Tugas Sastra Jimin XII Bhs
Tugas Sastra Jimin XII Bhs
XII BAHASA
SMA N 2 UNGARAN
2017/2018
JUDUL BUKU
Penerbit
(Nama Penerbit)
(Website)
(Email)
Desain Sampul:
2
Ucapan Terimakasih:
Bismillahirrahmanirrohim.
Yang pertama kami ucapkan terima kasih pada Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat sertga
hidayahnya sehingga kami dapat melaksanakan tugas sastra
Indonesia ini dengan baik, kemudian kami ucpakan terima kasih
kepada orang tua yang telah memberikan fasilitas serta
dukungan kepada kami, dan tidak lupa kami ucapkan terima
kasih pada Ibu Ova Erliana S,Pd selaku guru pembimbing dalam
mengerjakan tugas ini.
Buku ini berisi tentang kisah lanjutan dari sebuah cerpen
karya Jujur Prananto yang berjudul ‘Perjalanan Dua Pencari
Alamat’ dan lanjutan ini ditulis berdasarkan kreasi dan imajinasi
dari masing-masing siswa kelas XII Bahasa SMAN 2 Ungaran.
Dan sebelum membaca lanjutannya, alangkah baik untuk
membaca naskah asli dari cerpen bertajuk ‘Pejalanan Dua
Pencari Alamat’ ini. Selamat membaca semuanya!
Salam,
XII Bahasa
3
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Jujur Prananto
"Ini memang Gang Langgar nomor 192, tetapi tidak ada yang
namanya Haji Rahim. Ada juga Haji Rahim, tetapi rumahnya
nomor 28. Coba saja ke sana. Dari sini lurus, belok kanan, kiri,
kanan lagi, ada gardu siskamling masuk gang sampingnya, kira -
4
kira lima rumah dari situ, tanya saja di mana rumah Haji
Rahim."
Kurang lebih satu jam Atun mencari, tanya sana sini, balik sana
sini, rumah nomor dua puluh delapan akhirnya berhasil juga
ditemukan.
"Pak kondektur tadi bilang bis ini ke Jalan Lingkar Luar juga,"
5
Di bus yang lain Atun membacakan lagi alamat itu pada
penumpang di sampingnya.
"Haji Rahim banyak juga, Bu. Haji Rahim pegawai pemda, Haji
Rahim tukang bunga, Haji Rahim pemilik bengkel."
"Yang punya perusahaan mebel ada. Akan tetapi, saya tidak tahu
namanya siapa. Atau saya antar Ibu ke sana."
6
Atun mulai berpengharapan. Setelah kurang dari lima jam
melanglang lewat belasan jalan, menembus kemacetan, naik
turun bus kota, metromini, mikrolet, bajaj, toyoko, bemo, paling
tidak kali ini ia mulai menemukan titik terang.
"Mas Tardi."
"Di sini tidak ada yang namanya Tardi. Kerjaan dia apa?"
"Tukang kayu."
7
"Saya tidak punya pegawai tukang kayu. Tukang las banyak.
Memang alamat persisnya dimana?"
Untuk kesekian kalinya Atun membacakan alamat yang tertulis
pada potongan kertas itu.
"Blok berapa?"
8
Persisnya seberang rumahnya ada Langgar. Akan tetapi, itu
dulu, sebelum kebakaran besar tahun lalu. Gara - gara kebakaran
itu, rumah Haji Rahim boleh dibilang rata sama tanah. Puluhan
mebel habis, persediaan kayu seluruhnya ludes. Akhirnya satu
kelurahan dibongkar buat dibangun sekalian jadi rumah susun
yang sekarang ini. Haji Rahim nggak tahu pindah ke mana."
Harapan Atun putus sudah. Ia tidak tahu mesti ke mana lagi.
9
Jimin memberikan potongan kertas itu pada si Satpam, yang
segera menyambutnya dengan senyum tipis yang sinis.
"Sama juga. Isinya orang bule sama Jepang. Ada juga yang
Arab, akan tetapi, adanya di blok A. Memang emak kamu kerja
di rumah orang Arab?"
10
"Dari emak waktu pulang dulu."
"Kapan itu?"
"Sudah lama sekali Pak. Kira - kira tiga tahun yang lalu."
Potongan kertas berisi catatan alamat itu pun begitu saja lepas
dari tangan si Satpam, sempat sesaat melayang tertiup angin,
kemudian jatuh masuk selokan.
***
11
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Ahmad Luthfi
12
Dengan raut muka yang sedih Jimin menyusuri jalanan
yang berdebu. Karena tidak tahu mau kemana, Jimin lalu
memutuskan untuk pulang kerumah asalnya. Tapi Jimin bingung
karena tidak memiliki ongkos untuk pulang, dari kejauhan Jimin
melihat seorang penjual koran yang sedang menjual koran di
jalanan. Jimin pun menghampirinya dan bertanya.
13
Setelah beberapa jam menjual koran, koran yang dijual
oleh JImin dan si penjual koran pun habis. Kemudian Jimin
diberi upah oleh penjual koran dan melanjutkan perjalanannya.
Tetapi Jimin merasa uang dari hasilnya menjual koran mesih
kurang untuk pulang ke Banjar. Kemudian Jimin pun mencari
pekerjaan sampingan untuk menambah ongkos pulangnya.
14
“Saya bisa melakukan apa saja mas, misalnya memasak,
mencuci, dan saya juga pandai bicara mas.” Jawab Jimin.
Jimin merasa hari itu waktu terasa sangat cepat, dan tidak
tersa hari telah gelap dan waktunya restoran itu tutup. Jimin pun
membantu membereskan restoran yang masih kotor itu. Setelah
selesai membersihkan restoran manager menanyakan tempat
tinggal dari Jimin.
15
“Lalu kamu ke Jakarta mau apa? Kok jauh sekali kamu
ke Jakarta untuk mencari pekerjaan paruh waktu di sini.” Tanya
sang manager.
16
“Boleh juga tuh Len, lumayan keren namanya, hehe.”
Jawab Jimin dengan wajah senang.
“Eh Jim kamu lapar nggak? Aku lapar nih, cari makan
diluar aja yok? Kamu mau makan apa?” Tanya Allen ke Jimmy.
17
untuk menyiapkan sarapan untuk dimakan bersama Allen.
Setelah makan Allen dan Jimmy pun pergi ke restoran untuk
bekerja.
18
“Oh, terima kasih banyak Len.” Balas Jimmy.
19
“Apakah anda dulu sempat meninggalkan secarik kertas
berisikan alamat untuk anak anda?” Tanya Jimmy.
20
“Iya bu tidak apa-apa, yang penting sekarang kita sudah
bertemu.” Ujar Jimmy.
21
Akhirnya Jimin telah bertemu dengan ibunya yang telah
lama ia cari. Karena saat itu Jimin bertemu dengan ibunya,
Jimin mengumumkan bahwa yang membeli makanan di restoran
Jimin pada saat itu tidak perlu membayar atau gratis, karena
Jimin senang telah bertemu dengan ibunya lagi.
-SELESAI-
22
Autobiografi
Hai perkenalkan nama
saya Ahmad Lutfi atau lebih
sering dipanggil Lutfi, AL, atau
Sektor. Saya lahir di Ungaran, 21
agustus 2000.
Yah, sekarang saya masih
duduk di kelas XII atau kelas
tiga SMA di SMA N 2
UNGARAN. Disana saya
mengambil jurusan bahasa. Saya
mengambil jurusan bahasa
mungkin karena saat SMP saya
menyukai pelajaran B. Inggris
dan saat di SMP pernah mendapatkan nilai UN tertinggi kedua
sesekolah. Oleh karena itu saya ingin mengasah pengetahuan
tenteang B. Inggris lebih luas lagi dengan masuk jurusan bahasa
ini.
Pertama-tama saya ucapkan terimakasih kepada Ibu Ova
Erliana selaku guru pengampu pelajaran sastra Indonesia.
Karena dengan tugas melanjutkan cerpen (cerita pendek) tentang
“Dua Pencari Alamat” ini 23ias memotivasi kita agar jangan
pernah mudah menyerah dengan apa yang sedang dijalani,
karena jika kita memiliki tekad yang kuat kita pasti 23ias
melakukannya.
Dan semoga dengan buku yang berisi lanjutan dari
cerpen “Dua Pencari Alamat” ini dapat menginspirasi kelas
sepuluh maupun kelas sebelas, khususnya yang masuk ke
jurusan bahasa, agar dapat membuat yang lebih kreatif dari ini.
23
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Alisa Martantia
24
“ iya mas. “
25
disediakan di 26ias. Usai beristirahat cukup lama ia melanjutkan
tanggung jawabnya sebagai kuli beras. Siang berganti malam,
waktu terus berputar hingga 26ias sembako tutup. Ia bingung,
entah dimana lagi ia akan tinggal. Ia hanya duduk di depan kios
terdiam dan merenung. Pegawai kasir melihat Jimin dengan
kasihan lalu menanyakan.
“ iya Jim. “
26
“ beruntungnya aku hari ini. Alhamdulillah ya Allah. “
suara hati Jimin bersyukur.
“ santai aja lah Jim, saya bantu kamu ikhlas lahir batin.
Hmm jangan panggil mbak lah panggil Ratih aja biar lebih
27
akrab hehe… “ ucap Ratih dengan sikap konyolnya. “ yasudah,
sana kamu tidur saya juga udah capek. Jangan lupa besok
berangkat pagi. “
28
untuk menyisihkan uang gaji untuk bayar kos dan modal nikah.
Pagi sampai malam ia bekerja dengan giat berkorban demi untuk
kebahagiaan Ratih. Ia membuka celengan untuk melihat
seberapa banyak uang yang disisihkan untuk modal nikah,
ternyata 29ias2929 cukup ia ingin acara nikahnya sederhana
yang penting hikmah dan sesuai dengan aturan agama.
29
Selang beberapa minggu mereka sah menjadi pasangan
suami istri. Kini mereka tak lagi berpisahan kamar lagi. “ tut…
tut…. “ suara hp Ratih bunyi nyaring, Ratih melihat ternyata
SMS dari bos sekarang dia pulang dan nanti siang bos akan
mampir ke 30ias. Ratih segera memberitahukan ke suaminya
lalu mereka berangkat kerja. Pagi pun berganti siang terdengar
suara mobil 30ias3030 ternyata itu bos. Jimin sedang di
belakang merapikan beras.
30
bersalaman dengan senang karena ternyata selama ini
31ias313131 Bapak dari suaminya.
31
Nomor yang sudah tertera atau alamat rumah saya. Kertas itu
lalu ia 32ias3232 dimana-mana. Sembari menunggu kabar dari
orang-orang, ia mampir ke 32ias untuk bantu-bantu saja karena
Jimin sudah diberitahu bapaknya untuk berhenti bekerja menjadi
kuli beras. “ tit… tut…. “ hp jimin terdengar nyaring, ia
langsung cepat-cepat membukanya. Ia sangat bahagia dan
bersyukur sekali kepada Tuhan karena telah mengabulkan
doanya, karena ada seseorang yang sms Jimin bahwa ia adalah
tetangga dari Ibunya yang bernama Atun.
32
“ Jimin, sekarang kamu sudah tumbuh dewasa ya nak Ibu
kangen sekali dengan Jimin. Sudah jangan menangis kamu kan
anak laki masa nangis? Ibu tidak pernah mengajarimu menangis
Ibu selalu mendidikmu sebagai anak semata wayang Ibu yang
mandiri dan pemberani. “ ucap Atun dengan mata berkaca-kaca.
33
berpapasan lalu Ibu ikut saudara Ibu. “ singkat cerita dari Ibu
Atun sambil menangis.
34
“ terimakasih Bu, saya setiap hari selalu menyisipkan
nama Ibu dan Bapak di dalam doaku dan sekarang ada Ibu tiri
dia juga Ibuku saya juga mendoakannya yang pasti seperti saya
mendoakan Ibu. “ ucap Jimin dengan gaya dewasa.
35
Akhirnya Jimin mendapatkan kebahagiaan itu seutuhnya.
Seminggu sekali ia menginap di rumah saudara Ibu bersama
Istrinya dan ia pun mendapatkan momongan setelah beberapa
hari yang lalu ia bercerita kepada Ibunya dan ia ingat bahwa Ibu
akan selalu mendoakanku dan istriku. Ia sangat bersyukur
mempunyai orang tua yang masih perhatian dan selalu
mendoakan di setiap langkahnya.
- SELESAI –
36
Autobiografi
Halo semuanya!
Pertama perkenalkan
namaku Allisa
Martantia, biasa
dipanggil Lisa. Aku
lahir di Kab.
Semarang, 17 Maret
2000. Sekarang aku
sekolah di SMAN 2
Ungaran kelas XII
Bahasa. Mau tau
hobiku? Aku suka hunting foto, menonton film di
bioskop, dan juga travelling, hang out juga oke. Ada
saran tempat hang out yang menarik? Jangan sungkan
merekomendasikan ya! Terima kasih. Sekian kawan!
37
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Anggun Regina
38
“Ooh, sepertinya saya tahu siapa yang anda
maksud. Coba anda cari rumah blok G nomor 15 kalau
tidak salah. Perempatan keenam dari sini belok kanan”
“Terimakasih pak, kalau begitu saya jalan dulu”
Seperti bertemu titik cerah, Jimin melangkahkan
kakinya dengan segera menuju alamat yang diberikan
satpam barusan. Beberapa saat kemudian Ia tiba di
sebuah rumah dengan halaman luas dan dua mobil
mewah di garasinya. Jimin pun memencet bel rumah
tersebut dan tak lama keluarlah seorang ibu – ibu yang
sepertinya adalah pembantu rumah tangga di sana.
“Permisi, Bu. Apakah benar ini rumah ibu
Sofyan?”
“Iya benar, adik ini siapa ya?”
“Saya Jimin bu, bolehkah saya bertemu dengan
beliau?”
“Oh boleh – boleh, silakan masuk”
Jimin pun mengikuti langkah ibu tersebut dan
mulai masuk ke rumah yang cukup megah itu. Setelah
sampai di dalam, ibu tersebut menyuruh Jimin untuk
duduk terlebih dahulu sementara dia pergi memanggil
tuannya. Tak lama, muncullah seorang ibu berkerudung
dengan wajah ramahnya. Jimin berdiri, memberi hormat
kepada ibu tersebut.
“Silakan duduk, Nak. Ada perlu apa datang
kemari?”
“Terimakasih, Bu. Saya datang kemari ingin
mencari keberadaan ibu saya. Sebelumnya saya ingin
bertanya apakah ibu benar Ibu Sofyan pengusaha
mebel?”
“Iya, betul, dari mana kamu tahu?”
39
“Saya tahu dari ibu saya, Atun. Apakah ibu saya
masih bekerja dengan ibu?”
“Ah, Atun! Ya, saya tahu. Jadi kamu yang
namanya Jimin? Ibumu sering bercerita tentangmu dulu.
Sudah setahun ibumu tidak bekerja di sini, dia bekerja
dengan adik saya sekarang, di perumahan Kebon Bambu
Condominium, sekitar 5 KM dari perumahan sini.”
“Perumahan Kebon Bambu Condominium?
Kalau boleh tahu siapa nama adik ibu?”
“Iya, Nak. Nama adik ibu Elly, dia menikah
dengan seorang pengusaha dari Arab bernama Muhannad
Abidzar. Mereka tinggal di blok A-2 nomor 38. Coba
kamu cari di sana”
“Terimakasih sekali lagi, Bu. Kalau begitu saya
pamit.”
“Iya, Nak, sama – sama. Biar supir ibu saja yang
mengantar ya, saya tidak tega”
“Tidak perlu repot – repot, Bu. Saya jalan saja
tidak apa”
“Jangan sungkan, mari saya antar ke depan
menemui supir saya”
Jimin pun akhirnya menerima usul Ibu Sofyan.
Kemudian Jimin diantar oleh supir Ibu Sofyan. Ta lama,
dia sampai di perumahan yang ditunjukkan tadidan
mengucapkan terimakasih pada supir tadi lalu bergegas
turun dan menemui satpam tadi.
“Kamu lagi, kamu lagi. Siapa yang kamu cari
kali ini anak muda?”
“Saya mencari Bapak Muhannad Abidzar
pengusaha dari Arab, Pak.”
40
“Nah, kalau itu ada di sini. Kamu naik lift
menuju lantai dua, lalu setelah sampai kamu belok ke
kiri, cari nomor 38.”
“Terimakasih, Pak. Saya permisi”
Jimin bergegas menuju lift dan mengikuti arahan
satpam tadi lalu sampai di sebuah pintu dengan nomor
38. Jimin segera memencet bel, tak lama keluar seorang
ibu yang sudah lumayan tua dengan rambut yang
digelung asal. Itu Atun!
“Emak!!”
“Jimin!!”
Mereka lantas berpelukan untuk melepas rindu.
Setelahnya, Atun mengajak Jimin masuk dan
mengenalkannya pada tuannya lalu mengajak Jimin ke
kamarnya untuk berbincang
“Mengapa emak seakan menghilang setahu ini?”
“Maafkan emak Jimin, emak bukan menghilang,
emak hanya sedang menabung agar bisa balik dan
membangun usaha di daerah kita tanpa perlu balik ke
sini lagi”
“kalau begitu, mengapa emak tidak bilang pada
Jimin?”
”Niat emak, emak ingin membuat kejutan untuk
kamu. Makanya emak menitipkanmu pada Budhe tanpa
sepengetahuanmu”
“Emak ini, membuat khawatir saja! Lalu,
bagaimana dengan bapak, Mak?”
“Dua minggu yang lalu emak bertemu bapakmu
di suatu mall saat menemani majikan ibu belanja.
Bapakmu menjadi supir sebuah perusahaan yang tuannya
41
tinggal di sini pula. Besok emak antar ke tempat kerja
bapak”
“Syukurlah.. baiklah mak kalau seperti itu. Hmm,
Mak, bagaimana kalau kita tinggal di kota ini saja? Tidak
usah balik ke kampung lagi. Jimin ingin mencari
pengalaman di kota, Mak”
“Tak apa kalau itu maumu, nanti emak antar ke
kampung untuk ambil barang-barang yang kita pelukan
untuk tinggal di kota sekaligus berpamitan dengan
saudara serta tetangga di sana”
“Oh iya, kalau emak sudah bertemu bapak,
mengapa emak dan bapak tidak bersama kembali saja?”
“Emak dan bapakkan sedang sama sama
mengumpulkan uang buat membangun usaha seperti
yang emak bilang tadi. Tapi kalau kamu minta tinggal di
kota saja ya mungkin uang itu akan digunakan untuk
ngontrak rumah dulu”
Akhirnya usaha Jimin mencari orangtuanya
membuahkan hasil yang manis. Keesokan harinya, Atun
mengantar Jimin ke sebuah perusahaan tempat kerja
Tardi setelah mengabari Tardi tentunya. Mereka bertiga
sepakat untuk pulang ke kam pung bulan depan guna
mengambil barang yang dibutuhkan serta berpamitan
pada saudara dan tetangga. Selama sebulan sebelum
pulang kampung itu Jimin tinggal di rumah majikan
Atun karena kamarnya lebih besar dibanding kamar
milik Tardi.
Setelah balik dari kampung, Jimin dan
orangtuanya mengontrak sebuah rumah sederhana untuk
sementara sembari mengumpulkan uang untuk
membangun usaha kecil-kecilan. Jimin pun diterima
bekerja sebagai office boy di perusahaan yang sama
dengan Tardi. Dan setelah itu mereka hidup bahagia
42
seperti dulu tanpa melupakan kisah perjalanan mencari
alamat mereka.
-SELESAI-
43
Autobiografi
Hallo semuanyaa..
Namaku Anggun Regina Pramudyasari, biasa
dipanggil Anggun. Aku lahir di Kab. Grobogan , 12
April 2000. Aku anak pertama dari dua bersaudara.
Hobiku mainan hp, baca novel, baca wattpad, coba-coba
resep makanan walaupun sering gagal, dan lain-lain.
Aku ini pecinta kartun Hello Kitty, tapi ga tau kenapa
aku justru paling takut sama kucing hahaha .Jangan lupa
beli cireng, piscok, sama singkong kejuku yaa. Kayanya
cukup segini aja ya perkenalan singkat dari aku, semoga
bias ketemu di karya aku selanjutnya. Daahh..
Line : @anggunregina12
Instagram : @anggunreginaa
44
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Atika Febri H.
45
"Tunggu sebentar, saya panggilkan bos dulu," Pegawai
tersebut meninggalkan Atun untuk memanggilkan pemilih
rumah makan tersebut.
46
menutup jendela serta pintu. Sang pemilik mendatangi Atun dan
memberikan sekotak nasi serta sebuah amplop berisi uang.
***
47
Melangkah dengan membawa lipatan koran, "Loh, kamu
kan yang tadi siang?"
48
warungnya juga. Atun merasa harus melakukan semuanya
dengan senang hati karena kebaikan keluarga Pak Sofyan ini.
***
49
"Saya diusir dari sini padahal saya datang kemari untuk
mencari Ibu saya. Tapi kertas alamat yang saya bawa malah
rusak oleh mereka," Jimin menunjuk kedua satpam yang berada
didekatnya.
***
50
Jimin sering sekali mendengar percakapan orang Jepang,
Arab dan Korea. Jimin cukup mengerti bahasa Arab karena
dikampungnya dulu ia belajar bahasa Arab. Namun untuk
bahasa Jepang dan Korea, ia masih tak mengerti karena ketika
itu ia baru mendengarnya. Ia sering menirukan perkataan orang
Jepang dan Korea tersebut. Ia juga menanyakan arti dari
perkataan yang ditirunya. Jadi secara tidak langsung ia juga
belajar bahasa Korea.
***
51
mengadopsinya. Dengan izin Pak Barjo, Jimin berangkat
menuju negeri gingseng itu. Ia tak pernah lupa akan kebaikan
hati Pak Barjo yang selama ini mengurusnya.
***
52
idol di salah satu perusahaan musik yang ada saat itu. BigHit
Entertainment-- sebuah perusahaan musik hip hop kecil.
53
perusahaan mereka jadi terkenal. Dan mereka pun tak pernah
sombong atas kesuksesan mereka.
***
54
memandanginya begitu lama. Entah apa yang membuat lelaki
tua itu melakukannya.
***
55
Atun kini telah tinggal bersama dengan suaminya lagi.
Tardi kini memiliki usaha mebel kecil-kecilan. Meski usahnya
kecil, namun barang mebel yang dihasilkan membuahkan hasil
yang mencukupi untuk hidup keduanya.
56
"Iya pak, Jimin jadi artis Korea. Kok orangnya banyak
banget pak?"
***
57
***
setiap penontonnya.
58
Autobiografi
59
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Biyannabila D
60
bagaimana nasibnya, orang tua nona manis? Sudah selamat
karena tahtanya, mungkin. Lalu bagaimana cara keluar dari
situasi ini?
“Kalau kalian diam dan nurut, saya juga gak akan bunuh
kalian!“ Ucap orang tadi.
Apa daya, Jimin dan Aya hanya bisa diam dan nurut. Lalu
meraka dibawa orang tadi ke mobil, entah mau dibawa kemana.
Dalam perjalanan orang tadi bercakap dengan kawannya,
terlihat serius tapi memilukan. Terlihat sangar tapi menyakitkan.
61
“Nanti malam saya sini lagi mau menghabisi yang
sembunyi.“ Kata bapak baju coklat,
“Gak anak laki nya bikin saya inget Ibuk, Ibuk lama gak
ketemu anak lakinya yang dikampung.“ Kata si bapak baju
coklat menanggapi,
“Saya tadi sempat gak tega mau jalankan misi, saya bunuh
anak di depan ibunya.“ Si bapak baju hitam mulai curhat,
62
disuruh keluar. Mereka berempat masuk ke rumah, naik kelantai
dua, dan masuk di satu ruangan.
“Buk saya bawa dua anak ini, tadi sembunyi.“ Kata bapak
baju coklat.
63
“Jimin mana tau Mak, kan Jimin nyariin Emak.“ Balas
Jimin
“Ya iya saya percaya, Ibuk kita berdua pamit.“ Kata bapak
baju hitam.
“Saat dulu Pak Sofyan masih ada, Emak masih kerja sana,
rusun gak pernah damai, ada saja pengganggunya gara-gara
rusun dikuasai konglomerat gak punya tanggung jawab. Denar
pemimpinnya, karena pengin ambil keuntungan pribadi diusirlah
penghuni rusun, diusirnya gak biasa, kasar, maksa, sampai ada
korban jiwa, Pak Sofyan salah satunya. Akhirnya tinggal
beberapa penghuni saja.“
64
Bapakmu di Rusia sama Adiman buat bantu bawa senjata dari
sana. Lalu dua tahun kita semua latiha, berjuang, cari uang, cari
orang, hari ini adalah awal balas dendamnya.“
****
65
Dua tahun sejak Jimin bertemu dengan Atun, Ibunya,
selama itu ia belajar dan berlatih, bagaimana menggunakan
pisau, bagaimana membidikkan peluru. Dan tak lupa Jimin dan
Aya yang sudah semakin dekat. Fasilitas? Jangan ditanya,
berkembangnya zaman membuat semua serba mudah.
66
Saat dalam perjalanan ke tempat tujuan, Jimin bingung,
apa yang terjadi dengan orang-orang, jalanan sepi, tak ada tanda
kehidupan. Apa aku terlalu acuh dengan dunia luar? Tanya Jimin
dalam hati.
67
“Denar! Manusia menjijikan yang memakan hak
masyarakat? Untuk apa kami takut padamu?“ Ucap Jimin
setengah berteriak.
68
Jimin tidak paham dengan apa yang dikatakan Ibunya,
hati-hati? Aya? Kembali? Apakah Aya dalam bahaya? Itulah
pertanyaan yang menguap di otakknya.
69
karena menerima panggilan Ayahnya? Sungguh tak dapat
dipercaya seorang yang begitu dekat hingga dianggap keluarga
adalah musuh dalam selimut anggota serikat?
70
“Kurang ajar!! Siapa kau membuat putriku menangis
hah?!” Kata Denar naik pitam.
71
Jimin melangkah mendekat, mengacungkan pistolnya
dengan berani dihadapan Denar. Sekilas Jimin melihat rasa
khawatir dalam wajah Aya. Apa Jimin akan setega ini kepada
Aya?
DOORR!!
72
Tak terduga tangan Jimin menggenggam tangan Aya erat
dan berkata
***
-TAMAT-
73
Autobiografi
Pertama
perkenalkan saya
Biyannabila dari kelas
XII Bahasa. Absen lima.
Dan tentang saya, ada
yang tau K-pop? Banyak iya saya tau, saya salah satu
penggemarnya. Hehe.
74
screaming nya. Bukan endorse ya. Terus juga kalau kalian suka
K-pop, coba kalian dengerin lagu original soundtrack drama
korea, banyak yang bikin baper, duh. Dan aku suka salah satu
boygroup Korea Selatan namanya EXO. Wah aku suka, lagunya
bagus, lirik menyiratkan sebuah perasaan, asek. Haah apasih.
Yang nyanyi juga ganteng aku suka. Udah ya sekian,
kebanyakan. Terima kasih. Jangan lupa follow Instagram aku
@biyaannn. Terima kasih lagi.
75
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Cahyaning Putri K
76
berusaha. Tak disangka, usahanya berbuah manis. Sayur-
mayurnya banyak diminati oleh pedagang di pasar. Hasil
ladangnya itu terlihat lebih segar dibanding yang lain.
77
Ponselnya berdering, tapi ia tak mengenal nomor itu.
Ternyata, telepon tersebut berasal dari seseorang yang ingin
bekerja sama dengannya.
78
Pagi hari, ia sudah bersiap-siap untuk ikut mengantar
sayur itu. Jimin juga sudah mengantongi alamat Ibu Siti.
Dengan penuh semangat ia bersama supirnya pergi ke alamat
tersebut di kota. Butuh waktu dua setengah jam untuk sampai ke
tujuan.
79
“Emak kenapa ngilang? Jimin nyariin emak, tapi enggak
pernah ketemu. Jimin takut emak kenapa-kenapa.” Jimin
memeluk wanita dihadapannya. Butir-butir air membasahi pipi.
-TAMAT-
80
Autobiografi
81
success person. Pengen banget jalan-jalan ke luar negeri.
Pengen bisa ngomong lancar dan fasih bahasa apapun, termasuk
bahasa alien (kalo ada). Kebiasaan banget kalo lagi chatting
pakenya bahasa jawa ngoko, ngomong pake bahasa Indonesia,
dan nge-post atau bikin caption pake bahasa inggris. Kata orang
kalo aku ngomong sama baca itu cepet banget. Kalo jalan kaki
juga cepet, katanya. Pendiem tapi juga pecicilan.
82
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Chizba Nakulana M.
83
Bambu Condominium menyapanya dan tak tertinggal 2 satpam
yang telah bertemu dengan Jimin.
84
Jiminpun segera melihat keadaan sekitarnya dan ia
segera tersadar ternyata ia berjalan hampir ditengah jalan raya.
85
“Apa aku mencoba bertamu saja ya?”
“Iya Nak, saya warga asli disini. Rumah saya juga tidak
jauh dari sini. Ada yang bisa saya bantu?”
86
Seketika Jimin menjadi terdiam. Rasa herannya menjadi
semakin tinggi.
“Iya sudah Nak, saya harus segera bekerja. Jika masih ada
yang ingin dibantu, ini alamat dan nomor telfon saya.” Ujar ibu
Aisyah dengan ramahnya.
“Ohh iya, lebih baik aku cari pekerjaan disini saja. Tadi
ibu Aisyah memberikan alamat dan nomor telefonnya, aku bisa
meminta bantuan beliau.”
87
Jimin segera mengambil alamat dan no.telefon itu dari
tasnya dan segera menghubungi ibu Aisyah. Akhirnya Jiminpun
mendapatkan perkerjaan sebagai Obe dirumah susun Kebun
Bambu Condominium dan tinggal disebuah Asrama. Upahnya
memang tidak seberapa. Akan tetapi itu lebih dari cukup untuk
keseharian Jimin. Itu semua berkat bantuan ibu Aisyah.
“Suara itu dari atas, berarti dari lantai dua!” Jimin segera
menaiki tangga. Suara itupun semakin dekat, semakin terdengar
88
jelas, semakin keras ditelinga Jimin. Dan suara itu berada
didalam sebuah kamar tua.
“Iya Bu, saya akan keluarkan Ibu. Saya akan dobrak pintu
kamar ini.”
“Hey… Berani-bera
89
ninya kamu masuk kerumah orang tanpa permisi!” Tiba-
tiba seorang lelaki datang membawa pisau.
90
Kejadian itupun terdengar oleh masyarakat setempat.
Dan pagi harinya, para polisi selaku pihak keamanan segera
mengevakuasi kejadian tersebut. Dan terungkap sudah.
-SELESAI-
91
Autobiografi
92
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Dhefy Kumalasary
93
megah itu. Jimin pun juga di sekolahkan oleh bapak tua itu
sampai sukses dan menjadi pengusaha.
Atun yaitu ibu Jimin sempat kaget dan tak percaya jika
itu tadi adalah anaknya yang pernah dulu ia tinggal di kampong
sekian lamanya. Atun pun terus bertanya kepada dirinya apakan
benar itu adalah Jimin,namun jika itu Jimin kenapa ia tidak
mengenali ibunya sendiri.
94
“Ohh itu pembantu dirumah aku emangnya kenapa?”
“Bu Atun, emangnya ada apa sih Jim? Kamu kenal dia?”
“Bu Atunn ?”
95
pria yang tampan,gagah, dan kaya. Jimin yakin bahwa pria itu
adalah ayahnya yang sudah lama tak pulang yaitu pak Tardi.Saat
Jimin mendekat dan ternyata bener itu adalah ayah Jimin.Jimin
mengenali ayahnya dengan melihat tanda pengenal yang ada di
jas pria itu.
96
kembali dengan keadaan sehat dan sukses semua. Jimin pun
juga tak lupa membalas budinya kepada pria yang dulu pernah
menolong ia saat kecil sampai sukses saat ini.
- SELESAI -
97
Autobiografi
Namaku DHEFY
KUMALASARY aku lahir
tanggal 22 september 1999
sekarang umurku 18 th,hobiku
98
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Esa Cintya F.
99
setahun emak tiddak dating dan kiriman duitnya juga macet’’
kata Jimin sambil menunjukkan alamat ibunya.
‘’Ayo kamu naik mobil ayah saja kita cerita dirumah ayah
saja’’
100
ayah sudah punya perusahaan Es krim dan sudah banyak
pegawai ayah’’ kata Tardi
101
Keesokan harinya Jimin dan Tardi berusaha mencari
alamat ibunya, mereka mencoba bertanya pada orang sekitar
rumahnya.
102
‘’ Tidak jauh dari sini mas, mas lurus lalu belok ke kanan
nanti ada tulisan ‘’MAKAM AR-RAHMAN’’ lha disitu
tempatnya mas’’ jawab ibu tukang sampah
- SELESAI -
103
Autobiografi
105
ibu itu adalah Atun Ibunya Jimin. Sepontan mereka langsung
berpelukan dan Atun menangis antara terharu dan bahagia
bertemu dengan anaknya Jimin.
“Ibu kemana saja tidak pernah pulang kampung dan
susah dihubungi”
“Maaf nak Ibu waktu disini Ibu kecopetan dan sekarang
Ibu bekerja di mesjid ini.”
Hari demi hari Jimin dan Ibunya selalu bersama-sama,
dan akhirnya Jimin mencari kerja, ia ingat sewatktu ia bertemu
Afan ia ingat bapaknya mempunyai toko kayu di daerah Jalan
Kenangan dan Jimin mencari toko tersebut dan ketemulah toko
kayu itu dan langsung bertemu Afan anak pengusaha toko kayu
ini. “Afan” teriak Jimin dan menghampirinya. “eh bapak Jimin
bisa saya bantu pak ?” tanya Afan kepada Jimin. “saya ingin
bekerja disini apakah ada lowongan pekerjaan disini ?” jawab
Jimin. “kebetulan pak disini membutuhkan karyawan utuk
menyetir mobil mengirim kiriman kayu yang pelanggan
butuhkan, apakah bapak bisa menyetir mobil ?” ucap Afan. “oh
saya bisa dek saya bersedia”
Akhirnya Jimin saat itupun juga bekerja, saat Ayah Afan
ingin melihat apakah tokonya baik-baik saja saat ini, hendak ia
keluar Ayah Afan langsung sepontan melihat Jimin ia tidak
langsung keluar tetapi malah kembali kedalam rumah, ternyata
Ayah Afan itu adalah Tardi Ayah Jimin juga, didalam hati Tardi
berkata “apakah benar itu Jimin” Tardi terus berfikir dan melihat
dari balik pintu. “mengapa ia bisa bekerja disini, ia tau toko ini
darimana ?” ucap Tardi dalam hati, tiba tiba Afan memegang
pundak Ayahnya dan bertanya “Ayah ada apa disini, mengapa
Ayah seperti ketakutan ?” tanya Afan dengan nada tinggi. “em..
Ayah tidak apa-apa nak, Ayah cuman mau tau apakah orang itu
karyawan baru ?” jawab Tardi sambil menunjuk ke arah Jimin.
“oh yang itu, iya itu karyawan baru disini ia Jimin” ucap Afan
kedapa Ayahnya lalu Afan pergi meninggalkan Ayahnya.
106
Ternyata benar apa yang Tardi pikirkan dan yang ia lihat benar
itu adalah Jimin anaknya dengan Atun.
Hari menjelang sore Jiminpun pulang bekerja dan
kembali kerumahnya dan tinggal bersama Ibunya saat kembali
kerumah Jimin menceritakan semua yang ia lalui saat itu.
Keesokan harinya Atun mencari alamat Tardi kesana kemari
tetapi tidak ada hasil sama sekali, dan Jimin sedang bekerja ia
mendapat perintah dari atasannya untuk mengirim kayu di
daerah Bogor waktu perjalanan Jimin mengantuk hampir saja
Jimin menrabak pengendara lain sempat Jimin beristirahat
sebentar, Jimin keluar kota den temani oleh keneknya yang
selalu menemani supir. “pak bapak lelah ya, kalau begitu bapak
tidur saja beberapa menit tidak apa-apa” ucap kenenknya
didalam mobil yang terpakir di depan toko makanan. “sudah
tidak apa apa saya sudah tidak mengantuk” jawab Jimin dengan
bersamaan menyalakan mobilnya dan melanjutkan perjalanan
menuju Bogor. Sampainya di Bogor seseorang yang memesan
kayu yang lumayan banyak tiba-tiba bapak itu berkata kepada
Jimin
“Wajah kamu seperti pemilik toko kayu itu”
“Tidak mungkin lah pak saya disini hanya karyawan dan
pemilik toko kayu itu sudah mempunyai anak dan pemilik toko
kayu tersebut sering pergi keluar negri saya tidak pantas untuk
di mirip-miripkan kepada pemilik kayu tersebut”
“Hehe.. saya minta maaf nak, tapi wajah kamu seperti
Pak Tardi”
“Tardi ?”
“Iya Pak Tardi, kenapa kamu langsung terkejut
mendengar nama Tardi ?”
“Tidak apa-apa pak, ini kayu sudah semua diturunkan
saya kembali lagi ke kota “
107
Di saat perjalanan menuju Kota Jimin terus berfikir
apakah yang dikatakan bapak itu benar-benar Tardi Ayahnya,
sesampainya di toko itu Jimin menanyakan kesemua karyawan
yang bekerja disitu apakah pemilik toko tersebut benar-benar
bernama Tardi, dan ternyata benar pemilik toko itu bernama
Tardi. Sampainya di rumah Jimin menghampiri ibunya “Ibu
pemilik toko yang Jimin bekerja bernama Tardi tetapi selama
Jimin bekerja disitu Jimin tidak pernah bertemu kepada pemilik
toko kayu tersebut” ucap Jimin dengan keingungan. “yang benar
saja pemilik toko tersebut bernama Tardi ?” jawab Atun sambil
memegang pemilik bahu Jimin. “benar bu, pemilim toko
tersebut bernama Tardi tetapi aku tidak pernah bertemu bu” lalu
Jimin memeluk Ibunya dan menangis.
Keesokan harinya hendak Tardi ingin keluar
mengenakan mobil yang mewah Tardi tidak sengaja berpapasan
dengan Jimin, mata Jimin langsung melototi Tardi dan Tardi
hanya diam tidak berkutik sama sekali. “Ayah, apakah benar ini
Ayah ?” ucap Jimin dan langsung memeluk Ayahnya, tiba-tiba
istri Tardi keluar dan melihat mereka berdua berpelukan pantas
Tardi sering keluar negri istrinya saat ini adalah berasal dari
Inggris. “apa yang kamu lakuakn disini !” dengan nada tinggi
dan memisahkan pelukan Jimin dan Tardi. “maaf buk, ini Ayah
saya” jawab Jimin “haa apa, tolong ceritain semua saya tidak
mengerti apa yang kamu bicarakan !!” tanya istri Tardi dan
mulai mengeluarkan airmatanya.
“Begini bu selama ini Ayah saya tidak pernah pulang
kampung dan tidak pernah mengirim uang, lalu Ibu saya
mencari alamat Ayah saya dikota ini dan Ibu saya tidak pernah
pulang kekampung juga, lalu saya berniat mencari alamat Ayah
saya dan mencari Ibu saya, dan sekarang Ibu saya sudah
bertemu saya dan sekarang bersama saya”
“Apakan ini bernar Tar? yang ia ucapkan semua ini
tolong jelaskan kamu dulu bilang kepadaku kalau kamu belum
mempuyai istri dan anak tapi apa ini, semua sudah terbongkar’
108
Tardi hanya diam dan sedikit kebingungan “ayah tolong
jelaskan semua ini, mengapa ayah begitu tega dengan Ibu dan
aku ?” perkataan Jimin keluar dari mulutnya “maafkan aku
semua ini salahku, dulu aku sangat mengaguminya tetapi lama-
kelamaan muncul rasa tertarik dan ingin memiliki seutuhnya”
kata demi kata keluar dari mulut Tardi dan menjelaskan
semuanya.
Jimin sangat tidak percaya dengan ini semua tiba-tiba
Jimin mengelurkan handphone nya dan menelof ibunya untuk
segera datang dimana Jimin slama ini bekerja, saat itu pula Afan
sudah melihat dan mendengarkan pembicaraan tadi, “Papah ini
semua benar, papah dulu sudah berkeluarga dan menelantarkan
keluarga papah sendiri mengapa papah setega itu papah
mengajariku hal-hal yang baik tetapi...” kata Afan dengan
ayahnya “maaf nak papah bisa jelaskan semua ini” Tardi
semakin kebingungan dan Atun sudah tiba di temoat Jimin
bekerja.
“Tardi?’
“Atun”
“Mengapa kamu setega ini denganku, kamu
menelantarkanku dan Jimin begitu saja di kampung dan kamu
sudah sukses begini kau masi lupa denganku dan kau mempuyai
istri lagi ?”
Atun waktu itu juga menampar Tardi dengan begitu
kerasnya, “tidak apa-apa kamu menamparku ini semua
salahku !” ucap Tardi dengan memegang tangan Atun. “sudah
ayah” sepontan Jimin dan Afan berkata sama dan bersamaan,
dan semua sudah di jelaskan oleh Tardi dan Tardi mengakui
salah tiba-tiba istri tardi yang kedua meminta cerai kepada Tardi
tetapi Atun mencegahnya dan Atun rela Tardi memiliki istri
yang tidak hanya Atun.
Mereka lalu berpelukan dan saling meminta maaf dan
sekarang Tardi Atun istri Tardi yang berasal dari inggris Jimin
109
dan Afan menjalani hidup yang bahagia, dan tidak ada
permasalahan besar dikelurganya Tardi sangat adil dengan istri-
istrinya dan istri Tardi yang barasal dari Inggris ternyata sangat
baik dengan Atun dan selalu becakap-cakap dan semuanya
hidup bahagia tidak ada lagi perselisihan dan alamat Tardi sudah
Jimin temukan.
-TAMAT-
Autobiografi
110
Hallo nama
saya Farra
Salsabila bisa
dipanggail
Farra, saya
bersekolah di
SMA Negeri 2
Ungaran
sekarang saya kelas XII di jurusan Bahasa, saya memiliki hobi
bertarung hehe maksutnya bertarung di gelanggang
pertandingan ya seperti lomba saya suka dengan Pencak Silat
idola saya ya seperti kak Wewey Wita atlit Pelatnas Indonesia
dari Jawa Barat, Mas Denny Aprisiani atlit Pelatnas Indonesia
dari Palembang dan mas Hanifan YK dari Jawa Barat juga
mereka sangat atlit Pencak Silat, emm ngomong-ngomong kalau
saya sudah latihan dan bertemu saudara-saudara saya
seperjuangan latihan sampai tidak mengenal waktu hehe biasa
pulang latihan malem ataupun sampai pagi hehe maafin yak, dan
saya mempunyai cita-cita ingin menjadi TNI AL dan ingin
seokolah di PTN yaitu UNY dengan jurusan PJKR tetapi orang
tua saya tidak membolehkannya, yaa saya nurut-nurut aja deh
toh demi kebaikan saya hehe disekolah saya mempunyai
111
banyak teman tidak disekolah saja diluarkota juga ada hehe
bukannya sok hitz :D tapi itu memang benar kok :p sekian yaak
maafin Farra kalu ada kesalahan dadaaa.........
112
Jimin yang mengetahui bahwa benda berharganya itu
hanyut di selokan segera mengejarnya diikuti oleh si Satpam.
Namun terlambat, kertas berisikan alamat ibunya itu telah robek
bahkan tulisan di atasnya telah pudar.
Jiminpun bingung harus dengan cara apalagi ia mencari
alamat ibunya, karena dia sendiri tidak hafal dengan alamat
yang ada di potongan kertas tadi. Dengan raut wajah pasrah
Jimin duduk di pinggir selokan sambil memeluk kedua kakinya
yang tertekuk. Merasa bersalah, satpam tadipun menyuruh Jimin
untuk ikut dengannya ke pos satpam.
“Kamu ikut saya dulu saja, ayo masuk ke dalam. Nanti
saya carikan solusinya.”
Sambil mengusap air matanya, Jimin menurut dan
mengikuti si Satpam masuk ke pos satpam Kebon Bambu
Condominium. Si Satpam memberikan segelas air putih kepada
Jimin kemudian pergi menuju ke kantor pemasaran.
“Anda mau kemana, Pak?”
“Ke kantor pemasaran, mau bertemu dengan pemilik
Condominium ini. Kamu disini saja, saya tidak akan lama.”
Jimin hanya mengangguk kemudian duduk kembali.
Sudah 3 jam Jimin duduk di dalam pos satpam namun si
Satpam belum juga kembali. Ditambah dengan hujan yang turun
satu jam lalu membuat Jimin merasa kedinginan sendirian. Tiba-
tiba sebuah limusin hitam berhenti tepat didepan pintu pos
satpam. Kaca pintu mobil depan terbuka pelan, telihat seorang
wanita setengah umur mengenakan kacamata hitam tengah
merogoh tas Channel hitam satinnya.
“Nanti saya langsung pulang kerumah, jadi kantor tolong
dikunci ya” menyerahkan kumpulan kunci bergantung pahatan
kayu kepada Jimin dan langsung menutup kaca mobil tanpa
menoleh ke arah Jimin. Jimin yang tidak tahu apa-apa menerima
saja kunci pemberian wanita itu. Dilihatnya kunci itu sambil
113
duduk kembali, namun mata Jimin tiba-tiba tertuju pada
gantungan kunci yang terbuat dari pahatan kayu tersebut. Segera
Jimin berlari mengejar limusin hitam tadi ditengah hujan yang
begitu deras. Namun sayang, mobil mewah itu sudah tidak
terlihat.
Dengan langkah gontai Jimin kembali ke pos satpam
sambil sesekali mengusap air matanya. Harapannya untuk
bertemu sang Ibu sepertinya pupus sudah. Namun ia masih
bertanya-tanya mengapa wanita tadi dapat memiliki gantungan
kunci yang sama dengan yang Jimin berikan kepada Ibunya 3
tahun silam sewaktu Ibunya pergi ke kota untuk mencari
Bapaknya.
“Kamu kenapa basah kuyup seperti itu? Kamu hujan-
hujanan? Sudah saya bilang tungggu didalam, kenapa kamu
keluar?”. Jimin hanya diam saja dan sambil memegang erat
kunci pemberian wanita tadi.
“Loh itu kan kunci kantor, kenapa bisa ada dikamu?”.
Jimin tetap tidak menjawab.
“Hei! Nak! Dengar tidak?”
“Eh? Iya? Oh, Iya, tadi...ada wanita yang
memberikannya pada saya, dia berkata bahwa dia akan langsung
pulang kerumah. Jadi, dia menyuruh untuk mengunci kantor”
“Oh, Bu Bos? Mana kuncinya!”
“Dia..pemilik Condominium ini Pak?”
“Yaa, bisa dibilang begitu sih. Pemilik asli
Condominium ini sebenarnya Haji Rahim, namun karena urusan
pribadi, Haji Rahim memberikan hak atas Condominium ini
pada wanita tadi. Sudah setahun lebih ia mengelola
Condominium ini.”
“Kalau boleh tau, siapa nama wanita tadi Pak?”
114
“Kenapa kamu begitu penasaran? Memang apa
hubungan wanita itu denganmu?”
Jimin melihat kembali ke arah gantungan kunci yang ia
bawa.
“Bawa sini kunci-kunci itu, jangan sampai gantungan
kuncinya rusak. Bisa dimarahin Bu Bos saya nantinya.”
“Memang apa pentingnya gantungan kunci ini
untuknya?”
“Itu benda kesayangan Bos, sejak ia memegang kendali
kantor, ia tak pernah mengganti gantungan kunci itu.”
Ucapan satpam tadi membuat Jimin kembali
berpengharap.
“Apa saya bisa bertemu dengan pemilik Condominium
ini? Saya mohon Pak!”
“Baiklah baiklah, nanti setelah selesai tugas saya antar
kamu kesana.”
Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Jimin dan si
Satpam berdiri tepat didepan sebuah rumah besar bertingkat
yang terlihat begitu megah.
“Cari siapa Pak?” tanya satpam penjaga rumah kepada si
Satpam dan Jimin.
“Bu Atun ada dirumah Pak? Saya satpam penjaga
Condominiumnya, mau mengembalikan kunci kantor.”
Jimin yang mendengar nama Ibunya dipanggil pun
terkejut, harapannya bertemu dengan ibunya semakin besar.
“Oh, ada. Mari saya antar”
Kemudian satpam itu pun menunjukkan jalan kepada
Jimin dan si Satpam ketempat wanita bernama Atun itu berada.
Namun, betapa terkejutnya Jimin ketika mengetahui wanita
115
tengah duduk bersila disebelah sebuah makam bertuliskan Tardi
pada batu nisannya.
Jimin melangkah gontai mendekati wanita tersebut.
Dilihatnya wanita setengah umur itu sedang tertunduk
memejamkan matanya. Wanita itu adalah wanita yanng Jimin
temui ketika ia di pos satpam. Pelan-pelan Jimin duduk
disamping wanita tersebut sambil menatap wanita itu dengan
raut wajah sedih.
“Ibu?” ucap Jimin lembut.
Wanita yang ia panggil pun menoleh ke arah Jimin dengan
tidak percaya. Dengan mata yang berbinar ia memegang pipi
Jimin kemudian memeluk remaja didepannya itu.
“Ibu? Apa ini? Kenapa ada nama Bapak disini? Apa yang
terjadi pada Bapak, Ibu?” tanya Jimin bertubi-tubi.
“Bapak kamu sudah meninggal dunia Nak, dia meninggal
dalam kebakaran mebel setahun sebelum Ibu memutuskan untuk
pergi ke kota. Maafkan Ibu tidak mengirim uang ataupun surat
untukmu belakangan ini, Ibu tidak ingin kamu terus menanyai
dimana Bapakmu. Ibu tidak bisa berbohong pada anak Ibu.”
Sambil terisak-isak.
“Lalu, bagaimana Ibu bisa berada disini? Mengapa Ibu
bisa jadi pemilik Condominium itu? Ibu bilang ibu bekerja
sebagai pembantu di rumah Ibu Sofyan?”
“Iya, memang benar ibu bekerja sebagai pembantu di
rumah Ibu Sofyan. Namun setahun yang lalu saat Ibu sedang
sholat, Ibu tidak sengaja bertemu dengan Haji Rahim, pemilik
mebel tempat Bapakmu bekerja. Awalnya ibu tidak mengetahui
kalau itu Haji Rahim, kemudian ada seorang Bapak-bapak yang
menyapanya jadi Ibu bertanya apakah dia Haji Rahim pemilik
mebel. Namun saat dia mengetahui siapa Ibu, dia menangis
bersalah kemudian menceritakan kejadian kebakaran yang
116
merenggut nyawa Bapakmu. Merasa bersalah, dia memberikan
Condominium itu pada Ibu, serta rumah ini juga.”
“Lalu? Mengapa Ibu mengubur Bapak dirumah ini?”
Menggelengkan kepalanya. “Tidak Nak. Ibu tidak
mengubur Bapakmu disini, ini hanyalah tumpukan tanah yang
Ibu anggap sebagai makam Bapakmu. Karena kebakaran besar
itu, jasad Bapakmu tidak ditemukan, bisa dibilang jasadnya
hangus terbakar.”
Jimin menangis tersedu-sedu mendengar penjelasan dari
Ibunya. Dia tidak menyangka, perjalanannya dan Ibunya begitu
jauh hingga saat ini. Dia ingin bersyukur karena telah bertemu
dengan Ibunya dalam keadaan baik-baik saja bahkan bisa
dikatakan sukses. Namun ia juga ingin menangis mengetahui
nasib Bapaknya yang begitu pilu.
-SELESAI-
Autobiografi
117
Allo! Assalamu’allaikum...
Febbyana Ayu Pratiwi atau lebih
sering dipanggil Febby. Lahir di
Semarang, 10 Februari 2000. Hobby
ku yang pasti menari, merias diri,
belanja, pokoknya seputar cewek
deh. Saat ini aku duduk di bangku
kelas 3 SMAN 2 Ungaran dan
InsyaAllah bakalan lanjut ke FBS
Unnes ya...Amin
Aku putri pertama dari dua
bersaudara. Sejak kelas 7 SMP aku udah menyukai dunia tari
dan kejawen. Bagiku agama memanglah penting namun
melestarikan adat dan tradisi leluhur juga tak kalah pentingnya.
