PORTOFOLIO
Disusun oleh :
dr. Intan Purnamasari
1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.
8 8.
9 9.
10 10.
11 11.
12 12.
13 13.
14 14.
15 15.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping Dokter Pendamping
ILUSTRASI KASUS
2. Objektif :
a. Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh :
Status Present : CM ; BB = 72 kg; TB = 158 cm;
TD:205/ 135 N : 106 x/mnt P: 24x/menit S: 36 C
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Mulut : sianosis (-), Kering (+)
Dada : Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : ballottement (+), His 2x sedang
Ekstremitas : akral hangat++/++, oedem pada wajah dan kedua tungkai ++/++
Pemeriksaan Dalam: Portio tebal lunak, pembukaan 1 cm, ketuban utuh, kepala H-1.
DJJ: 155x/ menit
HIS: 2x, sedang.
b. Pemeriksaan penunjang
Darah rutin :
- Leukosit : 21.110 mm
- Hb : 12,7g/dl
- Ht : 34.9%
- Trombosit : 43 mm3
Glukosa Darah sewaktu: 129mg/dL
Protein Urin: +3
c. EKG
3. Assessment:
- G2, P1, A0 hamil 28 minggu, inpartu kala I fase laten dengan Eklamsi
- Susp. HELLP Syndrome
4. Plan:
IGD:
- O2 3 lpm
- Protap PEB
- Inj. Ondansetron 8mg (iv)
Konsultasi dr. Irwan, Sp. OG :
- Protap PEB
- Inj.ceftriaxon 1gr (iv)
- Nifedipin 10 mg(PO)
- Dopamet 500 mg (PO)
- Pro SC Cito
- Siapkan ICU untuk perawatan Post- SC
- Edukasi Pasien dan keluarga mengenai diagnosis dan prognosis ibu dan janin
- Konsul Sp. PD
FOLLOW UP
Hari Perawatan Ke-2 (3 November 2018)
S: Pasien mengeluh pusing, dan nyeri pada luka bekas sc. Mual (-), muntah (-), sesak (-).
O: KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: CM
TD: 131/ 75 HR: 78x RR: 24x Suhu: 37,1oC Sp02: 98-99%
Mata: CA -/-, SI -/-
Cor: S1-S2 reg, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SNV +/+, RH -/-, WH -/-
Abdomen: Supel, BU (+), TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi bulat dan keras. Luka bekas
operasi tertutup kassa. Rembes (-), nyeri (+)
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”, edema (+/+)
Elektrolit :
- Natrium : 139 mmol/L
- Kalium : 2,8 mmol/L
- Klorida : 109 mmol/L
- Kalsium: 8.8 mmol/L
Kimia Klinik
- SGOT (AST): 830 U/L
- SGPT (ALT) : 292 U/L
- Ureum darah: 33mg/dL
- Kreatinin darah: 1.30 mg/dL
A:
- P2, A0 post SC hari ke-1 a.i Eklamsia dan susp. HELLP Syndrome
P:
Inf. Nacl 0.9% +KCL 25 meq 40cc / jam
Inf. RL +Oxytocin 1 amp 40cc / jam (pemberian yang ke-2)
Inj. Ceftriaxone 2x1gr (iv)
Inj. Torfedex 3x1amp (iv)
Inj. Dexamethasone 3x5 mg (iv)
Dopamet 3x500 mg (PO)
Nifedipine 4 x 10mg (PO)
Sistenol 3x1 tab (PO)
A. Definisi
HELLP syndrome merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda:
hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan oleh disfungsi
endotel sistemik. Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari pre-eklamsia dengan
faktor risiko partus preterm, dan hambatan pertumbuhan janin.2
H : Hemolysis
EL : Elevated Liver Enzyme
LP : Low Platelet Count
Pre-eklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada
kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, pre-eklampsia juga didapati pada kelainan
perkembangan plasenta (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi pre-eklampsia
kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Pada
10 % pasien dengan pre-eklampsia berat dan eklampsia menunjukan tanda-tanda terjadinya
HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati
dan jumlah platelet yang rendah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke normal
dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa menetap selama
seminggu.3
B. EPIDEMIOLOGI
Insidens Sindrom HELLP pada kehamilan berkisar antara 0,2-0,6 %, 4-12% pada
preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal yang cukup tinggi (24 %), serta
mortalitas perinatal antara 7,7%-60%. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan
kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.2,3
Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua
(rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien pre-eklampsi-eklampsi tanpa sindrom
HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit
putih dan multipara. Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ketiga, walaupun pada
11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum pada sekitar
69% pasien dan di masa postpartum pada sekitar 31%. Pada masa post partum, saat
terjadinya dalam waktu 48 jam pertama post partum.4
C. FAKTOR RISIKO
Terdapat beberapa faktor risiko pada insiden terjadinya HELLP Syndrome yang dapat
dikategorikan menjadi: faktor risiko yang berhubungan dengan kehamilan, dan faktor spesifik
maternal.
1. Faktor risiko preeklamsia yang berhubungan dengan kehamilan.5 :
Kelainan kromosom
Mola hydatidosa
Hydrops fetalis
Kehamilan multifetus
Inseminasi donor atau donor oosit
Kelainan struktur kongenital
2. Faktor risiko preeklamsia yang khusus berhubungan dengan maternal.5 :
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Primigravida
tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
Ibu hamil berusia diatas 35 tahun atau diatas 40 tahun. Ibu hamil berusia diatas 35 tahun
dapat terjadi hipertensi laten.
Ibu hamil usia remaja, yaitu usia dibawah 20 tahun. Ibu hamil berusia dibawah 25 tahun
insidens > 3 kali lipat.
Ibu hamil dengan kehamilan kembar.
Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi atau penyakit
ginjal.
Riwayat preeklamsia pada keluarga, yaitu ibunya atau saudara perempuannya pernah
mengalami preeklamsia. Jika ada riwayat preeklamsia pada ibu/nenek penderita, factor
risiko meningkat sampai ± 25%.
Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.
D. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologinya yang pasti belum diketahui. Penyebab sindrom HELLP
sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan
tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan
faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang
menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler;
akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi
kerusakan endotel. Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeclampsia.2
Terdapat 4 hipotesa patogenesis dari preeklampsia, sebagai berikut :
1. Iskemia Plasenta.
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang menyebabkan kegagalan invasi ke arteri
spiralis dan akan mengakibatkan iskemia pada plasenta.
2. Mal Adaptasi Imun.
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast
pada arteri spiralis, dan terjadinya disfungsi endotel di picu oleh pembentukkan sitokin,
enzim proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetik Inpreting.
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif
tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin
tergantung pada genotip janin.
4. Perbandingan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan TxPA (Toxicity Preventing
Activity).
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-
esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah,
pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak kedalam hepar
akan menurunkan aktifitas antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL
terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul.
E. KLASIFIKASI
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi pertama
berdasarkan jumlah kelainan yang ada. Dalam sistem ini, pasien diklasifikasikan sebagai
sindrom HELLP parsial (mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total
(ketiga kelainan ada). Wanita dengan ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi
seperti DIC, dibandingkan dengan wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya
pasien sindrom HELLP total seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam,
sebaliknya yang parsial dapat diterapi konservatif.6
Klasifikasi kedua HELLP syndrome menurut klasifikasi Mississippi berdasar kadar
trombosit darah terdiri dari.2,6 :
• Kelas 1
Kadar trombosit : ≤ 50.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Kelas 2
Kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Kelas 3
Kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan penyakit
pada post partum, keluaran maternal dan perinatal, dan perlu tidaknya plasmaferesis.
Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas dan mortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan
pasien kelas II dan kelas III.
F. PATOGENESIS
Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada
penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan
koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya
merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan
aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi
trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai
anemi hemolitik mikroangiopati merupakan tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi saat
melewati pembuluh darah kecil yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan
hapusan darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular cells dan burr cells.
Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran darah hati oleh
deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan pada kasus
yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati.
Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang paling sering
ditemukan.4,5
G. MANIFESTASI KLINIS
Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat bervariasi, dari
yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada pasien preeklampsi-eklampsi
yang tidak menderita sindrom HELLP.1
Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri
epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%),
yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat
malaise selama beberapa hari sebelum timbul tanda lain.7
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan
akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin
intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan yang
bermakna dengan oedem menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi berat
(sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112
pasien pada penelitian Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan darah diastolik 110 mmHg,
14,5% bertekanan darah diastolik 90 mmHg.6
Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi komplikasi yang fatal
pada kehamilan trimester ke tiga. Pada awalnya, perlemakan hati akut dalam kehamilan
sukar dibedakan dari sindrom HELLP. Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa : mual,
muntah, nyeri abdomen, dan ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan
peningkatan tes fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP peningkatannya cenderung lebih
besar. PT dan PTT biasanva memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP.
Pemeriksaan mikroskopik hati merupakan tes diagnosis untuk menentukan AFLP.
Panlobular microvesicular fatty change (steatosis) difus derajat rendah merupakan gambaran
patognomonik AFLP. Penanganan AFLP meliputi pengakhiran kehamilan segera, atasi
hiperglikemi atau koagulopati bila timbul.
H. DIAGNOSIS
Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil laboratorium,
sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan sindroma HELLP
semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan anemia hemolisis, disfungsi
hepar, dan trombositopeni.5
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah
(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus). Ada tanda dan gejala preeklampsia.
Sampai saat ini diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan parameter laboratorium, dan
parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah pada keadaan sindroma hellp lanjut,
dimana morbiditas dan mortalitas ibu mau pun janin cukup tinggi
Sindrom HELLP ditandai:
1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara laboratorik adanya
Burr cells pada apusan darah tepi.2,3
2. Elevated liver enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka merupakan tanda
degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400 iu, merupakan tanda spesifik akan
kelainan klinik.2,3
3. Low platelets
Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi intravaskuler. Tiga kelainan
utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan kadar enzim hati dan jumlah
trombosit yang rendah. Banyak penulis mendukung nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan
bilirubin agar diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis.2,3
Temuan pathologis.4
• Erythrocyte : Terjadi kerusakan erythrocyte, mengalami fragmentasi dapat dilihat pada
darah tepi.
• Trombosit
o Umur trombosit normal : 8 – 10 hari. Pada preeclmpasia umur trombosit menjadi : 5
– 8 hari.
o Pada sindroma HELLP, umur trombosit makin memendek, disertai peningkatan
kerusakan thrombosit dan agregasi thrombosit pada lapisan sel endothel.
o Kerusakan trombosit akan, menghasilkan thromboxane, vasokonstriktor kuat.
• Gangguan ginjal :
o Sindroma HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal dengan kerusakan ginjal
bervariasi dari sekedar kenaikan kreatinine serum sampai terjadi gagal ginjal akut yang
reversible (acute tubular necrosis) maupun yang ireversibel (cortical necrosis)
o Perubahan ginjal pada HELLP Syndrome adalah pembesaran glomerulus, adanya
butir-butir fibrin pada lapisan epitel, dan pembengkakan sel endotel, sehingga terjadi
penyempitan kapiler glomerolus
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre eklampsia
penatalaksanaan pre eklampsia antara lain.4,5:
1. melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat,
hipoksia sampai kematian janin)
4. melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah
matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika
persalinan ditunda lebih lama.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang memburuk yang
dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara proses kerusakan endotel juga
terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana
preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang akan
menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viable mungkin.
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada
penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama adalah
menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya kerusakan
sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini mengakibatkan peningkatan kadar
bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar di¬refleksikan dari peningkatan
enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan
juga peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan
koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin time, partial tromboplastin
time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana trombosit sampai dibawah 50.000 /ml
biasanya akan didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang
mengarah terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada
sindroma hellp 4-38%.
1. Terapi Medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan melakukan
monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/ml atau adanya tanda
koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,
dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength
dexamethasone (double dose).7
Jika didapatkan kadar trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000-150.000/ml
dengan disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan
dexamethasone 10 mg IV tiap 12 jam. Pada post partum dexamethasone diberikan 10 mg IV
tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg IV tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexamethasone
dihentikan, bila terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan
LDH serta perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat
dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kada trombosit <50.000/ml dan
antioksidan.7
Tabel 2. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu (stabilisasi
kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan umur kehamilan 35
minggu).
