Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN

PORTOFOLIO

G2 P1 A0 Hamil 28 Minggu dengan Eklamsi dan


suspek HELLP Syndrome

Disusun oleh :
dr. Intan Purnamasari

DOKTER INTERNSIP RS ANNISA


KABUPATEN BEKASI
SEPTEMBER 2017 – SEPTEMBER 2018
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Pada hari ini tanggal di Wahana RS Annisa telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama : dr. Intan Purnamasari
Kasus : Ilmu kebidanan
Topik : G2 P1 A0 Hamil 28 minggu dengan Eklamsi dan susp. HELLP
syndrome
Nama Pendamping : dr. Elwin Affandi MM, dr. Cecep Awaludin
Nama Wahana : RS Annisa
No Nama Peserta Tanda tangan

1 1.

2 2.

3 3.

4 4.

5 5.

6 6.

7 7.

8 8.

9 9.

10 10.

11 11.

12 12.

13 13.

14 14.

15 15.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Intan Purnamasari dr. Elwin Affandi, MM dr. Cecep Awaludin


BAB I

ILUSTRASI KASUS

No. ID dan Nama Peserta : dr. Intan Purnamasari


No. ID Nama Wahana : RS Annisa Cikarang
Topik : G2 P1 A0 Hamil 28 Minggu dengan PEB
Tanggal ( Kasus) : 3 November 2018
Nama Pasien : Ny. A No. RM : 500985
Tanggal Presentasi : 28/ 03/ 2018 Pendamping : dr. Elwin, dr. Cecep
Tempat presentasi : RS Annisa Cikarang
Obyek Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Ibu G2 P1 A0 hamil 28 minggu datang dengan keluhan kejang sebanyak 2x. Kejang
pertama saat di klinik bidan dan 1x saat di perjalanan menuju RS Annisa. Os merupakan rujukan
dari klinik bidan dengan G2 P1 A0 hamil 28 Minggu dengan PEB. Menurut bidan, kejang
berlangsung kurang lebih 3 menit dengan tangan dan kaki kelojotan, mata mendelik keatas.
Sebelum kejang os datang dengan keluhan pusing, nyeri ulu hati dan mual. Muntah (-), keluar
air-air, lendir, dan darah disangkal. Os juga mengaku belum merasa mules-mules. Selama masa
kehamilannya os menjalani ANC 1x di klinik bidan. Riwayat darah tinggi disangkal, riwayat
asma, TB disangkal. Riwayat kejang sebelumnya pun disangkal.
Tujuan : menegakkan diagnosis dan memahami manajemen penatalaksanaan pada HELLP
Syndrome.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan: Pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
Membahas: diskusi
Data Pasien Nama : Ny. A No.Registrasi : 500985
Nama Klinik RS Annisa Cikarang
Data Utama Bahan Diskusi
Diagnosis dan Gambaran Klinis: Ibu G2 P1 A0 hamil 28 minggu datang dengan keluhan
kejang sebanyak 2x. Kejang pertama saat di klinik bidan dan 1x saat di perjalanan menuju RS
Annisa. Os merupakan rujukan dari klinik bidan dengan G2 P1 A0 hamil 28 Minggu dengan
PEB. Menurut bidan, kejang berlangsung kurang lebih 3 menit dengan tangan dan kaki
kelojotan, mata mendelik keatas. Sebelum kejang os datang dengan keluhan pusing, nyeri ulu
hati dan mual. Muntah (-), keluar air-air, lendir, dan darah disangkal. Os juga mengaku belum
merasa mules-mules. Selama masa kehamilannya os menjalani ANC 1x di klinik bidan.
Riwayat darah tinggi disangkal, riwayat asma, TB disangkal. Riwayat kejang sebelumnya pun
disangkal.

1. Riwayat pengobatan : Os mendapatkan terapi nifedipin 1 x10 mg dan terpasang infus


MgSO4 6 gram dalam RL 20 tpm dari Klinik bidan. Os mengaku tidak ada obat yang di
konsumsi rutin sebelumnya.
2. Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya, pasien
tidak menderita hipertensi saat kehamilan sebelumnya. Asma (-), TB (-), penyakit
jantung (-).
3. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat hipertensi pada keluarga (-), riwayat hipertensi
dalam kehamilan pada keluarga tidak diketahui
4. Riwayat pekerjaan : Os bekerja sebagai ibu rumah tangga
5. Riwayat Obstetri dan Ginekologi : G2, P1, A0 hamil 28 minggu (HPHT: lupa). Anak
pertama lahir hidup per-vaginam dibantu oleh paraji 1 tahun yang lalu. Os mengaku
mendapat haid pertama kali saat usia 14 tahun dan haidnya teratur, dengan durasi kurang
lebih 5-6 hari. Os tidak menggunakan kontrasepsi apapun.
6. Riwayat Asupan dan nutrisi: Os makan 3-4 kali dalam sehari dengan menu bervariasi
antara tahu, tempe, dan ikan. Nafsu makan selama kehamilan ini diakui baik.
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis HELLP Syndrome
2. Mengetahui penanganan HELLP Syndrome
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif
Ibu G2 P1 A0 hamil 28 minggu datang dengan keluhan kejang sebanyak 2x. Kejang pertama
saat di klinik bidan dan 1x saat di perjalanan menuju RS Annisa. Os merupakan rujukan dari
klinik bidan dengan G2 P1 A0 hamil 28 Minggu dengan PEB. Menurut bidan, kejang
berlangsung kurang lebih 3 menit dengan tangan dan kaki kelojotan, mata mendelik keatas.
Sebelum kejang os datang dengan keluhan pusing, nyeri ulu hati dan mual. Muntah (-), keluar
air-air, lendir, dan darah disangkal. Os juga mengaku belum merasa mules-mules. Selama masa
kehamilannya os menjalani ANC 1x di klinik bidan. Riwayat darah tinggi disangkal, riwayat
asma, TB disangkal. Riwayat kejang sebelumnya pun disangkal.

2. Objektif :
a. Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh :
Status Present : CM ; BB = 72 kg; TB = 158 cm;
TD:205/ 135 N : 106 x/mnt P: 24x/menit S: 36 C
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Mulut : sianosis (-), Kering (+)
Dada : Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : ballottement (+), His 2x sedang
Ekstremitas : akral hangat++/++, oedem pada wajah dan kedua tungkai ++/++
Pemeriksaan Dalam: Portio tebal lunak, pembukaan 1 cm, ketuban utuh, kepala H-1.
DJJ: 155x/ menit
HIS: 2x, sedang.
b. Pemeriksaan penunjang
 Darah rutin :
- Leukosit : 21.110 mm
- Hb : 12,7g/dl
- Ht : 34.9%
- Trombosit : 43 mm3
 Glukosa Darah sewaktu: 129mg/dL
 Protein Urin: +3

c. EKG

Kesan: Rapid respond atrial fibrilation

3. Assessment:
- G2, P1, A0 hamil 28 minggu, inpartu kala I fase laten dengan Eklamsi
- Susp. HELLP Syndrome
4. Plan:
IGD:
- O2 3 lpm
- Protap PEB
- Inj. Ondansetron 8mg (iv)
Konsultasi dr. Irwan, Sp. OG :
- Protap PEB
- Inj.ceftriaxon 1gr (iv)
- Nifedipin 10 mg(PO)
- Dopamet 500 mg (PO)
- Pro SC Cito
- Siapkan ICU untuk perawatan Post- SC
- Edukasi Pasien dan keluarga mengenai diagnosis dan prognosis ibu dan janin
- Konsul Sp. PD

FOLLOW UP
Hari Perawatan Ke-2 (3 November 2018)
S: Pasien mengeluh pusing, dan nyeri pada luka bekas sc. Mual (-), muntah (-), sesak (-).
O: KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: CM
TD: 131/ 75 HR: 78x RR: 24x Suhu: 37,1oC Sp02: 98-99%
Mata: CA -/-, SI -/-
Cor: S1-S2 reg, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SNV +/+, RH -/-, WH -/-
Abdomen: Supel, BU (+), TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi bulat dan keras. Luka bekas
operasi tertutup kassa. Rembes (-), nyeri (+)
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”, edema (+/+)
 Elektrolit :
- Natrium : 139 mmol/L
- Kalium : 2,8 mmol/L
- Klorida : 109 mmol/L
- Kalsium: 8.8 mmol/L
 Kimia Klinik
- SGOT (AST): 830 U/L
- SGPT (ALT) : 292 U/L
- Ureum darah: 33mg/dL
- Kreatinin darah: 1.30 mg/dL
A:
- P2, A0 post SC hari ke-1 a.i Eklamsia dan susp. HELLP Syndrome
P:
Inf. Nacl 0.9% +KCL 25 meq 40cc / jam
Inf. RL +Oxytocin 1 amp 40cc / jam (pemberian yang ke-2)
Inj. Ceftriaxone 2x1gr (iv)
Inj. Torfedex 3x1amp (iv)
Inj. Dexamethasone 3x5 mg (iv)
Dopamet 3x500 mg (PO)
Nifedipine 4 x 10mg (PO)
Sistenol 3x1 tab (PO)

Hari Perawatan Ke-3 (4 November 2018)


S: Pasien mengatakan nyeri luka sc berkurang, pusing (+)
O: KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: CM
TD: 140/88 HR: 70x/ menit RR: 21x/ menit Suhu: 37,3oC Sp02: 99%
Mata: CA -/-, SI -/-
Cor: S1-S2 reg, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SNV +/+, RH -/-, WH -/-,
Abdomen: Supel, BU(+), luka bekas operasi, rembes (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”, edema (+/+)
 Darah Rutin :
- Hemoglobin : 9.6 g/dL
- Hematokrit : 27 mm3
- Leukosit : 22.130 mm
- Trombosit : 78%
A:
- P2, A0 post SC hari ke-2 a.i Eklamsi dengan susp. HELLP Syndrome
P:
- Rencana rujuk
- Terapi lanjut

Hari perawatan ke-4 (5 November 2018): Os dipindahkan ke ruang perawatan biasa.


PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
HELLP syndrome merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda:
hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan oleh disfungsi
endotel sistemik. Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari pre-eklamsia dengan
faktor risiko partus preterm, dan hambatan pertumbuhan janin.2
H : Hemolysis
EL : Elevated Liver Enzyme
LP : Low Platelet Count
Pre-eklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada
kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, pre-eklampsia juga didapati pada kelainan
perkembangan plasenta (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi pre-eklampsia
kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Pada
10 % pasien dengan pre-eklampsia berat dan eklampsia menunjukan tanda-tanda terjadinya
HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati
dan jumlah platelet yang rendah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke normal
dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa menetap selama
seminggu.3

B. EPIDEMIOLOGI
Insidens Sindrom HELLP pada kehamilan berkisar antara 0,2-0,6 %, 4-12% pada
preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal yang cukup tinggi (24 %), serta
mortalitas perinatal antara 7,7%-60%. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan
kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.2,3
Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua
(rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien pre-eklampsi-eklampsi tanpa sindrom
HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit
putih dan multipara. Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ketiga, walaupun pada
11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum pada sekitar
69% pasien dan di masa postpartum pada sekitar 31%. Pada masa post partum, saat
terjadinya dalam waktu 48 jam pertama post partum.4

C. FAKTOR RISIKO
Terdapat beberapa faktor risiko pada insiden terjadinya HELLP Syndrome yang dapat
dikategorikan menjadi: faktor risiko yang berhubungan dengan kehamilan, dan faktor spesifik
maternal.
1. Faktor risiko preeklamsia yang berhubungan dengan kehamilan.5 :
 Kelainan kromosom
 Mola hydatidosa
 Hydrops fetalis
 Kehamilan multifetus
 Inseminasi donor atau donor oosit
 Kelainan struktur kongenital
2. Faktor risiko preeklamsia yang khusus berhubungan dengan maternal.5 :
 Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Primigravida
 tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
 Ibu hamil berusia diatas 35 tahun atau diatas 40 tahun. Ibu hamil berusia diatas 35 tahun
 dapat terjadi hipertensi laten.
 Ibu hamil usia remaja, yaitu usia dibawah 20 tahun. Ibu hamil berusia dibawah 25 tahun
insidens > 3 kali lipat.
 Ibu hamil dengan kehamilan kembar.
 Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi atau penyakit
ginjal.
 Riwayat preeklamsia pada keluarga, yaitu ibunya atau saudara perempuannya pernah
mengalami preeklamsia. Jika ada riwayat preeklamsia pada ibu/nenek penderita, factor
risiko meningkat sampai ± 25%.
 Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.
D. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologinya yang pasti belum diketahui. Penyebab sindrom HELLP
sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan
tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan
faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang
menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler;
akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi
kerusakan endotel. Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeclampsia.2
Terdapat 4 hipotesa patogenesis dari preeklampsia, sebagai berikut :
1. Iskemia Plasenta.
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang menyebabkan kegagalan invasi ke arteri
spiralis dan akan mengakibatkan iskemia pada plasenta.
2. Mal Adaptasi Imun.
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast
pada arteri spiralis, dan terjadinya disfungsi endotel di picu oleh pembentukkan sitokin,
enzim proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetik Inpreting.
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif
tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin
tergantung pada genotip janin.
4. Perbandingan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan TxPA (Toxicity Preventing
Activity).
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-
esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah,
pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak kedalam hepar
akan menurunkan aktifitas antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL
terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul.
E. KLASIFIKASI
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi pertama
berdasarkan jumlah kelainan yang ada. Dalam sistem ini, pasien diklasifikasikan sebagai
sindrom HELLP parsial (mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total
(ketiga kelainan ada). Wanita dengan ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi
seperti DIC, dibandingkan dengan wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya
pasien sindrom HELLP total seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam,
sebaliknya yang parsial dapat diterapi konservatif.6
Klasifikasi kedua HELLP syndrome menurut klasifikasi Mississippi berdasar kadar
trombosit darah terdiri dari.2,6 :
• Kelas 1
Kadar trombosit : ≤ 50.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Kelas 2
Kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Kelas 3
Kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan penyakit
pada post partum, keluaran maternal dan perinatal, dan perlu tidaknya plasmaferesis.
Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas dan mortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan
pasien kelas II dan kelas III.

F. PATOGENESIS

Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada
penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan
koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya
merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan
aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi
trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai
anemi hemolitik mikroangiopati merupakan tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi saat
melewati pembuluh darah kecil yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan
hapusan darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular cells dan burr cells.
Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran darah hati oleh
deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan pada kasus
yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati.
Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang paling sering
ditemukan.4,5

Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan/atau destruksi trombosit.


Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi dari disseminated
intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter koagulasi seperti waktu
prothrombin (PT), waktu parsial thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal.

Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya


HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati
dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran
(sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan
abnormalitas hematologik kembali ke normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran
tetapi trombositopenia bisa menetap selama seminggu.6

G. MANIFESTASI KLINIS

Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat bervariasi, dari
yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada pasien preeklampsi-eklampsi
yang tidak menderita sindrom HELLP.1

Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri
epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%),
yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat
malaise selama beberapa hari sebelum timbul tanda lain.7
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan
akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin
intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan yang
bermakna dengan oedem menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi berat
(sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112
pasien pada penelitian Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan darah diastolik 110 mmHg,
14,5% bertekanan darah diastolik 90 mmHg.6

Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi komplikasi yang fatal
pada kehamilan trimester ke tiga. Pada awalnya, perlemakan hati akut dalam kehamilan
sukar dibedakan dari sindrom HELLP. Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa : mual,
muntah, nyeri abdomen, dan ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan
peningkatan tes fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP peningkatannya cenderung lebih
besar. PT dan PTT biasanva memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP.
Pemeriksaan mikroskopik hati merupakan tes diagnosis untuk menentukan AFLP.
Panlobular microvesicular fatty change (steatosis) difus derajat rendah merupakan gambaran
patognomonik AFLP. Penanganan AFLP meliputi pengakhiran kehamilan segera, atasi
hiperglikemi atau koagulopati bila timbul.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil laboratorium,
sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan sindroma HELLP
semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan anemia hemolisis, disfungsi
hepar, dan trombositopeni.5
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah
(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus). Ada tanda dan gejala preeklampsia.
Sampai saat ini diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan parameter laboratorium, dan
parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah pada keadaan sindroma hellp lanjut,
dimana morbiditas dan mortalitas ibu mau pun janin cukup tinggi
Sindrom HELLP ditandai:
1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara laboratorik adanya
Burr cells pada apusan darah tepi.2,3
2. Elevated liver enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka merupakan tanda
degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400 iu, merupakan tanda spesifik akan
kelainan klinik.2,3
3. Low platelets
Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi intravaskuler. Tiga kelainan
utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan kadar enzim hati dan jumlah
trombosit yang rendah. Banyak penulis mendukung nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan
bilirubin agar diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis.2,3

Tabel 1. Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee, Memphis)


Hemolisis
-kelainan hapusan darah tepi
-total bilirubin >1,2 mg/dl
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Peningkatan fungsi hati
-serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Jumlah trombosit yang rendah
-hitung trombosit < 100.000/mm

Temuan pathologis.4
• Erythrocyte : Terjadi kerusakan erythrocyte, mengalami fragmentasi dapat dilihat pada
darah tepi.
• Trombosit
o Umur trombosit normal : 8 – 10 hari. Pada preeclmpasia umur trombosit menjadi : 5
– 8 hari.
o Pada sindroma HELLP, umur trombosit makin memendek, disertai peningkatan
kerusakan thrombosit dan agregasi thrombosit pada lapisan sel endothel.
o Kerusakan trombosit akan, menghasilkan thromboxane, vasokonstriktor kuat.
• Gangguan ginjal :
o Sindroma HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal dengan kerusakan ginjal
bervariasi dari sekedar kenaikan kreatinine serum sampai terjadi gagal ginjal akut yang
reversible (acute tubular necrosis) maupun yang ireversibel (cortical necrosis)
o Perubahan ginjal pada HELLP Syndrome adalah pembesaran glomerulus, adanya
butir-butir fibrin pada lapisan epitel, dan pembengkakan sel endotel, sehingga terjadi
penyempitan kapiler glomerolus

I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre eklampsia
penatalaksanaan pre eklampsia antara lain.4,5:
1. melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat,
hipoksia sampai kematian janin)
4. melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah
matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika
persalinan ditunda lebih lama.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang memburuk yang
dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara proses kerusakan endotel juga
terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana
preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang akan
menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viable mungkin.
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada
penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama adalah
menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya kerusakan
sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini mengakibatkan peningkatan kadar
bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar di¬refleksikan dari peningkatan
enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan
juga peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan
koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin time, partial tromboplastin
time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana trombosit sampai dibawah 50.000 /ml
biasanya akan didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang
mengarah terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada
sindroma hellp 4-38%.
1. Terapi Medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan melakukan
monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/ml atau adanya tanda
koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,
dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength
dexamethasone (double dose).7
Jika didapatkan kadar trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000-150.000/ml
dengan disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan
dexamethasone 10 mg IV tiap 12 jam. Pada post partum dexamethasone diberikan 10 mg IV
tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg IV tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexamethasone
dihentikan, bila terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan
LDH serta perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat
dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kada trombosit <50.000/ml dan
antioksidan.7
Tabel 2. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu (stabilisasi
kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan umur kehamilan 35
minggu).
1) Menilai dan menstabilkan kondisi ibu
o Jika ada DIC, atasi koagulopati
o Profilaksis anti kejang dengan MgSO
o Terapi hipertensi berat
o Rujuk ke pusat ksehatan tersier
o Computerized tomography (CT scan) atau ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga
hematoma subkapsular hati
2) Evaluasi kesejahteraan janin
o Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)
o Profil biofisik
o USG
3) Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan <35 minggu
o Jika matur, segera akhiri kehamilan
o Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan

2. Pemberian obat antikejang


MgSO4
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan
serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition
antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan
pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.7
Cara pemberian MgSO4
- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit
- Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4
atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1
gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24 jam
pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium sulfat dapat
menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek
flushes (rasa panas) .7
3. Diuretik
Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, gagal jantung
kongestif atau anasarka. Diuretik yang dipakai ialah furosemid. Pemberian diuretik dapat
merugikan, yaitu memperberat hipovolemi, memperburuk perfusi uteroplasenta,
meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat
janin.7
4. Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan
darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai
adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126 mmHg.7
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah
apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah
diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan
darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan
sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni pemberian
diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Anti-hipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24
jam
Anti-hipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg iv/kg/5 menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.7
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (gagal jantung
ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik (akibat kerusakan sel
endotel pembuluh darah paru). Prognosis preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru
disertai oligouria.7
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom
HELLP.
Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes
tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat.
Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Beberapa penulis
menganggap sindrom ini merupakan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan dengan seksio
sesarea, namun yang lain merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk
memperpanjang kehamilan pada kasus janin masih immatur. Perpanjangan kehamilan akan
memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit), menurunkan
insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan. Beberapa bentuk terapi sindrom
HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian besar mirip dengan penanganan preeklampsi
berat.7
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-
gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi
menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.7
J. KOMPLIKASI
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25% berkomplikasi
serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress syndrome, kegagalan hepatorenal,
oedem paru, hematom subkapsular, dan rupture hati. Terhadap janin komplikasi yang dapat
terjadi yaitu kematian janin dalam rahim, kematian neonatus, lahir prematur dan nilai apgar yang
rendah. Risiko untuk terjadinya sindroam HELLP pada kehamilan berikutnya ± 14-27 %
sedangkan risiko untuk penderita PEB pada kehamilan berikutnya ± 43%..9
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta, hipoksi
intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa pertumbuhan janin
terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan pernapasan (RDS). Kematian ibu
bersalin cukup tinggi yaitu 24 %. Penyebab kematian dapat berupa : kegagalan kardiopulmuner
, gangguan pembuluh darah, perdarahan otak, rupture hepar, kegagalan organ multiple.
Kematian perinatal cukup tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan preterm.7,9
Angka kejadian DIC pada sindroma HELLP sekitar 15%. Hellegren dkk menggunakan
sistem skoring untuk mendiagnosis DIC sbb :
1. jumlah trombosit < 100 000
2. pemanjangan waktu protrombin ( 14 det) dan tromboplastin parsial ( 40
det)
3. kadar fibrinogen  300 mg/dl
4. fibrin split product + (>40 mg/L) atau D-Dimer ( 40 mg/L)
5. aktivitas anti-trombin III < 80 %
Bila didapat 3 kelainan tersebut adalah merupakan dapat di diagnosis sebagai DIC dan
jika ditemukan 2 kelainan dicurigai suatu dugaan/ suspect DIC. Menurut Sibai diagnosis DIC
jika didapatkan trombositopeni, fibrinogen < 300, FDP > 40 ug/dl. (Peningkatan trhombin
time) .10 .
K. PROGNOSIS
Kematian ibu bersalin pada sindrom HELLP cukup tinggi yaitu 24%. Penyebab
kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmoner, gangguan pembekuan darah, perdarahan
otak, rupture hepar, dan kegagalan organ multiple.7
Nyaris tidak diragukan lagi bahwa perempuan yang mengalami preeclampsia dengan
komplikasi sindrom HELLP memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan mereka yang
tidak mengalami komplikasi ini. Dalam ulasan mereka terhadap 693 perempuan dengan sindrom
HELLP, Keisser dkk (2009), melaporkan 10 persen diantaranya mengalami eklampsia. Sep
dkk,(2009) juga mengambarkan risiko komplikasi yang meningkat secara bermakna pada
perempuan dengan sindrom HELLP dibandingkan dengan perempuan yang mengalami
preeclampsia saja. Komplikasi-komplikasi yang mereka laporkan melliputi eklampsia 15
persen, persalinan kurang bulan 93 vs 78 persen, dan angka kematian perinatal 9-4%.7
BAB III

DISKUSI

3.1 Diagnosis dan Pendekatan Klinis

Seorang wanita, Ny.A, usia 28 tahun, G2 P1A0 hamil 28 minggu datang ke IGD RS Annisa dengan
keluhan kejang 2x. Os merupakan pasien rujukan dari bidan dengan diagnosis G2 P1 A0 hamil 28
minggu dengan PEB. Riwayat darah tinggi disangkal, riwayat asma, TB disangkal. Riwayat kejang
sebelumnya pun disangkal.

Pemeriksaan fisik didapati tekanan darah 205/135mmHg dan oedem pada wajah dan
ekstremitas. Pemeriksaan dalam didapatkan portio tebal lunak, pembukaan 1 cm, ketuban utuh,
kepala hodge-1 dan DJJ 150 kali/menit.

Hasil laboratorium menunjukkan adanya trombositopenia, peningkatan fungsi hati yang


sangat bermakna dimana SGOT mencapai 830 U/L dan SGPT mencapai 292 U/L, serta
pemeriksaan urin dengan kesan proteinuria +3.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan lab dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien
tersebut adalah G2, P1, A0 hamil 28 minggu, inpartu kala I fase laten dengan eklamsi dan suspek
HELLP Syndrome.
DISKUSI KASUS

TEORI KASUS

 Eklamsi didefinisikan sebagai  Pada kasus ini pasien datang


peristiwa terjadinya kejang pada dengan keluhan kejang 2x,
kehamilan > dari 20 minggu disertai dimana pasien tidak memiliki
atau tanpa penurunan kesadaran riwayat kejang sebelumnya
bukan karena epilepsi atau ataupun epilepsi
gangguan neurologi lainnya dimana
biasanya di dahului oleh pre-
eklamsia.

 Pre-eklamsia berat adalah, pre-


eklamsia dengan tekanan darah  Ditemukan tekanan darah saat
sistolik ≥160 mmHg dan tekanan masuk 205/135 mmHg disertai
darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria (+++) dan tidak
proteinuria lebih 5g/24 jam. ditemukan riwayat hipertensi
sebelumnya

 Pasien mengeluhkan mual dan


 pre eklampsia berat dengan
muntah 2x saat di klinik bidan
impending eclampsia bila
sehingga OS didiagnosa dengan
preeklampsia berat disertai gejala-
pre-eklampsia berat
gejala subjektif berupa nyeri kepala
hebat, gangguan visus, mual dan
muntah-muntah, nyeri epigatrium,
dan kenaikan progresif tekanan
darah
 Penderita preeklampsia berat harus  Pada pasien ini telah dilakukan
dirawat inap dan dipasang foley pemasangan kateter dan
catheteter untuk mengukur pemberian medikamentosa
pengeluaran urin. Medikamentosa berupa MgSO4 dan pemberian
yang diberikan yaitu anti-konvulsan antihipertensi yaitu nifedipin, dan
dan anti hipertensi dopamet.

 Indikasi dilakukannya perawatan  Pada kasus ini, dari hasil


aktif pada ibu antara lain pemeriksaan laboratorium
kehamilan>37 minggu, impending didadapati trombosit
eklampsia, kegagalan pada 43.000/mm3, SGOT 830 U/I,
perawatan konservatif, dan HELLP SGPT 292 U/I sehingga OS
Syndrome didiagnosis dengan eklamsia dan
sup. HELLP Syndrome,
kemudian dilakukan stabilisasi,
namun kondisi tetap, maka
diputuskan untuk dilakukan
terminasi kehamilan yaitu sectio
caesaria.
3.2 Rencana Pemeriksaan

Rencana pemeriksaan pada pasien ini dengan tujuan menegakkan diagnosis meliputi :

 Pemeriksaan kadar LDH

LDH (Latkat dehydrogenase) merupakan enzim yang dimiliki hampir semua sel didalam tubuh
termasuk sel darah, otot, hati, ginjal, pancreas, dan jantung. Meningkatnya kadar LDH
menggambarkan seberapa besar kerusakan yang terjadi pada jaringan. Pemeriksaan LDH berguna
untuk menegakkan diagnosis dan klasifikasi dari HELLP Syndrome.

3.3 Rencana Tata Laksana dan Edukasi

 Tatalaksana : Perawatan dan pengecekkan darah rutin, fungsi hati dan ginjal, serta
elektrolit. Apabila keadaan umum sudah semakin membaik, rencana untuk mobilisasi
bertahap.

 Edukasi : Menjelaskan mengenai penyakit eklamsi, pre-eklamsi, dan HELLP Syndrome,


termasuk cara mencegah, mendeteksi secara dini, akibat dan komplikasi yang mungkin
terjadi baik bagi ibu dan janin. Ditekankan kembali bahwa hal ini dapat terjadi lagi pada
kehamilan berikutnya, dan pentingnya untuk melaksanakan ANC secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gant C, Gilstrap L, Wenstrom H. Hypertensive disorders in pregnancy. In: Williams


Obstetrics. 21stEd. New York: McGraw-Hill. 2001: pp. 567-609

2. Lim, Kee-Hak. Preeclampsia. 2014. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview. [Accesed 15th June 2015]

3. Chappel, S. Morgan,L. Searching for genetic clues to the causes of preeclamsia. Clinical
Science. 2006: 443-458

4. Powe, CE. Levine, RJ. Karumanchi SA. Preeclampsia, a Disease of the Maternal
Endothelium. The Role of Antiangiogenic Factors and Implications for Later
Cardiovascular. 2011. Available at http://circ.aha
journals.org/content/123/24/2856.full.pdf+html. [Accesed 15th June 2015]

5. Depkes RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2001.

6. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension in pregnancy : The
management of hypertensive disorders during pregnancy. 2011. Available at
http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/ guidance-hypertension-in-pregnancy-
pdf [Accesed 15th June 2015]

7. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

8. Tanjung, MT. Preeklampsia: Studi Tentang Hubungannya dengan Faktor Fibrinolisis Ibu
dan Gas Darah Tali Pusat. Medan: Pustaka Bangsa Press. 2004.

9. Indriani N. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Preeklampsia/Eklampsia


pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal. 2011.

10. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension in pregnancy : The
management of hypertensive disorders during pregnancy. 2011. Available at
http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/ guidance-hypertension-in-pregnancy-
pdf [Accesed 9th February 2015]
11. World Health Organization. WHO recommendations for Prevention and treatment of pre-
eclampsia and eclampsia. 2011. Available at
http://www.hse.ie/eng/about/Who/clinical/natclinprog/obsandgynaeprogramme/guideecla
mspsia.pdf [Accesed 15th June 2015]

12. Impey, L., and Child, T. Hypertensive Disorders in Pregnancies. In: Impey, L., editor.
Obstetrics & Gynaecology. 3rd ed. Oxford: Blackwell Publishing, 2008: 165-169.

13. Institute of Obstetricians and Gynaecologists. The Diagnosis And Management Of Pre-
Eclampsia And Eclampsia Clinical Practice Guideline. 2013. Available at
http://whqlibdoc.who.int/publications/2011/97892415483 35_en g.pdf [Accesed 15th June
2015]

14. SOGC CLINICAL PRACTICE GUIDELINE. Diagnosis, Evaluation, and Management of


the Hypertensive Disorders of Pregnancy: Executive Summary. 2014. Available at
http://sogc.org/wp-content/uploads/2014/05/ gui307CPG1405E1.pdf [Accesed 15th June
2015]

Anda mungkin juga menyukai