Perlindungan Anak, 8). Pangan & Nutrisi, 9). Energi, 10). Maritim, 11).
Infrastruktur, 12). Air & Sanitasi, 13). Lingkungan Hidup, 14). Ketidaksetaraan, 15).
Pembangunan Perkotaan & Pedesaan, 16). Tata Kelola Pemerintahan, 17). Politik &
Demokrasi, 18). Keamanan & Pertahanan, 19). Kemiskinan, dan 20). Kemitraan
Global. 96 dari 169 target SDGs telah terintegrasi. Jumlah dapat berubah sejalan
dengan perkembangan(Kementerian PPN/Bapennas, 2016).
56
berencana; upaya kesehatan sekolah; upaya kesehatan olahraga; pelayanan
kesehatanpada bencana; pelayanan darah; pelayanan kesehatan gigi danmulut;
penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran;upaya kesehatan
matra; pengamanan dan penggunaan sediaanfarmasi dan alat kesehatan;
pengamanan makanan dan minuman; pengamanan zat adiktif; pelayanan forensik
klinik dapelayananbedah mayat; upaya kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, lanjut
usiadan penyandang cacat; upaya perbaikan gizi; upaya kesehatan jiwa;upaya
pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakitmenular dan upaya
pencegahan, pengendalian dan penangananpenyakit tidak menular; upaya kesehatan
lingkungan; dan upayakesehatan kerja(Kemenkes RI, 2012).
Peningkatan kesehatan dilakukan melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan
informasi dan/atau kegiatan lain untuk menunjangtercapainya hidup sehat.
Pencegahan penyakit dilakukan untuk menghindari atau mengurangi resiko,
masalah, dan dampak buruk akibat penyakit.Pelayanan kontrasepsi diselenggarakan
dengan tata cara berdaya guna dan berhasil guna serta diterima dan dilaksanakan
secara bertanggung jawab, untuk mendukung tercapainya penduduk tumbuh
seimbang.Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan,
bedah plastik dan rekonstruksi, sertapenggunaan sel punca.Organ dan/atau jaringan
tubuh dilarangdiperjualbelikan dengan dalih apapun. Untuk penyelenggaraan bedah
plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas. Sedangkan pada
penggunaan sel punca dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi(Kemenkes RI,
2012).
Penyelenggaraan kesehatan reproduksi terdapat batasan batasan yang ketat
dalammelakukan aborsi karena pada hakikatnya aborsi itu dilarang.
Penyelenggaraan pelayanan darah ditujukan untuk tujuan kemanusiaan dan tidak
untuk tujuan komersial.Rujukan di bidang upaya kesehatan perorangan dalam
bentuk pengiriman pasien, spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit dengan
memperhatikan kendali mutu dan kendali biaya, serta rujukan di bidang upaya
kesehatan masyarakat dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh tenaga kesehatan
yang kompeten dan berwenang serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.Dalam rangka peningkatan upaya kesehatan yang
melibatkan lintas sektor dipandang penting adanya pelayanan kesehatan tingkat
internasional, pelayanan kesehatan turisme, rehabilitasi medis penderita
ketergantungan obat, pendidikan profesionalitas tenaga kesehatan, dan kerja sama
lainnya yang terkait. Penyelenggaraan upaya kesehatan lainnya dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku(Kemenkes RI,
2012).
57
perorangan sekunder dalam sistem rujukan yang timbal balik.
Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan berdasarkan kebijakan
pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan
masukan dari Pemerintah Daerah, organisasi profesi, dan/atau masyarakat.
Pelayanan kesehatan perorangan primer dapat diselenggarakan sebagai
pelayanan yang bergerak (ambulatory) atau menetap, dapat dikaitkan dengan
tempat kerja, seperti klinik perusahaan; atau dapat disesuaikan dengan
lingkungan/kondisi tertentu (kesehatan matra,seperti: kesehatan haji, kesehatan
pada penanggulangan bencana, kesehatan transmigrasi, kesehatan di bumi
perkemahan, kesehatan dalam penanggulangan gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat, kesehatan dalam operasi dan latihan militer di darat, kesehatan kelautan
dan bawah air, kesehatan kedirgantaraan/penerbangan, dan kesehatan dalam situasi
khusus dan/atau serbaberubah).
Pemerintah wajib menyediakan pelayanan kesehatan perorangan primer di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai kebutuhan,
terutama bagi masyarakat miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar
dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta.Pembiayaan pelayanan kesehatan
perorangan primer untuk penduduk miskin dibiayai oleh Pemerintah, sedangkan
golongan ekonomi lainnya dibiayai dalam sistem pembiayaan yang diatur oleh
Pemerintah.Dalam pelayanan kesehatan perorangan termasuk pula pelayanan
kesehatan berbasis masyarakat dalam bentuk seperti Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) dan pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer yang secara
ilmiah telah terbukti terjamin keamanan dan khasiatnya(Kemenkes RI, 2014).
58
Upaya Kesehatan Sekunder
Upaya kesehatan sekunder adalah upaya kesehatan rujukan lanjutan, yang terdiri
dari pelayanan kesehatan perorangan sekunder dan pelayanan kesehatan masyarakat
sekunder.
59
lainnya yang diperlukan.Pelayanan kesehatan perorangan tersier dilaksanakan di
rumah sakitumum, rumah sakit khusus setara kelas A dan B, baik milik Pemerintah,
Pemerintah Daerah maupun swasta yang mampu memberikan pelayanan kesehatan
subspesialistik dan juga termasukklinik khusus, seperti pusat radioterapi.
Pemerintah mengembangkan berbagai pusat pelayanan unggulan nasional yang
berstandar internasional untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan
menghadapi persaingan global dan regional. Fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan tersier dapat didirikan melalui modal patungan dengan pihak asing
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan kesehatan
perorangan tersier wajib melaksanakan penelitian dan pengembangan dasar maupun
terapan dan dapat dijadikan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan(Kemenkes RI, 2012).
60
3. Early diagnosis and promt treatment (diagnosis dini dan
pengobatan segera)
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk kedalam tingkat dimulainya
atau ditimbulnya gejala- gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini
dilaksanakan dalam upaya mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut
serta dampak dari timbulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran.
Bentuk tingkat pelayanan kesehatan ini dapat berupa kegiatan :
pencarian/penemuan kasus baik secara individu maupun masyarakat,
penyaringan/screening, survey penyakit, pemeriksaan selektif, kunjungan
teratur ke fasilitas pelayanan kesehatan, pelarangan digunakan bahan
makanan yang telah rusak, pemberian pengobatan sesuai penyakit,
pemeriksaan lingkungan secara berkala, dan deteksi kadar pencemaran
udara, air dan tanah.
4. Disability limitation (pembatasan cacat)
Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar seseorang atau
masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibat penyakit yang
ditimbulkannya. Tingkat ini dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang
memiliki potensi kecacatan. Bentuk kegiatan yang dapat di lakukan dapat
berupa : pengobatan dan perawatan penderita, tindakan medis tertentu
seperti amputasi anggota gerak, lobectomy pada klien TB paru, pengobatan
yang tepat.
5. Rehabilitation (rehabilitasi)
Bentuk pelayanan ini dilakukan setelah seseorang yang proses penyakitnya
telah berhenti atau sembuh dari penyakit. Pada tahap ini seseorang
dipulihkan kesehatannya pada keadaan semula, atau paling tidak berusaha
mengembalikan seseorang pada keadaan yang dipandang sesuai dan mampu
melangsungkan fungi kehidupannya. Rehabilitasi yang dilakukan meliputi
fisik, mental dan sosial. Ada beberapa bentuk tindakan yang dilakukan pada
tingkat pelayanan ini seperti : pemasangan protese pada bagian yang
diamputasi, fisioterapi penderita dengan kelemahan, psikoterapi pada
penderita gangguan jiwa, melatih kemampuan dalam perawatan diri,
menyediakan tempat atau ketrapilan yang mengalami kecacatan(Jekel,
2007).
UHC atau jaminan kesehatan cakupan semesta dimanamemiliki arti bahwa semua
individu dan masyarakat menerima layanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa
mengalami kesulitan keuangan. Ini termasuk spektrum penuh layanan kesehatan
berkualitas dan penting, mulai dari promosi kesehatan sampai pencegahan,
pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan paliatif.UHC memungkinkan setiap orang
mengakses layanan yang menangani penyebab penyakit dan kematian yang paling
penting, dan memastikan kualitas layanan tersebut cukup baik untuk meningkatkan
kesehatan orang-orang yang menerimanya.Melindungi orang dari konsekuensi
keuangan untuk membayar layanan kesehatan dari kantong mereka sendiri
mengurangi risiko bahwa orang-orang akan terdorong masuk ke dalam kemiskinan
karena tidak terduga(WHO, 2016a).
Secara adil dalam mengakses pelayanan kesehatan menggunakan prinsip
keadilan vertikal. Pada prinsip keadilan vertikal ditegaskan, warga dalam
berkontribusi dalam pembiayaan kesehatan ditentukan berdasarkan kemampuan
membayar (ability to pay), bukan berdasarkan kondisi kesehatan/ kesakitan
seorang. Melalui keadilan vertikal, orang berpendapatan lebih rendah membayar
biaya yang lebih rendah daripada orang berpendapatan lebih tinggi untuk pelayanan
kesehatan dengan kualitas yang sama. Dengan kata lain, biaya tidak boleh menjadi
61
hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan (needed care,
necessary care).
Upaya untukmelindungi warga terhadap risiko finansial dibutuhkan sistem
pembiayaan kesehatan pra-upaya (prepaid system), bukan pembayaran pelayanan
kesehatan secara langsung (direct payment, out-of-pocket payment, dan fee-for-
service). Pada prepaid system terdapat pihak yang menjamin pembiayaan kesehatan
warga sebelum warga sakit dan menggunakan pelayanan kesehatan. Dengan
demikian sistem pra-upaya berbeda dengan pembayaran langsung yang tidak
menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan sebelum warga sakit dan menggunakan
pelayanan kesehatan (WHO, 2005).
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang dalam masa transisi
menuju sistem pelayanan kesehatan universal. Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) No.4 /2004 mewajibkan setiap warga di Indonesia memiliki
akses pelayanan kesehatan komprehensif yang dibutuhkan melalui sistem pra-upaya.
JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) merupakan program jaminan kesehatan yang
diluncurkan tahun 2014 bersifat universal dan menyeluruh. Didalam JKN sudah
termasuk peserta yang membayar iuran, BPJS (Badan Pengelola Jaminan Sosial)
Kesehatan sebagai pengelola dan fasilitas kesehatan yang memberikan
pelayanan(Tim Penyusun Bahan Sosialisasi & Advokasi JKN, 2013). BPJS Kesehatan
merupakan badan yang mengelola keuangan dan penjaminan program JKN, dimana
peserta JKN mendapat KIS (Kartu Indonesia Sehat). Universal Health Coverage
(UHC) telah ditargetkan oleh pemerintah Indonesia pada 1 Januari 2019 mendatang.
Setiap tahun BPJS Kesehatan menargetkan jumlah penduduk yang menjadi peserta
terus bertambah dari 156,7 juta jiwa (2015) ke 188,7 juta (2016), 223 juta (2017),
235,1 juta (2018), dan mencapai 257,5 juta atau seluruh pendudukpada 2019(Tim
Pustaka Yustisia, 2014).
Peserta JKN meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI.
Peserta PBI meliputi orang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu,
sedangkan peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang yang tidak mampu meliputi : 1) pekerja penerima upah dan keluarganya; 2)
pekerja bukan penerima upah dan keluarganya; dan 3) bukan pekerja dan
keluarganya. Cara pembayaran BPJS kesehatan fasilitas kesehatan tingkat pertama
dengan sistem kapitasi dan ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dengan
sistem INA CBG’s. Jenis pelayanan yang akan diperoleh peserta JKN yaitu pelayanan
kesehatan serta akomodasi dan ambulan(BPJS Kesehatan, 2014).
Program utama pembangunan kesehatan pada saat ini adalah Program Indonesia
Sehat dimana merupakan salah satu program dari agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu
meningkatkan kualitas Hidup manusia Indonesia. Program ini didukung oleh
program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja,
dan Program Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat direncanakan
pencapaiannya melalui Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019,
yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
HK.02.02/Menkes/52/2015(Kemenkes RI, 2016a).
Program Indonesia Sehat telah menetapkan sasarannya yaitu meningkatnya
derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan
pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok RPJMN
2015-2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2)
meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan,
62
(4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia
Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga
kesehatan, obat dan vaksin, serta (6) meningkatnya responsivitas sistem
kesehatan(Kemenkes RI, 2015).
Ada tiga pilah utama dalam pelaksanaan Program Indonesia Sehat yaitu: (1)
penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3)
pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat
dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan,
penguatan upaya promotif dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat.
Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu
menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko
kesehatan. Sedangkan pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran
dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan
kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat (Kemenkes RI, 2016b).
Konsep Keluarga.
63
c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,
d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarganya,
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas
kesehatan.
Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini merupakan
pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan perluasan dari upaya
Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang meliputi kegiatan berikut.
1. Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data Profil Kesehatan
Keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan datanya.
2. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya
promotif dan preventif.
3. Kunjungan keluarga untuk menidak- lanjuti pelayanan kesehatan dalam
gedung.
4. Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga untuk
pengorganisasian/ pemberdayaan masyarakat dan manajemen
Puskesmas.
Kunjungan rumah untuk pembinaan kesehatan keluarga memanfaatkan data dan
informasi dari Profil Kesehatan Keluarga (family folder). Untuk pelaksanaan upaya
Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) harus diintengrasikan kedalam
kegiatan pendekatan keluarga. Dalam menjangkau keluarga, Puskesmas tidak hanya
mengandalkan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang ada. Dengan
mengunjungi keluarga dirumahnya, Puskesmas akan dapat mengenali masalah-
masalah kesehatan (dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-PHBS) yang dihadapi
keluarga secara lebih menyeluruh (holistik). Individu anggota keluarga yang perlu
mendapatkan pelayanan kesehatan kemudian dapat dimotivasi untuk memanfaatkan
UKBM yang ada dan/atau pelayanan Puskesmas (Kemenkes RI, 2016b).
Pendekatankeluarga adalah pendekatan pelayanan oleh Puskesmas yang
mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan
masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga, didasarkan
pada data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga. Adapun tujuan pendekatan
keluarga adalah 1) Meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan b kesehatan
komprehensif, meliputi pelayanan promotifdan preventif serta pelayanan kuratifdan
rehabilitatif dasar; 2) Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Kabupaten/Kota dan SPMProvinsi, melalui peningkatan akses dan skrining
kesehatan (Kemenkes RI, 2016b).
Keluarga adalah satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) sebagaimana
dinyatakan dalam Kartu Keluarga. Jika dalam satu rumah tangga terdapat kakek dan
atau nenek atau individu lain, maka rumah tangga tersebut dianggap terdiri lebih
dari satu keluarga. Untuk menyatakan bahwa suatu keluarga sehat atau tidak
digunakan sejumlah penanda atau indikator. Telah disepakati dalam Program
Indonesia Sehat terdapat 12 indikator utama yang menunjukkan keluarga sehat yaitu
1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan
6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
64
11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat(Kemenkes RI,
2016a).
Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat
(IKS) dari setiap keluarga. Sedangkan keadaan masing-masing indikator,
mencerminkan kondisi PHBS dari keluarga yang bersangkutan.Dalam pelaksanaan
pendekatan keluarga ini tiga hal berikut harus diadakan atau dikembangkan, yaitu:
1. Instrumen yang digunakan di tingkat keluarga.
2. Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga.
3. Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas.
Instrumen yang diperlukan di tingkat keluarga adalah sebagai berikut :
1. Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family
folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga
dan data individu anggota keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah
sehat (akses/ ketersediaan air bersih dan akses/penggunaan jamban sehat).
Data individu anggota keluarga mencantumkan karakteristik individu (umur,
jenis kelamin, pendidikan, dan lain-lain) serta kondisi individu yang
bersangkutan: mengidap penyakit (hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan
jiwa) serta perilakunya (merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan dan
perkembangan balita, pemberian ASI eksklusif, dan lain-lain).
2. Paket Informasi Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa flyer, leaflet,
buku saku, atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga sesuai
masalah kesehatan yang dihadapinya. Misalnya: Flyer tentang Kehamilan dan
Persalinan untuk keluarga yang ibunya sedang hamil, Flyer tentang
Pertumbuhan Balita untuk keluarga yang mempunyai balita, Flyer tentang
Hipertensi untuk mereka yang menderita hipertensi, dan lain-lain(Kemenkes
RI, 2016a).
Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga dapat berupa
forum-forum berikut :
1. Kunjungan rumah ke keluarga-keluarga di wilayah kerja Puskesmas.
2. Diskusi kelompok terarah (DKT) atau biasa dikenal dengan focus group
discussion (FGD) melalui Dasa Wisma dari PKK.
3. Kesempatan konseling di UKBM (Posyandu, Posbindu, Pos UKK, dan lain-
lain).
4. Forum-forum yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim, rembug
desa, selapanan, dan lain-lain.
Sedangkan keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra dapat diupayakan
dengan menggunakan tenaga-tenaga berikut :
1. Kader-kader kesehatan, seperti kader Posyandu, kader Posbindu, kader
Poskestren, kader PKK, dan lain-lain.
2. Pengurus organisasi kemasyarakatan setempat, seperti pengurus PKK,
pengurus Karang Taruna, pengelola pengajian, dan lain-lain.
65
BAB VII
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS)
PENGERTIAN
TUJUAN PUSKESMAS
66
Berdasarkan prinsip pemerataan Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di
wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
agama, budaya dan kepercayaan.
5. Teknologi tepat guna; dan
Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna Puskesmas menyelenggarakan
Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai
dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak
buruk bagi lingkungan.
6. Keterpaduan dan kesinambungan.
Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan Puskesmas
mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) lintas program
dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan
manajemen Puskesmas.
67
PERSYARATAN PUSKESMAS
Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan. Dalam kondisi tertentu, pada 1
(satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu) Puskesmas. Kondisi tertentu
ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan
aksesibilitas. Pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium.
68
Puskesmas harus memenuhi kriteria ketenagaan, sarana, prasarana, perlengkapan
dan peralatan.
KATEGORI PUSKESMAS
69
Puskesmas kawasan pedesaan merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya
meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria
kawasan pedesaan sebagai berikut: a) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen)
penduduk pada sektor agraris; b) memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih
dari 2,5 km, pasar dan perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih
dari 5 km, tidak memiliki fasilitas berupa bioskop atau hotel; c) rumah tangga
dengan listrik kurang dari 90% (Sembilan puluh persen; dan d) terdapat akses jalan
dan transportasi menuju fasilitas. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh
Puskesmas kawasan pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut: a) pelayanan
UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat; b) pelayanan UKP
dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat; c) optimalisasi dan peningkatan kemampuan
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan d)
pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola kehidupan
masyarakat perdesaan.
Gambar 7.4 Puskesmas di Kawasan Pedesaan
70
PERIZINAN DAN REGISTRASI
UPAYA KESEHATAN
71
Gambar 7.5 Salah satu kegiatan pelayanan kesehatan pada lanjut usia di Puskesmas
AKREDITASI
72
PENDANAAN
73
BAB VIII
PROGRAM KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT (PERKESMAS)
Tiga pilar utama Program Indonesia Sehat yang dilaksanakan yaitu: paradigma
sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Adapun
penjelasannya sebagai berukut:
1. Pilar paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan
kesehatan dalam pembangunan, penguatan promotif preventif dan
pemberdayaan masyarakat.
2. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu
pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan
intervensi berbasis risiko kesehatan.
3. Sementara itu jaminan kesehatan nasional dilakukan dengan strategi
perluasan sasaran dan benefit serta kendali mutu dan kendali biaya
(Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Ketiga pilar utama dalam Program Indonesia Sehat sangat berkaitan dengan
sistem upaya kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang terdiri dari
dua unsur utama yaitu upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan
masyarakat (UKM). UKM terutama diselenggarakan oleh pemerintah dengan peran
serta aktif masyarakat dan swasta, sedang UKP dapat diselenggarakan oleh
masyarakat, swasta dan pemerintah. penyelenggaraan upaya kesehatan harus
bersifat menyeluruh, terarah, terencana, terpadu, berkelanjutan, terjangkau,
berjenjang, profesional dan bermutu (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas
pembangunan kesehatan di Kabupaten/Kota (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat terintegrasi pertama dan upaya kesehatan
masyarakat tingkat pertama yang meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan
upaya kesehatan masyarakat pengembangan (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Upaya kesehatan masyarakat esensial yang dilaksanakan Puskesmas meliputi:
1. Pelayanan promosi kesehatan
2. Pelayanan kesehatan lingkungan
3. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
4. Pelayanan gizi
5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas
untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang
kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan puskesmas dalam
bentuk:
1. Rawat jalan
2. Pelayanan gawat darurat
3. Pelayanan satu hari (one day care)
4. Home care; dan/atau
5. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan
Untuk melaksanakan upaya kesehatan tersebut, puskesmas harus
menyelenggarakan:
74
1. Manajemen puskesmas
2. Pelayanan kefarmasian
3. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
4. Pelayanan laboratorium (Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Adanya pelayanan perkesmas sebagai upaya kesehatan yang harus dilaksanakan
puskesmas akan memberikan kontribusi terhadap penanganan masalah kesehatan
yang ada di wilayah kerja puskesmas melalui berbagai pendekatan komperhensif
meliputi upaya pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier,
dimana perawat memegang peranan yang sangat penting. Tanggung jawab perawat
dalam pelayanan perkesmas adalah mendorong dan atau membantu klien untuk
dapat memahami permasalahan kesehatan yang dihadapi dan berupaya untuk
mencari upaya untuk menyelesaikan permasalahan kesehatannya dengan
memanfaatkan sumber-sumber yang ada, dimana pada akhirnya diharapkan akan
terwujudnya masyarakat sehat.
75
Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care) diberbagai
institusi pendidikan (TK. SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi). Perawat
sekolah melaksanakan program screening kesehatan, pemeliharaan kesehatan,
dan pendidikan kesehatan.
4. Di tempat kerja/industri
Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung dengan kasus
kesakitan/kecelakaan minimal di tempat kerja/kantor, home industri, pabrik
dll, melakukan pendidikan kesehatan untuk keamanan dan keselamatan kerja,
nutrisi seimbang, penurunan stress, olah raga dan penanganan perokok serta
pengawasan makanan.
5. Di barak-barak penampungan
Perawat memberikan tindakan perawatan langsung terhadap kasus akut,
penyakit kronis,dan kecacatan fisik, dan mental.
6. Dalam kegiatan puskesmas keliling
Pelayanan keperawatan didalam puskesmas keliling diberikan kepada individu,
kelompok masyarakat di pedesaan, kelompok terlantar, pelayanan keperawatan
yang dilakukan adalah pengobatan sederhana, screening kesehatan, perawatan
kasus penyakit akut dan konis, pengelolaan dan rujukan kasus penyakit.
7. Di panti atau kelompok khusus lain
Seperti panti asuhan anak, panti wreda, dan panti sosial lainnya rumah
tahanan (rutan) atau lembaga pemasyarakatan (lapas) serta rumah susun.
8. Pelayanan pada kalompok kelompok risiko tinggi
a. Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak, lansia mendapat
perlakukan kekerasan.
b. Pelayanan keperawalan di pusat pelayanan kesehatan jiwa
c. Pelayanan keparawatan di pusat pelayanan penyalahgunaan obat
d. Pelayanan keperawatan di tempat penampungan kelompok lansia,
gelandangan pemulung/pengemis, kelompok penderita HIV (ODHA/Orang
Dengan HIV-AIDS), anak jalanan dan WTS.
Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan, membimbing dan
mendidik individu, keluarga, kelompok, masyarakat untuk menanamkan pengertian,
kebiasaan dan perilaku hidup sehat sehingga mampu memelihara dan meningkatkan
derajad kesehatannya.
Keperawatan kesehatan masyarakat berorientasi pada proses permecahan masalah
yang dikenal sebagai “Proses Keperawatan" (nursing process), yaitu metoda ilmiah
dalam keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai cara terbaik dalam
memberikan pelayanan keperawatan langsung sesuai respon manusia dalam
menghadapi masalah kesehatan. Lima langkah proses keperawatan kesehatan
masyarakat adalah pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi,
dan evaluasi. Dalam penerapan proses keperawatan, terjadi proses alih peran dari
tenaga keperawatan kepada klien (sasaran) secara bertahap dan berkelanjutan untuk
mencapai kemandirian sasaran dalam menyelesaikan masalah kesehatannya
(Kementerian Kesehatan RI, 2006a). Proses alih peran yang terjadi, dimana perawat
yang awalnya mempunyai peran sangat besar dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien, melalui pendampingan yang dilakukan secara periodik
diharapkan klien mampu melakukan atau mengambil peran yang selama ini
dilakukan perawat. Pada akhirnya diharapkan klien mandiri dalam memelihara
kesehatannya.
Proses alih peran tersebut digambarkan sebagai lingkaran dinamis proses
keperawatan, berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2006b):
76
Perawat Klien
Perawat
Tujuan
77
Lingkup Pelayanan
Sasaran
Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga, kelompok,
masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan akibat faktor ketidaktahuan,
ketidakmauan maupun ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah
kesehatannya. prioritas sasaran adalah yang mempunyai masalah kesehatan terkait
dengan masalah kesehatan prioritas daerah, terutama:
1. Belum kontak dengan sarana perayanan kesehatan puskesmas serta
jaringannya.
2. Sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan tetapi memerlukan tindak
lanjut keperawatan di rumah.
Sasaran terdiri dari:
1. Sasaran individu
Sasaran prioritas individu adalah balita gizi buruk, ibu hamil-risiko tinggi, usia
lanjut, penderita penyakit menular (antara lain TB paru, kusta, malaria,
demam berdarah. Diare, pneumonia dan hepatitis), dan penderita penyakit
tidak menular (diabetes mellitus, PPOK, hipertensi, penyakit jantung koroner,
stroke, kanker dan lain-lain)
2. Sasaran keluarga
Sasaran keluarga adalah keluarga yang termasuk rentan terhadap masalah
kesehatan (vulnarable group) atau risiko unggi (high risk group), dengan
prioritas pada:
a. Keluarga miskin belum kontak dengan sarana petayanan kesehatan
(puskesmas dan jaringannya) dan belum mempunyai kartu Indonesia
sehat atau BPJS Kesehatan.
b. Keluarga miskin sudah memanfaatkan; sarana pelayanan kesehataan
mempunyai masalah kesehatan terkait dengan pertumbuhan dan
perkembanqan balita, Kesehatan reproduksi, penyakit menular dan
penyakit tidak menular.
c. Keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah kesehatan
prioritas serta belum memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan.
