PORTOFOLIO
Disusun oleh :
dr. Intan Purnamasari
1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.
8 8.
9 9.
10 10.
11 11.
12 12.
13 13.
14 14.
15 15.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping Dokter Pendamping
ILUSTRASI KASUS
1. Riwayat pengobatan : Os selama ini hanya mengonsumsi jamu-jamuan dan obat obatan
herbal untuk mengurangi keluhannya
2. Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat hipertensi, DM, disangkal.
3. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal.
Hipertensi, DM pada keluarga disangkal
4. Riwayat pekerjaan : Os bekerja sebagai ibu rumah tangga
5. Riwayat Asupan dan nutrisi: Os makan 3-4 kali dalam sehari dengan menu bervariasi
antara tahu, tempe, dan ikan. Os mengaku memang jarang mengonsumsi sayur. Biasanya
hanya 1-2 kali dalam seminggu. Os minum air putih kurang lebih 6 gelas dalam
seharinya
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis Haemorroid
2. Mengetahui penanganan Haemorroid
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif
Ibu L datang dengan keluhan nyeri pada bagian dubur ketika BAB sejak 1 minggu SMRS.
Nyeri terutama dirasakan saat mengejan waktu BAB. Rasa nyeri disertai juga dengan
keluarnya benjolan dari lubang anus. Menurut OS, keluhan tersebut sudah dialami sejak 1
tahun SMRS, dimana benjolan awalnya masih dapat dimasukkan dengan tangan secara manual
namun sejak 1 minggu ini tidak bisa lagi. Os juga mengaku sering mengalami sembelit dimana
BAB terasa sulit dan keras sehingga harus mengejan. Terkadang feses juga disertai darah
berwarna merah segar. Keluhan nyeri perut, mual dan muntah disangkal. Demam (-), riwayat
hipertensi dan DM juga disangkal.
2. Objektif :
a. Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh :
Status Present : CM ; BB = 72 kg; TB = 158 cm;
TD: 110/70 N : 72 x/mnt P: 20x/menit S: 35.8 C
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Mulut : sianosis (-), Kering (-)
Dada : Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : supel, BU(+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat++/++, oedem -/-
St Lokalis anorectal dan Rectal touche:
Inspeksi: anus hiperemi (+), darah (-) nampak benjolan (+)
Palpasi: jepitan sfingter ani kuat, ampula intak, mukosa licin, teraba benolan pada
mukosa anus yang menonjol keluar di arah jam 3 konsistensi kenyal, permukaan rata,
mobile, nyeri (+). Pada jari tidak didapatkan feses, darah (+)
b. Pemeriksaan penunjang
Darah rutin :
- Leukosit : 7660 mm
- Hb : 14,8g/dl
- Ht : 44%
- Trombosit : 325 mm3
Glukosa Darah sewaktu: 168mg/dl
3. Assessment:
- Haemorroid interna grade IV
4. Plan:
Konsultasi dr.Silaen, Sp.B :
- Pro Haemorroidectomy 29/4/2019
- IVFD RL 30 tpm
- Inj.ceftriaxon 1gr (iv) pre-op
FOLLOW UP
Hari Perawatan Ke-2 (29 April 2019)
S: Nyeri pada luka post op, BAK (+), BAB (-)
O: KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: CM
TD: 110/ 70 HR: 76x RR: 20x Suhu: 36oC
Mata: CA -/-, SI -/-
Cor: S1-S2 reg, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SNV +/+, RH -/-, WH -/-
Abdomen: Supel, BU (+),
St. Lokalis Perianal: bekas operasi tertutup tampon roll kassa. Rembes (-),nyeri (+)
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”, edema (-/-)
A:
- Post Haemorroidectomy H+1
P:
Inf. RL 30 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
Inj. Ketorolac 3x1 gr (iv)
PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanactionam : dubia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Haemorroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus haemorroidales yang tidak
merupakan keadaan patologis, hanya apabila menimbulkan keluhan atau penyulit diperlukan
tindakan. Haemorroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah
anus yang berasal dari plexus haemorroidalis. Plexus haemorroidalis tersebut merupakan
jaringan normal yang terdapat pada semua orang yang berfungsi untuk mencegah
inkontinensia flatus dan cairan. 1
Karena adanya suatu faktor pencetus, pleksus tersebut dapat mengalami pelebaran,
inflamasi, bahkan perdarahan. Pelebaran ini berkaitan dengan peningkatan tekanan vena
pada pleksus tersebut yang sering terjadi pada usia 50 tahun ke atas. Dimana pelebaran ini
tidak diikuti dengan perubahan kondisi anatomi dari kanalis analis. 1,3
Haemorroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan
superior.
2. Idiopatik, tidak jelas asalnya kelainan organic, hanya ada factor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya hemorrhoid, antara lain:
a. Keturunan/ herediter
Dalam hal ini yang menurun adanya kelemahan dinding pembuluh darah dan bukan
hemorrhoidnya. Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak lahir
akan memudahkan terjadinya haemorroid setelah mendapat paparan tambahan seperti mengejan
terlalu kuat atau terlalu lama, konstipasi, dan lain-lain.
b. Anatomi
Vena di daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus haemorroidalis kurang
mendapat sokongan otot dan fasia di sekitarnya sehingga darah mudah kembali, menyebabkan
tekanan di pleksus haemorroidalis.
c. Pekerjaan
Orang yang pekerjaannya banyak berdiri atau duduk lama atau harus mengangkat barang
berat, gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya hemorrhoid, misalnya polisi lalu lintas, ahli
bedah, dll.
d. Umur
Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh juga otot spingter menjadi tipis
dan atonis.
e. Hipertensi, obesitas, gaya hidup dan kehamilan ( disebabkan tekanan janin pada
abdomen).Obstipasi dan konstipasi yang menyebabkan peningkatan tekanan vena
akibat mengedan.
f. Kurang minum air, kurang makan makanan berserat ( sayur dan buah )
a. Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen,
misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan sering mengejan pada waktu
defekasi.
b. Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena ada sekresi
hormone relaksin.
c. Peningkatan stress psikologis
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak
peristaltik usus melalui kerja epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stress juga dapat
menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon).
d. Ketidaksesuaian diet
Makanan yang lunak akan menghasilkan suatu produk yang tidak cukup untuk merangsang
refleks pada proses defekasi. Makan makanan yang rendah serat seperti; beras, telur dan daging
segar akan membuat makanan tersebut bergerak lebih lambat di saluran cerna. Namun dengan
meningkatkan intake cairan dapat mempercepat pergerakan makanan tersebut di saluran cerna.
e. Penggunaan obat-obatan
Obat-obatan seperti ; morfin, codein, obat-obatan adrenergik dan antikolinergik lain dapat
memperlambat pergerakan colon melalui mekanisme kerja sistem syaraf pusat sehingga dapat
menyebabkan konstipasi.
f. Usia lanjut
Pada orang lanjut usia terjadi penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Sehingga
konsistensi feses yang dikeluarkan menjadi keras. Usia Pada usia tua terjadi degenerasi dari
jaringan-jaringan tubuh, otot sphincter pun juga menjadi tipis dan atonis. Karena sphincternya
lemah maka dapat timbul prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang
dikarenakan penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Hal tersebut menyebabkan
konsistensi feses menjadi keras. Sehingga terjadi penekanan berlebihan pada plexus
haemorroidalis yang dipicu oeh proses mengejan untuk mengeluarkan feses.
g. Pola buang air besar yang salah
Pemakaian toilet duduk juga dapat meningkatkan insidensi haemorroid. Menurut dr. Eka
Ginanjar, dengan pemakaian toilet yang duduk posisi usus dan anus tidak dalam posisi tegak.
Sehingga akan menyebabkan tekanan dan gesekan pada vena di daerah rektum dan anus. Berbeda
halnya pada penggunaan toilet jongkok. Posisi jongkok saat defekasi dapat mencegah terjadinya
konstipasi yang secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya haemorroid. Hal tersebut
dikarenakan pada posisi jongkok, valvula ilicaecal yang terletak antara usus kecil dan caecum
dapat menutup secara sempurna sehingga tekanan dalam colon cukup untuk mengeluarkan feses.
Selain itu menghindari kebiasaan untuk menunda defekasi ketika sudah dirasa ingin buang
air besar juga dapat menurunkan kejadian konstipasi.
h. Kurang intake cairan
Kurangnya intake cairan setiap hari dapat meningkatkan kejadian haemorroid. Hal tersebut
dikarenakan, kurangnya intake cairan dapat menyebabkan feses menjadi keras sehingga
seseorang akan cenderung mengejan untuk mengeluarkan feses tersebut.
Sementara itu, proses mengejan tersebut dapat meningkatkan tekanan pada plexus
haemorroidalis. Dengan intake cairan yang cukup setiap harinya dapat membantu melunakkan
feses dan membersihkan usus. Sehingga tidak perlu mengejan untuk mengeluarkan feses.
i. Kurang aktivitas fisik
Kebiasaan melakukan gerakan ringan dapat mengurangi frekuensi untuk duduk dan
merupakan salah satu pencegahan dari kekambuhan haemorroid. Selain itu dengan melakukan
olahraga yang ringan seperti berenang dan menggerakkan daerah perut diharapkan dapat
melemaskan dan mengurangi ketegangan dari otot. Namun dengan melakukan aktivitas yang
terlalu berat seperti mengangkat benda berat akan meningkatkan risiko kejadian haemorroid. Hal
tersebut dikarenakan terjadi peregangan musculussphincter ani yang berulang sehingga ketika
penderita mengejan akan terjadi peregangan yang bertambah buruk.
j. Kehamilan
Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan mengakibatkan peristaltik saluran
pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi. Sehingga akan mengakibatkan konstipasi
yang akan memperberat sistem vena. Pelebaran vena pada wanita hamil juga dapat dipicu oleh
penekanan bayi atau fetus pada rongga abdomen. Selain itu proses melahirkan juga dapat
menyebabkan haemorroid karena adanya penekanan yang berlebihan pada plexus
haemorroidalis
D. KLASIFIKASI
Hemorrhoid dibedakan antara yang interna dan eksterna:
1. Hemorrhoid interna
Adalah pelebaran plexus hemorrhoidalis superior diatas garis mukokutan dan ditutupi
oleh mukosa. Hemorrhoid interna merupakan bantalan vaskuler didalam jaringan
submukosa pada rectum sebelah bawah. Sering hemorrhoid terdapat pada tiga sisi primer,
yaitu kanan-depan, kanan-belakang, dan kiri lateral. Hemorrhoid yang lebih kecil terdapat
diantara ketiga letak primer tersebut.
2. Hemorrhoid eksterna
Adalah pelebaran dan penonjolan pleksus hemorrhoid inferior terdapat disebelah distal
garis mukokutan didalam jaringan dibawah epitel anus.
Gambar 2.2 hemorrhoid interna dan eksterna
.
E. PATOGENESIS
Haemorroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena
haemorroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/pencetus.
Faktor risiko haemorroid antara lain faktor mengeJan pada buang air besar yang
sulit, pola buang air besar yang salah, peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor
(tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (adanya penekanan janin pada abdomen dan
perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang
berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makan makanan berserat
(sayur dan buah), kurang olahraga/mobilitas.
Secara anoskopi haemorroid dapat dibagi atas haemorroid eksterna (di luar/di bawah
linea dentata) dan haemorroid interna (di dalam/ di atas linea dentata). Untuk melihat risiko
perdarahan haemorroid dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan berupa bekuan
darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas haemorroid. Secara anoskopik,
haemorroid interna juga dapat dibagi dalam 4 derajat.
F. MANIFESTASI KLINIS
Pasien sering mengeluh menderita haemorroid tanpa ada hubungannya dengan gejala
rectum dan anus yang khusus.
1. Nyeri hebat
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan haemorroid intern dan
hanya timbul pada haemorroid ekstern yang mengalami thrombosis.
2. Perdarahan
G. PEMERIKSAAN
Apabila haemorroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup bagian yang menonjol
ke luar ini mengeluarkan mucus yang dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan. Pada
pemeriksaan colok dubur, haemorroid intern tidak dapat diraba sebab tekanan vena di
dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
Penilaian dengan anoskop diperlukan untuk melihat haemorroid interna yang tidak
menonjol keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar untuk mengamati keempat kuadran.
Haemorroid intern terlihat sebagai struktur vascular yang menonjol ke dalam lumen. Jika
penderita diminta untuk mengedan sedikit, ukuran haemorroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
H. DIAGNOSIS BANDING
Perdarahan rectum yang merupakan manifestasi utama haemorroid intern juga terjadi
papa karsinoma kolorektum, penyakit divertikel, polip, colitis ulserosa, dan penyakit lain
yang tidak begitu sering terdapat di kolorektum. Pemeriksaan sigmoidoskopi harus
dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi perlu dipilih secara selektif, bergantung pada
keluhan dan gejala penderita.
Prolaps rectum harus juga dibedakan dari prolaps mukosa akibat haemorroid intern.
Kondiloma perianal dan tumor anorektum lainnya biasanya tidak sulit dibedakan dari
haemorroid yang mengalami prolaps. Lipatan kulit luar yang lunak sebagai akibat dari
thrombosis haemorroid ekstern sebelumnya juga mudah dikenali. Adanya lipatan kulit
sentinel pada garis tengah dorsal, yang disebut umbai kulit dapat menunjukkan fisura anus.
I. PENATALAKSANAAN
Terapi haemorroid intern yang simptomatik harus ditetapkan secara perorangan.
Haemorroid adalah normal karenanya tujuan terapi bukan untuk menghilangkan pleksus
haemorroid, tapi untuk menghilangkan keluhan.
Kebanyakan pasien haemorroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong dengan tindakan
local yang sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan sebaiknya terdiri atas
makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak
sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara berlebihan.
1. Terapi Non Farmakologi
Penatalaksanaan ini bertujuan untuk mencegah semakin memburuknya haemorroid
dengan cara memperbaiki defekasi. Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup,
perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara defekasi. Memperbaiki defekasi
merupakan pengobatan yang harus selalu ada dalam setiap bentuk dan derajat haemorroid.
Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri dari diet,
cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku buang air. Bersamaan dengan
program BMP tersebut di atas, biasanya juga dilakukan tindakan kebersihan lokal dengan
cara merendam anus dalam air sehingga eksudat atau sisa tinja yang lengket dapat
dibersihkan.
Dapat diberikan pada semua kasus haemorroid terutama haemorroid interna derajat 1,
disebut juga terapi konservatif, diantaranya adalah :
Koreksi konstipasi dengan meningkatkan konsumsi serat (25-30 gram sehari), dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi.
Meningkatkan konsumsi cairan (6-8 gelas sehari)
Menghindari mengejan saat buang air besar, dan segera ke kamar mandi saat
merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses.
Rendam duduk dengan air hangat yang bersih dapat dilakukan rutin dua kali sehari
selama 10 menit pagi dan sore selama 1 – 2 minggu, karena air hangat dapat
merelaksasi sfingter dan spasme.
Tirah baring untuk membantu mempercepat berkurangnya pembengkakan.
2. Terapi Farmakologi
Salep anastetik lokal
Kortikosteroid
Laksatif
Analgesik
Suplemen flavonoid, membantu mengurangi tonus vena dan mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi (Acheson dan Schirfield, 2008)
a. Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP yaitu suplemen
serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang
banyak dipakai antara lain psyllium atau isphagula Husk (misal Vegeta, Mulax,
Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain Natrium
dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll. Natrium dioctyl sulfosuccinat
bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang sekresi mukosa usus halus dan
meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja. Dosis 300 mg/hari.
b. Obat simtomatik : bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal,
nyeri, atau karena kerusakan kulit di daerah anus. Obat pengurang keluhan seringkali
dicampur pelumas (lubricant), vasokonstriktor, dan antiseptic lemah. Sediaan penenang
keluhan yang ada di pasar dalam bentuk ointment atau suppositoria antara lain Anusol,
Boraginol N/S, dan Faktu. Bila perlu dapat digunakan kortikosteroid untuk mengurangi
radang daerah haemorroid atau anus antara lain Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct.
Sediaan bentuk suppositoria digunakan untuk haemorroid interna, sedangkan sediaan
ointment/krem digunakan untuk haemorroid eksterna.
c. Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus/
pecahnya vena haemorroid yang dindingnya tipis. Yang digunakan untuk pengobatan
haemorroid yaitu campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%) dalam bentuk
Micronized, dengan nama dagang “Ardium” atau “Datlon”. Psyllium, Citrus
bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki
permeabilitas dinding pembuluh darah. Obat penyembuh dan pencegah serangan
haemorroid : pengobatan dengan Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan
dan gejala yang lebih cepat pada haemorroid akut bila dibandingkan plasebo. Pemberian
Micronized flavonoid (Diosmin dan Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per hari selama 8
minggu pada pasien haemorroid kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan derajat
haemorroid pada akhir pengobatan dibanding sebelum pengobatan secara bermakna.
Perdarahan juga makin berkurang pada akhir pengobatan dibanding awal pengobatan.
3. Penatalaksanaan Minimal Invasive
1. Skleroterapi
Adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5% fenol dalam minyak nabati.
