viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan
sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan
agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada dasarnya
aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen, oleh sebab itu aspal sering
Umumnya aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi, sehingga disebut aspal keras.
Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada tahapan proses penyulingan akan menghasilkan
aspal dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok untuk pemakaian yang khusus pula, seperti
untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung atap dan penggunaan khusus lainnya.
Aspal modifikasi dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu bahan tambah.
Polymer adalah jenis bahan tambah yang banyak digunakan saat ini, sehingga aspal
modifikasi sering disebut juga sebagai aspal polymer. Antara lain berdasarkan sifatnya, ada
dua jenis bahan polymer yang biasanya digunakan untuk tujuan ini, yaitu polymer elastomer
SBS (Styrene Butadine Styrene), SBR (Styrene Butadine Rubber), SIS (Styrene Isoprene
Styrene) dan karet adalah jenis-jenis polymer elastomer yang biasanya digunakan sebagai
bahan pencampur aspal keras. Penambahan polymer jenis ini maksudkan untuk
memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal, antara lain penetrasi, kekentalan, titik lembek dan
elastisitas aspal keras. Campuran beraspal yang dibuat dengan aspal polymer elastomer akan
memiliki tingkat elastisitas yang lebih tinggi dari campuran beraspal yang dibuat dengan
aspal keras. Persentase penambahan bahan tambah (additive) pada pembuatan aspal polymer
campuran tetapi penambahan yang berlebihan justru akan memberikan pengaruh yang negatif.
Seperti halnya dengan aspal polymer elastomer, penambahan bahan polymer plastomer pada
aspal keras juga dimaksudkan untuk meningkatkan sifat rheologi baik pada aspal keras dan
sifat sifik campuran beraspal. Jenis polymer plastomer yang telah banyak digunakan antara
lain adalah EVA (Ethylene Vinyl Acetate), polypropilene dan polyethilene. Persentase
penambahan polymer ini ke dalam aspal keras juga harus ditentukan berdasarkan pengujian
laboratorium karena sampai dengan batas tertentu penambahan ini dapat memperbaiki sifat-
sifat rheologi aspal dan campuran tetapi penambahan yang berlebihan justru akan
Aspal keras dapat diklasifikasikan kedalam tingkatan (grade) atau kelas berdasarkan tiga
sistim yang berbeda, yaitu viskositas, viskositas setelah penuaan dan penetrasi. Masing-
masing sistim mengelompokkan aspal dalam tingkatan atau kelas yang berbeda pula. Dari
ketiga jenis sistim pengklasifikasian aspal yang ada, yang paling banyak digunakan adalah
sistim pengklasifikasian berdasarkan viskositas dan penetrasi. Seperti yang ditunjukkan pada
14 dari 197
Dalam sistim viskositas, satuan Poise adalah satuan standar pengukuran viskositas absolut.
Makin tinggi nilai Poise suatu aspal makin kental aspal tersebut. AC-2,5 (aspal keras dengan
viskositas 250 poise pada temperatur 60o C) adalah jenis aspal keras yang bersifat lunak, AC-
40 (aspal keras dengan 4000 poise pada temperatur 60o C) adalah jenis aspal keras yang
bersifat keras.
Beberapa negara mengelompokkan aspal berdasarkan viskositas setelah penuaan. Ide ini
mensimulasikan penuaan aspal selama percampuran, aspal segar yang akan digunakan
dituakan terlebih dahulu dalam oven melalui pengujian Thin Film Oven Test (TFOT) dan
Rolling Thin Film Oven Test (RTFOT). Sisa aspal yang tertinggal (residu) kemudian
bawah ini menunjukan garis besar variasi grade dalam sistim ini.
Dalam Tabel 3, simbol AR adalah singkatan dari sisa penuaan (Aged Residue). Makin besar
nilai AR makin keras aspal tersebut. AR-10 (viskositas 1000 poise) berarti aspal lunak,
Metode ketiga yang dapat digunakan dalam pengklasifikasian aspal adalah berdasarkan uji
penetrasi. Pada uji ini, sebuah jarum standar dengan beban 100 gram (termasuk berat jarum)
ditusukkan ke atas permukaan aspal, panjang jarum yang masuk kedalam contoh aspal dalam
waktu lima detik diukur dalam satuan persepuluh mili meter (0,1 mm) dan dinyatakan
sebagai nilai penetrasi aspal. Semakin kecil nilai penetrasi aspal, semakin keras aspal
tersebut. Tabel 4 di bawah ini menunjukkan suatu rentang dalam sistem pengklasifikasian ini.
Aspalten
Aspalten adalah unsur kimia aspal yang padat yang tidak larut dalam n-penten. Aspalten
berwarna coklat sampai hitam yang mengandung karbon dan hidrogen dengan perbandingan
biasanya dianggap sebagai material yang bersifat polar dan memiliki bau yang khas dengan
berat molekul yang cukup berat. Molekul aspalten ini memiliki ukuran antara 5 – 30 nano
meter. Besar kecilnya kandungan aspalten dalam aspal sangat mempengaruhi sifat rheologi
aspal tersebut. Peningkatan kandungan aspalten dalam aspal akan menghasilkan aspal yang
lebih keras dengan nilai penetrasi yang rendah, titik lembek yang tinggi dan tingkat
4.2.3.2 Malten
Malten adalah unsur kimia lainnya yang terdapat di dalam aspal selain aspalten. Unsur
malten ini dapat dibagi lagi menjadi resin , aromatik dan saturated.
a) Resin Resin secara dominan terdiri dari hidrogen dan karbon , dan sedikit mengandung
oksigen, sulfur dan nitrogen. Rasio kandungan unsur hidrogen terhadap karbon di dalam
resin berkisar antara 1,3 sampai 1,4. Resin memiliki ukuran antara 1 – 5 nanometer,
bewarna coklat, berbentuk semi padat sampai padat, bersifat sangat polar dan memberikan
sifat adesif pada aspal. Didalam aspal, resin berperan sebagai zat pendispersi aspaltene.
Sifat aspal, SOL (larutan) atau GEL (jelli), sangat ditentukan oleh proporsi kandungan resin
17 dari 197
b) Aromatik
Aromatik adalah unsur pelarut aspalten yang paling dominan di dalam aspal. Aromatik
berbentuk cairan kental yang berwarna coklat tua dan kandungannya di dalam aspal berkisar
antara 40% – 60% terhadap berat aspal. Aromatik terdiri dari rantai karbon yang bersifat
non-polar yang didominasi oleh unsur tak jenuh (unsaturated) dan memiliki daya larut yang
tinggi terhadap molekul hidrokarbon. c) Saturated Saturated adalah bagian dari molekul
malten yang berupa minyak kental yang bewarna putih atau kekuning-kuningan dan bersifat
non-polar. Saturated terdiri dari parafin (wax) dan non parafin, kandungannya di dalam aspal
Adesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lainnya, dan kohesi adalah
kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Sifat adesi dan kohesi aspal sangat
penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini sangat mempengaruhi
kinerja dan durabilitas campuran. Uji daktilitas aspal adalah suatu uji kualitatif yang secara
tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui tingkat adesifnes atau daktilitas aspal
keras. Aspal keras dengan nilai daktilitas yang rendah adalah aspal yang memiliki daya adesi
yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang memiliki nilai daktilitas yang tinggi.
Akibat panas yang tinggi, pengerasan aspal akibat penuaan lebih cepat terjadi di daerah
yang beriklim tropis dari pada di daerah sub-tropis . Pengerasan ini terutama terjadi pada
permukaan beraspal yang terekspos langsung. Oleh sebab itu kerusakan jenis retak pada lapis
permukaan beraspal di daerah beriklim tropis lebih cepat terjadi dibandingkan dengan daerah
lainnya yang beriklim subtropis (RN 31, 1993; Rolt et al. 1986).
Aspal adalah suatu material yang bersifat viskoelastis yang mengembang bila dipanaskan
dan menyusut bila didinginkan. Perubahan volume aspal akibat perubahan temperatur ini
kadangkala dapat menyebabkan kesalahan dalam menghitung atau menentukan volume aspal,
baik pada saat pengiriman, penyimpanan maupun pada saat pembayaran. Volume aspal
haruslah ditentukan pada temperatur 15o C, untuk itu bila 20.000 liter aspal dikirim pada
temperatur 100o C, maka volume sebenarnya harus ditentukan lagi dengan mengacu pada
temperatur 15o C.
Perhitungan perubahan volume ini cukup sederhana yaitu hanya memerlukan dua buah
informasi, yaitu temperatur dan berat jenis aspal (specific gravity). Data temperatur dan berat
jenis aspal diperlukan untuk menentukan faktor koreksi yang tepat. Faktor koreksi tersebut
diperlihatkan pada SNI 06-6400-2000 (Tata Cara Penentuan Koreksi Volume Aspal Terhadap
Volume pada Temperatur Standar). Walaupun tabel ini tidak begitu akurat, tetapi telah
digunakan selama lebih dari 3 dekade. Tabel ini hanya dapat digunakan untuk mengkoreksi
volume aspal sampai dengan temperatur 160o C. Bila temperatur aspal telah diketahui, faktor
koreksi untuk menghitung volume aspal pada temperatur 150 C dapat dicari dengan
V = Vt (Fk) (5)
Dengan pengertian :
V = Volume aspal pada temperatur 150 C. Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu. Fk=
Faktor Koreksi
Contoh :Sebuah truk mengangkut 20.000 liter aspal pada temperatur 150o C. Berat jenis
dari aspal tersebut adalah 0,970. Berapa volume aspal tersebut pada temperatur 15o C ?.
Jawab :Karena spesific gravity aspal diatas 0,966. Dari Tabel pada Tata Cara Penentuan
Koreksi Volume Aspal Terhadap Volume pada Temperatur Standar (SNI 06- 6400-2000)
V = Vt . Fk = 20.000 X 0,9181 V = 18362 liter. Jadi volume Aspal tersebut pada temperatur
Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan kompak.
Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat
mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal
ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh
karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi
persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan
jalan.
Penentuan titik nyala dilakukan untuk memastikan bahwa aspal cukup aman untuk
pelaksanaan. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam
aspal.