Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KOMUNITAS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA UPTD


PUSKESMAS III DENPASAR SELATAN

OLEH :

1. DEWA PUTU BAGUS OKA ARIMBAWA


2. NI KOMANG SUGIRI ASRI
3. NI WAYAN PURI SEMADI
4. NI MADE PRATIWI PUSPA DEWI
5. NI WAYAN DEWI CHIMA LAKSMITA

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN 2020
BAB I

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2
A. Konsep Komunitas
1. Batasan Komunitas
Ada beberapa batasan komunitas yang digunakan antara lain sebagai berikut.
a. Komunitas adalah unit dari organisasi sosial dan teritorial, yang tergantung
dari besarnya, sehingga dapat berupa RT, RW, desa dan kota.
b. Komunitas adalah sekelompok manusia serta hubungan yang ada di
dalamnya sebagaimana yang berkembang dan digunakan dalam suatu agen, institusi
serta lingkungan fisik yang lazim.
c. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan lebih
sering dibandingkan dengan manusia lain yang berada di luarnya serta saling
tergantung untuk memenuhi keperluan barang dan jasa yang penting, untuk
menunjang kehidupan sehari-hari.
2. Komponen Komunitas
Komponen komunitas adalah seperti berikut ini.
a. Manusia (people)
Menjelaskan unsur “The who” dari komunitas sangat bermanfaat dalam
menjawab: Siapa sasaran program? Bagaimana karakteristiknya? Program
kesehatan untuk komunitas remaja tentu tidak sama dengan komunitas lansia,
karena sasaran dan karakteristiknya berbeda.
b. Ruang dan waktu (space and time)
Menjelaskan unsur “The where and when” dari komunitas sangat bermanfaat
dalam menjawab: Di mana lokasi sasarannya? Kapan waktu yang tepat
melaksanakan program kesehatan untuk komunitas desa dan komunitas kota? Hal
tersebut ditanyakan karena komunitas desa tidak sama dengan komunitas kota
(lokasi). Program kesehatan untuk komunitas pejuang 45 tentu tidak sama dengan
komunitas remaja milenium (waktu).
c. Tujuan (purpose)
Menyelesaikan unsur “The why and now“ dari komunitas sangat bermanfaat
dalam menjawab penyebab timbulnya masalah kesehatan dan program kesehatan
yang patut dilaksanakan. Penyebab timbulnya masalah kesehatan pada komunitas
buruh tentu tidak sama dengan komunitas petani. Program kesehatan yang sesuai
untuk komunitas seniman.
3. Fungsi Komunitas
Fungsi komunitas adalah sebagai berikut.
a. Produksi, distribusi dan konsumsi

3
Kemampuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi para
anggota. Biasanya dicerminkan dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
perdagangan dan industri yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sendiri.
b. Sosialisasi
Kemampuan meneruskan nilai-nilai sosial, moral, budaya, pengetahuan dan
keterampilan kepada para anggota. Biasanya dilakukan melalui institusi-institusi
yang ada di masyarakat, seperti keluarga, sekolah, atau organisasi sosial.
c. Kontrol sosial
Kemampuan memelihara berbagai ketentuan, peraturan serta norma
masyarakat. Biasanya terkait untuk menjamin keamanan masyarakat. Dilakukan
baik melalui keluarga, sekolah, maupun pengajian.
d. Partisipasi
Cara masyarakat berperan serta dalam memuaskan para anggota. Biasanya
dilaksanakan melalui berbagai organisasi masyarakat, termasuk keluarga (untuk
para anggota keluarga).
e. Dukungan bersama
Kemampuan masyarakat melaksanakan upaya khusus yang diperlukan oleh
para anggota terutama dalam keadaan darurat, dapat berupa bantuan keluarga untuk
para anggota keluarga, atau bantuan masyarakat untuk kelompok yang tidak
punya/mampu (yatim piatu, lansia).
4. Pengaruh Komunitas terhadap Kesehatan
Fungsi komunitas tidak sempurna, sehingga dapat menimbulkan berbagai
masalah, baik terhadap individu maupun terhadap komunitas secara keseluruhan.
Masalah yang bisa timbul seperti berikut.
a. Gangguan pada fungsi produksi, distribusi dan konsumsi pangan, misalnya
dapat menimbulkan kekurangan gizi.
b. Gangguan pada fungsi dukungan bersama (mutual support) pada lansia,
misalnya dapat memperberat berbagai penyakit lansia.
c. Gangguan pada fungsi sosialisasi nilai-nilai moral, misalnya dapat
menimbulkan penyakit seksual.
5. Prinsip Kesehatan Komunitas
Prinsip yang dipegang dalam kesehatan komunitas adalah:
a. Insiden atau prevalen tinggi;
b. Risiko kematian tinggi;
c. Penyelesaian mengikutsertakan peran serta masyarakat;
d. Lebih mengutamakan tindakan promotif dan/atau preventif dari pada kuratif
dan/atau rehabilitatif;
e. Tanggung jawab pemerintah lebih besar dari pada masyarakat/swasta;
f. Aspek efektivitas dan efisien tinggi.

4
B. Konsep Keperawatan Komunitas
1. Definisi Keperawatan Komunitas
Keperawatan komunitas atau community health nursing merupakan praktik untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat dengan menggunakan
pengetahuan dari ilmu keperawatan, ilmu sosial dan ilmu kesehatan masyarakat.
Pengertian lain dari keperawatan komunitas adalah suatu bentuk pelayanan
profesional berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan terutama pada
kelompok risiko tinggi untuk meningkatkan status kesehatan komunitas dengan
menekankan upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta tidak
mengabaikan kuratif dan rehabilitatif.
2. Tujuan Keperawatan Komunitas
Tujuan keperawatan komunitas adalah sebagai berikut.
a. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan pada tujuan keperawatan komunitas ini berarti adalah
suatu upaya untuk membantu masyarakat menjadikan gaya hidup mereka sehat
optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan sebagai keseimbangan kesehatan
fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Promosi kesehatan tidak sekadar
mengubah gaya hidup, tetapi mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat
adalah tujuan yang akan dicapai pula.
b. Proteksi kesehatan
Proteksi kesehatan merupakan upaya perlindungan kelompok masyarakat
terhadap terpaparnya suatu penyakit.
c. Pencegahan penyakit dan penyembuhan
Pencegahan penyakit merupakan upaya dalam mencegah terjadinya penyakit
pada kelompok yang berisiko, sedangkan penyembuhan adalah upaya yang
dilakukan pada kelompok masyarakat yang telah terkena penyakit. Upaya
penyembuhan bertujuan untuk menyembuhkan kelompok masyarakat yang sakit
dan mencegah terjadinya komplikasi.
3. Sasaran Keperawatan Komunitas
Sasaran keperawatan komunitas adalah individu, keluarga, dan kelompok berisiko
tinggi (keluarga atau penduduk di daerah kumuh, daerah terisolasi, daerah yang tidak
terjangkau termasuk kelompok bayi, balita dan ibu hamil).
4. Model Keperawatan Komunitas
Model keperawatan ini pada hakikatnya mengatur hubungan antara perawat
komunitas dengan klien, yaitu keluarga, kelompok, dan komunitas. Klien telah

5
memberikan kepercayaan dan kewenangannya untuk membantunya meningkatkan
kesehatan melalui asuhan keperawatan komunitas yang berkualitas.
a. Model self care menurut Dorothy Orem
Model ini lebih menekankan kepada self care (mandiri) untuk
mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan komunitas dalam
keadaan, baik sehat maupun sakit (Orem, 1971, dalam Marriner, 2001). Pandangan
model ini terhadap empat konsep sentral paradigma keperawatan adalah sebagai
berikut.
1)Manusia
Orem (1971, dalam Marriner, 2001), memandang manusia sebagai kesatuan
yang utuh yang mempunyai fungsi biologis, sosial, mempunyai inisiatif, dan
mampu melakukan aktivitas perawatan diri untuk mempertahankan kehidupan,
kesehatan dan kesejahteraan komunitas. Kemampuan komunitas untuk
melakukan self care (mandiri) mencerminkan kekuatan komunitas yang ada,
dan ini sangat tergantung pada tingkat kematangan atau pengalaman, tingkat
pengetahuan, dan kesehatan komunitasnya.

2)Kesehatan
Model ini memandang bahwa kesehatan komunitas dapat tercapai
ketika komunitas mampu memenuhi kebutuhan self care-nya. Bila
komunitas tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi
self care defisit.
3)Keperawatan
Tindakan self care (mandiri) adalah reaksi komunitas terhadap
tuntutan untuk memenuhi kebutuhan self care dalam upaya mencapai
kesehatan. Tipe sistem keperawatan :
a) Wholly Compensatory Nursing System
Perawat komunitas mengambil seluruh kegiatan self care
untuk memenuhi kebutuhan komunitas secara total.
b) Partly Compensatory Nursing System
Perawat komunitas dan masyarakat bersama-sama memenuhi
kebutuhan self care. Perawat mengidentifikasi kebutuhan, kemampuan, dan
kelemahan yang ada di komunitas. Untuk kebutuhan yang tidak dapat
dipenuhi oleh komunitas, perawat melakukan tindakan keperawatannya,
dan bila komunitasnya mampu, perawat tetap memberikan motivasi agar

6
kemampuan tersebut dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Kemitraan
dengan komunitas pada sistem ini sangat dibutuhkan.
c) Supportive Educative System

7
4) Pada situasi ini komunitas mampu melakukan pemenuhan
kebutuhan self care, tetapi harus dengan bimbingan dan dukungan dari
perawat dalam hal mengambil keputusan, mengontrol perilaku,
memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Lingkungan
Lingkungan dapat diartikan sebagai tempat, situasi maupun hal-hal
yang berinteraksi dengan individu, baik secara aktif maupun pasif.
Lingkungan dan individu akan sama-sama berpikir, menganalisis dan
membuat kesimpulan selama interaksi. Sifat lingkungan yang mungkin
saja berupa lingkungan hidup, seperti adanya individu lain dapat
memengaruhi lingkungan internal seseorang.
Paradigma keperawatan dalam konsep lingkungan ini adalah
memandang bahwa lingkungan fisik, psikologis, sosial, budaya dan
spiritual dapat memengaruhi kebutuhan dasar manusia selama pemberian
asuhan keperawatan dengan meminimalkan dampak atau pengaruh yang
ditimbulkannya sehingga tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai.
b. Model Health Care System menurut Betty Neuman
Model kedua yang akan dibahas adalah model health care system
(Neuman, 1972, dalam Anderson & McFarlane, 2000). Model ini dikembangkan
berdasarkan philosophy primary health care (pelayanan kesehatan utama) yang
memandang komunitas sebagai klien. Kliennya bisa meliputi individu,
kelompok, keluarga, komunitas atau kumpulan agregat lainnya yang dipandang
sebagai suatu sistem terbuka yang memiliki siklus input, proses, output dan
feedback sebagai suatu pola yang dinamis.
Pandangan model ini terhadap empat konsep sentral paradigma
keperawatan adalah sebagai berikut.
1) Manusia
Model ini memandang manusia sebagai sistem terbuka yang
berinteraksi secara konstan dan dinamis seiring dengan adanya respon
terhadap stresor baik dari lingkungan internal maupun eksternal. Model ini
juga memandang manusia atau klien secara keseluruhan (holistik) yang
terdiri atas faktor fisiologis, psikologis, sosial budaya, perkembangan, dan
spiritual yang berhubungan secara dinamis dan tidak dapat dipisah-
pisahkan.
Sistem klien diartikan dalam struktur dasar dalam lingkaran konsentrik
yang saling berkaitan. Struktur dasar meliputi faktor dasar kelangsungan
hidup yang merupakan gambaran yang unik dari sistem klien, seperti range
temperatur normal, struktur genetik, pola respon, kekuatan dan kelemahan
organ, struktur ego, dan pengetahuan atau kebiasaan. Stresor yang ada akan
sangat memengaruhi kondisi klien, contoh ketika di suatu daerah terdapat
banyak agregat remaja awal (usia 12-13 tahun) sudah banyak yang merokok,
karena mencontoh orang dewasa. Mengingat bahaya merokok usia dini
sangat besar, maka perawat komunitas akan melakukan upaya pencegahan
primer dengan memberikan pendidikan kesehatan pada remaja tersebut
dengan melibatkan orang dewasa di sekitarnya. Ini menunjukkan komunitas
membutuhkan informasi dan dukungan untuk melakukan perilaku sehat
untuk mengatasi stresor.
2) Kesehatan
Kemampuan komunitas mempertahankan keseimbangan terhadap
stresor yang ada dan mempertahankan keharmonisan antara bagian dan
subbagian keseluruhan komunitas. Model ini pun menjelaskan bahwa sehat
merupakan respons sistem terhadap stresor dilihat dalam satu lingkaran
konsentris core (inti) dengan tiga garis pertahanan, yaitu fleksibel, normal,
dan resisten, dengan lima variabel yang saling memengaruhi, yaitu
fisiologi, psikologi, sosiobudaya, spiritual dan perkembangan.
3) Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh faktor internal dan eksternal yang berada di
sekitar klien, dan memiliki hubungan yang harmonis dan seimbang.
a) Lingkungan intrapersonal, yaitu lingkungan yang ada dalam
sistem klien. Contoh, melihat sekelompok pelajar SMP tawuran,
perawat tentu harus mengkaji mengapa remaja berperilaku demikian,
apakah remaja memiliki kepribadian yang mudah marah, gangguan
konsep dirinya, atau tidak terpenuhinya kebutuhan remaja, sehingga
marah menjadi kompensasi dari gangguan kebutuhan tersebut.
b) Lingkungan interpersonal yang terjadi pada satu individu atau
keluarga atau lebih yang memiliki pengaruh pada sistem. Contoh,
apakah perilaku tawuran tersebut dicontoh remaja dari lingkungan
keluarganya atau lingkungan komunitasnya? Lalu siapakah yang
berperan dalam mengatasi masalah tawuran remaja ini?
c) Lingkungan extrapersonal, yaitu di luar lingkup sistem,
individu atau keluarga, tetapi ikut memengaruhi sistem komunitas.
Contoh, sosial politik, mungkin remaja tawuran, karena ada sisipan
unsur politik untuk mengalihkan permasalahan yang sedang terjadi di
wilayah tersebut.
4) Keperawatan
Model ini menjelaskan bahwa keperawatan memperhatikan manusia
secara utuh untuk mempertahankan semua variabel yang memengaruhi
respons klien terhadap stresor. Melalui penggunaan model keperawatan ini,
diharapkan dapat membantu individu, keluarga dan kelompok untuk
mencapai dan mempertahankan level maksimum dari total wellness.
Perawat membantu komunitas menjaga kestabilan dengan lingkungannya
dengan melakukan prevensi primer untuk garis pertahanan fleksibel,
prevensi sekunder untuk garis pertahanan normal, dan prevensi tersier untuk
garis pertahanan resisten.
Pelayanan keperawatan juga disesuaikan dengan kondisi yang dialami
komunitasnya. Contoh, jika stresor ada di lingkungan klien, yaitu menembus
garis pertahanan fleksibel, maka yang dilakukan perawat adalah
melakukan prevensi primer (tingkat pencegahan primer), seperti mengkaji
faktor-faktor risiko, memberi pendidikan kesehatan atau membantu klien
sesuai dengan kebutuhannya. Jika stresor telah menembus garis
pertahanan normal, maka yang dilakukan perawat adalah melakukan
prevensi sekunder, seperti melakukan deteksi dini, menentukan sifat dari
proses penyakit dan memberikan pelayanan keperawatan segera. Jika stresor
telah mengganggu garis pertahanan resisten, maka upaya prevensi tersier
dapat dilakukan oleh perawat untuk membatasi atau mengurangi efek dari
proses penyakitnya atau mengoptimalkan potensi komunitas sebagai sumber
rehabilitasi.

Uraian tentang model health care system di atas dapat disimpulkan


bahwa faktor manusia, kesehatan, lingkungan, dan keperawatan merupakan
bagian yang saling berhubungan dan mendukung ke arah stabilitas sistem.
c. Model Keperawatan Komunitas sebagai Mitra (community as partner)
menurut Anderson & Mc Farlane
Model komunitas sebagai mitra (community as partner) yang
dikembangkan berdasarkan model Neuman dengan pendekatan totalitas
manusia untuk menggambarkan masalah kesehatan yang ada. Model ini
sekaligus menekankan bahwa primary health care (PHC) sebagai filosofi
yang mendasari komunitas untuk turut aktif meningkatkan kesehatan,
mencegah, dan mengatasi masalah melalui upaya pemberdayaan
komunitas dan kemitraan. Perlu Anda ketahui bahwa ada tiga pendekatan
utama primary health care (PHC), yaitu memberikan pelayanan kesehatan
dasar dengan teknologi tepat guna, menjalin kerja sama lintas sektoral, dan
meningkatkan peran serta masyarakat. Oleh karenanya, model ini sangat
menitikberatkan pada kemitraan, melalui kemitraan komunitas akan
merasa masalah kesehatannya juga menjadi tanggung jawabnya.
Pada pembahasan sebelumnya tentang model health care system menurut
Neuman sudah dijelaskan, bahwa klien adalah sebagai sistem terbuka.
Klien dan lingkungannya berada dalam interaksi yang dinamis dan
memiliki tiga garis pertahanan, yaitu fleksible line of defense, normal
line of defense, dan resistance defense. Intinya ada dua komponen
penting dalam model ini, yaitu roda pengkajian komunitas dan proses
keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri atas dua bagian utama,
yaitu inti (core) sebagai intrasistem yang terdiri atas, demografi,
riwayat, nilai dan keyakinan komunitas. Ekstrasistemnya terdiri atas
delapan subsistem yang mengelilingi inti, yaitu lingkungan fisik,
pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan,
pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi, dan rekreasi. Proses
keperawatan yang dimaksud mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Hitchcock, Schubert, Thomas,
1999; Anderson & McFarlane, 2000; Ervin, 2002).
Berikut gambar tentang model komunitas sebagai mitra (community as partner).
Gambar. 3.3
Model Komunitas sebagai Mitra (Community as Partner)

5. Peran dan fungsi perawat komunitas


Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan mempunyai peran dan fungsi dalam
meningkatkan kesehatan komunitas. Perawat dituntut mempunyai sekumpulan
kemampuan/kompetensi yang telah ditetapkan oleh kebijakan organisasi dengan merujuk
pada persepsi dan harapan komunitas terhadap pelayanan keperawatan komunitas yang
diberikan. Peran dan fungsi perawat komunitas dalam praktik keperawatan berikut ini.
a. Manager kasus
Jika, berperan sebagai manager, perawat harus mampu mengelola pelayanan yang
berkoordinasi dengan komunitas atau keluarga, penyedia pelayanan kesehatan atau
pelayanan sosial yang ada. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pencapaian tujuan
asuhan keperawatan komunitas. sebagai manager kasus perawat komunitas harus dapat
berfungsi untuk melakukan tindakan sebagai berikut.
1) Mengidentifikasi kebutuhan komunitas terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini
penting dilakukan agar pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
komunitas.
2) Menyusun rencana asuhan keperawatan komunitas. Rencana ini dibuat berdasarkan
hasil pengkajian kebutuhan komunitas terhadap pelayanan kesehatan.
3) Mengoordinasikan aktivitas tim kesehatan multidisiplin sehingga pelayanan yang
diberikan dapat optimal dan tepat sasaran.
4) Menilai kualitas pelayanan keperawatan dan pelayanan kesehatan yang telah
diberikan. Sebagai manager, hal ini penting untuk meningkatkan pengelolaan berikutnya.

b. Pelaksana Asuhan keperawatan


Salah satu peran penting perawat adalah memberikan pelayanan langsung kepada komunitas
sesuai dengan kebutuhan komunitas atau keluarga. Sebagai pelaksana asuhan keperawatan,
perawat dapat berfungsi untuk:
1) melakukan pengkajian secara komprehensif;
2) menetapkan masalah keperawatan komunitas;
3) menyusun rencana keperawatan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi
komunitas;
4) melakukan tindakan keperawatan langsung mencakup tindakan mandiri (seperti
melakukan perawatan luka, melatih napas dalam dan batuk efektif, melatih latihan rentang
gerak/rom, dan sebagainya), serta tindakan kolaboratif (seperti pemberian obat TBC dan
sebagainya);
5) mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan;
6) mendokumentasikan semua tindakan keperawatan.

c. Pendidik
Jika berperan sebagai pendidik, maka perawat harus mampu menjadi penyedia informasi
kesehatan dan mengajarkan komunitas atau keluarga tentang upaya kesehatan yang dapat
dilakukan komunitas. Berikut fungsi yang dapat dijalankan oleh perawat komunitas dalam
menjalankan perannya sebagai pendidik.

1) Mengidentifikasi kebutuhan belajar, yaitu apa yang ingin diketahui oleh komunitas,
ini bisa diketahui saat perawat melakukan pengkajian komunitas.
2) Memilih metode pembelajaran (ceramah, diskusi, atau demonstrasi), dan materi
yang sesuai dengan kebutuhan.
3) Menyusun rencana pendidikan kesehatan.
4) Melaksanakan pendidikan kesehatan.
5) Melatih komunitas/kelompok/keluarga tentang keterampilan yang harus dimiliki
sesuai kebutuhannya.
6) Mendorong keluarga untuk melatih keterampilan yang sudah diajarkan perawat.
7) Mendokumentasikan kegiatan pendidikan kesehatan.

d. Pembela (Advocate)
Peran sebagai pembela (advocate) dapat dilakukan perawat dengan mendukung pelayanan
keperawatan yang berkualitas dan kompeten. Sikap perawat yang selalu berupaya
meningkatkan kompetensinya agar asuhan keperawatan komunitas yang diberikan terjaga
kualitasnya, merupakan contoh pelaksanaan peran sebagai pembela (advocate). Selain sikap
di atas, tindakan lain yang dapat dilakukan perawat sebagai pembela (advocate) adalah:
1) menyediakan informasi yang dibutuhkan komunitas atau keluarga untuk membuat
keputusan;
2) memfasilitasi komunitas atau keluarga dalam mengambil keputusan;
3) membuka akses ke provider agar komunitas atau keluarga mendapatkan pelayanan
yang terbaik (membangun jejaring kerja);
4) menghormati hak klien;
5) meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
6) melaksanakan fungsi pendampingan komunitas atau keluarga;
7) memberikan informasi terkait sumber-sumber pelayanan yang dapat digunakan;
8) memfasilitasi masyarakat dalam memanfaatkan sumber-sumber tersebut.

e. Konselor
Perawat konselor membutuhkan keterampilan khusus, yaitu perawat tersebut adalah orang
yang memahami (expert) di bidang keahliannya, dapat dipercaya untuk membantu komunitas
atau keluarga dan mengembangkan koping yang konstruktif dalam penyelesaian masalah.
Perawat juga dapat memberikan berbagai solusi dalam rangka menetapkan cara yang lebih
baik untuk penyelesaian masalah.

f. Role Model
Dalam interaksi, ada proses transformasi perilaku perawat yang dapat dipelajari oleh
komunitas atau keluarga. Proses inilah yang sebenarnya, bahwa perawat sedang menjalankan
perannya sebagai role model (contoh).
perawat yang dapat dijadikan role model adalah perawat yang mau meningkatkan
kemampuan dirinya, berperilaku sehat, dan bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai
perawat komunitas.
g. Penemu Kasus
Peran selanjutnya yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas adalah melibatkan diri
dalam penelusuran kasus di komunitas atau keluarga, untuk selanjutnya dilakukan kajian apa
saja yang dibutuhkan komunitas. Tentu saja kasus tersebut mungkin membutuhkan intervensi
dari profesi lain atau pelayanan kesehatan yang lebih kompleks, maka yang dilakukan
perawat komunitas adalah segera merujuk klien. Merujuk juga membutuhkan ketelitian
perawat untuk mengidentifikasi, kasus mana yang seharusnya di rujuk dan ke mana harus
merujuk? Nah, Anda dapat mengembangkan peran ini, tentu saja sebelumnya kemampuan
Anda mengkaji atau menilai kebutuhan komunitas harus terus dilatih. Selamat berlatih!

h. Pembaharu
Anda tentu pernah mendengar istilah pembaharu (change agent). Peran ini membantu
komunitas untuk melakukan perubahan ke arah kehidupan yang lebih sehat. Hal yang
dilakukan perawat sebagai pembaharu adalah sebagai berikut.
1) Mengidentifikasi kekuatan dan penghambat perubahan. Hal ini penting dilakukan
karena suatu perubahan merupakan suatu hal yang baru yang membutuhkan dukungan.
2) Membantu pencairan dan memotivasi untuk berubah.
3) Membantu komunitas menginternalisasi perubahan.

5. Peneliti
Berkembangnya ilmu keperawatan, salah satunya banyak dipengaruhi oleh hasil-hasil
penelitian. Melalui penelitian, perawat komunitas dapat mengidentifikasi masalah praktik
dan mencari jawaban melalui pendekatan ilmiah. Meskipun perawat lulusan DIII tidak
mempunyai kompetensi melakukan penelitian mandiri, namun perawat lulusan DIII dapat
menjadi anggota penelitian dan menggunakan hasil penelitian dalam praktik keperawatan
komunitas.

