Anda di halaman 1dari 216

Perjalanan Dua Pencari Alamat

Pencarian belum berakhir

XII BAHASA
SMA N 2 UNGARAN
2017/2018
JUDUL BUKU

Oleh: (Nama Penulis)

Copyright © 2010 by (Nama Penulis)

Penerbit

(Nama Penerbit)

(Website)

(Email)

Desain Sampul:

(Nama Disainer pembuat sampul)

2
Ucapan Terimakasih:

Bismillahirrahmanirrohim.
Yang pertama kami ucapkan terima kasih pada Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat sertga
hidayahnya sehingga kami dapat melaksanakan tugas sastra
Indonesia ini dengan baik, kemudian kami ucpakan terima kasih
kepada orang tua yang telah memberikan fasilitas serta
dukungan kepada kami, dan tidak lupa kami ucapkan terima
kasih pada Ibu Ova Erliana S,Pd selaku guru pembimbing dalam
mengerjakan tugas ini.
Buku ini berisi tentang kisah lanjutan dari sebuah cerpen
karya Jujur Prananto yang berjudul ‘Perjalanan Dua Pencari
Alamat’ dan lanjutan ini ditulis berdasarkan kreasi dan imajinasi
dari masing-masing siswa kelas XII Bahasa SMAN 2 Ungaran.
Dan sebelum membaca lanjutannya, alangkah baik untuk
membaca naskah asli dari cerpen bertajuk ‘Pejalanan Dua
Pencari Alamat’ ini. Selamat membaca semuanya!

Salam,
XII Bahasa

3
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Jujur Prananto

Potongan kertas buram berukuran kurang lebih lima kali


sentimeter itu di pegangnya sedemikian erat, mengesankan
sebagai barang yang sangat berharga. TARDI, d/a H. Rahim,
Jalan Lingkar Luar Barat, Gang Langgar, RT.003 / RW.05,
No.192, Kelurahan Kebon Bambu, Jakarta Barat. Entah sudah
berapa kali Atun membacakan alamat suaminya yang tertulis
dalam potongan kertas itu kepada sekian banyak orang yang
ditemuinya, tetapi perjalanan pencariannya tidak kunjung selesai
juga.

"Dulu suami saya bekerja jadi kuli harian di proyek


pembangunan gedung bertingkat, "Begitu setiap kali Atun mulai
bercerita. "Waktu itu boleh dibilang sebulan sekali dia pulang.
Bosan jadi kuli, suami saya pindah sana pindah sini sampai
akhirnya diterima jadi tukang kayu di perusahaan mebel
kepunyaan Haji Rahim di kebon Bambu ini. Kiriman duitnya
memang besar, tetapi sejak itu dia jarang pulang. Paling - paling
cuma dua kali pas lebaran ketupat sama lebaran haji. Dari mudik
yang terakhir sampai sekarang kalau dihitung - hitung sudah
setahun lebih dia tidak muncul, bukan cuma orangnya, tetapi
juga kiriman duitnya ... "

"Ini memang Gang Langgar nomor 192, tetapi tidak ada yang
namanya Haji Rahim. Ada juga Haji Rahim, tetapi rumahnya
nomor 28. Coba saja ke sana. Dari sini lurus, belok kanan, kiri,
kanan lagi, ada gardu siskamling masuk gang sampingnya, kira -

4
kira lima rumah dari situ, tanya saja di mana rumah Haji
Rahim."

Kurang lebih satu jam Atun mencari, tanya sana sini, balik sana
sini, rumah nomor dua puluh delapan akhirnya berhasil juga
ditemukan.

"Nama saya memang Rahim, tetapi saya tidak punya pabrik


mebel. Alamat suami Ibu itu persisnya dimana?"

Atun menunjukkan potongan kertas berisi catatan alamat itu.

"Oooo... sini Kebon Randu, bukan Kebon Bambu. Ibu keluar


lagi ke jalan raya, naik mikrolet ke terminal. Di sana ganti bis.
Tanya saja mana yang jurusan Jalan Lingkar Luar Barat."
Di dalam bus kota Atun bertanya ke penumpang sebelah.

"Jalan Lingkar Luar Barat? Wah, ibu salah naik."

"Pak kondektur tadi bilang bis ini ke Jalan Lingkar Luar juga,"

"Ya, tetapi Jalan Lingkar Luar Timur."

"Dari Lingkar Timur ke Lingkar Barat jauh?"

"Bukan jauh lagi, Bu. Dari ujung ke ujung."

5
Di bus yang lain Atun membacakan lagi alamat itu pada
penumpang di sampingnya.

"Lho! Yang kita lewati sekarang ini Lingkar Luar Barat."

"Kelurahan Kebon Bambu di mana?"

"Sudah lewat! Ibu turun saja di depan, menyeberang, balik lagi.


Kalau mau jalan kaki bisa saja, tetapi lumayan jauh."

Di halte bus ia menanyakan hal yang sama kepada tukang ojek


yang mangkal di situ.

"Gang Langgar ada banyak, Bu Akan tetapi, di Kelurahan


Kebon Bambu sini kebetulan tidak ada yang namanya Gang
Langgar."

"Kalau rumah Haji Rahim? suami saya tinggal di rumah Haji


Rahim, Dia pernah bilang, orang - orang Kebon Bambu semua
kenal sama Haji Rahim."

"Haji Rahim banyak juga, Bu. Haji Rahim pegawai pemda, Haji
Rahim tukang bunga, Haji Rahim pemilik bengkel."

"Ada tidak Haji Rahim yang punya perusahaan mebel?"

"Yang punya perusahaan mebel ada. Akan tetapi, saya tidak tahu
namanya siapa. Atau saya antar Ibu ke sana."

6
Atun mulai berpengharapan. Setelah kurang dari lima jam
melanglang lewat belasan jalan, menembus kemacetan, naik
turun bus kota, metromini, mikrolet, bajaj, toyoko, bemo, paling
tidak kali ini ia mulai menemukan titik terang.

Oleh tukang ojek Atun dibawa masuk ke sebuah kompleks


rumah susun yang ramainya bukan main. Suara - suara radio,
kaset, karaoke, tangis bayi, jeritan anak - anak bermain, semua
berbaur seolah dari segala penjuru. Jemuran warna - warni
berkibar di sana - sini.
Seorang lelaki setengah umur menyambut kedatangan Atun
dengan kerutan kening, mencoba bersabar mendengarkan
pengaduan Atun yang tidak berkeputusan.

"Dulu suami saya bekerja jadi kuli harian di proyek


pembangunan gedung bertingkat. Waktu itu boleh dibilang
sebulan sekali dia pulang. Bosan jadi kuli suami saya pindah
sana sini sampai akhirmya diterima jadi tukang mebel
kepunyaan Haji Rahim di Kebon Bambu ini . . . ."

"Siapa nama suamimu?"

"Mas Tardi."

"Di sini tidak ada yang namanya Tardi. Kerjaan dia apa?"

"Tukang kayu."

7
"Saya tidak punya pegawai tukang kayu. Tukang las banyak.
Memang alamat persisnya dimana?"
Untuk kesekian kalinya Atun membacakan alamat yang tertulis
pada potongan kertas itu.

"Blok berapa?"

"Tidak pakai blok - blokan."

"Lho, semua rumah di sini pakai nomor blok. Blok A, Blok B,


A-1, A-2, A-1 artinya blok A lantai satu, A-2 artinya blok A
lantai dua. Atau juga erte-erwenya, tetapi malah banyak orang
yang tidak hafal."

"Kalau ini jalan apa, pak?"

"Jalan Aster. Semua jalan di sini pakai nama bunga."

"Jadi bukan Gang Langgar?"

"Gang Langgar?" Lelaki setengah umur ini meminjam catatan


alamat yang dipegang Atun itu dan mengejanya pelan. "Tardi
dengan alamat Haji Rahim . . . lho? Saya bukan Haji Rahim.
Nama saya Sofyan."

"Ooooo . . . saya tahu yang dimaksud!" Tiba - tiba Pak Sofyan


berseru keras. "Haji Rahim pengusaha mebel itu dulu memang
tinggal di daerah sini, tetapi waktu itu Kelurahan Kebon Bambu
masih kampung. Betul juga kalau dia tinggal di Gang Langgar.

8
Persisnya seberang rumahnya ada Langgar. Akan tetapi, itu
dulu, sebelum kebakaran besar tahun lalu. Gara - gara kebakaran
itu, rumah Haji Rahim boleh dibilang rata sama tanah. Puluhan
mebel habis, persediaan kayu seluruhnya ludes. Akhirnya satu
kelurahan dibongkar buat dibangun sekalian jadi rumah susun
yang sekarang ini. Haji Rahim nggak tahu pindah ke mana."
Harapan Atun putus sudah. Ia tidak tahu mesti ke mana lagi.

Potongan kertas buram berukuran lima kali sentimeter


dipegangnya sedemikian erat, mengesankan sebagai barang
yang sangat berharga. Atun, d/a. Ibu Sofyan. Rumah Sususn
Kebon Bambu, Blok D-1, nomor 12, Jalan Lingkar Luar Barat,
Jakarta Barat. Entah sudah beberapa kali Jimin membacakan
alamat ibunya yang tertulis dalam potongan kertas itu kepada
sekian banyak orang di temuinya, tetapi perjalanan pencarian
tidak kunjung selesai juga, sampai akhirnya ia terdampar di
depan sepasang bangunan bertingkat tinggi yang mengesankan
baru selesai dibangun. Halamnya luas, bertambah indah,
berpepohonan rindang. Deretan mobil - mobil mulus terparkir
rapi di sana.

"Dulu emak saya pergi ke kota mencari bapak, tetapi tidak


ketemu," begitu Jimin bercerita kepada seseorang satpam yang
berjaga di gardu depan bagunan bertingkat itu. "Emak kehabisan
duit, lalu bekerja jadi pembantu di rumah Ibu Sofyan di Kebon
Bambu ini. Jarang sekali emak pulang kampung, paling - paling
sekali waktu Lebaran. Akan tetapi, sampai hari ini sudah setahun
lebih emak tidak datang. Kirimanya duitnya juga macet."

"Ya, ya, ya. Yang penting rumahnya di mana?"

9
Jimin memberikan potongan kertas itu pada si Satpam, yang
segera menyambutnya dengan senyum tipis yang sinis.

"Jangan dibilang rumah susun Kebon Bambu. Yang benar


Kebon Bambu Condominium."

"Barangkali emak salah sebut."

Si Satpam ini kemudian membuka - buka buku catatan di


depanya. "Di blok D-1 tidak ada yang namanya Sofyan. Blok D
semuanya ditempati orang bule."

"Barangkali blok B?"

"Sama juga. Isinya orang bule sama Jepang. Ada juga yang
Arab, akan tetapi, adanya di blok A. Memang emak kamu kerja
di rumah orang Arab?"

"Bukan. Ibu Sofyan itu orang Jakarta asli."

"Ah ! Tidak ada orang Melayu tinggal di sini."

Seorang satpam lain mendekat, ikut membaca alamat pada


potongan kertas dari Jimin itu.

"Rumah susun Kebon Bambu? Dari mana kamu tahu alamat


ini?"

10
"Dari emak waktu pulang dulu."

"Kapan itu?"

"Sudah lama sekali Pak. Kira - kira tiga tahun yang lalu."

"Wah! Rumah susun yang dulu sudah dibongkar!"

"Lalu orang - orangnya pada pindah ke mana?"

Para satpam ini tidak menjawab. Sekonyong - konyong mereka


berdiri tegap menghadap gerbang. Memberi hormat dengan
sikap nyaris sempurna ke arah sebuah limusin hitam yang
mendesis pelan memasuki halaman, padahal sama sekali tidak
jelas siapa yang duduk di dalam, sebab kaca samping sedan
panjang ini kelewat gelap dan tertutup rapat.

Potongan kertas berisi catatan alamat itu pun begitu saja lepas
dari tangan si Satpam, sempat sesaat melayang tertiup angin,
kemudian jatuh masuk selokan.

***

11
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Ahmad Luthfi

Para satpam ini tidak menjawab. Sekonyong-konyong


mereka berdiri tegap menghadap gerbang, memberi hormat
dengan siakap nyaris sempurna kearah limosin hitam yang
mendesis pelan memasuki halaman, padahal sama sekali tidak
jelas siapa yang duduk didalam, sebab kaca samping sedan
panjang ini kelewat gelap dan tertutup rapat.

Potongan kertas yang berisi catatan alamat itu pun


begitu saja lepas dari tangan si Satpam, sempat sesaat kertas itu
melayang-layang tertiup angin, kemudian Jimin mengejar kertas
yang melayang tadi.

Tanpa Jimin sadari ternyata yang berada didalam mobil


tadi adalah ibunya yang tidak lain adalah Ibu Sofyan yang telah
lama tidak bertemu dengan Jimin. Tetapi Jimin masih mengejar
kertas itu hingga akhirnya kertas itu masuk ke selokan.

“Pupus sudah harapanku untuk bertemu dengan ibu.”


Ucapnya dalam hati dengan sedih.

12
Dengan raut muka yang sedih Jimin menyusuri jalanan
yang berdebu. Karena tidak tahu mau kemana, Jimin lalu
memutuskan untuk pulang kerumah asalnya. Tapi Jimin bingung
karena tidak memiliki ongkos untuk pulang, dari kejauhan Jimin
melihat seorang penjual koran yang sedang menjual koran di
jalanan. Jimin pun menghampirinya dan bertanya.

“Permisi mas, apakah saya boleh membantu mas untuk


berjualan koran? Soalnya saya butuh uang untuk pulang
kerumah mas.” Ucap Jimin dengan raut muka memohon.

“Boleh saja, memangnya rumah kamu dimana?” Tanya si


penjual koran.

“Rumah saya di Banjar, Jawa Barat.” Jawab Jimin.

“Jauh sekali! Memangnya kamu kesini ada keperluan


apa?” Tanya si penjual koran itu lagi.

“Awalnya saya kesini mencari alamat ibu saya, saya


sudah mencarinya kemana-mana tapi saya tidak
menemukannya.” Jawab Jimin sedih.

“Kasihan sekali kamu, yasudah kalau begitu ini korannya,


hati-hati saat menjualnya jangan terlalu menengah ke tengah
jalan.” Ucap si penjual koran sambil memberikan korannya.

“Terima kasih, mas.” Balas Jimin kepada si penjual


koran.

13
Setelah beberapa jam menjual koran, koran yang dijual
oleh JImin dan si penjual koran pun habis. Kemudian Jimin
diberi upah oleh penjual koran dan melanjutkan perjalanannya.
Tetapi Jimin merasa uang dari hasilnya menjual koran mesih
kurang untuk pulang ke Banjar. Kemudian Jimin pun mencari
pekerjaan sampingan untuk menambah ongkos pulangnya.

Setelah sekian lama mencari pekerjaan Jimin pun


berhenti di depan sebuah restoran, dan Jimin melihat dikaca
restoran itu terlihat tulisan “Dibutuhkan Pekerja Paruh Waktu
Segera”. Jimin pun segera masuk dan bertanya kepada manager
restoran tersebut.

“Permisi pak apakah benar restoran ini membutuhkan


pekerja paruh waktu?” Tanya Jimin kepada manager restoran
itu.

“Benar mas, resoran ini sedang membutuhkan pekerja


paruh waktu, karena ada salah satu dari pegawai kami yang telah
berhenti.” Jawab manager restoran itu.

“Saya ingin melamar menjadi pekerja paruh waktu disini


pak, apakah bias.” Tanya Jimin.

“Oh, bisa mas silahkan. Keahlian mas kalau boleh tahu


apa saja ya? Balas sang manager.

14
“Saya bisa melakukan apa saja mas, misalnya memasak,
mencuci, dan saya juga pandai bicara mas.” Jawab Jimin.

“Oh kalau begitu mas saya terima emnjadi pekerja paruh


waktu disini.” Ucap sang manager.

“Oh terima kasih banyak pak. Jadi , kapan saya bisa


mulai bekerja pak?” Tanya Jimin.

“Kalau bisa, sekarang sudah bisa langsung bekerja.”


Jawab manager restoran.

“Oh baiklah pak saya sekarang akan langsung bekerja.”


Ujar Jimin.

Jimin merasa hari itu waktu terasa sangat cepat, dan tidak
tersa hari telah gelap dan waktunya restoran itu tutup. Jimin pun
membantu membereskan restoran yang masih kotor itu. Setelah
selesai membersihkan restoran manager menanyakan tempat
tinggal dari Jimin.

“Hei Jimin, rumahmu itu mana? Ayo aku antarkan


pulang sekalian.” Ucap sang manager.

“Sebenarnya rumah saya itu di Banjar, Jawa Barat. Saya


sekarang juga belum tahu mau kemana, karena tidak ada sanak
saudara yang tinggal di Jakarta.” Jawab Jimin.

15
“Lalu kamu ke Jakarta mau apa? Kok jauh sekali kamu
ke Jakarta untuk mencari pekerjaan paruh waktu di sini.” Tanya
sang manager.

“Sebenarnya saya ke Jakarta untuk mencari ibu saya


karena sudah lama tidak pulang kampong dan tidak
menyetorkan uang ke kampung, tapi saya tidak menemukan
alamatnya dan potongan alamat yang di berikan ibu saya telah
hilang masuk ke selokan, sekarang saya tidak tahu harus kemana
dan tidur dimana karena uang saya tidak cukup untuk ongkos
pulang maupun untuk menginap.” Jawab Jimin dengan nada
sedih.

“Kasihan sekali kamu Min. Bagaimana kalau kamu


tinggal di rumah ku saja sampai kamu bisa menemukan ibumu,
bagaimana?” Ucap sang manager.

“Benarkah itu pak? Saya boleh tinggal di rumah Pak


manager?” Tanya Jimin dengan wajah yang agak senang.

“Iya benar, dan satu hal lagi mulai sekarang jangan


panggil saya pak manager lagi, panggil saja saya Allen,
sepertinya kita seumuran.” Ucap Sang manager.

“Baiklah Allen.” Jawab Jimin.

“Eh Min, bagaimana kalau namamu diganti menjadi


Jimmy biar agak keren sedikit.” Tanya Alen.

16
“Boleh juga tuh Len, lumayan keren namanya, hehe.”
Jawab Jimin dengan wajah senang.

“Haha iya dong, yaudah ayo Jim buruan naik!” Ucap


Allen.

“Baiklah.” Jawab Jimmy.

Dalam perjalanan menuju rumah Allen, Allen merasa lapar


dan ingin mengajak jimmy untuk makan diluar. Allen pun
bertanya kepada Jimmy, dia mau makan apa.

“Eh Jim kamu lapar nggak? Aku lapar nih, cari makan
diluar aja yok? Kamu mau makan apa?” Tanya Allen ke Jimmy.

“Terserah kamu aja Len, aku ngikut kamu aja.” Balas


Jimmy

“Gimana kalau kita makan pizza aja Jim?” Tanya Allen.

“Jangan pizza lah nggak bikin kenyang. Gimana kalau


nasi goreng aja?” Jawab Jimmy.

“Okee, pas banget Aku tahu tempat yang jual nasi


goreng yang enak.” Ujar Allen.

“Baiklah kalau begitu.” Jawab Jimmy.

Setelah selesai makan Allen dan Jimmy pun pulang ke


rumah dan dan tidur. Keesokan paginya Jimmy bangun pagi

17
untuk menyiapkan sarapan untuk dimakan bersama Allen.
Setelah makan Allen dan Jimmy pun pergi ke restoran untuk
bekerja.

“Hei Jimmy, ayo ke restoran!” Ujar Allen.

“Tunggu sebentar aku sedang mencari sesuatu!” Jawab


Jimmy.

“Baiklah aku tunggu.” Saut Allen.

“Ayo berangkat.” Jawab Jimmy sambil berjalan menuju


mobil.

Setelah beberapa bulan restoran milik Allen pun sukses


dan membuka cabang di dekat rumah susun yang pernah Jimmy
datangi untuk menanyakan alamat. Dan Allen memilih Jimmy
untuk dipercaya mengatur restoran itu.

“Akhirnya aku bisa membuka cabang dari restoran ini


Jim” Ujar Allen kepada Jimmy.

“Iya alhamdulillah Len.” Balas Jimmy.

“Dan nanti Aku akan mempercayakan restoran itu


kepadamu Jim.” Ujar Allen.

“Benarkah apa yang kau katakana itu Len?” Saut Jimmy.

“Iya, karena kau orang yang paling Aku percaya.” Jawab


Allen.

18
“Oh, terima kasih banyak Len.” Balas Jimmy.

Setelah beberapa bulan Jimin mengatur restoran tersebut,


restoran itu pun kini terkenal karena menunya yang menerik dan
terkenal enak. Dan pada suatu hari saat restoran Jimin sedang
ramai-ramainya pengunjung, ada seorang wanita paruh baya
yang datang dan memesan makanan. Dia adalah wanita yang
waktu itu turun dari mobil saat di rumah susun. Dia memesan
nasi goreng peteai, Jimmy heran karena wanita itu memesan
menu tersebut karena dari pertama Jimmy meresmikan restoran
tersebut belum ada yang memesan menu tersebut. Lalu Jimmy
bertanya kepada wanita itu kenapa ia memesan menu itu.

“Maaf bu mengapa ibu mengapa ibu memesan menu itu,


padahal menu itu sudah tidak ada yang memesan menu itu?”
Tanya Jimmy.

“Itu adalah makanan kesukaan dari anak saya, saya


merindukannya karena sudah lama tidak menemuinya.” Jawab
wanita itu.

“Memangnya anak ibu dimana?” Tanya Jimmy lagi.

“Anak saya ada di kampung, saya dulu pergi ke kota


untuk mencari ibu saya. Himgga sekarang saya belum
menjenguknya ke kampung lagi.” Jawab wanita itu.

19
“Apakah anda dulu sempat meninggalkan secarik kertas
berisikan alamat untuk anak anda?” Tanya Jimmy.

“Bagaimana anda tau kalau saya meninggalkan secarik


kertas yang berisikan alamat kepada anak saya?” Jawab wanita
itu.

“Apakah anak anda bernama Jimin?” Tanya Jimmy lagi.

“Bagaimana kamubisa tahunama anak saya?” Jawab


wanita itu.

Mendengar jawaban dari wanita itu, Jimmy langsung


menghampiri wanita itu dan memeluknya erat. Karena Jimmy
tahu itu tidak lain adalah Atun ibu kandung dari Jimmy.

“Ibu ini aku Jimin.” Ujar Jimmy.

“Benarkah itu kamu Min?” Saut Atun sambil terheran-


heran.

“Iya bu ini Jimin, anak ibu yang dulu ibu tinggalkan


untuk menemui ayah di kota. Jawab Jimmy.

“Oh Jimin, maafkan ibu karena telah meninggalkanmu


dan lama tidak menjengukmu atau mengirimkan kamu uang.”
Ujar Atun dengan wajah yang berkaca-kaca.

20
“Iya bu tidak apa-apa, yang penting sekarang kita sudah
bertemu.” Ujar Jimmy.

“Iya Min, apakah ini restoranmu Min?” Tanya Atun


kepada Jimin.

“Iya bu ini restoran Jimin, Jimin dipercaya untuk


mengelola restoran ini oleh manager restoran ini.” Jawab Jimin.

“Oh iya bu, dimana ayah? Bukannya dulu kamu ke kota


untuk mencari ayah?” Tanya Jimin.

“Ayah telah meninggal beberapa bulan yang lalu karena


kecelakan Min.” Jawab Atun.

“Lalu dimana ibu tinggal sekarang?” Tanya Jimin.

“Ibu sekarang tinggal di rumah susun di dekat


restoranmu ini.” Jawab Atun.

“Apakah ibu tinggal di rumah susun yang mewah itu?”


Tanya Jimin.

“Iya, ibu tinggal di rumah susun itu.” Jawab Atun.

“Kapan saja jika ibu ingin makan datanglah ke restoran


ini, pasti nanti akan Jimin buatkan makanan yang enak.” Ucap
Jimmy.

“Baiklah, ibu pasti akan selalu kesini untuk


menemuimu.” Jawab Atun.

21
Akhirnya Jimin telah bertemu dengan ibunya yang telah
lama ia cari. Karena saat itu Jimin bertemu dengan ibunya,
Jimin mengumumkan bahwa yang membeli makanan di restoran
Jimin pada saat itu tidak perlu membayar atau gratis, karena
Jimin senang telah bertemu dengan ibunya lagi.

-SELESAI-

22
Autobiografi
Hai perkenalkan nama
saya Ahmad Lutfi atau lebih
sering dipanggil Lutfi, AL, atau
Sektor. Saya lahir di Ungaran, 21
agustus 2000.
Yah, sekarang saya masih
duduk di kelas XII atau kelas
tiga SMA di SMA N 2
UNGARAN. Disana saya
mengambil jurusan bahasa. Saya
mengambil jurusan bahasa
mungkin karena saat SMP saya
menyukai pelajaran B. Inggris
dan saat di SMP pernah mendapatkan nilai UN tertinggi kedua
sesekolah. Oleh karena itu saya ingin mengasah pengetahuan
tenteang B. Inggris lebih luas lagi dengan masuk jurusan bahasa
ini.
Pertama-tama saya ucapkan terimakasih kepada Ibu Ova
Erliana selaku guru pengampu pelajaran sastra Indonesia.
Karena dengan tugas melanjutkan cerpen (cerita pendek) tentang
“Dua Pencari Alamat” ini 23ias memotivasi kita agar jangan
pernah mudah menyerah dengan apa yang sedang dijalani,
karena jika kita memiliki tekad yang kuat kita pasti 23ias
melakukannya.
Dan semoga dengan buku yang berisi lanjutan dari
cerpen “Dua Pencari Alamat” ini dapat menginspirasi kelas
sepuluh maupun kelas sebelas, khususnya yang masuk ke
jurusan bahasa, agar dapat membuat yang lebih kreatif dari ini.

23
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Alisa Martantia

Jimin melihat potongan kertas yang jatuh masuk selokan


dengan tatapan kosong, ingin rasanya marah tapi 24ias242424
gunanya. Ia mengambil potongan kertas itu dengan tulisan yang
sudah tidak jelas. Ia meremuk potongan kertas itu lalu
membuangnya. Ia sudah tidak tahu mesti ke mana lagi, jalan
kesana kemari 24ias242424 tujuan. Setelah 1 jam lamanya ia
berjalan lalu ia melihat tulisan kios bernama “ Sembako Tardi “.
Dengan tatapan terkejut ia melihat nama kios tersebut, “ hmm
nama itu sama seperti nama Bapak, tapi sudahlah mungkin nama
orang lain. Nama Tardi kan banyak. “ pikirnya dalam hati.
Dilihatnya ada tulisan LOWONGAN KERJA, mencari tenaga
muda yang rajin dan jujur. Ia tertarik lalu menanyakan kepada
pegawai kasir.

“ Assalamualaikum.“ sapa Jimin.

“ Walaikumsalam, ada yang 24ias saya bantu? “ jawab


pegawai kasir.

“ saya melihat disini tertulis mencari tenaga kerja? “


24ias24 Jimin.

24
“ iya mas. “

“saya tertarik dengan LOKER ini, kalau boleh tahu apa


pekerjaan jika nanti insyaAllah saya diterima? “ 25ias25 Jimin
penasaran.

“ kuli beras mas, angkat-angkat beras ke pick up dan nanti


kalau beras habis mas juga yang harus beli beras di pasar.
Tenang mas, hanya beras. Gimana mas? Anda bersedia? “

“ iya mbak, saya bersedia. “

“ nama mas siapa? “ 25ias25 pegawai kasir.

“ nama saya Jimin mbak. “

“ mas boleh kerja sekarang, masuk jam kerja 07.00 pagi


dan tutup jam 21.00 malam. Hmm dan nanti saya akan
memberitahukan ke bos bahwa 25ias ini sudah ada kuli beras. “

“ memang bos dimana mbak? “ 25ias25 Jimin.

“ sedang ada keperluan di luar kota. “ jawab pegawai kasir


dengan tegas.

Tin… tin…. suara klakson mobil yang membuat terkejut


Jimin dan pegawai kasir. “ tuh.. mobil sudah 25ias2525, tolong
berasnya diangkat. “ perintah pegawai kasir. “ baiklah mbak. “
jawab Jimin. Setelah bekerja cukup lama dan menghabiskan
tenaga, ia beristirahat sambil minum air putih yang telah

25
disediakan di 26ias. Usai beristirahat cukup lama ia melanjutkan
tanggung jawabnya sebagai kuli beras. Siang berganti malam,
waktu terus berputar hingga 26ias sembako tutup. Ia bingung,
entah dimana lagi ia akan tinggal. Ia hanya duduk di depan kios
terdiam dan merenung. Pegawai kasir melihat Jimin dengan
kasihan lalu menanyakan.

“ loh.. Jimin kenapa kamu gak pulang? “ 26ias26 pegawai


penasaran.

“ saya tidak punya rumah. Saya disini merantau untuk


mencari alamat Bapak saya yang dicari Ibu saya dulu. Dan
sekarang malah Ibu saya juga tidak pulang entah dimana. Jadi,
saya mencari keduanya. “ curahan hati Jimin.

“ sabar ya Jim, apa kamu ikut ke tempat kos mbak? Ada 1


kamar kosong sudah ada tempat tidurnya dan meja laci, kamar
mandi juga sudah di dalam. Di depan kamar mbak. Untuk
pembayaran sebulan Rp. 500.000-, kamu 26ias menabung
sedikit waktu kamu gajian nanti. Gimana mau? “

“ bener mbak? Ada kamar kosong? “ tanyanya dengan


riang.

“ iya Jim. “

“ iya mbak saya mau.”

26
“ beruntungnya aku hari ini. Alhamdulillah ya Allah. “
suara hati Jimin bersyukur.

“ yasudah sekarang kita pulang bersama-sama. “ ajak


pegawai kasir.

Di perjalanan, Jimin berbincang-bincang dengan


pegawai kasir tersebut, saking capek campur senang dia lupa
menanyakan nama pegawai kasir itu. “ oh ya mbak, saya sampai
lupa nama mbak siapa? “ tanyanya. “ nama saya Ratih.”
Jawabnya. Mereka saling bicara satu sama lain, membicarakan
hal-hal yang tidak begitu penting tetapi mereka menikmatinya
dengan santai, tertawa, dan bahagia. Saking asiknya mereka tak
menyadari bahwa sudah sampai di depan gerbang kos, mereka
masuk lalu Ratih menunjukkan dimana kamar Jimin. Kamar
Jimin letaknya persis di depan kamar Ratih.

“ tadi saya sudah sampaikan kepada bapak kos bahwa


kamar ini akan dipakai untuk mu, soal bayar nanti saya yang
bayar dulu saja kan kamu baru kerja hari ini. ” Ucap Ratih.

“ saya berterimakasih kepada mbak karena sudah


membantu saya. Secepat mungkin saya akan mengganti uang
mbak Ratih. “ jawab Jimin dengan perasaan tidak enak.

“ santai aja lah Jim, saya bantu kamu ikhlas lahir batin.
Hmm jangan panggil mbak lah panggil Ratih aja biar lebih

27
akrab hehe… “ ucap Ratih dengan sikap konyolnya. “ yasudah,
sana kamu tidur saya juga udah capek. Jangan lupa besok
berangkat pagi. “

“ siapppp!! “ jawab Jimin semangat.

Senyum mengembang di kedua bibir mereka ketika


hendak menuju pintu kamar masing-masing. Ingin menoleh ke
belakang, perasaan malu menyelimuti mereka. Malam pun telah
menghanyutkan mereka 28ias282828 mimpi, pagi pun
28ias2828 untuk menjemput mereka ke dunia nyata. Segera
mereka bergegas untuk berangkat kerja mereka keluar kamar
bersamaan lalu kedua bibir mereka saling membalas senyuman
pagi. Lalu mereka berangkat bersama seperti biasanya Ratih
tidak menggunakan kendaraan umum melainkan jalan kaki
karena tidak terlalu jauh untuk mencapai ke 28ias sembako.

Beberapa bulan kemudian,

Kedekatan mereka semakin 28ias2828. Perasaan mereka


telah berubah menjadi saling suka. Setiap hari mereka selalu
bersama bahkan 28ias282828 sedikitpun yang mengganggu
hubungan mereka. Jimin pun menyatakan rasa sayangnya itu
kepada Ratih dan akhirnya mereka pacaran. Rasa 28ias2828 itu
semakin besar hasrat Jimin untuk menghalalkan Ratih sebagai
calon pasangan hidupnya tidak mematahkan semangat Jimin

28
untuk menyisihkan uang gaji untuk bayar kos dan modal nikah.
Pagi sampai malam ia bekerja dengan giat berkorban demi untuk
kebahagiaan Ratih. Ia membuka celengan untuk melihat
seberapa banyak uang yang disisihkan untuk modal nikah,
ternyata 29ias2929 cukup ia ingin acara nikahnya sederhana
yang penting hikmah dan sesuai dengan aturan agama.

Di depan kamar kos ada sebuah tempat duduk mereka


sedang duduk disana sembari sesekali meneguk teh hangat.

“ Ratih aku mau ngomong sesuatu sama kamu. “ 29ias29


Jimin.