3. Sararan kelompok
Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang rentan tehadap
timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat dalam
suatu institusi.
a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu institusi antara
lain: posyandu, kelompok balita, kelompok ibu hamil. kelompok usia
lanjut, kelompok penderita penyakit tertentu, kelompok pekerja informal.
b. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi antara lain
sekolah, pesantren. panti asuhan, panti sosial tresna werdha rumah
tahanan (rutan), lembaga pemasyarakatan (lapas).
4. Sasaran masyarakat
Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau mempunyai risiko
tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan, diprioritaskan pada
a. Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, Kelurahan) yang mempunyai:
Jumlah bayi meninggal lebih tinggi di bandingkan daerah lain
78
Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dari daerah lain.
Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain.
b. Masyarakat di daerah endemis penyakit menular seperti (malaria, diare,
demam berdarah, dll).
c. Masyarakat di lokasi barak pengungsian, akibat bencana atau akibat
lainnya.
d. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain daerah
terpencil, kepulauan dan daerah perbatasan.
e. Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transportasi sulit seperti
daerah transmigrasi.
Strategi Penyelenggaraan
Perkesmas sebagai bentuk pelayanan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas untuk
itu perlu strategi penyelenggaraan pelayanan perkesmas. Strategi penyelenggaraan
pelayanan perkesmas dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan perkesmas dalam
upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan pelayanan perkesmas dalam upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
79
Upaya Kes Pencegahan Upaya Kes
Promkes Kesling KIA-KB Gizi
Peny
Pengembangan Pengembangan
PERKESMAS
Pelayanan
Rawat One day Rawat
gawat Home care
Jalan care Inap
darurat
PERKESMAS
80
Pendekatan
Pokok Kegiatan
81
Merupakan asuhan keperawatan yang ditujukan pada keluarga rawan kesehatan
keluarga miskin yang mempunyai masalah kesehatan yang ditemukan di
masyarakat dan dilakukan di rumah keluarga. Kegiatannya meliputi, antara lain:
a. ldentifikasi keluarga rawan kesehatan keluarga miskin dengan masalah
kesehatan di masyarakat.
b. Penemuan dini suspek/kasus kontak serumah.
c. Pendidikan/penyuluhan kesehatan terhadap keluarga lingkup keluarga).
d. Kujungan rumah (home visite/home health nursing) sesuai rencana.
e. Pelayanan keperawatan dasar langsung (direct care) maupun tidak langsung
(indirect care).
f. Pelayanan kesehatan sesuai rencana, misalnya memantau keteraturan berobat
pasien dengan pengobatan jangka panjang.
g. Pemberian nasehat (konseling) kesehatan/keperawatan di rumah.
h. Dokumentasi keperawatan.
3. Asuhan keperawatan kelompok khusus.
Merupakan asuhan keperawatan pada kelompok masyarakat rawan kesehatan
yang memerlukan perhatian khusus, baik dalam suatu institusi maupun non
institusi. Kegiatannya meliputi antara lain:
a. ldentifikasi faktor-faktor resiko terjadinya masalah kesehatan di kelompok.
b. Pendidikan/penyuluhan sesuai kebutuhan.
c. Pelayanan keperawatan langsung (direct care) pada penghuni yang
memerlukan keperawatan.
d. Memotivasi pembentukan, membimbing, dan memantau kader kesehatan,
jenis kelompoknya
e. Dokumentasi keperawatan
82
puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, sekolah, rutan/lapas,
panti, posyandu, keluarga (rumah pasien/klien), dll.
3. Pendidik/penyuluh kesehatan (health teacher/educator)
Sebagai pendidik kesehatan, perawat Puskesmas mampu: mengkaji
kebutuhan pasien/klien; mengajarkan agar melakukan pencegahan tingkat
pertama dan peningkatan kesehatan pasien/klien kepada individu, keluarga,
kelompok/masyarakat, pemulihan kesehatan dari suatu penyakit; menyusun
program penyuluhan/pendidikan kesehatan, baik untuk topik sehat maupun
sa kit, seperti nutrisi, latihan/olah raga, manajemen stress, penyakit dan
pengelolaan penyakit, dll; memberikan informasi yang tepat untuk kesehatan
dan gaya hidup antara lain informasi yang tepat tentang penyakit,pengobatan
dll; serta menolong pasien/klien menyeleksi informasi/ kesehatan yang
bersumber dari buku-buku, koran, televisi, atau teman.
4. Koordinator dan kolaborator (coordinator & collaborator)
Perawat puskesmas melakukan koordinasi terhadap semua pelayanan
kesehatan yang diterima oleh keluarga dari berbagai program, dan
bekerjasama dengan keluarga dalam keperawatan serta sebagai penghubung
kesehatan dan sektor terkait lainnya.
5. Pemberi nasehat (counselor)
Sebagai pelaksana konseling, perawat puskesmas membantu pasien/klien
untuk mencari pemecahan masalah kesehatan dalam perubahan perilaku yang
terjadi dan dihadapi pasien/ klien. Pemberian konseling, dapat dilakukan di
klinik puskesmas, puskesmas pembantu, rumah pasien/klien, posyandu dan
tatanan pelayanan kesehatan lainnya dengan melibatkan individu, keluarga,
kelompok, masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan perawat puskesmas
antara lain menyediakan informasi, mendengar secara objektif, memberi
dukungan, memberi asuhan dan meyakinkan pasien/ klien, menolong
pasien/klien mengidentifikasi masalah dan faktor faktor yang terkait;
memandu klien menggali permasalahan dan memilih pemecahan masalah
yang dapat dikerjakan.
6. Panutan (role model)
Perawat puskesmas sebagai panutan atau role model, dimaksudkan bahwa
perilakunya sehari- hari dicontoh oleh orang lain. Panutan ini digunakan pada
semua tingkatan pencegahan terutama perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS). Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain memberi contoh praktek
menjaga tubuh yang sehat baik fisik maupun mental seperti makan makanan
bergizi, menjaga berat badan, olahraga secara teratur, tidak merokok,
menyediakan waktu untuk istirahat (relax) setiap hari, komunikasi efektif, dll.
Disamping itu, perawat puskesmas juga harus menampilkan
profesionalismenya dalam bekerja yaitu dengan menerapkan kode etik
keperawatan, menggunakan pendekatan sistematik dan efektif dalam
pengambilan keputusan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat perawat
bekerja sama dengan petugas kesehatan lain serta masyarakat. Kerjasama dengan
petugas kesehatan lain, terkait dengan kegiatan yang memerlukan kemampuan teknis
tertentu yang bukan kewenangan perawat. Kerja sama dengan kader/masyarakat
terutama dalam melaksanakan kegiatan yang dapat dilimpahkan kepada masyarakat.
83
Perencanaan
Perencanaan upaya keperawatan kesehatan masyarakat dilaksanakan terintegrasi
dengan perencanaan upaya puskesmas lainnya. Langkah-langkah perencanaan yang
harus dilakukan meliputi:
1. Menyusun usulan kegiatan
Pengusulan kegiatan disusun sesuai prioritas sasaran dan kegiatan prioritas
puskesmas. dengan mengidentilikasi kegiatan-kegiatan promotif dan preventif
(tingkat pertama, kedua, dan ketiga) yang akan melengkapi kegiatan upaya
kesehatan prioritas sehingga pelayanan kesehatan menjadi lebih utuh.
2. Pengajuan usulan kegiatan
Pengusulan kegiatan diajukan secara terpadu dengan kegiatan puskesmas lain ke
Dinas Kesehalan Kabupaten/kota untuk mendapat persetujuan pembiayaan.
3. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan
Berdasarkan usulan kegiatan puskesmas yang telah disetujui oleh Dinas
Kesehatan kabupaten/Kota, maka perlu disusun rencana pelaksanaan kegiatan
(Plan of Action). Kegiatan yarrg tercantum antara lain mencakup menetapkan
kegiatan, sasaran. target, volume kegiatan, rincian pelaksanaan, lokasi
pelaksanaan. tenaga pelaksana. Jadwal serta sumber daya pendukung lainnya.
Kegiatan yang direncanakan dituangkan dalam Matrix/Gann Chart. Rencana
pelaksanaan kegiatan sebaiknya dilengkapi dengan peta wilayah Puskesmas
(Mapping) yang menggambarkan masalah kesehatan/keperawatan kesehatan
masyarakat. Rencana pelaksanaan keglatan disusun dengan melibatkan
penanggungjawab program terkait serta masyarakat.
2. Pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan kegiatan perkesmas dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan
kegiatan (POA) perkesmas yang telah disusun dalam melaksanakan kegiatan
perlu melakukan:
a. Mengkaji ulang rencana pelaksanaan kegiatan (POA) yang tetah disusun.
b. Menyusun jadual kegiatan bulanan setiap perawat dan petugas kesehatan
lain yang terlibat dalam kegiatan perkesmas.
c. Melaksanakan asuhan keperawatan rnenggunakan standar/pedoman
prosedur tetap (protap).
d. Menyepakati indikator kinerja klinik perawat.
3. Pemantauan hasil pelaksanaan kegiatan dilaksanakan secara berkala oleh
kepala puskesmas dan koordinator perkesmas, dimana kegiatannya antara lain:
a. Membahas/mendiskusikan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
Perkesmas dalam bentuk:
1) Refleksi diskusi kasus
84
2) Lokakarya Mini Bulanan
3) Lokakarya Mini Tribulanan
b. Melakukan penilaian yang dilakukan pada setiap akhir tahun dengan
membandingkan hasil pelaksanaan kegiaran dengan rencana yang telah
disusun, penilaian dilakukan terhadap input, proses serta output berupa
cakupan, kepatuhan pada standar.
INDIKATOR KEBERHASILAN
85
3. % keluarga miskin dengan masalah kesehatan yang dibina.
4. % kelompok khusus dibina (panti, rumah susun, rutan lapas/rumah tahanan
dan lembaga pemasyarakatan; dll).
5. % pasien rawat inap puskesmas dilakukan asuhan keperawatan.
6. % desa/daerah yang dibina
Besarnya % setiap puskesmas ditetapkan oleh masing-masing kabupaten/kota.
Indikator luaran ini merupakan indikator antara, untuk mendukung tercapainya
Standar Pelayanan Minimal (SPM) kabupaten/kota.
86
BAB IX
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Tempat
Setiap komunitas secara fisik melakukan kehidupan sehari-hari dalamlokasi
geografistertentu. Kesehatan komunitas dipengaruhi oleh lokasi tempat tinggal
termasukpenempatan layanan kesehatan, kondisi geografis, tanaman, hewan dan
binatangdan lingkungan buatan manusia.
87
• Tumbuhan dan Hewan
Tanaman beracun dan pembawa penyakit hewan dapat mempengaruhikesehatan
komunitas .
• Manusia membuat lingkungan
Semua manusia mempengaruhi terhadap lingkungan (perumahan, bendungan,
pertanian,jenis industri, limbah kimia, polusi udara ... dll) yang mana dapat
mempengaruhi tingkat kesehatan komunitas.
Populasi
Populasi terdiri tidak hanya dari agregat khusus, tetapijuga semua orang yang
beraneka ragam, yang hidup dalam batas-batas Komunitas. Kesehatan komunitas
sangat dipengaruhi oleh penduduk yang tinggal di dalamnya. Fitur yang
berbedadari populasi menunjukkan kebutuhan kesehatan dan memberikan
dasaruntuk perencanaan kesehatan.
Variabel populasi
o Ukuran: ukuran populasi mempengaruhi jumlahdan ukuran institusi
pelayanankesehatan. Mengetahui ukuran komunitas memberikan informasi
penting bagi perencanaan.
o Kepadatan: peningkatan kepadatan penduduk dapat meningkatkan stres.
Demikian pula ketika komunitas tersebar di luar fasilitas pelayanan
kesehatan sehingga akan menjadi sulit.
o Komposisi: komposisi penduduk seringmenentukan jenis kebutuhan
kesehatan. Dalam kesehatan komunitas adalah salah satunya harus
memperhitungkan secara penuh untuk penyediaan perbedaan usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan anggotanya, yang semuanya
dapat mempengaruhi masalah kesehatan. Menentukan Komposisi
komunitas merupakan langkah awal yang penting dalam menentukan
tingkat kesehatan.
o Tingkat pertumbuhan atau penurunan: berkembang pesat Komunitas dapat
menyebabkan tuntutan yang luas pada pelayanan kesehatan. Penurunan
dalam populasi mungkin tanda dari kurang berfungsi komunitas.
o Perbedaan Budaya: kebutuhan kesehatan dapat bervariasi antara populasi
sub-budaya dan etnis. Perbedaan budaya dapat membuat komplik atau
persaingan untuk mendapatkan untuk sumber daya dan pelayanan atau
menciptakan komplik antar kelompok.
o Kelas sosial dan tingkat pendidikan: kelas sosialmengacu pada peringkat
kelompok dalam masyarakat berkaitan dengan pendapatan, pendidikan,
pekerjaan, prestise atau Kombinasi faktor-faktor ini. Tingkat pendidikan
adalah penentu kesehatan yang dihuibungkan dengan perilaku. Promosi dan
layanan kesehatan preventif yang paling dibutuhkan oleh masyarakat
dengan tingkat pendapatan dan pendidikan rendah.
o Mobilitas: mobilitas penduduk mempengaruhi kelangsungan perawatan dan
ketersediaan layanan. Mobilitas memiliki pengaruh langsung langsung pada
kesehatan masyarakat.
Sistem Sosial
Selain lokasi dan populasi setiap komunitas memiliki dimensi ketiga, yaitu sistem
sosial. Berbagai bagian dari sistem sosial masyarakat yang berinteraksi dan
mempengaruhi sistem disebut variabel sistem sosial. Variabel ini meliputi
kesehatan,keluarga,ekonomi,pendidikan, agama, kesejahteraan, hukum,komunikasi,
rekreasi, dan sistem politik. Meskipun perawat kesehatan komunitas harus
88
memeriksa semuasistem dalam komunitas dan bagaimana mereka berinteraksi,
sistem kesehatan adalah sangat penting untuk meningkatkan kesehatan komunitas.
PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses mendapat informasi tentang kondisi
kesehatan dari klien dalam ini kesehatan komunitas. Proses pengumpulan data
harus dilakukan secara sistematik dan terus menerus untuk mendapatkan data atau
informasi yang significant yang menggambarkan kondisi dari kesehatan dari
komunitas.
Tipe Data
Data dapat berupa data subjektif atau data objektif. Data subjektif biasa dikaitkan
sebagai keluhan. Bila di komunitas data subjektif biasa terkait dengan keluhan
komunitas misalnya terkait lingkungan yang tidak nyaman secara fisik dan
psikologis, perasaan tertekan, perasaan ketakutan, dll. Data subjektif meliputi :
sensasi komunitas terkait dengan perasaan; nilai-nlai; keyakinan; sikap dan persepsi
terhadap status kesehatan atau situasi kehidupannya.
Data objektif biasanya berkaitan dengan tanda-tanda yang dapat dideteksi dengan
pengamatan atau dapat diukur atau diperiksa dengan menggunakan standar.
Informasi/ data diperoleh dengan menggunakan indera penglihatan, pendengar dan
sentuhan/raba.Yang biasanya dilakukan melalui metode observasi dan pemeriksaan.
Sumber Data
Pengetahuan tentang sumber data merupakan hal yang sangat penting untuk
diketahui karena data yang dikumpulkan harus sesuai dengan tujuannya sebab bila
terjadi kesalahan dalam sumber data maka akan mengakibatkan kesalahan dalam
penarikan kesimpulan.
Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer atau data sekunder.Dari sumber
data kita dapat mengetahui apakah data yang dikumpulkan berupa data primer atau
data sekunder. Untuk mengumpulkan data sekunder, sumber data dapat berupa :
1. Sarana pelayanan kesehatan, misalnya : (1) rumah sakit, (2) Puskesmas, (3)
balai pengobatan.
2. Instansi yang berhubungan dengan kesehatan, misalnya : (1) Kementerian
Kesehatan, (2) Dinas Kesehatan, (c) Biro Pusat Statistik.
3. Absensi : sekolah, industri, dan perusahaan
4. Secara internasional, data dapat diperoleh dari WHO, seperti : Population and
vital Statistics report, population bulletin, dll.
Untuk mengumpulkan data primer, sumber data terletak di komunitas dapat
dilakukan dengan cara : (1) survey epidemiologi, (2) pengamatan epidemiologi, (3)
dan penyaringan.
89
1. Wawancara.
Merupakan proses interaksi atau komunikasi langsung antara pewawancara dengan
responden. Data yang dikumpulkan bersifat : (1) fakta, misalnya umur, pendidikan,
pekerjaan, penyakit yang pernah diderita; (2) sikap, misalnya sikap terhadap
pembuatan jamban keluarga, keluarga berencana; (3) pendapat, misalnya pendapat
tentang pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat di Puskesmas; (4)
keinginan, misalnya pelayanan kesehatan yang dinginkan; (5) pengalaman, misalnya
pengalaman waktu terjadi wabah kolera yang melanda daerah mereka.
a. Keuntungan.
Keuntungan yang diperoleh dalam pengumpulan data dengan teknik
wawancara yaitu : (1) jawaban oleh responden secara spontan hingga
jawabannya dapat dipercaya; (2) dapat digunakan untuk menilai kebenaran
dan keyakinan terhadap jawaban yang diberikan; (3) dapat membantu
responden untuk mengingat kembali hal-hal yang lupa; (4) data yang diperoleh
berupa data primer.
b. Kerugian.
Kerugian dalam pengumpulan data dengan teknik wawancara yaitu : (1)
membutuhkan waktu yang lama dengan biaya relative besar; (2) mudah
menimbulkan bias yang disebabkan oleh pewawancara, responden dan
pertanyaan yang diajukan pada responden.
c. Pedoman pelaksanaan wawancara.
Pedoman pelaksanaan wawancara sangat dibutuhkan agar pewawancara dapat
melaksanakan tugas dengan baik. Secara garis besar pedoman dalam
melaksanakan wawancara dapat diuraikan sebagai berikut: (1) pewawancara
harus bersikap sopan santun, sabar dan dengan gaya bahasa yang menarik,
tetapi jelas dan sederhana agar dapat dimengerti oleh responden; (2) dalam
melakukan wawancara hendaknya menggunakan bahasa responden karena
demikian pewawancara tidak dianggap sebagai orang asing dan responden
tidak merasa canggung atau malu untuk menjawab pertanyaan yang diajukan;
(3) harus diciptakan suatu suasana psikologis yang sedemikian rupa sehingga
terjalin suatu kerjasama yang baik dan saling mempercayai antara responden
dan pewawancara; (4) suasana wawancara harus santai; (5) wawancara diawali
dengan pertanyaan yang mudah dijawab karena biasanya pada awal
wawancara, responden merasa tegang; (6) Keadaan responden pada waktu
wawancara harus diperhatikan, misalnya saat responden \sedang sibuk atau
mendapat musibah sebaiknya tidak tidak dilakukan wawancara, tetapi tunda
pada hari yang lain; (7) jangan terkesan tergesa-gesa.
d. Daftar pertanyaan
Daftar pertanyaanmerupakan instrument penting dalam pengumpulan data.
Lampiran ini berisikan tentang pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan
pada responden sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Tujuan dari daftar
pertanyaan ini adalah agar tidak terdapat pertanyaan penting yang terlewatkan.
Sebelum membuat daftar pertanyaan disusun, hendaknya ditentukan dahulu
variable-variabel yang hendak dicari kemudian variabel tersebut dijabarkan
dalam bentuk pertanyaan yang dapat diukur.Misalnya, variabel yang hendak
dicari pengetahuan responden tentang kesehatan maka diukur melalui tingkat
pendidikan.
Dalam penyusunan daftar pertanyaan diawali dengan identitas
respondenen kemudian baru masuk ke dalam materi yang akan dicari. Dalam
penyusunan ini diawali dengan pertanyaan yang sederhana hingga dapat
dengan mudah dijawab oleh responden.
Untuk menulis daftar pertanyaan yang diajukan hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut : (1) pertanyaan harus singkat, jelas dan
sederhana hingga mudah dimengerti oleh pewawancara maupun responden;
90
(2) pertanyaan jangan menyinggung perasaan responden; (3) pertanyaan
jangan menjurus pada jawaban yang dapat ditebak sebelumnya; (4) pertanyaan
hendaknya sedikit mungkin mengharuskan responden untuk mengingat masa
lalu karena potensi untuk menimbulkan bias; (5) pertanyaan sedapat mungkin
tidak mengharuskan responden menghitung; (6) pertanyaan harus mudah
diingat oleh pewawancara; (7) bila perlu, berikan pertanyaan tambahan,
misalnya pertanyaan tentang kehamilan ditambahkan pertanyaan tentang
status marital; (8) pertanyaan jangan rancu.
Tipe pertanyaan dalam mengumpulkan data, pertanyaan yang diajukan
dapat berupa : (1) pertanyaan tertutup; (2) pertanyaan terbuka, (3) dan
kombinaasi.
1) Pertanyaan Tertutup
Pada pertanyaan tertutup, jawaban responden dibatasi dan hanya
memilih jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan tertutup dapat
berupa : dikhotom (hanya diberi jawaban ya atau tidak) dan pilihan
ganda. Pertanyaan dikhotom ini mempunyai keuntungan yaitu
mudah dijawab dan mudah diolah, namun kerugiannya yaitu data
yang diperoleh tidak mendalam dan sering jawabannya dipaksakan
tidak ada pilihan lain. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, sering
ditambahkan butir lain dalam pertanyaan (pilihan ganda) seperti :
tidak tahu, ragu, tidak ingat, tidak mengerti, sering, kadang-kadang,
lain-lain, sebutkan (terbuka), misalnya :
1. Apakah putera ibu telah mendapat imunisasi lengkap ?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak ingat
2. Apakah sumber air yang digunakan untuk minum dan memasak ?
a. PAM
b. Sumur gali
c. Sumur bor
d. Mata air
e. Lain-lain sebutkan……
3. Apakah air dimasak dahuu sebelum diminum ?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak perna
Pertanyaan-pertanyaan diatas merupakan pertanyaan pilihan ganda.
Keuntungan
Pertanyaan pilihan ganda mempunyai keuntungan yaitu : data yang
diperoleh lebih luas; responden mempunyai kesempatan untuk
memilihi yang lebih luas; dan pengolahan data tidak sulit.
Kerugian
Kelemahan dalam pertanyaan pilihan ganda adalah : bila pertanyaan
terlalu banyak akan membingungkan responden; jawaban dapat lebih
dari satu. Untuk mengatasi kelemahan tersebut dapat dilakukan hal-
hal berikut ini : butir pertanyaan jangan terlalu banyak; dan
pertanyaan ditujukan pada yang utama atau biasanya. Misalnya
pertanyaan tentang sumber air minum diubah menjadi. Apakah
sumber air minum yang biasa Anda gunakan ?
2) Pertanyaan Terbuka
Pada pertanyaan terbuka, jawaban responden harus dicatat kata demi
kata untuk menghindari bias yang dilakukan pewawancara. Oleh
karena itu jawaban harus direkam.
91
Pertanyaan terbuka biasanya digunakan untuk memperoleh data
tentang : (1) pendapat; (2) saran; (3) persepsi; (4) dan proses,
misalnya : Bagaimana pendapat ibu keberadaan perawat di desa ?
Mengapa ?; Apakah saran ibu untuk memperbaiki lingkungan di desa
ini ? Mengapa ?; Dapatkah anda menceritakan awal terjadinya wabah
diare di daerah ini ?
Keuntungan.
Keuntungan dari pertanyaan terbuka adalah (1) responden dapat
dengan leluasa mengemukakan hal yang ditanyakan; (2) informasi
yang diperoleh banyak dan mendalam.
Kerugian.
Sedangkan kerugian pertanyaan terbuka adalah (1) pengolahan data
membutuhkan keahlian khusus; (2) tidak dapat dilakukan pada
sampel yang besar.
Kini timbul pertanyaan, kapan digunakan pertanyaan tertutup dan
kapan pertanyaan terbuka ? Pertanyaan tertutup biasanya digunakan
bila tujuan penelitian dapat dinyatakan dengan jelas, misalnya :
1. Penelitian deskriptif atau
2. Penelitian analitik;
Sedangkan pertanyaan terbuka biasanya digunakan pada penelitian
ekploratif.
2. Angket
Teknik lain dalam pengumpulan data adalah melalui angket. Pada angket
jawaban diisi oleh responden sesuai dengan daftar yang diterima,
sedangkan pada wawancara, jawaban responden diisi oleh pewawancara.
Untuk pengembalian daftar isian dapat dilakukan dengan dua cara sebagai
berikut: (1) canvasser yaitu daftar yang telah diisi, ditunggu oleh petugas
yang menyerahkan; (2) householder yaitu jawaban responden dikirimkan
pada alamat yang telah ditentukan. Keuntungan dalam pengumpulan data
melalui angket yaitu ; (1) relative murah; (2) tidak membutuhkan banyak
tenaga dan (3) dapat diulang. Sedangkan kerugian yaitu : (1) jawaban tidak
spontan (2) banyak terjadi non respon; (3) pertanyaan harus jelas dan
dosertai dengan petunjuk yang jelas; (4) pengembalian lembar jawaban
sering terlambat; (5) jawaban sering tidak lengkap terutama bila kalimat
pertanyaan kurang dimengerti; (6) sering tidak diisi dengan responden,
tetapi diisi oleh orang lain; (7) tidak dapat digunakan oleh responden yang
buta aksara.
Untuk mengatasi kerugian dalam angket dapat dilakukan dengan : (1)
kunjungan dan dilakukan wawancara pada nonrespons; (2) untuk jawaban
yang terlambat harus dikeluarkan dan tidak dianalisis dan; (3) bila
nonrespon terlalu banyak, dilakukan pengiriman ulang daftar isian. Untuk
mengatasi kerugian dalam angket dapat dilakukan dengan : (1) kunjungan
dan dilakukan wawancara pada nonrespons; (2) untuk jawaban yang
terlambat harus dikeluarkan dan tidak dianalisis, dan (3) bila nonrespons
terlalu banyak , dilakukan pengiriman ulang daftar isian.