2.1 Kelompok Khusus


2.1.1 Definisi Kelompok Khusus
Kelompok khusus adalah sekelompok masyarakat atau individu yang karena
keadaan fisik, mental maupun sosialnya budaya dan ekonominya perlu
mendapatkan bantuan, bimbingan dan pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan
karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka dalam memelihara kesehatan
dan keperawatan terhadap dirinya sendiri (Rofii, 2010).
Kelompok khusus merupakan sekumpulan individu yang mempunyai
kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang terorganisasi yang
sangat rawan terhadap masalah kesehatan antara lain :
a. Kelompok khusus dengan kebutuhan kesehatan khusus sebagai
akibat perkembangan dan pertumbuhan seperti : ibu hamil, bayi baru lahir,
anak balita, anak usia sekolah dan lansia atau lanjut usia.
b. Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan
dan bimbingan serta asuhan keperawatan, antara lain : kasus penyakit
kelamin, tuberculosis, AIDS, kusta dan lain – lain. ( Rofii, 2010)
2.1.2 Keperawatan pada Kelompok Khusus
Merupakan upaya di bidang keperawatan kesehatan masyarakat yang
ditujukan kepada kelompok-kelompok individu yang mempunyai kesamaannya
jenis kelamin, umur, permasalahan kesehatan dan rawan terhadap masalah
kesehatan tersebut, yang dilaksanakan secara berorganisasi dengan tujuan
meningkatkan kemampuan kelompok dan derajat kesehatannya, mengutamakan
upaya promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif, yang ditujukan kepada mereka yang tinggal dipanti kepada kelompok-
kelompok yang ada dimasyarakat, diberikan oleh tenaga kesehatan dengan
pendekatan pencegahan masalah melalui proses keperawatan (Effendy, 1998).
2.1.3 Pelayanan Kelompok Khusus di Masyarakat
Pelayanan kelompok khusus di masyarakat, dilakukan melalui kelompok-
kelompok yang terorganisir dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat, melalui
pembentukan kader kesehatan di antara kelompok tersebut, yang telah mendapatkan
pendidikan dan pelatihan oleh puskesmas, yang telah berjalan dewasa ini kita kenal
dengan sebutan desa wisma. Disamping itu lahan pembinaan kelompok-kelompok
khusus di masyarakat dapat dilakukan melalui posyandu terhadap kelompok ibu
hamil, bayi dan anak balita, dan kelompok-kelompok lainnya yang mungkin dapat
dilakukan. ( Effendy, 1998).
2.2 Konsep Ibu Hamil
Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi terakhir dan
kelahiran (38 minggu dari pembuahan). Istilah medis untuk wanita hamil adalah gravida,
sedangkan manusia di dalamnya disebut embrio (minggu-minggu awal) dan kemudian
menjadi janin sampai kelahiran (Astria, 2009).
Kehamilan adalah masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.
Lamanya hamil normal 280 hari ( 40 minggu atau 9 bulan 7 hari ) dihitung dari pertama
haid terakhir (Prawiroharjo, 2006). Kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru
terjadi bila ovum dibuahi dan pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai fetus yang
aterm (Guyton, 1997).

2.3 Tanda dan Gejala Kehamilan


2.3.1 Bukti Subjektif (presumtif)
1. Amenore
Bagi wanita normal yang mengalami menstruasi teratur, amenore
merupakan salah satu bukti dini kehamilan, terutama bila gejala-gejala lainnya
juga terjadi.
2. Perubahan payudara
Nyeri, nyeri tekan, terasa berat, dan pembesaran adalah gejala awal
perubahan payudara. Kemudian terjadi pigmentasi, perubahan putting, sekresi
kolostrum, dan pembesaran vena.
3. Mual dan Muntah
Banyak wanita mengalami derajat yang bervariasi mulai dari mual,pening,
dan muntah. Hal ini disebut morning sickness karena gejala-gejala lebih sering
terjadi setelah sarapan pagi. Diyakini bahwa morning sickness adalah respons
awal tubuh terhadap tigginya kadar progesteron.
4. Frekuensi Berkemih
Kongesti darah pada organ-organ pelvik meninmgkatkan sensitivitas
jaringan. Tekanan karena pembesaran uterus pada kandung kemih menstimulasi
saraf untuk berkemih selama kehamilan.
5. Leukorea (keputihan)
Peningkatan sekresi vaginal disebabkan oleh efek peningkatan suplai darah
ke pelvik terjadi amat dini pada kehamilan.
6. Tanda Chadwick’s (bercak keunguan pada vagina)
Perubahan awal yang terlihat pada warna mukosa vagina yang menjadi
ungu kebiruan karena meningkatnya suplai darah.
2.3.2 Bukti Objektif (probabilitas)
1. Pertumbuhan dan perubahan uterus
Tanda Hegar’s adalah melunaknya segmen bawah uterus. Tanda Goodell’s
adalah melunaknya serviks. Tanda-tanda ini adalah probabilitas tetapi bukan
buksti kehamilan absolut.
2. Perubahan abdomen
Karena uterus membesarsehingga dinding abdomen harus terdorong keluar
untuk menampung penambahan ukuran uterus ke dalam rongga abdomen.
Selain itu pada abdomen juga akan terdapat striae gravidarum dan pigmentasi.
3. Pemeriksaan Labolatorium
Semua pemeriksaan kehamilan tergantung dengan ada atau tidaknya human
Chorionic gonandotropin ( hCG) dalam urin. Hormon tersebut dihasilkan
perta,ma kali oleh tropoblas ketika ovum yang dibuahi terbenam dalam
endometrium. Jenis pemeriksaan kehamilan adalah bioassay, radioreseptor,
immunoassay, dan antibodi monoklonal.
2.3.3 Bukti Positif (absolute)
1. Mendengar detak jantung janin (DJJ) dan desiran funik
2. Merasakan bagian-bagian janin
3. Melihat hasil konsepsi pada ultrasonografi atau skleton pada gambar x
ray
4. Merasakan gerakan janin
5. Elektrokardiografi janin

2.4 Pemeriksaan pada ibu hamil


A. Tujuan pemeriksaan dan pengawasan Ibu hamil
1. Tujuan umum
Menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam
kehamilan, persalinan dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat.
2. Tujuan khusus
a. Mengenal dan menangani penyakit-penyakit yang mungkin dijumpai
dalam kehamilan, persalinan dan nifas
b. Mengenal dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita
sedini mungkin
c. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak
d. Memberikan nasehat-nasehat tentang cara hidup sehat sehari-hari
B. Jadwal pemeriksaan kehamilan
Jadwal pemeriksaan antenatal care sebanyak 12 sampai 13 kali selama
hamil :
1. Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika haidnya
terlambat 1 bulan
2. Periksa ulang 1 kali sebulan sampai kehamilan 7 bulan
3. Periksa ulang 2 kali sebulan pada usia kehamilan 7 bulan sampai usia kehamilan 9
bulan
4. Periksa ulang 1 minggu sekali sesudah usia kehamilan 9 bulan
5. Periksa khusus bila ada keluhan-keluhan
Standar pemeriksaan minimal menurut WHO yaitu 4 kali selama kehamilan
1. Satu kali pada trimester I (sebelum 14 minggu)
2. Satu kali pada trimester II (antara minggu ke 14-28 minggu)
3. Dua kali pada trimester III (antara minggu ke 28-36 minggu dan sesudah minggu
ke 36)
C. Pelayanan dan asuhan standar minimal “14 T”
1. Timbang berat badan
2. Tekanan darah
3. Tinggi fundus uteri
4. Tetanus toxoid lengkap
5. Tablet zat besi, minimal 90 tablet selama kehamilan
6. Tes penyakit menular seksual (PMS)
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
8. Terapi kebugaran
9. Tes VDRL
10. Tes reduksi urine
11. Tes protein urine
12.Tes Hb (Haemoglobin)
13.Terapi iodium
14.Terapi malaria
D. Pemeriksaan Kehamilan
Anamnesa
1. Biodata
Nama, umur, pekerjaan, suami, umur, agama, alamat, dan lain-lain untuk
mengetahui penderita dan menentukan status sosial ekonominya harus diketahui.
Misalnya untuk menentukan anjuran apa atau pengobatan apa yang akan diberikan
untuk menentukan diagnosa kehamilan, jika umur terlalu tua atau muda maka
persalinan lebih banyak resiko
2. Keluhan utama
Apakah penderita datang untuk pemeriksaan kehamilan atau keluhan-keluhan yang
dirasakan ibu]
Contoh :
a. Ibu mengatakan pinggang pegal-pegal
b. Ibu mengatakan keluar darah dari kemaluan
3. Tentang riwayat haid
a. Menarche, haid teratur tidak, dan siklus, lamanya haid. Banyak darah.
Sifat darah : cair atau berbeku-beku, warnanya, baunya, haid nyeri atau tidak
b. Haid terakhir, teratur tidaknya haid dan siklusnya dipergunakan untuk
memperhitungkan tafsiran persalinan. Yang dimaksud dengan terakhir adalah
hari pertama dari haid yang terakhir (HPHT)
4. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
a. Kehamilan
Adakah gangguan seperti pendarahan, muntah yang sangat, toxacmia
gavidarum
b. Persalinan
Spontan atau buatan, aterm atau premature, perdarahan, ditolong bidan, dokter
atau dukun
c. Nifas
Adakah panas atau perdarahan, bagaimana laktasi
d. Anak
Jenis kelamin, hidup atau tidak jika meninggal umur berapa
dan penyebab meninggalnya, berat badan waktu lahir.
5. Riwayat kehamilan sekarang
a. Mulai merasakan gerakan janin
b. Kehamilan masih muda adakah mual, muntah, sakit kepala,
perdarahan, sakit pinggang dan lain-lain
6. Riwayat Kesehatan badan
a. Pernahkah sakit keras atau operasi
b. Bagaimana nafsu makan / minum
7. Riwayat penyakit keluarga
Adakah riwayat penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM, hipertensi atau
penyakit menular yang dapat mempengaruhi persalinan TBC.
8. Riwayat sosial
Tentang perkawinan : kawin atau tidak berapa kali kawin, berapa lama kawin
Dari anamnesa mendapat kesan tentang keadaan penderita dan kemudian akan
dicocokan dengan hasil dari pemeriksaan fisik.

2.5 Masalah-Masalah Yang Timbul Pada Ibu Hamil


a. Angka kematian yang tinggi
Penyebab kematian pada ibu yang melahirkan:
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor
penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan
untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang
lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang-
kejang,aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup
penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang
pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan
juga berpengaruh. Kaum laki-laki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala
permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah
medis, tingginya kematian ibu hamil juga karena masalah ketidaksetaraan gender,
nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil
dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah
peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian
dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik
oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.

Menurut hasil kajian kinerja IGD Obstetri-Ginekologi dari RSUP Cipto


Mangunkusumo, yang merupakan RS rujukan nasional, lima besar penyebab
kematian ibu hamil adalah perdarahan, eklampsia, sepsis, infeksi dan gagal paru.
1) Perdarahan
Perdarahan yang tidak terkontrol menyumbang sekitar 20%-25% kematian ibu
sehingga merupakan risiko yang paling serius. Kehilangan darah dapat terjadi
selama kehamilan, selama persalinan, atau setelah persalinan (post partum).
Perdarahan post partum yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 1.000 mL
adalah penyebab utama kematian. Meskipun dapat dicegah, tidak semua kasus
perdarahan post partum dapat dihindari. Atonia uterus (uterine atony), yaitu
kondisi di mana otot rahim kehilangan kemampuan untuk berkontraksi setelah
melahirkan, adalah penyebab utama perdarahan post partum. Penyebab lain yang
lebih jarang adalah retensi plasenta (retained placenta), di mana seluruh atau
sebagian jaringan plasenta tertinggal di rahim. Penyebab trauma termasuk luka,
ruptur uterus, dan inversi uterus.
Komplikasi dari perdarahan postpartum termasuk hipotensi ortostatik, anemia,
dan kelelahan, yang dapat menyulitkan perawatan pasca melahirkan. Anemia post-
partum meningkatkan risiko depresi post-partum.
2) Infeksi
Infeksi yang menyebabkan kematian ibu termasuk dalam kelompok penyebab
tidak langsung. Infeksi yang paling umum adalah malaria, tuberkulosis, dan
hepatitis. Ibu hamil yang terinfeksi penyakit-penyakit tersebut biasanya memiliki
gejala yang lebih parah dan memiliki tingkat risiko tinggi keguguran, kematian
janin, persalinan prematur, berat badan lahir rendah, kematian bayi dan/atau ibu.
a) Malaria
Merupakan infeksi parasit yang ditularkan oleh nyamuk dan
menewaskan lebih dari 1 juta orang setiap tahunnya. Penyakit ini lebih umum
pada wilayah Indonesia bagian timur. Malaria dapat dicegah dengan obat-
obatan yang tepat dan perangkat antinyamuk.
b) Tuberkulosis (TB)
Adalah infeksi yang termasuk dalam target kedaruratan WHO sejak
tahun 2005. Sekitar sepertiga dari populasi dunia (diperkirakan sekitar 1,75
miliar) terinfeksi basil tuberculosis. Penyakit ini dapat diperberat oleh
kehamilan dan menyebabkan kematian ibu dan/ atau janin. TB dapat
disembuhkan dengan obat-obatan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol.
c) Hepatitis
Adalah infeksi virus yang menyerang fungsi hati. Virus hepatitis B
(HBV) adalah penyebab paling umum hepatitis pada ibu hamil, namun virus
hepatitis E (HEV) adalah yang paling dikaitkan dengan peningkatan risiko
kematian ibu. Hepatitis E akut dapat memberikan gejala tiba-tiba dalam
beberapa hari atau minggu sebelum kematian. Hepatitis dapat dicegah dengan
kewaspadaan, imunisasi, dan sanitasi yang lebih baik.
3) Diabetes melitus gestasional (DMG)
Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus
Gestasional, merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu yang sedang
hamil. Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama
pada penyakit diabetes yang lain yaitu sering buang air kecil (polyuria), selalu
merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi). Yang membedakan
adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil. Sayangnya penemuan kasus-kasus
diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan sebab pasien tidak akan
merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan gejala sering
kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal.
Masalah yang ditemukan pada bayi yang ibunya menderita diabetes dalam
kehamilan adalah kelainan bawaan, makrosomia (bayi besar > 4 kg),
hipoglikemia (kadar gula darah rendah), hipokalsemia (kadar kalsium dalam
tubuh rendah), hiperbilirubinemia (bilirubun berlebihan dalam tubuh), sindrom
gawat napas, dan kematian janin. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan
dengan peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia,
usia tua, dan multiparitas (jumlah kehamilan > 4). Makrosomia memiliki risiko
kematian janin saat dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat
nyangkut serta dan peningkatan jumlah operasi caesar. Hipoglikemia pada bayi
dapat terjadi beberapa jam setelah bayi dilahirkan. Hal ini terjadi karena ibu
mengalami hiperglikemia (kadar gula darah berlebihan) yang menyebabkan bayi
menjadi hiperinsulinemia (kadar hormone insulin dalam tubuh janin berlebihan).
Pengaruh Diabetes Militus Terhadap Kehamilan
1. Pengaruh kehamilan, perrsalinan dan nifas terhadap DM.
a. Kehamilan dapat menyebabkan status pre diabetik menjadi manifes
(diabetic).
b. DM akan menjadi lebih berat karena kehamilan.
2. Pengaruh penyakit gula terhadap kehamilan diantaranya:
a. abortus dan partus premature.
b. Hidronion.
c. Pre-eklamsi.
d. Kesalahan letak jantung.
e. Insufisiensi plasenta.
3. Pengaruh penyakit terhadap persalinan
a. Gangguan kontraksi otot rahim partus lama/terlantar.
b. Janin besar sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
c. Gangguan pembuluh darah plasenta sehingga terjadi asfiksia sampai
dengan lahir mati.
d. Perdarahan post partum karena gangguan kontraksi otot rahim.
e. Post partum mudah terjadi infeksi.
f. Bayi mengalami hypoglicemi post partum sehingga dapat
menimbulkan kematian.
4. Pengaruh DM terhadap kala nifas
a. Mudah terjadi infeksi post partum
b. Kesembuhan luka terlambat dan cenderung infeksi mudah menyebar
5. Pengaruh DM terhadap bayi
a. Abortus, premature < usia kandungan 36 minggu
b. Bayi besar (makrosomia)
c. Dapat terjadi cacat bawaan, potensial penyakit saraf dan jiwa
4) Kekurangan gizi
Masalah kekurangan gizi pada ibu hamil sebenarnya sangat berhubungan
dengan proses pertumbuhan, yaitu pertumbuhan janinyang dikandungnya dan
pertumbuhan berbagai organ tubuhnya sebagai pendukung proses pertumbuhan
ini, maka kebutuhan makanan sebagai sumber energi juga meningkat.
Peningkatan metabolism berbagai zat gizi pada ibu hamil juga memerlukan
peningkatan suplai berbagai vitamin, mineral khususnya Fe dan Ca serta kalori
dan protein.
Apabila kebutuhan kalori, protein dan mineral meningkat ini tidak dapat
terpenuhi melalui konsumsi makanan oleh ibu hamil, akan terjadi kekurangan gizi
pada ibu hamil yang berakibat :
a. Berat badan bayi pada waktu lahir rendah dan sering disebut
berat badab bayi rendah (BBLR).
b. Kelahiran premature ( lahir belum cukup umur kehamilan)
c. Lahir dengan berbagai kesulitan dan lahir mati.
Kekurangan gizi pada ibu hamil menimbulkan berbagi masalah gizi pada ibu
hamil tersebut. Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan
perorangan atau masyarakat disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan
zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah kekurangan gizi makro terutama
kurang energy protein sedangkan masalah kekurangan gizi mikro adalah
kekurangan zat besi, dan kurang zat yodium.
5) Abortus
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa
gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gram.
(Derek Liewollyn&Jones: 2002). Hal serupa dikemukakan Murray, 2002 bahwa
abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaan hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu
dan berat janin kurang dari 500 gram.
Pada setiap ibu hamil memiliki resiko untuk terjadinya abortus (keguguran),
kejadian abortus pada ibu hamil dapat dipegaruhi oleh beberapa sebab antara lain:
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang
paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur
kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini
antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat
menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang
sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti
radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
b. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan
pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh
karena penyakit darah tinggi yang menahun.
c. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh
sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan
infeksi virus toxoplasma.
d. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan
pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang
lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke
depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
6) Preeklampsia
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada
molahidatidosa. (Hanifa Wiknjosastri, 2007).
Preeklampsia terbagi atas 2 bagian, yaitu :
1. Preeklampsia ringan, bila disertai dengan keadaan sebagai berikut :

