Menemukan Dompet
Berbulan-bulan sudah aku menanti panggilan kerja. Hari-hariku terasa
seperti penuh kebingungan dan tanpa arah. Bahkan, kerjaanku hanya
luntang luntung tak karuan di rumah. Mengalami kebingungan harus
melakukan apa. Ingin memulai usaha namun tak punya modal.
Pada suatu hari, aku berniat untuk berjumpa dengan sahabt untuk
menceritakan masalahku ini. Ketika sedang berada di jalan menuju
rumah sahabatku, tepatnya di bagian samping jalan ujung dari tortoar,
aku melihat sebuah dompet berwarna cokelat.
“Saya Andi, ingin bertemu dengan bapak Herman. Ada urusan yang
sangat penting.”
Kebetulan pak Herman ada di rumah dan aku diminta untuk masuk ke
dalam rumah. Kemudian duduk di dekat beliau sembari menyerahkan
dompet yang tadinya aku temukan.
“Kamu tinggal dimana Nak? Terus kerja dimana?” Tanya pak Herman
dengan sangat penasaran.
“Di kompleks Asri Cempaka Pak. Kebetulan saya masih menganggur dan
menunggu panggilan kerja. Namun sudah beberapa bulan belum ada
panggilan.” Tambahku
“Iya Nak. Saya sangat memerlukan karyawan yang jujur dan penuh
dedikasi sepertimu”
Aku seolah tidak percaya dan yakin bahwa ini merupakan keajaiban.
Unsur Intrinsik
Amanat: Kejujuran merupakan suatu sifat yang sangat mulia dan orang
yang jujur akan memperoleh balasan tersendiri.
“Mohon maaf, apakah pak Toni ada?” Tanya salah seorang pemuda yang
memperoleh panggilan interview pekerjaan.
“Baiklah.”
“Dimana Pak Toni? Kenapa yang berada di dalam justru OB?” Tanya
pemuda tersebut kepada salah seorang petugas yang terdapat di liar
ruangan.
“Yang di dalam itu pak Toni. Beliau memang kerap begitu, pura-pura
menjadi OB untuk mengetes karyawannya” Jelas petugas tersebut.
“Maksudnya?”
“Berarti kami nggak lolos hari ini. Pak Toni memang seperti itu. Dulunya
beliau pernah trama karena materi dengan beberapa karyawannya”.
“Ra, itu di depan ada Sinta sedang nyariin kamu. Buruan kamu temui dia.
Sudah sejak tadi dia nungguin kami di sana.” Ujar Tina yang tengah
mengerjakan tugas di rumah Rara.
“Bi, bilang saja ke Sinta yang ada di depan rumah kalau aku sedang pergi
kemana atau gak ada gitu ya.” Pinta Rara kepada Bibi yang bekerja
sebagai pembantu di rumahnya.
“Ra, kenapa kamu seperti itu sama Sinta. Dia pastinya sudah datang
jauh-jauh. Kenapa kamu usir. Gak enak kan. Kasihan dia. Dia juga anak
yang baik Ra.” Ujar Tina menasihati Rara.
“Dari luarnya dia memang orang yang baik, ramah dan juga manis. Tapi
masa kamu mengukur sifat seseorang hanya dengan itu saja. Dia itu
manis di luar namun di dalamnya pahit tahu.” Jawab Rara setengah sinis.
“Pahit gimana Ra?” Ujar Tina kembali bertanya.
“Ya Tuhan!” Joni merasa sangat kaget ketika melihat jam sudah
menunjukkan pukul 7 pagi. Ia pun langsung bergegas mandi dan
merapikan dirinya kemudian segera berangkat pergi ke kantor. Ketika ia
tiba di kantor, ternyata rapatnya sudah telat karena jamnya memang
dimajukan menyesuaikan jadwal dari bos yang akan pergi ke luar kota.
“Permisi Pak. Apakah saya boleh masuk? “Tanya Joni kepada bos yang
tengah memimpir rapat.
“Iya silahkan duduk Jon. Namun maaf untuk hari ini Hamid yang akan
menggantikan proyekmu.”
Meski kami telatnya hanya sebentar, tapi temanmu memiliki ide yang
sangat bagus untuk jalannya proyek tersebut. Jadi mohon maaf, sudah
sangat bagus kamu tidak saya berhentikan dari tim.” Jelas bos dengan
sangat tegas.
Seketika itu, Joni terdiam dengan wajah sangat pucat. Sesudah rapat
selesai, ia pun pergi ke meja kerjanya.
“Ada apa denganmu hari ini Jon? Tidak seperti biasanya kamu telat?”
Tanya Merry teman sekantor Joni.
“Ini murni salahku Mer. Aku semalam begadang nonton bola sampai
larut. Sampai-sampai aku melupakan proyek penting yang harusnya
sangat membuatku untung.” Jelas Joni.
“Oh gitu Jon. Makanya Jon mulai saat ini utamakan profesi kamu, jangan
hobi yang didahulukan!” Sambung Merry memberikan nasihat kepada
Joni.
Contoh Cerpen Singkat Anak Sekolah
source: AllKpop
Rajin Belajar
Ini merupakan hari senin yang sangat cerah. Sesudah melaksanakan
upacara bendera, para siswa memasuki kelas mereka masing-masing dan
mendapatkan pelajaran dari guru mereka. Di hari ini, ada beberapa
pelajaran yang harus didapatkan oleh siswa, yaitu Bahasa Jawa, Bahasa
Indonesia, PPKN dan Matematika.
Pada siswa pun pulang setelah pembelajaran hari ini usai. Dwi, Rahma
dan juga Tika pulang dengan jalan kaki bersama karena sekolah mereka
tidak jauh dari rumah.
“Nanti bermain di rumahku yuk habis makan siang. Aku punya boneka
baru hasil olah-oleh ibuku dari Bandung kemarin.” Pinta Rahma kepada
dua temannya.
“Aku tidak usah ikut saja. Aku ingin belajar di rumah karena pesan dari
Bapak guru tadi kan kita harus belajar sendiri karena tas dadakan akan
dilakukan sewaktu-waktu.” Jawab Tika dengan wajah polos.
Setiba di rumah masing-masing. Tika langsung mengganti bajunya,
kemudian makan siang, sholat dan istirahat siang supaya nanti malam
dia bisa belajar dengan baik dan konsentrasi. Mengenai materi buku
yang kurang memahamkan, sesekali ia bertanya kepada kakaknya.
Sementara Dwi dan juga Rahma asyik bermain hingga larut sehingga
mereka pun tidak sempat mendalami materi. Keesokan harinya
merekapun berangkat bersamaan. Sesampainya di kelas, ternyata Bapak
guru benar-benar melakukan tes dadakan. Dwi dan Juga Rahma merasa
sangat kebingungan mengerjakan soal. Sehingga merekapun mendapat
nilai jelek. Dan akhirnya harus mengulang tes susulan.
“Wah, selamat yang Tika. Nilaimu maksimal. Besok-besok kita ikut belajar
sama kamu ya.”
Contoh Cerpen Singkat Pendidikan
source: EdTechReview
Wirausaha
Yeni merupakan salah seorang mahasiswi lulusan perikanan yang
memilih untuk melakukan wirausaha dari pada bekerja di kantor. Yang
unik adalah ia menjual produk sendiri yang diracik berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan ketika di kampus. Ia menjual produk
sambal yang dicampur dengan rumput laut dengan harga yang
ekonomis dan menyehatkan.
“Benar, jika aku mau bisa saja aku menjual produk sambalku ini dengan
harga yang agak mahal. Dan tentu saja tetap akan laku. Terlebih untuk
orang-orang yang paham akan kesehatan. Aku pun juga bisa bekerja di
perusahaan yang akanmemberiku gaji lebih besar.
Tapi maaf, aku kuliah tinggi bukan untuk mencari kembalian modal dari
apa yang sudah aku keluarkan untuk kuliah. Aku sangat senang jika
pekerjaanku ini bisa bermanfaat untuk yang lain baik itu dari segi biaya
ataupun untuk meningkatkan kesehatan mereka.” Jawab Yeni santai.
“Ros, menurut pendapatmu, Dion itu sukanya dengan tipe cewek macam
apa sih?”
“Apa ya..Setahuku kriteria dia nggak muluk-muluk sih. Dia suka cewek
yang apa adanya dan alami.”
“Jadi dia nggak suka cewek yang pakai gincu dong?” Tanya Keke
penasaran.
“Terus, apa ya yang bisa bikin bibirku ini menjadi merah tanpa pakek
lipstick?”
“Coba pakeklah scrub gula pasir setiap mau tidur malam hari. Secara
alami, bibir kamu akan merah merona.”
“Oh ya?”
“Oh benar juga ya. Aku harus bisa tampil maksimal di depan Pangeran.”
Beberapa hari telah berlalu. Pada saat hari H, Keke tampil sebagaimana
yang dikatakan oleh Rosa. Melihat Keke, Rosa pun akhirnya kaget.
“Tahu nggak, ini karena gigitan dari semut setiap malam. Sampai bibirku
menjadi semerah dan sesensual ini. Benar-benar sebuah pengorbanan
kan.” Jawab Keke.
“OH my God.”
“Iya pak tidak apa-apa. Yang penting bapak sudah berusaha dan rejeki
sudah diatur oleh Tuhan.”
“Ada apa Nek?” Tanya Pak Jokosembari menghampiri sang nenek tua itu.
“Nak, apakah nenek boleh meminta uang? Saya mau pulang tapi tidak
punya uang.” Pinta Nenek kepada pak Joko.
“Baik nek. Ini ada uang segini untuk naik bis sampai ke tujuan nenek. Biar
saya yang antar nenek ke terminal.” Ujarnya sembari mengantarkan
nenek tersebut ke terminal.
“sesudah mengantar nenek terebut, pak Joko pun kembali pergi ke pasar
guna menjajakan barang dagangannya. Sesampai di pasar, tiba-tiba ada
yang membeli dagangan pak Joko sampai habis.
“Baca puisi satu ini. Apakah kamu paham dengan maksudnya?” Sembari
menyodorkan naskah lagu yang kebetulan diambil dari puisi.
“Karya ini bagus ya. Anak jutek yang sangat pendiam itu ternyata kamu
masih juga memikirkannya?” Mira pun mengangguk.
Irismu yang amat indah membuat hati ini senantiasa merasa takjub.
Karena tanpa adanya kicaupun, burung bisa terbang juga dengan amat
bebas.
“Aku sangat yakin bahwa ini adalah pesan dari Bagas yang ditujukan
untukku. Dan ia pasti merasa apa yang aku rasa. Namun kenapa dia
sama sekali tidak bicara.”
“Entah, aku juga bingung mengapa temanku ini bisa cinta dengan lelaki
seperti itu.”
“Dia itu unik dan berbeda. Dan bahkan membuatku gila dengan sorot
matanya yang amat tajam.”
“Ya tapi mana ada yang namanya cinta abu-abu. Di antara kalian harus
ada satu yang bicara dan memulai lebih dulu.”
Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Mira sudah tak kuat lagi
menahan perasaannya yang dapat kepada Bagas. Akhirnya pun ia
menemui Bagas dan membicarkan isi hatiku di taman dekat dengan
kampus.
“Maaf Mir, hari ini aku ada ujian. Besok saja ya.”
“Nak, tadi ada seorang pria yang mencoba melamarmu. Dia anak yang
baik dan dari kata-katanya terlihat bahwa dia sangat serius.” Ujar
ayahnya.
“Maafkan Mira ayah. Tapi aku belum berkeinginan untuk menikah. Mira
mau istirahat dulu di kamar.” Jawab Mira sembari meninggalkan ruang
keluarga.
“Namanya Bagas.” Sahut ibunya.
“Benarkah ibu?”
“Iya benar.”
Begitu pula dengan Beni yang memilih untuk santai di rumah ketika hari
Minggu tiba. Sampai-sampai, sesudah hari Minggu berakhir, ia pun
masih belum siap menghadapi kegiatan sekolah yang baginya amat
membosankan.
“Ben, kamu tidak sekolah? Ini sudah jam berapa? Nanti kamu telat.” Ujar
ibunya
“Ma, Beni masih capekbengat. Bolos sehari gak papa kan ma. Lagian
tidak ada PR ataupun tes ma. Jadi santai saja.”
“Jangan begitu nak. Kamu itu sekolah juga bayar. Menuntut ilmu bukan
sesuatu yang bisa kamu sepelekan nak.”
Melihat hal tersebut, Ibu Beni menjadi marah dan menyeret anaknya
tersebut ke sebuah tempat. Ternyata, ibunya mengajak dia ke panti
asuhan yang dipenuhi oleh anak-anak dengan latar belakang yang
berbeda.
“Nak, lihat mereka. Mereka tidak memiliki orang tua yang bisa
membiayai mereka. Padahal, mereka juga ingin sekolah dan memiliki
orang tua lengkap sepertimu.” Jelas ibunya menasihati anaknya melalui
kaca mobil.
Sesudah itu Beni merasa sadar akan kesalahannya dan akhirnya ia pun
mau diajak berangkat sekolah sekalipun sedikit terlambat. Ibunya
mengantar dia sampai ke sekolah. Di perjalanan, ia juga melihat anak
sekolah yang berjalan kaki dengan kaki yang pincang. Ia pun berkata
dalam hati,
“Betapa aku adalah orang yang sangat beruntung. Masih memiliki fisik
yang sempurna namun justru malas untuk pergi ke sekolah. Sementara
anak yang cacat fisik saja masih semangat.”