3. Observasi
Observasi merupakan salah teknik pengumpulan data yang menggunakan
pertolongan indra mata. Teknik ini bermanfaat untuk : (1) mengurangi
jumlah pertanyaan, misalnya pertanyaan tentang kebersihan rumah tidak
perlu ditanyakan, tetapi cukup dilakukan observasi oleh pewawancara; (2)
mengukur kebenaran jawaban pada wawancara tentang kualitas air minum
yang digunakan oleh responden dapat dinilai dengan melakukan observasi
92
langsung pada sumber air yang dimaksud; (3) untuk memperoleh data yang
tidak diperoleh dengan wawancara atau angket, misalnya, pengamatan
terhadap prosedur tetap dalam pelayanan kesehatan.
Macam-macam observasi, diantaranya adalah (1) observasi partisipasi
lengkap, yaitu mengadakan observasi dengan cara mengikuti seluruh
kehidupan responden; (2) observasi partisipasi sebagian yaitu mengadakan
observasi dengan cara mengikuti sebagian kehidupan responden sesuai
dengan data yang diinginkan; (3) observasi tanpa partisipasi, yaitu
mengadakan observasi tanpa ikut dalam kehidupan responden.
Dalam pengumpulan data dengan teknik observasi terdapat beberapa
kelemahan yaitu : (1) keterbatasan kemampuan indera mata, (2) hal-hal
yang sering dilihat, perhatian akan berkurang hingga adanya kelainan kecil
tidak terdeteksi. Untuk mengtasi kelemahan tersebut dapat dilakukan cara-
cara berikut : (1) mengadakan pengamatanan berulang-ulang; (2)
pengamatan dilakukan beberapa orang.
4. Pemeriksaan
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan teknik pemeriksaan.
Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa : (1) pemeriksaan laboratorium;
(2) pemeriksaan fisik; (3) pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan dapat
dilakukan hanya sekali atau berulang-ulang tergantung pada tujuan.Waktu
dan frekuensi pemeriksaan ini harus ditentukan pada waktu perencanaan
sesuai dengan perkiraan timbulnya insiden.Tempat pemeriksaan dapat
dilakukan di lapangan atau sarana pelayanan kesehatan. Organ yang
diperiksa dapat berupa : (1) seluruh organ; (2) organ tertentu seperti paru-
paru, jantung, kadar gula darah, kadar kolesterol, dll; (3) dan beberapa
organ sekaligus seperti pemeriksaan jantung dan paru-paru.
Pengoranisasian Data
Dalam pengkajian komunitas ada beberapa data yang perlu dikumpulkan meliputi
data : (1) Inti komunitas, (2) Subsistem komunitas, dan (3) Persepsi. Agar lebih jelas
bagi Anda ikutilah uraian tentang data inti komunitas, subsistem komunitas dan
persepsi
1. Inti Komunitas.
Data ini komunitas merupakan data yang dikumpulkan dalam inti komunitas
yang meliputi : (1) sejarah atau riwayat (riwayat daerah ini, perubahan daerah
ini), (2) demografi (usia, karakteristik jenis kelamin, distribusi ras dan distribusi
etnis), (3) tipe keluarga ( keluarga/bukan keluarga, kelompok), (4) status
perkawinan (kawin, janda/duda, single), (5) statistik vital (kelahiran, kematian
kelompok usia dan penyebab kematian), (6) nilai-nilai dan keyakinan, dan (7)
agama.
93
transportasipusat, pasar tempat, bertemu orang-orang di jalan, tanda-
tandapembusukan, etnis, agama, kesehatan dan morbiditasmedia
politik.Auskultasi: mendengarkan warga masyarakat tentanglingkungan
fisik.Tanda-tanda vital: mengamati iklim, medan, batas alamseperti sungai
dan bukit-bukit.Sumber daya masyarakat: mencari tanda-tanda kehidupan
seperti pengumuman,poster, perumahan dan bangunan baru.Sistem review:
arsitektur, bahan bangunandigunakan, air, pipa, sanitasi,Jendela .. dll. Juga
fasilitas bisnis, rumah ibadah ( masjid, gereja dan vihara,dll).
Pemeriksaan laboratorium: data sensus atau studi perencanaan untuk proses
mappingmasyarakat, yangberarti untukmengumpulkan dan mengevaluasi
data / informasi tentangstatus kesehatan komunitasyangdibutuhkan sebagai
dasar dalam perencanaan.
b. Pelayanan kesehatan dan sosial
Pelayanan kesehatan dan sosial perlu di kaji di komunitas : Puskesmas,
klinik, RS, pengobatan tradisional, agen pelayanan kesehatan di rumah,
pusat emergensi, rumah perawatan, fasilitas pelayanan social, pelayanan
kesehatan mental, apakah ada yang mengalami sakit akut atau kronis.
c. Ekonomi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan ekonomi meliputi :
Karakteristik keuangan keluarga dan individu, status pekerja, kategori
pekerjaan dan jumlah penduduk yang tidak bekerja, lokasi industri, pasar
dan pusat bisnis.
d. Transportasi dan keamanan
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan transportasi dan keamanan
adalah : Alat transportasi penduduk datang dan keluar wilayah, transportasi
umum (bus, taksi, angkot, dll dan transportasi private ( sumber transportasi,
transport untuk penyandang cacat). Layanan perlidungan kebakaran, polisi,
sanitasi dan kualitas udara.
e. Politik dan pemerintahan
Data yang perlu dikumpukan meliputi : Pemerintahan (RT, RW,
desa/kelurahan, kecamatan, dsb); kelompok pelayanan masyarakat :
posyandu, PKK, karang taruna, posbindu, poskesdes, panti, dll ; Politik :
kegiatan politik yang ada di wilayah tersebut, dan peran peserta partai politik
dalam pelayanan kesehatan
f. Komunikasi
Data yang dikumpulkan terkait dengan komunikasi dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu : (1) Komunitasi formal meliputi : surat kabar, radio dan
televise, telepon, internet, dan hotline, (2) komunikasi informal meliputi :
papan pengumuman, poster, brosur, halo-halo,dll
g. Pendidikan
Data terkait dengan pendidikan meliputi : sekolah yang ada di komuniti, tipe
pendidikan, perpustakaan, pendidikan khusus, pelayanan kesehatan di
sekolah, program makan siang di sekolah, akses pendidikan yang lebih
tinggi.
h. Rekreasi.
Data terkait dengan rekreasi yang perlu dikumpulkan meliputi : taman, area
bermain, perpustakaan, rekreasi umum dan private, fasilitas khusus.
94
2. Persepsimu : meliputi pernyataan umum tentang kesehatan dari komuniti.
apa yang menjadi kekuatan, apa masalahnya atau potensial masalah yang
dapat diidentifikasi.
Validasi Data
Informasi yang dikumpulkan selama tahap pengkajian harus lengkap, faktual dan
akurat sebab diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan didasarkan
informasi ini, validasi merupakan merupakan verifikasi data untuk mengkonfirmasi
bahwa data tersebut akurat dan faktual. Validasi data sangat membantu perawat
dalam melaksanakan tugas :
1. Meyakinkan bahwa informasi pengkajian sudah lengap
2. Meyakinkan data subjective dan objektif dapat diterima
Analisis komunitas.
Dalam melakukan analisis komunitas ada beberapa tahap yang perlu dilakukan yaitu
: kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan.
95
penyakit jantung, 22,3 %,
kanker 24, 2 %
Kabupaten Mekar Baru Tuberkulosis 20, 3 %,
penyakit jantung, 24 %,
kanker 12, 5 %
Pendokumentasian Data
Untuk melengkapi tahap pengkajian, perawat perlu mencatat data
klien.Dokumentasi secara akurat sangat penting dan dapat meliputi semua data yang
dikumpulkan tentang status kesehatan klien (komunitas).Data yang dikumpulkan
merupakan kondisi yang benar-benar yang faktual bukan interpretasi dari perawat.
96
BAB X
ANALISIS DATA DAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Analisis adalah proses mempelajari dan memeriksa data. Data ini mungkin
Kuantitatif (numerik) serta kualitatif. Semua aspek perlu dipertimbangkan.
analisadiperlukan untuk menentukankebutuhan kesehatan komunitas dan kekuatan
komunitasserta untuk mengidentifikasi pola-pola respon kesehatan dan tren
penggunaan layanan kesehatan.Selama analisis, kebutuhan untuk pengumpulan data
lebih lanjut akan diperoleh sebagai kesenjangandalam pengkajian data komunitas .
Titik akhir analisisadalah diagnosis keperawatan komunitas.
Analisis Komunitas
Dalam melakukan analisis komunitas ada beberapa tahap yang perlu dilakukan yaitu
: kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan.
Kategorisasi.
Data dapat dikategorikan dalam berbagai cara. pengkategorian tradisional data
pengkajian komuniti adalah sebagai berikut : (1) karakteristik demografi ( ukuran
keluarga, usia, jenis kelamin, etnis dan kelompok ras); (2) karakteristik geografik
(batas wilayah, jumlah dan besarnya kepala keluarga (KK), ruang publik dan jalan);
(3) karakteristik sosialekonomi ( pekerjaan dan kategori pekerjaan, tingkat
pendidikan, dan sewa/ pola kepemilikan rumah); (4) sumber dan pelayanan
kesehatan ( rumah sakit, Puskesmas, klinik, pusat kesehatan mental,dll).
Ringkasan.
Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah meringkas data
dalam setiap kategori. Pernyataan ringkasan disajikan dalam bentuk ukuran seperti
jumlah, bagan dan grafik.
Perbandingan.
Tugas berikut analisis data meliputi identifikasi kesenjangan data dan
ketidaksesuaian. Data pembanding sangat diperlukan untuk menetapkan pola
ataukecendrungan yang ada atau jika tidak benar dan perlu revalidasi yang
membutuhkan data asli. Perbedaan data dapat saja terjadi karena kesalahan
pencatatan data. Menggunakan data hasil pengkajian komunitas dengan
membandingkan dengan data lain yang sama yang merupakan standar yang
ditetapkan untuk suatu wilayah kabupaten/kota, atau provinsi atau nasional.
Misalnya terkait dengan angka kematian bayi / IMR disuatu wilayah dibandingkan
IMR standar pada tingkat kabupaten/kota.
Membuat kesimpulan.
Setelah data yang dikumpulkan dibuat kategori, ringkasan dan dibandingkan, maka
tahap akhir adalah membuat kesimpulan secara logika dari peristiwa, yang kemudian
dibuatkan pernyataan diagnosis keperawatan komunitas.
97
Contoh Analisis Komunitas
1. Data Inti Komunitas
Kategori data Ringkasan laporan Kesimpulan
Vital Statistik
Angka Kematian
bayi/IMR 42/ 1000 kelahiran hidup Angka kematian bayi di
Desa A 38/ 1000 kelahiran hidup desa A lebih tinggi dari desa
Desa B 34/ 1000 kelahiran hidup B dan kabupaten Mekar
Kabupaten Mekar Baru Baru.
Penyebab kematian
Desa A Penyakit jantung 23.2 %. Penyebab kematian paling
Tuberkulosis 25, 3 %, besar adalah tuberculosis
kanker 18, 2 % dan kanker di desa B
Desa B Tuberkulosis 28, 3 %,
penyakit jantung, 22,3 %,
kanker 24, 2 %
Kabupaten Mekar Baru Tuberkulosis 20, 3 %,
penyakit jantung, 24 %,
kanker 12, 5 %
Vital Statistik
Angka Kelahiran Per1000
Desa A 30,5/ 1000 Angka kelahiran paling
Desa B 17,3/ 1000 tinggi di desa A dan angka
kelahiran paling rendah di
desa B
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Di dalam komunitas Tidak ada fasilitas pelayanan Mayarakat di desa A dan desa
Desa A. kesehatan di dalam B belum terjangkau
komunitas, hanya ada 1 pelayanan kesehatan secara
orang bidan praktik dengan 1 optimal
Pondok Bersalin Desa
(Polindes).
98
Tidak ada fasilitas pelayanan
Desa B. kesehatan di dalam
komunitas
Pendidikan
Penduduk tamat SLTA
Desa A 45 % Pendudukan yang tamat di
Desa B 30 % desa A (45 %) lebih tinggi
dibandingkan desa B (30 %)
Ekonomi
Karakteristik Keuangan
keluarga ( dengan
UMR)
% keluarga
penghasilan dibawah 63 % dibawah UMR Secara umum pendapatan
UMR 71 % dibawah UMR keluarga pada desa A dan B
Desa A masih dibawah UMR.
Desa B
Pekerjaan Kepala
Keluarga 23 % Pada umumnya pekerjaan
Buruh 46 % kepala keluarga di desa A
Desa A adalah Petani ( 66 %)
Desa B 66 % sedangkan di desa B pada
Petani 40 % umumnya adalah Buruh
Desa A (46%).
Desa B 6%
Pedagang 10 %
Desa A
Desa B 5%
PNS, TNI dan Polisi 4%
Desa A
Desa B
99
Kategori data Ringkasan laporan Kesimpulan
Keamanan
Polisi
Desa A Kasus pencurian 12 kasus Pada umumnya keamanan di
Kasus pembunuhan 1 kasus desa A dan B masih kurang,
Kasus kekerasan dalam dimana masih banyak kasus
rumah tangga 5 kasus kriminal, dimana kasus
Kasus kekerasan pada anak pencurian yang paling
3 kasus. dominan pada kedua desa.
Kasus narkoba 2 kasus
Diagnosis Keperawatan.
100
Etiologi adalah pernyataan etiologi digambarkan dengan pernyataan“ berhubungan
dengan “ Contoh :Tingginya angka kematian bayi di Desa A berhubungan dengan
Tidak adekuatnya sarana pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan
antenatal
Kurangnya tenaga kesehatan yang menolong persalinan
Tidak dapat dijangkau pelayanan antepartum yang ada
Tanda dan Gejala pernyataan tanda dan gejala menggambarkan pernyataan lama
dan besarnya masalah dengan menggunakan kata “ ditunjukkan dengan “
Contoh : Tingginya angka kematian bayi di Desa A berhubungan dengan
Tidak adekuatnya sarana pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan
antenatal
Kurangnya tenaga kesehatan yang menolong persalinan
Tidak dapat dijangkau pelayanan antepartum yg ada
Ditunjukkan dengan banyak (40 %) ibu hamil tidak melakukan
pemeriksaan kehamilan, perasalinan di tolong dukun tidak terlatih (80 %)
dan IMR 50 /1000 kelahiran hidup.
Contoh : Resiko tinggi terjadi penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi pada
bayi di Desa A berhubungan dengan :
Tidak adekuatnya sarana pelayanan Posyandu
Jumlah tenaga kader kesehatan masih terbatas
Pengetahuan masyarakat tentang imunisasi masih kurang ( 63 %)
Ditunjukkan dengan cakupan UCI (universal Child Immunization) 65 %
pada bayi di Desa A.
Contoh : Tingginya angka prevalensi karies gigi di kalangan anak usia sekolah di SD
Manggarai berhubungan dengan :
• Kurangnya pemeriksaan dan perawatan gigi di klinik sekolah
• Kurangnya fluoride dalam air minum
• Pendapatan rumah tangga rata-rata rendah dan keterbatasan
sumber daya ekonomi untuk melakukan perawatan gigi
• Tidak ada pendidikan kesehatan gigi yang dilakukan oleh klinik sekolh
• Ditunjukkan dengan 70 % dari anak-anak di SD Manggarai yang
memiliki
karies gigi pada pemeriksaan.
101
BAB XI
PERENCANAAN & PELAKSANAAN
102
Contoh memprioritaskan masalah kesehatan di Desa Sukahati
Ket Pembobotan
Sangat rendah =1, Rendah =2 , Cukup =3, Tinggi =4, Sangat tinggi = 5
Aspek yang dinilai :
A = Resiko terjadi
B = Resiko parah
C = Potensial untuk Penkes
D = Minat masyarakat
E = Mungkin diatasi
F = Sesuai program pemerintah
G = Tempat
H = Waktu
I = Dana
J = Fasilitas
K = Sumber daya
Menetapkan Sasaran.
Menetapkan Tujuan.
Tujuan adalah suatu pernyataan hasil yang diharapkan dimana dapat diukur, dibatasi
waktu dan berorentasi pada kegiatan. Berikut ini merupakan karakteristik dalam
penulisan tujuan : (1) Menggunakan kata kerja ; (2) Menggambarkan tingkah laku
akhir ; (3) Menggambarkan kualitas penampilan ; (4) Menggambarkan kuantitas
penampilan; (5) Menggambarkan bagaimana penampilan diukur; (6) Berhubungan
dengan sasaran (goal); (7) Adanya batasan waktu. Berikut ini contoh dalam
menuliskan tujuan.
Masalah : Resiko tinggi penularan TB di Desa A
Sasaran : Menurunnya angka kesakitan TB di Desa A
Tujuan : - Meningkatnya pengetahuan keluarga tentang TB menjadi 90 %
(dari 60 %)
- Meningkatnya angka kesembuhan 85 % (dari 69 %)
103
Menetapkan Rencana Intervensi.
104
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
105
BAB XII
EVALUASI KEPERAWATAN KOMUNITAS
Pengertian Evaluasi
Evaluasi menurut American Public Health Association (Azwar, 1996) adalah suatu
proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan sebelumnya. Proses ini mencakup langkah-langkah memformulasikan
tujuan, mengidentifikasi kriteria secara tepat yang akan dipakai mengukur sukses,
menentukan besarnya sukses dan rekomendasi untuk kegiatan program selanjutnya.
Evaluasi adalah suatu proses yang menghasilkan informasi tentang sejauh mana
suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan
standar tertentu untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara keduanya dan
bagaimana manfaat yang telah dikerjakan dibandingkan dengan harapan-harapan
yang ingin diperoleh. Evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan cara
membandingkan hasil yang telah dicapai dengan rencana yang telah ditentukan.
Evaluasi merupakan alat penting untuk membantu pengambilan keputusan sejak
tingkat perumusan kebijakan maupun pada tingkat pelaksanaan program (Wijono,
1999).
Evaluasi juga merupakan serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan
memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan
dampak serta biayanya. Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang
sistematis dari dampak program. Dengan demikian evaluasi merupakan suatu usaha
untuk mengukur suatu pencapaian tujuan atau keadaan tertentu dengan
membandingkan dengan standar nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Juga
merupakan suatu usaha untuk mencari kesenjangan antara yang ditetapkan dengan
kenyataan hasil pelaksanaan. Menurut Wijono (1997), evaluasi adalah prosedur
secara menyeluruh yang dilakukan dengan menilai masukan, proses dan indikator
keluaran untuk menentukan keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut WHO (1990) pengertian evaluasi adalah suatu cara sistematis untuk
mempelajari berdasarkan pengalaman dan mempergunakan pelajaran yang
dipelajari untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan serta
meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan seleksi yang seksama untuk
kegiatan masa datang. Pengertian lain menyebutkan, bahwa evaluasi merupakan
suatu proses yang memungkinkan administrator mengetahui hasil programnya dan
berdasarkan itu mengadakan penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai tujuan
secara efektif. Jadi evaluasi tidak sekedar menentukan keberhasilan atau kegagalan,
tetapi juga mengetahui mengapa keberhasilan atau kegagalan itu terjadi dan apa
yang bisa dilakukan terhadap hasil-hasil tersebut.
Tujuan Evaluasi
106
dipergunakan untuk memperbaiki kebijaksanaan dan pelaksanaan program
yang akan datang.
3. Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber dana dan sumber daya
manajemen saat ini serta di masa mendatang.
Sedangkan tujuan dari evaluasi program kesehatan adalah untuk memperbaiki
program-program kesehatan dan pelayanannya untuk mengantarkan dan
mengarahkan alokasi tenaga dan dana untuk program dan pelayanan yang sedang
berjalan dan yang akan datang. Evaluasi harus digunakan secara konstruktif dan
bukan untuk membenarkan tindakan yang telah lalu atau sekedar mencari
kekurangan-kekurangan saja.
Jenis-Jenis Evaluasi
Mengapa suatu program perlu dilakukan evaluasi. Ada beberapa alasan penting
suatu program perlu dilakukan evaluasi yaitu :
1. Alasan ekonomi
Evaluasi ini dilakukan untuk memperbaiki desain dan keefektifan program
dan juga untuk realokasi sumberdaya dari program yang kurang ke yang
lebih efektif .
2. Alasan sosial
Evaluasi ini dilakukan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
3. Alasan Politik
107
Evaluasi ini dilakukan untuk meningkatkan kredibilitas pengambilan
keputusan.
Proses Evaluasi
Metode yang digunakan dalam evaluasi dapat berupa metode kuantitatif maupun
metode kualitatif. Metode kuantitatif terutama diperlukan untuk mengukur
dampak suatu program. Metode kualitatif terutama untuk mencari penjelasan
dari pelaksanaan program yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, evaluasi
yang lengkap biasanya menggunakan kombinasi metode kuantitatif dan
kualitatif.
Data yang digunakan dalam evaluasi dapat berupa data primer ataupun data
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh pelaku
evaluasi. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak lain, baik yang
masih berupa data mentah maupun data yang sudah diolah.
Contoh data primer:
– Data hasil survei
108
– Data hasil pengamatan
– Data hasil wawancara mendalam
– Data yang diperoleh dari diskusi kelompok terarah (FGD) dengan
berbagai pemangku kepentingan.
Contoh data sekunder
– Data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang dikumpulkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
– Data Sakernas (Survei Tenaga Kerja Nasional) yang dikumpulkan oleh
BPS
109
Hambatan dalam Evaluasi
110
BAB XIII
STRATEGI PENDEKATAN DALAM KEGIATAN
KEPERAWATAN KOMUNITAS.
Pengorganisasian Komunitas.
111
Contoh program pemukiman sehat Propinsi DKI menggunakan model
perencana sosial (social planning) dalam mengimplementasikan
programnya, sehingga program tersebut mendapatkan dukungan maksimal
dari pemerintah DKI melalui anggaran APBD, namun ketika anggaran
terbatas program ini sudah tidak berjalan lagi. Kondisi inilah yang perlu
dipertanyakan, apakah dalam merencanakan perubahan komunitas tidak
memikirkan kelangsungan dari suatu program? sehingga masyarakat dapat
meneruskan kembali program tersebut. Permasalahan inilah yang menjadi
salah satu topik pembahasan dalam modul ini, bahwa penting untuk
mengkombinasikan 2 model pengorganisasian komunitas dalam mencapai
perubahan masyarakat yang lebih baik.
c. Model tindakan sosial (social action)
Model ini menggabungkan proses dan tugas untuk menekankan redistribusi
kekuatan, sumber daya, hak-hak pembuat keputusan komunitas atau
perubahan kebijakan untuk merubah masyarakat yang lebih luas. Contoh
kelompok yang sudah menggunakan model ini adalah lembaga swadaya
masyarakat kesehatan (LSM Kesehatan) yang bergerak untuk membantu
menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat dengan menekankan pada
distribusi kekuatan, sumber daya, dan berusaha mempengaruhi perubahan
kebijakan untuk merubah kesehatan masyarakat yanglebih luas.
Berikut ini akan diuraikan mengenai perbedaan dari ketiga model menurut
Rothman dan Trotman (1987, dalam Helvie, 1998) tersebut yaitu :
112
No. Aspek Analisis Locality Development Social Planning Social Action
5. Taktik Konsensus melalui Konsensus atau Perubahan konflik atau
perubahan diskusi dan konflik pertandingan, seperti
komunikasi perencanaan konfrontasi dan tindakan
membangun hubungan perubahan, sosial langsung atau negosiasi.
dengan masyarakat dan marketing dan Aksi politik, meloby, dan
memberikan pelayanan pendidikan konfrontasi
kesehatan
6. Peran praktisi Seorang katalisator Peran praktisi lebih Praktisi berada dalam
yang memungkinkan teknis atau sebagai peran penggerak atau
yang mendorong seorang ahli dimana penasehat dan
pemecahan masalah, dia mengumpulkan mengorganisir kelompok
mengemukakan data dan dan memanipulasi
perhatian, keahlian menganalisis, organisasi dan gerakan
organisasional, dan melaksanakan untuk mempengaruhi
hubungan antar- program, dan proses politis.
personal berinteraksi dengan Sebagai aktivis, advokat,
Sebagai katalisator, birokrasi. dan negosiator
fasilitator, pendidik
7. Orientasi Anggota struktur Struktur kekuasaan Struktur kekuasaan
praktisi kekuasaan seringkali dipandang sebagai suatu
terhadap berkolaborasi dalam merupakan sponsor target tindakan eksternal
struktur usaha bersama atau atasan praktisi atau sistem yang akan
kekuasaan tersebut dipaksa untuk berubah.
8. Definisi batasan Sistem klien adalah Sistem klien adalah Sistem Klien adalah
klien keseluruhan keseluruhan sebuah segmen
masyarakat masyarkaat, seperti masyarakat atau masyarkaat yang
sebuah kota atau segmen masyarakat, kekurangan
lingkungan seperti masyarakat
dengan kekurangan
mental, manula, atau
masyarakat marginal
9. Konsepsi klien adalah seluruh klien adalah Klien adalah korban-
populasi klien warga masyarakat konsumen suatu korban sistem
layanan/jasa
113
lebih banyak memperoleh pelayanan keperawatan, dan dengan adanya
dukungan terhadap program kesehatan (sustainability) memberikan arti
bahwa pelayanan yang diberikan tidak hanya bersifat sementara tetapi
berkelanjutan (McMurray, 2003).
b. Kompetensi masyarakat
Kompetensi masyarakat adalah hasil yang diharapkan dari
pengembangan masyarakat dan terkait erat dengan konsep
pemberdayaan, dan sebagai kemampuan mayarakat untuk ikut serta
dalam pemecahan masalah yang efektif. Menurut Cottrell (1976, dalam
Helvie, 1998) menjelaskan delapan kondisi yang penting bagi kompetensi
masyarakat: (a). komitment, (b). difenisi kesadaran diri dan situasi
kejelasan lainnya, (c). kepandaian berbicara, (d). komunikasi, (e).
penahanan dan akomodasi konflik, (f). partisipasi, (g). manajemen
hubungan dengan masyarakat yang lebih besar, dan (h). alat untuk
memfasilitasi interaksi partisipan dan pembuatan keputusan.
Kepemimpinan adalah suatu aspek penting dalam mencapai kompetensi
masyarakat. Masyarakat membutuhkan orang yang bisa membantu untuk
memikirkan langkah-langkah pengidentifikasian permasalahan, mengatur
tujuan-tujuan, melaksanakan rencana, dan berkembang bersama.
Pemimpin juga harus mampu memfasilitasi proses diskusi kelompok dan
perolehan konsensus di antara anggota masyarakat.
114
Menurut Green (1986, dalam Helvie 1998) menyatakan bahwa
pengorganisasian komunitas didasarkan pada “asas partisipasi” dan
adanya perubahan perilaku yang diharapkan membutuhkan masyarakat
untuk dilibatkan dalam menentukan, merencanakan, dan mengawali
langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah, dan menentukan
struktur-struktur untuk memastikan bahwa perubahan yang diinginkan
benar-benar sesuai dengan harapan masyarakat.
Konsep relevansi juga merupakan salah satu konsep penting dalam
pengorganisasian komunitas, yaitu suatu program dikatakan berhasil bila
perubahan tersebut dapat dialami, diperlukan, dan dirasakan bermanfaat
bagi masyarakat yang sesuai dengan kebutuhannya. Lebih lanjut
Nyswander (1966, dalam Helvie 1998) mengatakan konsep relevansi
dengan memperkenalkan konsep yang dimulai dari kedudukan
masyarakat tersebut akan lebih efektif hasil perubahannya, bila
dibandingkan dengan perubahan yang di mulai dari praktisi yang
terkesan lebih memaksakan program. Oleh karena itu dua konsep penting
yaitu partisipasi dan relevansi sangat penting untuk diperhatikan,
mengingat peran utama seorang praktisi adalah sebagai fasilitator untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat. Tanpa adanya
partisipasi dan relevansi dari kegiatan yang dilakukan, tentu sia-sia saja
usaha atau program yang telah dilakukan untuk merubah masyarakat
menjadi lebih baik.
115
dan memprioritaskan masalah berdasarkan kesepakatan dengan
masyarakat atau kebutuhan masyarakat.
c. Implementasi
Kunci dalam tahapan ini adalah : melibatkan partisipasi masyarakat;
pengembangan rencana kerja; menggunakan strategi secara
komprehensif; dan program tersebut dijalankan sesuai dengan pesan
yang akan disampaikan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
setempat.
Pemberdayaan Komunitas.
1. Pengertian Pemberdayaan
Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti “pemberdayaan”,adalah
sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran
masyarakat kebudayaan barat, utamanya Eropa. Payne (1997) menjelaskan
bahwa pemberdayaan pada hakekatnya bertujuan untuk membantu klien
mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan dan
tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan dengan diri klien tersebut,
termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.
Pemberdayaan masyarakat adalah merupakan upaya memfasilitasi agar
masyarakat mengenal masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan
upaya pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi,
kondisi dan kebutuhan setempat. Menurut Wallerstein, 1992 Pemberdayaan
masyarakat adalah suatu proses kegiatan sosial yang mana meningkatkan
partisipasi masyarakat dan organisasi yang bertujuan meningkatkan kontrol
individu dan masyarakat, kemampuan politik, memperbaiki kwalitas hidup
masyarakat dan keadilan sosial (Wallerstein, 1992).
Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian tindakan yang
dilakukan secara sistematis dan mencerminkan pentahapan kegiatan atau upaya
mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya, berkekuatan, dan
berkemampuan menuju keberdayaan. Makna "memperoleh" daya, kekuatan atau
116
kemampuan menunjuk pada sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau
meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki keberdayaan.
Kata "memperoleh" mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber inisiatif untuk
berdaya berasal dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus
menyadari akan perlunya memperoleh daya atau kemampuan. Makna kata
"pemberian" menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari masyarakat.
Inisiatif untuk mengalihkan daya, kemampuan atau kekuatan adalah pihak-pihak
lain yangmemiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-
agen pembangunan lainnya .
2. Proses Pemberdayaan
Menurut Kartasasmita (1995) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat
dilakukan melalui tiga proses yaitu: Pertama: Menciptakan suasana atau iklim
yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya
adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya. Dalam
konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan,
dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan kesadaran (awareness)
akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya. Kedua,
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empo-wering),
sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana.
Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena
kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang kuat.
Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat menjadikan
masyarakat menjadi lebih berdaya berkekuatan dan berkamampuan. Kaitannya
dengan indikator masyarakat berdaya, Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri
warga masyarakat berdaya yaitu: (1) mampu memahami diri dan potensinya,
mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan), (2) mampu
mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk berunding, (4)
memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang
saling menguntungkan, dan (5) bertanggungjawab atas tindakannya. Slamet
(2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud denganmasyarakat berdaya
adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi, berkesempatan,
memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai
alternative, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu
mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi.
Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti
yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan
mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggungjawab. Adi (2003)
menyatakan bahwa meskipun proses pemberdayaan suatu masyarakat
merupakan suatu proses yang berkesinambungan, namun dalam
implementasinya tidak semua yang direncanakan dapat berjalan dengan mulus
dalam pelaksanaannya. Tak jarang ada kelompok-kelompok dalam komunitas
yang melakukan penolakan terhadap ”pembaharuan” ataupun inovasi yang
muncul.
117
3. Strategi dalam Pemberdayaan Masyarakat
Beberapa strategi dalam pemberdayaan masyarakat yang digunakan yaitu : (1)
menumbuh kembangkan potensi masyarakat; (2) kontribusi masyarakat dalam
pemberdayaan masyarakat; (3) mengembangkan gotong royong; (4) bekerja
bersama masyarakat; (5) komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) berbasis
masyarakat; (6) kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi
masyarakat lain; dan (7) desentralisasi.
Gambar 1
• Upaya penggerakan komunitas atau pengembangan
peran-aktif komunitas melalui proses pembelajaran yang
terorganisir dengan baik.
Mengidentifikasi
Fasilitasi/ Masalah & Penyebab Fasilitasi/
pendamping pendamping
Proses Merumuskan
Memantau & Evaluasi Pembelajaran Alternatif
Untuk Sustainability Pemecahan
Menetapkan &
melaksanakan Fasilitasi/
Fasilitasi/ pemecahan pendamping
pendamping
118
d. Memantau & Mengevaluasi Untuk Pelestarian
1) Sistem informasi (pencatatan, pelaporan & pengolahan data),
termasuk Survei Mawas Diri ulang
2) Didahului dengan pelatihan kader tentang cara-cara mengelola sistem
informasi serta bagaimana memanfaatkan data untuk pemantauan,
evaluasi dan pembinaan kelestarian.
Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan komunitas
ditujukan pada individu, keluarga, kelompok dan komunitas dengan tujuan agar
dapat meningkatkan kondisi kesehatan secara optimal.
119
program kesehatan yang akan dijalankan tersebut penting (urgen). Oleh
sebab itu, perlu dukungan kebijakan dan keputusan dari pejabat tersebut.
b. Menjembatasi (Mediate)
Promosi kesehatan juga mempunyai misi “ mediator” atau “menjembatani”
antara sector kesehatan dengan sektor yang lain sebagai mitra. Dengan
perkataan lain promosi kesehatan merupakan perekat kemitraan di bidang
pelayanan kesehatan. Kemitraan adal;ah sangat penting, sebab tanpa
kemitraan, niscaya sektor kesehatan mampu menangani masalah-masalah
kesehatan yang begitu kompleks dan luas.
c. Memampukan (Enable)
Sesuai dengan visi promosi kesehatan yaitu masyarakat mau dan mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, promosi kesehatan
mempunyai misi utama untuk memapukan masyarakat. Hal ini berarti, baik
secara langsung atau melalui tokoh-tokoh masyarakat, promosi kesehatan
harus memberikan keterampila-keterampilan kepada masyarakat agar
mereka mandiri di bidang kesehatan. Telah kita sadari bersama, bahwa
kesehatan dipengaruhi oleh banyak factor di luar kesehatan seperti
pendidikan, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Oleh sebab itu, dalam rangka
memberdayakan masyarakat di bidang kesehatan, maka keterampilan di
bidang ekonomi, pendidikan dan sosial lainnya, perlu di kembangkan melalui
promosi kesehatan ini.
4. Strategi Promosi Kesehatan.
Guna mewujudkan atau mencapai visi dan misi tersebut secara efektif dan
efisien, diperlukan cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini sering disebut
“strategi”, yakni teknik atau cara bagaimana mencapai atau mewujudkan visi
dan misi tersebut secara berhasil guna. Berdasarkan rumusan WHO (1994),
strategi promosi kesehatan secara global ini terdiri dari 3 hal, yaitu:
a. Advokasi (Advocacy)
WHO ( 1989) diukutip dalam UNFPA dan BKKBN (2002) menggunakan “
advocacy isa combination on individual and social action design to gain
political commitment, policy support, social acceptance and systems
support for particular health goal or programme”. Jadi advokasi adalah
kombinasi kegiatan individu dan sosial yang dirancang untuk
memperoleh komitmen politis, dukungan kebijakan, penerimaan sosial
dan sisitem yang mendukung tujuan atau program kesehatan tertentu.
Definisi Chapela 1994 yang dikutip WISE (2001) secara harfiah:”
melakukan advokasi berarti mempertahankan, berbicara mendukung
seseorang atau sesuatu atau mempertahankan ide. Sedangkan advokator
adalah seseorang yang melakukan kegiatan atau negosiasi yang ditujukan
untuk mencapai sesuatu untuk seseorang,kelompok ,masyarakat tertentu
atau secara keseluruhan.
b. Bina Suasana
Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku
yang diperkenalkan.Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan
sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di
rumah, orang-orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan,
majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki
opini yang positif terhadap perilaku tersebut. Di lain pengertian bina
suasana adalah menjalin kemitraan untuk pembentukan opini publik
dengan berbagai kelompok opini yang ada di masyarakat seperti : tokoh
masyarakat, tokoh agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia
usaha/swasta, media massa, organisasi profesi pemerintah dan lain-lain.
Bina suasana dilakukan untuk sasaran sekunder atau petugas pelaksana
diberbagai tingkat administrasi (dari pusat hingga desa).
120
c. Pemberdayaan masyarakat(Empowerment)
Freira (dalam Hubley 2002) mengatakan,bahwa pemberdayaan adalah
suatu proses dinamis yang dimulai dari dimana masyarakat belajar
langsung dari tindakan. Pemberdayaan masyarakat biasanya dilakukan
dengan pendekatan pengembangan masyarakat. Pengembangan
masyarakat biasanya berisis bagaimana masyarakat mengembangkan
kemampuannya serta bagaimana masyarakat mengembangkan
kemampuannya serta bagaimana meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pengambilan keputusan.
121
b. Metode Promosi kesehatan kelompok
1) Kelompok Besar : Ceramah, Seminar, dll
2) Kelompok Kecil : Diskusi kelompok, Curah pendapat (Brain
Storming), dll
c. Metode promosi kesehatan massa
1) Ceramah umum
2) Penggunaan media massa elektronik, misalnya TV, dll
3) Penggunaan media cetak, misalnya majalah, dll
4) Penggunaan media diluar ruang, misalnya spanduk,dll.
Menjalin Kemitraan
Kemitraan dalam upaya kesehatan (partnership for health) adalah kebersamaan dari
sejumlah pelaku untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesehatan
masyarakat yang didasarkan atas kesepakatan tentang peranan dan prinsip masing –
masingpihak. Agar kemitraan dapat berjalan dengan baik, perlu memperhatikan
prinsip dasar, landasan dan kunci keberhasilan.
1. Pengertian Kemitraan
Hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan manfaat) untuk mencapai
tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peran masing-masing.
2. Tujuan Kemitraan
Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kesehatan untuk
mencapai Indonesia Sehat .
4. Landasan Kemitraan
Dalam bermitra perlu diperhatikan beberapa landasan kemitraan sebagai berikut
a. Saling memahami kedudukan, tugas, fungsi dan struktur masing-masing
b. Saling memahami kemampuan (capacity)
c. Saling menghubungi (linkage)
d. Saling mendekati (proximity)
e. Saling bersedia membantu dan dibantu (openess)
f. Saling mendorong dan mendukung (support)
g. Saling menghargai (reward)
5. Landasan Kemitraan
Dari berbagai pengalaman kemitraan baik secara global dan lokal, maka
diketahui beberapa kunci sukses kemitraan sebagai berikut:
a. Adanya komitmen/kesepakatan bersama
b. Adanya kerjasama yang harmonis
122
c. Adanya koordinasi yang baik
d. Adanya kepercayaan antar mitra
e. Adanya kejelasan tujuan yang akan dicapai
f. Adanya kejelasan peran dan fungsi dari masing-masing mitra
g. Adanya keterlibatan yang berkesinambungan
6. Pelaku Kemitraan
Pelaku kemitraan adalah semua pihak, semua komponen masyarakat dan unsur
pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, Perguruan Tinggi, media masa,
penyandang dana,dll, khususnyakalangan swasta. Berikut ini beberapa contoh
pelaku kemitraan : (a) Sektor Kesehatan (Lintas Program) Seperti : Program
Kesehatan Perkotaan, program keluarga, Gizi, Imunisasi, Diare, Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM),
Kesehatan Lingkungan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(PP-PL) dan lain-lain; (b) Sektor di luar kesehatan dan Legislatif Seperti : Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Departemen Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan
Nasional, Kementerian Pertanian, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementerian
Agama, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian
Tenaga Kerja, Perguruan Tinggi, dan lain-lain; (c) Organisasi Profesi Seperti:
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), PPNI, Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), HAKLI, Perkumpulan Pendidikan
dan Promosi Kesehatan Masyarakat Indonesia (Perkumpulan PPKMI), dll; (d)
Organisasi Sosial Masyarakat/LSM/Organisasi Wanita, Organisasi Pemuda,
Organisasi Keagamaan, dan lain-lain. e. Kelompok Media massa; (f)
Swasta/dunia usaha.
