Anda di halaman 1dari 8

PENINGKATAN KADAR NIKEL DARI PENCAMPURAN BIJIH NIKEL

KADAR RENDAH SAPROLIT DAN LIMONIT UNTUK BAHAN BAKU


NPI (NICKEL PIG IRON)

Puguh Prasetiyo, Agus Budi Prasetyo, Eni Febriana


Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI
pprasetiyo2002@yahoo.com

Abstrak
Telah dilakukan percobaan pemanggangan reduksi terhadap campuran bijih nikel laterit kadar rendah
jenis saprolit dengan limonit. Sedangkan untuk variabel percobaan digunakan perbandingan antara limonit
dengan saprolit, waktu, temperatur, dan persen reduktor. Percobaan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui
sampai sejauh mana terjadi peningkatan kadar nikel (Ni) dari saprolit kadar rendah dengan kadar 1,29 % Ni
apabila dicampur dengan limonit dengan kadar1,26 % Ni. Adapun laterit kadar rendah untuk percobaan ini
berasal dari Sangaji Halmahera.
Untuk pemanggangan reduksi terhadap pellet (dari pencampuran saprolit dengan limonit) dilakukan
dalam muffle furnace. Selanjutnya kalsin hasil reduksi dikonsentrasi menggunakan magnetik separator dengan
cara basah untuk mendapatkan konsentrat dan tailing. Kemudian konsentrat dan tailing dianalisa dengan
Atomic Adsorption Spectrophotometry(AAS) untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kadar nikel (Ni).
Dari hasil percobaan apabila pencampuran antara limonit dengan saprolit digunakan untuk bahan baku NPI
diperoleh kondisi terbaik limonit : saprolit = 60 : 40, jumlah reduktor 10 – 12½ % batu bara, pengikat (binder)
2% bentonit, temperatur pemanggangan 1050 - 1100 0C, dan waktu pemanggangan 1– 1½ jam.

Kata kunci : Nikel kadar rendah, Pencampuran, Saprolit, Limonit, Nickel Pig Iron (NPI), Konsentrat, Tailing.

PENDAHULUAN
Di alam terdapat dua jenis bijih nikel, yaitu nikel sulfida berada dibelahan bumi
subtropis seperti Canada dan Rusia, serta nikel oksida yang lazim disebut laterit berada di
kawasan Khatulistiwa seperti Indonesia, Philipina, dan New Caledonia.[1] Secara global 70 %
dari tambang nikel berbasis laterit, namun pada kenyataannya 60 % dari produksi primer nikel
berasal dari bijih sulfide.[2,3] Laterit dialam berbentuk endapan yang terdiri dari endapan
limonitik dan saprolitik. Saprolitik mempunyai kandungan nikel lebih besar dari limonitik,
dan untuk mendapatkan logam nikel dari masing masing jenis laterit tersebut berbeda proses
pengolahannya.
Indonesia merupakan negara yang mempunyai deposit cadangan nikel laterit yang
melimpah dan tersebar diberbagai pulau di kawasan timur Indonesia terutama di propinsi
Sulawesi Tenggara, pulau Halmahera Maluku Utara, dan pulau Gag Papua. Laterit di
Indonesia digolongkan laterit kadar tinggi dan laterit kadar rendah. Laterit kadar tinggi jenis
saprolit dengan Ni ≥ 1,8 % sudah diolah dengan jalur proses pyrometalurgi di Sulawesi
Tenggara. Digunakan untuk memproduksi FeNi (ferro nikel) oleh BUMN PT Aneka
Tambang di Pomalaa sejak 1973/1974, dan untuk memproduksi nikel matte oleh PMA PT
Vale (dulu PT INCO) di Sorowako sejak 1976/1977. Sedangkan untuk laterit kadar rendah
yang terdiri dari limonit dan saprolit dengan Ni < 1,8 %, belum diolah didalam negeri. Pada
umumnya laterit kadar rendah diolah dengan jalur proses hydrometalurgi. Perkembangan
terbaru sejak 2005, laterit kadar rendah di China diolah dengan jalur proses pyrometalurgi
untuk memproduksi NPI.
UU Minerba (mineral dan Batubara) nomor 4 tahun 2009 mengamanatkan mineral
harus diolah didalam negeri dan melarang ekspor mineral. Dengan terbitnya UU tersebut
otomatis ekspor laterit ke manca negara harus dihentikan mulai 2014, yaitu ekspor saprolit ke
Jepang, limonit dengan persyaratan tertentu ke Australia, dan laterit (limonit dan saprolit) ke
China. Untuk laterit kadar tinggi jenis saprolit dengan Ni ≥ 1,8 % tidak ada masalah karena
sudah diolah didalam negeri. Namun untuk laterit kadar rendah yang belum diolah didalam