a. Tekanan darah 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval


pelaksanaan 6 jam.

b. Tekanan darah diastolic 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval


pelaksanaan 6 jam.

c. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu

d. Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1


sampai 2 urin keteter atau midstream.
2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
b. Oligouria, urin kurang dari 40 cc/24 jam
c. Proteinuria lebih dari 3gr/liter
d. Adanya gangguan selebral, gangguan virus dan rasa nyeri di
epigastrium.
e. Terdapat edema paru dan sianosis.
Penyebab preeklampsi belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa
peneliti menduga kurangya gizi,lemak tubuh yang tinggi atau kurangnya aliran
darah pada rahim.
Ibu hamil yang menderita preeklampsi dapat berakibat berkurangnya jumlah
aliran darah ke plasenta oleh janin. Oleh karena itu bias menyebabkan
perlambatan perkembangan janin, berat badan saat kelahiran rendah dan sering
dijumpai pula kelahiran premature. Oligohidramnion(penurunan jumlah cairan
ketuban) juga menjadi resiko lain preeclampsia. Preeclampsia juga meningkatkan
resiko pemisahan antara plasenta dan dinding rahim. Bila parah,kondisi ini bias
menyebabkan pendarahan yang mengancam jiwa ibu dan janin.
b. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan non kesehatan.
1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
Khusus AKI dan hubungnnya dengan pertolongan persalinan dapat
diartikan semakin banyak persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
terampil (Misalnya, Dokter, Bidan, dan perawat) maka jumlah kematian ibu akan
semakin menurun. Sebaliknya pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang tidak terampil tidak akan mempengaruhi penurunan jumlah
kematian ibu.
2) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non medis
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non-medis seringkali
dilakukan oleh seseorang yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin
atau peraji. Pada dasarnya dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan
masyarakat setempat atau merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari
nenek moyang atau keluarganya dan biasanya sudah berumur ± 40 tahun ke atas.
( Prawirohardjo, 2005).
Pendidikan dukun umumnya adalah Kejar Paket A atau tamat SD, bisa baca
tulis dengan kapasitas yang rendah, mereka tidak mendapat ilmu tentang cara
pertolongan persalinan secara teori di bangku kuliah, tetapi mereka hanya
berdasarkan pengalaman saja. Peralatan yang digunakannya hanya seadanya
seperti memotong tali pusat menggunakan bambu, untuk mengikat tali pusat
menggunakan tali naken, dan untuk alasnya menggunakan daun pisang.

Masalah yang dapat ditimbulkan apabila persalinan di tolong oleh tenaga


kesehatan non medis (dukun beranak):
Menurut Dinkes AKI cenderung tinggi akibat pertolongan persalinan
tanpa fasilitas memadai, antara lain tidak adanya tenaga bidan apalagi dokter
obsgin. Karena persalinan masih ditangani oleh dukun beranak atau peraji,
kasus kematian ibu saat melahirkan masih tetap tinggi. Pertolongan gawat
darurat bila terjadi kasus perdarahan atau infeksi yang diderita ibu yang
melahirkan, tidak dapat dilakukan.
Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang lebih memilih untuk
menggunakan dukun beranak. Sementara itu, definisi mereka tentang mutu
pelayanan berbeda dengan definisi standar medis. Kelemahan utama dari
mutu pelayanan adalah tidak terpenuhinya standar minimal medis oleh para
dukun beranak, seperti dengan praktek yang tidak steril (memotong tali pusat
dengan sebilah bambu dan meniup lubang hidung bayi yang baru lahir
dengan mulut). Riwayat kasus kematian ibu dan janin dalam penelitian ini
menggambarkan apa yang terjadi jika dukun beranak gagal mengetahui tanda
bahaya dalam masa kehamilan dan persalinan serta rujukan yang terlambat
dan kecacatan janin pun bisa terjadi dari kekurangtahuan dukun beranak akan
tanda-tanda bahaya kehamilan yang tidak dikenal.
2.6 Keperawatan pada Ibu Hamil di Komunitas
Perawatan pada ibu hamil bersifat preventif care untuk mencegah terjadinya
masalah kurang baik bagi ibu maupun janin agar dapat melalui persalinan dengan sehat
dan aman, di perlukan kesiapan fisik dan mental ibu sehingga ibu dalam keadaan status
kesehatan yang optimal karena dengan keadaan kesehatan ibu yang optimal sangat
berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang di kandungnya ( Departemen Kesehatan RI,
2007)
Tujuan pelayanan pada ibu hamil adalah :
a.Memantau kemajuan kehamilan, memastikan kesejahteraan ibu dan tumbuh
kembang janin.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental serta
sosial ibu dan bayi.
c.menemukan secara dini adanya masalah/gangguan dan kemungkinan
komplikasi yang terjadi selama kehamilan.
d. Mempersiapkan kehamilan dan persalinan dengan selamat baik ibu
maupun bayi, dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas dan pemberian ASI Eksklusif berjalan
normal.
f. Mempersiapkan ibu dan keluarga dapat berperan dengan baik dalam
memelihara bayi agar dapat tumbuh dan berkembang secara normal.

2.7 Pelayanan Kesehatan pada Ibu Hamil di Komunitas


Pelayanan kelompok khusus di masyarakat, dilakukan melalui kelompok –
kelompok yang terorganisir dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat, melalui
pembentukan kader kesehatan diantara kelompok tersebut, yang telah mendapatkan
pendidikan dan pelatihan oleh puskesmas . Selain itu, pembinaan pada kelompok ibu
hamil dapat dilakukan melalui Posyandu.
Keperawatan komunitas mencakup berbagai bentuk upaya pelayanan kesehatan
baik upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitative maupun resosialitatif.
1) Upaya promotif untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil dengan melakukan
kegiatan penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan kesahatan
perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga teratur, rekreasi dan
pendidikan seks.
2) Upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan
terhadap ibu hamil melalui puskesmas dan kunjungna rumah, pemberian vitamin
A, iodium, ataupun pemeriksaan kehamilan.
3) Upaya kuratif bertujan untuk mengobati anggota keluarga yang sakit atau
masalah kesehatan melalui kegiatan perawatan orang sakit di rumah, perawatan
rumah sakit sebagai tindak lanjut daari puskesmas atau rumah sakit, perawatan ibu
hamil dengan kondisi patologis, perawatan payudara, ataupun perawatan tali pusa
bayi baru lahir.
4) Upaya rehabilitative atau pemulihan terhadap pasien yang di rawat di rumah
atau kelompok-kelompok yang menderita penyakit tertentu seperti TBC, kusta dan
cacat fisik lainnya melalui kegaiatan latihan fisik pada penderita.
5) Upaya resosiatatif adalah upaya untuk mengembalikan penderita ke
masyarakat yang karena penyakitnya di kucilkan oleh masyarakat seperti
penderita AIDS, kusta dan wanita tuna susila ( Effendy 1998).

2.8 Peran Perawat dalam Komunitas ibu Hamil


a. Melakukan promosi kesehatan meliputi edukasi dan konseling untuk
meningkatkan perilaku sehat, untuk meningkatkan pengetahuan tentang kehamilan
dan untuk meingkatkan kenyamanan individu dan kemampuan dalam berdiskusi
tentang kesehatan dan sistem perawatan medis.
b. Promosi pemberian ASI dan penyediaan pemberian intervensi edukasi.
c. Melakukan pembinaan kepada kelompok sasaran yaitu ibu hamil, ibu bersalin,
keluarga, tokoh masyarakat setempat.
d. Bekerja sama dengan tokoh masyarakat untuk mengadakan desa siaga yang
meliputi pengaturan transportasi setempat yang siap melakukan rujukan kedaruratan,
mengadakan pengaturan biaya bagi masyarakat yang tidak mampu atau dapat
mengadakan tabungan ibu bersalin pada ibu hamil sebagai persiapan untuk biaya
persalinannya nanti, melakukan pengorganisasian donor darah berjalan serta mencari
calon pendonor bagi ibu bersalin nanti sebagai antisipasi jika dalam persalinan ibu
terjadi perdarahan sehingga tidak sampai terjadi kematian ibu. ( Hari, 2011)
2.9 Upaya Pemerintah dalam penanganan masalah kesehatan Ibu dan anak
1. Safe Motherhood (gerakan sayang ibu)
Pada dasawarsa terakhir ini, dunia internasional nampaknya benar- benar
terguncang. Bagaimana tidak jika setiap tahun hampir sekitar setengah juta warga
didunia harus menemui ajalnya karena persalinan. Dan nampaknya hal ini menarik
perhatian yang cukup besar sehingga di lakukannya berbagai usaha untuk
menanggulangi masalah kematian ibu ini.
Usaha tersebut terlihat dari beberapa program yang dilaksanakan oleh organisasi
internsional misalnya program menciptkan kehamilan yang lebih aman (making
pregnanci safer program) yang dilksanakn oleh WHO (World Health Organisation),
atau program gerakan sayang ibu (safe Motherhood Program) yang dilaksanakan di
Indonesia sebagai salah satu rekomendasi dari konferensi internasional di Mesir,
Kairo tahun 1994. Selain usaha- usaha tersebut, ada pula beberapa konferensi
internasional yang juga bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu seperti
Internasional Conference on Population and Development, di Cairo, 1994 dan the
World Conference on Women, di Beijing, 1995. (Rahima; Pusat Pendidikan dan
Informasi Islam dan Hak- hak perempuan, 2001).
Pemerintah indonesia dan UNICEF telah membuat kesepakatan untuk
menurunkan tingkat kematian ibu di indonesia yang merupakan prioritas nomer satu
dalam persetujuan kerjasamanya. Aus AID mendanai program Safe Motherhood di
empat provinsi dengan tingkat kematian ibu yang tinggi dan tidak dapet ditolerir, yaitu
Jawa Barat, Banten, Maluku, dan Papua.
Menaggapi tingginya tingkat kematan ibu melahirkan di provinsi- provinsi
tersebut, program safe motherhood ditujukan untuk memperkuat kapasitas masyarakat
dan dinas- dinas pemerintah di tingkat kabupaten dan yang lebih rendah, sehingga
dapat mengurangi tingkat kematian ibu, bayi dan balita.
Program safe motherhood bertujuan untuk mengurangi tingkat kematian ibu
melahirkan di empat provinsi diatas dengan cara:
a. meningkatkan mutu dari, dan akses ke, pelayanan perawatan kesehatan
ibu dan bayi.
b. Mendukung jangkauan dan kapasitas bidan didesa dan dukun bayi.
c. Memberdayakan masyrakat untuk mengenali kesulitan- kesulitan
selama masa kehamilan dan persalinan agar dapat mengambil tindakan tepat
guna membantu ibu dan bayi.
d. Memperkuat kapasitas pemerintah daerah dalam merencanakan,
melaksanakan, mengelola dan mengawasi program persalinan yang aman.
Disamping itu strategi Pemerintah dalam meningkatkan percepatan penurunan
angka kematian ibu dan bayi ini juga dilakukan program advokasi, Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) bagi bidan, LPM, PKK, PLKB, tokoh masyarakat
dantokoh agama dalam pendataan ibu hamil serta pengembangan rujukan
olehmasyarakat serta peningkatan kualitas kesehatan kepada masyarakat. Disamping
ada “SIAGA” ( siap, antar, jaga ) oleh pemerintah juga telah dikembangkan P 4
K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) yang dimaksudkan
untuk menuju persalinan yang aman dan selamat bagi ibu.
2. Making Pregnancy Saver (MPS)
MPS bertujuan untuk menjamin agar Safe Motherhood tetap merupakan prioritas
dalam agenda kesehatan dan pembangunan. Secara luas tujuan pragram safe
motherhood sama dengan making pregnancy saver, yaitu melindungi dan
mempromosikan hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi
beban global dari kesakitan, kecatatan dan kematian sebagai akibat dari
kehamilan,persalinan dan nifas. Namun making pregnancy safer WHO
mengutamakan upaya sektor kesehatan, dengan memfokus pada intervensi yang
efektif berdasarkan bukti- bukti ilmiah.
Making pregnancy safer merupakan program pemerintah dalam peningkatan
jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistem rujukan dalam
penanganan komplikasi kehamilan, persiapan keluarga dan suami siaga dalam
menyongsong kelahiran yang semuanya itu bertujuan untuk mengurangi angka
kematian ibu (AKI) dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi. Peningkatan
kesehatan ibu dan bayi di Indonesia adalah salah satu komitmen Departemen
Kesehatan melalui penerapan Rencana Pengurangan Angka Kematian dan Kesakitan
Ibu dan Bayi.
3. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal
yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal
sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan),
pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai
risiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling)
Termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta
KB pasca persalinan. Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan
golongan darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan
khusus dilakukan di daerah
prevalensi tinggi dan atau kelompok ber-risiko, pemeriksaan yang dilakukan
adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap
apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut.
Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali
selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang
dianjurkan sebagai berikut :
- Minimal 1 kali pada triwulan pertama
- Minimal 1 kali pada triwulan kedua
- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga

Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin


perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini factor risiko, pencegahan dan
penanganan komplikasi. Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
antenatal kepada Ibu hamil adalah dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan
perawat.

4. Program Tabungan Kehamilan


a. Tabungan Ibu Bersalin
Tabungan ini sifatnya incidental, keberadaannya terutama pada saat mualai
kehamilan dan berakhir ketika ibu sudah melahirkan. Tabungan ini sangat
membantu, terutama bagi ibu hamil dan keluarganya pada saat menghadapi
persalinan karena masalah biaya yang diatasi. Secara psikologis, ibu akanmerasa
tenang menghadapi persalinan. Tabulin ini biasanya dikoordinasi oleh tokoh
masyarakat atau petugas kesehatan, yang akan menjamin akses ibu ke pelayanan
kesehatan. Perlindungan pembiayaan kesehatan sendiri seharusnya dimiliki setiap
individu selama fase kehidupannya.
Keberhasilan pemberdayaan perempuan di sector kesehatan juga terlihat pada
indicator persalinan yang ditolong medis. Intervensi yang dilakukan adalah
menggiatkan penyuluhan masyarakat, khususnya dipedesaan dan menyediakan
lebih banyak lagi pusat “pelayanan kesehatan masyarakat” bersama tenaga
medisnya. Pemberdayaan perempuan di sector kesehatan telah berhasil
meningkatkan usia harapanhidup perempuan. Salah satu kegiatan ini adalah
membuat tabungan ibu bersalin (tabulin).Adapun tujuan dari diadakannya tabulin
ini adalah sebagai berikut :
1. Menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia
2. Meningkatkan derajat kesehatan masyrakat, terutama ibu hamil
3. Memotivasi masyarakat, terutama ibu hamil untuk menyisihkan sebagian
uangnua di tabung sebagai persiapan persalinan.Melalui tabulin bumil diharapakan
dapat menabung sehingga saat melahirkan, tidak mengalami kesulitan biaya
persalinan karena sudah adadana tabungan. Kegiatan ini adalah upaya yang sangat
baik untuk menurunkan angka kematian ibu. Meskipun demikian, cara ini belum
menjamin 100% menjamin keselamatan ibu hamil

b. Dana Sosial Ibu Bersalin


Dasolin adalah untuk masyarakat yang pasangan usia subur, juga ibu yang
mempunyai balita dianjurkan menabung yang kegunaan untuk membantu ibu tersebut
saat hamil lagi. Sedangkan Tabulin hanya untuk ibu hamil saja. Tapi kalau misalkan
Tabulinnya sedikit, bisa dibantu dengan Dasolin tersebut.
Dasolin merupakan suatu upaya pemeliharaan kesehatan diri, oleh, dan untuk
masyarakat yang diselenggarakan berdasarkan azas usaha bersama dan kekeluargaan
dengan pembiayaan secara pra upaya dan bertujuan untuk meningkatkan taraf
kesehatan masyarakat terutama ibu hamil.
Ciri khas Dasolin adalah dana yang berasal dari masyarakat dalam bentuk uang
atau modal dan benda yang dikelola oleh masyarakat untuk kepentingan dan
kesehatan masyarakat terutama ibu hamil.
Tujuan Dasolin :
1. Menurunkan angka kematian ibu dan bayi
2. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama ibu hamil
3. Memotivasi masyarakat, untuk menyisihkan sebagian dananya untuk
ditabung, yang kegunaannya untuk membantu ibu tersebut saat hamil lagi.
4. Terselenggaranya pemeliharaan kesehatan yang bermutu, berhasil guna
dan berdaya guna.
5. Tersedianya dana yang dihimpun secara pra upaya atu azas gotong
royong
6. Terwujudnya pengelolaan yang efisien dan efektif oleh lembaga
organisasi masyarakat yang melindungi kepentingan peserta
Dasolin merupakan salah satu bentuk peran serta kemandirian masyarakat dalam
bidang kesehatan. Penyelenggaraannya dipelihara melalui kelompok mayarakat yang
terorganisasi, seperti RT/RW, LKMD/PKK, paguyuban, pengajian, dan koperasi.
Ciri-ciri penyelenggaraan:
1. Secara gotomg royong. Penyelenggaraan dasolin sebagai usaha
bersama dengan asas kekeluargaan diantara peserta.
2. Secara musyawarah mufakat. Setiap keputusan penyelenggaraan
dasolin didasarkan atas musyawarah anggotanya.
3. Secara manajemen terbuka. Dasolin merupakan upaya m,asyarakat
secara gotong royong, maka manajemennya dilakukan secara terbuka.
4. Dasolin dalam kegiatan ekonomi.penyelenggaraan dasolin akan terus
bertahan jika dikaitkan dengan upaya ekonomi, misalnya keterikata usaha
koperasi.
Penyelenggaraan dasolin dapat dilakukan untuk pemeliharaan kesehatan ibu dan
anak. Pemeliharaan kesehatan melalui dana sehat dapat dilakukan pada ibu hamil.
Kontribusi dana berasal dari keluarga atau ibu rumah tangga. Peserta dasolin adalah
ibu dan keluarga, sedangkan pelaksana pelayanan adalah tenaga kesehatan, terutama
bidan, dokter, dan perawat.

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
PADA KELOMPOK IBU HAMIL

4.1 PENGKAJIAN
a. Data Inti
1. Sejarah
Apa yang didapat dari pengamatan sementara di wilayah tersebut ?
Tanyakan mengenai sejarah wilayah tersebut kepada tetua atau tokoh
masyarakat
2. Demografi
Tipe orang apa yang dijumpai pada kelompok ibu hamil ?termasuk data
mengenai usia, jenis kelamin dan piramida penduduk.
b. Data SubSistem
1. Fisik dan lingkungan
Keadaan lingkungan atau geografis, batas wilayah, peta wilayah, iklim dan
kondisi perumahan.
2. Pendidikan
Identifikasi berbagai jenis institusi pendidikan yang ada serta ketersediaan
program KB
3. Komunikasi
Identifikasi berbagai jenis komunikasi yang digunakan oleh ibu hamil
termasuk komunikasi melalui media cetak dan elektronik.
4. Kesehatan dan pelayanan social
Unit pelayanan kesehatan yang tersedia baik modern maupun tradisional,
tenaga kesehatan, home care, tempat pelayanan sosial, serta kesehatan jiwa
komunitas
5. Keamanan dan transportasi
Bagaimana ibu hamil berpergian ? Apa jenis transportasi umum dan
pribadi yang digunakan oleh para ibu hamil ?Apa jenis pelayanan
perlindungan yang tersedia untuk ibu hamil? Apakah kualitas udara
termonitor ? Apa jenis kejahatan pada umumnya ? Apakah ibu hamil
merasa aman ?
6. Ekonomi
Status ekonomi ibu hamil, industri yang ada, kegiatan yang menunjang
roda perekonomian
7. Politik dan Pemerintahan
Apakah ada tnda aktivitas dari partai politik? (Poster,pertemuan) Apa
partai yang mendominasi? Apa hak komunitas dalam pemerintahan? Apa
para ibu hamil terlibat dalam pengambilan keputusan di pemerintahan
setempat?
8. Rekreasi
Apa bentuk umum dari rekreasi? Siapa yang berperan serta? Apa fasilitas
rekreasi yang ditemukan.

4.2 Diagnosa dan Rencana Tindakan

1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual


dan muntah berlebihan
2) Deflsit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan
3) Koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan psikologi kehamilan
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya kontraksi
6) Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
Diagnosa Tujuan Rencana Sasaran Metode
Keperawatan tindakan
Ketidakefektifan 1. Jangka 1.Lakukan Tokoh Komunikasi
proses melahirkan Panjang : pendekatan masyarakat dan
Tidak ada lagi informal informasi
ibu hamil yang tokoh
mengalami masyarakat,
keterlambatan bidan desa,
dalam proses dan kader
persalinan pokja
2. jangka KIA/KB.
pendek: 2. Diskusikan bidan desa Diskusi
Ibu hamil dan rencana dan kader
keluraga penyuluhan pokja
mengetahui dengan KIA/KB
fasilitas yang bidan desa
dapat dituju dan kader
pokja
KIA/KB
berdasarkan
data yang
diperoleh.
3. Lakukan Puskesmas Kerja sama
kemitraan
dengan
Puskesmas
untuk
menempatka
n sdm yang
dapat selalu
ada saat
dibutuhkan
oleh ibu
hamil.
4. Beri Ibu hamil Komunikasi,
pendidikan informasi,
kesehatan edukasi
pada ibu
hamil
tentang
persiapan
dan proses
persalinan
dengan
melibatkan
kader pokja
KIA/KB.
5. Beri
penguatan Ibu hamil Diskusi
pada
kemampuan
ibu hamil
memahami
persiapan
dan proses
persalinan.
6. Lakukan
kerja sama pokja monitoring
dengan KIA/KB
pokja
KIA/KB
untuk
mengevaluas
i keefektifan
fungsi
fasilitas
kesehatan
terhadap ibu
hamil

Diagnosa Tujuan Rencana Sasaran Metode


Keperawatan tindakan
Resiko kelemahan 1. Jangka 1.Lakukan Ibu hamil Komunikasi
dalam Panjang : pendekatan dan dan informasi
menjalankan Tidak ada ibu informal pada keluarga
proses persalinan hamil yang ibu hamil dan
mengalami keluarga
kelemahan tentang status
karena telah nutrisi.
mendapatkan 2. Lakukan
cukup nutrisi kerjasama Puskesmas Kerja sama
2. jangka dengan dan kader
pendek: Puskesmas pokja
Ibu hamil untuk KIA/KB
mengetahui memberikan
persiapan- penyuluhan
persiapan 3. Beri
menjelang pendidikan Ibu hamil Komunikasi,
proses kesehatan informasi,
persalinan pada ibu edukasi
terutama yg hamil tentang
terkait persiapan dan
dengan proses
nutrisi persalinan
dengan
melibatkan
kader pokja
KIA/KB
4. Beri Ibu hamil Diskusi
penguatan
pada
kemampuan
ibu hamil
memahami
persiapan dan
proses
persalinan.
5. Lakukan kerja pokja monitoring
sama dengan KIA/KB
pokja
KIA/KB
untuk
mengevaluasi
pendidikan
kesehatan
yang telah
diberikan

4.3 Evaluasi
1. Ibu hamil dapat menggunakan dengan efektif faslitas kesehatan yang telah disediakan
2. ibu hamil dapat menjalani proses persalinan dengan lancar
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA IBU HAMIL


BAB IV

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai