Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya
untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya untuk makan, tempat berteduh,
pakaian, obat, pupuk, parfum, dan bahkan untuk kecantikan dapat diperoleh dari
lingkungan. Sehingga kekayaan alam di sekitar manusia sebenarnya sedemikian
rupa sangat bermanfaat dan belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan, atau bahkan
dikembangkan.
Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah
kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada
pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan
oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah
lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi
Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang nDalem
dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat
(jamu) dengan tumbuhan seba- gai bahan bakunya (Sukandar E Y, 2006).
Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia.
Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan
obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di
Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan
primer (WHO, 2003).
Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara
maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit
kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit
tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat
herbal di seluruh dunia (Sukandar E Y, 2006).

Universitas Dhyanan Pura| 1


WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit,
terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga
mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat
tradisional (WHO, 2003).
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus dilestariakan
dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk
meningkatkan perekonomian rakyat.
Belakangan penggunaan obat tradisional kian meningkat. Hal ini dilatar
belakangi oleh beberapa hal, seperti kecenderungan global untuk kembali ke alam
juga faktor promosi melalui media masa yang kian gencar. Selain itu minimnya
fasilitas kesehatan di daerah terpencil serta mahal atau tidak tersedianya obat
moderen membuat masyarakat lebih memilih menggunakan obat tradisional
(Dalimarta S, 2000).
Dalam penggunaan obat tradisional juga harus memperhatikan bagaimana
ketepatan penggunaan obat tradisional, kemudian kelebihan penggunaannya, jenis
tanaman herbal atau obat tradisional serta standarisasi obat tradisional.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana ketepatan penggunaan obat tradisional ?
2. Apa saja Kelebihan Obat Herbal dalam Penyembuhan Penyakit ?
3. Apa saja jenis tanaman herbal, kandungan, dan manfaatnya ?
4. Bagaimana standarisasi obat tradisional ?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami bagaimana ketepatan penggunaan obat tradisional
2. Untuk mengetahui Apa saja Kelebihan Obat Herbal dalam Penyembuhan
Penyakit
3. Untuk mengetahui apa saja jenis tanaman herbal, kandungan, dan
manfaatnya
4. Untuk mengetahui Bagaimana standarisasi obat tradisional
1.4 Manfaat
Untuk menambah pengetahuan dan lebih mendalami tentang obat tradisional.

Universitas Dhyanan Pura| 2


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan
tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman.
Obat tradisional Peraturan menurut Menteri Kesehatan RI.No.
179/Men.Kes/Per/VII/1976 Tentang Produksi dan Distribusi Obat Tradisional
adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan,
hewan, mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran bahan-bahan tersebut
yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan
berdasarkan pengalaman terdapat dua jenis yaitu Bahan alam dan bedasarkan
pengalaman.
Sejarah obat tradisional :
a. Tradisi: merupakan kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh berkembang,
terpeliharah pada sekelompok / golongan masyarakat, yang pada akhirnya
melahirkan satu budaya
b. Kebiasaan lahir dari pengalaman
c. Pengalaman diperoleh dari berbagai cara, antara lain :
d. mencoba-coba
e. signatura
f. petunjuk dari yang kuasa

2.2 Penggolongan Obat Tradisional


Penggolongan obat yang berasal dari alam, yang biasa dikenal sebagai obat
tradisional. Obat tradisional Indonesia semula hanya dibedakan menjadi 2
kelompok, yaitu obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan
semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi

Universitas Dhyanan Pura| 3


yang membantu proses produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi
mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak.
Saat ini obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu jamu, obat
ekstrak alam, dan fitofarmaka.
1. Jamu (Empirical based herbal medicine) :
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya
dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman
yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada
umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur
yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak,
berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan
pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris.
Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun
bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat
secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.
Golongan ini tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun
menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah
membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan
tertentu.
Lain dari fitofarmaka, Jamu bisa diartikan sebagai obat tradisional yang
disediakan secara tradisional, tersedia dalam bentuk seduhan, pil maupun
larutan. Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep turun temurund dan
tidak melalui proses seperti fitofarmaka. Jamu harus memenuhi beberapa
kriteria, yaitu:
1. Aman
2. Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3
generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan
disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Inilah yang membedakan

Universitas Dhyanan Pura| 4


dengan fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat tersebut baru sebatas
pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat dinaikkan
kelasnya menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk
sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang
terstandarisasi

Gambar 1: Logo Jamu


Pada saat ini kesadaran akan pentingnya “back to nature” memang
sering hadir dalam produk yang kita gunakan sehari-hari. Saat ini contohnya
kita bisa melihat banyak masyarakat yang kembali ke pengobatan herbal.
Banyak ramuan-ramuan obat tradisional yang secara turun-temurun digunakan
oleh masyarakat untuk pengobatan. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa
pengobatan herbal tidak memiliki efek samping. Saat ini ada beberapa kemasan
jamu yang beredar seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :

Gambar 2: Produk jamu yang beredar di masyarakat.

Contoh Obat Jamu


a. Kuku Bima
1. Indikasi:

Universitas Dhyanan Pura| 5


Memberi kekuatan dan semangat baru. Menguatkan pinggang/ginjal
terutama bagi mereka yang lemah dan yang bekerja berat.
2. Kontra Indikasi:
N/A
3. Komposisi:
Eurycomae longifolia, Kaempferiae Rhizoma, Zingiberis Rhizoma,
Zingiberis aromaticae, Phyllanthi Herba, Bahan-bahan lain.
b. Tolak Angin
1. Indikasi:
Meredakan mual, kembung, sakit perut, melegakan tenggorokan, dan
memperbaiki daya tahan tubuh.
2. Kontra Indikasi:
N/A
3. Komposisi:
Oryza sativa, Foeniculi Fructus, Isorae Fructus, Caryophylli Folium,
Zingiberis Rhizoma, Bahan-bahan lain.

2. Obat Herbal Terstandar (OHT) Logo Obat Herbal terstandar :


Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan
alam yang dapat berupa tanaman obat , binatang, maupun mineral. Untuk
melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan
berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan
pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak.
Selain proses produksi dengan tehnologi maju, jenis ini pada umumnya
telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian
preklinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan
ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan
uji toksisitas akut maupun kronis.
Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan fitofarmaka. Obat
Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak
bahan tumbuhan, hewan maupun mineral. Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk

Universitas Dhyanan Pura| 6


pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang berkhasiat,
standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang
higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis seperti halnya
fitofarmaka.Dalam proses pembuatannya, OHT memerlukan peralatan yang
lebih kompleks dan berharga mahal serta memerlukan tenaga kerja dengan
pengetahuan dan keterampilan pembuatan ekstrak, yang hal tersebut juga
diberlakukan sama pada fitofarmaka.
Obat Herbal dapat dikatakan sebagai Obat Herbal Terstandarisasi bila
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Aman
2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
4. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan
dalam produk jadi.
Indonesia telah meiliki atau memproduksi sendiri OHT dan telah telah
beredar di masyarakat 17 produk OHT, seperti misalnya : diapet, lelap, kiranti,
dll. Sebuah herbal terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka
setelah melalui uji klinis pada manusia.

3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine) Logo Fitofarmaka :


Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan
dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar,
ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Dengan
uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat
herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara
ilimiah.
Fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji
klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir (BPOM. RI., 2004 ).
Ketiga golongan atau kelompok obat tradisional tersebut di atas, fitofarmaka

Universitas Dhyanan Pura| 7


menempati level paling atas dari segi kualitas dan keamanan. Hal ini disebabkan
oleh karena fitofarmaka telah melalui proses penelitian yang sangat panjang
serta uji klinis yang detail, pada manusia sehingga fitofarmaka termasuk dalam
jenis golongan obat herbal yang telah memiliki kesetaraan dengan obat, karena
telah memiliki clinical evidence dan siap di resepkan oleh dokter.
Adapun obat fitofarmaka yang saat ini beredar di masyarakat yang
berbentuk kemasan memiliki logo jari-jari daun yang membentuk bintang
dalam lingkaran seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :

Gambar 3: Logo Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan


keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan
baku dan produk jadinya telah di standarisasi. Pada dasarnya sediaan fitofarmaka
mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari bahan-bahan alami,
meskipun demikian jenis sediaan obat ini masih belum begitu populer di kalangan
masyarakat, dibandingkan jamu-jamuan dan herba terstandar. Khasiat dan
penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif dari pada sediaan jamu-
jamuan biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas, Dengan kata lain
fitofarmaka menurut ilmu pengobatan merupakan sediaan jamu-jamuan yang telah
tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Universitas Dhyanan Pura| 8


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional


Penggunaan obat tradisional sebagai alternatif layanan kesehatan tentu
sangat tepat menimbang kenyataan semakin melambungnya biaya kesehatan seiring
dengan kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang hingga kini belum
menentu (Wijayakusuma, 2000).
Kesalahan persepsi yang paling sering terjadi dimasyarakat adalah bahwa
obat tradisional itu aman. Padahal kenyataannya, meskipun obat tradisional aman,
masih mungkin terjadi potensi toksik (Gitawati & Handayani, 2008).
Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat,
ketepatan penggunaan obat meliputi :
1. Kebenaran bahan
Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang
kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan
menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan. Sebagai
contoh lempuyang di pasaran ada beberapa macam yang agak sulit untuk
dibedakan satu dengan yang lain. Lempuyang emprit (Zingiber amaricans)
memiliki bentuk yang relative lebih kecil, berwarna kuning dengan rasa
yang pahit. Lempuyang emprit ini berkhasiat sebagai penambah nafsu
makan.
Jenis yang kedua adalah lempuyang gajah (Zingiber zerumbet) yang
memiliki bentuk lebih besar dan berwarna kuning, jenis ini berkhasiat
sebagai penambah nafsu makan. Jenis yang ketiga adalah lempuyang wangi
(Zingiber aromaticum) yang memiliki warna agak putih dan berbau harum.
Tidak seperti kedua jenis lempuyang sebelumnya, jenis ini memiliki khasiat
sebagai pelangsing ( Sastroamidjojo S, 2001).
2. Ketepatan dosis

Universitas Dhyanan Pura| 9


Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bisa
dikonsumsi sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti
halnya resep dokter. Buah mahkota dewa, misalnya, hanya boleh
dikonsumsi dengan perbandingan 1 buah dalam 3 gelas air. Sedangkan daun
mindi baru berkhasiat jika direbus sebanyak 7 lembar dalam takaran air
tertentu (Suarni, 2005).
Hal ini menepis anggapan bahwa obat tradisional tak memiliki efek
samping. Anggapan bila obat tradisional aman dikonsumsi walaupun gejala
sakit sudah hilang adalah keliru. Sampai batas-batas tertentu, mungkin
benar. Akan tetapi bila sudah melampaui batas, justru membahayakan.
Takaran yang tepat dalam penggunaan obat tradisional memang
belum banyak didukung oleh data hasil penelitian. Peracikan secara
tradisional menggunakan takaran sejumput, segenggam atau pun seruas
yang sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran yang lebih pasti
dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan terjadinya efek yang
tidak diharapkan karena batas antara racun dan obat dalam bahan tradisional
amatlah tipis. Dosis yang tepat membuat tanaman obat bisa menjadi obat,
sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun.
3. Ketepatan waktu penggunaan
Kunyit diketahui bermanfaat untuk mengurangi nyeri haid dan
sudah turun-temurun dikonsumsi dalam ramuan jamu kunir asam yang
sangat baik dikonsumsi saat datang bulan (Sastroamidjojo S, 2001). Akan
tetapi jika diminum pada awal masa kehamilan beresiko menyebabkan
keguguran. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu penggunaan obat
tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.
4. Ketepatan cara penggunaan
Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat
di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan
perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun
Kecubung jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan digunakan

Universitas Dhyanan Pura| 10


sebagai obat asma. Tetapi jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan
keracunan / mabuk (Patterson S, dan O’Hagan D., 2002).

5. Ketepatan telaah informasi


Perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong derasnya
arus informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang tidak didukung
oleh pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang cukup
seringkali mendatangkan hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa
menyebabkan obat tradisional berbalik menjadi bahan membahayakan.
Contohnya, informasi di media massa meyebutkan bahwa biji jarak
(Ricinus communis L) mengandung risin yang jika dimodifikasi dapat
digunakan sebagai antikanker dan Risin sendiri bersifat toksik / racun
sehingga jika biji jarak dikonsumsi secara langsung dapat menyebabkan
keracunan dan diare (Audi J, et al., 2005).
6. Tanpa penyalahgunaan
Tanaman obat maupun obat tradisional relatif mudah untuk
didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong
terjadinya penyalahgunaan manfaat dari tanaman obat maupun obat
tradisional tersebut.
Contoh penyalahan penggunaan obat:
a. Jamu peluntur untuk terlambat bulan sering disalahgunakan untuk
pengguguran kandungan. Resiko yang terjadi adalah bayi lahir cacat, ibu
menjadi infertil, terjadi infeksi bahkan kematian.
b. Menghisap kecubung sebagai psikotropika.
c. Penambahan bahan kimia obat
7. Ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu
Dalam satu jenis tanaman dapat ditemukan beberapa zat aktif yang
berkhasiat dalam terapi. Rasio antara keberhasilan terapi dan efek samping
yang timbul harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman
obat yang akan digunakan dalam terapi,

Universitas Dhyanan Pura| 11


Contoh, daun tapak dara mengandung alkaloid yang bermanfaat
untuk pengobatan diabetes. Akan tetapi daun tapak dara juga mengandung
vincristin dan vinblastin yang dapat menyebabkan penurunan leukosit (sel-
sel darah putih) hingga ± 30%., akibatnya penderita menjadi rentan
terhadap penyakit infeksi (Wu ML, et al., 2004).
Pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama sehingga daun
Tapak dara tidak tepat digunakan sebagai antidiabetes melainkan lebih tepat
digunakan untuk pengobatan leukemia.

3.2 Kelebihan Obat Herbal dalam Penyembuhan Penyakit


Kelebihan dari penggunaan obat herbal atau tradisional yaitu sebagai berikut :
1. Tidak Menimbulkan Efek Samping
Obat herbal benar-benar merupakan produk alami yang telah tersedia di
alam. Pengolahan obat ini pun dilakukan secara alami, bahkan
tradisional, tanpa pencampuran bahan kimia atau sintetis. Oleh sebab
itulah, dapat dipastikan bahwa obat-obatan herbal sama sekali tidak
memiliki efek samping sehingga sangat aman digunakan.
2. Bebas Racun
Obat-obatan kimia atau obat farmasi merupakan racun sehingga tidak
boleh dikonsumsi secara sembarang. Namun, ada yang berbeda dari obat
herbal. Yaitu, bebas racun. Dengan demikian, obat herbal sangat aman
dikonsumsi oleh siapa pun. Bahkan, obat herbal dapat dijadikan sebagai
peluruh racun di dalam tubuh atau detoksifikasi.
3. Menghilangkan Akar Penyakit
Umumnya, obat-obatan kimia hanya bekerja untuk menyembuhkan
gejala penyakit. Namun, tidak demikian dengan obat-obatan herbal.
Selain menyembuhkan gejala penyakitnya, obat-obatan herbal bekerja
hingga menghilangkan akar penyakitnya. Cara kerja yang berbeda ini
disebabkan efek obat herbal yang bersifat menyeluruh (holistik).
Akhirnya, pengobatan tidak hanya terfokus pada penghilangan