“ iya Jim apa? “ Ratih penasaran.

“ mungkin nanti 29ias292929 pesta resepsi yang indah di


gedung mewah dan megah, karena aku Cuma sanggup
membawamu untuk menikah di KUA, dan hanya sekedar
selamatan dan syukuran seadanya saja, maukah kau menjadi
istriku? “ gombalan sepenuh hati Jimin dengan nada merendah.
Ratih hanya terdiam, perasaan Jimin takut kalo Ratih marah dan
menolaknya. Beberapa menit kemudian…

“ setelah apa yang kita lewat bersama aku merasakan rasa


nyaman itu sangat berbeda jika bersamamu, iya aku mau jadi
istrimu. “ Ratih tersenyum lalu memeluknya.

29
Selang beberapa minggu mereka sah menjadi pasangan
suami istri. Kini mereka tak lagi berpisahan kamar lagi. “ tut…
tut…. “ suara hp Ratih bunyi nyaring, Ratih melihat ternyata
SMS dari bos sekarang dia pulang dan nanti siang bos akan
mampir ke 30ias. Ratih segera memberitahukan ke suaminya
lalu mereka berangkat kerja. Pagi pun berganti siang terdengar
suara mobil 30ias3030 ternyata itu bos. Jimin sedang di
belakang merapikan beras.

“ Tih, bagaimana kabarmu? Bagaimana dengan 30ias ini


adakah masalah? “ 30ias30 Bos sembari melihat-lihat keadaan
30ias. “ oh iya katamu ada kuli beras baru? Mana? Bapak ingin
melihatnya.”

“ Alhamdulillah baik, 30ias tidak ada masalah semua


aman. Dia sedang merapikan beras pak, saya akan panggil dia.”
Jawab Ratih.

“ Pak…” sapa Jimin menunduk kepala. Bos menoleh ke


belakang lalu mereka terkejut tatapan mereka tajam. “ Jimin….
“ bos itu ternyata Pak Tardi yang selama ini dicari Jimin. Jimin
langsung spontan memeluknya dengan mata berkaca-kaca ia
berkata “ saya kangen bapak, selama ini bapak kemana saja? Ibu
mencari bapak tapi ibu sudah tak tahu kemana. “ Tardi hanya
terdiam. Usai berbincang-bincang, Jimin mengenalkan kepada
bapaknya bahwwa Ratih adalah istrinya. “ Bapak.. “ Ratih

30
bersalaman dengan senang karena ternyata selama ini
31ias313131 Bapak dari suaminya.

“ jika kalian tidak keberatan, Bapak ingin mengajak kalian


tinggal di rumah Bapak bersama Istri baru Bapak apakah kalian
mau? “ ucap Tardi merasa bersalah telah melantarkan anaknya.
Soal Istri baru Tardi, Jimin telah mengetahuinya saat
perbincangan tadi sebenarnya ingin marah karena telah
meninggalkan Ibu dan anaknya tetapi hati seorang anak jika
benci terhadap orang tua tak akan 31ias. Jimin memaafkan
Bapaknya dan ia berpikir bahwa manusia 31ias313131 yang
sempurna setiap manusia pasti memiliki masa lalu dan
kesalahan masing-masing. Lalu Jimin dan istrinya setuju untuk
ikut tinggal di rumah bapaknya. Tardi tidak memilki anak dari
Istri barunya entah mengapa Tardi tidak memberitahukan ke
Jimin.

Beberapa bulan kemudian,

Perasaan Jimin tidak sepenuhnya bahagia walaupun


sudah tinggal bersama bapaknya. Hidupnya tidak lengkap
karena kurang kasih 31ias3131 Ibu kandungnya ia ingin sekali
bertemu tapi bagaimana Jakarta luas sekali. Tiba-tiba ia ingat
bahwa sebelum merantau ia membawa foto Ibu, lalu ia
berinsiatif untuk membuat kertas bertuliskan “ kangen Ibu “ dan
memaparkan foto Ibunya disitu bila anda bertemu silahkan Hub.

31
Nomor yang sudah tertera atau alamat rumah saya. Kertas itu
lalu ia 32ias3232 dimana-mana. Sembari menunggu kabar dari
orang-orang, ia mampir ke 32ias untuk bantu-bantu saja karena
Jimin sudah diberitahu bapaknya untuk berhenti bekerja menjadi
kuli beras. “ tit… tut…. “ hp jimin terdengar nyaring, ia
langsung cepat-cepat membukanya. Ia sangat bahagia dan
bersyukur sekali kepada Tuhan karena telah mengabulkan
doanya, karena ada seseorang yang sms Jimin bahwa ia adalah
tetangga dari Ibunya yang bernama Atun.

Usai diberitahu alamatnya, ia langsung bergegas menuju


rumah Ibunya. Sesampainya di rumah tersebut ia mengetuk
pintuk dan mengucapkan salam.

“ Assalamualaikum. “ perlahan ganggang pintu itu


memutar lalu dibukanya pintu itu oleh penghuni rumah.

“ Walaikumsalam. “ terlihat seorang Ibu tua berumur 55


tahun menjawab salam Jimin. Jimin terkejut melihat Ibu itu,
ternyata Ibu tua itu Ibu Jimin yang selama ini pergi
meninggalkan Jimin entah kemana. Ia langsung bersujud ke
Ibunya sambil menangis “ Ibu…. saya kangen Ibu… Ibu
kemana saja selama ini?! Sudah lima tahun lamanya akhirnya
saya menemukan Ibu. “ mata Jimin masih mencucurkan air
mata. Lalu ia diangkat Ibunya dan disuruh duduk masuk ke
ruang tamu.

32
“ Jimin, sekarang kamu sudah tumbuh dewasa ya nak Ibu
kangen sekali dengan Jimin. Sudah jangan menangis kamu kan
anak laki masa nangis? Ibu tidak pernah mengajarimu menangis
Ibu selalu mendidikmu sebagai anak semata wayang Ibu yang
mandiri dan pemberani. “ ucap Atun dengan mata berkaca-kaca.

“ Ibu, saya sudah menemukan Bapak. “ ucap Jimin. Ibu


hanya tersenyum seakan-akan tidak mempedulikan lagi. “ loh
kok Ibu hanya tersenyum? “ 33ias33 Jimin dengan penasaran.

“ nak, Ibu sebenarnya sudah mengetahui keberadaan


Bapakmu 5 tahun yang lalu waktu Ibu mencari alamat Bapakmu
sampai Ibu putus asa dan tidak tahu mesti kemana lagi. Saat Ibu
hendak pulang 33ias333333, Ibu beristirahat di Masjid ternyata
ada orang yang sedang akad nikah disana Ibu melihat wajah
kedua pasangan tersebut ternyata itu mas Tardi dan Istri barunya
atau Ibu tirimu. Ibu merasa tidak dianggap dan sangat terpukul
lalu Ibu menunggu semua acara pernikahan Bapakmu hingga
selesai, Ibu membuntuti rumah Bapakmu. Sejak itu, Ibu sesekali
mampir untuk melihat keadaan Bapakmu dari kejauhan. Tetapi,
sekarang Ibu sudah tidak mampir lagi karena 33ias3333 umur
yang membuat Ibu lemah, kesana-kemari Ibu gampang lelah.
Lalu Ibu mendatangi rumah ini yakni rumah saudara Ibu, Ibu
bertemu saudara setelah Ibu mampir ke rumah Bapakmu kami

33
berpapasan lalu Ibu ikut saudara Ibu. “ singkat cerita dari Ibu
Atun sambil menangis.

Jimin terkejut mendengar cerita Ibu, ternyata Bapaknya


sungguh jahat tapi hati Ibu masih sangat 34ias3434 dan peduli
terhadap suaminya. “ Ibu adalah Ibu saya yang paling baik
sedunia, Ibu ikhlas menerima kenyataan. “ Ucap Jimin. “ Bu,
Jimin ingin Ibu tinggal bersama Bapak, Ibu Tiri, Istri Jimin, oh
yaa Bu sekarang Jimin sudah beristri tetapi belum diberi
momongan. “ curahan hati Jimin.

“ tidak nak, Ibu sudah nyaman disini. Kapan-kapan Ibu


akan kesana untuk bersilahturahmi agar hubungan tidak putus
dan terhindar dari rasa kebencian. Wah, anak Ibu sudah
mempunyai Istri to Alhamdulillah nak, jaga selalu Istrimu
bimbinglah Istrimu ke jalan yang benar dan carilah nafkah
dengan uang halal agar segala urusan menjadi berkah. Semoga
hubunganmu sakinah, mawadah, warahmah. Ibu akan selalu
berdoa untukmu dan Istrimu supaya mendapatkan momongan
dan setiap langkahmu Ibu akan selalu menuntunmu ke jalan
yang baik nak, yang sabar jangan terlalu menekan Istrimu untuk
34ias mendapat momongan karena momongan itu anak titipan
dari Tuhan. Berusaha tidak papa tapi jangan terlalu menekan
atau harus memiliki. “ ucap Ibu.

34
“ terimakasih Bu, saya setiap hari selalu menyisipkan
nama Ibu dan Bapak di dalam doaku dan sekarang ada Ibu tiri
dia juga Ibuku saya juga mendoakannya yang pasti seperti saya
mendoakan Ibu. “ ucap Jimin dengan gaya dewasa.

“ Amin… Alhamdulillah sekarang anak Ibu yang tampan


sudah sangat dewasa. Ibu percaya kamu 35ias melakukan
tanggung jawabmu menjadi seorang anak yang saleh. Semoga
Tuhan selalu melindungi dari semua marabahaya. “ Doa dan
nasihat Ibu yang tak henti-hentinya disampaikan ke Jimin.

“ Amin.. dan semoga Ibu juga selalu dilindungi Tuhan. Ibu


yakin? Tidak ingin ikut bersamaku? “ 35ias35 Jimin berharap.

“ iya nak Ibu yakin. “ Ibu tersenyum.

“ baiklah bu, saya tidak akan memaksakan Ibu. Tapi Jimin


sesering mungkin akan selalu melihat keadaan Ibu atau mungkin
sesekali bolehkah saya menginap disini Bu? “ ucap Jimin
dengan gaya manjanya.

“ boleh.. boleh.. Ibu malah senang banget ditemeni kamu


nak, sekalian Istrimu besok diajak kesini Ibu ingin melihat
menantu Ibu yang cantik sampai-sampai 35ias menaklukan hati
anak Ibu yang tampan ini. “ ucap Ibu sambil tertawa.
Perbincangan ini tak pernah berhenti tanpa kebahagiaan.

35
Akhirnya Jimin mendapatkan kebahagiaan itu seutuhnya.
Seminggu sekali ia menginap di rumah saudara Ibu bersama
Istrinya dan ia pun mendapatkan momongan setelah beberapa
hari yang lalu ia bercerita kepada Ibunya dan ia ingat bahwa Ibu
akan selalu mendoakanku dan istriku. Ia sangat bersyukur
mempunyai orang tua yang masih perhatian dan selalu
mendoakan di setiap langkahnya.

- SELESAI –

36
Autobiografi
Halo semuanya!
Pertama perkenalkan
namaku Allisa
Martantia, biasa
dipanggil Lisa. Aku
lahir di Kab.
Semarang, 17 Maret
2000. Sekarang aku
sekolah di SMAN 2
Ungaran kelas XII
Bahasa. Mau tau
hobiku? Aku suka hunting foto, menonton film di
bioskop, dan juga travelling, hang out juga oke. Ada
saran tempat hang out yang menarik? Jangan sungkan
merekomendasikan ya! Terima kasih. Sekian kawan!

37
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Anggun Regina

Dengan segera, Jimin berlari mengejar potongan


kertas yang tertiup angin tadi. Setelah mendapatkannya,
Jimin berbalik menuju kedua satpam tadi, namun
ternyata satpam tadi sudah pergi. Jimin masih heran
dengan sosok dalam limusin hitam yang lewat beberapa
saat lalu. Batinnya berbisik bahwa seseorang itu ada
kaitannya dengan apa yang dicarinya selama ini.
Merasa tidak menemukan informasi apapun di
sana, Jimin pun akhirnya meninggalkan gedung itu dan
melangkah tak tentu arah sembari sesekali bertanya pada
orang sekitarnya manatahu orang tersebut mengetahui
keberadaan orangtuanya. Setelah berjalan cukup lama, Ia
tiba di sebuah komplek perumahan elit. Jimin pun
bertanya kepada satpam perumahan tersebut.
“Permisi, apakah di perumahan ini ada yang
bernama ibu Sofyan?”
Satpam tersebut tersenyum kemudian menjawab.
“Siapa nama lengkapnya? Nama Sofyan di sini
ada 3”
“Wah, saya kurang tahu. Yang saya tahu belliau
dulu tinggal di rumah rusun Kebon Bambu, kemudian
rumah rusun itu digusur dan saya tidak tahu alamat
barunya. Oh iya, beliau yang saya tahu adalah pengusaha
mebel”

38
“Ooh, sepertinya saya tahu siapa yang anda
maksud. Coba anda cari rumah blok G nomor 15 kalau
tidak salah. Perempatan keenam dari sini belok kanan”
“Terimakasih pak, kalau begitu saya jalan dulu”
Seperti bertemu titik cerah, Jimin melangkahkan
kakinya dengan segera menuju alamat yang diberikan
satpam barusan. Beberapa saat kemudian Ia tiba di
sebuah rumah dengan halaman luas dan dua mobil
mewah di garasinya. Jimin pun memencet bel rumah
tersebut dan tak lama keluarlah seorang ibu – ibu yang
sepertinya adalah pembantu rumah tangga di sana.
“Permisi, Bu. Apakah benar ini rumah ibu
Sofyan?”
“Iya benar, adik ini siapa ya?”
“Saya Jimin bu, bolehkah saya bertemu dengan
beliau?”
“Oh boleh – boleh, silakan masuk”
Jimin pun mengikuti langkah ibu tersebut dan
mulai masuk ke rumah yang cukup megah itu. Setelah
sampai di dalam, ibu tersebut menyuruh Jimin untuk
duduk terlebih dahulu sementara dia pergi memanggil
tuannya. Tak lama, muncullah seorang ibu berkerudung
dengan wajah ramahnya. Jimin berdiri, memberi hormat
kepada ibu tersebut.
“Silakan duduk, Nak. Ada perlu apa datang
kemari?”
“Terimakasih, Bu. Saya datang kemari ingin
mencari keberadaan ibu saya. Sebelumnya saya ingin
bertanya apakah ibu benar Ibu Sofyan pengusaha
mebel?”
“Iya, betul, dari mana kamu tahu?”

39
“Saya tahu dari ibu saya, Atun. Apakah ibu saya
masih bekerja dengan ibu?”
“Ah, Atun! Ya, saya tahu. Jadi kamu yang
namanya Jimin? Ibumu sering bercerita tentangmu dulu.
Sudah setahun ibumu tidak bekerja di sini, dia bekerja
dengan adik saya sekarang, di perumahan Kebon Bambu
Condominium, sekitar 5 KM dari perumahan sini.”
“Perumahan Kebon Bambu Condominium?
Kalau boleh tahu siapa nama adik ibu?”
“Iya, Nak. Nama adik ibu Elly, dia menikah
dengan seorang pengusaha dari Arab bernama Muhannad
Abidzar. Mereka tinggal di blok A-2 nomor 38. Coba
kamu cari di sana”
“Terimakasih sekali lagi, Bu. Kalau begitu saya
pamit.”
“Iya, Nak, sama – sama. Biar supir ibu saja yang
mengantar ya, saya tidak tega”
“Tidak perlu repot – repot, Bu. Saya jalan saja
tidak apa”
“Jangan sungkan, mari saya antar ke depan
menemui supir saya”
Jimin pun akhirnya menerima usul Ibu Sofyan.
Kemudian Jimin diantar oleh supir Ibu Sofyan. Ta lama,
dia sampai di perumahan yang ditunjukkan tadidan
mengucapkan terimakasih pada supir tadi lalu bergegas
turun dan menemui satpam tadi.
“Kamu lagi, kamu lagi. Siapa yang kamu cari
kali ini anak muda?”
“Saya mencari Bapak Muhannad Abidzar
pengusaha dari Arab, Pak.”

40
“Nah, kalau itu ada di sini. Kamu naik lift
menuju lantai dua, lalu setelah sampai kamu belok ke
kiri, cari nomor 38.”
“Terimakasih, Pak. Saya permisi”
Jimin bergegas menuju lift dan mengikuti arahan
satpam tadi lalu sampai di sebuah pintu dengan nomor
38. Jimin segera memencet bel, tak lama keluar seorang
ibu yang sudah lumayan tua dengan rambut yang
digelung asal. Itu Atun!
“Emak!!”
“Jimin!!”
Mereka lantas berpelukan untuk melepas rindu.
Setelahnya, Atun mengajak Jimin masuk dan
mengenalkannya pada tuannya lalu mengajak Jimin ke
kamarnya untuk berbincang
“Mengapa emak seakan menghilang setahu ini?”
“Maafkan emak Jimin, emak bukan menghilang,
emak hanya sedang menabung agar bisa balik dan
membangun usaha di daerah kita tanpa perlu balik ke
sini lagi”
“kalau begitu, mengapa emak tidak bilang pada
Jimin?”
”Niat emak, emak ingin membuat kejutan untuk
kamu. Makanya emak menitipkanmu pada Budhe tanpa
sepengetahuanmu”
“Emak ini, membuat khawatir saja! Lalu,
bagaimana dengan bapak, Mak?”
“Dua minggu yang lalu emak bertemu bapakmu
di suatu mall saat menemani majikan ibu belanja.
Bapakmu menjadi supir sebuah perusahaan yang tuannya

41
tinggal di sini pula. Besok emak antar ke tempat kerja
bapak”
“Syukurlah.. baiklah mak kalau seperti itu. Hmm,
Mak, bagaimana kalau kita tinggal di kota ini saja? Tidak
usah balik ke kampung lagi. Jimin ingin mencari
pengalaman di kota, Mak”
“Tak apa kalau itu maumu, nanti emak antar ke
kampung untuk ambil barang-barang yang kita pelukan
untuk tinggal di kota sekaligus berpamitan dengan
saudara serta tetangga di sana”
“Oh iya, kalau emak sudah bertemu bapak,
mengapa emak dan bapak tidak bersama kembali saja?”
“Emak dan bapakkan sedang sama sama
mengumpulkan uang buat membangun usaha seperti
yang emak bilang tadi. Tapi kalau kamu minta tinggal di
kota saja ya mungkin uang itu akan digunakan untuk
ngontrak rumah dulu”
Akhirnya usaha Jimin mencari orangtuanya
membuahkan hasil yang manis. Keesokan harinya, Atun
mengantar Jimin ke sebuah perusahaan tempat kerja
Tardi setelah mengabari Tardi tentunya. Mereka bertiga
sepakat untuk pulang ke kam pung bulan depan guna
mengambil barang yang dibutuhkan serta berpamitan
pada saudara dan tetangga. Selama sebulan sebelum
pulang kampung itu Jimin tinggal di rumah majikan
Atun karena kamarnya lebih besar dibanding kamar
milik Tardi.
Setelah balik dari kampung, Jimin dan
orangtuanya mengontrak sebuah rumah sederhana untuk
sementara sembari mengumpulkan uang untuk
membangun usaha kecil-kecilan. Jimin pun diterima
bekerja sebagai office boy di perusahaan yang sama
dengan Tardi. Dan setelah itu mereka hidup bahagia

42
seperti dulu tanpa melupakan kisah perjalanan mencari
alamat mereka.

-SELESAI-

43
Autobiografi

Hallo semuanyaa..
Namaku Anggun Regina Pramudyasari, biasa
dipanggil Anggun. Aku lahir di Kab. Grobogan , 12
April 2000. Aku anak pertama dari dua bersaudara.
Hobiku mainan hp, baca novel, baca wattpad, coba-coba
resep makanan walaupun sering gagal, dan lain-lain.
Aku ini pecinta kartun Hello Kitty, tapi ga tau kenapa
aku justru paling takut sama kucing hahaha .Jangan lupa
beli cireng, piscok, sama singkong kejuku yaa. Kayanya
cukup segini aja ya perkenalan singkat dari aku, semoga
bias ketemu di karya aku selanjutnya. Daahh..
Line : @anggunregina12
Instagram : @anggunreginaa

44
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Atika Febri H.

Atun merasa kebingungan, ditambah lagi dengan perutnya


yang sedari tadi terus bernyanyi meyuarakan rasa lapar. Ia tak
tahu lagi harus kemana. Kakinya sudah kelu untuk melangkah
lebih jauh lagi. Namun hatinya masih tegar untuk menghadapi
hari yang terasa begitu panjang itu. Berbekal dengan tekadnya
yang kuat, ia kembali berjalan perlahan.

Tibalah ia di depan sebuah rumah makan yang cukup


besar. Puluhan pasang kaki keluar masuk tempat ini untuk
mengisi kekosongan perut mereka. Namun Atun tak berani
masuk dikarenakan kantungnya begitu kering seperti
tenggorokannya yang habis ia gunakan bertanya kesana kemari.

Intuisinya menuntunnya memasuki tempat yang ramai itu.


Dengan suara yang mulai melemah, Atun berbicara pada salah
seorang pegawai yang sedang tak sibuk.

"Permisi, bolehkah saya bekerja disini? Saya bisa


melakukan apa saja yang ada disini. Yang penting saya bisa
mendapatkan uang atau paling tidak sepiring nasi saja sudah
lebih dari cukup," suaranya semakin melemah.

45
"Tunggu sebentar, saya panggilkan bos dulu," Pegawai
tersebut meninggalkan Atun untuk memanggilkan pemilih
rumah makan tersebut.

"Kamu mau kerja disini?" tanya sang pemilik dengan


cukup ramah. Atun hanya mengangguk sebagai jawaban. "Kamu
bersihkan meja meja lalu bawa piring dan gelas yang kotor ke
belakang. Bersih kan lantainya dan isi setiap meja dengan
keperluan yang harus ada."

Atun mengiyakan semua perintah pemilik rumah makan


dengan senyuman. Ia kemudian bergegas melakukan
pekerjaannya. Dengan telaten Atun mengerjakan semuanya.
Bahkan sesekali ia meminum air milik pembeli yang tak habis
diminum. Ia melakukannya untuk menghilangkan dahaga. Tak
lupa beberapa makanan milik pembeli ia habiskan pula. Tak
seorangpun mengetahuinya. Atun tak peduli meski itu adalah
sisa milik orang lain.

Seharian berkelut dengan lap, piring, gelas, sapu dan pel,


tak membuat Atun menurunkan senyumannya. Ia masih bisa
melakukan beberapa hal meski tahu bahwa dia begitu lelah.

Rumah makan pun tutup setelah semua pembeli


menyelesaikan makan mereka. Atun sudah bersih-bersih dan

46
menutup jendela serta pintu. Sang pemilik mendatangi Atun dan
memberikan sekotak nasi serta sebuah amplop berisi uang.

Atun berterimakasih pada sang pemilik, kemudian ia


hendak beranjak pergi namun sang pemilik rumah makan
menahannya, "Dimana kamu tinggal?"

"Saya tidak punya tempat tinggal. Saya ke kota untuk


mencari suami saya namun uang saya habis. Jadi..."

"Kalau begitu ikut saya kerumah saja. Kamu bisa bekerja


dan tinggal dengan saya. Panggil saja Bu Sofyan," ia memotong
perkataan Atun.

***

Mobil milik Bu Sofyan membawa mereka ke daerah


Kelurahan Kebon Bambu, Jakarta Barat. Atun sedikit kaget
karena daerah rumah Bu Sofyan adalah daerah yang tadi siang ia
datangi.

"Ayo masuk," ajak bu Sofyan dengan ramah. Atun


bertambah kaget namun masih bersikap biasa ketika mengetahui
rumah pemilik rumah makan tersebut adalah rumah yang tadi ia
datangi. Dan ternyata Bu Sofyan adalah istri dari Pak Sofyan,
orang yang tadi ditemuinya.

"Pak, aku membawa seseorang."

47
Melangkah dengan membawa lipatan koran, "Loh, kamu
kan yang tadi siang?"

Bu Sofyan sedikit bingung mengetahui suaminya telah


bertemu dengan Atun. Atun kemudian menyapa Pak Sofyan
dengan senyuman.

"Tadi siang dia kemari mencari suaminya. Kau ingat Haji


Rahim yang dulu tinggal disini? Suaminya dulu bekerja dengan
Haji Rahim namun karena kebakaran besar tahun lalu, rumahnya
telah rata dengan tanah bukan?" Pak Sofyan menjelaskan pada
istrinya.

Mengerti apa yang dimaksud suaminya, Bu Sofyan pun


mendekati Atun, "Saya tahu kamu bersedih. Tinggalah saja dulu
disini sembari membantu saya mengurus rumah ini. Saya terlalu
lelah untuk mengurusnya sendirian. Nanti kalau uang mu sudah
cukup, kembali lah cari suami mu dan kirimkan uang untuk
anakmu."

Atun merasa tenang setelah mendengar ucapan Bu Sofyan


barusan. Ia kemudian diajak menuju kamar di belakang rumah,
yang menjadi tempat Atun selama tinggal. Atun berterimakasih
masih bertemu dengan orang baik di kota Jakarta ini.

Setiap hari, Atun membantu Bu Sofyan membersihkan


rumah, mencuci, memasak bahkan menyiapkan keperluan

48
warungnya juga. Atun merasa harus melakukan semuanya
dengan senang hati karena kebaikan keluarga Pak Sofyan ini.

Tak lupa juga ia selalu mengirimkan uang pada anaknya di


kampung. Dan sekali waktu saat Lebaran, Atun pulang menemui
anaknya. Diceritakannya tentang pencarian Bapaknya yang tak
berujung hingga membawanya bertemu dengan keluarga Bu
Sofyan yang baik.

***

Jimin berlari setelah mengetahui kertas alamat milik


Ibunya terbang jatuh hingga masuk ke selokan. Tanpa ragu ia
memungut kertas yang sudah tak berbentuk itu. Jimin merasa
kecewa dengan sikap Satpam tadi. Hanya karena limusin hitam
melintas di depan mereka, kedua Satpam itu seakan melupakan
apa yang sedang mereka lakukan dan seakan merendahkan
Jimin.

Salah satu Satpam tadi kemudian mendatangi Jimin dan


mengusirnya tanpa alasan yang jelas. Namun Jimin bersikukuh
untuk tak pergi dari situ. Hingga terjadilah srdikit keributan
hingga membuat perhatian orang banyak, termasuk orang
didalam limusin hitam tadi.

"Ada apa ini?" Sopir limusin hitam tadi keluar untuk


mengecek keadaan.

49
"Saya diusir dari sini padahal saya datang kemari untuk
mencari Ibu saya. Tapi kertas alamat yang saya bawa malah
rusak oleh mereka," Jimin menunjuk kedua satpam yang berada
didekatnya.

"Sudah sudah, kalian lebih baik antarkan anak ini ke Pak


Barjo. Ini perintah Pak Brahmantoro."

Mendengar perintah tersebut, kedua satpam itu langsung


membawa Jimin. Jimin tak mengerti apa yang sedang terjadi. Ia
bertemu dengan Pak Barjo yang ternyata adalah tukang
kebersihan di Kebon Bambu Condominium ini. Pak Barjo
kemudian mendengarkan maksud kedatangan Jimin kesitu.
Mengetahui apa yang menjadi tujuan Jimin, Pak Barjo
kemudian mengajak Jimin untuk tinggal bersamanya dulu. Ia
merasa kasihan pada Jimin yang saat itu masih berusia 12 tahun.
Jimin pun menyetujui permintaan Pak Barjo.

***

Selama kurang lebih 2 tahun, Jimin tinggal bersama Pak


Barjo sambil membantunya membersihkan lingkungan Kebon
Bambu Condominium. Ia mengenal banyak orang yang tinggal
di daerah tersebut karena ia terkenal sebagai anak yang baik dan
sopan. Bahkan orang-orang bule yang tinggal didaerah itupun
mengenal Jimin.

50
Jimin sering sekali mendengar percakapan orang Jepang,
Arab dan Korea. Jimin cukup mengerti bahasa Arab karena
dikampungnya dulu ia belajar bahasa Arab. Namun untuk
bahasa Jepang dan Korea, ia masih tak mengerti karena ketika
itu ia baru mendengarnya. Ia sering menirukan perkataan orang
Jepang dan Korea tersebut. Ia juga menanyakan arti dari
perkataan yang ditirunya. Jadi secara tidak langsung ia juga
belajar bahasa Korea.

Orang Jepang yang tinggal di Blok B kemudian pindah


tempat tinggal. Jadi akhir-akhir ini ia hanya mempelajari bahasa
Korea saja. Karena hal ini, Jimin begitu dekar dengan salah satu
keluarga berkebangsaan Korea itu. Ia bahkan sering dibelikan
kamus dan buku yang berkaitan dengan Korea dan bahasanya.

***

Dua tahun berlalu. Banyak yang sudah dilalui Jimin di


Ibukota. Banyak yang ia lakukan selama itu. Banyak orang yang
ia kenal baik. Banyak pula pelajaran-pelajaran hidup yang ia
dapatkan.

Keluarga berkebangsaan Korea yang membantu Jimin


belajar, berniat untuk mengadopsi Jimin dan membawanya ke
Korea. Anak perempuan keluarga Park begitu menginginkan
seorang kakak laki-laki. Akhirnya keluarga Park pun

51
mengadopsinya. Dengan izin Pak Barjo, Jimin berangkat
menuju negeri gingseng itu. Ia tak pernah lupa akan kebaikan
hati Pak Barjo yang selama ini mengurusnya.

***

BUSAN, KOREA SELATAN

"Mulai sekarang namamu bermarga Park. Park Jimin,"


itulah yang dikatakan Park Hyun Sik-- Ayah angkat Jimin, saat
mereka tiba di kota Busan.

Alasan lain mengapa Hyun Sik mengadopsi Jimin, karena


selama ini Jimin telah banyak menunjukkan bakat-bakat yang
mungkin tak disadari orang lain. Jimin sering menirukan idola
Korea ketika bernyanyi dan menari. Dan itu membuat Hyun Sik
menyadari bakat Jimin.

Jimin disekolahkan di Sekolah Seni di Busan dengan


pilihihan jurusannya Modern Dance. Dari sinilah bakatnya
mulai berkembang. Ia banyak mengikuti perlombaan hingga
banyak penghargaan yang ia raih. Dari sini pula ia mendapatkan
seorang teman bernama Kim Tae Hyung. Dia juga seumuran
dengan Jimin, itulah mengapa mereka mudah akrab.

Pada tahun ke tiga mereka menimba ilmu di Sekolah Seni


Busan itu, mereka sama-sama mengikuti sebuah audisi menjadi

52
idol di salah satu perusahaan musik yang ada saat itu. BigHit
Entertainment-- sebuah perusahaan musik hip hop kecil.

Setelah mengikuti tahapan audisi yang bermacam-macam,


mereka akhirnya diterima sebagai trainee. Mereka berdua
menghabiskan masa latihan mereka dengan belasan anak lain
yang juga ingin menjadi seorang idola.

Setelah satu tahun menjalani masa latihan, Jimin dan


Taehyung terpilih untuk menjadi bagian dari sebuah grup musik
laki-laki bersama lima anak lainnya. Mereka bertujuh dibina,
dilatih, dan diajarkan berbagaikan lebih tentang menjadi seorang
idola. Hingga tiba saatnya pada tahun 2013 mereka memulai
debut mereka sebagai sebuah boygrup bernama Bangtan
Seonyeondan atau BTS. Arti nama ini adalah kumpulan anak
laki-laki yang tahan peluru, tahan terhadap segala persoalan.

Diusianya yang ke 18 ini, Jimin berhasil mewujudkan


impiannya diatas panggung. Ia berdiri bersama kawan-
kawannya dengan disaksikan oleh ratusan pasang mata. Lama
kelamaan, popularitas mereka meningkat begitu pesat hingga
tak hanya penduduk Korea saja yang mengetahui dan menyukai
mereka, namun juga penduduk di belahan dunia lainnya.

Mereka berhasil mengadakan konser dunia ke berbagai


negara. Mereka berhasil mencetak begitu banyak uang hingga

53
perusahaan mereka jadi terkenal. Dan mereka pun tak pernah
sombong atas kesuksesan mereka.

***

Atun masih berada di Jakarta, namun ia tak lagi tinggal di


kediaman keluarga Bu Sofyan karena waktu itu rumah susunnya
dirobohkan. Atun kemudian pergi sendiran lagi men,cari
suaminya, barangkali saja mereka masih bisa bertemu.

Atun kembali bekerja di rumah makan padang. Ia bekerja


begitu giat setiap harinya dan menanyakan pada setiap
pembelinya mengenai suaminya yang bernama Tardi itu.
Ratusan kali ia menjelaskan tentang Tardi pada ratusan orang
namun belum juga ia temukan sedikit harapan. Atun masih
dengan tekad dan semangat yang sama setia mencari suaminya
meskipun usianya kian bertambah. Keriputnya sudah kelihatan
menggantikan kulit mulusnya dulu. Rabutnya sudah mulai
memutih di beberapa bagian. Ia pun semakin sering berdoa agar
ia ditemukan dengan suaminya dalam keadaan sehat.

