Anda di halaman 1dari 7

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat

viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan

sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan

agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada dasarnya

aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen, oleh sebab itu aspal sering

disebut material berbituminous.

Umumnya aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi, sehingga disebut aspal keras.

Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada tahapan proses penyulingan akan menghasilkan

aspal dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok untuk pemakaian yang khusus pula, seperti

untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung atap dan penggunaan khusus lainnya.

Aspal modifikasi dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu bahan tambah.

Polymer adalah jenis bahan tambah yang banyak digunakan saat ini, sehingga aspal

modifikasi sering disebut juga sebagai aspal polymer. Antara lain berdasarkan sifatnya, ada

dua jenis bahan polymer yang biasanya digunakan untuk tujuan ini, yaitu polymer elastomer

dan polymer plastomer.

4.2.1.3.1 Aspal polymer elastomer

SBS (Styrene Butadine Styrene), SBR (Styrene Butadine Rubber), SIS (Styrene Isoprene

Styrene) dan karet adalah jenis-jenis polymer elastomer yang biasanya digunakan sebagai

bahan pencampur aspal keras. Penambahan polymer jenis ini maksudkan untuk

memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal, antara lain penetrasi, kekentalan, titik lembek dan

elastisitas aspal keras. Campuran beraspal yang dibuat dengan aspal polymer elastomer akan

memiliki tingkat elastisitas yang lebih tinggi dari campuran beraspal yang dibuat dengan

aspal keras. Persentase penambahan bahan tambah (additive) pada pembuatan aspal polymer

harus ditentukan berdasarkan pengujian laboratorium karena penambahan bahan tambah


sampai dengan batas tertentu memang dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal dan

campuran tetapi penambahan yang berlebihan justru akan memberikan pengaruh yang negatif.

4.2.1.3.2 Aspal polymer plastomer

Seperti halnya dengan aspal polymer elastomer, penambahan bahan polymer plastomer pada

aspal keras juga dimaksudkan untuk meningkatkan sifat rheologi baik pada aspal keras dan

sifat sifik campuran beraspal. Jenis polymer plastomer yang telah banyak digunakan antara

lain adalah EVA (Ethylene Vinyl Acetate), polypropilene dan polyethilene. Persentase

penambahan polymer ini ke dalam aspal keras juga harus ditentukan berdasarkan pengujian

laboratorium karena sampai dengan batas tertentu penambahan ini dapat memperbaiki sifat-

sifat rheologi aspal dan campuran tetapi penambahan yang berlebihan justru akan

memberikan pengaruh yang negatif.

4.2.2 Klasifikasi aspal

Aspal keras dapat diklasifikasikan kedalam tingkatan (grade) atau kelas berdasarkan tiga

sistim yang berbeda, yaitu viskositas, viskositas setelah penuaan dan penetrasi. Masing-

masing sistim mengelompokkan aspal dalam tingkatan atau kelas yang berbeda pula. Dari

ketiga jenis sistim pengklasifikasian aspal yang ada, yang paling banyak digunakan adalah

sistim pengklasifikasian berdasarkan viskositas dan penetrasi. Seperti yang ditunjukkan pada

Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4.

14 dari 197

Dalam sistim viskositas, satuan Poise adalah satuan standar pengukuran viskositas absolut.

Makin tinggi nilai Poise suatu aspal makin kental aspal tersebut. AC-2,5 (aspal keras dengan

viskositas 250 poise pada temperatur 60o C) adalah jenis aspal keras yang bersifat lunak, AC-
40 (aspal keras dengan 4000 poise pada temperatur 60o C) adalah jenis aspal keras yang

bersifat keras.

Beberapa negara mengelompokkan aspal berdasarkan viskositas setelah penuaan. Ide ini

untuk mengindentifikasikan viskositas aspal setelah penghamparan di lapangan. Untuk

mensimulasikan penuaan aspal selama percampuran, aspal segar yang akan digunakan

dituakan terlebih dahulu dalam oven melalui pengujian Thin Film Oven Test (TFOT) dan

Rolling Thin Film Oven Test (RTFOT). Sisa aspal yang tertinggal (residu) kemudian

ditentukan tingkatannya (grade) berdasarkan viskositasnya dalam satuan Poise. Tabel 3 di

bawah ini menunjukan garis besar variasi grade dalam sistim ini.

Dalam Tabel 3, simbol AR adalah singkatan dari sisa penuaan (Aged Residue). Makin besar

nilai AR makin keras aspal tersebut. AR-10 (viskositas 1000 poise) berarti aspal lunak,

sementara AR-160 (viskositas 16000 poise) adalah aspal keras.

Metode ketiga yang dapat digunakan dalam pengklasifikasian aspal adalah berdasarkan uji

penetrasi. Pada uji ini, sebuah jarum standar dengan beban 100 gram (termasuk berat jarum)

ditusukkan ke atas permukaan aspal, panjang jarum yang masuk kedalam contoh aspal dalam

waktu lima detik diukur dalam satuan persepuluh mili meter (0,1 mm) dan dinyatakan

sebagai nilai penetrasi aspal. Semakin kecil nilai penetrasi aspal, semakin keras aspal

tersebut. Tabel 4 di bawah ini menunjukkan suatu rentang dalam sistem pengklasifikasian ini.

Aspalten

Aspalten adalah unsur kimia aspal yang padat yang tidak larut dalam n-penten. Aspalten

berwarna coklat sampai hitam yang mengandung karbon dan hidrogen dengan perbandingan

1 : 1, dan kadang-kadang juga mengandung nitrogen, sulfur dan oksigen. Aspalten

biasanya dianggap sebagai material yang bersifat polar dan memiliki bau yang khas dengan
berat molekul yang cukup berat. Molekul aspalten ini memiliki ukuran antara 5 – 30 nano

meter. Besar kecilnya kandungan aspalten dalam aspal sangat mempengaruhi sifat rheologi

aspal tersebut. Peningkatan kandungan aspalten dalam aspal akan menghasilkan aspal yang

lebih keras dengan nilai penetrasi yang rendah, titik lembek yang tinggi dan tingkat

kekentalan aspal yang tinggi pula.

4.2.3.2 Malten

Malten adalah unsur kimia lainnya yang terdapat di dalam aspal selain aspalten. Unsur

malten ini dapat dibagi lagi menjadi resin , aromatik dan saturated.

a) Resin Resin secara dominan terdiri dari hidrogen dan karbon , dan sedikit mengandung

oksigen, sulfur dan nitrogen. Rasio kandungan unsur hidrogen terhadap karbon di dalam

resin berkisar antara 1,3 sampai 1,4. Resin memiliki ukuran antara 1 – 5 nanometer,

bewarna coklat, berbentuk semi padat sampai padat, bersifat sangat polar dan memberikan

sifat adesif pada aspal. Didalam aspal, resin berperan sebagai zat pendispersi aspaltene.

Sifat aspal, SOL (larutan) atau GEL (jelli), sangat ditentukan oleh proporsi kandungan resin

terhadap kandungan aspalten yang terdapat di dalam aspal tersebut.

17 dari 197

b) Aromatik

Aromatik adalah unsur pelarut aspalten yang paling dominan di dalam aspal. Aromatik

berbentuk cairan kental yang berwarna coklat tua dan kandungannya di dalam aspal berkisar

antara 40% – 60% terhadap berat aspal. Aromatik terdiri dari rantai karbon yang bersifat

non-polar yang didominasi oleh unsur tak jenuh (unsaturated) dan memiliki daya larut yang

tinggi terhadap molekul hidrokarbon. c) Saturated Saturated adalah bagian dari molekul

malten yang berupa minyak kental yang bewarna putih atau kekuning-kuningan dan bersifat
non-polar. Saturated terdiri dari parafin (wax) dan non parafin, kandungannya di dalam aspal

berkisar antara 5%-20% terhadap berat aspal.

Adesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lainnya, dan kohesi adalah

kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Sifat adesi dan kohesi aspal sangat

penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini sangat mempengaruhi

kinerja dan durabilitas campuran. Uji daktilitas aspal adalah suatu uji kualitatif yang secara

tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui tingkat adesifnes atau daktilitas aspal

keras. Aspal keras dengan nilai daktilitas yang rendah adalah aspal yang memiliki daya adesi

yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang memiliki nilai daktilitas yang tinggi.

Akibat panas yang tinggi, pengerasan aspal akibat penuaan lebih cepat terjadi di daerah

yang beriklim tropis dari pada di daerah sub-tropis . Pengerasan ini terutama terjadi pada

permukaan beraspal yang terekspos langsung. Oleh sebab itu kerusakan jenis retak pada lapis

permukaan beraspal di daerah beriklim tropis lebih cepat terjadi dibandingkan dengan daerah

lainnya yang beriklim subtropis (RN 31, 1993; Rolt et al. 1986).

Aspal adalah suatu material yang bersifat viskoelastis yang mengembang bila dipanaskan

dan menyusut bila didinginkan. Perubahan volume aspal akibat perubahan temperatur ini

kadangkala dapat menyebabkan kesalahan dalam menghitung atau menentukan volume aspal,

baik pada saat pengiriman, penyimpanan maupun pada saat pembayaran. Volume aspal

haruslah ditentukan pada temperatur 15o C, untuk itu bila 20.000 liter aspal dikirim pada

temperatur 100o C, maka volume sebenarnya harus ditentukan lagi dengan mengacu pada

temperatur 15o C.

Perhitungan perubahan volume ini cukup sederhana yaitu hanya memerlukan dua buah

informasi, yaitu temperatur dan berat jenis aspal (specific gravity). Data temperatur dan berat

jenis aspal diperlukan untuk menentukan faktor koreksi yang tepat. Faktor koreksi tersebut
diperlihatkan pada SNI 06-6400-2000 (Tata Cara Penentuan Koreksi Volume Aspal Terhadap

Volume pada Temperatur Standar). Walaupun tabel ini tidak begitu akurat, tetapi telah

digunakan selama lebih dari 3 dekade. Tabel ini hanya dapat digunakan untuk mengkoreksi

volume aspal sampai dengan temperatur 160o C. Bila temperatur aspal telah diketahui, faktor

koreksi untuk menghitung volume aspal pada temperatur 150 C dapat dicari dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

V = Vt (Fk) (5)

Dengan pengertian :

V = Volume aspal pada temperatur 150 C. Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu. Fk=

Faktor Koreksi

Contoh :Sebuah truk mengangkut 20.000 liter aspal pada temperatur 150o C. Berat jenis

dari aspal tersebut adalah 0,970. Berapa volume aspal tersebut pada temperatur 15o C ?.

Jawab :Karena spesific gravity aspal diatas 0,966. Dari Tabel pada Tata Cara Penentuan

Koreksi Volume Aspal Terhadap Volume pada Temperatur Standar (SNI 06- 6400-2000)

diperoleh Fk, Faktor koreksi adalah : 0,9181, maka

V = Vt . Fk = 20.000 X 0,9181 V = 18362 liter. Jadi volume Aspal tersebut pada temperatur

150 C adalah 18.374 liter.

Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan kompak.

Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat

mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal

ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh

karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi
persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan

jalan.

Penentuan titik nyala dilakukan untuk memastikan bahwa aspal cukup aman untuk

pelaksanaan. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam

aspal.

Anda mungkin juga menyukai