Anda di halaman 1dari 136

ANTIBIOTIKA, ANTIVIRUS, ANTIJAMUR

dr. Audia Nizhma Nabila, M. Biomed


Dony Hermanto, M. Biomed
ANTIMIKROBA
Farmakologi umunya dibagi 2: Farmakokinetika &
Farmakodinamik
• Farmakodinamik: Mempelajari efek obat terhadap tubuh
▫ Misalnya parasetamol nanti cara kerjanya gimana? mekanisme
analgetiknya gimana?
• Farmakokinetik : Mempelajari kinetika obat (absorbsi,
distribusi, metabolisme, eksresi) atau ada referensi yg
menyebut pengaruh tubuh terhadap obat
▫ Misalnya berapa waktu paruh parasetamol di dalam tubuh?
berapa konstanta absorbsi dan eliminasinya?
Istilah dan parameter farmakokinetik:
• MEC atau Minimum Effect Concentration merupakan kadar minimal yang harus
dicapai obat agar berefek. Jika konsentrasi obat masih dibawa MEC maka obat
belum berefek
• MTC atau Minimum Toxic Concentration merupakan kadar dimana obat mulai
bersifat toksis bagi tubuh.
• Therapeutic Range merupakan konsentrasi dimana obat berefek dalam batas
yang aman dan tidak toksik. beberapa obat seperti digoksin memiliki therapeutic
range yang sempit sehingga dalam pengobatan harus berhati-hati karena jika
berlebihan dapat menyebabkan toksisitas
• Onset merupakan waktu dimana obat mulai berefek atau memasuki MEC
• t max merupakan waktu dimana kadar obat dalam plasma sampai pada
puncaknya
• Cmax merupakan kadar maksimum yang dapat dicapai obat pada plasma
• AUC atau Area Under Curve menunjukkan jumlah obat di dalam plasma
• Duration of Action menunjukkan rentang waktu dimana obat berefek (memasuki
MEC) sampai tidak berefek (turun dari MEC)
• Selain itu ada pula yang disebut Frekuensi Pemberian. Frekuensi Pemberian
merupakan jarak (interval) antar pemberian obat.
• TUGAS:
Analisis farmakologi obat :
• Farmakokinetik:
• Absorbsi di saluran cerna
• Distribusi; ikatan protein plasma
• Metabolisme; reaksi tahap berapa
• Ekskresi
• Farmakodinamik:
• Mekanisme kerja detail
• Interaksi obat
• Dosis pemakaian
• Efek samping
DISTRIBUSI

Penggunaan obat-obatan pada saat yang sama dapat mempengaruhi masing-masing fraksi obat yang tidak terikat. Sebagai contoh,
asumsikan bahwa Obat A dan Obat B adalah obat-obatan yang terikat dengan protein. Jika Obat A diberikan, Ia akan mengikat protein
plasma dalam darah. Jika Obat B juga diberikan, Ia dapat menggantikan Obat A dari protein, sehingga meningkatkan fraksi yang tidak terikat
dari Obat A. Hal ini dapat meningkatkan efek dari Obat A, karena hanya fraksi yang tidak terikat yang dapat menunjukkan efeknya.
Perhatikan bahwa untuk Obat A, % peningkatan fraksi tidak terikat adalah 100% – oleh karena itu, efek farmakologis Obat A dapat
berpotensi ganda (tergantung pada apakah gratis molekul mendapatkan target mereka sebelum mereka dieliminasi oleh metabolisme atau
ekskresi). Perubahan efek farmakologis ini dapat memiliki konsekuensi yang merugikan.
Efek dari ikatan protein ini sangat terlihat pada obat-obatan yang memiliki ikatan protein yang tinggi (>95%) dan memiliki indeks terapeutik
yang rendah, seperti warfarin. Rendahnya indeks terapeutik ini menunjukkan adanya risiko tinggi keracunan saat menggunakan obat
tersebut. Karena warfarin adalah antikoagulan dengan indeks terapeutik yang rendah, warfarin dapat menyebabkan perdarahan jika efek
farmakologisnya tidak dijaga. Jika pasien pengguna warfarin menggunakan obat lain yang menggantikan ikatan warfarin dari protein plasma,
seperti antibiotik sulfonamide, maka hal ini dapat mengakibatkan peningkatan risiko perdarahan.

Sebelum Setelah % peningkatan


pemindahan pemindahan fraksi tidak terikat
Obat A
% terikat 95 90
% tidak terikat 5 10 +100
Obat B
% terikat 50 45
% tidak terikat 50 55 +10
PENDAHULUAN

• Antimikroba  Obat pembasmi mikroba khususnya


mikroba yang merugikan manusia. Tidak kelompok:
parasit
• Antibiotika  zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba terutama fungi yang dapat menghambat
atau dapat membasmi mikroba jenis lain
• Obat yang digunakan sebagai antibiotika 
toksisitas selektif (sangat toksik terhadap mikroba)
8
ANTIBIOTICS — are chemical compounds of biologic origin
that exert selective damaging or subversive effect on microorganisms.

There are antibiotics with Antibacterial, Antifungal and Antitumor actions .


Mikroba dapat menjadi resisten terhadap
antibiotik, melalui 3 mekanisme :
1. Obat tidak dapat mencapai sel kerjanya di
dalam mikroba
2. Inaktivasi obat
3. Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site)
antimikroba
Faktor- faktor yang memudahkan berkembangnya
resistensi di klinik adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan antimikroba yang sering
2. Penggunaan antimikroba yang irasional
3. Penggunaan antimikroba baru yang berlebihan
4. Penggunaan antimikroba untuk jangka waktu
yang lama
5. Penggunaan antimikroba untuk ternak
6. Lain-lain : transportasi modrn, sanitasi buruk, dsb
1. Narrow spectrum:
Gram(+) bacteria: Gram(-) bacteria:
Benzylpenicillins Polymyxins
Oxacillin
Erythromycin
2. Broad Spectrum:
Tetracyclines
Aminoglycosides
Semi-synthetic Penicillins of Broad-spectrum
Carbapenems
Cephalosporins
Levomycetin (Chloramphenicol)
13
Rifampicin
Hambat sintesis
dinding sel kuman,
bakterisid:
Penicillin
Sefalosporin
Vancomycin
Teicoplanin
Bacitracin
Gram Positif
GRAM negatif
Biosintesis peptidoglikan
• Ada tiga tahap: sintesis monomer murein, polimerisasi
glikan, polymer cross-linking

1. Sintesis Monomer murein


Polimerisasi peptidoglikan
B-lactam
 Mencakup:
 Penicillin G/V, methicillin, nafcillin, oxacillin, cloxacillin,
dicloxacillin, nafcillin yg aktif thd kuman gram+; ampicillin dan
amoxicillin yg aktif juga thd enterobacteriaceae; dan
antipseudomonas penicillins (carbenicillin, ticarcillin, sulbenicillin,
azlocillin, piperacillin, dan mecillinam).
 Farmakodinamik:
 Menghambat sintesis peptidoglikcan dinding sel. lebih
bakterisid, melalui mekanisme:
1. Obat bergabung dengan penicillin-binding protein
(PBPs) pada kuman
2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena
proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan
terganggu
3. Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada
dinding sel
Farmakokinetik
 Absorpsi:
 Penisilin G mudah rusak suasana asam (pH:2). Cairan
lambung pH:4 tidak terlalu merusak penisilin.
Memperlama efek absorpsi  dimodifikasi bentuk
sediaan: penisilin G benzatin, penisilin G prokain
(suspense dalam air atau minyak)
 absorpsi ampisillin dan senyawa sejenisnya dipengaruhi
 dosis dan ada tidaknya makanan dalam
saluran cerna
 absorpsi amoksillin di saluran cerna > ampisilin.
Penyerapan ampisillin terhambat oleh adanya makanan
di lambung, amoksillin: tidak
 metisilin, tdk oral  dirusak asam lambung, absorpsinya
buruk
 karbenisilin  tidak diabsorpsi di saluran cerna
 Farmakokinetik
 Distribusi:
 Penisilin G diditribusi luas di tubuh
 Kadar obat  hati, empedu, ginjal, usus, limfe tapi dalam
cairan cerebro spinalis (CSS) sukar dicapai. Bila meningen
(membrane selaput otak) keadaan normal: sukar dicapai,
namun bila radang meningen: memudahkan penetrasi penisilin
G
 ampisillin didistribusi luas, ikatan protein plasma hanya 20%.
Ampisilin mengalami proses enterohepatic (Proses siklik
(berdaur) yang melibatkan penyerapan kembali usus dari
suatu zat yang telah dikeluarkan melalui empedu, diikuti
dengan pemindahan kembali ke hati, sehingga
membuatnya tersedia untuk ekskresi biliari lagi)
 penetrasi ke CSS  efektif bila keadaan meningen radang
 pada bronchitis, ampisilin disekresi kedalam sputum  10%
kadar serum
 distribusi amoksillin, karbenisilin sama dengan ampisilin dan
pensilin lainnya
 Farmakokinetik
 Metabolisme dan ekskresi:
 biotransformasi dilakukan oleh mikroba  penisilinase
dan amidase
 penisilin isoksazolil dan metisilin  tahan terhadap
penisilinase; amidase mempengaruhi semua penisilin. Tidak
banyak mikroba menghasilkan amidase
 penisilin  diekskresi melalui proses sekresi di tubuli
ginjal yang dapat di hambat oleh probenesid. T1/2
eliminasi dalam darah diperpanjang oleh probenesid
menjadi 2-3 kali lebih lama. Selain probenesid:
fenilbutazon, sulfinpirazon, asetosal dan indomestin
 Indikasi:
 infeksi S pneumoniae, S viridans, enterococcus,
staphylococcus, meningococcus, N gonorroea,
T pallidum, actinomyces, B anthracis, Cl
tetani/perfringens, P aeruginosa,
enterobacteriaceae, H influenza, K
pneumoniae.
 Resistensi terjadi karena bakteri hasilkan β-
lactamase, protein pengikat penicillin, influx
turun, efflux naik. Kombinasi dgn
penghambat β-lactamase (clavulinic acid,
tazobactam, dan sulbactam) tingkatkan
hambat resistensi.
 Aktivitas antimikroba
 Satuan daya aktivitas potensi penisilin
 dinyatakan dalam international UNIT (IU)  penisilin G
 1 mg natrium penisilin G murni: ekivalen dengan 1667 IU atau 1 IU =
0,6 µg. Satuan lain  satuan berat (mg, gram)
 Diantara semua penisilin  penisilin G  aktivitas terbaik terhadap
kuman gram positif yang sensitive
 Kelompok ampisilin  spktrum lebar tapi tidak sekuat penisilin G
(aktivitas mikroba), namun efektif beberapa gram negative dan tahan
asam
Generasi I: sefalotin, sefapirin, sefazolin, sefaleksin,
sefradin, sefadroksil ( utk gram+ E coli, Proteus,
Klebsiella).
Generasi II: sefamandol, sefoksitin, sefaklor,
sefuroksim, sefonisid, sefmetazole ( lebh resisten thd β-
lactamase,aktif thd B fragilis)
Generasi III: sefotaksim, moksalaktam, seftizoksim,
seftriaxone, sefoperazon, seftadizim (spektrum kearah
gram-termasuk pseudomonas).
Generasi IV: sefepine (lebih resisten thd β-lactamase)
Imipenem+cilastine, meropenem: aktif thd stretococci,
enterococci, enterobacteriaceae, dan acitenobacter.
Farmakodinamik:
Menghambat sintesis dinding sel mikroba melalui
penghambatan reaksi transpeptidase dalam pembentukan
dinding sel bakteri

Farmakokinetik:
Absorpsi
baik di saluran cerna  diberikan per oral. Golongan:
sefaleksin, sefradin, sefadroksil, lorakabef, sefprozil, sefiksim,
dan sefuroksim aksetil
Distribusi
Sefalosporin  IV dan IM: sefuroksim, seftriakson, sefepim,
sefotaksim  mencapai kadar tinggi dalam CSS 
meningitis.
Sefalosporin melewati sawar darah uri (BBB) mencapai kadar
tinggi di cairan synovial dan cairan pericardium.
Sefalosporin generasi ketiga  cairan mata kadar tinggi
 Ekskresi  ginjal
Ceftriaxone (vial 0.5 and 1.0) – a 3d-generation
cephalosporin, acts bactericidally by adhering to bacterial
penicillin-binding proteins, inhibiting cell wall synthesis.
Ceftriaxon (as a single 250 mg IM) and Cefixim (as a single
400 mg PO) are 1st line drugs for treatment of Gonorrhea

Indications: Bacteremia, septicemia, endocarditis;


respiratory, bone, joint, urinary, gynecologic, intra-abdominal,
and skin infections from susceptible organisms;
gonorrhea, gonococcal meningitis, syphilis, Lyme disease,.
3d-generation cephalosporins influence on hemostatic
properties since they possess coumarin-like action, may
induce bleeding disorders by decreasing level of plasma
coagulation factors (II, VII, IX, X);
inducing hypoprothrombinemia.
Vitamin K 10 mg twice weekly can prevent this.
29
30
31
32
33
• Bakterisid, hambat sintesis peptidoglycan.
• Tak diserap peroral, eliminasi hanya oleh ginjal, ti/2
8 jam, penetrasi CSF bila ada radang, ikatan protein
30%.
• Indikasi: peroral utk kolitis pseudomembranosa; IV utk
infeksi MRSA, pengganti penicillin pd profilksis bedah
jantung dan bedah gigi; pengganti penicillin pd
infeksi streptococci, enterococci, H influenzae, proteus
spp.
• ES: ototoksik dan nefrotoksik.
35
36
Azithromycin (Sumamed tab. 0.5, caps 0.25 g)
binds to the 50S subunit of ribosomes,
blocking Protein Synthesis.
Active against respiratory infections due to
Haemophilus influenzae and Moraxella catarrhalis.
Has excellent action against Toxoplasma gondii
It is now preferred therapy for urethritis caused by
Chlamidia Trachomatis.
● Penetrates into most tissues (except cerebrospinal fluid)
with Tissue >> Plasma Concentration by 10-100-folds.
Community-acquired Pneumonia can be treated with
Azithromycin given as 500 mg loading dose, followed by
a 250 mg singly daily dose for the next 4 days.
Pseudomembranous Colitis –
the most serious potentially fatal adverse effect of
Clindamycin and Lincomycin caused by overgrowth of
Clostridium difficile (superinfection development) which
elaborates necrotizing toxins .
●The patient develops profuse, watery diarrhea, fever,
abdominal pain, leukocytosis.
● Clostridium difficile infection is confirmed.
Treatment: Metronidazole (PO 0.5 g tid) or
Vancomycin is effective
in controlling this serious problem.

37
PABA Sulfonamid berkompetisi
Dihidropreteat dengan PABA
sintetase
ASAM DIHIDROFOLAT
Dihidrofolat
Trimetoprim
reduktase
ASAM TETRAHIDROFOLAT
Kuman memerlukan PABA untuk
membentuk asam folat, Yang
PURIN digunakan untuk sintesis purin dan
asam nukleat.
Sulfonamid merupakan
DNA penghambat KOMPETITIF PABA.
 Hambat ambilan PABA oleh sulfa dan sintesis
tetrahidrofolat oleh trimetoprim, bakterisid, spektrum
gram luas, resistensi lebih sukar daripada sulfa saja.
 Indikasi: infeksi kemih, kelamin, cerna termasuk
tifoid, nafas termasuk Pneumocystis carinii.
 ES: megaloblastosis, leukopenia, trombositopenia,
dermatitis exfoliativa, sindrom Steven-Johnson.
sulfonamida

40
Sulfonamides – the synthetic antimicrobial agents,
containing a sulfonamido (–SO2–NH–) group.
This group is present in other compounds like antidiabetic
sulfonylureas, diuretics like thiazides, furosemide, and
diacarb.
The structure of the sulfonamides is similar to
Para-Aminobenzoic Acid (PABA).

Sulfonamides tend to be much


more soluble at alkaline than at acid pH.
Solubility may be decreased
in acidic urine, resulting in
precipitation of the drug
or its acetylated metabolites.
41
CLASSIFICATION of SULFONAMIDES
I. Oral, Absorbable (Systemic Action):
1. Short-acting (6-9 hours):
Sulfadimezine, Sulfazine, Ethazol, Urosulfane
2. Long-acting (24 hours) :
Sulfapyridazine, Sulfadimethoxine
3. Ultra-long acting (72 hours): Sulfalen
4. Combined preparations with:
- Trimethoprim: Co-trimoxazole [Biseptol]
- Aminosalicylic acid: Salazopyridazine, Sulfasalasine
Salazodimethoxine
42
II. Oral, Non-Absorbable
(acting the intestinal flora):
Phthalazol
Sulgin

III. For Topical Use:


Sulfacil-natrium (Albucid)–
Silver Sulfadiazine (1% cream)

43
44
Clinical Uses of Sulfonamides :
● Respiratory infections
● Acute urinary tract infection: Urosulfan
● Combined with Pyromethamine –
for drug-resistant malaria, and for toxoplasmosis
● Inflammatory bowel disease, non-specific ulcerative colitis
- Sulfasalazine (Sulfapyridine + Aminosalicylate)
● Some sexually transmitted infections -
trachoma, chlamydia

45
Co-trimoxazole: the combination of
Sulfamethoxazole and Trimethoprim:
is generally bactericidal
● acts by sequential blockade of folic acid enzymes
in the synthesis pathway:
Sulfamethoxazole inhibits formation of
dihydrofolic acid from PABA,
Trimethoprim inhibits dihydrofolate reductase
responsible for formation of tetrahydrofolic acid
from dihydrofolic acid

46
Co-trimoxazole is effective against :
Escherihia coli
Klebsiella
Enterobacter
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
Salmonella
Shigella
Clinical uses: Chronic Bronchitis,
Urinary tract infections, Otitis media,
Pneumocytis carini pneumonitis, Traveller’s Diarrhea,
Pertussis, Cholera.
Adverse Effects of Sulfonmides:
● Hypersensitivity Reactions: rashes, angioedema.
All sulfonamides and their derivatives, including
Diacarb, Thiazides, Furosemide, Glibenclamide, Diazoxide
are CROSS-ALLERGIC
● Nephrotoxicity, Urinary tract disturbances:
Sulfonamides precipitate in urine, esp. at neutral or acid pH,
producing crystalluria, haematuria, or even obstruction.
Adequate HYDRATION and ALKALINIZATION of urine
prevent the problem
● Haemopoietic disturbances: hemolytic anemia,
agranulocytosis, leukopenia,
thrombocytopenia
● CNS: Depression, aseptic meningitis, seizures
48
Acute Poisoning/Overdose with Sulfonamides
Sulfonamides are able to:
● form methemoglobin and sulf-methemoglobine,
● block the haemopoiesis and
● produce hepato- and nephrotoxicity.
Manifestation: dizziness, drowsiness, unconsciousness, anorexia,
abdominal pain, nausea, vomiting, haemolytic anemia, acidosis,
agranulocytosis, sensitivity reactions, jaundice, hepatomegalia
Treatment: gastric lavage, forced diuresis
ANTIDOTES:
• Nicotinic acid IV 1% solution 2–5 ml or Nicotinamide
• Chromosmon (1% Methylene Blue solution in 25% glucose)
IV 0.1 ml/kg
• Lipoic acid IV 0.5% solution 60-80 ml
• Folic acid PO 1 mg tid
• Transfusion of appropriate BLOOD49PRODUCT:
Fresh blood, Dry Plasma, Polyglucin , Rheopolyglucin
Sulfasalazine - Tab 0.5 g:
Sulfapyridine + Aminosalicylic Acid –
is split into its component parts by bacteria in the colon.
Clinical Uses:
● Ulcerative Colitis, Enteritis, Inflammatory Bowel Diseases
● Rheumatoid diseases: acts by scavenging
the toxic oxygen metabolites produced by neutrophils
●  IgA and IgM Rheumatoid Factor production
● Suppression of T cell responses
● Inhibition of B cell proliferation
● The absorption of folic acid is impaired –
this can be countered by giving Folic Acid supplements
Sulfacyl-sodium (Albucid) –
10%, 15%, 30% ophthalmic solution or
ointment - effective for:
● Bacterial Conjunctivitis and
as adjunctive therapy for Trachoma.
● Ocular gonorrheal infection in newborns and adults.
It acts by inhibiting the uptake of PABA, which is required
in the synthesis of Folic Acid needed for bacterial
growth.
53
54
• Hambat gyrase hingga transkripsi dan replikasi DNA
kuman terhambat; aktifitas gram luas termasuk thd
pseudomonas, mycoplasma, chlamydia, legionella,
chlamydia.
• Absorpsi oral baik, distribusi luas termasuk ke CSF,
eliminasi lewat ginjal dan hati.
• Indikasi: infeksi kemih, nafas, kelamin, ginekologik,
saluran cerna termasuk tifoid
Ciprofloxacin (Tab. 0.5 g; amp. 1%-10 ml) – a synthetic, broad-
spectrum, bactericidal antibiotic,
effective against both Gr(+) and Gr(-) bacteria.
It has excellent activity against:
● Enterobacteriaceae
● Enteric coliform bacilli, including resistant to
Penicillins, Cephalosporins and Aminoglycosides
● Haemophilus influenzae,
● Penicillinase-producing Neisseria gonorrhoeae,
Campylobacter and Pseudomonads.
● Gr(+) organisms, streptococci and pneumococci are only
weakly inhibited and there is high incidence of
staphylococcal resistance.
Clinical uses of Fluoroquinolones
● Urinary tract infections: Norfloxacin, Ofloxacin
● Complicated respiratory tract infections - Gr(-) flora
Pseudomonas aeruginosa respiratory infection
● External otitis caused by P. aeruginosa
● Chronic Gr(-) bacillary osteomyelitis
● Eradication of Salmonella typhi in carriers
● Gonorrhoea: Norfloxacin, Ofloxacin
● Anthrax

57
58
60
• Polar, tak diserap peroral, ikatan protein rendah, tak
dimetabolisme di hati, tak penetrasi CSF, korelasi
linear t1/2 dgn kreatinin serum; kadar tinggi di
ginjal, endolymph/perilymph, sebabkan ototoksik dan
nefrotoksik.
• Bakterisid, hambat ribosom 30S, aktifitas utama thd
gram negatif aerob; resistensi krn inaktifasi dan
permeabilitas dinding bakteri turun, tak ada resistensi
silang.
• Dgn penicillin G aktif thd enterococcus; aktif thd
pseudomonas, proteus, E coli, K pneomoniae, Serratia
marcensens (gentamicin, netilmicin, tobramycin,
amikacin).
• Neomycin utk topikal dan intestinal asepsis.
• Streptomisin utk tbc, tularemia, pes, tularemia.
• Karena toksik dan kadar terapi sempit, dosis
amino glikosida ditakar dengan
memperhitungkan berat badan ideal (BBI),
umur, fungsi ginjal, dan kelamin.
• Dosis pertama didasarkan pada BB ideal:
gentamicin, netilmicin, dan tobramycin masing-
masing adalah 5 - 7,5 mg/kg BB/hari dan
amikasin 15 mg/kgBB/hari, untuk perempuan
dikalikan 0.85.
64
• Bakteriostatik, hambat ribosome 30S, spektrum lebar
aerobik dan anaerobik, rickettsia, chlamydia, H
pylori, mycoplasma. Resistensi kuman gram mudah
terjadi.
• Absorpsi: klortetrasiklin 30%, (oksi)tetrasiklin 60%,
doksisiklin 95%, minosiklin 100%; ikat susu, Al, Ca,
Mg, dan Fe; alami siklus enterohepatik; gagal ginjal
turunkan ekskresi kecuali doksisiklin; t1/2 4-6 kecuali
doksisiklin 16 jam.
• ES: mual, fototoksik, hepatoksik, nefrotoksik, gigi
kuning, tek. Intrakranial tinggi, superinfeksi, kolitis
pseudomembranosa.
• Indikasi: infeksi rickettsia, mycoplasma, chlamydia,
gonorrhoea, sifilis, tularemia, actinomycosis, acne.
66
• Bakteriostatik, hambat ribosom 50S, spektrum gram
lebar, aerobik dan anaerobik, chlamydia, rickettsia,
mycoplasma; resistensi oleh asetiltransferase plasmid.
• Absorpsi oral baik, metabolisme oleh glukoronidase
hepar, ikatan protein plasma 50%, t1/2 4-6 jam.
• ES: hipersensitifitas, pansitopenia dgn kloramfenikol
ttp tidak dgn tiamfenikol, grey baby syndrome dgn
kloramfenikol.
• Indikasi: typhoid fever, meningitis bakterrialis, infeksi
anerobik, rickettsiosis, brucellosis.
• Bakteriostatik, hambat ribosom 50S, spektrum thd
gram+ dan bbrp gram negatif, mycoplasma,
legionella. S aureus mudah resisten.
• Absorpsi oral baik, siklus enterohepatik, tahan asam
lambung, hambat CYP 3A4.
• Indikasi: infeksi dgn mycoplasma, leginella,
chlamydia, difteri, pertusis, ISPA, stafilokok,
camphylobacter, H pylori.
• ES: iritasi GI, hepatotoksik.
• Turunan: 1) clarythromycin (t1/2 panjang, liput H
influenzae; 2)azithromycin (ti/2 panjang, penetrasi
seluler tinggi, aktifitas gram- kuat; 3)roxithromycin
(t1/2 panjang, spektrum seperti eritromisin).
70
• Lincomycin: absorpsi tak baik peroral, berikan
IV, penetrasi ke tulang baik, bakteristatik thd
kuman gram+ terutama S aureus. Indikasi:
osteomyelitis S aureus.
• Clindamycin: absorpsi oral baik, penetrasi CFS
buruk, ikatan protein 90%, bakteriostatik thd
kuman gram+ dan anaerob, superinfeksi dgn
Cl difficile.
• Indikasi: profilaksis infeksi katup jantung pada
ektraksi gigi; bersama pyrimethaminne utk
pengobatan toxoplasmosis otak pd penderita
HIV
ANTIFUNGI (ANTI JAMUR)
Anti Jamur
• Infeksi yang disebabkan oleh jamur disebut mikosis.
• Infeksi jamur secara umum dibedakan menjadi infeksi
jamur sistemik dan topikal (dermatofit dan mukokutan)
• Antijamur untuk infeksi sistemik : amfoterisin B, flusitosin,
grup azol (ketokonazol,flukonazol, itrakonazol), kalium
iodida
• Antijamur untuk infeksi topikal : griseofulvin, imidazol,
tolnaftat, nistatin, kandisidin, asam salisilat, asam
undesilinat, haloprogin, natamisin.
Infeksi jamur pada manusia, dibedakan atas :
1. Infeksi sistemik : (a) Infeksi dalam (internal) 
aspergilosis, blastomikosis, koksidiodomikosis,
kriptokokosis, histoplasmosis, mukormikosis,
parakoksidiodomikosis, dan kandidiasis. (b) Infeksi
subkutan  kromokikosis, misetoma, dan sporotrikosis.
2. Dermatofita : disebabkan oleh Tricophyton,
Epidermophyton, dan Microsporum, yang menyerang
kulit, rambut, dan kuku.
3. Infeksi mukokutan : disebabkan kandida, menyerang
mukosa dan daerah kulit yang lembab. Kandidiasis
yang kronik umumnya mengenai mukosa kulit dan kuku.
ANTIFUNGI UNTUK INFEKSI
SISTEMIK :
1. Amfoterisin B
2. Flusitosin
3. Imidazole dan triazole
4. Terbinafin

ANTIFUNGI UNTUK INFEKSI


DERMATOFIT DAN MUKOKUTAN :
1. Griseofulvin
2. Imidazole dan triazole
3. Tolnaftat dan tolsiklat
4. Nistatin
5. Antijamur topikal lainnya
Antijamur golongan Azole mempunyai spektrum yang luas.
Golongan Azole dapat dibagi menjadi 2 grup besar : (1)
Imidazole  dimana cincin Azole memiliki 2 atom
nitrogen, dan (2) Triazole  dimana cincin Azole memiliki
3 atom nitrogen

1. Imidazole:
Ketokonazole, Mikonazole, dan Klotrimazole
2. Triazole :
Itrakonazole, Flukonazole, dan Vorikonazole
Menurunkan sintesis ergosterol membran krn hambat
cytochrom P450 jamur. Imidazole hambat pula
cytochrom P450 manusia. Resistensi dapat terjadi.
Mikonazol dan obat topikal lain
• Mikonazol, klotrimazol, ekonazol aktif secara topikal
jarang digunakan parenteral.
• Efek samping : iritasi, rasa terbakar.
• Mekanisme kerja, spektrum, distribusi sama dengan
ketokonazol.
• Sediaan : Mikonazol krim 2 %, gel 2 %, klotrimazol
krim 1 %.
Ketokonazol
• Efektif terhadap Candida, Coccodioides immitis, Cryptococcus,
H. capsulatum, Aspergillus.
• Mekanisme kerja : berinteraksi dengan enzim P-450 untuk
menghambat demetilasi lanosterol menjadi ergosterol yang
penting untuk membran jamur.
• Farmakokinetik : diserap baik melalui sal. Cerna, distribusi
urin, kel.lemak,air ludah, kulit, tendon, cairan sinovial. Ekskresi
melalui empedu, sebagian kecil ke urin.
• Indikasi :histoplasmosis paru, tulang, sendi dan jaringan
lemak, kriptokokosis, kandidosis.
Ketokonazol
• Efek samping : gangguan sal cerna, efek endokrin
(ginekomastia, pe libido, impotensi, ketidakteraturan
menstruasi)
• Kontra indikasi : tidak boleh diberikan bersamaan
dengan amfoterisin B
Flukonazol
• Efek samping endokrin lebih kecil dibanding ketokonazol
• Mekanisme kerja : menghambat sintesis ergosterol
membran sel jamur.
• Farmakokinetik : diberikan oral dan IV, absorpsi baik,
ekskresi melalui ginjal.
• Efek samping : lebih kecil dibanding ketokonazol, mual,
muntah, kulit kemerahan, teratogenik.
Itrakonazol
• Obat pilihan untuk blastomikosis
• Efektif untuk aspergilosis, kandedimia, koksidioidomikosis,
kriptokokosis.
• Mekanisme kerja sama dengan azol lain
• Farmakokinetik : absorpsi baik melalui oral, ekskresi
melalui ginjal.
• Efek samping : mual, muntah, kulit kemerahan,
hipokalemia, hipertensi, edema dan sakit kepala.
Merupakan fermentasi dari bakteri Streptomyces
1. Amfoterisin B:
infeksi jamur spektrum luas, yang bersift fungisidal,
dapat digunakan untuk semua infeksi jamur yang
mengancam kehidupan
2. Nystatin :
Digunakan untuk infeksi kandida di kulit, selaput lendir
dan saluran cerna.
Amfoterisin B
• Merupakan hasil fermentasi dari Streptomyces nodosus
• Menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel matang
• Bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung dosis.
• Efektif menghambat Histoplasma capsulatum,
Cryptococcus neoformans, Candida, Blastomyces
dermatiditis, Aspergillus.
Amfoterisin B
• Mekanism kerja : berikatan kuat dengan ergosterol yang
terdapat pada membran sel jamur, sehingga
menyebabkan kebocoran dari membran sel, dan akhirnya
lisis.
• Farmakokinetik : sangat sedikit diserap melalui saluran
cerna diberikan secara IV, distribusi ke cairan pleura,
peritoneal, sinovial dan akuosa, CSS, cairan amnion.
Ekskresi melalui ginjal sangat lambat.
Amfoterisin B
• Indikasi : mikosis sistemik seperti koksidioidomikosis,
parakoksidiomikosis, aspergilosis, kandidiosis,
blastomikosis, histoplasmosis.
• Efek samping : demam dan menggigil, gangguan ginjal,
hipotensi, anemia, efek neurologik, tromboflebitis.
• Penderita yang diobati amfoterisin B harus dirawat di
rumah sakit, karena diperlukan pengamatan yang ketat
selama pemberian obat.
Amfoterisin B
• Sediaan : injeksi dalam vial yang mengandung 50
mg, dilarutkan dalam 10 ml aquadest diencerkan
dengan dextrose 5 % = 0,1 mg/ml larutan.
• Dosis : 0,3 – 0,5 mg / kg BB
Flusitosin
• Spektrum antijamur sempit
• Efektif untuk kriptokokosis, kandidiosis, kromomikosis,
aspergilosis.
• Mekanisme kerja : flusitosin masuk ke dalam sel jamur
dengan bantuan sitosin deaminase dan dalam sitoplasma
akan bergabung dengan RNA setelah mengalami
deaminasi menjadi 5-fluorourasil. Sintesis protein sel jamur
terganggu akibat penghambatan langsung sintesis DNA
oleh metabolit 5fu.
Flusitosin
• Farmakokinetik : diserap dengan cepat dan baik melalui
sal.cerna, distribusi ke seluruh tubuh, ekskresi oleh ginjal.
• Indikasi : kromoblastomikosis, meningitis (kombinasi
dengan amfoterisin B)
• Efek samping : toksisitas hematologik, gangguan hati,
gangguan sal.cerna
• Sediaan : kapsul 250 dan 500 mg.
• Dosis : 50 – 150 mg/kgBB sehari dibagi dalam 4 dosis,
lakukan penyesuaian dosis pada penderita insufisiensi
ginjal.
Nistatin
• Merupakan antibiotik polien.
• Mekanisme kerja : berikatan dengan ergosterol pada
membran jamur, permeabilitas meningkat, sel jamur
mati.
• Indikasi : kandidiasis kulit, selaput lendir, dan saluran
cerna.
• Efek samping : jarang ditemukan, mual, muntah, diare
ringan
Ikat ergosterol membran sel jamur timbulkan poripermeabilitas
membran naikbocor molekul kecil mudah masuk/keluar sel mati.
Resistensi timbul bila ergosterol sedikit/tak terbentuk.
Diikat oleh cytosine permease5FU5 flurodeoxyoridine monophosphate
(5-dUMP)fluouridine triphosphate (FUTP) hambat sintesis DNA&RNA.
Sel manusia tak punya cytosine permease. Synergi dgn amphotericin B, krn
tingkatkan permeabilitas/masuknya flocytosine ke dalam sel.
Bekerja dengan cara “spindle poison” yang menghambat mitosis
inti sel jamur.
Griseofulvin
• Jamur yang menyebabkan infeksi jamur superfisial disebut
dermatofit.
• Mekanisme kerja : obat ini masuk ke dalam sel jamur,
berinteraksi dengan mikrotubulus dalam jamur dan
merusak serat mitotik dan menghambat mitosis
• Farmakokinetik : absorpsi baik bila diberikan bersama
makanan berlemak tinggi,distribusi baik ke jaringan yang
terkena infeksi, inducer P-450, ekskresi melalui ginjal.
Griseofulvin
• Efek samping : efek samping berat jarang terjadi,
hepatotoksik, teratogenik.
• Sediaan : tablet berisi mikrokristal 125 mg dan 500
mg, suspensi 125 mg/ml.
ANTIVIRUS
 Pengembangan obat anti virus untuk
pencegahan atau pengobatan belum mencapai
hasil seperti yang diinginkan , karena obat anti
virus yang dapat menghambat atau membunuh
virus juga akan merusak sel hospes dimana
virus itu berada.

 Siklus replikasi virus yang di anggap sangat


mirip dengan metabolisme normal manusia
menyebabkan setiap usaha untuk menekan
reproduksi virus juga dapat membahayakan sel
yang terinfeksi.
ANTIVIRUS

VIRUS parasit intrasel yang tidak bisa bereplikasi


sendiri, tetapi harus menggunakan sel inang.

Sebuah agen yang membunuh virus


dengan menekan kemampuan untuk
ANTIVIRUS replikasi, menghambat kemampuan
untuk menggandakan dan
memperbanyak diri
99

 Ukuran : sangat kecil (20-300 nm)


50 x lebih kecil dari bakteri
Tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa, digunakan mikroskop elektron
Virus hanya mempunyai DNA dan RNA
Mampu meperbanyak diri, tetapi hanya dalam sel hidup (host)
Dalam Host, dapat bersifat mematikan atau inaktif
Menggunakan DNA atau RNA nya sendiri untuk menginstruksikan sel host membuat
salinan2 baru
Virus bukan sel
Komponen virus sangat simpel
Tidak mampu mensintesis protein dan membentuk ATP
Virus
Siklus Replikasi Virus
Secara garis besar dapat dibagi menjadi 10
langkah :
1.Absorpsi virus ke sel pengikatan
2. Attachment
3. Penetrasi virus ke sel
4. Uncoating ( dekapsidasi )
5. Transkripsi tahap awal
6. Translasi tahap awal
7. Replikasi genom virus
8. Transkripsi tahap akhir
9.Assembly virus
10.Penglepasan virus
Klasifikasi Obat
1. Antinonretrovirus
Antivirus
 Antivirus untuk herpes
 Antivirus untuk influenza
 Antivirus untuk HBV dan HCV

2. Antiretrovirus
 Nucleoside reverse transcriptase inhibitor ( NRTI )
 Nucleotide reverse transcriptase inhibitor ( NtRTI )
 Non –nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)
 Protease inhibitor (PI)
 Viral entry inhibitor
103

Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)


Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI)
Non- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)
Protease inhibitor (PI)
ANTI NONRETROVIRUS

A.Antivirus untuk herpes


Obat – obat yang aktif terhadap virus herpes
umumnya merupakan antimetabolit yang
mengalami bioaktivasi melalui enzim kinase
sel hospes atau virus untuk membentuk
senyawa yang dapat menghambat DNA
polimerase virus .
1.Asiklovir
Mekanisme Kerja
dimetabolisme menjadi asiklovir trifosfat melalui 3
tahap fosforilase, yang akan menghambat DNA
polimerase virus.

Resistensi
Disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase
virus atau pada gen DNA polimerase.
Dosis
5 x 200 mg untuk 10 hari -------- untuk HSV
3 x 200 mg untuk 1 bulan-------untuk herpes genital
Salep Asiklovir 5% 6 x sehari utk 7 hr ----…..---------
Indikasi
Infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik
( termasuk keratitis herpetik , herpetik ensefalitis,
herpes genitalia,herpes neonataldan herpes labialis )
dan infeksi VZV ( varisela dan herpes zoster ).

Efek samping
Mual, muntah dan pusing , namunAsiklovir pada
umumnya dapat ditoleransi dengan baik.
Pemberian selama kehamilan tidak dianjurkan
2. VALASIKLOVIR

Mekanisme Kerja
sama dengan asiklovir
Resistensi
sama dengan asiklovir

Indikasi
Efekif utk terapi infeksi yang disebabkan oleh HSV, VZV
dan sebagai profilaksis terhadap penyakit yang disebabkan
CMV.

Efek samping
sama dengan asiklovir
ICT-Unand, Raker
22-23.12.2006

108/15
B. Antivirus Untuk Influenza
Contoh: Amantadin dan Rimantadin

Mekanisme Kerja
Merupakan antivirus yang bekerja pada protein M2 virus , suatu
kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH
Absorbsi saluran cerna baik, tidak dimetabolisme dihati dan
ekskresi dalam bentuk utuh, t ½ 16 jam

Resistensi
Terjadi nya mutasi pada domain transmembran protein M2 virus .
Indikasi
Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A .
Juga diindikasikan untuk terapi penyakit parkinson
Dosis: 2 x 100 mg

Efek samping
Yang tersering adalah gangguan GI ringan yang tergantung
dosis .
Efek samping pada SSP seperti kegelisahan , kesulitan
berkonsentrasi, insomnia, hilang nafsu makan, kejang bahkan
koma.
ICT-Unand, Raker
22-23.12.2006

111/15
C. Antivirus untuk HBV dan HCV

1.Lamivudin
Lamivudin merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin .
Lamivudin bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA ,
secara kompetitif menghambat polimerase virus ( reverse
transcriptase , RT ) .
Resistensi
Resistensi terhadap lamivudin disebabkan oleh mutasi pada
DNA polimerase virus

Indikasi
Infeksi HBV ( wild –type dan precore variants )

Efek samping
Umumnya dapat ditoleransi dengan baik .
Efek samping yang terjadi : fatigue, sakit kepala dan mual.
2. ADEFOVIR

Mekanisme kerja dan resistensi


Adefovir merupakan analog nukleotida asiklik. merupakan
penghambat replikasi HBV sangat kuat yang bekerja tidak
hanya sebagai DNA chain terminator , namun juga meningkatkan
aktivitas sel NK dan menginduksi produksi interferon endogen.

Indikasi
Efektif dalam terapi infeksi HBV yang resisten tehadap
lamivudin.

Efek Samping
Umumnya adefovir 10 mg /hari dapat ditoleransi dengan
baik.
ANTIRETROVIRUS
A. Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor (NRTI )
Antivirus golongan ini bekerja pada tahap awal replikasi HIV ,
dengan menghambat terjadinya infeksi akut sel yang rentan ,
tapi hanya sedikit berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV.

Untuk dapat bekerja , semua obat golongan NRTI harus


mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di sitoplasma
.Karena NRTI tidak memiliki gugus 3`-hidroksil , inkorporasi
NRTI ke DNA akan menghentikan perpanjangan rantai.
1. ZIDOVUDIN
Mekanisme Kerja
Target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase ( RT ) HIV.
Bekerja dengan menghambat enzim RT virus , setelah ggs
azidotimidin(AZT)pada zidovudin mengalami fosforilasi.
Resistensi
Resistensi disebabkan oleh mutasi pada enzim RT.
Indikasi
Infeksi HIV , dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti
lamivudin dan abakavir
Efek Samping
Granulositopenia dan Anemia setelah 2-6 minggu terapi
(periksa darah lengkap setelah 1-2 minggu pemakaian)
sakit kepala, mual, insomnia.
2. DIDANOSIN

Mekanisme Kerja
Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus
Resistensi
Disebabkan oleh mutasi pada RT.
Indikasi
Infeksi HIV , terutama infeksi HIV tingkat lanjut , dalam
kombinasi dengan anti-HIV lainnya .
Efek samping
Diare, pankreatitis, neuropati perifer.
B. NUCLEOTIDE REVERSE
TRANSCRIPTASE INHIBITOR ( NtRTI )
Tenofovir disoproksil fumarat merupakan NtRTI
pertama untuk terapi infeksi HIV -1 .
Obat ini digunakan dalam kombinasi dengan obat
anti retrovirus lainnya.

Tidak seperti NRTI yang harus melalui 3 tahap


fosforilase intraseluler untuk menjadi bentuk aktif ,
NtRTI hanya butuh 2 tahap fosforilasi saja .

Dengan berkurangnya satu tahap fosforilasi , obat


dapat bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi
bentuk aktif lebih sempurna .
1. TENOFOVIR DISOPROKSIL

Mekanisme Kerja
bekerja pada HIV RT ( dan HBV RT ) dengan cara
menghentikan pembentukan rantai DNA virus.
Resistensi
Disebabkan oleh mutasi RT kodon 65
Indikasi
Infeksi HIV dalam kombinasi dengan evafirenz , tidak boleh
dikombinasikan dengan lamivudin dan abakavir
Efek Samping
mual, muntah , flatulens , diare
C. NON –NUCLEOSIDE REVERSE
TRANSCRIPTASE INHIBITOR ( NNRTI )
NNRTI merupakan kelas obat yang menghambat
aktivitas enzim RT dengan cara berikatan di tempat
yang dekat dengan tempat aktif enzim dan
menginduksi perubahan konformasi pada situs aktif
ini.
1. NEVIRAPIN

Mekanisme kerja
bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non – subtrat HIV -
1 RT
Resistensi
resistensi disebabkan oleh mutasi pada RT
Indikasi
infeksi HIV -1 , dalam kombinasi dengan anti-HIV lainnya ,
terutama NRTI
Efek Samping
ruam, demam, fatigue, sakit kepala,somnolens, mual, dan
peningkatan enzim hati.
2. DELAVIRDIN

Mekanisme kerja
sama dengan nevirapin
Resistensi
Disebabkan oleh mutasi pada RT
Indikasi
infeksi HIV -1 , dikombinasikan dengan anti HIV lainnya
terutama NRTI
Efek Samping
ruam, peningkatan tes fungsi hati .
Pernah di laporkan menyebabkan neutropenia
D. PROTEASE INHIBITOR ( PI )
Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara
reversibel dengan situs aktif HIV- protease.
HIV-protease sangat penting untuk infektifitas virus
dan penglepasan poliprotein virus .Ini menyebabkan
terhambatnya penglepasan polipeptida prekusor
virus oleh enzim protease sehingga menghambat
maturasi virus , maka sel akan menghasilkan partikel
virus yang imatur dan tidak virulen.

Resistensi terhadap PI secara umum berlangsung


lewat akumulasi mutasi gen protease
1. SAKUINAVIR
Mekanisme Kerja
Sakuinavir bekerja pada tahap transisi , merupakan
HIV protease peptidomimetic inhibitor
Resistensi
Disebabkan oleh mutasi pada enzim protease
.terjadi resistensi silang dengan PI lainnya
Indikasi
infeksi HIV , dalam kombinasi dengan anti HIV lain (
NRTI dan beberapa PI seperti ritonavir )
Efek Samping
Diare, mual, nyeri abdomen .
2. INDINAVIR

Mekanisme Kerja
sama dengan sakuinavir
Indikasi
Infeksi HIV , dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya
seperti NRTI
Efek Samping
Mual, hiperbilirubinemia, batu ginjal
E. VIRAL ENTRY INHIBITOR

Enfuvirtid merupakan obat pertama golongan viral


entry inhibitor .
Obat golongan ini bekerja dengan menghambat
fusi virus ke sel. Selain enfurtid bisikla saat ini sedang
dalam study klinis , dimana obat ini bekerja dengan
cara menghambat masukan HIV ke sel melalui
reseptor CXCR4
1.ENFUVIRTID
Mekanisme Kerja
Enfuvirtid menghambat masuknya HIV-1 ke dalam sel
dengan cara menghambat fusi virus ke membran sel.
Enfuvirtid berikatan dengan bagian HR-1 ( first
heptad-reat)pada sub unit gp41 envelope
glikoprotein virus serta menghambat terjadinya
perubahan konformasi yang dibutuhkan untuk fusi
virus ke membran sel

Resistensi
perubahan genotip pada gp41 asam amino 36-45
menyebabkan resistensi terhadap enfuvirtid
Indikasi
terapi infeksi HIV -1 dalam kombinasi dengan anti -
HIV lainnya.

Efek Samping
efek samping yang tersering adalah reaksi lokal
seperti nyeri, eritema, pruntus, iritasi, dan nodul atau
kista
PENGGUNAAN KLINIS OBAT ANTIVIRUS
Tujuan utama terapi antivirus pada pasien
imunokompeten adalah menurunkan tingkat
keparahan penyakit dan komplikasinya , serta
menurunkan kecepatan transmisi virus .

Sedangkan pada pasien dengan infeksi virus kronik ,


tujuan terapi antivirus adalah mencegah kerusakan
oleh virus ke organ viseral , terutama hati , paru,
saluran cerna dan sistem saraf pusat.
Beberapa hal yang perlu di pertimbangkan dalam
penggunaan obat antivirus:
• Lama terapi
• Pemberian terapi tunggal atau kombinasi
• Interaksi obat
• Kemungkinan terjadinya resistensi
Pemilihan obat anti virus
1. Infeksi HIV atau AIDS

Pengobatan anti-virus pada dasarnya menyerang virus HIV di salah


satu dari dua tempat berikut :
i. menjaga virus tetap berada di luar sel-T yang sehat;
ii. mencegah sel-T yang terinfeksi untuk melepaskan sel virus baru.

Perawatan lain termasuk meningkatkan sistem kekebalan alami,


supaya bisa melawan HIV. Ini disebut 'modulasi kekebalan.

Gejala HIV tidak muncul selama beberapa tahun, karena sistem


kekebalan alami tubuh melawan HIV. Obat-obat anti-virus terutama
diperuntukkan bagi mereka yang sistem kekebalannya sudah kurang
terhadap virus.
 Penghambat
Obat Fusi seperti
anti virus untuk Enfuvirtide
HIV atau AIDS terbagi 4

 Penghambat Nukleosida pengubah transcriptase


seperti Didanosine, Lamivudine, Stavudine,
Zidovudine

 Penghambat HIV Protease seperti Ritonavir

 Penghambat Non-Nukleosida pengubah


Transciptase seperti Nevirapine
2. Infeksi virus Herpes
1. Infeksi HSV 1 : Asiklovir memberikan hasil yang
baik untuk infeksi oral-labial. Pada HSV ensefalitis,
pemberi an asiklovir iv dapat meningkatkan survival
rate.
Untuk HSV 1 yang menimbulkan kerato-
konjungtivitis, dapat diberikan anti virus lokal pada
mata seperti idoksuridin 0.1%.

2.Infeksi HSV 2 ; tipe ini biasanya menimbulkan herpes


genitalis. Bentuk primer dari herpse genitalis dapat
diobati dengan asiklovir yang menghasilkan
penyembuhan dan hilangnya rasa nyeri lebih cepat.
Bentuk herpes genitalis rekuren tidak dapat dihambat
oleh obat asilkovir. Pemberian oral memberikan efek
sedang. Topikal tidak efektif
Gejala pada anak-anak biasanya ringan dan
3. Infeksi virus Varicella-zoster
tidak membutuhkan obat anti virus. Ada (VZV)
kalanya
penyakit memberat, tertutama pada pasien yang
disertai defisiensi imunologis. Untuk ini diberikan
asiklovir atau vidarabin secara I v selama 5-7
hari.

4. Infeksi Cytomegalovirus (CMV)


Retinitis karena CMV pada pasien AIDS diberi
gansiklovir, tetapi obat ini menimbulkan banyak
efek samping .
5.Hepatitis

Untuk infeksi hepatitis B kronis dapat


digunakan anti virus Entecavir

Untuk infeksi kronis aktif hepatitis C dapat


diterapi dengan interferon-a. .
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai