Anda di halaman 1dari 52

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Unsur Input (M1-M5)


2.1.1 Sumber Daya Manusia (M1/ MAN)
2.1.1.1 Umur
Semakin tua usia seseorang karyawan semakin kecil kemungkinan
keluar dari pekerjaan, karena semakin kecil alternatif untuk
memperoleh kesempatan pekerjaan lain. Di samping itu karyawan
yang bertambah tua biasanya telah bekerja lebih lama, memperoleh
gaji yang lebih besar dan berbagai keuntungan lainnya. Hubungan
usia dengan kinerja atau produktivitas dipercaya menurun dengan
bertambahnya usia. Hal ini disebabkan karena ketrampilan-
ketrampilan fisiknya sudah mulai menurun. Tetapi produktivitas
seseorang tidak hanya tergantung pada ketrampilan fisik serupa itu.
Karyawan yang bertambah tua, bisa meningkat produktivitasnya
karena pengalaman dan lebih bijaksana dalam mengambil keputusan
(Mangkunegara, 2006).

2.1.1.2 Jenis Kelamin


Beberapa isu yang sering diperdebatkan, kesalahpahaman dan
pendapat-pendapat tanpa dukungan mengenai apakah kinerja wanita
sama dengan pria ketika bekerja. Misalnya ada/tidaknya perbedaan
yang konsisten pria-wanita dalam kemampuan memecahkan
masalah, ketrampilan, analisis, dorongan, motivasi, sosiabilitas atau
kemampuan bekerja (Robbins, 2001).

Secara umum diketahui ada perbedaan yang signifikan dalam


produktifitas kerja maupun dalam kepuasan kerja, tapi dalam
masalah absen kerja karyawati lebih sering tidak masuk kerja
daripada laki-laki. Alasan yang paling logis adalah karena secara
tradisional wanita memiliki tanggung jawab urusan rumah tangga
dan keluarga. Bila ada anggota keluarga yang sakit atau urusan sosial
seperti kematian tetangga dan sebagainya, biasanya wanita agak
sering tidak masuk kerja.

4
5

2.1.1.3 Masa Kerja


Banyak studi tentang hubungan antara senioritas karyawan dan
produktivitas. Meskipun prestasi kerja seseorang itu bisa ditelusuri
dari prestasi kerja sebelumnya, tetapi sampai ini belum dapat diambil
kesimpulan yang meyakinkan antara dua variabel tersebut. Hasil riset
menunjukkan bahwa suatu hubungan yang positif antara senioritas
dan produktivitas pekerjaan. Masa kerja yang diekspresikan sebagai
pengalaman kerja, tampaknya menjadi peramal yang baik terhadap
produktivitas karyawan. Studi juga menunjukkan bahwa senioritas
berkaitan negatif dengan kemangkiran. Masa kerja berhubungan
negatif dengan keluar masuknya karyawan dan sebagai salah satu
peramal tunggal paling baik tentang keluar masuknya karyawan
(Mangkunegara, 2003).

2.1.1.4 Pendidikan
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005)
yaitu tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber
daya keperawatan adalah melalui pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi, mengikuti pelatihan perawatan keterampilan teknis atau
keterampilan dalam hubungan interpersonal. Sebagian besar
pendidikan perawat adalah vokasional (D3 Keperawatan).

Untuk menjadi perawat profesional, lulusan SLTA harus menempuh


pendidikan akademik S1 Keperawatan dan Profesi Ners. Tetapi bila
ingin menjadi perawat vokasional, (primary nurse) dapat mengambil
D3 Keperawatan/Akademi Keperawatan. Lulusan SPK yang masih
ingin menjadi perawat harus segera ke D3 Keperawatan atau
langsung ke S1 Keperawatan. Selanjutnya, lulusan D3 Keperawatan
dapat melanjutkan ke S1 Keperawatan dan Ners. Dari pendidikan S1
dan Ners, baru ke Magister Keperawatan/spesialis dan
Doktor/Konsultan (Gartinah et. al., 1999).
6

2.1.1.5 Pelatihan Kerja


Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang
menggambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi
maupun masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu
rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan
sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan,
penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses
pengembangannya diupayakan agar sumberdaya manusia dapat
diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan
dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut dapat terpenuhi.

Moekijat (1993) juga menyatakan bahwa “pelatihan adalah suatu


bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk
memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem
pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan
dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori.

Alex S. Nitisemito (1982) mengungkapkan tentang tujuan pelatihan


sebagai usaha untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap,
tingkah laku dan pengetahuan, sesuai dari keinginan individu,
masyarakat, maupun lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian
pelatihan dimaksudkan dalam pengertian yang lebih luas, dan tidak
terbatas sematamata hanya untuk mengembangkan keterampilan dan
bimbingan saja. Pelatihan diberikan dengan harapan individu dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Seseorang yang telah
mengikuti pelatihan dengan baik biasanya akan memberikan hasil
pekerjaan lebih banyak dan baik pula dari pada individu yang tidak
mengikuti pelatihan.

Dengan demikian, kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada


peningkatan pengetahuan, keahlian atau keterampilan (skill,
pengalaman dan sikap peserta pelatihan tentang bagaimana
melaksanakan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Hal ini sejalan
dengan pendapat Henry Simamora (1995) yang menjelaskan bahwa
pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk
7

meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun


perubahan sikap seorang individu atau kelompok dalam menjalankan
tugas tertentu.

2.1.1.6 Bed Occuption Rate (BOR)


BOR adalah indikator tinggi rendahnya pemanfaatan tempat tidur di
rumah sakit. Rumus untuk mencari BOR adalah sebagai berikut:
a. BOR/hari = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛
𝑥 100%
𝑇𝑇
b. BOR/bulan = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 30 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑥 100%
𝑇𝑇𝑥30ℎ𝑎𝑟𝑖
c. BOR/tahun = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑥 100%
𝑇𝑇𝑥 365 ℎ𝑎𝑟𝑖

2.1.1.7 Kebutuhan Tenaga Keperawatan


a. Metode Gillies
Gillies (1989) mengemukakan rumus kebutuhan teanaga
keperawatan di satu unit perawatan adalah sebagai berikut:
𝐴𝑥𝐵𝑥𝐶 𝐹
= =𝐻
(𝐶 − 𝐷) 𝑥 𝐸 𝐺
Keterangan:
A = Rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B = Rata-rata jumlah pasien/hari
C = Jumlah hari/tahun
D = Jumlah hari libur masing-masing perawat
E = Jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = Jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per tahun
G = Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H = Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

Prinsip perhitungan rumus Gillies:


Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk
pelayanan, yaitu:
1. Perawatan langsung adalah perawatan yang diberikan oleh
perawat yang ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan
fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien pada perawat maka dapat
8

diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care,


partial care, total care dan intensive care. Menurut Minetti
Huchinson (1994) kebutuhan keperawatan langsung setiap
pasien adalah empat jam perhari sedangkan untuk:
a) Self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam
b) Partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam
c) Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam : 4-6 jam
d) Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam
2. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat
rencana perawatan, memasang/ menyiapkan alat, ,konsultasi
dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan,
melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha
Detroit (Gillies, 1989) = 38 menit/ pasien/ hari, sedangkan
menurut Wolfe & Young (Gillies, 1989) = 60 menit/ pasien/
hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hpokins dibutuhkan
60 menit/ pasien (Gillies, 1994)
3. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi:
aktifitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut
Mayer dalam Gillies (1994), waktu yang dibutuhkan untuk
pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ pasien/ hari.

b. Metode Douglass
Klasifikasi Pasien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Dengan
Metode Douglas ( 1984 ).
Tabel 2.1 Tingkat Ketergantungan Pasien

No Klasifikasi dan Kriteria


1 Minimal Care (1-2 jam)
1. Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, mandi, ganti
pakaian dan minum
2. Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan
3. Observasi Tanda vital setiap shift
4. Pengobatan minimal, status psikologi stabil
5. Persiapan prosedur pengobatan
9

2 Parsial Care (3-4 jam)


1. Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum,
ambulasi
2. Observasi tanda vital tiap 4 jam
3. Pengobatan lebih dari 1 kali
4. Pakai foley kateter
5. Pasang infuse, intake out-put dicatat
6. Pengobatan perlu prosedur
3 Total Care (5-6 jam)
1. Dibantu segala sesuatunya
2. Posisi diatur
3. Observasi tanda vital tiap 2 jam
4. Pakai NG tube
5. Terapi intravena, pakai suction
6. Kondisi gelisah/ disorientasi/ tidak sadar

Tabel 2.2 Klasifikasi Pasien


KLASIFIKASI PASIEN
Minimal Parsial Total
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
0,17 0,14 0,10 0,27 0,15 0,07 0,36 0,30 0,20

c. Metode DEPKES
Pedoman cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat dan bidan
menurut direktorat pelayanan keperawatan Dirjen Yan-Med Depkes
RI (2001) dengan memperhatikan unit kerja yang ada pada masing-
masing rumah sakit. Model pendekatan yang digunakan adalah
tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus, rata-rata
pasien per hari, jumlah perawatan yang diperlukan/ hari/ pasien, jam
perawatan yang diperlukan/ ruanagan/ hari dan jam kerja efektif tiap
perawat atau bidan 7 jam per hari.

Tabel 2.3 Contoh Perhitungan:


Jumlah Jumlah jam
Rata-rata
jam perawatan
No Kategori* jumlah
perawat/ ruangan/
pasien/ hari
hari** hari (c x d)
a B C D E
1 Askep Minimal 7 2,00 14,00
2 Askep sedang 7 3,08 21,56
3 Askep agak 11 4,15 45,65
berat
4 Askep 1 6,16 6,16
maksimal
Jumlah 26 87,37
10

Keterangan:
* : Uraian ada pada model Gillies di halaman depan
** : Berdasarkan penelitian di luar negeri
Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:
Jumlah jam perawatan ruangan/ hari = 87,37 = 12,5 perawat
Jam kerja efektif perawat 7
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor
koreksi) dengan:
Hari libur/ cuti/ hari besar (loss day)
Jumlah hari miggu dalam setahun + cuti + hari besar x Jumlah
perawat tersedia
Jumlah hari kerja efektif
52 +12 + 14 x 12,5 = 3,4
286
Perawat yang mengerjakan tugas-tugas non-profesi (non-nursing
jobs).
Seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan,
kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain. Diperkirakan 25%
dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga perawat + lossday) x 25% = (12,5 + 3,4) x 25% = 3,9
Jadi jumlah tenaga yang diperlukan= tenaga yang tersedia + faktor
koreksi = 12,5 + 3,4 + 3,9 = 19,8 (dibulatkan menjadi 20 orang
perawat)

2.1.2 Sarana dan Prasarana (M2/ MATERIAL)


2.1.2.1 Sarana dan Prasarana
Tabel 2.4Standar Keperawatan Dan Kebidanan Di Ruang Rawat
InapMenurut DEPKES (2001)
No Nama Barang Ratio Pasien : Alat
1 Tensi meter 2/ruangan
2 Stetoskop 2/ruangan
3 Timbangan BB/TB 1/ruangan
4 Irigator set 2/ruangan
5 Sterilisator 1/ruangan
6 Tabung oksigen + flow meter 2/ruangan
7 Slym Zuiger 2/ruangan
8 V C set 2/ruangan
9 Gunting verband 2/ruangan
10 Korentang dan semptung 2 /ruangan
11

11 Bak instrument besar 2/ruangan


12 Bak instrument sedang 2/ruangan
13 Bak instrument keci 2/ruangan
14 Blas spuit 2/ruangan
15 Gliserin spuit 2/ruangan
16 Bengkok 2/ruangan
17 Pispot 1: ½
18 Urinal 1: ½
19 Set angka jahitan 1: ½
20 Set ganti balutan 5/ruangan
21 Thermometer 5/ruangan
22 Standar infuse 1:1
23 Eskap 1: ¼
24 Masker O2 2/ruangan
25 Nasal kateter 2/ruangan
26 Reflek hamer 2/ruangan

Tabel 2.5 Alat Tenun Menurut DEPKES (2001)


No Nama Barang Ratio Pasien :
Alat
1 Gurita 1: 1 ½
2 Gordyn 1:2
3 Kimono/ baju besar 1:5
4 Sprei besat 1:5
5 Manset dewasa 1: ¼
6 Manset anak 1: 1/3
7 Mitela/ topi 1: 1/3
8 Penutup sprei 1:5
9 Piyama 1:5
10 Selimut wool 1:1
11 Selimut biasa 1:5
12 Selimut anak 1:6-8
13 Sprei kecil 1:6-8
14 Sarung bantal 1: 6
15 Sarung guling 1:3
16 Sarung kasur 1:1
17 Sarung buli-buli panas 1: ¼
18 Sarung eskap 1: ¼
19 Sarung windring 1: 1/10
20 Sarung O2 1: 1/3
21 Taplak meja pasien 1:3
22 Taplak meja teras 1:3
23 Vitrase 1:2
24 Tutup alat 1:2
25 Steek laken 1:6-8
26 Handuk 1:3
27 Waslap 1:5
28 Banak short 1: ½
29 Gurita dewasa 1: ½
12

30 Handuk fontanin 1: 1/5


31 Lap piring 1: ¼
32 Lap kerja 1: ½
33 Masker 1: ½
34 Popok bayi 1:15
35 Baju bayi 1:8
36 Duk 1: 1/3
37 Duk bolong 1: 1/3

Tabel 2.6 Alat Rumah Tangga Menurut DEPKES (2001)


No. Nama Barang Ratio Pasien : Alat
1 Kursi roda 2-3/ruangan
2 Komot 1/ruangan
3 Lemari obat emergency 1/ruangan
4 Light cast 1/ruangan
5 Meja pasien 1:1
6 Over bed table 1:1
7 Standard infuse 2-3/ruangan
8 Standard Waskom double 4-6/ruangan
9 Waskom mandi 8-12/ruangan
10 Lampu sorot 1/ruangan
11 Lampu senter 1-2/ruangan
12 Lampu kunci duplikat 1/ruangan
13 Nampan 2-3/ruangan
14 Tempat tidur fungsional 1:1ruangan
15 Tempat tidur biasa 1:1/2 /ruangan
16 Troly obat 1/ruangan
17 Troly balut 1/ruangan
18 Troly pispot 1/ruangan
19 Troly suntik 1/ruangan
20 Timbangan BB/TB 1/ruangan
21 Timbangan bayi 1/ruangan
22 Dorongan O2 1/ruangan
23 Plato/ piring makan 1:1/ruangan
24 Piring snack 1:1/ruangan
25 Gelas 1:2/ruangan
26 Tatakan dan tuutp gelas 1:2/ruangan
27 Sendok 1:2/ruangan
28 Garpu 1:2/ruangan
29 Kran air 1:1/ruangan
30 Baki 5/ruangan
31 Tempat sampah pasien 1:1/ruangan
32 Tempat sampah besar 4/ruangan
tertutup
33 Senter 2/ruangan

Tabel 2.7 Alat Pencatatan dan Pelaporan di Ruang Rawat InapMenurut


DEPKES (2001)
13

No. Nama Barang Ratio Pasien: Alat


1 Formulir pengkajian awal 1:1
2 Formulir rencana keperawatan 1:5
3 Formulir catatan perkembangan pasien 1:10
4 Formulir observasi 1:10
5 Formulir resume keperawatan 1:1
6 Formulir catatan pengobatan 1:10
7 Formulir medik lengkap 1:1
8 Formulir laboratorium lengkap 1:3
9 Formulir rontgen 1:2
10 Formulir permintaan darah 1:1
11 Formulir keterangan kematian 5 lambar /bulan
12 Resep 10 buku / bulan
13 Formulir konsul 1;5
14 Formulir permintaan makanan 1:1
15 Formulir permintaan obat 1:1
16 Buku ekspidisi 10 / ruangan /
tahun
17 Buku register pasien 4 / ruangan / tahun
18 Buku folio 4/ ruangan / tahun
19 White board 1/ ruangan
20 Perforator 1/ruangan
21 Steples 2/ ruangan
22 Pensil 5/ ruangan
23 Pensil merah biru 2/ ruangan
24 Spidol White board 6/ ruangan

2.1.3 Metode (M3/ METHODE)


2.1.3.1 SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawtan Professional)
a. Pengertian SP2KP
SP2KP adalah Sistem Pemberian Pelayanan Keperawtan
Professional. SP2KP adalah system pemberian pelayanan
keperawatan professional yang merupakan pengembangan dari
MPKP (Model praktek Keperawatan Profesional) dimana dalam
SP2KP ini terjadi kerjasama professional antara perawat primer
(PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya.

b. Kelebihan SP2KP
Kelebihan dari SP2KP adalah pelayanan keperawatan kepada
pasien lebih terstruktur dan kinerja perawat lebih professional.

c. Mana yang Lebih Baik SP2KP atau MPKP


14

Lebih terstruktur, terorganisir SP2KP karena SP2KP merupakan


bantuk pengembangan dari MPKP yang lebih profesional dan lebih
baik dalam memberikan tingkat pelayanan asuhan keperawatan
terhadap klien.
d. Perbedaan MPKP dan SP2KP
Dalam model MPKP tidak terdapat PP (perawat primer), jika di
SP2KP mengenal mengenai PP dan PA (perawat associate).

e. Hambatan dalam penerapan SP2KP dan MPKP


Adapun hambatan dalam penerapan MPKP dan SP2KP adalah
kurangnya sumber daya manusia yang kompeten.

f. MPKP (model keperawatan tim) diubah menjadi SP2KP (model


keperawatan profesional).
1) Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan
keperawatan dilakukan secara berkesinambungan sehingga
memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat
yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional
2) Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan
keperawatan yang diberikan. Pada MPKP , perawat primer
adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
3) Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat
ditingkatkan terutama dengan profesi lain.

g. Kinerja Perawat Setelah Penerapan SP2KP


Lebih bertanggung jawab kepada klien, lebih profesional dari pada
sebelumnya.

h. Peran PP dalam SP2KP


Dalam pengembangan konsep SP2KP, perawat PP berugas dalam
menjalankan komunikasi dengan tenaga kesehatan lain seperti
dokterm, ahli gizi, farkamasi, dll. Dalam hal ini, perawat PP
bertugas untuk memberikan hasil pemeriksaannya berdasarkan
hasil pengkajiannya dan yang berhubungan dengan perawatannya
15

pasien, sehingga dapat membantu dalam memutuskan tindakan


medis nantinya.
i. Perkembangan SP2KP di rumah sakt di sekitar Semarang
Menurut sumber yang kami dapatkan bahwa Rumah Sakit di sekitar
Semarang yang sudah berhasil menerapkan MPKP dan SP2KP
adalah Rumah Sakit Kariadi. Karena RS Kariadi merupakan Rumah
Sakit Pusat di Semarang dan mempunyai banyak sumber daya
manusia yang unggul.

j. Perbedaan dampak bagi pasien setelah penerapan SP2KP


Setelah diterapkannya SP2KP di rumah sakit memberikan dampak
tersendiri bagi pasien. Pasien di rumah sakit menjadi merasa lebih
diperhatikan karena rumah sakit tekah menggunakan metode yang
lebih professional yakni metode moduler.

k. Renpra
Rencana asuhan keperawatan ( renpra ) selain berfungsi sebagai :
1) Pedoman bagi PP-PA
2) Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan
berdasarkan ilmu pengetahuan
Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai
penunjuk perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi
sebagai media komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP
mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian tindakan
keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu,
sangat sulit untuk tim PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika
PP tidak membuat perencanaan asuhan keperawatan ( renpra ). Hal
ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan sekedar
memenuhi ketentuan (biasanya ketentuan dalam menentukan
akreditasi rumah sakit).

l. Fungsi Perawat Melakukan Konferen


Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan PA
untuk membahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang dilakukan
setiap hari. Konferensi biasanya merupakan kelanjutan dari serah
16

terima shift. Hal-hal yang ingin dibicarakan lebih rinci dan sensitif
dibicarakan didekat pasien dapat dibahas lebih jauh didalam
konferensi. Konferensi akan efektif jika PP telah membuat renpra
dan membuat rencana apa yang akan dibicarakan dalam konferensi.
Konferensi ini lebih bersifat 2 arah dalam diskusi antara PP–PA
tentang rencana asuhan keperawatan dari dan klarifikasi pada PA
dan hal lain yang terkait. Ketika PP melakukan konferensi, biasanya
melalui tahap pre konferen, konferen, dan post konferen. Pada saat
konferen PP akan menjelaskan mengenai renpra yang telah dibuat,
dan untuk menyatukan pendapat antara perawat PP dan PA.

2.1.3.2 Timbang Terima


a. Pengertian
Adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu
(laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien (Nurslama,
2011).

b. Tujuan
1) Menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum pasien
2) Menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindak lanjuti
oleh dinas berikutnya
3) Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya

c. Langkah-Langkah
1) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap
2) Shift yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu
mempersiapkan hal – hal apa yang akan disampaikan
3) Perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab
shift yang selanjutnya meliputi:
a) Kondisi atau keadaan pasien secara umum
b) Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan
c) Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan
4) Penyampaian operan diatas harus dilakukan secara jelas dan
tidak terburu–buru
17

5) Perawat primer dan anggota kedua shift dinas bersama-sama


langsung melihat keadaan
d. Prosedur
1) Persiapan
a) Sarana Prasarana
(1) Saat timbang terima perawat menyiapkan status
pasien
(2) Perawat telah menyiapkan buku catatan dan
peralatan tulis
b) Perawat
(1) Kedua kelompok dalam keadaan siap
(2) Timbang terima di pimpin oleh kepala ruangan pada
pergantian shift dan malam ke pagi dari pagi ke sore.
Sedangkan pergantian shift dari sore ke malam
dipimpin oleh ketua tim atau perawat primer

e. Pelaksanaan
1) Urutan Pelaksanaan
a) Dilaksanakan setiap pergantian shift
b) Pelaksanaan dimulai dari nurse station
c) Timbang terima di lanjutkan melihat langhsung kondisi
pasien
d) Hal-hal yang sifatnya khusus dicatat dan di serah
terimakan pada perawat shift berikutnya
e) Perawat shift berikutnya validasi data kepasien
f) Perawat menyapa pasien dan menanyakan kondisi/
keluhan yang dirasa saat ini
g) Waktu untuk timbang terima tidak lebih dari 5 menit
kecuali pasien kondisi khusus
h) Penyampaian dilakukan singkat dan jelas
2) Isi Timbang Terima
a) Perawat menyebutkan identitas pasien
b) Perawat menyebutkan diagniosa medis
c) Perawat menyebutkan data obyektif
d) Perawat menyebutkan data penunjang lain
18

e) Perawat menyebutkan masalah keperawatan yang belum


dilaksanakan
f) Perawat menyebutkan intervensi kolaboratif
g) Perawat menyebutkan persiapan yang perlu
dilakukan dalam kegiatan selanjutnya

f. Post Timbang Terima


a) Perawat kembali ke nurse station untuk mendiskusikan hasil
validasi data langsung
b) Perawat yang memimpin timbang terima menyebutkan
rencana kerja bagi shift berikutnya
c) Mendokumentasikan pelaksanaan timbang terima di buku
laporan oleh perawat primer atau ketua tim.

Situation

Data Demografi Diagnosis Diagnosa Keperawatan


Medis (Data)

Background

Riwayat Keperawatan

Assesment:
KU; TTV; DX Keperawatan
(poin yang penting)

Recomendation
1. Tindakan yang sudah
2. Dilanjutkan
3. Dihentikan
4. Dimodifikasi

Gambar 2.3 Alur Timbang Terima (Nursalam, 2015)


19

2.1.3.3 Pendokumentasian Asuhan Keperawatan


a. Pengertian
Dokumentasi adalah bukti bahwa tanggung jawab hukum dan etik
perawat terhadap pasien sudah dipenuhi dan bahwa pasien
menerima asuhan keperawatan yang bermutu (Lyer, 2005).

Menurut Tungpalan (1983) dalam Handayaningsih (2009),


dokumentasi adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau
dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan proses
pendokumentasian merupakan pekerjaan mencatat atau merekam
peristiwa baik dari objek maupun pemberi jasa yang dianggap
berharga dan penting.

Menurut Fisbach (1991) dalam Hartati (2010), pelaksanaan


dokumentasi keperawatan adalah sebagai salah satu alat ukur untuk
mengetahui, memantau dan menyimpulkan suatu pelayanan asuhan
keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit.

b. Tujuan dan Manfaat


Tujuan pencatatan dalam dokumentasi asuhan keperawatan adalah
untuk mengidentifikasi status kesehatan klien (pasien) dalam
rangka mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan
tindakan asuhan keperawatan, dan mengevaluasi tindakan, serta
untuk penelitian, keuangan, hukum, dan etika.

Dokumentasi asuhan keperawatan harus dibuat dengan lengkap,


jelas, obyektif, ada tanggal, dan harus ditandatangani oleh perawat,
karena mempunyai manfaat yang penting bila dilihat dari berbagai
aspek, yaitu:
1. Hukum: Data-data harus diidentifikasi secara lengkap, jelas,
objektif, dan ditandatangani oleh tenaga kesehatan (perawat),
20

tanggal, dan perlu dihindari adanya penulisan yang dapat


menimbulkan interprestasi yang salah
2. Jaminan Mutu Pelayanan: Pendokumentasian data pasien yang
lengkap dan akurat akan memberikan jaminan mutu pelayanan
3. Komunikasi: Dokumentasi keadaan pasien merupakan alat
“perekam” terhadap masalah yang berkaitan dengan pasien
4. Keuangan: Semua asuhan keperawatan yang belum, sedang, dan
telah diberikan yang didokumentasikan dengan lengkap dan
dapat dipergunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam
biaya keperawatan bagi pasien
5. Pendidikan: Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan, karena
isinya menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan
yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi
pembelajaran
6. Penelitian: Data yang terdapat didalamnya mengandung
informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau obyek riset
dan pengembangan profesi keperawatan
7. Akreditasi: Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat
sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada klien (Nursalam, 2009).

c. Komponen Dokumentasi Asuhan Keperawatan


Komponen dokumentasi asuhan keperawatan meliputi komponen
isi dokumentasi dan komponen dalam konsep penyusunan
dokumentasi. Komponen isi dokumentasi meliputi: pengkajian,
diagnosis keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan tindakan
keperawatan, evaluasi, tanda tangan dan nama terang perawat,
catatan keperawatan, resume keperawatan, dan catatan pasien
pulang atau meninggal dunia (Nursalam, 2009). Sedangkan
komponen model dokumentasi yang digunakan mencakup tiga
aspek, yaitu:
1. Keterampilan berkomunikasi yang baik memungkinkan perawat
untuk mengkomunikasikan kepada profesi kesehatan lainnya
mengenai apa yang sudah, sedang, dan yang akan dikerjakan
oleh perawat
21

2. Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian,


identifikasi masalah, perencanaan, intervensi. Perawat kemudian
mengobservasi dan mengevaluasi respons klien terhadap
intervensi yang diberikan dan mengkomunikasikan informasi
tersebut kepada profesi kesehatan lainnya
3. Perawat memerlukan suatu standar dokumentasi untuk
memperkuat pola pendokumentasi, sebagai pedoman praktik
pendokumentasian. (Nursalam, 2009).

d. Tahap-Tahap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan


1. Dokumentasi Pengkajian Keperawatan
Standar dokumentasi untuk pengkajian keperawatan adalah
perawat mendokumentasikan data pengkajian keperawatan
dengan cara yang sistematis, komprehensif, akurat, dan terus-
menerus (Nursalam, 2009). Berikut adalah kriteria penulisan
dokumentasi pengkajian keperawatan:
a) Gunakan format yang sistematis untuk mendokumentasikan
pengkajian
b) Gunakan format yang telah tersusun untuk
mendokumentasikan pengkajian
c) Kelompokkan data-data berdasarkan model pendekatan yang
digunakan
d) Tulis data objektif tanpa bias dan memasukkan pendapat
pribadi
e) Sertakan pernyataan yang mendukung interprestasi data
objektif
f) Jelaskan observasi dan temuan secara sistematis
g) Ikuti aturan atau prosedur yang dipakai dan disepakati oleh
instansi
h) Tuliskan secara jelas dan ringkas.
2. Dokumentasi Diagnosis Keperawatan
Pendokumentasian diagnosis keperawatan merupakan daftar
masalah kesehatan klien yang menyertakan catatan keperawatan
(Nursalam, 2009). Kriteria penulisan diagnosis keperawatan
adalah sebagai berikut:
22

a) Memakai PE dan PES (Problem, Etiologi, Sign/Symptom)


b) Catat diagnosis keperawatan potensial dalam sebuah
problem/format etiologi
c) Memakai istilah yang telah distandarkan oleh NANDA
d) Merujuk pada daftar yang dapat diterima
e) Memulai penulisan pernyataan diagnosis sesuai dengan
penulisan diagnosis
f) Pastikan definisi karakteristik telah didokumentasikan
g) Pernyataan awal dalam perencanaan keperawatan ditulis pada
daftar masalah
h) Hubungkan tiap-tiap diagnosis keperawatan bila saling
merujuk
i) Gunakan diagnosis keperawatan sebagai pedoman untuk
pengkajian, intervensi, dan evaluasi
j) Catat bahan perawatan adalah dasar untuk pertimbangan dari
langkah-langkah proses keperawatan
k) Pendokumentasian semua diagnosis keperawatan harus
merefleksikan dimensi dalam masalah yang berorientasi pada
sistem pendokumentasian perawat
l) Suatu agenda mungkin diperlukan untuk membuat diagnosis
keperawatan dan sistem pendokumentasian yang relevan
3. Dokumentasi Rencana Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien dengan
kriteria penulisan rencana asuhan keperawatan yang efektif,
yaitu:
a) Sebelum menulis rencana asuhan keperawatan, kaji ulang
data yang ada
b) Daftar dan jenis masalah aktual, risiko, dan potensial
c) Berilah gambaran dan ilustrasi khususnya diagnosis
d) Kriteria hasil harus ditulis dengan jelas, khusus, dan terukur
e) Rencana keperawatan harus selalu ditandatangani dan diberi
tanggal
f) Mulai rencana intervensi dengan menggunakan kata kerja
(action verb)
23

g) Alasan prinsip kekhususan (specificity)


h) Tuliskan rasionalisasi dari rencana intervensi
i) Rencana intervensi harus selalu tertulis dan ditandatangani
j) Rencana intervensi harus didokumentasikan sebagai hal
permanen
k) Sertakan klien dan keluarganya dalam perencanaan jika
memungkinkan
l) Rencana intervensi harus sesuai dengan waktu yang
ditentukan dan diusahankan untuk selalu diperbaharui
(Nursalam, 2009).
4. Dokumentasi Intervensi Keperawatan
Komponen penting pada dokumentasi intervensi adalah
mengidentifikasi mengapa sesuatu terjadi terhadap klien, apa
yang terjadi, kapan, bagaimana, dan siapa yang melakukan
intervensi (Nursalam, 2009).
a) Why. Harus dijelaskan alasan intervensi harus dilaksanakan
b) What. Ditulis secara jelas ringkas dari
pengobatan/intervensi
c) When. Pendokumentasian ketika melaksanakan intervensi
sangat penting
d) How. Intervensi dilaksanakan dalam penambahan
pendokumentasian
e) Who. Siapa yang melaksanakan intevensi harus selalu
dituliskan pada dokumentasi serta tanda tangan sebagai
pertanggung jawaban
5. Dokumentasi Evaluasi Keperawatan
Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil
observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera pada
saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan. Evaluasi
ini dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yang
terjadi saat itu. Sedangkan evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang
merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan
analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu
yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan (Nursalam,
2009).
24

6. Standar Pendokumentasian Asuhan Keperawatan


Standar dokumentasi asuhan keperawatan menurut Departemen
Kesehatan (1995) dalam Nursalam (2011) sebagai berikut:
Tabel 2.4Standar Dokumentasi Asuhan Keperawatan
No Standar Dokumentasi Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Mendokumentasikan data yang dikaji sesuai dengan
pedoman pengkajian
2. Data dikelompokkan (bio-psiko-sosio-spriritual)
3. Data dikaji sejak klien masuk sampai pulang
4. Masalah dirumuskan berdasarkan masalah kesenjangan
antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi
kehidupan
B. DIAGNOSIS
1. Diagnosis keperawatan berdasarkan masalah yang telah
dirumuskan
2. Diagnosis keperawatan mencerminkan PE/PES
3. Merumuskan diagnosis keperawatan aktual/potensial

C. PERENCANAAN
1. Berdasarkan diagnosis keperawatan
2. Disusun menurut urutan prioritas
3. Rumusan tujuan mengandung komponen klien/subjek,
perubahan, perilaku, kondisi klien, dan/atau kriteria
4. Rencana intervensi mengacu pada tujuan dengan
kalimat perintah, terinci, dan jelas, dan/atau melibatkan
klien/keluarga
5. Rencana intervensi menggambarkan keterlibatan
klien/keluarga
6. Rencana intervensi menggambarkan kerja sama dengan
tim kesehatan lain
D. INTERVENSI
1. Intervensi dilaksanakan mengacu pada rencana asuhan
keperawatan
2. Perawat mengobservasi respons klien terhadap
intervensi keperawatan
3. Revisi intervensi berdasarkan hasil evaluasi
4. Semua intervensi yang telah dilaksanakan
didokumentasikan dengan ringkas dan jelas
E. EVALUASI
1. Evaluasi mengacu pada tujuan
2. Hasil evaluasi didokumentasikan
F. CATATAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Menulis pada format yang baku
2. Pendokumentasian dilakukan sesuai dengan intervensi
yang dilaksanakan
3. Pendokumentasian ditulis dengan jelas, ringkas, istilah
yang baku dan benar
25

4. Setiap melakukan intervensi/kegiatan perawat


mencantumkan paraf dan nama dengan jelas, serta
tanggal dan waktu dilakukannya intervensi
5. Berkas catatan keperawatan disimpan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
Sumber: Nursalam (2009)

2.1.3.4 Ronde Keperawatan


a. Pengertian
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, di samping
pasien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan asuhan
keperawatan akan tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan
oleh perawat primer dan atau konsulen, kepala ruangan, perawat
associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim
(Nursalam, 2009).
Karakteristik:
1. Pasien dilibatkan secara langsung
2. Pasien merupakan fokus kegiatan
3. Perawat associate, perawat primer dan konsulen melakukan
diskusi bersama
4. Konsulen memfasilitasi kreatifitas
5. Konsulen membantu mengembangkan kemampuan perawat
associate, perawat primer untuk meningkatkan kemampuan
dalam mengatasi masalah.

b. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah keperawatan yang ada pada pasien
melalui pendekatan berpikir kritis
2. Tujuan Khusus
a) Memudahkan cara berpikir kritis dan sistematis
b) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa
keperawatan
1) Memudahkan pemikiran tentang keperawatan yang
berasal dari masalah pasien
26

2) Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi


rencana asuhan masalah pasien
c) Meningkatkan kemampuan justifikasi
d) Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja

c. Peran
1. Perawat Primer dan Perawat Associate
Dalam melaksanakan pekerjaan perlu adanya sebuah peranan
yang dapat memaksimalkan kebersihan antara lain:
a) Menjelaskan keadaan dan data demografi klien
b) Menjelaskan masalah keperawatan utama
c) Menjelaskan intervensi yang belum akan dilakukan
d) Menjelaskan tindakan selanjutnya
e) Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil.
2. Peran Perawat Primer Lain dan Konsulen
a) Memberikan justifikasi
b) Memberikan reinforcement
c) Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi
keperawatan serta tindakan yang rasional
d) Mengarahkan dan koreksi
e) Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari.

d. Pelaksanaan
1. Persiapan
a) Penetapan kasus minimal sehari sebelum waktu
pelaksanan ronde
b) Pemberian informed consent kepada pasien dan keluarga
c) Melakukan pengkajian
d) Melakukan analisa data
e) Membuat rencana keperawatan
f) Melakukan implementasi asuhan keperawatan
g) Membuat catatan perkembangan
2. Pelaksanaan Ronde
a) Penjelasan tentang ronde pasien oleh perawat primer
dalam hal ini penjelasan difokuskan pada masalah
27

keperawatan dan rencana yang akan atau dilaksanakan dan


memiliki prioritas yang akan didiskusikan
b) Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut
c) Pemberi justifikasi oleh perawat primer atau perawat
konselor/manajer tentang masalah klien serta rencana
tindakan yang akan dilakukan
d) Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah
ada yang akan ditetapkan
3. Pasca Ronde
a) Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada pasien
tersebut serta menetapkan tindakan yang perlu dilakukan
b) Bagaimana peran perawat primer dan perawat associate
dalam pelaksanaan pengorganisasian ronde.
Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan
PP
Tahap praronde

1. Penetapan Pasien

2. PersiapanPasien :
 Informed Concent
 HasilPengkajian/ Validasi data

Tahap Pelaksanaan
di Nurse Station 3. PenyajianMasalah
 Apadiagnosis keperawatan?
 Apa data yang mendukung?
 Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan?
 Apahambatan yang ditemukan?

Tahap Pelaksanaan di
4. Validasi data di bed pasien
kamar pasien

PP, Konselor, KARU

5. Lanjutan-Diskusi di Nurse Station

Pascaronde Simpulandanrekomendasisolu
simasalah
28

Gambar 2.4 Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan

2.1.3.5 Pengelolaan Sentralisasi Obat


a. Pengertian
Kontroling terhadap penggunaan dan konsumsi obat, sebagai
salah satu peran perawat perlu dilakukan dalam suatu pola/ alur
yang sistematis sehingga penggunaan obat benar – benar dapat
dikontrol oleh perawat sehingga resiko kerugian baik secara
material maupun secara non material dapat dieliminir
(Nursalam, 2009).

b. Tujuan
1. Meningkatkan mutu pelayanan kepada klien, terutama dalam
pemberian obat
2. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat secara hukum
maupun secara moral
3. Mempermudah pengelolaan obat secara efektif dan efesien
4. Menyeragamkan pengelolaan obat
5. Mengamankan obat – obat yang dikelola
6. Mengupayakan ketepatan pemberian obat dengan tepat klien,
dosis, waktu, dan cara

c. Teknik Pengelolaan
Tehnik pengelolaan obat kontrol penuh (sentralisasi) adalah
pengelolaan obat dimana seluruh obat yang akan diberikan pada
pasien diserahkan sepenuhnya pada perawat. Pengeluaran dan
pembagian obat sepenuhnya dilakukan oleh perawat.
1. Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruangan
yang secara operasional dapat didelegasikan pada staf yang
ditunjuk.
29

2. Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol


penggunaan obat.
3. Penerimaan Obat:
a) Obat yang telah diresepkan dan telah diambil oleh
keluarga diserahkan kepada perawat dengan menerima
lembar serah terima obat
b) Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis obat,
jumlah dan sediaan dalam kartu kontrol dan diketahui oelh
keluarga / pasien dalam buku masuk obat. Keluarga atau
klien selanjutnya mendapatkan penjelasan kapan/
bilamana obat tersebut akan habis
c) Pasien/ keluarga untuk selanjutnya mendapatkan salinan
obat yang harus diminum beserta sediaan obat
d) Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh
perawat dalam kotak obat
4. Pembagian Obat
a) Obat yang diterima untuk selanjutnya disalin dalam buku
daftar pemberian obat
b) Obat – obat yang telah disiapkan untuk selanjutnya
diberikan oleh perawat dengan memperhatikan alur yang
etrcantum dalam buku daftar pemberian obat, dengan
terlebih dahulu dicocokkan dengan terapi di instruksi
dokter dan kartu obat yang ada pada pasien
c) Pada saat pemberian obat, perawat menjelaskan macam
obat, kegunaan obat, jumlah obat dan efek samping
d) Sediaan obat yang ada selanjutnya dicek tiap pagi oleh
kepala ruangan/ petugas yang ditunjuk dan
didokumentasikan dalam buku masuk obat. Obat yang
hampir habis diinformasikan pada keluarga dan kemudian
dimintakan kepada dokter penanggung jawab pasien
5. Penambahan Obat Baru
a) Informasi ini akan dimasukkan dalam buku masuk obat
dan sekaligus dilakukan perubahan dalam kartu sediaan
obat
30

b) Obat yang bersifat tidak rutin maka dokumentasi hanya


dilakukan pada buku masuk obat dan selanjutnya
diinformasikan pada keluarga dengan kartu khusus obat.
6. Obat Khusus
a) Sediaan memiliki harga yang cukup mahal, menggunakan
rute pemberian obat yang cukup sulit, memiliki efek
samping yang cukup besar
b) Pemberian obat khusus menggunakan kartu khusus
c) Informasi yang diberikan kepada keluarga/ pasien: nama
obat, kegunaan, waktu pemberian, efek samping,
penanggung jawab obat, dan wadah obat. Usahakan
terdapat saksi dari keluarga saat pemberian obat.

Koordinasi dengan
Dokter
Dokter perawat

Pasien/Keluarga
Pasien/Keluarga a. Surat persetujuan
ga sentralisasi obat
dari perawat
Farmasi/Apoteker b. Lembar serah
terima obat
c. Buku serah
Pasien/Keluarga terima/masuk obat

PP/Perawat Yang Menerima

Pengaturan dan pengelolaan oleh perawat

Pasien/Keluarga
Gambar 2.5 Alur Pelaksanaan Sentralisasi Obat

2.1.3.6 Supervisi Keperawatan


a. Pengertian
Supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari
fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling). Swanburg
(1990) melihat dimensi supervisi sebagai suatu proses
kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian
31

suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatan pengambilan


keputusan yang berkaitan erat dengan perencanaan dan
pengorganisasian kegiatan dan informasi dari kepemimpinan
dan pengevaluasian setiap kinerja karyawan (Muninjaya, 1999
dalam Universitas Sumatera Utara, 2012).

Dalam bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian


yang sangat luas, yaitu meliputi segala bantuan dari
pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan
untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam
mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi
semacam ini merupakan dorongan bimbingan dan kesempatan
bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan
para perawat (Suyanto, 2008 dalam Universitas Sumatera Utara,
2012).

b. Prinsip Supervisi
Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang
keperawatan (Nursallam, 2011) antara lain:
1. Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.
2. Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen,
keterampilan hubungan antar manusia dan kemempuan
menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan.
3. Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan
dinyatakan melalui petunjuk, peraturan urian tugas dan
standard.
4. Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis
antara supervisor dan perawat pelaksana.
5. Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana
yang spesifik.
6. Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif,
komunikasi efektif, kreatifitas dan motivasi.
7. Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna
dalam pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien,
perawat dan manajer.
32

c. Sasaran Supervisi
Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang
disepakati berdasarkan struktur dan hirearki tugas. Sasaran atau
objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Jika
supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan,
maka disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa
bawahan yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak
langsung. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli dan Bachtiar,
2009).
Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara
lain: pelaksanaan tugas keperawatan, penggunaan alat yang
efektif dan ekonomis, system dan prosedur yang tidak
menyimpang, pembagian tugas dan wewenang,
penyimpangan/penyeleengan kekuasaan, kedudukan dan
keuangan (Suyanto, 2008 dalam Universitas Sumatera Utara,
2012).

d. Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh
banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan
efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya
hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan
dan bawahan
2. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan
efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya
kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber
daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.
33

Gambar 2.6 Alur Supervisi Keperawatan


Sumber: Nursalam (2009)

2.1.3.7 Perencanaan Pulang (Discharge Planning)


a. Pengertian
Perencanaan pulang meruakan suatu proses yang dinamis dan
sistematis dari penilaian, persiapan, serta koordinasi yang
dilakukan untuk memberikan kemudahan pengawasan
pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial sebelum dan sesudah
pulang (Carpenito, 1990).

Menurut Hurts (1996) perencanaan pulang merupakan proses


yang dinamis, agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan
yang cukup untuk menyiapkan pasien melakukan perawatan
mandiri di rumah.

Perencanaan pulang di dapatkan dari proses interaksi dimana


perawat profesional, pasien dan keluarga berkolaborasi untuk
34

memberikan dan mengatur kontinuitas keperawatan yang di


perlukan oleh pasien di mana perencanaan harus berpusat pada
masalah pasien, yaitu pencegahan, teraupetik, rehabilitatif, serta
perawatan rutin yang sebenarnya (Swenberg, 2000).

b. Tujuan
1. Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan
sosial
2. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga
3. Meningkatkan perawatan yang berkelanjutan pada pasien
4. Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain
5. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan
keterampilan serta sikap dalam memperbaiki serta
mempertahankan status kesehatan pasien
6. Melaksanakan rentang perawatan antar rumah sakit dan
masyarakat

c. Manfaat
1. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat
pengajaran kepada pasien yang dimulai dari rumah sakit.
2. Dapat memberikan tindak lanjut yang sistematis yang
digunakan intuk menjamin kontinuitas perawatan pasien
3. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada
penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau
kebutuhan perawatan baru
4. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan
perawatan rumah (Spath, 2003).

d. Prinsip
1. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai
keinginan dan kebutuhan dari pasien perlu di kaji dan di
evaluasi
2. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan
dengan masalah yang mungkin timbul pada saat pasien
35

pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang tumbul di


rumah dapat segera diantisipasi
3. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif,
perencanaan pulang merupakan pelayanan multi disiplin dan
setiap tim harus saling bekerja sama
4. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan
fasilitas yang ada. Tindakan atau rencana yang akan di
lakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan dari
tenaga yang tersedia maupun fasilitas yang tersedia di
masyarakat
5. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan
kesehatan. Setiap klien masuk tatanan pelayanan maka
perencanaan pulang harus dilakukan

e. Jenis-Jenis
1. Conditioning Discharge (pulang sementara atau cuti),
keadaan pulang ini dilakukan apabila kondisi pasien baik dan
tidak terdapat komplikasi. Pasien untuk sementara dirawat
dirumah namun harus ada pengawasan dari pihak rumah sakit
atau puskesmas terdekat
2. Absolute Discharge (pulang mutlak atau selamanya), cara ini
merupakan akhir dari hubungan pasien dengan rumah sakit.
Namun apabila pasien perlu di rawat kembali, maka prosedur
perawatan dapat dilakukan kembali.
3. Judicial Discharge (pulang paksa), kondisi ini di perbolehkan
pulang, tetapi pasien harus di pantau dengan melakukan kerja
sama dengan perawat puskesmas terdekat.

Menurut Neylor (2003), beberapa tindakan keperawatan yang


dapat di berikan pada pasien sebelum pasien di perbolehkan
pulang antara lain:
a. Pendidikan kesehatan, diharapkan bisa mengurangi angka
kambuh atau komplikasi dan meningkatkan pengetahuan
serta keluarga tentang perawaytan asien pulang
36

b. Program pulang bertahap, bertujuan untuk melatih pasien


untuk kembali ke lingkung keluarga dan masyarakat antara
lain apa yang harus dilakukan pasien di rumah sakit dan apa
yang harus dilakukan keluarga
c. Rujukan, integritas pelayanan kesehatan harus mempunyai
hubungan langsung antara perawat komunitas atau praktik
mandiri perawat dengan rumah sakit sehingga dapat
mengetahui perkembangan pasien di rumah.

Gambar 2.7 Alur Discharge Planning

Dokter dan tim Ners


kesehatan PP dibantu PA
lain

Penetuan keadaan pasien


1. Klinis dan pemeriksaan
penunjang lain
2. Tingkat ketergantungan
pasien

Perencanaan pulang

Penyelesaian Program HE Lain-lain


administrasi a. Kontrol dan obat / nersan
b. Nutrisi
c. Aktivitas dan istirahat
d. Perawatan diri

Monitor
(sebagai program service safety)
oleh keluarga dan petugas

Sumber : Nursalam (2015)


37

2.1.4 Pembiayaan (M4/ MONEY)


2.1.4.1 Kompensasi
Kompensasi merupakan terminologi luas yang berhubungan dengan
imbalanfinansial. Terminologi dalam kompensasi adalah:
a. Upah dan Gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif
gaji per jam. Gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif bayaran
mingguan, bulanan, atau tahunan
b. Insentif. Insentif (incentive) adalah tambahan kompensasi di atas
atau di luar gaji atau upah yang diberikan organisasi
c. Tunjangan
d. Fasilitas (Simamora, 2004).

2.1.4.2Reward
Hazli (2002) mendefinisikan reward yaitu hadiah dan hukuman
dalam situasi kerja, hadiah menunjukkan adanya penerimaan
terhadap perilaku dan perbuatan, sedangkan hukuman menunjukkan
penolakan perilaku dan perbuatannya.

Wahyuningsih (2009) juga mendefinisikan reward adalah


penghargaan/hadiah untuk sesuatu hal yang tercapai. Francisca
(2006) memfokuskan definisi reward sebagai hadiah atau bonus
yang diberikan karena prestasi seseorang. Reward dapat berwujud
banyak rupa. Paling sederhana berupa kata-kata seperti pujian adalah
salah satu bentuknya. Reward biasanya digunakan untuk
mengendalikan jam kerja seseorang dalam organisasi (Raharja,
2006).

Artinya, dengan reward seseorang bekerja dapat dilakukan tanpa ada


kendali langsung dari pimpinan, melainkan dapat berjalan apa
adanya sesuai evaluasi kinerja sebelumnya. Selebihnya,
dengan reward seseorang dapat meningkatkan cara kerjanya tanpa
harus dikendalikan pimpinan. Hal ini juga ditegaskan Gouillart &
Kelly dalam Raharja (2006) bahwa reward yang diperoleh atau
diharapkan akan diperoleh sebagai konsekwensi dari apa yang
38

mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia secara


fundamental.

2.1.4.2 Punishment
Punishment adalah hukuman atas suatu hal yang tidak tercapai/
pelanggaran. Hukuman seperti apa yang harus diberikan. Setiap
orang pasti beda persepsi dan beda pendapat (Wahyuningsih, 2009).

Punishment merupakan penguatan yang negatif, tetapi diperlukan


dalam perusahaan. punishment yang di maksud disini adalah tidak
seperti hukuman dipenjara atau potong tangan, tetapi punishment
yang bersifat mendidik. Selain itu punishment juga merupakan alat
pendidikan regresif, artinya punishment ini digunakan sebagai alat
untuk menyadarkan karyawan kepada hal-hal yang benar. Ngalin
purwanto (1988:238) membagi punishment menjadi dua macam
yaitu:
a. Hukuman prefentif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan
maksud atau supaya tidak terjadi pelanggaran. Hukuman ini
bermaksud untuk mencegah agar tidak terjadi pelanggaran,
sehingga hal ini dilakukannya sebelum terjadi pelanggaran
dilakukan. Contoh perintah, larangan, pengawasan, perjanjian dan
ancaman
b. Hukuman refresif yaitu hukuman yang dilakukan, oleh karena
adanya pelanggaran, oleh adanya dosa yang telah diperbuat. Jadi
hukuman itu terjadi setelah terjadi kesalahan.

2.1.5 Pemasaran (M5/ MARKETING)


2.1.5.1 Indeks Kepuasan Masyarakat
Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dan
menentukan keberhasilan suatu badan usaha karena masyarakat
adalah konsumen dari produk yang dihasilkannya. Hal ini didukung
oleh pernyataan Hoffman dan Beteson (1997), yaitu: ”weithout
custumers, the service firm has no reason to exist”. Definisi
kepuasan masyarakat menurut Mowen (1995,): ”Costumers
satisfaction is defined as the overall attitudes regarding goods
39

or services after its acquisition and uses”. Oleh karena itu, badan
usaha harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat
sehingga mencapai kepuasan masyarakat dan lebih jauh lagi
kedepannya dapat dicapai kesetiaan masyarakat. Sebab, bila tidak
dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat sehingga
menyebabkan ketidakpuasan masyarakat mengakibatkan kesetiaan
masyarakat akan suatu produk menjadi luntur dan beralih ke produk
atau layanan yang disediakan oleh badan usaha yang lain.

Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang


dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi
layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut:
a. Efektif
b. Sederhana
c. Kejelasan dan kepastian
d. Keterbukaan
e. Efisiensi
f. Ketepatan waktu
g. Responsif
h. Adaptif
Berkembangnya era servqual juga memberi inspirasi pemerintah
Indonesia untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan
sektor publik. Salah satu produk peraturan pemerintah terbaru
tentang pelayanan publik yang telah dikeluarkan untuk melakukan
penilaian dan evaluasi terhadap kinerja unit pelayanan publik instansi
pemerintah adalah Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: KEP-25/M.PAN/2/2004 tanggal 24 Pebruari 2004
tentang Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit
Pelayanan Instansi Pemerintah. Ke-14 indikator yang akan dijadikan
instrumen pengukuran berdasarkan keputusan menteri
pendayagunaan aparatur negara di atas adalah sebagai berikut:
a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur
pelayanan.
40

b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif


yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan
jenis pelayanannya.
c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian
petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan, serta
kewenangan dan tanggung jawab). Kedisiplinan petugas
pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan
pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku. Tanggung jawab petugas pelayanan yaitu
kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan
dan penyelesaian pelayanan.
e. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan
keterampilan yang dimiliki petugas dalam
memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
f. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat
diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit
penyelenggara pelayanan.
g. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan
dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang
dilayani.
h. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku
petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.
i. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat
terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
j. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
k. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan,
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
l. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana
pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat
memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
m. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnnya tingkat keamanan
lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang
digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk
41

mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan


dari pelaksanaan pelayanan.

2.1.5.2 Hak Dan Kewajiban Pasien


a. Hak Pasien:
1. Hak untuk memperoleh informasi meliputi:
a) Diagnosa penyakit yang di deritanya
b) Tindakan medis yang akan atau telah dilakukan
c) Kemunginan penyakit yang timbul sebagai akibat tersebut
serta rencana tindakan untuk mengatasainya
d) Perkiraaan biaya pengobatan
2. Hak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku di RSUD
Ulin Banjarmasin.
3. Hak untuk memberikan persetujuan/menolak untuk tindakan
atau pemeriksaan yang akan dilakukan atas dirinya sehubungan
dengan penyakit yang dideritanya.
4. Hak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai
dengan standar profesi kedokteran.
5. Hak mendapat pelayanan yang manusiawi tanpa diskriminasi.
6. Berhak memperoleh asuhan keperawatan yang sesuai dengan
standar profesi keperawatan.
7. Hak atas “Privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk rekam medisnya

b. Kewajiban Pasien:
Pasien, dan keluarga tau penaggung jawab pasien berkewajiban:
1. Mentaati segala peraturan dan tata tertib Rumah Sakit
Pelabuhan Palembang
2. Memberikan informasi yang jujur dan lengkap tentang
penyakit yang diderita kepada dokter dan para medis
3. Mematuhi segala petunjuk dokter, para medis, bidan yang
merawat
4. Pasien dan atau penanggung jawabnya wajib melunasi semua
biaya pelayanan pengobatan
42

5. Wajib mematuhi hal-hal yang telah disepakati bersama pihak


Rumah Sakit sebelum dan selama menjalani pengobatan.

2.2 Fungsi Manajemen


2.2.1 Tanggung jawab kepala ruangan (Nursalam, 2015):
2.2.1.1 Perencanaan
a. Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing-masing.
b. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya.
c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi,
dan persiapan pulang bersama ketua tim.
d. Mengidentifikasikan jumlah perawat yang dibutuhkan pasien
bersama ketua tim, pengatur penugasan/penjadwalan.
e. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
f. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,
tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan
mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien.
g. Mengatur dan mengendalikan Asuhan Keperawatan.
h. Membimbing pelaksanaan Asuhan Keperawatan.
i. Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai Asuhan
Keperawatan.
j. Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
k. Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru
masuk.
l. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri.
m. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan.
n. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan Rumah
Sakit.

2.2.1.2 Pengorganisasian
a. Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
b. Merumuskan tujuan metode penugasan.
c. Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas.
d. Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 2 ketua tim
dan ketua tim membawahi 2-3 perawat.
43

e. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses


dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain-lain.
f. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.
g. Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.
h. Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak berada di tempat,
kepala ketua tim.
i. Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi
pasien.
j. Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya.

2.2.1.3 Pengarahan
a. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
b. Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas
dengan baik.
c. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan
dan sikap.
d. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan
dengan askep pasien.
e. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.
f. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya.
g. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

2.2.1.4 Pengawasan
a. Melalui komunikasi
Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun
pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien.
b. Melaluai supervise
Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau
melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi
kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga.Pengawasan tidak
langsung mencek daftar hadir ketua tim. Membaca dan memeriksa
perencanaan keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan
44

sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan),


mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas.
2.2.1.5 Evaluasi
a. Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan
rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim.
b. Audit keperawatan

2.2.2 Tanggung Jawab Supervisor


2.2.2.1 Menetapkan dan mempertahankan standar praktik keperawatan.
2.2.2.2 Menilai kualitas asuhan dan pelayanan yang diberikan dengan
standar keperawatan.
2.2.2.3 Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan
keperawatan, bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.
Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang ada.
2.2.2.4 Memantapkan kemampuan perawat.
2.2.2.5 Memastikan praktik keperawatan profesional dilaksanakan.

2.2.3 Tanggung Jawab Katim


2.2.3.1 Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara
komperehensif.
2.2.3.2 Membuat tujuan dan rencana keperawatan.
2.2.3.3 Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama praktik.
2.2.3.4 Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain.
2.2.3.5 Mengevaluasi keberhasilan yag dicapai.
2.2.3.6 Menerima dan menyesuaikan yang dicapai.
2.2.3.7 Melakukan rujukan kepada pekarya sosial dan kontak dengan
lembaga sosial di masyrakat.
2.2.3.8 Membuat jadwal perjanjian klinik.
2.2.3.9 Mengadakan kunjungan rumah

2.2.4 Tanggung Jawab Perawat pelaksana (PA)


45

2.2.4.1 Memberikan pelayanan keperawatan secara langsung berdasarkan


proses keperawatan dengan sentuhan kasih sayang.
a. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan masalah pasien
b. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan pasien
c. Melaksanakan tindakan keperawatan yang telah diberikan
d. Mencatat atau melaporkan semua tindakan perawatan dan respon
pasien pada catatan perawatan

2.2.4.2 Melaksanakan program medis dengan penuh tanggung jawab


a. Pemberian obat
b. Pemeriksaaan laboratorium
c. Persiapan pasien yang akan dioperasi
2.2.4.3 Memperhatikan keseimbangan kebutuhan fisik,mental, sosial,
danspritual dari pasien
a. Memelihara kebersihan pasien dan lingkungan
b. Mengurangi penderitaaan klein dengan memberi rasa aman,
nyaman, dan ketenangan
c. Pendekatan dak komuniaksi terapeutik
d. Mempersiapkan klein secara fisik dan mental menghadapi
tindakan keperawatan dan pengpbatan atau diagnosis.
2.2.4.4 Melatih pasien untuk menolong dirinya sendiri sesuia dengan
kemampuannya.
2.2.4.5 Memberikan pertolongan segera pada pasien gawat.
2.2.4.6 Membantu kepala ruangan dalam penatalaksanaan ruangan secara
administratif
a. Menyiapkan data pasien baru, pulang, atau meninggal
b. Sensus harian atau formulir
c. Rujukan harian
2.2.4.7 Mengatur dan menyiapkan alat-alat yang ada di ruangan menurut
fungsinya supaya siap pakai.
2.2.4.8 Menciptakan dan memlihara kebersihan, keamanan, kenyamanan
dan keindahn ruangan.
2.2.4.9 Melaksanakan tugas dinas pagi, sore, malam atau hari libur secara
bergantia sesuai jadwal tugas.
2.2.4.10 Memberi penyuluhan kesehatan sehubungan dengan penyakitnya.
46

2.2.4.11 Melaporkan segala sesuatu mengenai keadaan klein baik secara


lisan maupun tulisan.
2.2.4.12 Membuat lapora harian pasien.

2.3 Model Asuhan Keperawatan SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan


Keperawatan Profesional)
Salah satu upaya dalam peningkatan indikator mutu pelayanan keperawatan adalah
melalui SP2KP. SP2KP merupakan kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di
setiap unit ruang rawat di rumah sakit. Komponennya terdiri dari: perawat, profil
pasien, sistem pemberian asuhan keperawatan, kepemimpinan, nilai-nilai
profesional, fasilitas, saranan prasaranan (logistik) serta dokumentasi asuhan
keperawatan.

Menurut Sitorus dan Yulia (2006), MPKP terdiri dari lima komponen yaitu nilai-
nilai profesional yang merupakan inti dari MPKP, hubungan antar profesional,
metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen terutama dalam
perubahan pengambilan keputusan serta sistem kompensasi dan penghargaan,
sedangkan SP2KP mempunyai lingkup yang meliputi aplikasi nilai-nilai
profesional dalam praktik keperawatan, manajemen dan pemberian asuhan
keperawatan, serta pengembangan profesional diri.

SP2KP adalah system pemberian pelayanan keperawatan professional yang


merupakan pengembangan dari MPKP (Model Praktik Keperawatan Profesional)
dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama professional antara perawat primer (PP)
dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya. (Nursalam, 2011).

Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer


(kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer). Penetapan metode ini
didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut:
a. Pada metode keperawatan keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan
dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung
jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan
profesional.
47

b. Terdapat satu orang perawat profesional yang disebut PP, yang bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada
MPKP, perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
c. Pada metode keperawatan primer, hubungan profesional dapat ditingkatkan
terutama dengan profesi lain.
d. Metode keperawatan primertidak digunakan secara murni karena setiap PP
hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer,
setiap PP merawat 9-10 klien.
e. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting
sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan
dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.
f. Metode tim tidak menggunakan secara murni karena pada metode ini tanggung
jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim,
sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab dan bertanggung
gugat atas semua asuhan yang diberikan.

Apabila ditinjau dari 5 subsistem yang di identifikasi oleh hoffart & Woods (1996),
secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :
a. Nilai-nilai profesional sebagai inti model :
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak
klien/keluarga masuk ke suatu ruang rawat yang merupakan awal dari
penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus
dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi
partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi
renpra, PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk
mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang
dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk membina performa PA agar
melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai profesional.
b. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi
yang jelas antara PP dan PA. Performa PA dalam satu tim menjadi tanggung
jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali
dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi
yang efektif dan pemimpin yang efektif.
48

c. Metode pemberian asuhan keperawatan


Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi
keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP
akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi
pada renpra sesuai kebutuhan klien.
d. Hubungan professional Hubungan profesional dilakukan oleh PP dimana PP
lebih mengetahui tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang
rawat sehingga mampu memberi informasi tentang kondisi klien kepada profesi
lain khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan
klien akan membantu dalam penetapan rencana tindakan medis.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang profesional. Kompensasi dan penghargaan yang diberikan
kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat kepada PP
dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat
ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan keperawatan
klien tersebut sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga
mengarah pada pendidikan ners spesialis.

Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung jawab


dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan pada sekelompok pasien mulai dari pasien
masuk sampai dengan bantuan beberapa orang PA. PP dan PA selama kurun
waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu tim yang relatif tetap baik dari segi
kelompok pasien yang dikelola, maupun orang-orang yang berada dalam satu
tim tersebut. Tim dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin
kerjasama yang profesional antara PP dan PA. Selain itu tentu saja tim tersebut
juga harus mampu membangun kerjasama profesional dengan tim kesehatan
lainnya.

2.3.1 Peran Managerial dan Leadership


Ketua dalam tim bertugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan,
mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim,
mendelegasikan sebagian tindakantindakan keperawatan yang telah
49

direncanakan pada renpra dan bersama-sama dengan PA


mengevaluasikan asuhan keperawatan yang diberikan.

Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat


renpra untuk klien yang menjadi tanggung jawabnya. Adanya renpra
merupakan tanggung jawab profesional seorang PP sebagai landasan
dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar.
Renpra tersebut harus dibuat sesegara mungkin pada saat klien masuk
dan dievaluasi setiap hari.

PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan sebagian


tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada PA. Pembagian
tanggung jawab terhadap klien yang menjadi jawab tim, di dasarkan
pada tingkat ketergantungan pasien dan kemampuan PA dalam
menerima pendelegasian.

Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan kepimpinan.


PP bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan PA dalam
memberikan asuhan keperawatan pada kelompok klien. PP
berkewajiban untuk membimbing PA agar mampu memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan standar yang ada. Bimbingan tersebut dapat
dilaksanakan secara langsung, misalnya mendampingi PA saat
melaksanakan tindakan tertentu pada klien atau secara tidak langsung
pada saat melakukan konferen. PP juga harus senantiasa memotivasi PA
agar terus meningkatkan keterampilannya, misalnya memberikan
referensi atau bahan bacaan yang diperlukan.

Selain terkait bimbingan keterampilan pada PA, sebagai bagian dari


peran kepemimpinan seorang PP, PP juga seharusnya memiliki
kemampuan untuk mengatasi konflik yang mungkin akan terjadi antar
PA. PP harus menjadi penengah yang bijaksana sehingga konflik bisa di
atasi dan tidak mengganggu produktifitas PA dalam membantu
memberikan asuhan keperawatan.

2.3.2 Komunikasi Tim Melalui Renpra, Konferensi dan Ronde Keperawatan


50

Komunikasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan dalam


melakukan kerjasama profesional tim antara PP-PA. Komunikasi
tersebut dapat melalui: renpra, konferensi, dan ronde keperawatan yang
terstruktur dan terjadwal.

2.3.3 Komunikasi Tim Melalui Renpra Rencana asuhan keperawatan


(Renpra) selain berfungsi sebagai:
2.3.3.1 Pedoman bagi PP-PA
2.3.3.2 Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan
berdasarkan ilmu pengetahuan

Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai penunjuk


perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai media
komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan PA
untuk melakukan sebagian tindakan yang telah di rencanakan oleh PP. Oleh
sebab itu sangat sulit untuk PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika PP
tidak membuat perencanaan asuhan keperawatan (renpra). Hal ini
menunjukkan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan sekedar memnuhi
ketentuan (biasanya ketentuan dalam menentukan akreditasi rumah sakit).

Renpra seharusnya dibuat segera mungkin, paling lambat 1x24 jam setelah
psien masuk karena fungsinya sebagai pedoman dan media komunikasi.
Berdasarkan tugas dan tanggung jawab PP tidak sedang bertugas (misalnya
pada malam hari atau hari libur), PA yang sebelumnya telah didelegasikan
dapat melakukan pengkajian dasar dan menentukan satu diagnosa
keperawatan yang terkait dengan kebutuhan dasar pasien. Segera setelah PP
bertugas kembali maka pengkajian dan renpra yang telah ada harus
dipalidasi dan di lengkapi.

Penting juga diperhatikan bahwa rempra yang dibuat PP harus dimengerti


oleh semua PA. Semua anggota tim harus memiliki pemahaman yang sama
tentang istilah-istilah keperawatan ysng digunakan dalam renpra tersebut.
Misalnya dalam renpra, PP menuliskan rencana tindakan keperawatan:
”monitor I/O(intake/output=pemasukan /pengeluaran) tiap 24 jam”.
51

Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud dengan
monitor I/O, contoh lain dalam perencanaan PP menuliskan “ berikan
dukungan pada pasien dan keluarganya”, maka baik PP dan PA dalam
timnya harus memiliki persepsi yang sama tentang tindakan yang akan
dilakukan tersebut. Oleh sebab itu PP harus menjelaskan kembali pada PA
tentang apa yang disusunnya tersebut. Pendelegasian tindakan keperawatan
yang berdasarkan pada renpra, PP terlebih dahulu harus memiliki
kemampuan masing-masing PA. Hal yang tidak dapat didelegasikan pada
PA adalah tanggung jawab dan tanggung gugat sesorang PP (Dunville dan
McCuock, 2004). Tindakan yang telah didelegasikan pada PA, PP tetap
berkewajiban untuk tetap memonitor dan mengevaluasi tindakan yang
dilakukan oleh PA.

2.3.4 Komunikasi Tim Oleh Konferensi


Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan PA
untuk menbahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang dilakukan
setiap hari. Konferensi biasanya merupakan kelanjutan dari serah
terima. Hal-hal yang ingin dibicarakan lebih rinci dan sensitif
dibicarakan didekat pasien dapat dibahas lebih jauh didalam
konferensi. Konferesni akan efektif jika PP telah membuat renpra dan
membuat rencana apa yang akan dibicirakan dalam konferensi.
Konferensi ini lebih bersifat dua arah dalam diskusi antara PP-PA
tentang rencana asuhan keperawatan dari dan klarifikasi pada PA dan
hal lain terkait.

2.3.5 Komunikasi Tim Melalui Ronde Keperawatan


Ronde Keperawatan yang dilakukan dalam tim ini harus dibedakan
dengan ronde keperawatan yang dilakukan dengan clinical care
manager (CCM). Tujuan ronde keperawatan dalam tim adalah agar
PP dan PA bersamasama melihat proses yang diberikan.

2.3.6 Kerjasama dengan Tim Lain


Tim kesehatan ini adalah dokter, ahli gizi, ahli farmasi, fisioterapi,
staff laboratorium dll. Peran PP dalam melakukan kerjasama dengan
tim lain tersebut adalah:
52

a. Mengkolaborasikan
b. Mengkomunikasikan
c. Mengkoordinasikan semua aspek perawatan pasien yang
menjadi tanggung jawabnya.
d. PP dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai baik segi
tingkat pendidikan dalam pengalamannya.

PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi pasien yang


terkait dengan perawatannnya. PP dapat memberikan informasi yang akurat
bagi tenaga kesehatan lain, sehingga keputusan medis atau gizi misalnya
akan membantu perkembangan pasien selama dalam perawatan, agar PP
melakukan komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan lain tersebut,
maka harus lah disepakati waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan pada
tim kesehatan yang lain, misalnya melalui ronde antar profesional.

Kondisi dimana dokter tidak berada diruang perawatan dapat menyebabkan


komunikasi langsung sangat sulit dilakukan oleh karena itu komunikasi antar
tim kesehatan dapat juga terbina melalui dokumentasi keperawatan.
Dokumentai tersebut dibuat oleh PP tetapi sebelumnya harus telah disepakati
oleh semua tim kesehatan bahwa dokumentasi yang ada juga dimanfaatkan
secara efektif sebagai alat komuniksi efekti.

Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari profesi lain,
seorang PP harus memenuhi kepribadian yang baik serta keterampilan
berkomuniksi, misalnya memiliki sikap mampu menghargai orang lain, tidak
terkesan memerintah atau bahkan menggurui atau bahakan menyalahkan
orang lain dalam hal ini tim kesehatan dari profesi lain, merupakan
kemampuan yang harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi antar profesi ini
PP dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.

Seorang PP harus melakukan tugas mengkoordinasikan semua kegiatn yang


terkait dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya dokter
menjadwalkan pasien untuk di rontgen dada dan di USG abdomen sekaligus
pemeriksaan mata pada hari yang sama, maka seorang PP harus mampu
mengkoordinasikan semua kegiatan tersebut agar tidak melelahkan dan
53

membingungkan bagi psien dan keluarganya. Misalnya dalam hal ini


perawat dapat menjadwal ulang semua kegiatan tadi.

2.3.7 Tantangan yang di hadapi dalam dinamika tim PP-PA dan tenaga
kesehatan lainnya.
Tim PP-PAdapat dipandang sebagai suatu kelompok. Masalah atau
tantangan yang dapat dialami dalam membina kerjasama
professional dalam kelompok dan antar profesi tersebut diantaranya
adalah :
a. PP tidak mampu (tidak kompeten ) melakukan perannya,
misalnya tidak mampu membuat renpra, atau memberikan
pendelegasian kepada PA yang tidak sesuai dengan kemampuan
PA tersebut.
b. PA tidak mampu menjalankan perannya, misalnya PA tidak
mampu melakukan tindakan sesuai dengan tugas yang telah
didelegasikan oleh PP.
c. Sikap tenaga kesehatan lain yang kurang menghargai
keberadaaan profesi keperawatan.
d. Adanya friksi diantara sesame PA.
Tantangan seperti disebutkan diatas dapat dipandang sebagai
dinamika yang terjadi dlam kelompok. Menghadapi tantangan
tersebut seluruh pihak yang terkait dalam komunikasi perawat
pasien baik secara tidak langsung seperti CCM (Clinical Care
Manajer), Kepala ruangan, dan secara langsung PP dan PA
sendiri harus melakukan evaluasi dan mencari alternative
penyelesaiannya.

2.3.8 Peran dan tanggung jawab perawat sesuai dengan jabatannya


a. Peran Kepala Ruangan
1) Sebelum melakukan sharing dan operan pagi, KARU
melakukan ronde keperawatan kepada paien yang dirawat.
2) Mempimpin sharing pagi.
3) Memimpin operan.
54

4) Memastikan pembagian tugas perawat yang telah dibuat oleh


katim dalam pemberian asuhan keperawatan pada pagi hari.
5) Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik,
meliputi : pengisian askep, visite dokter (Advise), pemeriksaan
penunjang (Hasil Lab), dll.
6) Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan
kebutuhan.
7) Mengelola dan menjelaskan complain dan konflik yang terjadi
di area tanggung jawabnya.
8) Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.
b. Peran Ketua Tim (KATIM)
Tugas utama KATIM adalah mengkoordinir pelaksanaan ASKEP
sekelompok pasien oleh tim keperawatan di bawah
koordinasinnya.
1) Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien oleh
tim keperawatan di bawah koordinasinya pada saat Pre
Cronfrence.
2) Mengidentifikasi seluruh PP membuat rencana asuhan
keperawatan yang tepat untuk pasiennya.
3) Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan
sesuai dengan rencana yang telah dibuat
4) Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien
di bawah koordinasinya pada saat post Conference.
5) Penanggung jawab Shift (PJ Shift).
Tugas utama PJ Shift adalah menggantikan fungsi pengatur
pada saat shift sore/malam dan hari libur.Memimpin kegiatan
operan shift sore-malam
6) Memastikan PP melaksanakan follow up pasien tanggung
jawabnya.
7) Memastikan seluruh PA melaksanakan Asuhan Keperawatan
sesuai dengan rencana yang telah dibuat PP.
8) Mengatasi permasalah yang terjadi di ruang perawatan.
9) Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.
c. Perawatan Pelaksana (PP) dan perawatan Asosiet (PA) :
55

Tugas utamanya adalah mengidentifikasi seluruh kebutuhan


perawatan pasien yang menjadi tanggung jawabnya,
merencanakan asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan melakukan evaluasi (follow up) perkembangan
pasien.
1) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah
dilaksanakan oleh PA.
2) Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana.

Anda mungkin juga menyukai