7. Peran Mitra
Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan sesuai keadaan, masalah dan
potensi para mitra. Adapun peran mitra sebagai berikut :
a. Inisiator.
Memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan operasionalisasi
Indonesia Sehat.
b. Motor / dinamisator
Sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan, kegiatan bersama, dll.
c. Fasilitator
Memfasilitasi, memberi kemudahan sehinggakegiatan kemitraan dapat
berjalan lancar.
d. Anggota aktif
Berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
e. Peserta kreatif
Sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif
f. Pemasok input teknis
Memberi masukan teknis (Program Kesehatan)
g. Dukungan sumber daya
Memberi dukungan sumber daya sesuai keadaan, masalah dan potensi
yang ada.
Beberapa contoh peran para mitra dapat dikemukakan berikut ini :(a) Sektor
Kesehatan (Lintas Program), Peran: sebagai penggerak, perumus
standar/pedoman; (b) Sektor di luar kesehatan,Peran : sebagai pengembang
kebijakan lingkungan dan perilaku sehat; (c) Organisasi Profesi, Peran : memberi
masukan, pengembangan, dukungan sumber daya dan peran aktif. (d) Organisasi
Sosial Masyarakat/LSM ,Peran : memberi masukan, pengembangan, dukungan
sumber daya, peran aktif; (e) Media massa, Peran : memberi masukan,
penyebarluasan informasi; dan (f) Swasta, Peran : memberi dukungan sumber
daya dalam bentuk sarana, dana dan tenaga.
123
8. Langkah-Langkah Dalam Kemitraan.
Untuk mengembangkan kemitraan dalam promosi kesehatan dapat dilakukan
beberapa langkah kegiatan sebagai berikut :
a. Penjajagan
Mencakup identifikasi, pengenalan calon mitra dengan segala potensi
yang dimiliki.
b. Penyamaan persepsi
Tujuannya diperoleh pandangan yang sama dalam penanganan masalah
yang dihadapi bersama, maka para mitra perlu bertemu untuk saling
memahami kedudukan, tugas dan fungsi serta peran masing-masing
secara terbuka dan kekeluargaan. Penyamaan persepsi ini dapat
dilakukan melaluiforum-forum yang sudah ada, atau melalui forum
khusus.
c. Pengaturan peran
Tujuannya agar masing-masing mitra mengetahui perannya dalam
penanggulangan suatu masalah. Apaperan sektor kesehatan, peran sektor
lain, dan peran swasta sangatlah penting untuk dipahami dandisepakati
bersama. Lebih baik pengaturan peran ini tertulis secara jelas dan
merupakan dokumen yang resmi.Untuk mencapai indikator Indonesia
Sehat 2010 potensi para mitra dapat diarahkan dalam upaya mencapai
indikator tersebut. Misalnya untuk indikator perilaku tidak merokok,
dapat melibatkan LSM-LSM yang berperan dalam kegiatan anti rokok,
sarana pelayanan kesehatan berperan membantu orang-orang yang ingin
berhenti merokok, Yayasan Lembaga Konsumen berperan dalam somasi
iklan rokok.
d. Komunikasi intensif
Untuk menjalin dan mengetahui perkembangan kemitraan maka perlu
dilakukan komunikasi antar mitra secara teratur dan terjadwal. Dimana
permasalahan yang dihadapi di lapangan dapat langsung diselesaikan.
Hal ini perlu untuk melihat masing-masing mitra apakah sudah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan peran dan tujuan yang ingin
dicapai, dapat juga untuk pemantauan.
e. Melakukan kegiatan
Harus dilaksanakan dengan baik sesuai dengan rencana kerja tertulis
yang telah disepakati bersama. Mitra yang sudah sepakat untuk mencapai
tujuan Indonesia Sehat 2010, perlu melaksanakan kegiatan sesuai dengan
togas pokok dan fungsi dari masing-masing mitra tersebut. Pelaksanaan
kegiatan tersebut biasanya dilaksanakan bersama-sama atau sendiri-
sendiri. Seperti Program Penanggulangan Masalah Merokok, Kampanye
konsumsi buah dan sayur yang kaya serat.
f. Pemantauan dan penilaian
Kegiatan ini juga harus disepakati sejak awal dalam pelaksanaan kegiatan
kemitraan. Hasil dan pemantauan dan penilaian ini dapat dipergunakan
untuk penyempurnaan kesepakatan yang telah dibuat.
Advokasi
Advokasi merupakan suatu cara perawat untuk meningkatkan partisipasi secara aktif
komunitas. Perawat membantu masyarakat untuk dalam mengambil keputusan
secara mandiri. Advokasi merupakan suatu usaha sistematik dan terorganisir, untuk
mempengaruhi dan mendesak terjadinya perubahan dalam kebijakan public secara
bertahap maju dan semakin baik. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan advokasi yang efektif dan berkesinambungan
124
1) Pengertian.
Advokasi adalah aksi strategis yang ditujukan untuk menciptakan kebijakan
public yang bermanfaat bagi masyarakat atau mencegah munculnya kebijakan
yang diperkirakan merugikan masyarakat (Socorro Reyes, Local Legislative
Advocacy Manual, Philippines : The Center For Legislative Development, 1997).
Advokasi merupakan suatu usaha sistematik dan terorganisir untuk
mempengaruhi dan mendesak terjadinya perubahan dalam kebijakan public
secara bertahap maju dan semakin baik (Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes
RI). Dalam pengertian lain advokasi adalah proses komunikasi yang terencana
untuk mendapatkan dukungan dan keputusan untuk pemecahan masalah, dan
suatu keberhasilan advokasi bisa dilakukan secara sistematis.Advokasi adalah
proses aplikasi informasi dan sumber daya yang digunakan untuk membuat suatu
perubahan terhadap suatu masalah di masyarakat.
2) Tujuan advokasi
Tujuan umum
Diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan, baik berupa
kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikutsertaan dalam kegiatan,
maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan usaha.
Tujuan Khusus
1. Adanya pemahaman atau pengenalan atau kesadaran.
2. Adanya ketertarikan atau peminatan atau tanpa penolakan.
3. Adanya kemauan atau kepedulian atau kesanggupan untuk membantu dan
menerima perubahan.
4. Adanya tindakan/perbuatan/kegiatan nyata (yang diperlukan).
5. Adanya kelanjutan kegiatan (kesinambungan kegiatan)
125
teknik atau cara kegiatan operasional dan (5) Laksanakan kegiatan, pantau dan
evaluasi serta lakukan tindak lanjut.
Supervisi
1. Pengertian Supervisi
Supervisi adalah suatu proses kemudahan untuk penyelesaian tugas-tugas
keperawatan (Swansburg & Swansburg, 1999). Supervisi adalah merencanakan,
mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong,
memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap
perawat dengan sabar, adil serta bijaksana (Kron, 1987).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa supervisi merupakan
suatu cara yang efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Tujuan Supervisi
Memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan
tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan
tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik (Suarli, 2009).
3. Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas kerja, peningkatan ini erat kaitannya
dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin
terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan
dan bawahan.
b. Dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja, peningkatan ini erat kaitannya
dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga
pemakaian sumber daya (tenaga, harta, dan sarana) yang sia-sia akan
dapat dicegah (Azwar 1996, dalam Nursalam, 2007).
Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, maka sama artinya bahwa
tujuan organisasi telah tercapai dengan baik.
4. Prinsip-Prinsip Supervisi
Agar supervisi dapat dijalankan dengan baik maka seorang suprvisor harus
memahami prinsip- prinsip supervisi dalam keperawatan sebagai berikut :
a. Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi
b. Didasarkan atas hubungan profesional dan bukan pribadi.
c. Kegiatan direncanakan secara matang.
d. Bersifat edukatif, supporting dan informal.
e. Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksana keperawatan
f. Membentuk hubungan kerjasama yang demokratis antara supervisor dan
staf.
g. Harus objektif dan sanggup mengadakan “self evaluation”.
h. Harus progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan kelebihan
masing-masing perawat yang disupervisi.
i. Konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan
kebutuhan.
j. Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan.
k. Suprvisi dilakukan secara teratur dan berkala.
l. Supervisi dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan
perkembangan.
126
5. Cara Supervisi
Supervisi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung, penerapannya
disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta tujuan supervisi.
a. Supervisi Langsung :
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung.
Cara supervisi ini ditujukan untuk bimbingan dan arahan serta mencegah
dan memperbaiki kesalahan yang terjadi.
Cara supervisi terdiri dari :
1) Merencanakan
Seorang supervisor, sebelum melakukan supervisi harus membuat
perencanaan tentang apa yang akan disupervisi, siapa yang akan
disupervisi, bagaimana tekniknya, kapan waktunya dan alasan
dilakukan supervisi (Kron, 1987).
2) Mengarahkan
Pengarahan yang dilakukan supervisor kepada staf meliputi
pengarahan tentang bagaimana kegiatan dapat dilaksanakan sehingga
tujuan organisasi dapat tercapai. Dalam memberikan pengarahan
diperlukan kemampuan komunikasi dari supervisor dan hubungan
kerjasama yang demokratis antara supervisor dan staf.
3) Membimbing
Agar staf dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, maka dalam
melakukan suatu pekerjaan, staf perlu bimbingan dari seorang
supervisor. Supervisor harus memberikan bimbingan pada staf yang
mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya, bimbingan harus
diberikan dengan terencana dan berkala. Staf dibimbing bagaimana
cara untuk melakukan dan menyelesaikan suatu pekerjaan.
Bimbingan yang diberikan diantaranya dapat berupa : pemberian
penjelasan, pengarahan dan pengajaran, bantuan, serta pemberian
contoh langsung.
4) Memotivasi
Supervisor mempunyai peranan penting dalam memotivasi staf untuk
mencapai tujuan organisasi. Kegiatan yang perlu dilaksanakan
supervisor dalam memotivasi antara lain adalah :
a) Memberikan dukungan positif pada staf untuk menyelesaikan
pekerjaan.
b) Memberikan kesempatan pada staf untuk menyelesaikan
tugasnya dan memberikan tantangan-tantangan yang akan
memberikan pengalaman yang bermakna.
c) Memberikan kesempatan pada staf untuk mengambil
keputusan sesuai tugas limpah yang diberikan.
d) Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan
staf.
e) Menjadi role model bagi staf.
5) Mengobservasi (Nursalam, 2007)
Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi staf dalam
melaksanakan tugasnya sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan
sesuai dengan yang diharapkan, maka supervisor harus melakukan
observasi terhadap kemampuan dan perilaku staf dalam
menyelesaikan pekerjaan dan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh
staf.
127
6) Mengevaluasi
Evaluasi merupakan proses penilaian pencapaian tujuan, apabila
suatu pekerjaan sudah selesai dikerjakan oleh staf, maka diperlukan
suatu evaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan
rencana yang telah disusun sebelumnya.
Evaluasi juga digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut
sudah dikerjakan sesuai dengan ketentuan untuk mencapai tujuan
organisasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara menilai langsung
kegiatan, memantau kegiatan melalui objek kegiatan. Apabila suatu
kegiatan sudah di evaluasi, maka diperlukan umpan balik terhadap
kegiatan tersebut.
128
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J.N., & Spredley, B.W. (2001). Community health nursing : concept and
practice. Philadelphia : Lippincot.
Entjang, Indan, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, Citra Aditya Bakti.
Green, L.W & Kreuteur, M.W. (1991). Health promotion planning : An educational
and environmental approach. London : Mayfield Publishing Company.
Helvie, C.O. (1998). Advanced practice nursing in the community. California: SAGE
Publication Inc.
Hitchcock, J.E., Scubert, P.E., & Thomas, S.A. (1999). Community health nursing:
Caring in action. USA: Delmar Publishers.
BPJS Kesehatan (2014) Panduan Layanan bagi Peserta BPJS Kesehatan. Jakarta:
BPJS Kesehatan.
129
Jekel, F. J. (2007) Epidemiology, Biostatistics, and Preventive Medicine.
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Tim Penyusun Bahan Sosialisasi & Advokasi JKN (2013) Buku Pegangan Sosialisasi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jakarta: Kemenkes RI.
Tim Pustaka Yustisia (2014) Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Kesehatan dari
BPJS. Jakarta: Visimedia.
WHO (2016a) Universal Health Coverage (UHC), Media centre. Available at:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs395/en/ (Accessed: 18
November 2017).
WHO (2016b) World Health Statistics 2016: Monitoring Health for the SDGs
Sustainable Development Goals. Jeneva: WHO.
130
131