Selain dunia budaya, aku juga menyukai dunia bahasa dan
sastra. Aku suka sekali mengarang cerita apalagi dalam bentuk
naskah drama, novel dan cerpen.
Nuwun...
Wattpad : @febbynayprtw
Instagram : febb.prtw
118
Oleh Feri Feri Satya P.
“Ah, bodo amat. Lagian juga ane reflek liat mobil limusin hitam
itu datang, jadinya kertasnya saya lepasin, bapak juga kan langsung
kaget liat mobil itu datang ?” Balas Satpam satunya
“Iya juga sih, tapi tetep juga harus tanggung jawab dong Pak,
kasihan tuh !” Memohon kepada Satpam pertama
119
Setelah berbisik bisik, kedua saptam itu menghampiri Jimin yang
sedang membersihkan kertas tersebut dan hampir putus - asa untuk
membantunya.
“Oh iya, saya jadi ingat, seingat saya, tiga tahun yang lalu ada
seorang wanita muda yang menanyakan hal yang sama persis adek
katakan kepada saya, tetapi dia mencari suaminya dan sayalah yang
menunjukan rumah susun Pak Sofyan kepadanya,” .
“Eh, itukan mobil limosin hitam yang lewat depan bapak – bapak
satpam tadi, kira – kira dalamnya isinya apa ya ? Mungkin seorang
120
“Sultan” atau apalah” Gumam Jimin sambil mendekati mobil panjang
itu
“(Berbicara dalam hati) Muka itu, muka itu, serasa tak asing lagi
dimataku. Jangan jangan.........”
Jimin pun tidak tahu harus berbuat apa, dia berdiri di depan ibu
kandungnya, Atun yang berpakaian mewah dan perhiasan mahal, yang
sudah lebih dari 3 tahun meninggalkannya, melantarkannya. Jimin
merasa hatinya sakit, kepalanya seakan ingin pecah, dia melepaskan
genggaman ibunya dan lari menghindari Atun.
121
“Arrgghhh, lepaskan aku biarkan aku pergi” Jimin melemparkan
tangan ibunya dan langsung lari menghindari Atun
“Apa ? Mau apa kau ? Memangnya siapa kau ?” dari jauh Jimin
menoleh ke arah Atun
“Aku tahu Ibu salah, tapi setidaknya biarkan Ibu Bodohmu ini
menjelaskan apa yang sudah terjadi” Balas Atun dengan suara tersedu -
sedu
“Nak... Jimin... Ibu bisa jelaskan, mari bicara sebentar, Ibu tak
bermaksud membuatmu begini”
“Ibu tahu, maka dari itu Ibu ingin menjelaskan kepadamu apa
yang sebenarnya terjadi” Atun mendekati Jimin
122
Jimin terdiam sejenak, Jimin mulai mendekat dan menatap ibunya
itu
“Baiklah Bu, aku tahu ibu tak bermaksud untuk berbuat ini, jadi....
Apa sebenarnya yang terjadi ?” Berbicara dengan nada pelan
“Iya nak, sebelum itu, mari masuk ke mobil ibu. Ibu ajak ke
tempat tinggal Ibu sekarang” Memegang punggung Jimin masuk ke
mobil
“Bu, ini mobil benar – benar milik Ibu kan ? Mengapa ada nama
seseorang disitu ? Siapa dia ? ” Tanya Jimin bingung
123
Setelah masuk ke rumah, Jimin tambah terkejut bukan main.
Didalam rumah megah itu berisikan barang barang antik dan berharga.
Jimin langsung dibawa ibunya bertemu dengan orang yang dimaksud.
“Sudah mas, itu aku taruh di meja dapur” Balas atun dengan
santainya
“Oh iya, Mas kenalkan ini anak saya yang pernah saya ceritakan
dulu itu”
124
Pak Sofyan beserta Jimin dan Atun pergi ke ruang keluarga sambil
memakan cemilan ala ala kerajaan
“Jadi.... Dek Jimin, mau tanya apa ? Insyaallah akan saya jawab
bila mampu” Tanya Pak Sofyan dengan senyum ramahnya
“E.... Saya ingin tahu mengapa Ibu saya bisa tinggal dan menjadi
seperti ini” Balas Jimin sambil mencicipi berbagai cemilan di meja
“Namanya Tardi, pekerjaannya kata ibu jadi buruh kuli, terus jadi
pengerajin kayu di kota”
“Iya benar. Pak Tardi adalah seorang pengerajin kayu milik Haji
Rahim, saat itu salah satu rumah susun saya mengalami kebakaran
hebat. Saya panik sampai lupa kalau istri dan anak saya masih terjebak
di dalam rumah. Pak Sofyan yang kebetulan juga bekerja di komplek
rumah susun Kebon Bambu membantu mengevakuasi korban kebakaran
dan menyelamatkan istri dan anak saya. Untungnya anak saya selamat.
Tetapi Pak Tardi dan istri saya mengalami luka berat, apalagi Pak Tardi
kakinya sampai berdarah – darah akibat tertimpa kayu saat
menyelamatkan istri saya”
125
“Saya langsung melarikan istri saya dan Pak Tardi ke rumah sakit.
Dua minggu setelah itu istri saya dibolehkan rawat jalan di rumah,
sekarang dia sedang di rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan akhir”
126
bajak laut. Sama halnya dengan bapakmu, dia kaget kalau ibu ada
disini”
“Iya dek, awalnya Pak Sofyan juga bingung, mengapa Pak Tardi
dan Bu Atun seperti saling kenal, ternyata setelah saya berbincang –
bincang sejenak, apa yang Bu Atun yang dicari selama ini bersama
dengan saya.” Lanjut Pak Sofyan
“ Tapi mengapa ibu tidak mengabari aku ? Jimin jadi tidak betah
dirumah sendiri bersama Tante galak” Balas Jimin agak kesal
“Terus, mengapa tadi saat ibu melewati kedua satpam tadi, para
bapak satpam itu hormat ke mobil ibu ?”
“Di daerah sini orang yang seperti Pak Sofyan dihormati oleh para
pak satpam dan warga sekitar, dan ibu tadi habis membeli makanan
kesukaan Pak Sofyan, Maartabak Telur Puyuh” Balas Atun sambil
sedikit tertawa
127
Tiba tiba ada dua orang memasuki rumah dengan suara kaki
seperti mesin
“ Hallo papah, aku pulang, ada tamu toh ?” Tanya anak Pak
Sofyan
“ Lho itukah kau nak ? Jimin ?” Balas Tardi yang tambah bingung
“Iya pak, ini anakmu yang sudah lama tak bertemu dengan bapak,
Jimin pak !”
“Ya Allah Gusti, itu benar kau nak, sekarang kamu sudah besar.
Maaf bapak sampai mengkhawatirkan ibumu dan kamu karena
keadaanya yang begini” Memeluk Jimin dengan erat
“Hmm..... Tidak apa – apa pak, yang penting bapak masih sehat
dan ingat denganku” Ucap Jimin dengan tangisan haru
128
“Pah, dia siapa sih ? Kok aku belum pernah melihatnya
sebelumnya”
“ Nak kenalin ini anak saya, Erbluhen Laura Sofyan. Laura ini
anaknya Pak Tardi dan Bu Atun, Jimin.”
129
“Yaudah, karena waktunya sudah hampir malam, ayo siap siap
makan malam, Dek Jimin juga ikut yaa” Suruh Pak Sofyan
“ Oh iya pak”
-SELESAI-
130
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Gabriel Novanda H
131
“Iya nak, dulu emak juga kaget mendengarnya. Setelah
ini emak antar kemakam bapak”
“Cepat antar aku kesana!”
“Pak, tolong antarkan kami kemakam mas Tardi ya”
“Baik bu”
Sesampainya dimakam, Jimin sudah tidak kuat lagi
menahan air matanya. Air matanya bagai air terjun, deras
membasahi pipi. Atun hanya mengusap-usap kepala Jimin dan
menahan tangis yang kesekian kalinya. Setelah Jimin puas telah
mengeluarkan semua air matanya, Atun mengajak Jimin
kemakam juragan Hamid dan menceritakan semuanya, namun
Jimin tidak begitu peduli.
“Ini makam juragan Hamid, dia juga suami emak. Dia
orang yang sangat baik hati, seperti bapakmu. Berkat dia
sekarang emak jadi seperti ini. Kamu tahu Kebon Bambu
Kondominium?”
“Iya tahu”
“Itu punya emak, dan sekarang akan menjadi punyamu”
132
“Kalau ini mah hotel bukan rumah”
Jimin mulai terbiasa dengan kehidupan barunya. Bahkan
ia sering mengunjungi panti asuhan dan pondok pesantren milik
juragan Hamid bapaknya. Dia juga sering mengadakan
tasyakuran dirumahnya. Sekarang Jimin sedang menunggu
sidang sekripsinya dan akan menjadi sarjana ilmu kesejahteraan
social. Pada akhirnya Jimin dan Ibunya hidup bahagia dengan
segalanya yang lebih dari cukup.
-TAMAT-
133
Autobiografi
Hey yo! Dengan
Vava disini.
Yap! Kita kenalan
dulu, kata pepatah
tak kenal maka tak
sayang jadi kalo
udah kenal belum
sayang ya jangan
lupa lihat tampang!
Haha bercanda jangan baper.
Oke jadi nama saya Gabriel Novanda Haidarrafi, biasa
dipanggil Vava. Sekolah di Smada, kelas duabelas jurusan
bahasa. Kalau mau dekat jangan lupa mampir kelas saya. Tidak
tau kelas saya? Tanya.
Sekian ya terima kasih.
134
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Hardianing Trihapsari
135
“Tidak mungkin aku terus berjalan sampai malam hari,”
katanya. “Tapi aku belum menemukan tempat yang pas untuk
aku tidur nanti malam. Aku harus kemana lagi ini?”
136
sudah punya istri lagi? Sudah punya anak? Anaknya sudah
besar, sudah sekolah sampai luar negeri? Lalu, Bapak
melupakan Emak. Bapak juga melupakan Jimin. Dan mungkin
nama Bapak sudah diganti, jadi Pak Teddy barangkali, supaya
tidak terlihat seperti orang desa?”
137
Jimin menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tidak.
Seharusnya ia tak boleh membayangkan semuanya. Tapi rasa
rindu memaksanya untuk terus berharap, terus berusaha, terus
meminta pada Tuhan supaya bisa bersama lagi.
***
“Kamu siapa?”
138
Jimin hanya terdiam sambil menerima jabatan tangan
Pak Rohali.
139
sulit untuk ditebak Jimin.“Yang namanya Ibu Sofyan disana
pasti banyak. Kamu masih ingat alamatnya yang lebih detail?
Blok apa? Nomor rumahnya berapa?”
140
“Saya sudah pernah kemari, Pak. Dan saya tidak
menemukan Emak saya,”
141
“Jimin?” Jimin kaget waktu sadar kalau ternyata itu
benar Atun, ibunya. Jimin tak bisa menahan haru kala Ibunya
memeluk dengan erat, seperti enggan untuk dipisah lagi.
142
“Emak masih ingat kamu. Emak sampai rela
mengikutimu kemana saja. Dan kamu tahu, Pak Rohali tadi?”
-SELESAI-
143
Autobiografi
144
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Ida Margiani A.
145
Jakarta adalah ibukota indonesisa. Dengan bekal uang yang pas
pasan yang jimin bawa ia hanya mampu membeli secangkir air
putih untuk menyegarkan tenggorokan yang sudah kering itu.
Jimin harus bisa menahan lapar dan haus yang cukup lama
supaya uang yang ia bawa dapat cukup hingga ia menemukan
alamat tersebut.
Sampai sudah seminggu jimin berada di kota besar itu,
uang yang ia bawa sudah mulai habis ia harus mencari pekerjaan
supaya ia bisa makan dan tinggal di Jakarta untuk mencari
alamat ibunya yang taka da kabar. Tidak ada yang bisa jimin
lakukan apalagi ia hanyalah seorang anak kecil yang tidak bisa
apa-apa. Akhirnya jimin mengamen dijalan untuk mencari
sepeser uang.Saat waktu menunjukan pukul dua belas hari mulai
terik dan lelah yang dirasakan jimin.Jimin tidak putus asa demi
sesuap nasi diperutnya. Mobil mobil yang berjejer dilampu
merah ia datangi satu persatu,tidak ada rasa malu ataupun
enggan yang jimin rasakan,melainkan semangat yang besar dan
wajah yang ceria. Sampai pada sebuah mobil berwarna hitam
besar dan mewah jimin bernyanyi di kaca mobil itu saat jimin
bernyayi kaca mobil mewah itu terbuka dan uang lima ribu
rupiah didapatnya dari supir mobil itu. Jimin sangat bersyukur
ternyata masih ada orang yang mau memberi sedekah kepada
dia. Lalu kaca bagian belakang mobil itu juga terbuka dan
146
seseorang berkata dari dalam mobil itu sambil mengeluarkan
bungkusan nasi yang ia bawa. Tak disangka orang itu adalah
ibunya jimin yang telah sekian lama ia cari kesana kemari
hingga ia menjadi pengamen jalanan. Saat mengetahui bahwa
jimin adalah anaknya yang sudah lama ia tinggal di kampung ia
pun keluar dari mobil dan langsung memeluk anaknya itu ,jimin
kaget ia masih belum bisa mengenali ibunya karena penampilan
ibunya yang sudah berbeda. Saat itu ibunya menangis dan
mengajak jimin masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil ibunya
menceritakan apa yang sudah terjadi dan meminta maaf kepada
anaknya. Jimin sadar ia juga ikut menangis ternyata pencarianya
tidak sia-sia. Mereka pun saling membagi pengalaman selama
berada di Jakarta. Banyak lika-liku yang jimin dan ibunya yang
dialami, namun tuhan maha baik, ia tetalah mempertemukan ibu
dan anak yang sudah sekian lama terpisah. Kini ibu jimin
menjadi seseorang yang kaya, ia adalah penguasa pakaian
terbesar di Jakarta. Kini jimin tidak harus mengamen lagi untuk
mengisi perutnya karena ia sudah bertemu dan tinggal bersama
ibu yang menyayanginya. Hari-harinya pun tidak sendiri lagi
,kini jimin sudah tinggal dan hidup bahagia, meskipun masih
ada yang jimin rindukan yaitu ayahnya.jimin dan ibunya
bersana-sama mencari sofiyan ayah jimin dan suami atun ibu
jimin. Tetapi sampai saat ini ibunya tidak berhasilmenemukan
147
dimana ayahnya tinggal, walau sudah dicari kesana kemari dan
ibunya atau atun juga menyuru orang untuk mencari sofiyan
suaminya, tetapi hasilnya nihil.Mereka tidak putus asa mereka
tetap menunggu kabar dan menanti.Hingga sebuah kabar jimin
dengar dari rekan ibunya yang mencari sofyan. Bahwa terjadi
kecelakaan hebat di jalan yang mengakibatkan korban
meninggal dunia, setelah di periksa lelaki itu adalah sofyan
,jimin dan atun terkejut dan menangis tersedu-sedu, mereka
tidak menyangka bahwa sofyan yang dicari-cari kini sudah
ketemu, walau dalam keadaan meninggal dunia, mereka lega
sudah bisa bertemu sofyan namun mereka juga sedih karna
mereka tidak bisa tinggal bersama-sama karna sofyan sudah
meninggal dunia.Hari demi hari mereka lewati berdua tanpa
seorang ayah.Namun mereka tetap tegar dalam menerima
keadaan ini.Bertahun tahun lewat dan kini semua sudah menjadi
hal biasa tinggal berdua tanpa ayah.Walaupun hanya berdua
dengan ibunya jimin bahagia karna masih memiliki ibu
disampingnya.
-SELESAI-
148
Autobiografi
149
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Isnaeni Fitria P.
“Bapak.” Gumamnya.
150
bagaimana mungkin kamu ini anaknya.” Ucap satpam tersebut
sambil mengusap-usap kepala Jimin.
151
“Saya dan istri saya akan sangat senang menerima
kehadiran kamu karena kami sejak dahulu memang tidak
mempunyai anak. Kamu mau jadi anak bapak?”
152
“Terimakasih Ayah-ibu tanpa kalian Jimin tidak bisa
seperti ini.”
153
“Udah siang ini Jimin.” Ucap Ibunya sambil melirik jam
weker yang berada disebelah tempat tidur anaknya terebut.
“Katanya mau ketemu perusahaan yang mau kerjasama sama
kamu.” Jimin bahkan lupa dengan hal itu. Ia segera bangkit dari
tempat tidur kemudian segera memasuki kamar mandi.
154
“Anakku.” Ucap Pak Tardi bangkit dari tempat duduknya
dan memeluknya dengan erat. “Maafkan bapak nak.” Ucapnya
saat merasa bahagia bertemu dengan anaknya kembali.
155
“Selama ini kamu tinggal dengan siapa nak?” Tanya Pak
Tardi.
-SELESAI-
156
Autobiografi
Nama
lengkap saya Isnaeni
Fitria Pratiwi. Saya
biasa dipanggil Isna
atau Tiwi. Saya lahir
pada tanggal 26
Januari 2000 di Kab.
Semarang. Nama
ayah saya Yulianto
dan Ibu saya bernama Trisini. Saya anak kedua dari 2
bersaudara, nama kakak saya yaitu Anggi Pratiwi.
Saya pernah bersekolah di SD Gedang anak 03
kemudian melanjutkan di SMP N 2 Ungaran. Saya mempunyai
hobi membaca novel dan mendengarkan musik, saya juga
kurang suka melakukan kegiatan outdoor yang banyak
menguras tenaga.
Sekarang saya bersekolah di SMA N 2 Ungaran sebagai
siswi kelas 12 jurusan Bahasa.
157
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Jayanti Widya P.
158
sedang menyapu halaman. Kemudian mendekati Jimin dan
seperti raut wajah merasa kasihan melihat Jimin.
159
Jantungku begitu berdebar, tak sabar rasanya meminta
pekerjaan pada pak Arda (majikan mbok Jinah). Dengan sepatu
hitam berjas hitam dan berdasi merah belang, pak Arda bertanya
kepada mbok Jinah.
***
160
tahun lamanya, Jimin hidup mengabdi jasa dirumah tersebut, ia
bersekolah dan lulus sarjana dengan bantuan pak Arda.
Kata pak Arda, hari ini akan ada clien yang datang di
perusahaan yang Jimin tinggali. Jimin mempersiapkan diri
dengan begitu teliti mengecek semua berkas data. Tiba-tiba
“kruyuk....”
(braaaaaaaaakkkk......)
161
“ibuuuuuuuuuu.” Kata Jimin
- SELESAI -
162
Autobiografi
Hallo, namaku Jayanti Widya
Pratiwi. Biasa dipanggil Jayanti.
Aku anak ke 3 dari 4 bersaudara
yang lahir di Kab.Semarang, 21
April 2000. Saat aku duduk di
bangku SMA ini, banyak hal yang
ku ketahui tentang membat karya,
ya dari menulis novel, dan
melanjutkan cerpen seperti ini.
Tentunya, ini berkat bantuan dan bimbingan dari bu Ova yang
selama dua tahun telah memberi motivasi anak Bahasa untuk
berkarya. Intinya, disini aku menulis lanjutan dari cerpen "Dua
Pencari Alamat". So, enjoy the story
163
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Mellyana Dhian I
Potongan kertas berisi catatan alamat itu pun lepas dari tangan si
satpam, sempat sesaat melayang tertiup angin, kemudian jatuh
masuk selokan. Dan sialnya, dasar selokan itu terlalu sulit untuk
diraih. Jimin memandang kertas alamat itu miris. Kedua satpam
itu masih mengawasi Jimin dari dalam kantor. Sebelum pergi,
Jimin tersenyum miris ke arah mereka. Poros kebahagian Jimin
benar-benar diambingkan, bertubi-tibu masalah tak henti
menghantam kehidupannya. Ia harus tangguh, bak karang yang
kokoh diterpa lautan. Ia harus ikhlas, bak daun yang jatuh tanpa
menyalahkan angin.
"Nak... "
Jimin menerima kertas yang sudah lusut itu, tintanya pun sudah
beleberan hingga tak terbaca. "Terima kasih pak."
164
"Coba kamu hubungi nomor ini. Dia adalah salah satu pimpinan
proyek ini mungkin ia tahu tentang ibumu atau kemana perginya
warga yang dulu tinggal di sini."
"Hallo."
"Alamatnya?"
165
Jimin merenung. Harapannya lenyap kembali saat mengingat
alamat yang ia tuju terlalu jauh. Uang didompetnya ludes, hanya
tinggal beberapa uang dua ribuan rupiah. Ia memasukan kembali
dompetnya, kemudian berjalan entah ke mana. Kakinya terus
melangkah, tanpa tujuan. Berharap keajaiban datang
menghampirinya. Hope for miracles From god to him.
***
"Alamat ini bukan alamatnya Ma. Dan ini, juga bukan nomer
keluarganya."
166
"Ma, kenapa?"
"Hah? Gak papa kok. Ya udah mama urusing orang yang kamu
temukan dulu. Katanya kamu mau nemuin si Fadly? Kasihan loh
kalau calon suami dibiarin lama-lama menunggu," godanya.
Raina mematung.
167
lebih cantik dan bersih. Jimin kira ibunya hidup dengan baik
selama ini. Tubuhnya bersih, pakaiannya mode ibu-ibu sosialita.
Jimin memegang erat tangan Atun seolah tak ingin terlepas. Tak
ingin ibunya itu pergi. "Ibu kita sangat merindukan ibu." Ia tak
peduli dibilang lelaki banci, yang jelas air kata sudah
membanciri wajahnya yang lugu. Kerinduan akan sosok ibu
tidak dapat membohongi keadaan.
"Kenapa Bu? Jimin ini anak ibu. Lalu bagaimana dengan adik-
adik? Bapak pergi, apakah ibu juga pergi? Jimin rindu bapak
dan ibu. Setiap malam Jimin tidak bisa tidur dengan nyenyak."
168
"Jangan pernah sebut bapakmu lagi. Dia sudah behagia dengan
keluarga barunya dan melupakan kita."
169
"Ibu! Jimin itu sayang sama ibu. Mana ada anak yang rela
ditinggalkan ibunya begitu saja. Ibu sadar tidak? Jimin dan adik-
adik masih anak ibu. Sampai kapanpun."
"Apa benar yang saya dengar sejak tadi?" suara bariton lelaki
bertubuh keker dan tinggi menghentikan perdebatan hebat itu.
Jimin memandang datar lelaki itu, semantara Atun hampir
pingsan melihat siapa yang menyaksikan kejadian baru saja.
Suaminya mungkin mendengar semuanya.
***
Kini Jimin dan adiknya tinggal bersama ibu dan ayah tirinya.
Hubungan Jimin dengan bapak kandungnya pun membaik.
Pernah Jimin berkunjung ke keluarga baru bapaknya di London.
Tentu sebagai anak yang baik, ia telah memaafkan bapak serta
ibunya. Sebab, seberapa besar kesalahan orang tua, tidak akan
sebanding dengan kasih sayang yang mereka berikan. Seberapa
jauh orang tua, doa-doanya selalu menyertai setiap langkah
perjalanan kita. Satu yang ia pengang mulai saat ini dan
seterusnya. Setiap perjalanan pasti ada ujungnya. Bahagia atau
sengsara, itu bergantung seberapa bijak kita menyikapi
perjalanan. Bersyukur, Berdoa, dan Berusaha.
-Selesai-
170
Autobiografi
Assalamualaikum... Hallo
hallo hay. Namaku Melly,
ya, di dunia kepenulisan aku
kerap dipanggil Mel.
Cerita singkat kisah Jimin
ini semoga banyak kesannya.
Walau singkat tapi berarti
kaya kalau sama si dia
walau singkat
membekasnya lama
eaaa... Ga deng canda. Oh
ya, buat kalian penggemar cerita wattpad boleh juga mampir
keceritaku @Mellyana21. Gak usah panjang-panjang ah, ntar
kalian lama bacanya. Udah lama nunggu, lama baca juga,
hadueh kasihan... Sabar ya. Ok, sekian. Kritik dan saran
kutunggu.
171
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh M Syahrizal Kusuma P
172
akhirnya Mak Atun ikut bekerja rumah tangga
dikediaman Bapak Sofyan. Setelah 3 tahun berjalan Mak
Atun jarang kembali kerumah dan terakhir ia
memberikan alamat dimana ia bekerja.”
“Ooooo Jadi begitu ceritanya, Oke mulai sekarang kamu
bisa tinggal bersama Paman.”
“Terima kasih Paman. Paman apakah saya boleh izin
untuk mencari pekerjaan di kota untuk membiayai hidup
saya?”
“Tidak usah biar Paman saja yang menafkahimu.”
“Tidak, Paman Jimin tidak mau menyusahi Paman”
“Yasudah kalau begitu maumu, yang penting kamu jaga
diri baik-baik.
Karena kehidupan diluar sangatlah keras, apabila kamu
tidak berhati-hati bisa celaka.”
“Baik, Paman”
173
Sepulang kerja Jimin membelikan makanan
untuk Pamannya karena sudah memberikan tempat untuk
tinggal.
“Paman, ini aku bawakan makanan untuk
Paman…”
“Apa yang kamu bawa Jimin?”
“Ini ada nasi padang dan roti lapis”
“Ah kau ini, baru dapat gaji ya? Hahaha”
“Iya paman, Alhamdulillah gaji pertama sudah
turun. Rasanya sangat senang, dan ini saya
membagikan rasa senang saya untuk paman.”
“Terima kasih Jimin kamu sangat baik sekali…
Tetapi daripada dihabiskan untuk seperti ini,
lebih baik ditabung untuk keperluan yang lebih
penting.”
“Baik Paman, saya sudah menyisihkan separuh
gaji untuk saya tabung.”
“Bagus lah Kalau begitu, belajar untuk mandiri.”
“Iya Paman ini saya juga sedang belajar untuk
mandiri.”
“Jimin, Bagaimana kamu nyaman berkerja di
sana?”
“Nyaman Paman, disana Jimin merasakan apa
yang namanya bekerja dari pagi sampai sore.”
“Memang bagaimana rasanya?”
“Ya begitu Paman capek dicampur senang, bisa
mendapatkan pengalaman berkerja dan bisa
berbagi pengalaman bersama teman-teman
disana.”
174
“Oh yasudah, setelah makan kamu istirahat.”
“Baik Paman.”
Keesokkan harinya dia disuruh oleh bosnya
untuk mengambil mebel di sebuah perusahaan yang
besar. Lalu dia meuju ke perusahaan tersebut dengan
beberapa temannya untuk mengambil mebel. Seketika
Jimin teringat pada Ayahnya yang sudah lama pergi
tanpa pesan, dan sekilas ia melihat seperti sesosok
ayahnya berada di dalam perusahaan itu. Lalu Jimin pun
bergegas untuk menghampiri, dan ternyata itu benar
Ayahnya. Dan ayahnya pun kaget dan sedih melihat
anaknya sudah tumbuh besar. Jimin menanyakan kepada
Ayahnya yang sudah lama tidak pulang dan tiada kabar.
“Ayah mengapa tiba-tiba menghilang dan tidak
ada kabar?”
“Ayah ingin pulang, tetapi ayah belum
mempunyai cukup biaya untuk pulang.
Karena perusahaan yang ayah tempati bangkrut.”
“Apa ayah tidak bisa mengirim surat. Setidaknya
Ayah memberikan kabar, agar tidak membuat
Mak mencari Ayah.”
“Karena waktu itu Ayah belum mempunyai uang
sedikit pun.”
“Sekarang Mak juga menghilang entah kemana.
Karena mencari Ayah dan Mak pun gelisah.
Akhirnya Mak berkerja menjadi pembantu rumah
tangga.”
“Jimin kamu sekarang tinggal dimana?”
“Sekarang aku tinggal dirumah Paman Yah.”
“Mulai sekarang kamu tinggal bersama Ayah saja
dirumah susun.”
175
“Baik Yah nanti saya akan bicara kepada
Paman.”
“Baik Nak.”
Seketika Jimin langsung bergegas untuk pulang
kerumah Pamannya. Dan meminta ijin untuk tinggal
bersama Ayahnya.
“Paman, tadi Jimin sudah bertemu dengan Ayah.”
“Bertemu dimana, kamu?”
176
Lalu mereka memutuskan untuk hidup bersama
di sebuah rumah susun, dan hidup dengan bahagia.
Setelah menjalani kehidupan yang rumit pada akhirnya
mereka bisa dipertemukan kembali.
-TAMAT-
177
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Nabila Putri A.
178
Jimin hanya mengangguk kemudian duduk kembali.
179
tahun silam sewaktu Ibunya pergi ke kota untuk mencari
Bapaknya.
180
“Kenapa kamu begitu penasaran? Memang apa
hubungan wanita itu denganmu?”
181
“Bu Atun ada dirumah Pak? Saya satpam penjaga
Condominiumnya, mau mengembalikan kunci kantor.”
“Ibu? Apa ini? Kenapa ada nama Bapak disini? Apa yang
terjadi pada Bapak, Ibu?” tanya Jimin bertubi-tubi.
182
“Bapak kamu sudah meninggal dunia Nak, dia meninggal
dalam kebakaran mebel setahun sebelum Ibu memutuskan untuk
pergi ke kota. Maafkan Ibu tidak mengirim uang ataupun surat
untukmu belakangan ini, Ibu tidak ingin kamu terus menanyai
dimana Bapakmu. Ibu tidak bisa berbohong pada anak Ibu.”
Sambil terisak-isak.
183
Ibu anggap sebagai makam Bapakmu. Karena kebakaran besar
itu, jasad Bapakmu tidak ditemukan, bisa dibilang jasadnya
hangus terbakar.”
- SELESAI -
184
Autobiografi
Assalamualaikum Wr.Wb
Cukup sekian.
Wassalamualaikum Wr.Wb
185
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Philipus Desta K. W.
186
“eh.. mau kemana kamu? Jangan asal masuk aja”
“Oh jadi Pak Tardi itu bapak kamu. Mari saya antar
kedalam”
187
“jadi begini Pak Haji....”
“saya Jimi!”
188
“Dimana ini?” Jimin terbangun di dalam kamar yang luas
dan mewah sambil memgang kepalanya yang terasa pusing.”
189
“Ngomong-ngomong bagaimana kabar ibu mu si Atun?.”
190
Jimin sedih atas meninggalnya Haji Rahim yang sudah ia
anggap sebagai Bapak kandungnya.
191
Kebon Bambu Condominium itu punya kamu ya.” Kata Pak
Sofyan dengan senyuman.
- SELESAI -
192
Autobiografi
Nama
Lengkap saya
Philipus Desta
Kristian wahyu
mandiri . Dirumah,
saya biasa dipanggil
dengan sapaan dek
philip. Sedangkan
teman-teman saya
memanggil saya dengan sapaan Pus.
193
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Siaga Adi S.
194
namanya siapa?” orang itu bertanya.“Saya Jimin pak.”Jimin
menjawab.“Adik kok sendirian?Orang tuanya dimana?Lalu
mengapa adik tadi ada di gardu dengan pak satpam?”Pak Toni
bertanya lagi. “Saya lagi mencari orang tua saya pak. Menurut
alamat yang saya punya, Ibu saya ada di situ.”Jimin menjawab.
“Ya sudah, saya akan bantu dik Jimin untuk mencari orang tua
adik sebagai permintaan maaf bapak karena sudah menabrak
adik.” Pak Toni berkata. “Terima kasih banyak pak.” Jimin
berkata dengan senyum di wajahnya.
Setelah diperbolehkan pulang, Jimin tinggal di rumah
Pak Toni untuk beberapa hari, selagi mencari orang tuanya. Di
dalam mobil menuju rumah Pak Toni, Pak Toni bertannya siapa
nama ibu Jimin. Jimin berkata “Bu Sofyan” tanpa ada semangat
saat mengucapnya.Pak Toni pun bertanya lagi, sejak kapan
Jimin ditinggal orang tuanya.Jimin berkata “lebih dari 3 tahun
pak” dengan suara yang semakin pelan.Pak Toni pun merasa iba
pada Jimin.
40 menit perjalanan, akhirnya sampai juga di rumah Pak
Toni.Besar dan megah, itulah hal pertama yang dpikirkan Jimin
saat melihat rumah itu. Halaman yang luas dengan berbagai
macam bunga indah tertata rapi di taman. Mereka berang berdua
turun dari mobil dan menuju pintu rumah yang besar itu. Tepat
saat Jimin berdiri di depan pintu, dibukalah pintu dari dalam.
195
Seorang wanita berpakaian rapid an terlihat mewah berdiri di
depan Jimin.“Jimin, ini istri Pak Toni, namanya Bu Atun.”Pak
Toni berkata.
Mendengar nama itu, Jimin mendangakkan kepalanya
menuju tatapan wanita itu. Jeng! Jeng! Jeng! Jimin tak
menyangka akan menemui ibunya sendiri di rumah itu,
berpakaian serba mewah. Raut wajah yang terkejut terlihat di
muka Bu Atun.Tanpa sempat Bu Atun memberi penjelasan,
Jimin berlari meninggalkan rumah itu dengan air mata mengalir
di wajahnya.
Jimin tak habis pikir, mengapa ibunya sendiri dapat
meninggalkannya dan melakukan hal keji seperti itu.Jimin terus
berlari menjauhi rumah itu tanpa ada arah dan tujuan.Akhirnya
dia berhenti di sebuah pos untuk menenangkan diri.Jimin
berkata dalam hati “Aku masih punya bapak yang mungkin
masih menyayangiku.”Jimin bertekad mencari bapaknya yang
masih tak diketahui dimana keberadaannya.
“Jimin” Terdengar dari belakang suara wanita
dewasa.Sebuah tangan menepuk pundak Jimin. Jimin terkejut
dan berbalik badan, dia melihat wajah yang sama beberapa
waktu yang lalu. Bu Atun disana, segera menjelaskan, “Ibu
maaf, sudah meninggalkanmu, ibu sungguh minta maaf.Pak
Toni tadi suami baru ibu.Ibu mencari ayahmu sudah sejak lama,
196
tapi taka da hasilnya.Maaf nak, sekarang ikutlah ke rumah ibu
tadi.”Bu Atun berkata dengan air mata mengalir di
wajahnya.“Mengapa ibu bisamelakukan hal ini?
Meninggalkanku di desa, dan ibu disini senang-senang?”Jimin
berkata.Di pos ini mereka berdua saling jujur.“Ibu sudah
kehilangan harapan Min, dan disini Ibu bertemu dengan Pak
Toni.Kebahagian itu membuat ibu melupakanmu, Ibu minta
maaf. Sekarang Ibu sudah bertemu denganmu, tinggallah
bersama ibu dan ayah barumu” Bu Atun menjelaskan.
Dengan wajah teraliri air mata, Jimin memeluk ibunya.
Air yang keluar dari mata bu Atun pun bertambah banyak.
Mereka berjalan meninggalkan pos menuju rumah Bu
Atun.Tangan Bu Atun melingkar di pundak Jimin selagi
berjalan.Pohon pohon yang menggugurkan daunnya di
sepanjang jalan itu.Suara dari keramaian jalan raya, klakson
dibunyikan dimana-mana mengiringi kembalinya dua individu
menjadi satu.
-SELESAI-
197
Autobiografi
Penuli spernah
mengenyam pendidikan di SD
Mardi Rahayu Ungaran, SMP N
3 Ungaran, dan sedang mengenyam pendidikan di SMA N 2
Ungaran yang duduk di kelas XII Bahasa. Sejak kecil, penulis
menyukai dunia kebahasaan dan telah menerjemahkan beberapa
bacaan dari bahasa Inggris. Namun, tidak ada kelanjutan dari
hasil terjemahan itu. Kebangsaan Indonesia.
198
Perjalanan Dua Pencari Alamat
Oleh Tri Widayati
199
“Eessh, mau kemana kamu?.”
“Saya mau menemui orang yang Bapak maksud tadi.”
“Sebaiknya jangan sekarang, waktu seperti ini dia benar-
benar sedang sibuk. Orang yang mau menemuinya pada waktu
seperti sekarang ini biasanya tidak diperbolehkan selain rekan
kerjanya.”
“Lantas saya boleh menemuinya kapan Pak?.”
“Eemm besok hari apa ya?”
“Lusa Pak. Gimana sih Bapak masak sama hari aja lupa.”
“Maklum perjalanan menuju usia tua.”
“Hehehehe Bapak ini bisa aja.”
“Oh iya besok lusa kamu kesini pagi-pagi sekali, biasanya
dia nongkrong di dalam pos satpam.”
“Baik Pak terima kasih banyak atas bantuan Bapak.”
“Emm tapi pak, saya tidak tahu harus tinggal dimana
untuk saat ini. Tidak ada saudara atu kerabat saya yang tinggal
di daerah ini.”
“Tidak usah khawatir nak, kebetulan di rumah Bapak ada
kamar satu lagi yang kosong. Anak bapak sedang pergi di luar
kota nanti kamu bisa memakainya. Tetapi rumah bapak kecil.”
“Kecil besarnya rumah itu tidak masalah Pak, yang
penting bisa untuk berkumpul dengan keluarga, bisa untuk tidur,
masak, dan lain sebagainya Pak. Saya sangat bersyukur sekali
200
bisa bertemu sdengan Bapak. Oh iya nama saya Jimin, Bapak
namanya siapa?.”
“Iya nak. Sutarjo nama Bapak.”
“Terimakasih banyak Bapak membantu saya.”
“Iya nak sama-sama.sesama manusia memang seharusnya
kita saling tolong-menolong.”
Setelah Jimin menunggu jam pulang Pak Sutarjo yang
lama, tibalah jam pulang Pak Sutarjo jam sepuluh malam.
Dalam perjalanan pulang yang sangat sepi Jimin mengisi
kekosongan dengan bertanya kepada Pak Sutarjo.
“Bapak kalu pulang jam segini terus?.”
“Tidak tentu nak tergantung berangkat kerjanya dimulai
jam berapa dulu.”
“Kalau sekarang?.”
“Kalu sekarang berangkat jam dua siang pulangnya ya...
jam sepuluh seperti sekarang ini. Kadang juga lembur
menggantikan teman sehari tidak pulang kerumah tidak tidur”
201
Ketika itu Jimin semakin ingat dengan Bapaknya (Tardi)
ditambah dengan mendengar kata-kata dari Pak Sutarjo, Jimin
menjadi tambah semangat dan terus berusaha, pantang
menyerah untuk terus mencari Bapak dan Emak nya.
“Setuju sekali Pak, Terimakasih Pak atas nasehatnya.”
Tidak terasa perjalanan yang begitu jauh sudah dekat
dengan rumah Pak Sutarjo. Ketika sampai di rumah Pak
Sutarjo.....
“Baru pulang Pak....?”
Istri Pak Sutarjo sudah menungunya. Dengan suara yang
lembut, baik hati, cantik pula. Menjadikan Jimin teringat oleh
Emaknya.
“Oh iya Pak ini siapa?.”
“Ini Jimin. Dia sedang mencari Bapak dan Emaknya.
Untuk sementara dia tinggal disini dulu gak apa-apa kan?.”
“Iya gak papa.”
“Terimakasih banyak Pak Bu...”
Akhirnya mereka beristirahat.
Keesokan harinya, seperti biasa jam 07.00 Pak Sutarjo
berangkat bekerja. Tetapi, kali ini Pak Sutarjo ditemani oleh
Jimin. Ketika sampai di Kebun Bambu Condominium tempat
kerja Pa Sutarjo, mereka tidak menemui seseorang yang berada
di dalam mobil sedan kemaren.
202
“Eemm... Pak dimana seseorang yang Bapak maksud
kemaren, yang berada di dalam mobil sedan?.”
“Biasanya sih kalau hari minggu jam segini dia ada di
sekitar halaman depan olahraga atau biasanya kesini di pos
satpam.”
Setelah menunggu beberapa saat, seseorang yang di dalam
mobil sedan kemaren pun keluar dan menuju ke post satpam.
“Eemm.. Pak itu seseorang yang Bapak maksud bukan?.”
“Wah bener dia orangnya. Sepertinya menuju kesini.”
Pak Sutarjo berdiri, bersiap-siap menyambut seseorang
itu. Jimin pun ikut menyambutnya dengan semangat.
“Selamat pagi semua ....”
Seseorang itu menyapa dengan sangat ramah. Dan dibalas
dengan ramah pula oleh Pak Sutarjo dan Jimin.
“Selamat pagi juga pak apa kabar?”
“Alhamdulillah baik. Oh iya ini siapa?.”
“Ini Jimin. Dia kesini mau bertemu dengan Bapak.”
“Selamat pagi pak, nama saya Jimin. Saya disini mau
bertemu dengan Bapak.”
“Boleh, ada apa nak?”
“Begini pak saya datang kemari untuk mencari Bapak dan
Emak saya. Dulu Bapak saya bekerja jadi tukang kayu di
perusahaan mebel kepunyaan Haji Rahim di Kebon Bambu.
203
Tetapi, sejak itu jarang pulang kiriman duitnya juga macet.
Semenjak itu, Emak mencari Bapak tetapi, Emak kehabisan duit
dan jarang pulang?”
“Lalu apa hubungannya dengan saya kok kamu mencari-
cari saya?”
“Begini Pak, kata Pak Sutarjo Bapak ini orang Melayu asli
ya? Dan tinggal di daerah ini sudah sejak dulu?”
“Iya memang benar, lalu?”
“Apakah Bapak mengetahui mengenai Rumah Susun
Kebon Bambu?”
“Kenapa kamu menanyakan hal itu?”
“Begini Pak, semenjak Emak sya kehabisan uang itu,
Emak bekerja jadi pembantu di rumah Ibu Sofyan di kebon
Bambu ini”
“Ibu Sofyan... Kebon Bambu....?”
“Kenapa Pak, Bapak kenal?”
“Itu mah istri saya. Oh iya saya ingat dulu ada seseorang
yang bekerja di rumah saya.”
Seketika Jimin memotong pembicaraan dengan penuh
semangat dan harapan yang seolah-olah pasti.
“Benarkah Pak?”
“Iya. Kalau gak salah namanya Atun.”
204
“Benarkah itu Pak... itu Emak saya Pak. Sekarang dimana
Emak saya Pak saya ingin bertemu dengan Emak.”
“Emak kamu sudah tidak disini nak.”
Seketika itu raut wajah Jimin yan tadinya bersemangat
seolah-olah berubah menjadi lemas.
“Emak saya sekarang dimana Pak.”
“Begini nak, semenjak Rumah susun Kebon Bambu yang
dulu dibongkar kami pindah ke rumah saya yang sebenarnya.
Lumayan jauh dari sini. Atun Emak kamu juga ikut. Dia
menemani istri saya karena saya tinggal disini yang dekat
dengan tempat kerja saya.”
Mendengar perkataan seseorang itu, wajah Jimin kembali
sumringah tambah bersemangat.
“Jadi, Emak saya sekarang ada di rumah Bapak?.”
“Sepertinya iya. Apa kamu mau saya telpon kan emak
kamu?.”
“Boleh... boleh pak...”
Seseorang itu menelpon istrinya.
“Hallo, Assalamu’alaikum Mah..”
“Waalaikumsalam Pah. Ada apa Pah tumben pagi-pagi
sudah telepon?”
“Gimana sih Mamah ini setiap pagi Papah kan telpon
Mamah. Malah setiap waktu lho.”
205
“Hehehe iya iya pah.”
“Begini Mah ini ada Jimin anaknya Atun, dia sedang
mencari Atun Emaknya. Apa disitu ada Atun?.”
“Sebentar Pah, Mamah cariin dulu.”
“Wah Atun nya baru pergi ke pasar Pah belanja.”
“Ya sudah nanti Papah pulang bersama dengan Jimin biar
ketemu langsung sama Emaknya aja ya.”
“Iya Pah.”
Telepon ditutup.
“Begini nak, Emak kamu sedang pergi ke pasar. Apa kamu
mau saya antar ke rumah saya bertemu dengan Emak kamu?”
“Wah saya sangat mau Pak. Terimakasih banyak pak.”
“Iya sama-sama.”
Mereka pun berangkat menuju rumah Bapak/Ibu Sofyan
tempat kerja Emak nya Jimin. Tak lupa jimin berpamitan kepada
Pak Sutarjo.
“Pak Jimin berangkat cari Emak dulu ya.”
“Iya nak, semoga kamu cepat berkumpul bersama Bapak
dan Emakmu ya seprti dulu lagi. Jangan pentang menyerah dan
terus semangat.”
“Terimakasih banyak pak. Bapak telah banyak membantu
saya. Sekali lagi terimakasih pak.”
“Iya sama-sama nak.”
206
Setelah cukup lama perjalanan. Akhirnya mereka pun
sampai.
“Nah inilah rumah saya sudah sampai.”
“Wah besar sekali pak.”
“Ayo kita bertemu Emak kamu semoga sudah pulang dari
pasar.”
Mereka pun masuk ke dalam rumah.
“Assalamu’alaikum, mah..”
Waalaikumsalam. Oh ini ya yang namanya Jimin.”
“Iya bu...”
“Oh iya saya panggilkan Emak kamu dulu ya.”
Dalam hati, Jimin sangat senang sekali karena segera
bertemu Emaknya. Selain itu dia berjumpa dengan orang-orang
yang sangat ramah dengannya.
“Emaakk.....”
“Jimiiin...”
“Emaak Jimin kangen Emak. Emak kok gak pernah
pulang mak...”
“Emak juga kengen sama kamu nak. Disini selain Emak
bekerja Emak juga masih sambil mencari Bapak mu nak..”
Bapak dan Ibu Sofyan pun ikut terharu melihat Jimin dan
Emaknya-Atun0-.
207
“Jimin untuk sementara kamu bisa tinggal disini bersama
kami dan emakmu.”
“Terimakasih banyak pak.. bu.. sudah mengijinkan saya
untuk tinggal disini sementara dan sudah mengantar saya
bertemu emak.”
“Iya sama-sama.”
Sudah satu bulan Jimin tinggal di rumah ibu Sofyan.
Disana Jimin juga bekerja menjadi sopir. Disaat Jimin dan
Emaknya (Atun) bekerja keluar rumah disitulah mereka juga
mencari bapaknya. Tetapi sudah berulang kali, berhari-hari,
berminggu- minggu, bahkan sudah satu bulan lebih, mereka
belum juga menemukan Tardi. Harapan mereka putus sudah.
Mereka sudah pasrah entah Tardi masih hidup dan melupakan
mereka, atau sudah ...
208
“Kak ayo berangkat.. Safiah sudah tidak sabar sekolah
nih.”
“Waaahh, semangat sekali ya. Safiah harus terus semangat
sekolah yaahh. Ayo berngkat.”
Sesampainya di sekolah Safiah, Jimin menunggu Safiah
diluar sampai pulang sekolah. Sambil menunggu jam pulang
Safiah yang cukup lama, biasanya digunakan Jimin untuk
mencari bapaknya. Tanya sana tanya sini tetapi tidak ada yang
tahu. Dan sekarang Jimin sudah pasrah sudah tidak mencari
bapaknya. Tetapi Jimin terus berdoa agar bisa bertemu dengan
bapaknya. Jimin sangat yakin dalam kurun waktu yang cepat,
Jimin akan bertemu dengan bapaknya dan bisa berkumpul
seperti dulu lagi.
Jam pulang Safiah tiba, Jimin segera siap-siap untuk
mengantar pulang Safiah ke rumah.
“Kak ayo pulang, tetapi sebelum pulang antarkan Safiah
dulu ke toko buku ya.”
“Oke siap.”
Ketika sampai di toko buku, Jimin mengikuti Safiah dan
melihat-lihat buku.
“Kak Safiah mau beli buku ini aja, kak Jimin tidak mau
beli buku juga?”
“Emm tidak.”
209
“Ya sudah Safiah ke kasir dulu ya.”
Setelah itu, merekapun bergegas pulang ke rumah. Ketika
sampai di rumah seperti biasa Jimin menemui dan membantu
emaknya. Tetapi kali ini, Jimin melihat ekspresi emaknya tidak
seperti biasa. Hari ini Atun lebih senang dan tampak ceria.
“Mak... mak kok gak kayak biasanya ya.. raut wajah emak
terlihat gembira ada apa mak?.”
“Memang Min, emak hari ini gembira. Sebab....”
“Sebab apa mak?”
“Min besok kamu ikut ke pasar sama emak ya.”
“Lho memang ada apa mak?”
“Sudah ikut saja emak.”
“Tapi besok Jimin kan juga harus ngantar Safiah mak.”
“Kamu lupa ya besok kan lusa.”
210
“Ada apa dengan hari esok?”
Jimin masih penasaran.
“Apakah ada sebuah kejutan yang tak terduga atau...., ah
sudahlah tidur aja.”
Keesokan harinya, Jimin terlambat bangun tidur sampai
Atun harus membangunkan.
“Min... Jimin cepet bangun.. ayo kita ke pasar.”
“Astagfirullah iya mak...”
Jimin segera bergegas dan menemui emaknya.
“Ayo kita harus cepat sampai ke pasar.”
“Memang ada apa sih mak. Sampai keburu-buru. Biasanya
kan berangkat ke pasarnya kan uga siang nah ini masih lumayan
pagi.”
“Sudahlah Min jangan banyak omong nanti kamu tahu
sendiri.”
“Iya lah mak.”
Sesampainya di pasar, Atun seperti mencari seseorang.
Jimin yang tidak tahu apa-apa bingung mengikuti emaknya.
“Mak kita itu ke pasar mau belanja apa mau bertemu
dengan seseorang.”
“Ssssttttt diam dulu Min.”
“Emak jalannya pelan-pelan jangan cepet-cepet kayak
gini.”
211
“Ini gawat Min kita harus cepat.”
Jimin semakin bingung. Mengikuti emaknya kesan kesini
dan tidak mengetahui mesti kemana. Dan ketika sampai di
tujuan, Jimin tetapi masih bingung kenapa emak membawanya
kesini. Atun membawa Jimin di sebuah toko bangunan yang
tidak terlalu besar.
“Min, lihatlah disana.”
“Mana mak nggak ada apa-apa kok yang ada malah
peralatan mebel mak.”
“Lihatlah orangnya Min yang berdiri itu.”
“Hahhh, itu kan bapak mak.”
“Sepertinya iya itu bapakmu suamiku (Tardi). Tapi apa
memang benar Min?”
“Bener mak, ayo kita samperin.”
Jimin dan Atun menghampiri seseorang yang berada di
dalam toko bangunan itu.
“Mas...”
“Bapak...”
“Oh istriku dan anakku aku sudah kangen kalian semua.
Kalian kok bisa kesini?”
“Aku dan Jimin juga sudah kangen sekali sama kamu mas.
Kenapa kamu gak pernah pulang mas. Aku dan Jimin sudah
mencarimu kemana-mana sampai aku kehabisan uang dan
212
bekerja di rumah Ibu Sofyan. Aku cari di alamat yang kamu
berikan padaku tetapi kata orang tempat kerjamu itu dulu
kebakaran dan tidak tahu sekarang mereka kemana. Lalu Jimin
juga mencari aku dan kamu.”
Tardi menjelaskan kepada istrinya (Atun) dan anaknya
(Jimin) bahwa setelah kebakaran tersebut, orang-orang yang
bekerja di perusahaan mebel kepunyaan Haji Rahim itu semua
bubar tidak tahu mesti kemana.
“Kalau aku pulang tidak membawakan kabar yang tidak
menyenangkan, pasti kalian juga ikut sedih. Aku tidak mau
kalian ikut sedih juga. Aku berusaha mencari pekerjaan yang
terbaik dan halal untuk kalian.”
213
Tardi dekat dengan perusahaannya. Mereka juga tinggal di
rumah tersebut dan tidak tinggal di rumah Ibu Sofyan. Tetapi,
Jimin dan Atun masih bekerja di rumah ibu Sofyan untuk
menambah penghasilan mereka.
-SELESAI-
Autobiografi
Nama saya Tri Widayati,
nama panggilan saya Tri. Bapak
saya bernama Siswoyo dan Ibu
saya bernama Susi Siwigati. Saya
anak ketiga dari tiga bersaudara.
Saat ini saya tinggal di
Kabupaten Semarang, tepatnya di
jalan Pelita 1 No. 5 Pundung
214
Putih Rt 02 Rw 03 Gedanganak
Ungaran Timur.
215
216