ISSN. 2085-0492 | 79  


 
negeri, akan menimbulkan masalah yang tidak sederhana. Karena untuk mengolah laterit
tersebut selain dibutuhkan kemampuan teknologi juga modal yang tidak sedikit. Atas dasar
kenyataan ini maka diusulkan penelitian dengan judul diatas.
NPI (Nickel Pig Iron) adalah ferronikel (FeNi) dengan kandungan 1,5 – 25 % Ni
(nikel) yang dibuat dari laterit (bijih nikel oksida) terutama dari laterit kadar rendah dengan
kandungan 0,8 – 2 % Ni. Sedangkan ferronikel (FeNi) konvensional pada umumnya
mengandung 20 – 40 % Ni dibuat dari laterit kadar tinggi saprolit berkadar Ni ≥ 1,8 %.
Teknologi pembuatan NPI pada prinsipnya sama dengan pembuatan ferronikel (FeNi), yaitu
laterit dipanggang secara reduksi menggunakan reduktor batubara/kokas/gas kemudian
dilanjutkan dengan peleburan terhadap hasil pemanggangan reduksi.[4,5] China adalah negara
yang pertama kali memproduksi NPI menggunakan blast furnace atau electric arc furnace
pada tahun 2005. Dari blast furnace dihasilkan NPI dengan kandungan 1,5 – 8 % Ni,
sedangkan dari electric arc furnace dihasilkan NPI dengan kandungan 10 - 25 Ni %.
Selanjutnya NPI tersebut digunakan untuk membuat stainless steel (SS) 200, SS 300, dan SS
400.6 Untuk membuat stainless steel (SS) 200 digunakan NPI dengan kandungan 1,6 – 1,7 %
Ni, sedangkan NPI dengan kandungan 4 – 5 % Ni digunakan untuk membuat SS 300.[6,7]
Pada percobaan pencampuran laterit kadar rendah saprolit dengan limonit untuk bahan
baku NPI, dilakukan pemanggangan reduksi terhadap pelet laterit menggunakan reduktor
batubara di dalam muffle furnace. Selanjutnya pelet hasil pemanggangan reduksi dihaluskan
untuk dipisahkan antara konsentrat dan tailingnya dengan menggunakan wet magnetic
separator. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kandungan nikel (Ni)
di dalam konsentrat maupun tailing sebelum dilebur untuk menghasilkan NPI.

METODE PERCOBAAN
Bahan baku bijih nikel laterit kadar rendah jenis saprolit dengan limonit setelah
dipreparasi kemudian dianalisis menggunakan Atomic Adsorption Spectrophotometry (AAS).
Hasil analisis AAS terhadap bijih nikel laterit kadar rendah ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis AAS bijih laterit kadar rendah jenis saprolit dan limonit

Parameter (%) Fe Ni Co Cr Mg

Saprolit 22,94 1,29 0,048 - 17,45

Limonit 58,95 1,26 0,17 0,47 4,076

Selanjutnya dilakukan pencampuran dengan perbandingan tertentu antara limonit


dengan saprolit, campuran tersebut dibuat pelet dengan menambahkan 10 % batubara untuk
reduktor dan 2 % bentonit untuk binder (pengikat). Adapun perbandingan limonit : saprolit
adalah 50 : 50, 60 : 40, 70 : 30, 80 : 20, 90 : 10, 40 : 60, 30 : 70, 20 : 80, 10 : 90. Untuk
percobaan pemanggangan reduksi dilakukan dengan memanggang ± 100 gram pelet di dalam
muffle furnace pada suhu 1100oC selama satu (1 jam). Kemudian dilakukan proses pemisahan
konsentrasi terhadap pelet hasil reduksi (± 85 gram) dengan wet magnetic separator (pemisah
magnet dengan cara basah) pada kondisi arus listrik ± 4 A (ampere) dan voltage 59 – 60 volt.
Sebelum dilakukan proses pemisahan dengan wet magnetic separator, terlebih dahulu
dilakukan penghalusan terhadap pelet hasil reduksi (± 85 gram) sampai ± 45 mesh kemudian
dilarutkan dalam dua liter air. Selanjutnya dilakukan pemisahan magnetik untuk mendapatkan
konsentrat dan tailing. Kemudian masing - masing terhadap konsentrat (85 – 90 % berat pelet
hasil reduksi) maupun tailing (10 – 15 % berat pelet hasil reduksi) dilakukan analisa dengan
menggunakan AAS. Tujuannya untuk mengetahui kenaikan kadar nikel (Ni) terutama didalam
konsentrat. Diagram alir percobaan peningkatan kadar Ni (nikel) dari pencampuran antara
laterit kadar rendah saprolit dengan limonit, dapat dilihat pada Gambar 1.

80 | Puguh Prasetiyo,dkk, Prosiding Seminar Material Metalurgi 2013, hal 79-85 


 
Bijih Nikel Laterit 

(Limonite dan Saprolit ) 

Penggerusan sampai – 100 # Analisa AAS

Reduktor Binder

Pelletasi (limonit dicampur dengan saprolit 
dengan perbandingan tertentu)

Reduksi 

Hasil Reduksi

Pemisahan konsentrat dengan 
Magnetic Cara Basah 

Konsentrat Tailing

Analisa AAS

Gambar 1. Diagram alir percobaan

Setelah diperoleh hasil perbandingan terbaik antara limonit dengan saprolit pada
pemanggangan 1100 0C dengan waktu satu (1) jam, selanjutnya dilakukan percobaan dengan
variabel waktu pemanggangan didalam Muffle Furnace. Adapun variabel waktu yang
digunakan adalah ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam, 2 jam, dan 2 ½ jam. Dari hasil percobaan terbaik
pencampuran antara limonit dengan saprolit pada pemanggangan 1100 0C dan waktu terbaik,
selanjutnya dilakukan percobaan dengan variabel temperatur pemanggangan 900 0C, 950 0C,
1000 0C dan 1050 0C. Dari hasil percobaan terbaik pencampuran antara limonit dengan
saprolit, waktu terbaik, dan temperatur pemanggangan terbaik, selanjutnya dilakukan
percobaan dengan variabel jumlah batubara (reduktor) 5 %, 7 ½ %, 10 %, 12 ½ %, dan 15 %.

HASIL PERCOBAAN
Perbandingan Massa Limonit Dengan Saprolit
Pada percobaan variabel perbandingan antara massa limonit dengan saprolit dilakukan
pada variabel tetap T ± 1100 0C, waktu pemanggangan ± 1 jam, 10 % reduktor batubara, dan
2 % bentonit untuk binder (pengikat). Adapun perbandingan limonit : saprolit adalah 50 : 50,
60 : 40, 70 : 30, 80 : 20, 90 : 10, 40 : 60, 30 : 70, 20 : 80, 10 : 90. Adapun hasil percobaan
tersebut, dapat dilihat pada Gambar 2.

ISSN. 2085-0492 | 81  


 
2.50

2.00

K ad ar N i (% )
1.50

Konsentrat
1.00
Tailing

0.50

0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Limonit : Saprolit

Gambar 2. Grafik perbandingan variabel perbandingan limonit dengan saprolit terhadap % kadar
nikel (Ni) didalam konsentrat dan tailing
Gambar 2 memperlihatkan bahwa kandungan unsur nikel (Ni) dalam tailing cenderung
menurun dengan meningkatnya jumlah saprolit pada campuran limonit dengan saprolit. Atas
dasar hasil percobaan yang ditunjukkan pada grafik (gambar 2) diatas maka untuk percobaan
selanjutnya dilakukan pembuatan pelet dengan perbandingan limonit : saprolit = 60 : 40.
Karena pada perbandingan tersebut baru dimulai penurunan kadar Ni didalam tailing.

Pengaruh Perbedaan Waktu Reduksi


Pada percobaan variabel pengaruh waktu reduksi terhadap peningkatan kadar Ni
dilakukan dengan variabel waktu reduksi mulai dari ½ jam hingga 2½ jam. Untuk percobaan
digunakan perbandingan 60/40 antara limonit dengan saprolit (limonit : saprolit = 60 : 40), 10
% batubara untuk reduktor, 2 % bentonit untuk binder (pengikat), dan dilakukan pada 1100
0
C. Adapun untuk hasil percobaan, dapat dilihat pada Gambar 3.
2.50

2.00
Kadar Ni (%)

1.50 Konsentrat
Tailing
1.00

0.50

0.00
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Waktu (jam )

Gambar 3. Grafik perbandingan variabel waktu reduksi terhadap % kadar nikel (Ni)
Dari grafik gambar 3 terlihat bahwa perpanjangan waktu reduksi tidak memberikan
perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kadar nikel (Ni) di konsentrat, tetapi pada
tailing mempunyai kecenderungan sebaliknya yaitu penurunan kadar nikel (Ni). Pada
percobaan dengan variabel waktu diperoleh data optimum untuk kadar nikel (Ni) terjadi pada
waktu proses selama 1,5 jam, yaitu 2,27 % Ni di dalam konsentrat. Untuk percobaan
selanjutnya dengan variabel temperatur digunakan waktu ½ jam agar lebih menghemat
pemakaian energi, dan pada kondisi waktu ½ jam kadar nikel (Ni) dalam konsentrat masih
cukup tinggi (2,08 % Ni).

82 | Puguh Prasetiyo,dkk, Prosiding Seminar Material Metalurgi 2013, hal 79-85 


 
Pengaruh Perbedaan Temperatur Reduksi
Pada percobaan variabel pengaruh temperatur reduksi terhadap peningkatan kadar Ni
dilakukan dengan variabel temperatur reduksi mulai dari 900 0C hingga 1200 0C dengan
selang 50 0C. Untuk percobaan digunakan perbandingan 60/40 antara limonit dengan saprolit
(limonit : saprolit = 60 : 40), 10 % batubara untuk reduktor, 2 % bentonit untuk binder
(pengikat), dan waktu pemanggangan ½ jam. Adapun hasil percobaannya dapat dilihat pada
Gambar 4.
3.00
Konsentrat
2.50 Tailing

2.00
Kadar Ni (%)

1.50

1.00

0.50

0.00
850 900 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250
Tem peratur ( oC)

Gambar 4. Grafik perbandingan variabel temperatur reduksi terhadap % kadar nikel (Ni)

Gambar 4 memperlihatkan kadar unsur nikel (Ni) yang terkandung dalam konsentrat
dan tailing melalui hasil analisa dengan menggunakan AAS. Dari grafik terlihat bahwa
kandungan unsur nikel (Ni) dalam tailing cenderung menurun dengan naiknya temperatur,
dan kandungannya minimum (0,14 % Ni) pada 1050 0C. Atas dasar hasil percobaan yang
ditunjukkan pada grafik diatas maka untuk percobaan selanjutnya dipilih temperatur reduksi
1050 0C.

Pengaruh Perbedaan Jumlah Reduktor


Pada percobaan variabel pengaruh perbedaan jumlah reduktor terhadap peningkatan
kadar Ni dilakukan dengan variabel jumlah batubara mulai dari 5 % hingga 15 % dengan
selang 2 ½ %. Untuk percobaan digunakan perbandingan 60/40 antara limonit dengan saprolit
(limonit : saprolit = 60 : 40), 2 % bentonit untuk binder (pengikat), waktu pemanggangan ½
jam, dan temperatur 1050 0C. Adapun hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 5.
1.40
Konsentrat
1.20 Tailing
1.00
Kadar Ni (%)

0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
4% 6% 8% 10% 12% 14% 16%
% Reduktor

Gambar 5. Grafik variabel jumlah % reduktor (batubara) dengan % kadar Ni


Gambar 5 memperlihatkan bahwa kandungan unsur nikel (Ni) dalam tailing cenderung
menurun dengan naiknya jumlah reduktor batubara, dan kandungannya minimum (0,19 % Ni)
pada 12 ½ % batubara.

ISSN. 2085-0492 | 83  


 
PEMBAHASAN
Dari hasil percobaan yang ditunjukkan pada gambar 2 di atas dengan varibel
pencampuran antara limonit dengan saprolit, ternyata kehadiran saprolit menyebabkan
terjadinya kecenderungan penurunan kadar nikel (Ni) pada tailing. Sedangkan pada konsentrat
terjadi penurunan kadar nikel (Ni) pada dua titik (limonit : saprolit = 60 : 40 dan limonit :
saprolit = 70 : 30) dari titik awal (limonit : saprolit = 50 : 50) dengan kadar 1,94 % Ni
kemudian kadar nikel stabil pada 1,8 % Ni. Atas dasar kenyataan ini maka untuk percobaan
selanjutnya dipilih perbandingan campuran limonit : saprolit = 60 : 40. Karena kadar nikel
didalam tailing mulai turun (1,13 % Ni) pada titik limonit : saprolit = 60 : 40 dari 1,48 % Ni
pada titik limonit : saprolit = 50 : 50.
Dari hasil percobaan dengan varibel waktu seperti yang ditunjukkan pada grafik
gambar 3 diatas, ternyata bertambahnya waktu pemanggangan tidak berpengaruh terhadap
peningkatan kadar nikel (Ni) dimana kadar nikel didalam konsentrat relatif stabil pada 2 %.
Sedangkan kadar nikel didalam tailing relatif stabil pada 0,70 % Ni pada pemanggangan
dengan waktu ½ jam dan 1 jam kemudian kadar nikel turun seiring dengan bertambahnya
waktu sampai 2 jam. Sedangkan pada waktu 2½ jam terjadi anomali kadar nikel (1,26 % Ni)
didalam tailing. Namun demikian diperoleh hasil terbaik pada waktu 1½ jam, yaitu 2,27 % Ni
(maksimum) didalam konsentrat. Berdasarkan penjelasan diatas maka untuk percobaan
selanjutnya digunakan waktu ½ jam, hal ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian
energi.
Dari hasil percobaan dengan varibel temperatur seperti yang ditunjukkan pada
gambar 4 diatas, pada konsentrat terjadi kenaikan kadar nikel dari 2,10 % Ni pada 900 0C
menjadi 2,41 % Ni pada 950 0C selanjutnya sampai 1100 0C kadar nikel stabil 1,60 % Ni
kemudian sampai 1200 0C kadar nikel turun. Sedangkan pada tailing dengan naiknya
temperatur sampai 1050 0C terjadi penurunan kadar nikel kemudian kadar nikel naik lagi dari
temperatur 1050 0C sampai 1200 0C. Pada percobaan ini diperoleh hasil terbaik pada 1050 0C,
yaitu1,60 % Ni didalam konsentrat dan 0,14 % Ni (minimum) didalam tailing. Dengan
demikian temperatur 1050 0C digunakan untuk variabel percobaan berikutnya.
Dari hasil percobaan dengan varibel jumlah reduktor (% batubara) seperti yang
ditunjukkan pada gambar 5 diatas, dengan kenaikan jumlah reduktor terjadi penurunan kadar
nikel (Ni) terhadap konsentrat maupun tailing. Diperoleh hasil terbaik kadar nikel minimum
didalam tailing 0,19 % Ni pada pemakaian 12 ½ % batubara.

KESIMPULAN
1. Pada percobaan dengan variabel perbandingan antara limonit dengan saprolit, dengan
variabel tetap T ± 1100 0C, waktu pemanggangan ± 1 jam, 10 % batubara, dan 2 %
bentonit. Dengan naiknya jumlah saprolit terjadi kecenderungan penurunan kadar Ni
didalam tailing. Untuk percobaan selanjutnya dipilih kondisi terbaik pada perbandingan
limonit : saprolit = 60 : 40. Karena pada kondisi tersebut mulai terjadi penurunan kadar Ni
didalam tailing.
2. Pada percobaan dengan variabel waktu ½ s/d 2 ½ jam dengan variabel tetap limonit :
saprolit = 60 : 40, 10 % batubara, 2 % bentonit, dan T ± 1100 0C. Perpanjangan waktu
reduksi tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kadar nikel
(Ni) pada konsentrat. Tetapi pada tailing mempunyai kecenderungan sebaliknya, yaitu
penurunan kadar nikel (Ni). Diperoleh data optimum untuk kadar nikel (Ni) didalam
konsentrat terjadi pada waktu proses selama 1,5 jam, yaitu 2,27 % Ni.
3. Pada percobaan dengan variabel temperatur dari 900 0C hingga 1200 0C dengan selang 50
0
C dengan variabel tetap limonit : saprolit = 60 : 40, 10 % batubara, 2 % bentonit, dan
waktu pemanggangan ½ jam. Dengan naiknya temperatur, kandungan unsur nikel (Ni)
dalam tailing cenderung menurun. Pada 1050 0C diperoleh hasil terbaik dengan kandungan
minimum 0,14 % Ni.didalam tailing.

84 | Puguh Prasetiyo,dkk, Prosiding Seminar Material Metalurgi 2013, hal 79-85 


 
4. Pada percobaan dengan variabel reduktor dengan jumlah batubara mulai dari 5 % hingga
15 % dengan selang 2 ½ %. Dengan variabel tetap limonit : saprolit = 60 : 40, 2 %
bentonit, waktu pemanggangan ½ jam, dan T ± 1050 0C. Dengan naiknya jumlah reduktor
batubara, kandungan unsur nikel (Ni) dalam tailing cenderung menurun dan kandungannya
minimum (0,19 % Ni) pada 12 ½ % batubara.
5. Apabila pencampuran antara limonit dengan saprolit digunakan untuk bahan baku NPI,
berdasarkan hasil percobaan ini maka kondisi terbaik adalah limonit : saprolit = 60 : 40,
jumlah reduktor 10 – 12½ % batu bara, pengikat (binder) 2 % bentonit, temperatur
pemanggangan 1050 - 1100 0C, dan waktu pemanggangan 1– 1½ jam.

Daftar Referensi
[1] Barkas J. 2010. Drivers and Risks for Nickel Demand. 7th International China Nickel
Conference. Shanghai.
[2] Kim, J. et al. 2010. Calcination of Low-grade Laterite for Concentration of Ni by
Magnetic Separation. Minerals engineering, 23, 282–288.
[3] Superiadi, A. 2007. Processing Technology vs. Nickel Laterite Ore Characteristic. PT
Inco.
[4] Prasetyo, A.B. dkk. 2009. Pengaruh Temperatur Reduksi dalam Proses Peningkatan
Kadar Nikel (Ni) dan Besi (Fe) pada Bijih Nikel Laterit Jenis Limonit. Prosiding
Seminar Materian Metalurgi. Tangerang. Puslit Metalurgi - LIPI.
[5] Prasetyo, A.B. dan Prasetiyo, P. 2011. Peningkatan Kadar Nikel dan Besi dari Bijih
Nikel Laterit Kadar Rendah Jenis Saprolit untuk Bahan Baku NCPI. Majalah
Metalurgi, Vol 26 Nomor 3.
[6] Rahardjo, B. dan Herianto, E. 2008. Penelitian Pendahuluan Pembuatan Nickel
Containing Pig Iron (NCPI). Prosiding Seminar Material Metalurgi. Tangerang. Puslit
Metalurgi – LIPI.
[7] Lennon, J. 2007. The Chinese Nickel Outlook And The Role of Nickel Pig Iron.
Presentation to International Nickel Study Group. Macquarie Research Commodities.

ISSN. 2085-0492 | 85  


 
86 | Puguh Prasetiyo,dkk, Prosiding Seminar Material Metalurgi 2013, hal 79-85 
 

Anda mungkin juga menyukai