1) Menilai dan menstabilkan kondisi ibu
o Jika ada DIC, atasi koagulopati
o Profilaksis anti kejang dengan MgSO
o Terapi hipertensi berat
o Rujuk ke pusat ksehatan tersier
o Computerized tomography (CT scan) atau ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga
hematoma subkapsular hati
2) Evaluasi kesejahteraan janin
o Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)
o Profil biofisik
o USG
3) Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan <35 minggu
o Jika matur, segera akhiri kehamilan
o Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan
DISKUSI
Seorang wanita, Ny.A, usia 28 tahun, G2 P1A0 hamil 28 minggu datang ke IGD RS Annisa dengan
keluhan kejang 2x. Os merupakan pasien rujukan dari bidan dengan diagnosis G2 P1 A0 hamil 28
minggu dengan PEB. Riwayat darah tinggi disangkal, riwayat asma, TB disangkal. Riwayat kejang
sebelumnya pun disangkal.
Pemeriksaan fisik didapati tekanan darah 205/135mmHg dan oedem pada wajah dan
ekstremitas. Pemeriksaan dalam didapatkan portio tebal lunak, pembukaan 1 cm, ketuban utuh,
kepala hodge-1 dan DJJ 150 kali/menit.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan lab dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien
tersebut adalah G2, P1, A0 hamil 28 minggu, inpartu kala I fase laten dengan eklamsi dan suspek
HELLP Syndrome.
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Rencana pemeriksaan pada pasien ini dengan tujuan menegakkan diagnosis meliputi :
LDH (Latkat dehydrogenase) merupakan enzim yang dimiliki hampir semua sel didalam tubuh
termasuk sel darah, otot, hati, ginjal, pancreas, dan jantung. Meningkatnya kadar LDH
menggambarkan seberapa besar kerusakan yang terjadi pada jaringan. Pemeriksaan LDH berguna
untuk menegakkan diagnosis dan klasifikasi dari HELLP Syndrome.
Tatalaksana : Perawatan dan pengecekkan darah rutin, fungsi hati dan ginjal, serta
elektrolit. Apabila keadaan umum sudah semakin membaik, rencana untuk mobilisasi
bertahap.
3. Chappel, S. Morgan,L. Searching for genetic clues to the causes of preeclamsia. Clinical
Science. 2006: 443-458
4. Powe, CE. Levine, RJ. Karumanchi SA. Preeclampsia, a Disease of the Maternal
Endothelium. The Role of Antiangiogenic Factors and Implications for Later
Cardiovascular. 2011. Available at http://circ.aha
journals.org/content/123/24/2856.full.pdf+html. [Accesed 15th June 2015]
5. Depkes RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2001.
6. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension in pregnancy : The
management of hypertensive disorders during pregnancy. 2011. Available at
http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/ guidance-hypertension-in-pregnancy-
pdf [Accesed 15th June 2015]
8. Tanjung, MT. Preeklampsia: Studi Tentang Hubungannya dengan Faktor Fibrinolisis Ibu
dan Gas Darah Tali Pusat. Medan: Pustaka Bangsa Press. 2004.
10. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension in pregnancy : The
management of hypertensive disorders during pregnancy. 2011. Available at
http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/ guidance-hypertension-in-pregnancy-
pdf [Accesed 9th February 2015]
11. World Health Organization. WHO recommendations for Prevention and treatment of pre-
eclampsia and eclampsia. 2011. Available at
http://www.hse.ie/eng/about/Who/clinical/natclinprog/obsandgynaeprogramme/guideecla
mspsia.pdf [Accesed 15th June 2015]
12. Impey, L., and Child, T. Hypertensive Disorders in Pregnancies. In: Impey, L., editor.
Obstetrics & Gynaecology. 3rd ed. Oxford: Blackwell Publishing, 2008: 165-169.
13. Institute of Obstetricians and Gynaecologists. The Diagnosis And Management Of Pre-
Eclampsia And Eclampsia Clinical Practice Guideline. 2013. Available at
http://whqlibdoc.who.int/publications/2011/97892415483 35_en g.pdf [Accesed 15th June
2015]