Penyuntikan diberikan ke submukosa didalam jaringan areolar yangg longgar dibawah
hemorrhoid interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi
fibrotic dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan disebelah atas dari garis mukokutan
dengan jarum yang panjang melalui anuskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang
tepat maka tidak ada nyeri. Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk
kedalam prostat, dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang disuntikkan. Terapi suntikan
bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang makanan merupakan terapi yang efektif untuk
hemorrhoid interna derajat I dan II.
3. Terapi Pembedahan
Hemorrhoid Institute of South Texas (HIST) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan haemorroid antara lain :
Haemorroid interna derajat II berulang
Haemorroid derajat III dan IV dengan gejala
Mukosa rektum menonjol keluar anus
Haemorroid interna derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura
Kegagalan penatalaksanaan konservatif
Permintaan pasien
Adapun jenis pembedahan yang sering dilakukan yaitu :
Skleroterapi
Teknik ini dilakukan dengan menginjeksikan 5 % fenol dalam minyak nabati yang tujuannya
untuk merangsang. Lokasi injeksi adalah submukosa haemorroid. Efek dari injeksi adalah
edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast dan thrombosis intravascular. Reaksi ini
akan menyebabkan fibrosis pada submukosa haemorroid sehingga akan mencegah atau
mengurangi prolapsus jaringan haemorroid. Terapi ini disertai anjuran makanan tinggi serat
dapat efektif untuk haemorroid interna derajat I dan II. Menurut Acheson dan Scholfield pada
tahun 2009, teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat
kegagalan yang tinggi.
Gambar 2.4 scleroterapi
Bedah beku
Haemorroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu yang rendah
sekali. Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai secara luas oleh karena mukosa yang
nekrotik sukar ditentukan luasnya. Bedah krio ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada
karsinoma rectum yang inoperable.
Haemorroidektomi
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada
penderita haemorroid derajat III atau IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan pada penderita
dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya yang
lebih sederhana. Penderita haemorroid derajat IV yang mengalami thrombosis dan kesakitan
hebat dapat ditolong segera dengan haemorroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan pada haemorroidektomi adalah eksisi yang
hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan
pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus.
Tindak bedah lain
Dilatasi anus yang dilakukan dalam anestesi dimaksudkan untuk memutuskan
jaringan ikat yang diduga menyebabkan obstruksi jalan ke luar anus atau spasme yang
merupakan faktor penting dalam pembentukan haemorroid. Metode dilatasi menurut Lord ini
kadang disertai dengan inkontinensia sehingga tidak dianjurkan.
Dengan terapi yang sesuai, semua haemorroid simtomatis dapat dibuat menjadi
asimtomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada semua kasus.
Haemorroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus
diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar dapat mencegah
timbulnya kembali gejala haemorroid.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi haemorroid yang paling sering adalah anemia berat dan trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam haemorroid.
K. PROGNOSIS
Haemorroid dapat timbul kembali apabila penyebab utama tidak diatasi. Perubahan
gaya hidup adalah hal yang paling penting dalam pencegahan haemorroid dan
mempertahankan tinja tetap lunak sehingga mudah ke luar, dimana hal ini menurunkan
tekanan dan pengedanan dan mengosongkan usus sesegera mungkin setelah perasaan mau ke
belakang timbul.
BAB III
DISKUSI KASUS
Pada pasien ini didiagnosis dengan hemorrhoid interna grade IV karena pada anamnesis
dan pemeriksaan fisik didapatkan adanya keluhan benjolan pada anus yang sudah tidak dapat
dimasukkan kembali dengan bantuan tangan, BAB disertai darah dan nyeri. Berdasarkan
anamnesis, faktor risiko yang ditemui pada pasien ini adalah riwayat sembelit, dan sering
mengejan saat BAB. Os juga mengakui jarang mengonsumsi asupan yang mengandung tinggi serat
seperti sayur dan buah.
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
6. Permintaan pasien
DAFTAR PUSTAKA
1. Silvia A.P, Lorraine M.W, Haemorroid, 2005. Dalam: Konsep – konsep Klinis Proses
Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 467
4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Haemorroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 – 675
6. Mansjur A dkk ( editor ), 1999, Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Edisi III, FK UI,
Jakarta,pemeriksaan penunjang: 321 – 324.
8. Brown, John Stuart, Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor, alih Bahasa, Devi H, Ronardy,
Melfiawati, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.