BAB II
PERLAKUAN PANAS
2.1 Tujuan
1. Mengetahui nilai kekerasan spesimen setelah melakukan proses annealing,
normalizing, quenching air, & quenching oli.
2. Mengetahui cara mengkonversi HRc ke HB.
3. Mengetahui sifat spesimen uji (Baja AISI 1045) setelah melakukan proses
annealing, normalizing, quenching air, & quenching oli.
4. Mengetahui proses annealing, normalizing, quenching air, & quenching
oli.
5. Mengetahui tahapan-tahapan proses pada perlakuan panas.
6. Mengetahui pengaruh proses metoda pendinginan terhadap nilai
kekerasan.
o
C
910
723
514
menjadi lebih keras pada permukaan, tahan aus, memiliki kakuatan fatiq
yang tinggi dan tahan korosi.
c. Induction Hardening
Proses ini dilakukan pada baja karbon tinggi, kawat dililitkan seperti
kumparan lalu dipanaskan dengan energi listrik kemudian dilakukan
quenching.
d. Carbonitriding
Proses ini dilakukan pada baja karbon rendah, pemanasan dilakukan
dengan penambahan karbon dan nitrit. Adapun tujuan dan temperatur
pemanasan proses perlakuan panas dapat dilihat pada Tabel 2.1.
•Stress-Relieving Menghilangkan
tegangan sisa
60050
Peningkatan keuletan
dan mampu proses A1
Jenis-jenis Pendinginan
Dari temperatur austenit, logam didinginkan melalui proses sebagai
berikut:
1. Quenching
Proses perlakuan panas pada suatu material dengan memanaskannya
sampai temperatur austenit kemudian diholding,setelah itu dilakukan pendinginan
cepat pada media celup. Media celupnya seperti air, air garam, oli dan lain-lain.
Tujuan dari quenching adalah untuk menambah kekerasan material
.
2. Annealing
Proses perlakuan panas pada suatu material dengan memanaskannya
sampai temperatur austenit kemudian diholding, setelah itu dilakukan pendinginan
lambat di dalam tungku.
Tujuan dari annealing adalah untuk mengurangi kekerasan material.
3. Normalizing
Proses perlakuan panas pada suatu material dengan memanaskannya
sampai temperatur austenit kemudian diholding,setelah itu dilakukan pendinginan
lambat di udara.
Tujuan dari normalizing adalah untuk menormalkan kembali material.
4. Tempering
Material yang sudah diquenching dipanaskan lagi hingga temperatur
eutectoid lalu diholding kemudian dilakukan pendinginan di dalam tungku atau di
udara.
Tempering terdiri dari:
a. Martempering
Setelah quenching selesai, dilakukan pemanasan lagi sampai temperatur
eutectoid lalu diholding kemudian dilakukan pendinginan di udara sampai
mencapai suhu ruang dan berbentuk martensit. Adapun kurva
martempering dapat dilihat pada gambar F.2.2.
Pada baja Hypoeutectoid ini perbedaan antara kurva CCT dan TTT adalah
pada diagram CCT proses pendinginan dilakukan secara kontinu terhadap waktu.
Sedangkan diagram TTT ditandai dengan adanya holding terlebih dahulu untuk
mendapatkan fasa yang lunak dan ulet.
b. Baja Eutektoid
Dapat diketahui kurva CCT dan TTT baja Eutectoid pada gambar .2.5.
Pada baja eutektoid ini perbedaan antara kurva CCT dan TTT adalah pada
diagram CCT proses pendinginan dilakukan secara kontinu terhadap waktu.
Sedangkan diagram TTT ditandai dengan adanya holding terlebih dahulu untuk
mendapatkan fasa yang lunak dan ulet.
c. Baja Hypereutektoid
Pada baja Hypereutektoid ini perbedaan antara kurva CCT dan TTT adalah
pada diagram CCT proses pendinginan dilakukan secara kontinu terhadap waktu.
Sedangkan diagram TTT ditandai dengan adanya holding terlebih dahulu untuk
mendapatkan fasa yang lunak dan ulet.
Kesimpulan
d3 = 1,75 mm
Ditanyakan : Nilai BHN ?
Jawab :
2P
a) BHN1 =
πD (D− √D2 − d1 2 )
2 × 250
=
3,14 ×5 (5− √52 −1,652 )
= 113,7 BHN
2P
b) BHN2 =
πD (D− √D2 − d2 2 )
2 × 250
=
3,14 ×5 (5− √52 −1,702 )
= 106,9 BHN
2P
c) BHN3 =
πD (D− √D2 − d3 2 )
2 × 250
=
3,14 ×5 (5− √52 −1,752 )
= 100,7 BHN
113,7+106,9+100,7
d) ̅
X BHN = 3
= 107,1 BHN
2. Proses Normalizing
Diketahui : P = 250 kg
𝜋 = 3,14
D = 5 mm
d1 = 1,1 mm
d2 = 1,3 mm
d3 = 1,2 mm
Ditanyakan : Nilai BHN ?
Jawab :
2P
a) BHN1 =
πD (D− √D2 − d1 2 )
2 × 250
=
3,14 ×5 (5− √52 −1,12 )
= 259,9 BHN
2P
b) BHN2 =
πD (D− √D2 − d2 2 )
2 × 250
=
3,14 ×5 (5− √52 −1,32 )
= 185,2 BHN
2P
c) BHN3 =
πD (D− √D2 − d3 2 )
2 × 250
=
3,14 ×5 (5− √52 −1,22 )
= 217,9 BHN
259,9 + 185,3+217,9
̅ BHN
d) X = 3
= 221 BHN
= 34,17 HRc
BHN = (8,570 x HRc) + 27,6
= (8,570 x 34,17) + 27,6
= 320,44 BHN
49+48,5+48
̅
X = 3
= 48,5 HRc
BHN = (11,158 x HRc) – 79,6
= (11,158 x 48,5) – 79,6
= 461,163 BHN
Annealing
115
Nilai Kekerasan (BHN)
110
105
100
95
90
1 2 3
Percobaan Ke-
2) Normalizing
Normalizing
300
250
Nilai Kekerasan (BHN)
200
150
100
50
0
1 2 3
Percobaan Ke-
3) Quenching Oli
Quenching Oli
37
36
35
Nilai Kekerasan (HRc)
34
33
32
31
30
29
1 2 3
Percobaan Ke-
4) Quenching Air
Quenching Air
5
4.5
4
Nilai Kekerasan (HRc)
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1 2 3
Percobaan Ke-
350
300
250
200
150
100
50
0
A N Qo Qa
Percobaan Ke-
c. Analisa Grafik
Setelah data disajikan dalam grafik dapat diketahui bahwa nilai
kekerasan yang didapatkan jauh berbeda pada proses quenching,
annealing, maupun normalizing
d. Analisa Kesalahan
Data yang didapatkan jauh berbeda dengan teori. Hal itu
disebabkan karena meja mesin uji Rockwell yang bergetar pada saat
pengujian, tidak teliti dalam memposisikan skala kecil mesin uji Rockwell
2.7 Kesimpulan
1. Nilai kekerasan spesimen pada hasil pengujian sangat berbeda beda
bergantung pada proses perlakuan panas serta mengatur laju
pendinginannya
a. Annealing :107,1 BHN
b. Normalizing : 221 BHN
c. Quenching oli : 320,44 BHN
d. Quenching air : 461,17 BHN
2. Jenis proses perlakuan panas memiliki hasil yang berbeda beda sifat
maupun karakteristiknya dikarenakan oleh banyaknya kandungan karbon,
paduan, proses perlakuan, serta karakteristik awal material sebelum
perlakuan panas.
3. Apabila semakin cepat laju pendinginan setelah proses perlakuan panas
maka material tersebut semakin keras
4. Pengaruh metoda proses pendinginan terhadap nilai kekerasan sangatlah
berpengaruh.
5. Penahanan termperatur pada saat proses perlakuan panas sangat
berpengaruh dikarenakan apabila proses penahanan temperaturnya terlalu
cepat maka akan menyebabkan fasa fasa tidak homogen serta panas yang
didapatkan tidak terdistribusi secara merata
6. Penahanan temperatur terlalu lama akan menyebabkan butir-butir
austenite membesar.