Suatu ketika seorang lelaki yang mulai tua membeli 10


bungkus nasi padang di rumah makan padang tempat Atun
bekerja. Ia melihat pamflet pencarian Tardi di dalam rumah
makan itu. Orang itu memesan nasi padang pada Atun dan

54
memandanginya begitu lama. Entah apa yang membuat lelaki
tua itu melakukannya.

"Atun, kau masih menungguku?" lelaki tua itu berkata


pada Atun dengan kedua netranya masih tertuju pada Atun.

Atun yang sibuk membungkus nasi padangpun terhenti


karena kaget atas suara yang didengarnya barusan. Suara itu
seakan membawanya kembali pada ingatan masa-masanya
bersama Tardi. Dan secara tak sengaja Atun mengatakan nama
Tardi dalam lamunannya, "Tardi."

"Aku disini, aku Tardi."

Atun terperangah dan seketika menghadap ke arah lelaki


yang berada disampingnya itu. Matanya menulusuri setiap
jengkal wajah lelaki tua itu. Menilisik kesetiap sudut untuk
mencari tahu apakah ia benar Tardi. Wajahnya memang tetutup
bekas luka bakar, namun masih terlihat kekhasan Tardi.

"Tardi? Benarkah kau Tardi suami ku?"

Lelaki tua itu mengangguk. Kemudian dipeluknya Atun


saat itu juga. Atun tak kuasa menahan tangisnya yang sedari tadi
menggantung dalam matanya. Pecah lah isakan nya disertai
dengan curahan rindu yang terlontar dari mulut keduanya. Tardi
menenangkan istrinya yang tak lama ditemuinya itu.

***

55
Atun kini telah tinggal bersama dengan suaminya lagi.
Tardi kini memiliki usaha mebel kecil-kecilan. Meski usahnya
kecil, namun barang mebel yang dihasilkan membuahkan hasil
yang mencukupi untuk hidup keduanya.

Atun menceritakan pada Tardi semua yang telah ia lalui


dan bagaimana ia meninggalkan anaknya di desa. Tardi ternyata
juga pernah kembali ke kampung untuk menengok Istri dan
anaknya. Namun mereka berdua tak ada disana. Sekarang
mereka sudah bertemu namun tidak dengan Jimin-- anak
mereka.

Suatu pagi, Atun menonton televisi di ruang tengah


rumahnya. Tardi sedang membetulkan kran air kamar mandi.
Atun mengacak channel televisi karena ia bingung harus
menonton apa. Tiba-tiba tangannya terhenti, netranya menatap
layar persegi panjang itu dengan seksama, kupingnya
mendengar jelas suara di televisi yang baru saja ia besarkan.

"Pak, Jimin Pak. Jimin di tv," Atun berteriak namun


netranya masih tertuju pada layar televisi.

Tardi yang mendengar teriakan Atun langsung bergegas


menemui istrinya itu di ruang tengah, "Kenapa kau berteriak?"

"Jimin Pak, Jimin di tv. Jimin masuk tv. Tv di Korea."

"Jimin? Jimin ngapain di tv? Loh, Jimin jadi artis Korea?"

56
"Iya pak, Jimin jadi artis Korea. Kok orangnya banyak
banget pak?"

"Itu namanya boyband bu. Nama grupnya apa itu?"


mencoba menelisik lebih dekat ke layar televisi.

"B apa itu? BTS!" Atun berseru begitu semangat. "Pak


cari di handphone pintar mu itu pak!"

"Cari apa bu?"

"Cari tentang BTS, pak!"

***

Setelah mengetahui tentang BTS dan anaknya Jimin, Tardi


menemukan bahwa ada sebuah fakta tentang Jimin di internet
mengatakan bahwa ia merindukan kedua orangtua kandungnya.
Karena itu, Atun dan Tardi berniat untuk menemui Jimin ketika
konser yang akan diselenggarakan di Jakarta.

Sebelumnya, Tardi mengirim surat ke perusahaan tempat


menaungi Jimin. Dan Jimin mengetahui hal tersebut merasa
begitu senang. Ke enam teman grupnya pun merasakan senang
juga karena Jimin akan segera bertemu dengan kedua
orangtuanya. Jimin menyiapkan berbagai hal yang diperlukan,
menyiapkan diri dan yang akan dia berikan pada orangtuanya.
Begitu pula dengan Tardi dan Atun, mereka juga menyiapkan
diri untuk bertemu dengan anak semata wayangnya itu.

57
***

KONSER BTS DI JAKARTA

"Hari ini aku merasa begitu senang. Kalian tahu kenapa?


Orangtua kandungku sekarang berada di sini. Mereka datang.
Mereka menemuiku. Setelah berpisah bertahun-tahun dan
mengalami berbagai hal hingga aku bisa menjadi seperti
sekarang ini. Dan bahkan aku bisa berbahasa Korea dengan
baik," Jimin mengatakannya dengan bahasa Indonesianya.

Atun dan Tardi yang berada di kursi VIP pun merasa


terharu mendengar pernyataan Jimin barusan.

"Aku begitu merindukan Bapak Ibuku. Meskipun sekarang


aku adalah seorang Park Jimin yang kalian kenal, tapi aku tetap
Jimin anak orangtuaku," tangis Jimin percah saat itu juga.

Seluruh penonton konser merasa tersentuh. Mereka


menyaksikan kedua orangtuanya menaiki panggung dan
memeluk Jimin dengan penuh haru. Jimin masih sempat
tersenyum kepada para penontonnya.

"Terimakasih telah melahirkan Jimin, terimakasih telah


kembali, Pak, Bu!" Jimin kemudian mencium kedua
orangtuanya. Dan konser malam itu terasa begitu menyentuh

setiap penontonnya.

58
Autobiografi

Atika, Atik, Tika, Deta,


Detol, Ika,
KiyowoDongsaeng? Itu
semua nama panggilanku
dan nama lengkapku
Atika Febri Harjianti. 3-
2-1, angka cantik yang
menjadi waktu
kelahiranku. 3 Februari 2001 tepatnya di Kabupaten
Semarang.Jadi saat ini umurku masih 16 tahun, murid termuda
di kelas 12 Bahasa ini. Aku anak terakhir dari empat bersaudara,
tapi kami semua hidup terpisah karena kakak-kakakku sudah
berkeluarga. Aku bukan orang yang kutu buku apa lagi rajin
belajar. Aku hanya membaca buku ketika aku benar-benar ingin
membaca dan tertarik pada sebuah buku atau bacaan. Aku hanya
belajar ketika aku ingin. Namun, ketika sudah membaca dan
belajar mungkin aku seperti orang gila ? lanjutan cerpen Dua
Pencari Alamat dalam versiku ini terinspirasi dari salah satu artis
korea bernama Park Jimin yang merupakan anggota dari
boygrup BTS. Aku menyukai mereka, aku menyukai musik
mereka dan aku menyukai semua tentang mereka hingga ketika
aku menulis lanjutan cerpen ini rasanya seperti orang gila yang
terlalu nyaman dengan duniaku sendiri. Aku penyuka Kpop.

59
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Biyannabila D

Sesaat Jimin meratapi kertas alamat Ibunya, lalu dengan


emosi yang memuncak Jimin menghampiri satpam yang sedang
menyapa penghuni Condominium ini. Tak sengaja bertemu
pandang, Jimin melihat malaikat dalam mobil. Jimin menyelami
keindahan malaikat bersendok emas ini. Begitu indah hingga
sulit untuk dijamah, begitu pikir Jimin. Waktu berselang hanya
untuk memandang, tiba-tiba sebuah senyum terpampang, aduhai
manis senyumnya, Jimin masihkah bernafas?

Tak ada hasil yang tidak diawali dengan pengorbanan,


hingga musuh saja enggan meninggalkan. Bagai hujan, peluru
menghujani daerah ini, semua panik tak terkecuali Jimin. Dan
entah apa, ia berusaha melindungi nona manis itu. Membawanya
keluar dari mobil dan melindunginya dengan hati-hati, mencari
tempat perlindungan.

Suruhan orang entah siapa membantai orang yang tinggal


di Condominium ini, tak pandang bulu, tua muda, kaya miskin,
laki perempuan, semua dibunuh. Beruntung Jimin cepat
membawa nona manis dan bersembunyi. Satpam? Entah

60
bagaimana nasibnya, orang tua nona manis? Sudah selamat
karena tahtanya, mungkin. Lalu bagaimana cara keluar dari
situasi ini?

Dua jam bersembunyi, berdoa, dan menangis, suara


kematian tak lagi terdengar.

“Nona tak apa?“ Jimin mengawali percakapannya, tetapi


si nona manis hanya mengangguk tanpa berkata.

“Nona siapa namanya?“ Jimin bertanya.

“umm.. Aya.“ Lirih, hampir tak terdengar, tapi Jimin


mendengar.

“Nama saya Jimin nona, saya akan melindungi nona,


tenang saja, tapi saya tidak tahu dimana bapak nona.“ Ucap
Jimin menjelaskan.

Hendak saja bibir itu berbicara, ada orang dibelakang


sana, menemukan Jimin dan Aya.

“Kalau kalian diam dan nurut, saya juga gak akan bunuh
kalian!“ Ucap orang tadi.

Apa daya, Jimin dan Aya hanya bisa diam dan nurut. Lalu
meraka dibawa orang tadi ke mobil, entah mau dibawa kemana.
Dalam perjalanan orang tadi bercakap dengan kawannya,
terlihat serius tapi memilukan. Terlihat sangar tapi menyakitkan.

61
“Nanti malam saya sini lagi mau menghabisi yang
sembunyi.“ Kata bapak baju coklat,

“Kalau mau bunuh yang sembunyi kenapa yang


dibelakang tidak dibantai?“ Kata bapak baju hitam,

“Gak anak laki nya bikin saya inget Ibuk, Ibuk lama gak
ketemu anak lakinya yang dikampung.“ Kata si bapak baju
coklat menanggapi,

“Saya tadi sempat gak tega mau jalankan misi, saya bunuh
anak di depan ibunya.“ Si bapak baju hitam mulai curhat,

“Kita seperti ini berjuang untuk hidup, demi kehormatan,


nanti malam kamu jalan di kota sendirian, kita masih muda kita
juga merasa takut, tapi ini demi hidup dan kehormatan, kita bisa
apa?“ Lanjut bapak baju hitam.

Jimin yang mendengar hanya diam, bahkan pembunuh


juga bisa terenyuh, sampai tidak tega, tapi apa kata mereka?
Demi hidup dan kehormatan? Mereka ini siapa? Sayang seribu
sayang pertanyaannya hanya dihati tidak sampai mau
diungkapkan. Aya juga hanya diam, berpegang erat tangan
Jimin, jika saja Jimi berpikir jorok, inilah kesempatan dalam
kesempitan.

Tiga puluh lima menit perjalanan sampailah ke


pekarangan, pekaranagn rumah besar. Lalu Jimin dan Aya

62
disuruh keluar. Mereka berempat masuk ke rumah, naik kelantai
dua, dan masuk di satu ruangan.

“Buk saya bawa dua anak ini, tadi sembunyi.“ Kata bapak
baju coklat.

“Kenapa tidak dihabisi saja, mereka kan tidak berguna.“


Kata perempuan yang dipanggil Ibuk.

“Anak lakinya kaya yang dicerita Ibuk, saya gak tega.“


Kata bapak baju coklat lagi.

Disaat perempuan itu balik badan, dia kaget, Jimin juga,


ternyata itu Ibunya, sekali lagi IBUNYA!

Jimin berlari memeluk Ibunya, si Ibu juga berlari


memeluk anaknya, tiga tahun lamanya berpisah akhirnya
bersama lagi, nikmat Tuhan mana yang kau dustai? Dua bapak
beda baju pun kaget, Aya apalagi, tak terkira kaget nya.

“Emak apa kabar? Emak kemana aja? Jimin sendirian.“


Kata Jimin sambil menahan tangis.

“Maafin emak ya Min, emak sibuk ngurus ini itu sampai


lupa sama Jimin.“ Kata Ibu menjelaskan.

“Kamu kok bisa sampai Condominium? Kan bahaya.“


Lanjut si Ibu

63
“Jimin mana tau Mak, kan Jimin nyariin Emak.“ Balas
Jimin

“Lah kan bener anaknya Ibuk, dah ayo laporan Ketua


dulu“ Kata bapak baju coklat.

“Ya iya saya percaya, Ibuk kita berdua pamit.“ Kata bapak
baju hitam.

Jimin disuruh duduk disana, Aya juga, Ibu menyuruh


orang buat minum dari intercom, lalu Jimin tanya ke Ibu kenapa
Ibu bisa jadi seperti ini? Kenapa ada bantai membantai seperti
ini Jimin gak paham.

Akhirya Ibu menjelaskan,

“Saat dulu Pak Sofyan masih ada, Emak masih kerja sana,
rusun gak pernah damai, ada saja pengganggunya gara-gara
rusun dikuasai konglomerat gak punya tanggung jawab. Denar
pemimpinnya, karena pengin ambil keuntungan pribadi diusirlah
penghuni rusun, diusirnya gak biasa, kasar, maksa, sampai ada
korban jiwa, Pak Sofyan salah satunya. Akhirnya tinggal
beberapa penghuni saja.“

“Lalu dua bulan berusaha keluar dari keterpurukan,


keponakan Pak Sofyan datang, Adimas namanya, tak disangka
dia datang sama Bapakmu dari Rusia. Setelah tahu situasi,
Adimas ini buat strategi dan nunjuk Emak jadi pemimpin,

64
Bapakmu di Rusia sama Adiman buat bantu bawa senjata dari
sana. Lalu dua tahun kita semua latiha, berjuang, cari uang, cari
orang, hari ini adalah awal balas dendamnya.“

Terkejut? Tentu tak usah ditanya, bahkan Jimin tidak


menyangka Bapaknya ke Rusia, Ibunya pemimpin serikat,
bahkan diambang kematian. Paham situasi, Jimin berkata pada
Ibunya.

“Mak, pokoknya Jimin bantu Emak, gak peduli di bidang


apa, Jimin pokoknya bantu Emak.“

Atun merasa bangga dengan Jimin yang paham situasi dan


mau ikut membantu, dan Atun beranjak memeluk anak laki-
lakinya. Tanpa sadar yang sedang melepas rindu ditatap
sepasang mata.

Sementara itu di pihak musuh, terdengar ketukan tangan


menandakan sang pengetuk sedang berpikir.

“Kalau begitu, biarkan saja anak itu disana, dia bermanfaat


untuk kita.“

Sang pendengar pun hanya mengangguk dan pergi dari


ruangan tersebut.

****

65
Dua tahun sejak Jimin bertemu dengan Atun, Ibunya,
selama itu ia belajar dan berlatih, bagaimana menggunakan
pisau, bagaimana membidikkan peluru. Dan tak lupa Jimin dan
Aya yang sudah semakin dekat. Fasilitas? Jangan ditanya,
berkembangnya zaman membuat semua serba mudah.

Markas serikat ini sulit untuk dijumpai oleh orang


awam,bahkan musuhpun tak dapat menemukan, tetapi Atun
memiliki rumah di daerah lain untuk bersosialisasi, beda tempat
beda pula perilakunya. Hebatkan?

Hingga akhirnya hari ini 14 Oktober pembalasan dendam


kedua, Atun tidak bisa memimpin karena ada hambatan di
Russia hingga ia harus turun tangan kesana. Jadilah Jimin yang
memimpin, dengan segala wejangan dari Ibunya ia
memantapkan diri memimpin pasukan balas dendam. Dan pula
semangat dari Aya yang sekarang menjadi kekasihnya yang
membuat nya percaya diri dalam misi kali ini.

Tujuan misi kali ini bukanlah Condominium yang


ditaklukan waktu itu, kali ini adalah rumah pemimpin pihak
musuh, rumah Denar. Penghuni rusun takkan lupa dengan
kekejaman orang itu, begitu menyebalkan hingga kematiannya
diharapkan.

66
Saat dalam perjalanan ke tempat tujuan, Jimin bingung,
apa yang terjadi dengan orang-orang, jalanan sepi, tak ada tanda
kehidupan. Apa aku terlalu acuh dengan dunia luar? Tanya Jimin
dalam hati.

Empat puluh menit perjalanan akhirnya sampai juga


dirumah Denar. Anehnya semua aktifitas yang dikatakan mata-
mata Jimin yang mengawasi rumah Denar tak ada yang
terlaksana hari ini. Bahkan mata-mata itu tidak dapat dihubungi,
apa yang sebenarnya terjadi?

Saat Jimin sedang melihat sekitar tiba-tiba salah satu anak


buahnya jatuh terkapar, disusul dengan yang lain, dan Jimin
segera mengambil seri terbaru FN Five-SeveN keluaran Belgia
hadiah dari partner bekerjanya. Serangan datang bertubi-tubi,
hingga sebagian pasukan Jimin telah terkapar. Berpikir bahwa
misi kali ini gagal, Jimin memberi perintah mundur, tetapi
sebelum dapat beranjak, Jimin telah dihadang pasukan musuh.

“Dasar tidak berguna, beraninya kalian balas dendam


padaku ?!“ Itu suara Denar, pemimpin musuh.

Dalam mobil Jimin tersenyum kecut, mengerti akan


situasinya bahwa ia terjebak. Beraninya ada anggota yang
berkhianat! Pikir Jimin. Jimin keluar dari mobilnya dan
tersenyum kearah Denar.

67
“Denar! Manusia menjijikan yang memakan hak
masyarakat? Untuk apa kami takut padamu?“ Ucap Jimin
setengah berteriak.

“Kau begitu bodoh bajingan, hingga orangmu saja tak


dapat kau kendalikan! Bahkan sampai aku tahu semua
rencanamu“ Kata Denar dengan sumpah serapahnya.

Jimin hanya tertawa sambil memainkan selongsong pistol


pada genggaman tangan kanan nya serta mengisi beberapa
peluru, jadi benar musuh dalam selimut pun ada pada serikatnya.
Jimin menyeringai berpikir apa yang akan dilakukan Ibunya jika
ia tahu hal ini.

“Mungkin anggotaku sedikit ‘nakal’ akhir-akhir ini,


mungkin setelah aku beritahu Ibuku mereka akan dididik dengan
baik setelah ini.”

“Ibumu? Bisa apa dia?“ Ucap Denar meremehkan.

Setelah berkata seperti itu Denar melempar sebuah ponsel


dan terjatuh di samping kaki Jimin. Jimin mengambil ponsel itu,
saat dilihat ternyata ada sebuah video, Jimin memutar video itu.

“Jimin! Jimin! Hati-hati! Aya! Aya! Denar! Jimin


kembalilah! Jim..” Dan tiba-tiba video berhenti.

68
Jimin tidak paham dengan apa yang dikatakan Ibunya,
hati-hati? Aya? Kembali? Apakah Aya dalam bahaya? Itulah
pertanyaan yang menguap di otakknya.

“Apa yang kau lakukan pada Aya keparat?!“ Tanya Jimin


dengan emosi yang telah mencapai ubun-ubun.

“Apa yang aku lakukan? Aku hanya mengendalikan


orangku dari jauh.“ Denar berakat seperti itu dengan senyum
menjijikannnya.

Tiba-tiba seseorang keluar dari dalam mobil, tak disangka


ia adalah Aya, seseorang yang dari awal menyemangati dan
menjadi cinta hidupnya adalah yang mengkhianatinya.

“A-aya?“ Ucap Jimin terbata.

Jimin melihat Aya yang hanya menunduk, Jimin bingung


dengan semua ini, apa yang dilakukan Denar hingga Aya berada
di pihaknya?

“J-Jimin maafkan aku.“ Ucap Aya dengan nada enuh


penyesalan.

“Aku berbohong padamu tentang aku tidak tahu apa-apa


tentang Denar, dia –adalah Ayahku.“ Aku Aya.

Jimin terkejut bukan main, Ayah nya? Jadi selama ini


ketika Aya selalu salah tingkah setelah menerima telepon adalah

69
karena menerima panggilan Ayahnya? Sungguh tak dapat
dipercaya seorang yang begitu dekat hingga dianggap keluarga
adalah musuh dalam selimut anggota serikat?

Lalu cinta Aya selama ini juga hanya omong kosong


belaka? Hanya untuk meyakinkan posisinya? Tidak salah lagi
karena Denar bahkan tahu rencana serikat hingga detail yang
hanya Aya yang tahu.

Marah, kecewa, sedih, semua menjadi satu dalam hati


Jimin. Mengapa? Mengapa harus orang yang dicintainya?
Mengapa tidak orang lain.

“Aku tidak percaya ini? Aya kau... sungguh


mengkhianatiku?“ Ucap Jimin dengan nada kacewa.

“Jimin maafkan aku, aku –aku tidak bermaksud


menusukmu dari belakang aku hanya— “ Belum sempat Aya
menyelesaikan kalimatnya, Jimin memotongnya.

“ Cukup Aya, bahkan perkataanmu berasa angin lalu


untukku, hentikan omong kosongmu itu, aku bahkan jijik
mendengar suaramu “

Air mata Aya tak sanggup bertahan, mengalir begitu saja


dan menganak sungai di pipi tirusnya. Denar geram melihat
ananknya dibuat menangis oleh Jimin.

70
“Kurang ajar!! Siapa kau membuat putriku menangis
hah?!” Kata Denar naik pitam.

“Ayah hentikan! Sudahi semua ini! Aku mohon Ayah”


Ucap Aya meminta, tetapi Denar tetaplah Denar yang kejam dan
tak punya hati, Denar takkan menuruti walaupun itu adalah
putrinya sendiri.

Denar tanpa berpikir panjang menyuruh anak buahnya


membantai musuh tak terkecuali Jimin. Anak buah jimin
melindunginya dari serangan dari pasukan Denar.

Tak disangka pihak musuh telah menghabisi seluruh anak


buahnya. Setelah dengan susah payah menghindar dari serangan
anak buah Denar, kini tinggal Jimin seorang diri. Jimin terlihat
tak terkalahkan dengan seringaiannya, sekarang Jimin mencoba
menghadapi Denar dan tetek bengek-nya seorang diri. Yang ada
dikepalanya hanyalah membunuh Denar, apakah Jimin tak
memikirkan Aya?

Aya saja mengkhianatinya untuk apa ia memikirkan nasib


Aya? Itu pikiran Jimin. Final Jimin memutuskan anak buah
Denar terlebih dahulu, benda berkaliber 5,7 milimeter itu
meluruhkan timah panas hingga anak buah Denar habis tak
tersisa. Dan sekarang tinggallah Denar dan Aya saja.

71
Jimin melangkah mendekat, mengacungkan pistolnya
dengan berani dihadapan Denar. Sekilas Jimin melihat rasa
khawatir dalam wajah Aya. Apa Jimin akan setega ini kepada
Aya?

Terlalu fokus pada pemikirannya, hingga Jimin tak sadar


Denar mengarahkan pistol ke arahnya.

DOORR!!

Timah panas itu telah bersarang di dada Jimin, tetapi


tangan Jimin sempat menembakkan peluru kearah Denar hingga
akhirnya mereka berdua jatuh bersama.

Aya menghampiri Ayahnya yang terkapar tak berdaya di


aspal.

“ayaahhhh..” Ucap Aya penuh kesedihan, Aya menangis


sejadi-jadinya, memeluk Ayahnya erat.

Melihat bantuan dari pihak Ayahnya datang, Aya bangkit


dan menghampiri Jimin, menangis tersedu dan memeluk
Jiminnya erat. Ia menyesali semua yang telah ia perbuat pada
Jimin, mengkhianati Jimin adalah kesalahan terbesarnya.

“hhh...maafkan aku sayang..maafkan akuu—

Ingat lah Jimin rasa cinta ku tak pernah berbohong


untukmu” kata Aya sendu.

72
Tak terduga tangan Jimin menggenggam tangan Aya erat
dan berkata

“aku masih mencintaimu”

***

Semua telah berakhir, Jimin meninggalkan semuanya,


orang tua, Aya, dan kawan seperjuangannya. Kini Atun
menjalankan serikat itu dengan bijak, menggunakan serikat itu
untuk kepentingan bersama. Suaminya tinggal Rusia bersama
Adimas dan mereka menjalani hidup dengan damai. Aya
menjadi satu dersama Atun, den menjalankan serikat bersama,
meraih kesuksesan bersama.

Tak disangka tak terduga, berawal secarik kertas alamat


berakhir dengan cinta tak berkarat. Dapat terlihat bahwa
sebenarnya hasil takkan mengkhianati usaha tetapi yang
tercintalah yang mendustai semua. Entah seberapa besar rasa
sayangnya, entah seberapa besar rasa bencinya, dunia ini
memiliki fakta bahwa tak ada satupun didunia ini yang dapat
kita percaya, kecuali diri kita sendiri, dan Tuhan tentunya.

-TAMAT-

73
Autobiografi

Halo hai semua,


Assalamualaikum Wr.
Wb.

Pertama
perkenalkan saya
Biyannabila dari kelas
XII Bahasa. Absen lima.
Dan tentang saya, ada
yang tau K-pop? Banyak iya saya tau, saya salah satu
penggemarnya. Hehe.

Selanjutnya tentang lanjutan cerpen karya Jujur Prananto


yang saya buat terima kasih sudah membaca. Saya tau banyak
kekurangan nya dan juga banyak ke- gaje- annya tapi saya buat
sepenuh hati saya.

Dan lanjutan ini saya terinspirasi dari sebuah lagu milik


Avenged Sevenfold. Ada yang tau? Harus tau hehe, judulnya
M.I.A (Missing In Action) kalo gak salah ya. Dengerin juga lagu
yang lainnya, kalo mau. Lagunya bagus, pahami liriknya,
rasakan oerbedaannya. Haha apasih. Kalo gak suka genre hard
rock ada kok yang heavy metal jadi gak terlalu banyak

74
screaming nya. Bukan endorse ya. Terus juga kalau kalian suka
K-pop, coba kalian dengerin lagu original soundtrack drama
korea, banyak yang bikin baper, duh. Dan aku suka salah satu
boygroup Korea Selatan namanya EXO. Wah aku suka, lagunya
bagus, lirik menyiratkan sebuah perasaan, asek. Haah apasih.
Yang nyanyi juga ganteng aku suka. Udah ya sekian,
kebanyakan. Terima kasih. Jangan lupa follow Instagram aku
@biyaannn. Terima kasih lagi.

Wassalammualaikum Wr. Wb.

75
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Cahyaning Putri K

Para satpam ini tidak menjawab. Sekonyong-konyong


mereka berdiri tegap menghadap gerbang, memberi hormat
dengan sikap nyaris sempurna ke arah sebuah limusin hitam
yang mendesis pelan memasuki halaman padahal sama sekali
tidak jelas siapa yang duduk di dalam, sebab kaca samping
sedan panjang ini kelewat gelap dan tertutup rapat.

Potongan kertas berisi catatan alamat itu pun begitu saja


lepas dari tangan si Satpam, sempat sesaat melayang tertiup
angin, kemudian jatuh ke selokan. Sayang seribu sayang, kertas
itu basah. Tulisannya tidak terbaca lagi. Putus sudah harapan
Jimin. Ia pun melangkahkan kakinya menjauh dari
condominium itu. Berjalan tak tentu arah. Kedua orangtuanya
entah berada dimana sekarang ini. Dengan sisa uang seadanya,
ia memutuskan kembali ke desa. Jimin menumpang pada mobil-
mobil yang akan mengambil sayur-mayur dari desanya.

Di tempat tinggalnya itu, ia belajar mengolah lahan


untuk bercocok tanam. Jimin belajar menanam berbagai macam
sayur. Tak sedikit kegagalan yang menghampiri, tapi ia tetap

76
berusaha. Tak disangka, usahanya berbuah manis. Sayur-
mayurnya banyak diminati oleh pedagang di pasar. Hasil
ladangnya itu terlihat lebih segar dibanding yang lain.

Kini ia juga mulai memperluas ladangnya. Menambah


berbagai jenis sayuran. Jimin mencoba peruntungan pula pada
buah-buahan. Beberapa kali gagal panen, tak membuat
semangatnya surut. Ia tetap mencoba. Hingga buah-buahan di
ladangnya juga meroket di pasaran. Bahkan ia sudah
mempekerjakan beberapa orang untuk di ladang. Sesekali ia
membantu karyawannya.

Jimin pun menjadi orang sukses. Keberhasilannya tak


membuat ia lupa daratan. Dia dikenal sebagai pemilik ladang
yang ramah oleh pekerjanya. Rumah yang dulunya begitu
sederhana, kini berubah menjadi rumah yang cukup besar. Dia
juga sangat bersyukur dengan berkah ini. Ditengah
kebahagiaannya itu, Jimin selalu berharap bisa bertemu dengan
orangtuanya.

“Dimana emak sama bapak sekarang? Semoga kalian


baik-baik saja.” Batin Jimin diwaktu senggangnya. Menatap
langit senja dengan teh hangat, membuatnya semakin rindu
dengan orangtuanya. Jimin tetap berusaha mencari keberadaan
emak dan bapaknya.

77
Ponselnya berdering, tapi ia tak mengenal nomor itu.
Ternyata, telepon tersebut berasal dari seseorang yang ingin
bekerja sama dengannya.

“Halo, benar ini nomor Bapak Jimin Sutardi?”

“Iya, benar. Mohon maaf sebelumnya, Anda siapa, ya?”

“Saya Rahman, orang suruhan Ibu Siti. Saya ingin


menyampaikan kalau Ibu Siti ingin bekerja sama dengan Anda.
Beliau memiliki rumah makan gado-gado dan ingin memesan
sayur-mayur dari Anda.”

Tanpa berpikir panjang, Jimin menyetujui kerja sama itu.


Ia akan mulai menyetorkan pasokan sayurnya bulan depan.
Lamunan akan orangtuanya sedikit pudar, tergantikan oleh
semangat untuk menanam, merawat, dan memanen hasil
ladangnya. Ia akan menyampaikan kabar baik itu pada
pekerjanya besok. Jimin juga akan turun tangan dalam
penanaman serta perawatan ladangnya.

Hampir seluruh hasil ladangnya bisa dipanen. Hanya


lima persen saja yang gagal. Ia pun memasukan hasil panennya
ke dalam gudang sayur dan buah. Jimin sudah bersepakat akan
mengantar pasokan sayur itu keesokan harinya. Ia juga akan ikut
mengantar sayuran itu ke pemesannya sebagai tanda
terimakasih.

78
Pagi hari, ia sudah bersiap-siap untuk ikut mengantar
sayur itu. Jimin juga sudah mengantongi alamat Ibu Siti.
Dengan penuh semangat ia bersama supirnya pergi ke alamat
tersebut di kota. Butuh waktu dua setengah jam untuk sampai ke
tujuan.

Sesampainya disana, ia disambut oleh Pak Rahman,


orang yang meneleponnya waktu itu. Jimin dipersilakan untuk
menunggu di meja yang sudah disiapkan. Lima belas menit ia
menunggu Bu Siti, akhirnya beliau datang juga. Bu Siti duduk
dihadapannya. Ia terlihat sangat ramah dan bersahaja. Jimin
menatap Bu Siti cukup lama.

“Kenapa mukanya mirip sama emak? Apa bener ini


emak?” Batin Jimin.

“Maaf sebelumnya, nama lengkap Ibu siapa ya?” Tanya


Jimin penuh harap.

“Oh iya, nama saya Siti Rohayatun. Kenapa, ya?” Ibu


Siti itu tak menyadari apapun.

“E-e-emak! Ini Jimin mak! Jimin anak emak!” Ucap


Jimin histeris dan spontan.

“J-j-jimin? Jimin Sutardi? Ini benar kamu, nak?” Air


matanya mulai meleleh. Ia tak menyangka bisa bertemu kembali
dengan anaknya.

79
“Emak kenapa ngilang? Jimin nyariin emak, tapi enggak
pernah ketemu. Jimin takut emak kenapa-kenapa.” Jimin
memeluk wanita dihadapannya. Butir-butir air membasahi pipi.

“Kamu sudah sukses! Emak sampai pangling.”

Suasana pun berubah menjadi mengharu-biru. Mereka


bercerita panjang lebar. Saling mengisahkan perjuangannya
masing-masing. Tak menyangka doanya akan terkabul. Jimin tak
luput mempertanyakan bapaknya. Tapi, memang sudah menjadi
keputusan Tuhan, bapaknya sudah tiada. Emaknya mendengar
itu dari Pak Yadi, bos yang mempekerjakan Tardi.

Emak dan anak itu pun semakin melebarkan sayapnya.


Usahanya kian maju. Rumah makan gado-gado Bu Siti semakin
laris, ditambah dengan dua puluh lima cabang yang tersebar.
Sedangkan ladang sayur dan buah Jimin, sudah berubah menjadi
perkebunan yang luasnya ratusan hektar. Memang nasib, tak ada
yang mengetahuinya. Manusia hanya bias berencana, keputusan
tetap ditangan Tuhan.

-TAMAT-

80
Autobiografi

Salut! Namaku Cahyaning


Putri Kusuma, biasa dipanggil
Cahyaning atau Putri. Suka
wisata kuliner, tapi apa daya
dompet tak mendukung. So
sad. Gampang banget laper.
Kalo makan masih suka
disuapin, itulah saya. Paling
susah buat gendutin badan.
Termasuk cengeng. Setiap
ngerjain sesuatu pasti harus nunggu mood dulu. Paling nggak
suka sama matematika, fisika, kimia, dan sejenisnya (that’s why
I choose Bahasa *proud*). Nggak bakat ngitung kalor, massa
jenis, bangun ruang, bangun datar, dan sejenisnya tapi masih
bisalah kalo ngitung uang. Forget it, just kiddin’! Nggak betah
kalo harus dirumah terus. Suka jalan-jalan. Ngerjain tugas suka
mepet deadline yang of course disponsori oleh the power of
kepepet. Bukan tipikal anak rajin sebenernya, dan bodo amat
sama apapun itu yang nggak penting. Takut banget kalo masa
depannya suram. The kind of lazy student who wanna be a

81
success person. Pengen banget jalan-jalan ke luar negeri.
Pengen bisa ngomong lancar dan fasih bahasa apapun, termasuk
bahasa alien (kalo ada). Kebiasaan banget kalo lagi chatting
pakenya bahasa jawa ngoko, ngomong pake bahasa Indonesia,
dan nge-post atau bikin caption pake bahasa inggris. Kata orang
kalo aku ngomong sama baca itu cepet banget. Kalo jalan kaki
juga cepet, katanya. Pendiem tapi juga pecicilan.

Okay, I think its enough. That’s all about me. No social


media for strangers, so sorry. See ya!

82
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Chizba Nakulana M.

Para satpam ini tidak menjawab. Sekonyong-konyong


mereka berdiri tegap menghadap gerbang, memberi hormat
dengan siakap nyaris sempurna kearah limosin hitam yang
mendesis pelan memasuki halaman, padahal sama sekali tidak
jelas siapa yang duduk didalam, sebab kaca samping sedan
panjang ini kelewat gelap dan tertutup rapat.

Potongan kertas yang berisi catatan alamat itu pun


begitu saja lepas dari tangan si Satpam, sempat sesaat kertas itu
melayang-layang tertiup angin, kemudian jatuh keselokan.

“Maaf Pak, saya sudah jauh-jauh datang kesini. Mohon


bantuannya.” Ujar Jimin memelas.

“Maaf Nak, kami harus bertugas!” Jawab salah seorang


satpam tersebut dengan angkuhnya dan segera meninggalkan
Jimin.

Jimin hanya bisa melihat dari kejauhan betapa


terhormatnya seseorang yang ada didalam mobil sedan panjang
itu. Ketika orang tersebut keluar dari mobil, para warga Kebun

83
Bambu Condominium menyapanya dan tak tertinggal 2 satpam
yang telah bertemu dengan Jimin.

“Siapa bapak tua itu? Pakaiannya amat rapi, berjas hitam,


memakai jam tangan dari emas? Dan para warga disini juga
menghormatinya?” Usik JImin dalam benaknya.

Tetapi tak lama Jimin segera mengacuhkan hal itu. Ia


teringat akan tujuannya datang ke rumah susun Kebun Bambu
ini. Hal itu membuatnya kembali kepayahan berputus asa. Tidak
tau harus bagaimana lagi.

Ia hanya berjalan disepanjang jalan dengan muka


tertekuk dan tertunduk, tatapannya kosong, dan bekalnya juga
hampir habis. Ia terus berjalan sembari menendang-nendang
botol minuman yang ada didepannya.

“Sungguh payah! Sungguh susah! Benar-benar musibah!”


Usik Jimin sekali lagi.

“Tinn… Tinn.. Tinn…” Tiba-tiba ada motor dari arah


belakang JImin.

“Bapak ini apa-apaan? Mau ngebunuh saya?!” Seru JImin


dengan wajah garangnya.

“Dasar bocah semprul! Kamu mau mati ya?! Ini jalan


raya. Tempatmu jalan bukan disisni.”

84
Jiminpun segera melihat keadaan sekitarnya dan ia
segera tersadar ternyata ia berjalan hampir ditengah jalan raya.

“Ohh maaf Pak maaf, saya yang salah.” Sesal Jimin


memelas.

“Makanya kalau jalan lihat-lihat! Fokus! Kurang aqua apa


gimana?!”

“Iya maaf Pak, saya tahu saya salah.”

Pengendara motor tersebut segera mengegas motornya


untuk meninggalkan Jimin. Begitu angkuhnya tanpa sedikitpun
menjawab pernyataan maaf dari Jimin. Jiminpun hanya bisa
menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya.

Ia kembali melihat keadaan sekitarnya untuk


melanjutkan tujuannya. Lihat kanan kiri, depan belakang.

“Sofyan?” Ujarnya melihat sebuah rumah bernama


Sofyan. Rumah disebrang jalan yang terlihat sepi tanpa
penghuni . Dengan terburu-buru ia berjalan menyebrangi
jalan raya dan sampai didepan rumah tua itu.

“Apa jangan-jangan ini rumah ibu Sofyan? Tapi kenapa


rumah ini terlihat sepi sekali?”

“Tapi barusan aku mendengar music dari rumah ini?


Berarti masih ada penghuninya?”

85
“Apa aku mencoba bertamu saja ya?”

“Wahh tapi gerbang rumah ini tertutup rapat? Gimana


ya?”

Jimin terus bertanya-tanya akan rumah bernama Sofyan


itu. Hingga ada seseorang yang hendak melintas dihadapannya.

“Maaf Bu, apakah Ibu warga disini?”

“Iya Nak, saya warga asli disini. Rumah saya juga tidak
jauh dari sini. Ada yang bisa saya bantu?”

“Saya ingin bertanya Bu, apakah rumah bernama Sofyan


ini masih ada penghuninya?”

“Ohh… rumah ini sudah lama dikosongkan Nak, oleh Bos


saya sendiri. Mr.Terdi.”

“Mr.Terdi? Apa Mr.Tardi? Ayahku?” Cetus Jimin dalam


benaknya.

“Memangnya kenapa Bu, rumah ini dikosongkan? Dan,


Mr.Terdi itu Bos apa?”

“Saya kurang tahu Nak, rumah ini dikosongkan karena


apa. Kalau Mr.Terdi adalah seorang Bos diperusahan disebrang
jalan itu. Ia juga pendiri rumah susun Kebun Bambu
Condominium. Dan saya adalah wakil dari Mr.Terdi, nama saya
ibu Aisyah.”

86
Seketika Jimin menjadi terdiam. Rasa herannya menjadi
semakin tinggi.

“Iya sudah Nak, saya harus segera bekerja. Jika masih ada
yang ingin dibantu, ini alamat dan nomor telfon saya.” Ujar ibu
Aisyah dengan ramahnya.

“Ohh iya Bu, terimakasih banyak sebelumnya.”

Ibu Aisyahpun hanya tersenyum tipis dan segera


meninggalkan Jimin. Sementara Jimin terus memikirkan
kejadian yang Ia hadapi ini. Dan tak terasa perut Jimin berbunyi,
menandakan Ia harus beristirahat dan mencari makan. Ia
berjalan menuju sebuah rumah makan terdekat.

“Rumah Sofyan? Dikosongkan? Mr.Terdi? Apa


maksudnya semua ini?! Kenapa semua hampir sama dengan
tujuanku kesini?!” Jimin terus mengusik hati kecilnya, sembari
makan memikirkan hal itu.

“Kalau aku pulang sekarang, aku belum bertemu Ibu. Tapi


kalau aku masih disini, persediaaanku juga mau habis, uangku
juga ngepres.”

“Ohh iya, lebih baik aku cari pekerjaan disini saja. Tadi
ibu Aisyah memberikan alamat dan nomor telefonnya, aku bisa
meminta bantuan beliau.”

87
Jimin segera mengambil alamat dan no.telefon itu dari
tasnya dan segera menghubungi ibu Aisyah. Akhirnya Jiminpun
mendapatkan perkerjaan sebagai Obe dirumah susun Kebun
Bambu Condominium dan tinggal disebuah Asrama. Upahnya
memang tidak seberapa. Akan tetapi itu lebih dari cukup untuk
keseharian Jimin. Itu semua berkat bantuan ibu Aisyah.

Jimin bekerja dengan gigih dan penuh semangat. Ia


bahkan menjadi pegawai yang diandalkan oleh Bosnya,
meskipun sekedar Obe.

Hingga disuatu malam, ketika Ia bekerja membersihkan


halaman rumah susun, Ia iseng menengok rumah tua bernama
Sofyan. Dari kejauhan Ia melihat seorang lelaki masuk kedalam
rumah tersebut. Dan tak lama, juga terdengan suara wanita
meminta tolong dari rumah itu.

Tanpa buang waktu, Jimin segera berlari menuju rumah


tua itu. Dengan membawa sapu ditangan kanan kirinya, Jimin
memasuki rumah itu.

“Tolong… Tolong bebasin…” suara wanita terdengar amat


sedih.

“Suara itu dari atas, berarti dari lantai dua!” Jimin segera
menaiki tangga. Suara itupun semakin dekat, semakin terdengar

88
jelas, semakin keras ditelinga Jimin. Dan suara itu berada
didalam sebuah kamar tua.

“Tolong… Ijinkan saya keluar Pak…Tolong…”

“Bu? Ibu baik-baik saja?”

“Tolong saya Nak, keluarkan saya dari sini.”

“Iya Bu, saya akan keluarkan Ibu. Saya akan dobrak pintu
kamar ini.”

Dengan sekuat tenaga, Jimin mendobrak pintu kamar itu


dan pintu itupun terbuka. Dalam kamar tersebut, banyak sekali
kekacauan. Pecahan piring dan kaca dimana-mana. Juga tampak
wanita tua bercadar yang menangis kesakitan, menangis
ketakutan, wajahnya penuh dengan kegelisahan.

“Ibu tidak apa-apa?”

“Iya Nak, Ibu tidak apa-apa. Terimakasih banyak


sebelumnya.”

“Sama-sama Bu, memangnya siapa yang mengurung Ibu


dikamar ini? Dan sebenarnya ada apa? Kenapa juga banyak
sekali pecahan kaca dan piring disini?” Heran Jimin.

“Hey… Berani-bera

89
ninya kamu masuk kerumah orang tanpa permisi!” Tiba-
tiba seorang lelaki datang membawa pisau.

“Tenang Pak… Saya hanya…”

“Alahh… tidak usah banyak alasan!”

Dengan keras kepala, lelaki itu berlari kearah Jimin dan


hendak membunuhnya. Dan dengan cepat, pisau itu Ia tujukan
kepada Jimin. Akan tetapi, wanita bercadar disamping Jimin
segera melindungi Jimin hingga pisau lelaki itu menusuk diperut
wanita itu.

“Terimakasih banyak ya Nak untuk semuanya.” Perkataan


terakhir wanita itu dihadapan Jimin.

Jimin menjadi terdiam terpaku seakan tidak percaya akan


terjadi seperti ini.

“Dasar kau… anak tidak tahu diri!” Tiba-ttiba lelaki itu


mengambil pisaunya lagi dan hendak membunuh JImin. Jimin
yang tadi terdiam segera tersadar dan mengambil pecahan piring
terdekatnya, untuk senjata menghadapi lelaki itu.

Secara bersamaan, lelaki itu menusuk perut Jimin


dengan pisaunya. Dan Jimin juga menusuk lelaki itu dengan
pecahan piring ditangan kanannya. Kejadian itu mengakibatkan
akhir dari hidup mereka.

90
Kejadian itupun terdengar oleh masyarakat setempat.
Dan pagi harinya, para polisi selaku pihak keamanan segera
mengevakuasi kejadian tersebut. Dan terungkap sudah.

Lelaki itu adalah Mr.Terdi alias Bapak Tardi dan wanita


bercadar adalah Ibu Atun. Mereka adalah orang tua Jimin.

-SELESAI-

91
Autobiografi

Halo semua perkenalkan nama saya Chizba Nakulana


Majid. Mau dipanggil Chiz boleh, Izba boleh, Ba boleh, apapun
yang kalian suka. Aku lahir di Kab. Semarang 14 Mei 2000.
Saya sekarang kelas XII jurusan bahasa di SMAN 2 Ungaran.
Saya menyukai silat, tanpa bergulat, haha, paham? Harus!
Ada yang ingin menkritik? Silakan apapun tentang saya.
Kritik tampang saya pun boleh, haha. Saya bercanda. Um..
kritiklah saya jika menurut kalian kurang, bukankah manusia
adalah ladangnya kesalahan? Jadi apapun saya akan mencoba
lebih baik lagi untuk memperbaiki kekurangan saya.
Mungkin cukup, saya terlalu minimalis untuk menulis
sesuatu tentang saya. Terima kasih!

92
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Dhefy Kumalasary

Jimin pun lalu mencari potongan kertas tersebut di


selokan. Kemudian ada seorang bapak-bapak yang bertanya
kepadajimin.

“Sedang paa pak?” Tanya bapak tua itu

“Saya lagi mencari kertas alamat ibu saya pak!”

“Mari bapak bantu.”

Tak lama kemudian kertas itu pun di dapatkan oleh jimin


namun karena sudah terkena air maka kertas itu sudah rusak,
Jimin pun bersedih ia tak tau harus kemana lagi karena ia di
Jakarta hanya sediri. Bapak tua itu pun membantu Jimin untuk
tinggal sementara di rumahnya agar dia tidak menjadi
gelandangan di Jakarta.

Jimin pun menerima permintaan bapak tua itu, saat Jimin


melanjutkan perjalanan ke rumah bapak tua itu Jimin melihat
Ibunya yang sedang naik bus Jimin pun langsung lari dan
mengejar ibunya itu namun karena jarak yang jauh Jimin tidak
bias mengejar ibunya itu. Saat sampai di rumah bapak tua itu
Jimin terkejut saat melihat rumah yang sangat mewah dan

93
megah itu. Jimin pun juga di sekolahkan oleh bapak tua itu
sampai sukses dan menjadi pengusaha.

Saat Jimin sudah menjadi sukses nasib ibu Jimin di


Jakarta menjadi pembantu di sebuah rumah pacar Jimin yang
ibunya itu sudah sakit-sakitan.Suatu hari Jimi pergi ke rumah
Sasa yaitu pacar Jimin untuk menjemput dan mengajak Sasa
pergi makan malam.Ketika Jimin mengetuk pintu rumah Sasa
jimin terkejut dengan sosok ibu-ibu yang mirip dengan muka
ibunya.Namun saat Jimin ingin bertanya Sasa pun keluar dan
menemui Jimin.

Atun yaitu ibu Jimin sempat kaget dan tak percaya jika
itu tadi adalah anaknya yang pernah dulu ia tinggal di kampong
sekian lamanya. Atun pun terus bertanya kepada dirinya apakan
benar itu adalah Jimin,namun jika itu Jimin kenapa ia tidak
mengenali ibunya sendiri.

Selesai makan malam Jimin mengantar Sasa pulang dan


saat perjalalan Jimin bertanya kepada Sasa siapa wanita tua yang
ada di rumahnya tadi.

“Saa, aku ingin tanya sama kamu!”

“Tanya apa Jim ?”

“Tadi saat aku kerumahmu ada wanita tua yang


membukakan pintu itu siapa?”

94
“Ohh itu pembantu dirumah aku emangnya kenapa?”

“Nama pembantumu itu siapa?”

“Bu Atun, emangnya ada apa sih Jim? Kamu kenal dia?”

“Bu Atunn ?”

Saat mengetahui nama Bu Atun tersebut Jimin langsung


kaget dan berhenti di jalan. Sasa yang bingung dengan sikap
Jimin yang tiba-tiba berhanti di jalanan. Kemudian Sasa
bertanya kepada jimin mengapa ia berhenti saat mendengar
nama Bu Atun tersebut. Jimin pun juga bingung harus jawab apa
kepada Sasa,namun karena Jimin anak yang jujur dan
penyayang ia berkata jujur kepada Sasa bahwa Bu Atun itu
adalah ibu Jimin yang sudah beberapa tahun pergi menghilang
meninggalkan Jimin yang pamitnya mencari Ayah Jimin yang
berada di Jakarta.

Sasa tak percaya kepada Jimin dan Sasa kaget saat


mendengar bahwa Bu Atun adalah ibu Jimin yang selama ini
Sasa bayar dan di suruh-suruh itu adalah ibu Jimin, Sasa merasa
tidak enak pada Jimin dan Bu Atun. Saat mereka pulang Jimin
berbicara kepada ibunya agar ia tinggal bersama Jimin.

Selang beberapa bulan Jimin pergi keluar kota untuk


bisnis kantornya dan tiba-tiba saja ia di kejutkan oleh seorang

95
pria yang tampan,gagah, dan kaya. Jimin yakin bahwa pria itu
adalah ayahnya yang sudah lama tak pulang yaitu pak Tardi.Saat
Jimin mendekat dan ternyata bener itu adalah ayah Jimin.Jimin
mengenali ayahnya dengan melihat tanda pengenal yang ada di
jas pria itu.

“Selamat siang Pak Tardi.”


“ Iya selamat siang,ada apa ya ?”

“ Maaf jika saya menganggu waktu kerja bapak! Apa


bapak benar suami dari ibu Atun?”

“ Maksud anda apa ?”

“ Perkenalkan nama saya Jimin pak! Apa bapak lupa


dengan keluarga bapak sendiri?”

Beberapa jam kemudia mereka berdua berbicara dan


akhirnya Jimin benar dugaan Jimin pria itu adalah ayah Jimin.
Mereka saling berpelukan dan menanyakan kabar gimana
kondisi ibunya dan dirinya.Setelah itu Jimin dan ayanhnya
pulang ke Jakarta bersama, dan bertemu calon istri Jimin dan
Istri pak Tardi itu.

Saat mereka tiba di Jakarta bu Atun kaget dengan pria


yang bersama Jimin saat itu,tanpa basa-basi bu Atun memeluk
pak Tardi dengan rasa rindu yang begitu dalamnya yang sudah
sekian lamanya tak bertemu dan akhirnya mereka di persatukan

96
kembali dengan keadaan sehat dan sukses semua. Jimin pun
juga tak lupa membalas budinya kepada pria yang dulu pernah
menolong ia saat kecil sampai sukses saat ini.

- SELESAI -

97
Autobiografi

Namaku DHEFY
KUMALASARY aku lahir
tanggal 22 september 1999
sekarang umurku 18 th,hobiku

makan,tidur,maen,renang,volly,bulu tangkis,dan mainan HP.


Selain hobiku ada keseharian yang sukanya ikut suport team
bengkel bapakku lomba balap motor,dan selain itu aku juga suka
membantu kakak untuk jualan kopi di rumah yaa walau pun
terkadang aku tinggal tidur duluan,hehehe :D.
Thanks for all friends

98
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Esa Cintya F.

Jimin langsung segera mengambil potongan kertas itu


di selokan, kemudian Jimin memerhatikan orang yang akan
keluar dari mobil sedan limusin hitam. Dari mobil itu terdengar
suara pintu mobil terbuka dengan keras dan tepakan kaki yang
keluar perlahan setelah Jimin perhatikan orang tersebut mirip
dengan ayahnya, Tardi.

Tanpa sadar, Jimin langsung memanggil ayahnya dan


memeluk ayahnya, ternyata ayahnya baru sadar jika yang
memeluk dan memanggil dia itu anaknya, Jimin.

‘’Yah, aku sudah rindu sekali dengan ayah’’ kata Jimin

‘’ Dimana emakmu,nak?’’ kata Tardi

‘’ Sudah beberapa bulan emak mencari ayah setelah itu ibu


tak kembali lagi ke kampong karena kehabisan uang dan jadi
pembantu di alamat ini biasanya emak pulang tetapi sudah

99
setahun emak tiddak dating dan kiriman duitnya juga macet’’
kata Jimin sambil menunjukkan alamat ibunya.

‘’Maafkan ayah nak, semenjak kebakaran dulu ayah sudah


tidak bisa pulang karena semua mebel milik Haji Rahim
terbakar lude tanpa sisa sehingga ayah tidak punya uang untuk
pulang ke kampung’’ kata Tardi

‘’Lalu ayah tinggal dimana sekarang?’’ kata Jimin

‘’Tinggal disini’’ kata Tardi

‘’ Kok bisa ayah tinggal disini, memang ayah kerja apa?’’

‘’Ayo kamu naik mobil ayah saja kita cerita dirumah ayah
saja’’

Ketika sampai di rumah Tardi yang super mewah barang-


barangnya mahal dan mobilnya juga mahal, Jimin terkesan
dengan ayahnya.

‘’Jadi ayah sekarang sudah kaya ya?’’

‘’ Tidak nak, semenjak kejadian itu ayah bekerja jadi


pemulung di pinggir jalan, lalu ayah menjual kembali di tukang
loak sampah seperti kardus,botol, kertas dan lainnya yang
penting bisa terjual dan uangnya buat modal jualan es krim di
sekolah,pondok dan tempat lainnya. Alhamdulillah sekarang

100
ayah sudah punya perusahaan Es krim dan sudah banyak
pegawai ayah’’ kata Tardi

‘’ Wah aku mau dong yah’’ kata Jimin

‘’ Sebentar ayah ambilkan’’ kata Tardi

Sambil memakan es krim Jimin berbincang-bincang pada


ayahnya, Jimin menceritakan emaknya yang mencari ayahnya
sampai kesana kesini tapi tak kunjung ada kabar juga sampai
pada akhirnya tau bahwa rumah Haji Rahim rata dngan tanah
dan mebelnya ludes kebakar sehingga tak tau harus mencari
kemana lagi sampai emak kehabisan uang dan menjadi
pembantu dirumah Ibu Sofyan.

‘’ Ayah tau rumah Ibu Sofyan ini?’’ kata Jimin sambil


menunjukkan alamatnya

‘’ Ayah tidak tau keadaan sini sebelum dibangun rumah ini


karena ayah dulu hanya tidur di pinggir jembatan, apa kamu
mau ayah antar mencari alamat ini?’’ kata Tardi

‘’ Iya yah” kata Jimin

‘’Besok saja ya nak, sekarang kamu tidur disini dulu’’ kata


Tardi

‘’Iya yah’’ kata Jimin

101
Keesokan harinya Jimin dan Tardi berusaha mencari
alamat ibunya, mereka mencoba bertanya pada orang sekitar
rumahnya.

‘’ Bapak tau Jalan Lingkar Luar Barat nomor 12, Blok D1


Rumah susun Kebon Bambu?’’ Tanya jimin pada bapak tukang
ojek

‘’ Saya tidak tau, setau saya disini cuma ada Kebon


Bambu Condonium’’ kata tukang ojek itu.

Setelah bertanya pada tukang ojek, Jimin bertemu dengan


seorang ibu tukang sampah

‘’ Maaf bu, apakah ibu tau alamat ini?’’ Tanya Jimin


sambil menunjukkan potongan kertas berisi alamat itu.

‘’ Ya saya tau ini, perusahaan kayu Bapak Sofyan


sudah bangkrut dan keluarganya pulang kembali ke kampong,
setau saya pembantunya sudah meninggal waktu mau membeli
sayur tertabrak bus yang lewat karena bus itu remnya blong’’
Kata Ibu tukang sampah

Seketika tubuh Jimin lemas dan potongan kertas yang


berisi alamat tersebut kembali terjatuh ke selokan dan hanyut
terbawa air yang mengalir

‘’ Sekarang pembantunya dimakamkan dimana ya bu?’’


Tanya Jimin

102
‘’ Tidak jauh dari sini mas, mas lurus lalu belok ke kanan
nanti ada tulisan ‘’MAKAM AR-RAHMAN’’ lha disitu
tempatnya mas’’ jawab ibu tukang sampah

Jimin menemui makam itu dan menangis diatas makam


ibunya, sedangkan Tardi menyesal karena dia tak bisa bertemu
dengan istrinya kembali padahal dia sudah susah payah
mencarinya sampai kehabisan ongkos.

- SELESAI -

103
Autobiografi

Nama saya Esa Cintya Fidini.


Umur saya 17 tahun. Nama
orang tua saya adalah Joko
Hartono dan Dwi Mawarti.
Saya anak pertama dari dua
bersaudara. Saya duduk di
kelas 12 dan saya bersekolah di SMA NEGERI 2 UNGARAN.
Saya pernah bersekolah di SDN UNGARAN 01,03,06.Saya
pernah bersekolah di SMP NEGERI 2 UNGARAN. Hobi saya
membaca buku, buku kesukaan saya adalah komik dan novel.
Saya sangat suka menulis cerpen dan puisi.

Perjalanan Dua Pencari Alamat


104
Oleh Farra Salsabila

Saat potongan kertas itu jatuh ke selokan Jimin berusaha


mengambilnya dan Jimin deperti kesal oleh satpam karena tidak
sengaja potongan kertas itu jatuh masuk selokan.
Jimin lalu pergi begitu saja dan mencari-cari alamat yang
ia tuju, tetapi tidak banyak orangpun yang tau. Sampai-sampai
Jimin bertanya kembali kepada seseorang yang tampan dan
seperti orang kayaraya. “permisi dek, saya mau tanya apakah
adek tau alamat ini ?” tanya Jimin kepada seseorang tampan tadi
sambil memberi secarik kertas yang ia bawa tadi. “maaf pak
saya tidak tau sepertinya alamat yang bapak cari tersebut tidak
ada dikota ini” jawabnya dengan senyuman ramah.
“Bapak darimana dan mencari alamat siapa ?”
“Saya tidak tinggal dari kota sini saya dari Jawa disini
saya kebingungan untuk mencari alamat Ayah saya waktu ia
sedang bekerja dikota ini tetapi Ayah saya sudah lama tidak
pulang ke kampung, dan waktu itu Ibu saya mencari alamat
Ayah saya dan sekarang juga tidak bertemu oleh Ibu saya”
Jimin lalu menceritakan semua kejadia yang Jimin
rasakan kepada seseorang tadi. “oh iya adek namanya siapa
he..he.. saya jadi curhat sama kamu” ucapan Jimin dengan
tersipu malu. “tidak apaapa pak saya Afan, Bapak siapa ?”
tanyanya kembali. “saya Jimin dek”
Lalu mereka bercakap cakap panjang lebar dan ternyata
Afan adalah anak pengusaha bapaknya kayaraya mempunyai
toko tukang kayu Ayah Ibunya selalu pergi keluar negri. Jimin
berfikir apakah Ayahnya itu Ayahnya tetapi Jimin tidak berfikir
keras. Jimin kesana kemari hingga larut malam dan Jimin tidur
di halman mesjid, tiba-tiba ada yang membangunkannya. “pak
permisi pak”seorang ibu-ibu membangunkannya, ternyata ibu-

105
ibu itu adalah Atun Ibunya Jimin. Sepontan mereka langsung
berpelukan dan Atun menangis antara terharu dan bahagia
bertemu dengan anaknya Jimin.
“Ibu kemana saja tidak pernah pulang kampung dan
susah dihubungi”
“Maaf nak Ibu waktu disini Ibu kecopetan dan sekarang
Ibu bekerja di mesjid ini.”
Hari demi hari Jimin dan Ibunya selalu bersama-sama,
dan akhirnya Jimin mencari kerja, ia ingat sewatktu ia bertemu
Afan ia ingat bapaknya mempunyai toko kayu di daerah Jalan
Kenangan dan Jimin mencari toko tersebut dan ketemulah toko
kayu itu dan langsung bertemu Afan anak pengusaha toko kayu
ini. “Afan” teriak Jimin dan menghampirinya. “eh bapak Jimin
bisa saya bantu pak ?” tanya Afan kepada Jimin. “saya ingin
bekerja disini apakah ada lowongan pekerjaan disini ?” jawab
Jimin. “kebetulan pak disini membutuhkan karyawan utuk
menyetir mobil mengirim kiriman kayu yang pelanggan
butuhkan, apakah bapak bisa menyetir mobil ?” ucap Afan. “oh
saya bisa dek saya bersedia”
Akhirnya Jimin saat itupun juga bekerja, saat Ayah Afan
ingin melihat apakah tokonya baik-baik saja saat ini, hendak ia
keluar Ayah Afan langsung sepontan melihat Jimin ia tidak
langsung keluar tetapi malah kembali kedalam rumah, ternyata
Ayah Afan itu adalah Tardi Ayah Jimin juga, didalam hati Tardi
berkata “apakah benar itu Jimin” Tardi terus berfikir dan melihat
dari balik pintu. “mengapa ia bisa bekerja disini, ia tau toko ini
darimana ?” ucap Tardi dalam hati, tiba tiba Afan memegang
pundak Ayahnya dan bertanya “Ayah ada apa disini, mengapa
Ayah seperti ketakutan ?” tanya Afan dengan nada tinggi. “em..
Ayah tidak apa-apa nak, Ayah cuman mau tau apakah orang itu
karyawan baru ?” jawab Tardi sambil menunjuk ke arah Jimin.
“oh yang itu, iya itu karyawan baru disini ia Jimin” ucap Afan
kedapa Ayahnya lalu Afan pergi meninggalkan Ayahnya.

106
Ternyata benar apa yang Tardi pikirkan dan yang ia lihat benar
itu adalah Jimin anaknya dengan Atun.
Hari menjelang sore Jiminpun pulang bekerja dan
kembali kerumahnya dan tinggal bersama Ibunya saat kembali
kerumah Jimin menceritakan semua yang ia lalui saat itu.
Keesokan harinya Atun mencari alamat Tardi kesana kemari
tetapi tidak ada hasil sama sekali, dan Jimin sedang bekerja ia
mendapat perintah dari atasannya untuk mengirim kayu di
daerah Bogor waktu perjalanan Jimin mengantuk hampir saja
Jimin menrabak pengendara lain sempat Jimin beristirahat
sebentar, Jimin keluar kota den temani oleh keneknya yang
selalu menemani supir. “pak bapak lelah ya, kalau begitu bapak
tidur saja beberapa menit tidak apa-apa” ucap kenenknya
didalam mobil yang terpakir di depan toko makanan. “sudah
tidak apa apa saya sudah tidak mengantuk” jawab Jimin dengan
bersamaan menyalakan mobilnya dan melanjutkan perjalanan
menuju Bogor. Sampainya di Bogor seseorang yang memesan
kayu yang lumayan banyak tiba-tiba bapak itu berkata kepada
Jimin
“Wajah kamu seperti pemilik toko kayu itu”
“Tidak mungkin lah pak saya disini hanya karyawan dan
pemilik toko kayu itu sudah mempunyai anak dan pemilik toko
kayu tersebut sering pergi keluar negri saya tidak pantas untuk
di mirip-miripkan kepada pemilik kayu tersebut”
“Hehe.. saya minta maaf nak, tapi wajah kamu seperti
Pak Tardi”
“Tardi ?”
“Iya Pak Tardi, kenapa kamu langsung terkejut
mendengar nama Tardi ?”
“Tidak apa-apa pak, ini kayu sudah semua diturunkan
saya kembali lagi ke kota “

107
Di saat perjalanan menuju Kota Jimin terus berfikir
apakah yang dikatakan bapak itu benar-benar Tardi Ayahnya,
sesampainya di toko itu Jimin menanyakan kesemua karyawan
yang bekerja disitu apakah pemilik toko tersebut benar-benar
bernama Tardi, dan ternyata benar pemilik toko itu bernama
Tardi. Sampainya di rumah Jimin menghampiri ibunya “Ibu
pemilik toko yang Jimin bekerja bernama Tardi tetapi selama
Jimin bekerja disitu Jimin tidak pernah bertemu kepada pemilik
toko kayu tersebut” ucap Jimin dengan keingungan. “yang benar
saja pemilik toko tersebut bernama Tardi ?” jawab Atun sambil
memegang pemilik bahu Jimin. “benar bu, pemilim toko
tersebut bernama Tardi tetapi aku tidak pernah bertemu bu” lalu
Jimin memeluk Ibunya dan menangis.
Keesokan harinya hendak Tardi ingin keluar
mengenakan mobil yang mewah Tardi tidak sengaja berpapasan
dengan Jimin, mata Jimin langsung melototi Tardi dan Tardi
hanya diam tidak berkutik sama sekali. “Ayah, apakah benar ini
Ayah ?” ucap Jimin dan langsung memeluk Ayahnya, tiba-tiba
istri Tardi keluar dan melihat mereka berdua berpelukan pantas
Tardi sering keluar negri istrinya saat ini adalah berasal dari
Inggris. “apa yang kamu lakuakn disini !” dengan nada tinggi
dan memisahkan pelukan Jimin dan Tardi. “maaf buk, ini Ayah
saya” jawab Jimin “haa apa, tolong ceritain semua saya tidak
mengerti apa yang kamu bicarakan !!” tanya istri Tardi dan
mulai mengeluarkan airmatanya.
“Begini bu selama ini Ayah saya tidak pernah pulang
kampung dan tidak pernah mengirim uang, lalu Ibu saya
mencari alamat Ayah saya dikota ini dan Ibu saya tidak pernah
pulang kekampung juga, lalu saya berniat mencari alamat Ayah
saya dan mencari Ibu saya, dan sekarang Ibu saya sudah
bertemu saya dan sekarang bersama saya”
“Apakan ini bernar Tar? yang ia ucapkan semua ini
tolong jelaskan kamu dulu bilang kepadaku kalau kamu belum
mempuyai istri dan anak tapi apa ini, semua sudah terbongkar’

108
Tardi hanya diam dan sedikit kebingungan “ayah tolong
jelaskan semua ini, mengapa ayah begitu tega dengan Ibu dan
aku ?” perkataan Jimin keluar dari mulutnya “maafkan aku
semua ini salahku, dulu aku sangat mengaguminya tetapi lama-
kelamaan muncul rasa tertarik dan ingin memiliki seutuhnya”
kata demi kata keluar dari mulut Tardi dan menjelaskan
semuanya.
Jimin sangat tidak percaya dengan ini semua tiba-tiba
Jimin mengelurkan handphone nya dan menelof ibunya untuk
segera datang dimana Jimin slama ini bekerja, saat itu pula Afan
sudah melihat dan mendengarkan pembicaraan tadi, “Papah ini
semua benar, papah dulu sudah berkeluarga dan menelantarkan
keluarga papah sendiri mengapa papah setega itu papah
mengajariku hal-hal yang baik tetapi...” kata Afan dengan
ayahnya “maaf nak papah bisa jelaskan semua ini” Tardi
semakin kebingungan dan Atun sudah tiba di temoat Jimin
bekerja.
“Tardi?’
“Atun”
“Mengapa kamu setega ini denganku, kamu
menelantarkanku dan Jimin begitu saja di kampung dan kamu
sudah sukses begini kau masi lupa denganku dan kau mempuyai
istri lagi ?”
Atun waktu itu juga menampar Tardi dengan begitu
kerasnya, “tidak apa-apa kamu menamparku ini semua
salahku !” ucap Tardi dengan memegang tangan Atun. “sudah
ayah” sepontan Jimin dan Afan berkata sama dan bersamaan,
dan semua sudah di jelaskan oleh Tardi dan Tardi mengakui
salah tiba-tiba istri tardi yang kedua meminta cerai kepada Tardi
tetapi Atun mencegahnya dan Atun rela Tardi memiliki istri
yang tidak hanya Atun.
Mereka lalu berpelukan dan saling meminta maaf dan
sekarang Tardi Atun istri Tardi yang berasal dari inggris Jimin

109
dan Afan menjalani hidup yang bahagia, dan tidak ada
permasalahan besar dikelurganya Tardi sangat adil dengan istri-
istrinya dan istri Tardi yang barasal dari Inggris ternyata sangat
baik dengan Atun dan selalu becakap-cakap dan semuanya
hidup bahagia tidak ada lagi perselisihan dan alamat Tardi sudah
Jimin temukan.

-TAMAT-

Autobiografi

110
Hallo nama
saya Farra
Salsabila bisa
dipanggail
Farra, saya
bersekolah di
SMA Negeri 2
Ungaran
sekarang saya kelas XII di jurusan Bahasa, saya memiliki hobi
bertarung hehe maksutnya bertarung di gelanggang
pertandingan ya seperti lomba saya suka dengan Pencak Silat
idola saya ya seperti kak Wewey Wita atlit Pelatnas Indonesia
dari Jawa Barat, Mas Denny Aprisiani atlit Pelatnas Indonesia
dari Palembang dan mas Hanifan YK dari Jawa Barat juga
mereka sangat atlit Pencak Silat, emm ngomong-ngomong kalau
saya sudah latihan dan bertemu saudara-saudara saya
seperjuangan latihan sampai tidak mengenal waktu hehe biasa
pulang latihan malem ataupun sampai pagi hehe maafin yak, dan
saya mempunyai cita-cita ingin menjadi TNI AL dan ingin
seokolah di PTN yaitu UNY dengan jurusan PJKR tetapi orang
tua saya tidak membolehkannya, yaa saya nurut-nurut aja deh
toh demi kebaikan saya hehe  disekolah saya mempunyai

111
banyak teman tidak disekolah saja diluarkota juga ada hehe
bukannya sok hitz :D tapi itu memang benar kok :p sekian yaak
maafin Farra kalu ada kesalahan  dadaaa......... 

Perjalanan Dua Pencari Alamat


Oleh Febbyana Ayu P.

112
Jimin yang mengetahui bahwa benda berharganya itu
hanyut di selokan segera mengejarnya diikuti oleh si Satpam.
Namun terlambat, kertas berisikan alamat ibunya itu telah robek
bahkan tulisan di atasnya telah pudar.
Jiminpun bingung harus dengan cara apalagi ia mencari
alamat ibunya, karena dia sendiri tidak hafal dengan alamat
yang ada di potongan kertas tadi. Dengan raut wajah pasrah
Jimin duduk di pinggir selokan sambil memeluk kedua kakinya
yang tertekuk. Merasa bersalah, satpam tadipun menyuruh Jimin
untuk ikut dengannya ke pos satpam.
“Kamu ikut saya dulu saja, ayo masuk ke dalam. Nanti
saya carikan solusinya.”
Sambil mengusap air matanya, Jimin menurut dan
mengikuti si Satpam masuk ke pos satpam Kebon Bambu
Condominium. Si Satpam memberikan segelas air putih kepada
Jimin kemudian pergi menuju ke kantor pemasaran.
“Anda mau kemana, Pak?”
“Ke kantor pemasaran, mau bertemu dengan pemilik
Condominium ini. Kamu disini saja, saya tidak akan lama.”
Jimin hanya mengangguk kemudian duduk kembali.
Sudah 3 jam Jimin duduk di dalam pos satpam namun si
Satpam belum juga kembali. Ditambah dengan hujan yang turun
satu jam lalu membuat Jimin merasa kedinginan sendirian. Tiba-
tiba sebuah limusin hitam berhenti tepat didepan pintu pos
satpam. Kaca pintu mobil depan terbuka pelan, telihat seorang
wanita setengah umur mengenakan kacamata hitam tengah
merogoh tas Channel hitam satinnya.
“Nanti saya langsung pulang kerumah, jadi kantor tolong
dikunci ya” menyerahkan kumpulan kunci bergantung pahatan
kayu kepada Jimin dan langsung menutup kaca mobil tanpa
menoleh ke arah Jimin. Jimin yang tidak tahu apa-apa menerima
saja kunci pemberian wanita itu. Dilihatnya kunci itu sambil

113
duduk kembali, namun mata Jimin tiba-tiba tertuju pada
gantungan kunci yang terbuat dari pahatan kayu tersebut. Segera
Jimin berlari mengejar limusin hitam tadi ditengah hujan yang
begitu deras. Namun sayang, mobil mewah itu sudah tidak
terlihat.
Dengan langkah gontai Jimin kembali ke pos satpam
sambil sesekali mengusap air matanya. Harapannya untuk
bertemu sang Ibu sepertinya pupus sudah. Namun ia masih
bertanya-tanya mengapa wanita tadi dapat memiliki gantungan
kunci yang sama dengan yang Jimin berikan kepada Ibunya 3
tahun silam sewaktu Ibunya pergi ke kota untuk mencari
Bapaknya.
“Kamu kenapa basah kuyup seperti itu? Kamu hujan-
hujanan? Sudah saya bilang tungggu didalam, kenapa kamu
keluar?”. Jimin hanya diam saja dan sambil memegang erat
kunci pemberian wanita tadi.
“Loh itu kan kunci kantor, kenapa bisa ada dikamu?”.
Jimin tetap tidak menjawab.
“Hei! Nak! Dengar tidak?”
“Eh? Iya? Oh, Iya, tadi...ada wanita yang
memberikannya pada saya, dia berkata bahwa dia akan langsung
pulang kerumah. Jadi, dia menyuruh untuk mengunci kantor”
“Oh, Bu Bos? Mana kuncinya!”
“Dia..pemilik Condominium ini Pak?”
“Yaa, bisa dibilang begitu sih. Pemilik asli
Condominium ini sebenarnya Haji Rahim, namun karena urusan
pribadi, Haji Rahim memberikan hak atas Condominium ini
pada wanita tadi. Sudah setahun lebih ia mengelola
Condominium ini.”
“Kalau boleh tau, siapa nama wanita tadi Pak?”

114
“Kenapa kamu begitu penasaran? Memang apa
hubungan wanita itu denganmu?”
Jimin melihat kembali ke arah gantungan kunci yang ia
bawa.
“Bawa sini kunci-kunci itu, jangan sampai gantungan
kuncinya rusak. Bisa dimarahin Bu Bos saya nantinya.”
“Memang apa pentingnya gantungan kunci ini
untuknya?”
“Itu benda kesayangan Bos, sejak ia memegang kendali
kantor, ia tak pernah mengganti gantungan kunci itu.”
Ucapan satpam tadi membuat Jimin kembali
berpengharap.
“Apa saya bisa bertemu dengan pemilik Condominium
ini? Saya mohon Pak!”
“Baiklah baiklah, nanti setelah selesai tugas saya antar
kamu kesana.”
Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Jimin dan si
Satpam berdiri tepat didepan sebuah rumah besar bertingkat
yang terlihat begitu megah.
“Cari siapa Pak?” tanya satpam penjaga rumah kepada si
Satpam dan Jimin.
“Bu Atun ada dirumah Pak? Saya satpam penjaga
Condominiumnya, mau mengembalikan kunci kantor.”
Jimin yang mendengar nama Ibunya dipanggil pun
terkejut, harapannya bertemu dengan ibunya semakin besar.
“Oh, ada. Mari saya antar”
Kemudian satpam itu pun menunjukkan jalan kepada
Jimin dan si Satpam ketempat wanita bernama Atun itu berada.
Namun, betapa terkejutnya Jimin ketika mengetahui wanita

115
tengah duduk bersila disebelah sebuah makam bertuliskan Tardi
pada batu nisannya.
Jimin melangkah gontai mendekati wanita tersebut.
Dilihatnya wanita setengah umur itu sedang tertunduk
memejamkan matanya. Wanita itu adalah wanita yanng Jimin
temui ketika ia di pos satpam. Pelan-pelan Jimin duduk
disamping wanita tersebut sambil menatap wanita itu dengan
raut wajah sedih.
“Ibu?” ucap Jimin lembut.
Wanita yang ia panggil pun menoleh ke arah Jimin dengan
tidak percaya. Dengan mata yang berbinar ia memegang pipi
Jimin kemudian memeluk remaja didepannya itu.
“Ibu? Apa ini? Kenapa ada nama Bapak disini? Apa yang
terjadi pada Bapak, Ibu?” tanya Jimin bertubi-tubi.
“Bapak kamu sudah meninggal dunia Nak, dia meninggal
dalam kebakaran mebel setahun sebelum Ibu memutuskan untuk
pergi ke kota. Maafkan Ibu tidak mengirim uang ataupun surat
untukmu belakangan ini, Ibu tidak ingin kamu terus menanyai
dimana Bapakmu. Ibu tidak bisa berbohong pada anak Ibu.”
Sambil terisak-isak.
“Lalu, bagaimana Ibu bisa berada disini? Mengapa Ibu
bisa jadi pemilik Condominium itu? Ibu bilang ibu bekerja
sebagai pembantu di rumah Ibu Sofyan?”
“Iya, memang benar ibu bekerja sebagai pembantu di
rumah Ibu Sofyan. Namun setahun yang lalu saat Ibu sedang
sholat, Ibu tidak sengaja bertemu dengan Haji Rahim, pemilik
mebel tempat Bapakmu bekerja. Awalnya ibu tidak mengetahui
kalau itu Haji Rahim, kemudian ada seorang Bapak-bapak yang
menyapanya jadi Ibu bertanya apakah dia Haji Rahim pemilik
mebel. Namun saat dia mengetahui siapa Ibu, dia menangis
bersalah kemudian menceritakan kejadian kebakaran yang

116
merenggut nyawa Bapakmu. Merasa bersalah, dia memberikan
Condominium itu pada Ibu, serta rumah ini juga.”
“Lalu? Mengapa Ibu mengubur Bapak dirumah ini?”
Menggelengkan kepalanya. “Tidak Nak. Ibu tidak
mengubur Bapakmu disini, ini hanyalah tumpukan tanah yang
Ibu anggap sebagai makam Bapakmu. Karena kebakaran besar
itu, jasad Bapakmu tidak ditemukan, bisa dibilang jasadnya
hangus terbakar.”
Jimin menangis tersedu-sedu mendengar penjelasan dari
Ibunya. Dia tidak menyangka, perjalanannya dan Ibunya begitu
jauh hingga saat ini. Dia ingin bersyukur karena telah bertemu
dengan Ibunya dalam keadaan baik-baik saja bahkan bisa
dikatakan sukses. Namun ia juga ingin menangis mengetahui
nasib Bapaknya yang begitu pilu.

-SELESAI-

Autobiografi
117
Allo! Assalamu’allaikum...
Febbyana Ayu Pratiwi atau lebih
sering dipanggil Febby. Lahir di
Semarang, 10 Februari 2000. Hobby
ku yang pasti menari, merias diri,
belanja, pokoknya seputar cewek
deh. Saat ini aku duduk di bangku
kelas 3 SMAN 2 Ungaran dan
InsyaAllah bakalan lanjut ke FBS
Unnes ya...Amin
Aku putri pertama dari dua
bersaudara. Sejak kelas 7 SMP aku udah menyukai dunia tari
dan kejawen. Bagiku agama memanglah penting namun
melestarikan adat dan tradisi leluhur juga tak kalah pentingnya.
Selain dunia budaya, aku juga menyukai dunia bahasa dan
sastra. Aku suka sekali mengarang cerita apalagi dalam bentuk
naskah drama, novel dan cerpen.
Nuwun...
Wattpad : @febbynayprtw
Instagram : febb.prtw

Perjalanan Dua Pencari Alamat

118
Oleh Feri Feri Satya P.

Jimin melihat Pak Satpam tersebut melepaskan genggaman kertas


tersebut dan terhembus masuk ke sekolan. Jimin sontak lari seakan -
akan kehilangan Sandal “Swallownya” hanya untuk menangkap
kembali kertas berharga dari ibunya. Satu - satunya barang berharga
miliknya yang tersisa untuk mencari ibunya yang meninggalkannya.
Terlihat sekolan tersebut tidak mengalir dengan baik. Banyak sampah
kotor dan ada beberapa bangkai tikus yang mengambang.Tanpa
memperdulikan apapun dia memasukkan tangannya ke dalam selokan
yang kotor dan bau tersebut, dia meraih dan menggenggam erat surat itu
ditangannya seakan takut akan tikus yang tiba tiba muncul dan
memakan kertasnya. Satpam- satpam itu kasihan melihat anak yang
terlihat sedih itu.
“Eh Pak, kenapa kertasnya dilepasin, tuh sampe jatuh ke
selokan”

Tanya Pak Saptam yang pertama membantu Jimin

“Ah, bodo amat. Lagian juga ane reflek liat mobil limusin hitam
itu datang, jadinya kertasnya saya lepasin, bapak juga kan langsung
kaget liat mobil itu datang ?” Balas Satpam satunya

“Iya juga sih, tapi tetep juga harus tanggung jawab dong Pak,
kasihan tuh !” Memohon kepada Satpam pertama

119
Setelah berbisik bisik, kedua saptam itu menghampiri Jimin yang
sedang membersihkan kertas tersebut dan hampir putus - asa untuk
membantunya.

“Gini dek, sebenarnya rumah susun mengalami kebakaran hebat


tiga tahun lalu, dan Pak Sofyan adalah salah satu korban kebakaran itu.”
Jelas Satpam pertama sambil menepuk pundak Jimin.

“Oh iya, saya jadi ingat, seingat saya, tiga tahun yang lalu ada
seorang wanita muda yang menanyakan hal yang sama persis adek
katakan kepada saya, tetapi dia mencari suaminya dan sayalah yang
menunjukan rumah susun Pak Sofyan kepadanya,” .

Jimin bangkit dari sedihnya dan mulai semangat kembali. Jimin


bertanya kepada satpam tersebut kalau dia tahu ke mana pindahnya Pak
Sofyan, muka satpam tersebut langsung berubah merah seperti
ketakutan dan tanpa mengatakan apa- apa dia menggeleng kepalanya.
Rasa putus asa Jimin kembali lagi dan setelah mengucapkan terima
kasihnya kepada satpam- satpam dia mulai berjalan lagi dengan gelisah.

Sewaktu berjalan, dia melihat sebuah limusin hitam mewah yang


sama seperti tadi, tetapi di dalam tidak ada siapa- siapa. Dia mendekati
mobil tersebut karena perasaan ingin tahunya akan hal mahal apa saja
yang dapat ia lihat didalam.

“Eh, itukan mobil limosin hitam yang lewat depan bapak – bapak
satpam tadi, kira – kira dalamnya isinya apa ya ? Mungkin seorang

120
“Sultan” atau apalah” Gumam Jimin sambil mendekati mobil panjang
itu

Dia mengintip dari jendela mobil. Belum selesai melihat – lihat,


tiba- tiba dia mendengar suara seorang ibu menjerit “Oi, pencuri”
sambil memegang bahunya dengan erat. Jimin merasa takut akan dikira
ia seorang pencuri, dia membalikkan badannya sambil meminta
ampun.”Ampun buk, saya tidak bermaksud untuk merusak mobil ibu.”
Sewaktu berbalik, dia melihat muka yang tidak asing di matanya,
dengan berlian besar di lehernya, cincin emas dengan batu mulia di jari
– jari tangannya. Baju biru gelap dengan sepatu hak tinggi berwarna
langsung tertuju kepada Jimin. Ibu tersebut sontak raut mukanya
berubah merah dan kaget.

“(Berbicara dalam hati) Muka itu, muka itu, serasa tak asing lagi
dimataku. Jangan jangan.........”

“(Berbicara dalam hati) Bocah ini, apakah dia Jimin anakku ?


Mengapa dia sampai ke sini ?

Jimin pun tidak tahu harus berbuat apa, dia berdiri di depan ibu
kandungnya, Atun yang berpakaian mewah dan perhiasan mahal, yang
sudah lebih dari 3 tahun meninggalkannya, melantarkannya. Jimin
merasa hatinya sakit, kepalanya seakan ingin pecah, dia melepaskan
genggaman ibunya dan lari menghindari Atun.

121
“Arrgghhh, lepaskan aku biarkan aku pergi” Jimin melemparkan
tangan ibunya dan langsung lari menghindari Atun

“Tunggu nak tunggu” Teriak Atun sampai warga sekitar melihat


ke arah Atun

Belum jauh larinya Jimin merespon jawaban ibunya.

“Apa ? Mau apa kau ? Memangnya siapa kau ?” dari jauh Jimin
menoleh ke arah Atun

Atun berteriak meminta maaf atas perbuatannya. Air matanya


keluar dan keluar tiada hentinya

“Aku tahu Ibu salah, tapi setidaknya biarkan Ibu Bodohmu ini
menjelaskan apa yang sudah terjadi” Balas Atun dengan suara tersedu -
sedu

Jimin berputar dan membalikkan badannya dan menjerit


“SUDAH !!!! Aku benci Ibu, Ibu tidak sayang Jimin, AKU BENCI
IBU”.

“Nak... Jimin... Ibu bisa jelaskan, mari bicara sebentar, Ibu tak
bermaksud membuatmu begini”

“Tak bermaksud ? Ibu meninggalkanku 3 tahun dan berkata TAK


BERMAKSUD ?”

“Ibu tahu, maka dari itu Ibu ingin menjelaskan kepadamu apa
yang sebenarnya terjadi” Atun mendekati Jimin

122
Jimin terdiam sejenak, Jimin mulai mendekat dan menatap ibunya
itu

“Baiklah Bu, aku tahu ibu tak bermaksud untuk berbuat ini, jadi....
Apa sebenarnya yang terjadi ?” Berbicara dengan nada pelan

“Iya nak, sebelum itu, mari masuk ke mobil ibu. Ibu ajak ke
tempat tinggal Ibu sekarang” Memegang punggung Jimin masuk ke
mobil

Jimin masuk ke dalam mobil Ibunya, dan benar saja. Didalam


mobil tersebut memang mobil milik ibunya. Terdapat tanda ukiran
tulisan “ For Atun, From Sofyan”. Jimin bertanya – tanya siapa Sofyan
itu.

“Bu, ini mobil benar – benar milik Ibu kan ? Mengapa ada nama
seseorang disitu ? Siapa dia ? ” Tanya Jimin bingung

“Ibu akan jelaskan setelah sampai di rumah yaa !” Balas Atun.

Mobil limosin itu mengantarkan Jimin dan Ibunya, Atun ke


sebuah rumah mewah nan megah di sebuah komplek tanah luas
didaerah Senayan, Jakarta Pusat. Sesampainya di depan gerbang rumah
Atun, Jimin terkejut bukan kepalang.

Ayo nak masuk ke rumah, Ibu mau mengenalkan seseorang


kepadamu !”

123
Setelah masuk ke rumah, Jimin tambah terkejut bukan main.
Didalam rumah megah itu berisikan barang barang antik dan berharga.
Jimin langsung dibawa ibunya bertemu dengan orang yang dimaksud.

“Ayo nak, orangnya ada di taman belakang rumah”

Orang itu mendengar suara Atun dibelakang dan menyambut


seseorang yang baru di rumah

“Oh, Atun, sudah pulang rupanya. Gimana ? Pesananku sudah kau


belikan ?” Tanya orang asing itu

“Sudah mas, itu aku taruh di meja dapur” Balas atun dengan
santainya

“Anak itu siapa ? Keponakanmu ?”

“Oh iya, Mas kenalkan ini anak saya yang pernah saya ceritakan
dulu itu”

“Jadi kamu yang namanya Jimin. Perkenalkan, nama saya Sofyan,


pemilik rumah ini” Ucap Pak Sofyan sambil mengelus kepala Jimin

“I....Iya Om, nama saya Jimin, anaknya Bu Atun” Balas Jimin


dengan gugup

“Hahaha... Panggil saya Pak Sofyan, mari kita ke ruang keluarga,


ada yang ingin aku beritahu kepadamu”

124
Pak Sofyan beserta Jimin dan Atun pergi ke ruang keluarga sambil
memakan cemilan ala ala kerajaan

“Jadi.... Dek Jimin, mau tanya apa ? Insyaallah akan saya jawab
bila mampu” Tanya Pak Sofyan dengan senyum ramahnya

“E.... Saya ingin tahu mengapa Ibu saya bisa tinggal dan menjadi
seperti ini” Balas Jimin sambil mencicipi berbagai cemilan di meja

“Dek Jimin tahu bapaknya siapa ?”

“Namanya Tardi, pekerjaannya kata ibu jadi buruh kuli, terus jadi
pengerajin kayu di kota”

“Iya benar. Pak Tardi adalah seorang pengerajin kayu milik Haji
Rahim, saat itu salah satu rumah susun saya mengalami kebakaran
hebat. Saya panik sampai lupa kalau istri dan anak saya masih terjebak
di dalam rumah. Pak Sofyan yang kebetulan juga bekerja di komplek
rumah susun Kebon Bambu membantu mengevakuasi korban kebakaran
dan menyelamatkan istri dan anak saya. Untungnya anak saya selamat.
Tetapi Pak Tardi dan istri saya mengalami luka berat, apalagi Pak Tardi
kakinya sampai berdarah – darah akibat tertimpa kayu saat
menyelamatkan istri saya”

“Ternyata selama ini bapakku tidak hilang. Ku kira dia pergi


meninggalkanku dan ibuku. Lalu..... Apa yang terjadi setelah itu ?”

125
“Saya langsung melarikan istri saya dan Pak Tardi ke rumah sakit.
Dua minggu setelah itu istri saya dibolehkan rawat jalan di rumah,
sekarang dia sedang di rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan akhir”

“Lalu ayahku bagaimana ?”

“Dari insiden tersebut, kaki Pak Tardi harus diamputasi karena


ternyata kaki Pak Tardi tertancap paku yang sudah berkarat, namun
jangan khawatir dia sekarang sudah saya antar ke tukang ahli robot
untuk membuatkan kaki bionik untuknya”

“Lalu apa hubungannya dengan ibuku” Tanya Jimin bingung

“Begini nak, dulu aku meninggalkanmu karena suatu hal bukan ?


Itu karena waktu itu ibu pergi ke kota ingin melihat keadaan bapakmu
dikota. Karena sudah satu tahun tidak mengirimkan uang. Disaat dia
pergi ke daerah Kelurahan Kebon Bambu dan disitulah ibu bertemu
dengan Pak Sofyan. Ibu saat itu sudah kehabisan uang untuk
melanjutkan pencarian bapakmu. Jadi ibu bekerja menjadi perawat anak
Pak Sofyan ketika istrinya sedang dirawat di rumah sakit” Lanjut Atun
menjelaskan kepada Jimin

“Tapi, kok ibu sekarang seakan - akan seperti istrinya Pak


Sofyan ?” Tanya Jimin yang semakin bingung

“Ibu menjadi seperti sekarang ini ketika Pak Sofyan membawa


seseorang pria yang duduk di kursi roda, yang tak lain adalah bapakmu,
Tardi. Ibu langsung kaget melihat bapakmu dengan keadaan seperti

126
bajak laut. Sama halnya dengan bapakmu, dia kaget kalau ibu ada
disini”

“Iya dek, awalnya Pak Sofyan juga bingung, mengapa Pak Tardi
dan Bu Atun seperti saling kenal, ternyata setelah saya berbincang –
bincang sejenak, apa yang Bu Atun yang dicari selama ini bersama
dengan saya.” Lanjut Pak Sofyan

“Mengeahui hal itu, Pak Sofyan memberikan hadiah kepada saya


yaitu tadi, mobil limosin hitam itu dan kekayaan seperti istrinya saja”

“ Tapi mengapa ibu tidak mengabari aku ? Jimin jadi tidak betah
dirumah sendiri bersama Tante galak” Balas Jimin agak kesal

“Yaa. Karena ibu masih ada tanggungan untuk bekerja merawat


anak Pak Sofyan dan Bapakmu itu, sampai lupa kalau kamu dirawat
oleh tante dirumah.”

“Terus, mengapa tadi saat ibu melewati kedua satpam tadi, para
bapak satpam itu hormat ke mobil ibu ?”

“Di daerah sini orang yang seperti Pak Sofyan dihormati oleh para
pak satpam dan warga sekitar, dan ibu tadi habis membeli makanan
kesukaan Pak Sofyan, Maartabak Telur Puyuh” Balas Atun sambil
sedikit tertawa

“Lalu sekarang bapak dimana ?” Tanya Jimin ke Atun

“ Mungkin sebentar lagi pulang.”

127
Tiba tiba ada dua orang memasuki rumah dengan suara kaki
seperti mesin

“ Assalamualaikum Wr. Wb. Pak Sofyan terima kasih sudah


memberikan hadiah ini.” Ucap orang itu

“ Hallo papah, aku pulang, ada tamu toh ?” Tanya anak Pak
Sofyan

Sontak Jimin kaget sekaligus kagum melihat orang yang pulang


itu adalah bapaknya, Tardi. Jimin langsung menghampiri bapaknya itu,
padahal dia sedang makan yang belum ia habiskan

“Bbb...bbb.... Bapak ?” Tanya Jimin gugup

“ Lho itukah kau nak ? Jimin ?” Balas Tardi yang tambah bingung

“Iya pak, ini anakmu yang sudah lama tak bertemu dengan bapak,
Jimin pak !”

“Ya Allah Gusti, itu benar kau nak, sekarang kamu sudah besar.
Maaf bapak sampai mengkhawatirkan ibumu dan kamu karena
keadaanya yang begini” Memeluk Jimin dengan erat

“Hmm..... Tidak apa – apa pak, yang penting bapak masih sehat
dan ingat denganku” Ucap Jimin dengan tangisan haru

Anak dari Pak Sofyan bingung siapa anak yang datang ke


rumahnya dan melihat seperti sedang melihat drama korea

128
“Pah, dia siapa sih ? Kok aku belum pernah melihatnya
sebelumnya”

“Nahh, Dek Jimin sini sebentar” Memanggil Jimin yang masih


berpelukan dengan bapakya

“Iya Pak Sofyan, bagaimana ?”

“(Bicara dalam hati) Waduh, ni perempuan siapa, cakep kali atuh”

“ Nak kenalin ini anak saya, Erbluhen Laura Sofyan. Laura ini
anaknya Pak Tardi dan Bu Atun, Jimin.”

“ (Bicara dalam hati) Ehhh.... Jadi dia anaknya Bu Atun, tampan


juga sih kalau kriteriaku”

“Ohhh. Jadi kamu toh anaknya Bu Atun, pengasuhku. Salam


kenal” Sambil menyodorkan tangannya ke Jimin

“Eee..... Salam kenal juga” Jimin menanggapi dengan salaman


yang lama

“Uhuk Uhuk Uhuk, Emmmm..... Jimin nanti lagi salamannya”


Goda Tardi

“Ehhh.... Maaf bukan bermaksud aneh - aneh ke kamu” Jimin


kaget terpental jatuh

“Ahahahahaha” Seisi rumah tertawa. Laura tampak malu dilihat


semua orang dirumah

129
“Yaudah, karena waktunya sudah hampir malam, ayo siap siap
makan malam, Dek Jimin juga ikut yaa” Suruh Pak Sofyan

“ Oh iya pak”

Seisi rumah tampak sangat bahagia, terlebih lagi keluarga Jimin


yang sudah kembali normal. Istri Pak Sofyan datang ke meja makan dan
ikut bergabung acara makan malam tersebut.

-SELESAI-

130
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Gabriel Novanda H

Tiba-tiba saja mobil itu berhenti. Seseorang dari dalam


mobil itu membuka kacanya dan berteriak.
“Jimin….. kau kah itu nak?”
“Iya saya Jimin, siapa ya?”
Langsung pintu mobil itu terbuka, dan sesorang keluar
dari dalam mobil. Jimin terus mengamatinya karena penasaran.
Seketika jimin berteriak setelah tahu siapa yang keluar dari
dalam mobil itu.
“Emak? Emak…….”
“Jimin… kemarilah nak”
Dengan terpontang-panting Jmin lari menuju ibunya.
Setelah sekian lama akhirnya bertemu juga. Jimin yang saat itu
hampir putus asa akhirnya bertemu dengan ibunya. Didalam
mobil ibunya bercerita tentang kehidupannya diJakarta. Setelah
kepergiannya untuk mencari bapaknya yang ternyata sudah
meninggal, ibu Jimin bekerja sebagai buruh rumah tangga. Dan
akhirnya dia dinikahi sang majikan. Tak tanggung-tanggung,
majikannya adalah seorang konglomerat. Namun sekarang
suaminya telah tiada, karena tidak memiliki anak akhirnya
seluruh harta dan asetnya diwariskan untuk ibu Jimin.
“Setelah emak tahu kalau bapakmu telah tiada, aku
bekerja jadi pembantu dirumah juragan Hamid”

“Apa, bapak meninggal?”

131
“Iya nak, dulu emak juga kaget mendengarnya. Setelah
ini emak antar kemakam bapak”
“Cepat antar aku kesana!”
“Pak, tolong antarkan kami kemakam mas Tardi ya”
“Baik bu”
Sesampainya dimakam, Jimin sudah tidak kuat lagi
menahan air matanya. Air matanya bagai air terjun, deras
membasahi pipi. Atun hanya mengusap-usap kepala Jimin dan
menahan tangis yang kesekian kalinya. Setelah Jimin puas telah
mengeluarkan semua air matanya, Atun mengajak Jimin
kemakam juragan Hamid dan menceritakan semuanya, namun
Jimin tidak begitu peduli.
“Ini makam juragan Hamid, dia juga suami emak. Dia
orang yang sangat baik hati, seperti bapakmu. Berkat dia
sekarang emak jadi seperti ini. Kamu tahu Kebon Bambu
Kondominium?”
“Iya tahu”
“Itu punya emak, dan sekarang akan menjadi punyamu”

Jimin dan Atun pulang. Jimin kaget bukan main akan


kemegahan rumah ibunya. Itulah rumah warisan juragan
Hamid. Memang juragan Hamid saudagar kaya. Kebun dan
sawahnya dimana-mana. Dia juga memiliki beberapa pondok
pesantren dan panti asuhan. Namun dia tidak sombong dengan
kekayaannya. Dia selalu mengundang para santri dari pondok
pensantrennya dan anak-anak dari panti asuhannya kerumah
hanya sekedar makan malam.
“Benarkah ini rumah emak?”
“Tentu saja benar anakku, kenapa?”

132
“Kalau ini mah hotel bukan rumah”
Jimin mulai terbiasa dengan kehidupan barunya. Bahkan
ia sering mengunjungi panti asuhan dan pondok pesantren milik
juragan Hamid bapaknya. Dia juga sering mengadakan
tasyakuran dirumahnya. Sekarang Jimin sedang menunggu
sidang sekripsinya dan akan menjadi sarjana ilmu kesejahteraan
social. Pada akhirnya Jimin dan Ibunya hidup bahagia dengan
segalanya yang lebih dari cukup.

-TAMAT-

133
Autobiografi
Hey yo! Dengan
Vava disini.
Yap! Kita kenalan
dulu, kata pepatah
tak kenal maka tak
sayang jadi kalo
udah kenal belum
sayang ya jangan
lupa lihat tampang!
Haha bercanda jangan baper.
Oke jadi nama saya Gabriel Novanda Haidarrafi, biasa
dipanggil Vava. Sekolah di Smada, kelas duabelas jurusan
bahasa. Kalau mau dekat jangan lupa mampir kelas saya. Tidak
tau kelas saya? Tanya.
Sekian ya terima kasih.

134
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Hardianing Trihapsari

Jimin mengorek selokan, berharap mendapat keaiajban


disana. Ia tak peduli pandangan orang yang keheranan saat
tangannya begitu berani mengaduk-aduk apa saja yang ada
didalam sana. Tapi sampai petang hari, pencariannya tak
kunjung mendapatkan hasil. Mungkin kertas itu sudah
tercampur baur dengan sampah serta air selokan, dan tulisannya
pasti tidak bisa terbaca lagi.

Sia-sia saja hari ini, pikir Jimin. Apa yang harus ia


lakukan setelah ini? Jimin kemudian merogoh kantongnya. Ia
hanya mendapat lembar puluhan ribu dan receh lima ratusan.
Ah, ini sisa tabungannya yang terakhir. Kalau uang ini dicuri,
sudah usailah pencariannya.

Demi menghemat uang itu, Jimin memilih untuk terus


berjalan kaki sampai kakinya terasa pegal. Ketika hari mulai
gelap, Jimin pun memutuskan untuk menghentikan
pencariannya hari ini.

135
“Tidak mungkin aku terus berjalan sampai malam hari,”
katanya. “Tapi aku belum menemukan tempat yang pas untuk
aku tidur nanti malam. Aku harus kemana lagi ini?”

Jimin kemudian sampai di sebuah kompleks perumahan.


Dilihatnya ada sebuah pos ronda, cukup nyaman untuk ia
bermalam.

“Ah, enaknya,” sambil merebahkan diri di pos ronda,


Jimin mulai berkhayal. Apa yang dilakukan kedua orangtuanya
malam ini? Apakah mereka sudah bisa bertemu lagi? Atau masih
saling mencari, seperti yang dilakukan Jimin saat ini?

“Apa kabar dirimu disana, Bapak. Apa Bapak sudah


menjadi bos besar? Punya mobil? Punya perusahaan? Wah,
alangkah indahnya kalau begitu,” sambil tersenyum lugu, Jimin
mulai membayangkan keadaan bapaknya. Bapaknya yang
mungkin saja jadi orang besar, tidak seperti dulu yang hanya
sebagai tukang kayu. Mungkin saja, Bapaknya punya
perusahaan meubel. Punya uang banyak, yang bisa dibagi-bagi
buat orang kampung dan rasanya itu takkan habis-habis saking
banyaknya! Luar biasa, pikir Jimin.

“Apa Bapak masih ingat Jimin sama Emak? Apa Bapak


rindu Jimin dan Emak?” tanyanya lagi, sambil benaknya mulai
terselimuti perasaan tak enak. “Atau jangan-jangan, Bapak

136
sudah punya istri lagi? Sudah punya anak? Anaknya sudah
besar, sudah sekolah sampai luar negeri? Lalu, Bapak
melupakan Emak. Bapak juga melupakan Jimin. Dan mungkin
nama Bapak sudah diganti, jadi Pak Teddy barangkali, supaya
tidak terlihat seperti orang desa?”

Jimin belum berhenti berkhayal, kali ini tentang Ibunya,


“Emak, apa kabarnya? Apa Emak sudah makan? Mak, Jimin
kangen terong balado buatan emak. Nggak ada tandingannya
sampai sekarang,”

Jimin tak sadar kalau ia membayangkan semua itu


sampai menangis. Jimin kemudian menyeka air matanya, dan
berharap tidak ada yang tahu kalau ia sedang menangis.
“Mungkin Emak sudah sukses. Sudah seperti Bu Nani tetangga
kita itu, kemana-mana pakai tas tangan bagus. Cincinnya
banyak, sampai penuh jarinya. Dan mungkin Emak sudah cantik
sekali karena sudah punya uang banyak untuk pergi ke salon,”

“Atau Emak malah melupakan Jimin dan Bapak. Sudah


bersuami bule. Sudah punya anak. Dan Emak juga merubah
nama jadi Zaitun? Kok justru seperti minyak, ya?”

Jimin jadi geli sendiri. Pikirannya terlalu liar hingga ia


terkejut kala membayangkan hal yang paling buruk...

“Atau Bapak dan Emak mungkin sudah meninggal?”

137
Jimin menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tidak.
Seharusnya ia tak boleh membayangkan semuanya. Tapi rasa
rindu memaksanya untuk terus berharap, terus berusaha, terus
meminta pada Tuhan supaya bisa bersama lagi.

“Aku tidak meminta apapun lagi. Bahkan hidupku juga


rasanya tiada artinya kalau pencarianku ini tidak membuahkan
hasil apa-apa. Kumohon, Tuhan, aku hanya ingin berjumpa
dengan kedua orangtuaku lagi. Itu saja sudah lebih dari cukup,”
ujar Jimin, sambil berlinang air mata. Malam sudah semakin
pekat dan rasa kantuk Jimin mampu mengalahkan
keputusasaannya. Jimin akhirnya tertidur dengan perasaan
gelisah.

***

“Kamu siapa?”

Seketika kantuk Jimin menghilang manakala melihat


sesosok pria paruh baya berdiri didepannya. Pagi itu terasa
menyilaukan matanya dan ia tak bisa melihat bapak itu dengan
jelas.

“Aduh, maaf, Pak. Nama saya Jimin. Saya bukan


maling. Saya hanya numpang tidur saja disini. Maaf, Pak,”

“Oh, Jimin ternyata. Seperti nama keponakan saya yang


ada di Brebes sana. Nama saya, Pak Rohali,”

138
Jimin hanya terdiam sambil menerima jabatan tangan
Pak Rohali.

“Kamu kenapa tidur disini? Kamu diusir dari rumah?”


tanya bapak itu lagi.

“Tidak, saya ini sedang mencari kedua orangtua saya.


Dulu Bapak saya pergi ke kota, lalu sampai beberapa tahun
lamanya Bapak saya tiba-tiba menghilang. Bapak tidak
mengirim kabar maupun uang lagi, kemudian Emak berinisiatif
untuk mencari Bapak. Emak kemudian jadi pembantu di rumah
Bu Sofyan. Tapi sama seperti Bapak, setelah beberapa tahun
lamanya Emak juga menghilang tanpa memberi kabar atau
uang,” jawab Jimin.

“Wah, mungkin Bapak bisa membantu kalau kamu bisa


menyebutkan alamat yang pernah dikirimkan oleh Ibumu,” kata
Pak Rohali ramah. Jimin lantas kebingungan.

“Itu masalahnya. Alamat yang pernah dikirimkan Emak


jatuh di selokan. Saya cari-cari tidak ketemu. Tapi saya masih
hapal beberapa nama jalannya dan tempatnya. Rusun Kebon
Bambu, Jalan Lingkar Luar Barat, Jakarta Barat. Emak tinggal
di rumah Ibu Sofyan,” kata Jimin.

“ Bu Sofyan, ya?” entah kenapa ketika menyebut nama


‘Bu Sofyan’ wajah Pak Rohali seperti memendam sesuatu yang

139
sulit untuk ditebak Jimin.“Yang namanya Ibu Sofyan disana
pasti banyak. Kamu masih ingat alamatnya yang lebih detail?
Blok apa? Nomor rumahnya berapa?”

“Tidak. Saya hanya ingat sekilas saja,”

“Sulit juga,” kata Pak Rohali. “Ya sudah, Bapak antar


kamu ke rumah susun itu. Semoga bisa cepat ketemu, ya?”

“Iya, Pak, saya juga berharap seperti itu,” jawab Jimin.


Ia kemudian mengikuti Pak Rohali dengan motor vespanya.
Tampak keramaian di pagi hari yang menyapa Jakarta. Beberapa
jalan yang dilewati Jimin terdapat gedung pencakar langit dan
baliho yang besar, yang takkan pernah ia jumpai di desa. Jimin
juga melihat sebuah limusin hitam yang terus saja
mengikutinya. Jimin pikir, memang suatu kebetulan saja searah,
tapi mengapa tiap bundaran dan tiap tikungan mobil itu selalu
dibelakangnya?

Keanehan pun berlanjut, Pak Rohali ternyata


mengantarnya ke tempat kemarin itu. Sepasang bangunan
bertingkat tinggi itu masih berdiri menantang di depan Jimin.

“Benar disini, Pak?”

“Iya. Rusun itu memang sudah menjadi condominium.


Baru beberapa bulan jadi,” kata Pak Rohali. “Memangnya
kenapa?”

140
“Saya sudah pernah kemari, Pak. Dan saya tidak
menemukan Emak saya,”

“Wah, bagaimana ini?” kata Pak Rohali, menjadi


kebingungan. “Kamu punya catatan alamat lain?”

“Nggak ada. Hanya satu itu saja, dan saya juga


mengingatnya samar-samar,” kata Jimin. “Nggak apa-apa, Pak.
Saya mungkin kurang teliti waktu mencarinya kemarin disini.
Saya memang baru sampai didepan gedung ini, saya baru tanya-
tanya sama satpam,”

“Benar nggak apa-apa?”

“Iya, Pak. Bapak sudah baik mau mengantar saya.


Terima kasih, Pak,”

“Ya sudah kalau begitu. Sama-sama. Semoga berhasil,


ya?”

“Iya, Pak,” dan Pak Rohali pun berlalu dengan vespanya.


Dan Jimin masih melihat dengan jelas, mobil limusin yang
sedari tadi menguntitnya juga ikut berhenti.

Sang nyonya besar turun dari mobil dengan anggun.


Beberapa bayangan Jimin jadi kenyataan. Tas tangan yang
bagus, cincin yang memenuhi setiap jemari, dan riasan rambut
yang sering ditata di salon. Dan sosok itu semakin mendekat
kearahnya.

141
“Jimin?” Jimin kaget waktu sadar kalau ternyata itu
benar Atun, ibunya. Jimin tak bisa menahan haru kala Ibunya
memeluk dengan erat, seperti enggan untuk dipisah lagi.

“Emak pergi kemana? Jimin hampir putus asa mencari


Emak. Emak tahu, Jimin rela nyasar, rela ngaduk-ngaduk
selokan, rela kayak gelandangan, rela kehabisan uang, demi bisa
berjumpa dengan Emak lagi,” kata Jimin. “Kalau Emak masih
sayang sama Jimin, seharusnya Emak terus kasih kabar. Jangan
menghilang seperti itu,”

“Maafin Emak, Jimin. Emak bingung. Setelah tahu kabar


Bapak meninggal, Emak jadi sedih. Warisan dari Bapak, itulah
yang Emak kirimkan tiap bulan kepadamu. Sisanya untuk Emak
investasi emas sambil kerja jadi asisten rumah tangga di rumah
Bu Sofyan. Setahun yang lalu, Bu Sofyan meninggal karena
serangan jantung. Sementara sebagian besar emas Emak
rupanya dicuri orang. Emak hanya menyimpannya beberapa di
bank. Emak jadi tambah gila, Jimin. Emak harus bagaimana
lagi? Rupanya Pak Sofyan berbaik hati sama Emak, beliau mau
membantu Emak dan,” Atun berhenti sejenak untuk mengatur
napasnya, “Pak Sofyan meminang Emak jadi istrinya,”

“Dan Emak terlalu sibuk sampai tidak memberi kabar


apa-apa?” tanya Jimin, tidak terima. “Sebenarnya, Emak masih
ingat Jimin atau tidak?”

142
“Emak masih ingat kamu. Emak sampai rela
mengikutimu kemana saja. Dan kamu tahu, Pak Rohali tadi?”

“Emak kenal darimana?”

“Itu Pak Sofyan. Dia sengaja menggunakan nama orang


lain, supaya bisa akrab denganmu. Nah, itu Pak Sofyan
kembali,” tunjuk Atun ke sebuah mobil volkswagen tua dan
muncullah Pak Rohali alias Pak Sofyan.

“Maaf, Jimin. Saya sudah menipumu,” sesal Pak Sofyan


sambil memeluk Jimin. “Kamu memang pemberani, bisa
kesana-kemari tanpa lelah mencari Ibumu. Bapak bangga,”

Jimin hanya kebingungan manakala mereka berdua agak


berdebat mengapa harus mengeluarkan mobil limosin dan
volkswagen itu bersamaan. Tetapi kemudian mereka mengajak
Jimin untuk ke rumah. Memberi baju baru dan diajak makan di
restoran. Mungkin kebaikan hati Atun belum bisa diterima
dengan baik oleh Jimin yang masih sakit hati. Tapi apa mau
dikata? Waktulah yang akan menghapus luka di hati Jimin nanti.

-SELESAI-

143
Autobiografi

Hardianing Trihapsari lahir di


Wonosobo, 13 Februari 2000 sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara.
Saat ini, ia masih mengenyam
bangku kelas 3 SMA di SMAN 2
Ungaran. Menghabiskan masa kecil
hingga bangku SMP di Arga
Makmur, Bengkulu Utara membuatnya kaya akan pengalaman
seru untuk ditulis. Kecintaannya pada tulis-menulis dimulai dari
bangku kelas 4 SD dan berlanjut hingga kini. Selain suka
menulis, penggemar novel Agatha Christie ini juga suka
menonton anime, mendengarkan lagu, menggambar, membaca
komik, bermain drama dan bercerita. FB : Hardi Ya Harumi.

144
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Ida Margiani A.

Akhirnya jimin pun mengambil potongan kertas yang


berisikan alamat tersebut di dalam selokan, saat jimin hendak
berdiri tiba-tiba dari belakang seseorang menepuk pundak jimin
dan ternyata ia adalah tukang sampah ,” sedang apa kamu nak
di pinggir selokan ini?”
Jimin pun menoleh dan menjawab“e..anu pak saya sedang
berusaha mengambil kertas saya yang terjatuh di selokan ini.”
Lalu ia membantu jimin“mari nak biar saya bantu”
Akhirnya kertas tersebut berhasil ia ambil dan di
berikanya kepada jimin. Jimin pun berterimakasih kepada
tukang sampah itu dan kembali menanyakan alamat yang
diberikan ibunya dulu, namun saying tukang sampah itu juga
tidak mengetahui dimana alamat tersebut.Jimin kembali berjalan
menyusuri jalan koto yang panas dan penuh polusi itu.Setibanya
di halte bus jimin mengistirahatkan kakinya di samping
kerumunan orang yang menanti kedatangan bus. Hati yang
gelisah dan kecewa yang jimin rasakan, ia tak enggan untuk
menanyakan kembali alamat itu kepada seseorang di halte bus
itu, namun sayang ia juga tidak mengetahui alamat itu. Memang
sulit mencari alamat di dalam kota besar seperti Jakarta apalagi

145
Jakarta adalah ibukota indonesisa. Dengan bekal uang yang pas
pasan yang jimin bawa ia hanya mampu membeli secangkir air
putih untuk menyegarkan tenggorokan yang sudah kering itu.
Jimin harus bisa menahan lapar dan haus yang cukup lama
supaya uang yang ia bawa dapat cukup hingga ia menemukan
alamat tersebut.
Sampai sudah seminggu jimin berada di kota besar itu,
uang yang ia bawa sudah mulai habis ia harus mencari pekerjaan
supaya ia bisa makan dan tinggal di Jakarta untuk mencari
alamat ibunya yang taka da kabar. Tidak ada yang bisa jimin
lakukan apalagi ia hanyalah seorang anak kecil yang tidak bisa
apa-apa. Akhirnya jimin mengamen dijalan untuk mencari
sepeser uang.Saat waktu menunjukan pukul dua belas hari mulai
terik dan lelah yang dirasakan jimin.Jimin tidak putus asa demi
sesuap nasi diperutnya. Mobil mobil yang berjejer dilampu
merah ia datangi satu persatu,tidak ada rasa malu ataupun
enggan yang jimin rasakan,melainkan semangat yang besar dan
wajah yang ceria. Sampai pada sebuah mobil berwarna hitam
besar dan mewah jimin bernyanyi di kaca mobil itu saat jimin
bernyayi kaca mobil mewah itu terbuka dan uang lima ribu
rupiah didapatnya dari supir mobil itu. Jimin sangat bersyukur
ternyata masih ada orang yang mau memberi sedekah kepada
dia. Lalu kaca bagian belakang mobil itu juga terbuka dan

146
seseorang berkata dari dalam mobil itu sambil mengeluarkan
bungkusan nasi yang ia bawa. Tak disangka orang itu adalah
ibunya jimin yang telah sekian lama ia cari kesana kemari
hingga ia menjadi pengamen jalanan. Saat mengetahui bahwa
jimin adalah anaknya yang sudah lama ia tinggal di kampung ia
pun keluar dari mobil dan langsung memeluk anaknya itu ,jimin
kaget ia masih belum bisa mengenali ibunya karena penampilan
ibunya yang sudah berbeda. Saat itu ibunya menangis dan
mengajak jimin masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil ibunya
menceritakan apa yang sudah terjadi dan meminta maaf kepada
anaknya. Jimin sadar ia juga ikut menangis ternyata pencarianya
tidak sia-sia. Mereka pun saling membagi pengalaman selama
berada di Jakarta. Banyak lika-liku yang jimin dan ibunya yang
dialami, namun tuhan maha baik, ia tetalah mempertemukan ibu
dan anak yang sudah sekian lama terpisah. Kini ibu jimin
menjadi seseorang yang kaya, ia adalah penguasa pakaian
terbesar di Jakarta. Kini jimin tidak harus mengamen lagi untuk
mengisi perutnya karena ia sudah bertemu dan tinggal bersama
ibu yang menyayanginya. Hari-harinya pun tidak sendiri lagi
,kini jimin sudah tinggal dan hidup bahagia, meskipun masih
ada yang jimin rindukan yaitu ayahnya.jimin dan ibunya
bersana-sama mencari sofiyan ayah jimin dan suami atun ibu
jimin. Tetapi sampai saat ini ibunya tidak berhasilmenemukan

147
dimana ayahnya tinggal, walau sudah dicari kesana kemari dan
ibunya atau atun juga menyuru orang untuk mencari sofiyan
suaminya, tetapi hasilnya nihil.Mereka tidak putus asa mereka
tetap menunggu kabar dan menanti.Hingga sebuah kabar jimin
dengar dari rekan ibunya yang mencari sofyan. Bahwa terjadi
kecelakaan hebat di jalan yang mengakibatkan korban
meninggal dunia, setelah di periksa lelaki itu adalah sofyan
,jimin dan atun terkejut dan menangis tersedu-sedu, mereka
tidak menyangka bahwa sofyan yang dicari-cari kini sudah
ketemu, walau dalam keadaan meninggal dunia, mereka lega
sudah bisa bertemu sofyan namun mereka juga sedih karna
mereka tidak bisa tinggal bersama-sama karna sofyan sudah
meninggal dunia.Hari demi hari mereka lewati berdua tanpa
seorang ayah.Namun mereka tetap tegar dalam menerima
keadaan ini.Bertahun tahun lewat dan kini semua sudah menjadi
hal biasa tinggal berdua tanpa ayah.Walaupun hanya berdua
dengan ibunya jimin bahagia karna masih memiliki ibu
disampingnya.

-SELESAI-

148
Autobiografi

Hai namaku ida margiani


adjani aku kelas 12 bahasa,
sekarang aku masih semester 1 di
kelas 12 . aku tinggal di rejosari
jalan kenanga raya 3 rt 9 rw 2. nah
cukup sekian ya . Terimakasih.

149
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Isnaeni Fitria P.

Jimin hanya mengamati kertas alamat yang ia bawa kini


telah basah karena air selokan. Ia enggan memungutnya
kembali, matanya menyipit saat ia melihat seseorang yang tak
asing keluar dari dalam mobil limosin itu.

“Bapak.” Gumamnya.

Jimin berlari hendak menyusul Tardi yang akan masuk


kedalam rumah mewah tetapi segera saja ia dihadang oleh
satpam tersebut.

“BAPAK” Teriaknya sehingga laki-laki dewasa itu


menoleh. Jimin merasa senang karena memang benar dugaannya
bahwa itu adalah bapaknya, ia masih ingat betul bagaimana
wajah bapaknya itu. Namun harapan Jimin pudar karena sosok
itu acuh terhadapnya dan melenggang masuk kedalam rumah
mewahnya.

Melihat wajah Jimin kembali sedih satpam perumahan


tersebut dan melepaskannya, Ia mengajak Jimin untuk masuk
kedalam Pos satpam tempat ia berjaga.

“Sudahlah jangan bersedih lagi, mungkin kamu salah


melihat orang. Pak Tardi itu orangnya belum punya anak,

150
bagaimana mungkin kamu ini anaknya.” Ucap satpam tersebut
sambil mengusap-usap kepala Jimin.

“Saya yakin sekali tadi itu bapak, sudah bertahun-tahun ia


meninggalkan saya dan emak sehingga emak harus mencarinya
dan tak pernah kembali lagi.” Jelas Jimin membuat satpam
tersebut merasa iba.

“Jadi selama ini bapakmu meninggalkan kamu sendiri


bersama ibumu dan sekarang ibumu juga mencari ayahmu lalu
tak kembali lagi kekampung halaman.” Tanyanya lalu kemudian
Jimin mengangguk.

“Astaga nak jadi selama ini kau hidup dengan siapa?”

“Saya ini kelas 1 SMA dikampung. Saya juga mendapat


beasiswa murid berprestasi tetapi karena emak udah nggak
pernah kirim uang lagi jadi saya berhenti sekolah. Saya kerja
cari uang buat makan.” Jelasnya.

“Astaga nak, bagaimana kalau kamu ikut bapak kerumah.


Kamu tinggal dengan bapak dan istri bapak dirumah. Bapak
akan biaya-in kamu sekolah lagi agar kamu enggak putus
sekolah.” Jimin yang awalnya senang mendengar itu namun
tiba-tiba menjadi murung kembali.

“saya takut membebani bapak dan istri bapak.” Terangnya


membuat satpam tersebut tersenyum.

151
“Saya dan istri saya akan sangat senang menerima
kehadiran kamu karena kami sejak dahulu memang tidak
mempunyai anak. Kamu mau jadi anak bapak?”

Jimin mengangguk dengan senang.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun juga


berganti tahun Jimin sekarang hidup dengan keluarga pak Bagas
dan Ibu Yanti. Mereka sangat menyayangi Jimin seperti anak
mereka sendiri. Pak Bagas dan ibu Yanti sangat bahagia
memiliki anak seperti Jimin karena dia adalah anak yang sangat
jenius dan tentu saja membanggakan. Seperti saat ini Jimin
menghadiri wisuda dirinya dan bersama kedua orang tua
angkatnya. Jimin lulus dengan Ip tertinggi di kampus, Jimin
juga menyelesaikan kuliahnya dengan waktu 3,5 tahun. Ia
adalah lulusan manajemen bisnis bahkan jimin telah
mempraktekkan ilmunya di semester 3 dengan membuka usaha
dan kini usahanya maju dengan sangat pesat bahkan sekarang
Jiminlah yang membiayayakan seluruh kehidupan pak Bagas
sehingga kini pak Bagas tidak perlu menjadi satpam
diperumahan lagi.

“Ibu sangat bangga padamu nak.” Ucap Ibunya dengan


memeluk Jimin.

152
“Terimakasih Ayah-ibu tanpa kalian Jimin tidak bisa
seperti ini.”

“Jadi kamu mau ambil beasiswa S2 di Inggris itu?” Tanya


ayah Jimin dengan serius. Jimin memang ditawari oleh beasiswa
oleh kampus terkenal di Inggris.

“Iya yah, Saya akan mengambil beasiswa itu, bukankah


ayah yang berkata bahwa kita tak boleh menyia-nyiakan
kesempatan yang datang?” Pak Bagas mengiyakan dalam
hatinya ia sangat bersyukur bertemu dengan Jimin.

Sudah 2 tahun Jimin menetap diluar negeri demi


menyelesaikan S2 ini semua demi membanggakan kedua orang
tua kandungnya saat ia bertemu kembali, membanggakan Ayah
dan Ibu angkatnya dan tentu saja untuk memajukan usahanya
yang telah ia bangun. Kini saatnya ia kembali kerumah Ayah-
Ibunya.

“Jimin bangun nak.” Ucap Ibunya membangunkan Jimin


saat jarum jam sudah menunjukkan angka 11 pagi tadi setelah
sholat subuh Jimin kembali tidur karena ia masih merasa
kelelahan. Jimin akhirnya membuka mata dan menatap Ibunya
kemudian tersenyum.

“Pagi Ibu.” Ucapnya.

153
“Udah siang ini Jimin.” Ucap Ibunya sambil melirik jam
weker yang berada disebelah tempat tidur anaknya terebut.
“Katanya mau ketemu perusahaan yang mau kerjasama sama
kamu.” Jimin bahkan lupa dengan hal itu. Ia segera bangkit dari
tempat tidur kemudian segera memasuki kamar mandi.

Setelah siap ia segera menyalami kedua orang tuanya dan


menuju ketempat perusahaan konstruksi dimana ia akan
berkerjasama dalam hal membangun kantornya agar lebih besar
supaya menampung banyak karyawannya, saat ini memang
kantornya sudah cukup luas namun itu masih kurang
menampung karyawannya kemudian ia juga akan membangun
restoran sebagai hadiah kepada Ibunya karena dahulu ketika
Jimin masih SMA ia mendengar ibunya bercerita bahwa ia ingin
mempunyai rumah makan sendiri tetapi karena pendapatan pak
Bagas yang kecil jadi mereka tidak mempunyai cukup modal.
Sekarang ini ia ingin mengabulkan keinginan ibunya itu dan
kemudian ia ingin membangun rumah lagi yang cukup besar
agar suatu saat jika ia bertemu dengan bapak dan emaknya
mereka dapat tinggal bersama.

Jimin segera memasuki ruangan pemilik perusahaan.


Namun alangkah kagetnya saat ia melihat siapa yang duduk
berada disana.

“Bapak.” Ucapnya dengan lirih.

154
“Anakku.” Ucap Pak Tardi bangkit dari tempat duduknya
dan memeluknya dengan erat. “Maafkan bapak nak.” Ucapnya
saat merasa bahagia bertemu dengan anaknya kembali.

Setelah mereka bertemu dan menceritakan banyak hal


tiba-tiba pak Tardi meminta maaf pada Jimin. “Maafkan bapak
nak saat kamu bertemu bapak di pos Satpam. Saat itu bapak dan
emak tak berani bertemu denganmu. Kami malu setelah
meninggalkan dirimu saat itu.” Ucap Pak Tardi menjelaskkan
kepada Jimin.

Jimin mengangguk. “Tak apa-apa pak Jimin mengerti.”

“Nah sekarang ayo kembali kerumah pasti emak senang


melihatmu kembali.”

Setelah itu merekapun kembali kerumah pak Tardi dimana


Jimin pernah betemu dengan bapaknya pertama kali. Saat
emaknya melihat Jimin ia menangis dengan kencang karena
bahagia, anaknya sekarang tumbuh dengan sehat. Tak terasa
mereka mengobrol hingga malam.

“Kamu akan tinggal disinikan?” Tanya emaknya dengan


penuh harap.

“Maaf mak bukannya Jimin tak ingin tinggal disini. Tetapi


ayah ibu pasti akan menunggu Jimin.”

155
“Selama ini kamu tinggal dengan siapa nak?” Tanya Pak
Tardi.

“Saya tinggal dengan Ayah Bagas dan Ibu Yanti.” Jawab


Jimin.

“Baiklah bapak dan emak akan kesana sekarang


mengucapkan terimakasih kepada mereka.”

Kemudian Pak Tardi dan Ibu Atun berserta Jimin


mendatangi kediaman pak Bagas dan Ibu Yanti mereka
mengucapkan terimakasih karena sudah merawat Jimin dan
Jimin mengatakan bahwa ketika rumah barunya sudah jadi ia
akan tinggal bersama Pak Tardi dan Ibu Atun berserta pak Bagas
dan Ibu Yanti. Sekarang ini Jimin merasa kehidupannya telah
bahagia.

-SELESAI-

156
Autobiografi

Nama
lengkap saya Isnaeni
Fitria Pratiwi. Saya
biasa dipanggil Isna
atau Tiwi. Saya lahir
pada tanggal 26
Januari 2000 di Kab.
Semarang. Nama
ayah saya Yulianto
dan Ibu saya bernama Trisini. Saya anak kedua dari 2
bersaudara, nama kakak saya yaitu Anggi Pratiwi.
Saya pernah bersekolah di SD Gedang anak 03
kemudian melanjutkan di SMP N 2 Ungaran. Saya mempunyai
hobi membaca novel dan mendengarkan musik, saya juga
kurang suka melakukan kegiatan outdoor yang banyak
menguras tenaga.
Sekarang saya bersekolah di SMA N 2 Ungaran sebagai
siswi kelas 12 jurusan Bahasa.

157
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Jayanti Widya P.

“Ya ampun, jauh-jauh aku pergi kesini, tapi aku belum


juga mendapat hasil.” Gumam Jimin dalam hati.

Matahari dengan terik panas tanpa ada awan menemani


langkah Jimin menelusuri trotoar kota. Ramai lalu lintas, tapi
tak ada seorang pun yang Jimin kenal. Entah harus kemana lagi
Jimin harus pergi, alamat pemberian ibunya pun kini sudah
hancur akibat terkena air. Emperan tempat duduk di taman kota
adalah tempat pertama Jimin singgah untuk meletakkan dirinya
setelah perjalanan jauh dan melelahkan. Jimin berpikir jika dia
harus menginap, tetapi tak tahu tempat siapa yang harus ia
tumpangi. Dan hari ini Jimin akan menginap di taman kota.

Satu hari terlewat, jimin masih mencari terus alamat


yang diberikan kepada ibunya dahulu. Satu persatu gang
ditelusuri oleh Jimin, satu persatu perumahan di lewati oleh
Jimin. Tak satupun seorang pun yang Jimin bisa mintai tolong.
Jimin pasrah sudah, sampai akhirnya langkahnya terhenti di
sebuah rumah mewah dan amat besar. Ada sosok wanita yang

158
sedang menyapu halaman. Kemudian mendekati Jimin dan
seperti raut wajah merasa kasihan melihat Jimin.

“ada yang bisa ibu bantu dik?” tanya mbok Jinah,


pembantu rumah besar tadi.

“begini bu, saya mencari ibu saya yang meninggalkan


saya beberapa tahun lalu untuk pergi kekota mencari ayah saya,
tapi mereka tak ada yang kembali menemui saya bahkan
mencari saya lagi.” Jawab Jimin.

Jawab Jimin lancar menceritakan semua yang ia alami


pada mbok Jinah.

Mbok Jinah merasa sangat kasihan kepada jimin, maka di


bawalah Jimin kepada majikan Mbok Jinah.

“ayo masuk, nanti mbok Jinah kenalkan kepada majikan


mbok Jinah.” Ajak mbok Jinah halus.

Tak lama kemudian setelah Jimin cukup beristirahat


sangat lama, suara mobil begitu terdengar jelas di telinga Jimin,
mbok Jinah memulai gerak dengan menarik tanganku mengajak
ku keluar melintas pintu dapur sebelah kamar mbok Jimin.

“ayo kenalan dengan tuan.”

“baik mbok” jawabku dengan tergesa gesa.

159
Jantungku begitu berdebar, tak sabar rasanya meminta
pekerjaan pada pak Arda (majikan mbok Jinah). Dengan sepatu
hitam berjas hitam dan berdasi merah belang, pak Arda bertanya
kepada mbok Jinah.

“loh siapa itu mbok?? Tanya pak Arda ingin tau.

“ini Jimin pak, tadi saya bertemu jimin di depan rumah


serasa kebingungan, lalu saya tanya, ternyata jimin mencari
ibunya, saya kasihan pak. Lalu saya bawa kesini.”

“oh yasudah mbok, siapkan kamar untuknya biar dia


sementara tinggal disini membantu mbok Jinah” jawab pak Arda
dengan tegas namun lembut.

Jimin bertanya tanya, sebegitu cepat mbok, pak Arda


percaya kepada saya. Lalu bagaimana jika saya adalah orang
jahat?? Yaampun, pikiran Jimin melayang kemana mana. Jimin
berusaha menjadi yang terbaik dan melupakan sejenak tentang
alamat ibunya, dengan seiring berjalannya waktu, Jimin berdoa
agar ia segera dipertemukan dengan ibunya, Atun.

***

Hari pertama Jimin menempati rumah mewah bersama


mbok Jinah, Jimin sangat rajin bangun pagi, begitu penuhnya
kepercayaan pak Arda terhadap Jimin. Sampai akhirnya 1o

160
tahun lamanya, Jimin hidup mengabdi jasa dirumah tersebut, ia
bersekolah dan lulus sarjana dengan bantuan pak Arda.

Kata pak Arda, hari ini akan ada clien yang datang di
perusahaan yang Jimin tinggali. Jimin mempersiapkan diri
dengan begitu teliti mengecek semua berkas data. Tiba-tiba
“kruyuk....”

Perut Jimin merasa lapar, kemudian dia bergegas ke


bagian dapur untuk mengambil sendiri makanan yang dia
inginkan. Seklebat bayangan mengenai sosok wanita di dapur.
Kelihatannya OB baru. Pikir jimin seperti itu, tapi rasanya
seperti Jimin sudah kenal sekali dengan sosok wanita tersebut.
Saat ingin di dekati oleh jimin, ibu itu keluar dari dapur kantor
membawa papperbag.

“ah tak apa, lain waktu aku pasti bis menemuinya.”


Gumamnya.

Sehari bertemu clien dan lewat sudah, Jimin pun


mengulang kejadian di dapur kantor. Saat bisa bertemu ibu
kemarin.

(braaaaaaaaakkkk......)

Tanpa sadar Jimin menabrak kumpulan kardus yang


tertata, karena Jimin melihat sosok yang selama ini ia cari. Ya,,
Atun. Ibu Jimin yang lamanya tak bertemu.

161
“ibuuuuuuuuuu.” Kata Jimin

Dengan wajah bingung, haru, sedih ,senang, Atun


menghampiri dan memeluk Jimin.

“kemana saja ibu selama ini???”

“sebenarnya ibu tahu Jika ada bos baru bernama Jimin,


setelah ibu telusuri, ternyata kamu anak ibu. Ibu takut kamu
malu jika ibu kerja sebagai OB disini nak.” Jawab Atun dengan
nafas sesak sebab menangis.

Begitu sempit dunia ini, dipikiran Jimin. Ternyata orang


yang selama ini ia cari, ada di sekelilingnya selama ini, sosok
ibu yang hanya diam dan memandang anaknya melalui lubang
pintu. Dan menelan air mata karena hanya harapan yang ingin
disampaikan tidak terjadi. Dan sekarang, Atun telah bertemu
Jimin, setelah belasan tahun yang lalu. Terjawab sudah semua
perjalanan yang dilakukan jimin selama ini, dan terjawab sudah
tentang nasib ayah Jimin yang sudah tenang di surga, bersama
Tuhan.

- SELESAI -

162
Autobiografi
Hallo, namaku Jayanti Widya
Pratiwi. Biasa dipanggil Jayanti.
Aku anak ke 3 dari 4 bersaudara
yang lahir di Kab.Semarang, 21
April 2000. Saat aku duduk di
bangku SMA ini, banyak hal yang
ku ketahui tentang membat karya,
ya dari menulis novel, dan
melanjutkan cerpen seperti ini.
Tentunya, ini berkat bantuan dan bimbingan dari bu Ova yang
selama dua tahun telah memberi motivasi anak Bahasa untuk
berkarya. Intinya, disini aku menulis lanjutan dari cerpen "Dua
Pencari Alamat". So, enjoy the story 

163
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Mellyana Dhian I

Potongan kertas berisi catatan alamat itu pun lepas dari tangan si
satpam, sempat sesaat melayang tertiup angin, kemudian jatuh
masuk selokan. Dan sialnya, dasar selokan itu terlalu sulit untuk
diraih. Jimin memandang kertas alamat itu miris. Kedua satpam
itu masih mengawasi Jimin dari dalam kantor. Sebelum pergi,
Jimin tersenyum miris ke arah mereka. Poros kebahagian Jimin
benar-benar diambingkan, bertubi-tibu masalah tak henti
menghantam kehidupannya. Ia harus tangguh, bak karang yang
kokoh diterpa lautan. Ia harus ikhlas, bak daun yang jatuh tanpa
menyalahkan angin.

Matahari mulai redup dipentala langit. Jimin semakin jauh dari


kompleks tempat tinggal ibunya yang sudah disulap menjadi
gedung kokoh nan mewah milik para penduduk asli Eropa.

"Nak... "

Jimin berbalik ke asal suara. Itu suara si satpam yang berbadan


pendek dan berkulit kuning langsat.

"Ini kertas alamat kamu." Tangannya menyerahkan selembar


kertas dengan senyuman dibibir yang melukiskan ketulusan.

Jimin menerima kertas yang sudah lusut itu, tintanya pun sudah
beleberan hingga tak terbaca. "Terima kasih pak."

164
"Coba kamu hubungi nomor ini. Dia adalah salah satu pimpinan
proyek ini mungkin ia tahu tentang ibumu atau kemana perginya
warga yang dulu tinggal di sini."

Harapan datang. Ia pun lekas menghubungi deretan angka yang


terdiri dari dua belas digit. Beberapa kali nomor yang ia hubungi
tidak dapat tersambung. Ia menghirup nafas panjang lalu
mengehrmbuskan kasar. Tuhan, kemana lagi ia harus pergi?

"Hallo," sapa orang disebrang sana. Suaranya terdengar lembut


dan merdu.

"Hallo."

"Dari keluarga Bramantyo. Ada yang bisa saya bantu."

"Saya ingin bicara dengan Pak Bramantyo."

"Maaf, ayah tidak bisa diganggu. Mungkin Anda bisa datang ke


sini langsung."

"Alamatnya?"

Gadis itu diam cukup lama. "Jalan Mawar blok B perumahan


Rasa Apel. Jakarta Utara."

165
Jimin merenung. Harapannya lenyap kembali saat mengingat
alamat yang ia tuju terlalu jauh. Uang didompetnya ludes, hanya
tinggal beberapa uang dua ribuan rupiah. Ia memasukan kembali
dompetnya, kemudian berjalan entah ke mana. Kakinya terus
melangkah, tanpa tujuan. Berharap keajaiban datang
menghampirinya. Hope for miracles From god to him.

***

Seorang gadis berambut lurus sebahu mondar-mandir di ruang


tunggu. Sejak tadi ia binggung menghubungi keluarga lelaki
yang ia temukan pingsan di depan butiknya. Sudah empat jam,
tetapi lelaki itu tak kunjung siuman. Di dalam dompetmya tidak
terdapat kartu identitas apapun. Hanya ada selembaran uang dua
ribu rupiah dan secarik kertas kecil berisi alamat. Saat gadis itu
cek, ternyata alamat itu bukanlah alamat tempat tinggal tinggal
lelaki itu.

"Nab," itu suara Riana, mama tiri Nabila.

Nabila lari ke arah ibunya. "Mama."

"Bagaimana kondisinya? Apa kamu tidak berhasil menemukan


nomer ataupun alamat keluarganya?"

"Alamat ini bukan alamatnya Ma. Dan ini, juga bukan nomer
keluarganya."

Riana menyipitkan mata, tidak asing dengan alamat yang tertera


pada kertas.

166
"Ma, kenapa?"

"Hah? Gak papa kok. Ya udah mama urusing orang yang kamu
temukan dulu. Katanya kamu mau nemuin si Fadly? Kasihan loh
kalau calon suami dibiarin lama-lama menunggu," godanya.

Nabila tersipu malu akan godaan sang mama.

Sepeninggal Nabila, Raina buru-buru masuk ke ruangan Dahlia.


Matanya membulat sempurna setelah tahu siapa lelaki yang
terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan tangan
diinfus. Dia adalah Jimin, anak yang ia tinggalkan tiga tahun
lamanya. Tubuhnya tiba-tiba melemas, godaan mengungkit
masalalu memasuki pikirannya. Semua masa lalu buruknya
seolah berputar kembali. Keringat dingin membasahinya. Tas
tangan bermerk brandid itu jatuh ke lantai membuat perawat
yang sedang membersihkan tempat tidur Jimin berlari ke
arahnya.

"Ada apa bu?"

Raina mematung.

Jimin sadar. Ia pun begitu bunggah ketika memandang sang ibu.


Anehnya, kenapa wanita itu terlihat shock saat melihatnya?
Apakah ia tak merindukan Jimin? Jimin turun dari ranjang.
Jalannya sempoyongan menuju sang ibu yang berdiri membeku
menghadapnya. Dari air wajah wanita itu, Jimin sulit
menafsirkan. Seperti ada ketakutan pada wajah yang kini terlihat

167
lebih cantik dan bersih. Jimin kira ibunya hidup dengan baik
selama ini. Tubuhnya bersih, pakaiannya mode ibu-ibu sosialita.

"Ibu." Jimin memeluk erat ibunya.

"Jimin... " tangisnya pecah.

"Kemana saja ibu selama ini?"

Atun membawa Jimin duduk di atas ranjang rumah sakit, lalu ia


duduk di samping sang anak. "Maafkan ibu Jimin. Ibu tidak
pernah mengabarimu. Sekarang kamu semakin tubuh dewasa
nak. Bagaimana kabar adik-adikmu?" tanyanya masih tersedu-
sedu.

Jimin memegang erat tangan Atun seolah tak ingin terlepas. Tak
ingin ibunya itu pergi. "Ibu kita sangat merindukan ibu." Ia tak
peduli dibilang lelaki banci, yang jelas air kata sudah
membanciri wajahnya yang lugu. Kerinduan akan sosok ibu
tidak dapat membohongi keadaan.

"Maafkan ibu Jimin. Ibu tidak bisa kembali ke pelukan kalian


lagi. Ini kartu ATM untukmu. Ibu akan transfer berapapun yang
kamu butuhkan." Atun mengambil sabuah kartu dari dompet
mewahnya, "tapi jangan temui ibu lagi, Min. Jang–"

"Kenapa Bu? Jimin ini anak ibu. Lalu bagaimana dengan adik-
adik? Bapak pergi, apakah ibu juga pergi? Jimin rindu bapak
dan ibu. Setiap malam Jimin tidak bisa tidur dengan nyenyak."

168
"Jangan pernah sebut bapakmu lagi. Dia sudah behagia dengan
keluarga barunya dan melupakan kita."

Lelaki itu marah. "Bagaimana dengan ibu? Bukankah ibu juga


sudah melupakan kita? Bahkan ibu melarang kita menemui ibu.
Kenapa ada ibu sekejam itu di dunia ini?"

Atun berusaha memeluk anak pertamanya lagi, tetapi buru-buru


ditepis oleh lelaki itu.

"Ibu boleh pergi." katanya dingin. Jauh di dalam lubuk hatinya,


ia benar-benar terluka, teramat sangat.

"Jimin, ibu sudah menikah lagi dengan lelaki berkebangsaan


Amerika. Dan wanita tadi adalah adikmu, Raina. Suatu saat ibu
akan menjelaskan semuanya kepada suami ibu, tapi tidak untuk
saat ini. Bersabarlah, anakku."

Mata Jimin memandang sosok yang ia hormati nyalang. "Sabar.


Berapa tahun lagi bu? Setelah ibu meninggalkan kamu tanpa
kabar, ibu bilang kami harus sabar."

"Kamu boleh marah kepada ibu. Ibu harus pergi."

Bukan itu yang Jimin inginkan. Ia ingin wanita itu mengakui


kesalahannya, lalu kembali. Bukan malah pergi.

169
"Ibu! Jimin itu sayang sama ibu. Mana ada anak yang rela
ditinggalkan ibunya begitu saja. Ibu sadar tidak? Jimin dan adik-
adik masih anak ibu. Sampai kapanpun."

"Apa benar yang saya dengar sejak tadi?" suara bariton lelaki
bertubuh keker dan tinggi menghentikan perdebatan hebat itu.
Jimin memandang datar lelaki itu, semantara Atun hampir
pingsan melihat siapa yang menyaksikan kejadian baru saja.
Suaminya mungkin mendengar semuanya.

***

Tuhan tidak memberikan cobaan diluar batas kemampuan


makhluk-Nya. Setiap penantian dan perjalanan pasti ada
ujungnya. Termasuk kisah Jimin, dimana ia ditinggal, lalu
diombang-ambingkan takdir. Namun, jika Tuhan memutuskan
kebahagian datang, kebahagiaan itu akan benar-benar datang.

Kini Jimin dan adiknya tinggal bersama ibu dan ayah tirinya.
Hubungan Jimin dengan bapak kandungnya pun membaik.
Pernah Jimin berkunjung ke keluarga baru bapaknya di London.
Tentu sebagai anak yang baik, ia telah memaafkan bapak serta
ibunya. Sebab, seberapa besar kesalahan orang tua, tidak akan
sebanding dengan kasih sayang yang mereka berikan. Seberapa
jauh orang tua, doa-doanya selalu menyertai setiap langkah
perjalanan kita. Satu yang ia pengang mulai saat ini dan
seterusnya. Setiap perjalanan pasti ada ujungnya. Bahagia atau
sengsara, itu bergantung seberapa bijak kita menyikapi
perjalanan. Bersyukur, Berdoa, dan Berusaha.

-Selesai-

170
Autobiografi

Assalamualaikum... Hallo
hallo hay. Namaku Melly,
ya, di dunia kepenulisan aku
kerap dipanggil Mel.
Cerita singkat kisah Jimin
ini semoga banyak kesannya.
Walau singkat tapi berarti
kaya kalau sama si dia
walau singkat
membekasnya lama
eaaa... Ga deng canda. Oh
ya, buat kalian penggemar cerita wattpad boleh juga mampir
keceritaku @Mellyana21. Gak usah panjang-panjang ah, ntar
kalian lama bacanya. Udah lama nunggu, lama baca juga,
hadueh kasihan... Sabar ya. Ok, sekian. Kritik dan saran
kutunggu.

171
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh M Syahrizal Kusuma P

Suasana seketika sunyi karena kertas alamat itu sudah


hanyut didalam selokan.
Lalu Jimin pun frustasi dengan semua yang dia
lakukan menjadi sia-sia. Jimin berfikir kehidupannya
kedepan, karena ia bingung untuk mencari kedua orang
tua nya yang entah pergi kemana tanpa kabar. Jimin pun
memutuskan untuk tinggal bersama pamannya di kota,
untuk mencari pekerjaan agar bisa membiayai hidupnya.
Jimin pun bertemu dengan pamannya lalu
menceritakan apa yang telah terjadi pada orang tuanya.
“Paman, Aku ingin tinggal bersama paman boleh?”
“Orang tuamu kemana Jim? Apa kamu tidak dicari bila
ikut bersama paman?”
“Begini Paman.... Jadi ceritanya. Waktu itu Ayah pergi
mencari kerjaan dan akhirnya ia mendapatkan kerjaan
menjadi tukang mebel di persuahaannya Haji Rahim.
Lalu selama satu tahun ia tidak pernah pulang dan tidak
lagi mengirim uang, ia terakhir pulang waktu mudik
lebaran haji. Lalu Mak Atun pun kebingungan dimana
keberadaan Ayah dan bagaimana kabarnya. Mak Atun
bergegas kesana untuk mencari Ayah, sesampainya di
lokasi Mak Atun bertanya kepada semua orang yang
berada disekitar lokasi. Setelah itu Mak Atun bertemu
dengan Bapak Sofyan. Bapak Sofyan menceritakan
tentang kejadian yang menimpa perusahaan mebel disini.
Ternyata perusahaan itu sudah terbakar, dan dipindah
entah kemana. Mak Atun lelah mencari Ayah. Pada

172
akhirnya Mak Atun ikut bekerja rumah tangga
dikediaman Bapak Sofyan. Setelah 3 tahun berjalan Mak
Atun jarang kembali kerumah dan terakhir ia
memberikan alamat dimana ia bekerja.”
“Ooooo Jadi begitu ceritanya, Oke mulai sekarang kamu
bisa tinggal bersama Paman.”
“Terima kasih Paman. Paman apakah saya boleh izin
untuk mencari pekerjaan di kota untuk membiayai hidup
saya?”
“Tidak usah biar Paman saja yang menafkahimu.”
“Tidak, Paman Jimin tidak mau menyusahi Paman”
“Yasudah kalau begitu maumu, yang penting kamu jaga
diri baik-baik.
Karena kehidupan diluar sangatlah keras, apabila kamu
tidak berhati-hati bisa celaka.”
“Baik, Paman”

Pada keesokan harinya Jimin mulai mencari


pekerjaan di kota. Dan ia mendapatkan pekerjaan untuk
menjaga toko bangunan. Pada hari itu juga Jimin
langsung bekerja di toko bangunan itu. Sedikit demi
sedikit ia merasakan beratnya bekerja untuk mencari
sebutir nasi.
Hari demi hari ia lakukan dengan riang dan gembira agar
terbiasa dengan pekerjaannya.
Akhirnya satu bulan bekerja sudah berlalu dan
Jimin sudah mendapatkan gaji pertamanya. Walaupun
hasilnya tidak begitu banyak tetapi Jimin sangat senang
dengan jerih payah yang ia lakukan selama bekerja.

173
Sepulang kerja Jimin membelikan makanan
untuk Pamannya karena sudah memberikan tempat untuk
tinggal.
“Paman, ini aku bawakan makanan untuk
Paman…”
“Apa yang kamu bawa Jimin?”
“Ini ada nasi padang dan roti lapis”
“Ah kau ini, baru dapat gaji ya? Hahaha”
“Iya paman, Alhamdulillah gaji pertama sudah
turun. Rasanya sangat senang, dan ini saya
membagikan rasa senang saya untuk paman.”
“Terima kasih Jimin kamu sangat baik sekali…
Tetapi daripada dihabiskan untuk seperti ini,
lebih baik ditabung untuk keperluan yang lebih
penting.”
“Baik Paman, saya sudah menyisihkan separuh
gaji untuk saya tabung.”
“Bagus lah Kalau begitu, belajar untuk mandiri.”
“Iya Paman ini saya juga sedang belajar untuk
mandiri.”
“Jimin, Bagaimana kamu nyaman berkerja di
sana?”
“Nyaman Paman, disana Jimin merasakan apa
yang namanya bekerja dari pagi sampai sore.”
“Memang bagaimana rasanya?”
“Ya begitu Paman capek dicampur senang, bisa
mendapatkan pengalaman berkerja dan bisa
berbagi pengalaman bersama teman-teman
disana.”

174
“Oh yasudah, setelah makan kamu istirahat.”
“Baik Paman.”
Keesokkan harinya dia disuruh oleh bosnya
untuk mengambil mebel di sebuah perusahaan yang
besar. Lalu dia meuju ke perusahaan tersebut dengan
beberapa temannya untuk mengambil mebel. Seketika
Jimin teringat pada Ayahnya yang sudah lama pergi
tanpa pesan, dan sekilas ia melihat seperti sesosok
ayahnya berada di dalam perusahaan itu. Lalu Jimin pun
bergegas untuk menghampiri, dan ternyata itu benar
Ayahnya. Dan ayahnya pun kaget dan sedih melihat
anaknya sudah tumbuh besar. Jimin menanyakan kepada
Ayahnya yang sudah lama tidak pulang dan tiada kabar.
“Ayah mengapa tiba-tiba menghilang dan tidak
ada kabar?”
“Ayah ingin pulang, tetapi ayah belum
mempunyai cukup biaya untuk pulang.
Karena perusahaan yang ayah tempati bangkrut.”
“Apa ayah tidak bisa mengirim surat. Setidaknya
Ayah memberikan kabar, agar tidak membuat
Mak mencari Ayah.”
“Karena waktu itu Ayah belum mempunyai uang
sedikit pun.”
“Sekarang Mak juga menghilang entah kemana.
Karena mencari Ayah dan Mak pun gelisah.
Akhirnya Mak berkerja menjadi pembantu rumah
tangga.”
“Jimin kamu sekarang tinggal dimana?”
“Sekarang aku tinggal dirumah Paman Yah.”
“Mulai sekarang kamu tinggal bersama Ayah saja
dirumah susun.”

175
“Baik Yah nanti saya akan bicara kepada
Paman.”
“Baik Nak.”
Seketika Jimin langsung bergegas untuk pulang
kerumah Pamannya. Dan meminta ijin untuk tinggal
bersama Ayahnya.
“Paman, tadi Jimin sudah bertemu dengan Ayah.”
“Bertemu dimana, kamu?”

“Bertemu di perusahaan mebel sewaktu saya mau


mengambil mebel di perusahaan tersebut.”
“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, anak
bertemu lagi dengan bapaknya. Paman sih tidak
melarang jika kamu ingin tinggal bersama
Ayahmu, tetapi ingat pesan Paman yang sering
Paman katakana kepadamu.”
“Baik Paman terimakasih sudah bersikap baik
kepada saya selama ini. Akan selalu saya ingat
pesan-pesan dari Paman.”
Jimin pun bersiap-siap untuk menuju ke rumah
susun tempat tinggal Ayahnya. Beberapa hari kemudian
ia dan Ayahnya sedang belanja di pasar tradisional. Tiba-
tiba jimin dan Ayahnya melihat sosok ibunya yang
sedang berbelanja. Jimin dan Ayah langsung
menghampiri. Dan setelah dihampiri tiba-tiba
menghilang. Lalu mereka mencari di setiap tempat, dan
akhirnya mereka bertemu. Mak seketika kaget melihat
Ayah dan Jimin berada tepat didepannya. Mak langsung
meneteskan air mata, karena sudah lama tidak berjumpa
dengan suami dan anaknya. Lalu Mak memeluk mereka,
dan menanyakan kabar mereka.

176
Lalu mereka memutuskan untuk hidup bersama
di sebuah rumah susun, dan hidup dengan bahagia.
Setelah menjalani kehidupan yang rumit pada akhirnya
mereka bisa dipertemukan kembali.

-TAMAT-

177
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Nabila Putri A.

Jimin yang mengetahui bahwa benda berharganya itu


hanyut di selokan segera mengejarnya diikuti oleh si Satpam.
Namun terlambat, kertas berisikan alamat ibunya itu telah robek
bahkan tulisan di atasnya telah pudar.

Jiminpun bingung harus dengan cara apalagi ia mencari


alamat ibunya, karena dia sendiri tidak hafal dengan alamat
yang ada di potongan kertas tadi. Dengan raut wajah pasrah
Jimin duduk di pinggir selokan sambil memeluk kedua kakinya
yang tertekuk. Merasa bersalah, satpam tadipun menyuruh Jimin
untuk ikut dengannya ke pos satpam.

“Kamu ikut saya dulu saja, ayo masuk ke dalam. Nanti


saya carikan solusinya.”

Sambil mengusap air matanya, Jimin menurut dan


mengikuti si Satpam masuk ke pos satpam Kebon Bambu
Condominium. Si Satpam memberikan segelas air putih kepada
Jimin kemudian pergi menuju ke kantor pemasaran.

“Anda mau kemana, Pak?”

“Ke kantor pemasaran, mau bertemu dengan pemilik


Condominium ini. Kamu disini saja, saya tidak akan lama.”

178
Jimin hanya mengangguk kemudian duduk kembali.

Sudah 3 jam Jimin duduk di dalam pos satpam namun si


Satpam belum juga kembali. Ditambah dengan hujan yang turun
satu jam lalu membuat Jimin merasa kedinginan sendirian. Tiba-
tiba sebuah limusin hitam berhenti tepat didepan pintu pos
satpam. Kaca pintu mobil depan terbuka pelan, telihat seorang
wanita setengah umur mengenakan kacamata hitam tengah
merogoh tas Channel hitam satinnya.

“Nanti saya langsung pulang kerumah, jadi kantor tolong


dikunci ya” menyerahkan kumpulan kunci bergantung pahatan
kayu kepada Jimin dan langsung menutup kaca mobil tanpa
menoleh ke arah Jimin. Jimin yang tidak tahu apa-apa menerima
saja kunci pemberian wanita itu. Dilihatnya kunci itu sambil
duduk kembali, namun mata Jimin tiba-tiba tertuju pada
gantungan kunci yang terbuat dari pahatan kayu tersebut. Segera
Jimin berlari mengejar limusin hitam tadi ditengah hujan yang
begitu deras. Namun sayang, mobil mewah itu sudah tidak
terlihat.

Dengan langkah gontai Jimin kembali ke pos satpam


sambil sesekali mengusap air matanya. Harapannya untuk
bertemu sang Ibu sepertinya pupus sudah. Namun ia masih
bertanya-tanya mengapa wanita tadi dapat memiliki gantungan
kunci yang sama dengan yang Jimin berikan kepada Ibunya 3

179
tahun silam sewaktu Ibunya pergi ke kota untuk mencari
Bapaknya.

“Kamu kenapa basah kuyup seperti itu? Kamu hujan-


hujanan? Sudah saya bilang tungggu didalam, kenapa kamu
keluar?”. Jimin hanya diam saja dan sambil memegang erat
kunci pemberian wanita tadi.

“Loh itu kan kunci kantor, kenapa bisa ada dikamu?”.


Jimin tetap tidak menjawab.

“Hei! Nak! Dengar tidak?”

“Eh? Iya? Oh, Iya, tadi...ada wanita yang


memberikannya pada saya, dia berkata bahwa dia akan langsung
pulang kerumah. Jadi, dia menyuruh untuk mengunci kantor”

“Oh, Bu Bos? Mana kuncinya!”

“Dia..pemilik Condominium ini Pak?”

“Yaa, bisa dibilang begitu sih. Pemilik asli


Condominium ini sebenarnya Haji Rahim, namun karena urusan
pribadi, Haji Rahim memberikan hak atas Condominium ini
pada wanita tadi. Sudah setahun lebih ia mengelola
Condominium ini.”

“Kalau boleh tau, siapa nama wanita tadi Pak?”

180
“Kenapa kamu begitu penasaran? Memang apa
hubungan wanita itu denganmu?”

Jimin melihat kembali ke arah gantungan kunci yang ia


bawa.

“Bawa sini kunci-kunci itu, jangan sampai gantungan


kuncinya rusak. Bisa dimarahin Bu Bos saya nantinya.”

“Memang apa pentingnya gantungan kunci ini


untuknya?”

“Itu benda kesayangan Bos, sejak ia memegang kendali


kantor, ia tak pernah mengganti gantungan kunci itu.”

Ucapan satpam tadi membuat Jimin kembali


berpengharap.

“Apa saya bisa bertemu dengan pemilik Condominium


ini? Saya mohon Pak!”

“Baiklah baiklah, nanti setelah selesai tugas saya antar


kamu kesana.”

Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Jimin dan si


Satpam berdiri tepat didepan sebuah rumah besar bertingkat
yang terlihat begitu megah.

“Cari siapa Pak?” tanya satpam penjaga rumah kepada si


Satpam dan Jimin.

181
“Bu Atun ada dirumah Pak? Saya satpam penjaga
Condominiumnya, mau mengembalikan kunci kantor.”

Jimin yang mendengar nama Ibunya dipanggil pun


terkejut, harapannya bertemu dengan ibunya semakin besar.

“Oh, ada. Mari saya antar”

Kemudian satpam itu pun menunjukkan jalan kepada


Jimin dan si Satpam ketempat wanita bernama Atun itu berada.
Namun, betapa terkejutnya Jimin ketika mengetahui wanita
tengah duduk bersila disebelah sebuah makam bertuliskan Tardi
pada batu nisannya.

Jimin melangkah gontai mendekati wanita tersebut.


Dilihatnya wanita setengah umur itu sedang tertunduk
memejamkan matanya. Wanita itu adalah wanita yanng Jimin
temui ketika ia di pos satpam. Pelan-pelan Jimin duduk
disamping wanita tersebut sambil menatap wanita itu dengan
raut wajah sedih.

“Ibu?” ucap Jimin lembut.

Wanita yang ia panggil pun menoleh ke arah Jimin dengan


tidak percaya. Dengan mata yang berbinar ia memegang pipi
Jimin kemudian memeluk remaja didepannya itu.

“Ibu? Apa ini? Kenapa ada nama Bapak disini? Apa yang
terjadi pada Bapak, Ibu?” tanya Jimin bertubi-tubi.

182
“Bapak kamu sudah meninggal dunia Nak, dia meninggal
dalam kebakaran mebel setahun sebelum Ibu memutuskan untuk
pergi ke kota. Maafkan Ibu tidak mengirim uang ataupun surat
untukmu belakangan ini, Ibu tidak ingin kamu terus menanyai
dimana Bapakmu. Ibu tidak bisa berbohong pada anak Ibu.”
Sambil terisak-isak.

“Lalu, bagaimana Ibu bisa berada disini? Mengapa Ibu


bisa jadi pemilik Condominium itu? Ibu bilang ibu bekerja
sebagai pembantu di rumah Ibu Sofyan?”

“Iya, memang benar ibu bekerja sebagai pembantu di


rumah Ibu Sofyan. Namun setahun yang lalu saat Ibu sedang
sholat, Ibu tidak sengaja bertemu dengan Haji Rahim, pemilik
mebel tempat Bapakmu bekerja. Awalnya ibu tidak mengetahui
kalau itu Haji Rahim, kemudian ada seorang Bapak-bapak yang
menyapanya jadi Ibu bertanya apakah dia Haji Rahim pemilik
mebel. Namun saat dia mengetahui siapa Ibu, dia menangis
bersalah kemudian menceritakan kejadian kebakaran yang
merenggut nyawa Bapakmu. Merasa bersalah, dia memberikan
Condominium itu pada Ibu, serta rumah ini juga.”

“Lalu? Mengapa Ibu mengubur Bapak dirumah ini?”

Menggelengkan kepalanya. “Tidak Nak. Ibu tidak


mengubur Bapakmu disini, ini hanyalah tumpukan tanah yang

183
Ibu anggap sebagai makam Bapakmu. Karena kebakaran besar
itu, jasad Bapakmu tidak ditemukan, bisa dibilang jasadnya
hangus terbakar.”

Jimin menangis tersedu-sedu mendengar penjelasan dari


Ibunya. Dia tidak menyangka, perjalanannya dan Ibunya begitu
jauh hingga saat ini. Dia ingin bersyukur karena telah bertemu
dengan Ibunya dalam keadaan baik-baik saja bahkan bisa
dikatakan sukses. Namun ia juga ingin menangis mengetahui
nasib Bapaknya yang begitu pilu.

- SELESAI -

184
Autobiografi

Assalamualaikum Wr.Wb

Nama saya Nabila Putri Aurelya,


saya saat ini kelas 12 jurusan Bahasa
di SMA N 2 Ungaran. Saya tinggal di
Perumahan Pondok Babadan Baru.

Cukup sekian.

Wassalamualaikum Wr.Wb

185
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Philipus Desta K. W.

Potongan kertas itu basah tak terbaca dan sobek. Tetapi


Jimin sudah hafal alamat itu diluar kepala,karena dibacanya
berkali-kali.

Bersama-sama para satpam menyambut kedatangan orang


yang ada dalam mobil limusin.

“selamat siang Haji Rahim”.

Kemudian mobil itu melaju dengan pelan ke arah gedung.

Jimin teringat sesuatu dan terkejut.

“Siapa? Haji Rahim?

“Iya,Haji Rahim. Kamu tau?

“Apa itu Haji Rahim yang punya perusahaan mebel?”

“itu dulu, sebelum kebakaran besar menghabiskan


perusahaannya. Tapi sekarang Haji Rahim bisnis jadi
kontraktor, Kebon Bambu Condominium ini salah satunya.”

Tanpa berpikir panjang , Jimin lari menerobos masuk ke


arah gedung.

186
“eh.. mau kemana kamu? Jangan asal masuk aja”

Dengan sigap salah seorang satpam berlari menangkap


Jimin.

“saya mau ketemu Haji Rahim”

“Enggak sembarang orang bisa ketemu Haji


Rahim.Memangnya kenapa mau ketemu Haji Rahim?”

“Saya mau ketemu.Barangkali Haji Rahim Tau dimana


Bapak saya”

“Tadi nyari Ibu kamu, sekarang Bapak kamu”

Satpam yang satunya menyaut

“memang siapa bapak kamu?kok bisa berpikiran Haji


Rahim tau dimana bapak kamu.”

“Bapak saya namanya Tardi, dulu bekerja ikut Haji


Rahim.”

“Oh jadi Pak Tardi itu bapak kamu. Mari saya antar
kedalam”

Jimin merasa senang bercampur bingung mendengar kabar


tentang bapaknya. Ia pun mengikuti satpam masuk ke dalam
gedung.

“siapa anak itu? Kenapa dibawa kesini? Tanya Haji Rahim

187
“jadi begini Pak Haji....”

“Saya anak Bapak Tardi, Tukang kayu yang dulu ikut


kerja bersama Pak Haji Rahim”

“Haa...?anak Tardi? Siapa nama kamu?”

“saya Jimi!”

Haji Rahim menyuruh satpam untuk meninggalkan


mereka berdua. Kemudian Haji Rahim mendekati Jimin dan
memeluknya dengan raut wajah yang terharu.

“Bapak mu adalah pahlawan yang berhati mulia. Dia tidak


akan pernah saya lupakan.”

Dengan pelan Jimin mendorong Haji Rahim melepaslan


pelukannya, penuh tanya dan bingung. “Dimana bapak
sekarang? Saya mau ketemu”

“Andai bapak mu masih ada , saya juga ingin ketemu.”

Jimin terkejut “ja jadi ba ba bapak sudah nggak ada??”

Hajim Rahim menganggukkan kepala dangan raut wajah


murung. “Maaf Jimin, dia tidak selamat dari kebakaran 5 tahun
lalu.”

Seketika Jimin bercucuran air mata dan pingsan, karena


sejak semalam ia belum makan dan kurang istirahat.

188
“Dimana ini?” Jimin terbangun di dalam kamar yang luas
dan mewah sambil memgang kepalanya yang terasa pusing.”

“kamu sudah bangun?” kata Haji Rahim yang duduk di


samping kasur. “Sana Kamu mandi dan nanti turun kebawah
untuk makan malam.”

Jimin dan Haji Rahim makan malam bersama di meja


yang sangat luas. Dengan lahap Jimin menyantap makanan.”

“Bapak mu dulu menyelamatkan saya dan istri saya dari


kebakaran, tapi sayang, dia kehabisan oksigen dan meninggal.
Kalau bukan karena dia saya dan Istri tidak akan selamat,
meskipun istri saya meninggal setahun yang lalu karena sakit
keras. Sebenarnya sudah lama saya mencari-cari kamu dan ibu
mu untuk memberi tau, tapi tidak pernah ketemu.”

Jimin mencoba ikhlas menerima kenyataan yang ada. Dia


bangga bapaknya mau berkorban demi orang lain. “Oh jadi
begitu..saya lega mengetahui informasi tentang bapak dan saya
senang bapak melakukan hal yang luar biasa.”

“Bukan itu saja hebatnya bapak mu. Saya belajar banyak


dari dia, hingga sekarang saya bisa sesukses ini. Bapak mu juga
sering cerita tentang kelurganya.”

Jimin merasa kagum.”Ibu dulu juga sering cerita tentang


hebatnya bapak.”

189
“Ngomong-ngomong bagaimana kabar ibu mu si Atun?.”

“Sudah setahun emak enggak pulang, dulu emak pergi


mencari bapak. Karena kehabisan uang ,emak kerja jadi
pembantu dan sampai sekarang nggak ada kabarnya. Dulu
pernah ngasih alamat tinggal di Rumah ibu Sofyan, Rumah
Susun Kebon Bambu, Blok D-1, nomor 12 , Jalan Lingkar Luar
Barat, Jakarta Barat. Baragkali Haji Rahim tau?”

“Itu sudah lama sekali pasti, Rumah susun Kebon Bambu


sudah enggak ada. Nanti akan saya bantu carikan. Jadi sekarang
rencana kamu mau kemana?”

“Makasih Pak Haji. Sekarang saya bingung mau kemana,


rumah di kampung udah digusur ,enggak tau mau tinggal
dimana”

Haji Rahim tersenyum.” Mulai sekarang kamu tinggal


sama saya, anggap saja rumah ini punya kamu dan panggil saya
Bapak. Sekarang kamu istirahat, besok kita cari sekolah buat
kamu sekalian belanja kebutuhan kamu.”

Jimin memeluk Haji Rahim “terimakasih banyak pak..”

Beberapa Tahun berlalu. Kini Jimin sudah tumbuh


menjadi pemuda yang sukses, baik hati dan tampan.

Karena usia yang sudah senja, Haji Rahim meninggal, dan


semua warisan diberikan pada Jimin.

190
Jimin sedih atas meninggalnya Haji Rahim yang sudah ia
anggap sebagai Bapak kandungnya.

Namun kesedihaannya tidak berlarut-larut, karena ada


sosok wanita partner bisnisnya yang menghibur Jimin. Namanya
adalah Sari, ia sangat perhatian dengan Jimin. Setelah lama
saling mengenal, mereka saling jatuh cinta dan menjalin
hubungan.

Suatu hari, orang Tua Sari mengundang Jimin untuk


makan malam dirumahnya. Setelah pulang bekerja Jimin datang
ke rumah Sari.

“Perkenalkan om tante, nama saya Jimin”

“wah..tampan sekali pacar Sari. Panggil saja kami Om dan


Tante Sofyan, mari silahkan duduk.”

Sejenak Jimin termenung setelah mendengar nama


Sofyan.Namun dia tidak yakin bahwa itu adalah bos dari emak
nya, karena sudah banyak nama Sofyan yang sudah ia temui tapi
tidak sesuai harapannya.

Setelah berbincang cukup lama dan saling bercerita. “wah


hebat ya kamu, masih muda sudah memimpin perusahaan. Dulu
waktu Sari masih kecil, kami sekeluarga tinggal di rumah susun
Kebon Bambu. Tapi terus kami pindah. dan ternyata sekarang

191
Kebon Bambu Condominium itu punya kamu ya.” Kata Pak
Sofyan dengan senyuman.

Jimin mulai yakin bahwa itu Pak Sofyan yang ia cari.”


Rumah Susun Kebon Bambu, Blol D-1, nomor 12 , jalan
Lingkar Luar Barat, Jakarta Barat . Itu Rumah Om Sofyan?”
tanya Jimin dengan penuh harapan.

“Loh.. kamu tau dari mana? Om saja sudah tidak terlalu


ingat.” Bapak dan Ibu Sofyan terkejut.

“Emak saya, Atun.”

“Mbok Tun, bisa minta tlong kesini.”kata bu Sofyan.

Dari arah dapur datang seorang ibu-bu tua berjalan dengan


membawa makanan minum. “iya sebentar nyonya.”

“pyarr....” Cangkir-cangkir yang dibawa Atun jatuh dan


pecah. Terkejut melihat lelaki tampan yang ia yakini adalah
anaknya Jimin.

Jimin langsung beranjak dari tempat duduknya dan


memeluk Atun.

- SELESAI -

192
Autobiografi
Nama
Lengkap saya
Philipus Desta
Kristian wahyu
mandiri . Dirumah,
saya biasa dipanggil
dengan sapaan dek
philip. Sedangkan
teman-teman saya
memanggil saya dengan sapaan Pus.

Saya lahir di ungaran, 2 Desember 1999. Saya anak


kedua dari dua bersaudara . Papah saya bernama Yeremia
Ngateman dan mamah saya bernama Maria Puji Wahyuningsih
Saat ini saya tinggal di Jalan Sindoro 1 no 15 bandarjo, Ungaran
Barat. Saya masih tinggal bersama orang tua. Kakak saya
bernama Epafras septian Wahyu Mandiri , sekarang dia sudah
bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta.

Sekarang saya kelas 12 bahasa di SMA 2 Ungaran. Saya


sangat senang punya teman teman yang asik dan baik-baik,
walaupun jumlahnya sedikit. Jika ada waktu luang biasanya saya
bermain band bersama teman-teman, tetapi jika sedang mager
teman biasanya saya nonton film.

193
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Siaga Adi S.

Jimin pun langsung mengambil kembali potongan kertas


itu tanpa menghiraukan mobil yang datang dan dihormati oleh
para satpam.Potongan kertas itu sempat hanyut di selokan untuk
beberapa meter. Mobil tadi segera tancap gas meninggalkan
gardu , sepertinya sopir yang mengendarai sedang terburu-buru.
Jimin secepatnya berbalik badan setelah mengambil kertas tadi
tanpa menyadari dia ada di tepi jalan raya.Mobil sedan itu pun
tak punya waktu untuk berhenti ataupun menghindari Jimin.
Bruk!!!
Terbaring lemas di ranjang rumah sakit, Jimin membuka
mata dengan perlahan.Menengok ke sebelah kanan dimana ada
seseorang duduk di samping ranjang.Berpakaian rapi dan
bertampang menarik, tertidur, mata terpejam.Jimin bertanya-
tanya, siapakah orang itu.Di saat Jimin memandanginya, orang
itu bangun dari tidurnya yang sepertinya nyenyak sekali.
“Bapak siapa?”Jimin bertanya dengan bingung. “Saya
Bapak Toni, saya yang menabrak adik hingga terjatuh pingsan.
Lalu adik langsung bapak bawa ke rumah sakit ini.Adik

194
namanya siapa?” orang itu bertanya.“Saya Jimin pak.”Jimin
menjawab.“Adik kok sendirian?Orang tuanya dimana?Lalu
mengapa adik tadi ada di gardu dengan pak satpam?”Pak Toni
bertanya lagi. “Saya lagi mencari orang tua saya pak. Menurut
alamat yang saya punya, Ibu saya ada di situ.”Jimin menjawab.
“Ya sudah, saya akan bantu dik Jimin untuk mencari orang tua
adik sebagai permintaan maaf bapak karena sudah menabrak
adik.” Pak Toni berkata. “Terima kasih banyak pak.” Jimin
berkata dengan senyum di wajahnya.
Setelah diperbolehkan pulang, Jimin tinggal di rumah
Pak Toni untuk beberapa hari, selagi mencari orang tuanya. Di
dalam mobil menuju rumah Pak Toni, Pak Toni bertannya siapa
nama ibu Jimin. Jimin berkata “Bu Sofyan” tanpa ada semangat
saat mengucapnya.Pak Toni pun bertanya lagi, sejak kapan
Jimin ditinggal orang tuanya.Jimin berkata “lebih dari 3 tahun
pak” dengan suara yang semakin pelan.Pak Toni pun merasa iba
pada Jimin.
40 menit perjalanan, akhirnya sampai juga di rumah Pak
Toni.Besar dan megah, itulah hal pertama yang dpikirkan Jimin
saat melihat rumah itu. Halaman yang luas dengan berbagai
macam bunga indah tertata rapi di taman. Mereka berang berdua
turun dari mobil dan menuju pintu rumah yang besar itu. Tepat
saat Jimin berdiri di depan pintu, dibukalah pintu dari dalam.

195
Seorang wanita berpakaian rapid an terlihat mewah berdiri di
depan Jimin.“Jimin, ini istri Pak Toni, namanya Bu Atun.”Pak
Toni berkata.
Mendengar nama itu, Jimin mendangakkan kepalanya
menuju tatapan wanita itu. Jeng! Jeng! Jeng! Jimin tak
menyangka akan menemui ibunya sendiri di rumah itu,
berpakaian serba mewah. Raut wajah yang terkejut terlihat di
muka Bu Atun.Tanpa sempat Bu Atun memberi penjelasan,
Jimin berlari meninggalkan rumah itu dengan air mata mengalir
di wajahnya.
Jimin tak habis pikir, mengapa ibunya sendiri dapat
meninggalkannya dan melakukan hal keji seperti itu.Jimin terus
berlari menjauhi rumah itu tanpa ada arah dan tujuan.Akhirnya
dia berhenti di sebuah pos untuk menenangkan diri.Jimin
berkata dalam hati “Aku masih punya bapak yang mungkin
masih menyayangiku.”Jimin bertekad mencari bapaknya yang
masih tak diketahui dimana keberadaannya.
“Jimin” Terdengar dari belakang suara wanita
dewasa.Sebuah tangan menepuk pundak Jimin. Jimin terkejut
dan berbalik badan, dia melihat wajah yang sama beberapa
waktu yang lalu. Bu Atun disana, segera menjelaskan, “Ibu
maaf, sudah meninggalkanmu, ibu sungguh minta maaf.Pak
Toni tadi suami baru ibu.Ibu mencari ayahmu sudah sejak lama,

196
tapi taka da hasilnya.Maaf nak, sekarang ikutlah ke rumah ibu
tadi.”Bu Atun berkata dengan air mata mengalir di
wajahnya.“Mengapa ibu bisamelakukan hal ini?
Meninggalkanku di desa, dan ibu disini senang-senang?”Jimin
berkata.Di pos ini mereka berdua saling jujur.“Ibu sudah
kehilangan harapan Min, dan disini Ibu bertemu dengan Pak
Toni.Kebahagian itu membuat ibu melupakanmu, Ibu minta
maaf. Sekarang Ibu sudah bertemu denganmu, tinggallah
bersama ibu dan ayah barumu” Bu Atun menjelaskan.
Dengan wajah teraliri air mata, Jimin memeluk ibunya.
Air yang keluar dari mata bu Atun pun bertambah banyak.
Mereka berjalan meninggalkan pos menuju rumah Bu
Atun.Tangan Bu Atun melingkar di pundak Jimin selagi
berjalan.Pohon pohon yang menggugurkan daunnya di
sepanjang jalan itu.Suara dari keramaian jalan raya, klakson
dibunyikan dimana-mana mengiringi kembalinya dua individu
menjadi satu.
-SELESAI-

197
Autobiografi

Penulis bernama Siaga


Adi Satoto.Siaga lahir di
Ungaran, Kab. Semarang pada
17 juli 2000 dari pasangan
Irianingsih dan Puji Antoro,
pertama mempunyai kakak
perempuan bernama Tory Satiti
Krisantina.

Penuli spernah
mengenyam pendidikan di SD
Mardi Rahayu Ungaran, SMP N
3 Ungaran, dan sedang mengenyam pendidikan di SMA N 2
Ungaran yang duduk di kelas XII Bahasa. Sejak kecil, penulis
menyukai dunia kebahasaan dan telah menerjemahkan beberapa
bacaan dari bahasa Inggris. Namun, tidak ada kelanjutan dari
hasil terjemahan itu. Kebangsaan Indonesia.

198
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Tri Widayati

Jimin terus melihat seseoarang yang ada didalam mobil


tersebut dengan penuh penasaran. Sementara potongan kertas
yang berisi alamat tersebut diabaikan oleh Jimin. Setelah mobil
sedan tersebut lewat, satpam kedua kembali menghapiri Jimin
sedangkan satpam yang pertama meninggalkan Jimin.
“Untuk masalah pindah kemananya saya kurang tahu.
Setahu saya hanya setelah rumah susun yang dulu dibongkar
kemudian dibangun kembali dan jadilah seperti yang sekarang
ini.”
“Apakah disekitar sini ada yang tahu lebih mengenai hal
itu pak? Dan apakah semua yang tinggal disini orang bule?.”
“Eemmm sebentar saya igat dulu...”
“Ah! Saya ingat, ada salah satu orang kaya yang tinggal
disini orang Melayu. Sepertinya dia mengetahui semuanya.”
“Benar begitu Pak? Siapa dia?.”
“Saya tidak tahu namanya, sepertinya yang tadi lewat
pakai mobil sedan.”
Kemudian Jimin bergegas menemui orang yang ada di
dalam mobil tersebut. Akan tetapi, satpam tersebut melarangnya.

199
“Eessh, mau kemana kamu?.”
“Saya mau menemui orang yang Bapak maksud tadi.”
“Sebaiknya jangan sekarang, waktu seperti ini dia benar-
benar sedang sibuk. Orang yang mau menemuinya pada waktu
seperti sekarang ini biasanya tidak diperbolehkan selain rekan
kerjanya.”
“Lantas saya boleh menemuinya kapan Pak?.”
“Eemm besok hari apa ya?”
“Lusa Pak. Gimana sih Bapak masak sama hari aja lupa.”
“Maklum perjalanan menuju usia tua.”
“Hehehehe Bapak ini bisa aja.”
“Oh iya besok lusa kamu kesini pagi-pagi sekali, biasanya
dia nongkrong di dalam pos satpam.”
“Baik Pak terima kasih banyak atas bantuan Bapak.”
“Emm tapi pak, saya tidak tahu harus tinggal dimana
untuk saat ini. Tidak ada saudara atu kerabat saya yang tinggal
di daerah ini.”
“Tidak usah khawatir nak, kebetulan di rumah Bapak ada
kamar satu lagi yang kosong. Anak bapak sedang pergi di luar
kota nanti kamu bisa memakainya. Tetapi rumah bapak kecil.”
“Kecil besarnya rumah itu tidak masalah Pak, yang
penting bisa untuk berkumpul dengan keluarga, bisa untuk tidur,
masak, dan lain sebagainya Pak. Saya sangat bersyukur sekali

200
bisa bertemu sdengan Bapak. Oh iya nama saya Jimin, Bapak
namanya siapa?.”
“Iya nak. Sutarjo nama Bapak.”
“Terimakasih banyak Bapak membantu saya.”
“Iya nak sama-sama.sesama manusia memang seharusnya
kita saling tolong-menolong.”
Setelah Jimin menunggu jam pulang Pak Sutarjo yang
lama, tibalah jam pulang Pak Sutarjo jam sepuluh malam.
Dalam perjalanan pulang yang sangat sepi Jimin mengisi
kekosongan dengan bertanya kepada Pak Sutarjo.
“Bapak kalu pulang jam segini terus?.”
“Tidak tentu nak tergantung berangkat kerjanya dimulai
jam berapa dulu.”
“Kalau sekarang?.”
“Kalu sekarang berangkat jam dua siang pulangnya ya...
jam sepuluh seperti sekarang ini. Kadang juga lembur
menggantikan teman sehari tidak pulang kerumah tidak tidur”

“Bapak tidak capek Pak?.”


“Capek tidak nya tergantung kita niat dan ikhlas dalam
menjalankan sesuatu nak. Jangan pentang menyerah untuk usaha
yang terus kita lakukan. Suatu saat akan menghasilkan hasil
yang menakjubkan yang membuat kita senang pada akhirnya.”

201
Ketika itu Jimin semakin ingat dengan Bapaknya (Tardi)
ditambah dengan mendengar kata-kata dari Pak Sutarjo, Jimin
menjadi tambah semangat dan terus berusaha, pantang
menyerah untuk terus mencari Bapak dan Emak nya.
“Setuju sekali Pak, Terimakasih Pak atas nasehatnya.”
Tidak terasa perjalanan yang begitu jauh sudah dekat
dengan rumah Pak Sutarjo. Ketika sampai di rumah Pak
Sutarjo.....
“Baru pulang Pak....?”
Istri Pak Sutarjo sudah menungunya. Dengan suara yang
lembut, baik hati, cantik pula. Menjadikan Jimin teringat oleh
Emaknya.
“Oh iya Pak ini siapa?.”
“Ini Jimin. Dia sedang mencari Bapak dan Emaknya.
Untuk sementara dia tinggal disini dulu gak apa-apa kan?.”
“Iya gak papa.”
“Terimakasih banyak Pak Bu...”
Akhirnya mereka beristirahat.
Keesokan harinya, seperti biasa jam 07.00 Pak Sutarjo
berangkat bekerja. Tetapi, kali ini Pak Sutarjo ditemani oleh
Jimin. Ketika sampai di Kebun Bambu Condominium tempat
kerja Pa Sutarjo, mereka tidak menemui seseorang yang berada
di dalam mobil sedan kemaren.

202
“Eemm... Pak dimana seseorang yang Bapak maksud
kemaren, yang berada di dalam mobil sedan?.”
“Biasanya sih kalau hari minggu jam segini dia ada di
sekitar halaman depan olahraga atau biasanya kesini di pos
satpam.”
Setelah menunggu beberapa saat, seseorang yang di dalam
mobil sedan kemaren pun keluar dan menuju ke post satpam.
“Eemm.. Pak itu seseorang yang Bapak maksud bukan?.”
“Wah bener dia orangnya. Sepertinya menuju kesini.”
Pak Sutarjo berdiri, bersiap-siap menyambut seseorang
itu. Jimin pun ikut menyambutnya dengan semangat.
“Selamat pagi semua ....”
Seseorang itu menyapa dengan sangat ramah. Dan dibalas
dengan ramah pula oleh Pak Sutarjo dan Jimin.
“Selamat pagi juga pak apa kabar?”
“Alhamdulillah baik. Oh iya ini siapa?.”
“Ini Jimin. Dia kesini mau bertemu dengan Bapak.”
“Selamat pagi pak, nama saya Jimin. Saya disini mau
bertemu dengan Bapak.”
“Boleh, ada apa nak?”
“Begini pak saya datang kemari untuk mencari Bapak dan
Emak saya. Dulu Bapak saya bekerja jadi tukang kayu di
perusahaan mebel kepunyaan Haji Rahim di Kebon Bambu.

203
Tetapi, sejak itu jarang pulang kiriman duitnya juga macet.
Semenjak itu, Emak mencari Bapak tetapi, Emak kehabisan duit
dan jarang pulang?”
“Lalu apa hubungannya dengan saya kok kamu mencari-
cari saya?”
“Begini Pak, kata Pak Sutarjo Bapak ini orang Melayu asli
ya? Dan tinggal di daerah ini sudah sejak dulu?”
“Iya memang benar, lalu?”
“Apakah Bapak mengetahui mengenai Rumah Susun
Kebon Bambu?”
“Kenapa kamu menanyakan hal itu?”
“Begini Pak, semenjak Emak sya kehabisan uang itu,
Emak bekerja jadi pembantu di rumah Ibu Sofyan di kebon
Bambu ini”
“Ibu Sofyan... Kebon Bambu....?”
“Kenapa Pak, Bapak kenal?”
“Itu mah istri saya. Oh iya saya ingat dulu ada seseorang
yang bekerja di rumah saya.”
Seketika Jimin memotong pembicaraan dengan penuh
semangat dan harapan yang seolah-olah pasti.
“Benarkah Pak?”
“Iya. Kalau gak salah namanya Atun.”

204
“Benarkah itu Pak... itu Emak saya Pak. Sekarang dimana
Emak saya Pak saya ingin bertemu dengan Emak.”
“Emak kamu sudah tidak disini nak.”
Seketika itu raut wajah Jimin yan tadinya bersemangat
seolah-olah berubah menjadi lemas.
“Emak saya sekarang dimana Pak.”
“Begini nak, semenjak Rumah susun Kebon Bambu yang
dulu dibongkar kami pindah ke rumah saya yang sebenarnya.
Lumayan jauh dari sini. Atun Emak kamu juga ikut. Dia
menemani istri saya karena saya tinggal disini yang dekat
dengan tempat kerja saya.”
Mendengar perkataan seseorang itu, wajah Jimin kembali
sumringah tambah bersemangat.
“Jadi, Emak saya sekarang ada di rumah Bapak?.”
“Sepertinya iya. Apa kamu mau saya telpon kan emak
kamu?.”
“Boleh... boleh pak...”
Seseorang itu menelpon istrinya.
“Hallo, Assalamu’alaikum Mah..”
“Waalaikumsalam Pah. Ada apa Pah tumben pagi-pagi
sudah telepon?”
“Gimana sih Mamah ini setiap pagi Papah kan telpon
Mamah. Malah setiap waktu lho.”

205
“Hehehe iya iya pah.”
“Begini Mah ini ada Jimin anaknya Atun, dia sedang
mencari Atun Emaknya. Apa disitu ada Atun?.”
“Sebentar Pah, Mamah cariin dulu.”
“Wah Atun nya baru pergi ke pasar Pah belanja.”
“Ya sudah nanti Papah pulang bersama dengan Jimin biar
ketemu langsung sama Emaknya aja ya.”
“Iya Pah.”
Telepon ditutup.
“Begini nak, Emak kamu sedang pergi ke pasar. Apa kamu
mau saya antar ke rumah saya bertemu dengan Emak kamu?”
“Wah saya sangat mau Pak. Terimakasih banyak pak.”
“Iya sama-sama.”
Mereka pun berangkat menuju rumah Bapak/Ibu Sofyan
tempat kerja Emak nya Jimin. Tak lupa jimin berpamitan kepada
Pak Sutarjo.
“Pak Jimin berangkat cari Emak dulu ya.”
“Iya nak, semoga kamu cepat berkumpul bersama Bapak
dan Emakmu ya seprti dulu lagi. Jangan pentang menyerah dan
terus semangat.”
“Terimakasih banyak pak. Bapak telah banyak membantu
saya. Sekali lagi terimakasih pak.”
“Iya sama-sama nak.”

206
Setelah cukup lama perjalanan. Akhirnya mereka pun
sampai.
“Nah inilah rumah saya sudah sampai.”
“Wah besar sekali pak.”
“Ayo kita bertemu Emak kamu semoga sudah pulang dari
pasar.”
Mereka pun masuk ke dalam rumah.
“Assalamu’alaikum, mah..”
Waalaikumsalam. Oh ini ya yang namanya Jimin.”
“Iya bu...”
“Oh iya saya panggilkan Emak kamu dulu ya.”
Dalam hati, Jimin sangat senang sekali karena segera
bertemu Emaknya. Selain itu dia berjumpa dengan orang-orang
yang sangat ramah dengannya.
“Emaakk.....”
“Jimiiin...”
“Emaak Jimin kangen Emak. Emak kok gak pernah
pulang mak...”
“Emak juga kengen sama kamu nak. Disini selain Emak
bekerja Emak juga masih sambil mencari Bapak mu nak..”
Bapak dan Ibu Sofyan pun ikut terharu melihat Jimin dan
Emaknya-Atun0-.

207
“Jimin untuk sementara kamu bisa tinggal disini bersama
kami dan emakmu.”
“Terimakasih banyak pak.. bu.. sudah mengijinkan saya
untuk tinggal disini sementara dan sudah mengantar saya
bertemu emak.”
“Iya sama-sama.”
Sudah satu bulan Jimin tinggal di rumah ibu Sofyan.
Disana Jimin juga bekerja menjadi sopir. Disaat Jimin dan
Emaknya (Atun) bekerja keluar rumah disitulah mereka juga
mencari bapaknya. Tetapi sudah berulang kali, berhari-hari,
berminggu- minggu, bahkan sudah satu bulan lebih, mereka
belum juga menemukan Tardi. Harapan mereka putus sudah.
Mereka sudah pasrah entah Tardi masih hidup dan melupakan
mereka, atau sudah ...

Suatu hari, Jimin sedang mengantar anak ibu Sofyan


sekolah dan menunggunya samapai pulang. Anak ibu Sofyan
bernama Safiah, dia masih duduk di bangku sekolah dasar.
“Jim, tolong antar dan jaga Safiah sekolah ya seperti biasa.
Kamu juga harus nunggu Safiah sampai pulang sekolah dan
antar Safiah pulang ke rumah ya.”
“Siap bu.”

208
“Kak ayo berangkat.. Safiah sudah tidak sabar sekolah
nih.”
“Waaahh, semangat sekali ya. Safiah harus terus semangat
sekolah yaahh. Ayo berngkat.”
Sesampainya di sekolah Safiah, Jimin menunggu Safiah
diluar sampai pulang sekolah. Sambil menunggu jam pulang
Safiah yang cukup lama, biasanya digunakan Jimin untuk
mencari bapaknya. Tanya sana tanya sini tetapi tidak ada yang
tahu. Dan sekarang Jimin sudah pasrah sudah tidak mencari
bapaknya. Tetapi Jimin terus berdoa agar bisa bertemu dengan
bapaknya. Jimin sangat yakin dalam kurun waktu yang cepat,
Jimin akan bertemu dengan bapaknya dan bisa berkumpul
seperti dulu lagi.
Jam pulang Safiah tiba, Jimin segera siap-siap untuk
mengantar pulang Safiah ke rumah.
“Kak ayo pulang, tetapi sebelum pulang antarkan Safiah
dulu ke toko buku ya.”
“Oke siap.”
Ketika sampai di toko buku, Jimin mengikuti Safiah dan
melihat-lihat buku.
“Kak Safiah mau beli buku ini aja, kak Jimin tidak mau
beli buku juga?”
“Emm tidak.”

209
“Ya sudah Safiah ke kasir dulu ya.”
Setelah itu, merekapun bergegas pulang ke rumah. Ketika
sampai di rumah seperti biasa Jimin menemui dan membantu
emaknya. Tetapi kali ini, Jimin melihat ekspresi emaknya tidak
seperti biasa. Hari ini Atun lebih senang dan tampak ceria.
“Mak... mak kok gak kayak biasanya ya.. raut wajah emak
terlihat gembira ada apa mak?.”
“Memang Min, emak hari ini gembira. Sebab....”
“Sebab apa mak?”
“Min besok kamu ikut ke pasar sama emak ya.”
“Lho memang ada apa mak?”
“Sudah ikut saja emak.”
“Tapi besok Jimin kan juga harus ngantar Safiah mak.”
“Kamu lupa ya besok kan lusa.”

“Oh iya ya Jimin lupa.”


“Kamu ini masih kecil sudah lupa apalagi besok tua.”
“Hehehehe.”
Mendengar perkataan emak, Jimin semakin penasaran.
“Kira-kira ada apa ya. Tumben emak ngajak Jimin ke
pasar.”
Hari telah larut malam. Mereka semua telah tidur kecuali
Jimin.

210
“Ada apa dengan hari esok?”
Jimin masih penasaran.
“Apakah ada sebuah kejutan yang tak terduga atau...., ah
sudahlah tidur aja.”
Keesokan harinya, Jimin terlambat bangun tidur sampai
Atun harus membangunkan.
“Min... Jimin cepet bangun.. ayo kita ke pasar.”
“Astagfirullah iya mak...”
Jimin segera bergegas dan menemui emaknya.
“Ayo kita harus cepat sampai ke pasar.”
“Memang ada apa sih mak. Sampai keburu-buru. Biasanya
kan berangkat ke pasarnya kan uga siang nah ini masih lumayan
pagi.”
“Sudahlah Min jangan banyak omong nanti kamu tahu
sendiri.”
“Iya lah mak.”
Sesampainya di pasar, Atun seperti mencari seseorang.
Jimin yang tidak tahu apa-apa bingung mengikuti emaknya.
“Mak kita itu ke pasar mau belanja apa mau bertemu
dengan seseorang.”
“Ssssttttt diam dulu Min.”
“Emak jalannya pelan-pelan jangan cepet-cepet kayak
gini.”

211
“Ini gawat Min kita harus cepat.”
Jimin semakin bingung. Mengikuti emaknya kesan kesini
dan tidak mengetahui mesti kemana. Dan ketika sampai di
tujuan, Jimin tetapi masih bingung kenapa emak membawanya
kesini. Atun membawa Jimin di sebuah toko bangunan yang
tidak terlalu besar.
“Min, lihatlah disana.”
“Mana mak nggak ada apa-apa kok yang ada malah
peralatan mebel mak.”
“Lihatlah orangnya Min yang berdiri itu.”
“Hahhh, itu kan bapak mak.”
“Sepertinya iya itu bapakmu suamiku (Tardi). Tapi apa
memang benar Min?”
“Bener mak, ayo kita samperin.”
Jimin dan Atun menghampiri seseorang yang berada di
dalam toko bangunan itu.
“Mas...”
“Bapak...”
“Oh istriku dan anakku aku sudah kangen kalian semua.
Kalian kok bisa kesini?”
“Aku dan Jimin juga sudah kangen sekali sama kamu mas.
Kenapa kamu gak pernah pulang mas. Aku dan Jimin sudah
mencarimu kemana-mana sampai aku kehabisan uang dan

212
bekerja di rumah Ibu Sofyan. Aku cari di alamat yang kamu
berikan padaku tetapi kata orang tempat kerjamu itu dulu
kebakaran dan tidak tahu sekarang mereka kemana. Lalu Jimin
juga mencari aku dan kamu.”
Tardi menjelaskan kepada istrinya (Atun) dan anaknya
(Jimin) bahwa setelah kebakaran tersebut, orang-orang yang
bekerja di perusahaan mebel kepunyaan Haji Rahim itu semua
bubar tidak tahu mesti kemana.
“Kalau aku pulang tidak membawakan kabar yang tidak
menyenangkan, pasti kalian juga ikut sedih. Aku tidak mau
kalian ikut sedih juga. Aku berusaha mencari pekerjaan yang
terbaik dan halal untuk kalian.”

Berkat Tardi kerja di perusahaan mebel milik Haji Rahim,


kini Tardi memiliki sebuah perusahaan mebel sendiri.
“Lantas kenapa kamu juga tidak pulang mas?.”
“Aku sudah berjanji kalau perusahaan mebelku ini laris
dan sudah mengahasilkan hasil yang cukup aku baru pulang.
Dan aku baru berencana lusa depan akan pulang ke rumah,
tetapi aku sudah bertemu dengan Istri dan anakku.”
Mereka sangat terharu mendengar perkataan Tardi.
Akhirnya mereka berkumpul bersama lagi seperti dulu.
Dan mempunyai sebuah rumah yang sengaja dibangun oleh

213
Tardi dekat dengan perusahaannya. Mereka juga tinggal di
rumah tersebut dan tidak tinggal di rumah Ibu Sofyan. Tetapi,
Jimin dan Atun masih bekerja di rumah ibu Sofyan untuk
menambah penghasilan mereka.

-SELESAI-

Autobiografi
Nama saya Tri Widayati,
nama panggilan saya Tri. Bapak
saya bernama Siswoyo dan Ibu
saya bernama Susi Siwigati. Saya
anak ketiga dari tiga bersaudara.
Saat ini saya tinggal di
Kabupaten Semarang, tepatnya di
jalan Pelita 1 No. 5 Pundung

214
Putih Rt 02 Rw 03 Gedanganak
Ungaran Timur.

Saya lahir di Kabupaten Semarang tanggal 14


bulan Desember tahun 1999.Saya mulai memasuki jenjang
pendidikan pada usia 5 tahun, yaitu di Taman Kanak-kanak “Al-
Islah”. Saya menempuh pendidikan TK selama 2 tahun, setelah
lulus, kemudian saya melanjutkan ke jenjang SD, yaitu di “SD N
Genuk 01 Ungaran” yang letaknya tidak jauh dari TK. Saya
menempuh pendidikan SD selama 6 tahun. Setelah lulus, saya
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu MTs. NU
Ungaran, selama 3 tahun saya menempuh pendidikan yaitu mulai
kelas 7-9. Pada tahun 2015, saya lulus dari sekolah menengah
pertama dan melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya yaitu
SMAN 2 Ungaran hingga saat ini. Saat ini saya sedang berada di
kelas 12 dan menempuh jurusan Bahasa. Saya mempunyai
kegemaran yaitu, mendengarkan musik, membaca, dan di bidang
olahraga saya menyukai futsal dan badminton.

“Hal indah yang dapat kita alami adalah misteri. Misteri


adalah sumber semua seni sejati dan semua ilmu pengetahuan.”
“Kemarin adalah pembelajaran hari ini adalah
petualangan. Besok adalah misteri.”

215
216

Anda mungkin juga menyukai