Universitas Dhyanan Pura| 12


penyakit, tetapi juga pada peningkatan sistem kekebalan tubuh sebagai
cara untuk melawan penyakit.
4. Mengandung Banyak Khasiat
Misalnya, jintan hitam atau yang lebih terkenal dengan sebutan
habbatussauda yang dapat menyembuhkan asam urat, migren, diabetes,
hepatitis, bahkan kanker. Contoh lain, bawang putih yang bersifat
antivirus serta mampu menguatkan jantung dan menurunkan kolesterol.

2.3 Jenis tanaman herbal, Kandungan dan Manfaatnya


Berikut ini kandungan dalam beberapa tanaman herbal yang sering di
manfaatkan didalam tanaman herbal :
Table 1: Jenis Tanaman Herbal Dan Manfaatnya
No Nama Nama Bagian Cara Manfaat
Tumbuhan Ilmiah yang pengelolahan
Tumbuhan digunakan
1 Jahe Zingiber Umbi atau Direbus dan Menghangatkan
officinale Rimpang ditumbuk Badan
Rosc
2. Kencur Kaempferia Umbi atau Direbus Obat Batuk, sakit
galanga L. Rimpang kepala,
melancarkan dahak
3. Kunyit Curcuma Umbi atau Ditumbuk atau Mengobati diare
domestica Rimpang direbus dan masuk angin
Val
4. Lengkuas Languas Umbi atau Ditumbuk Menghilangkan
galangal L. Rimpang panu dan bersifat
Stunzt anti bakteri.
5. Temulawak Curcuma Umbi atau Direbus Mengatasi sembelit
xanthorrhiz Rimpang dan memperkuat
a Roxb sekresi empedu

Universitas Dhyanan Pura| 13


6. Alang- Imperata Umbi atau Ditumbuk dan Melancarkan air
alang Cylindrica Rimpang direbus seni
Beav

7. Mengkudu Morinda Buah Dijus Mengobati


Citrifolia penyakit radang
usus, susah buang
air kecil,
batuk,amandel.
8. Jeruk nipis Citrus Buah Dijus Mengobati
aurantifolia penyakitdemam ,
batuk
kronis ,kurang
darah,
menghilangkan bau
badan.
9 Jintan Trachysper Daun Direbus Mengobati batuk,
mum mules, dan
roxburghian sariawan
umsyn
10. Pacar cina Aglaiae Daun Direbus Mengobati
ordorota penyakit gonorhoe
Lour

3.4 Standarisasi Obat Tradisional


Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu
persyaratan yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas
farmasetik maupun terapetik. Dalam upaya standardisasi tersebut perlu
ditentukan persyaratan standard yang diharuskan Peraturan dan Perundang-
undangan yang berlaku. Pada pelaksanaan standardisasi perlu juga dilakukan
dengan berbagai macam metode (pengujian multifaktorial).

Universitas Dhyanan Pura| 14


Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) tidaklah sulit
bila senyawa aktif yang berperan telah diketahui dengan pasti. Pada prinsipnya
standardisasi dapat didasarkan atas senyawa aktif, kelompok senyawa aktif
maupun atas dasar senyawa karakter (bila senyawa aktif belum diketahui
dengan pasti). Bila digunakan senyawa karakter pada upaya standardisasi,
maka dalam hal ini hanyalah bertujuan untuk dapat membantu menentukan
kualitas bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai haruslah spesifik
dan digunakan selama senyawa aktif belum diketahui dengan pasti.
Standardisasi dapat dilakukan seara fisika, kimia, maupun biologik.
Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat dilakukan
mulai dari bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari proses
penanaman sehingga akan terwujud suatu homogenoitas bahan baku).
Berdasarkan hal inilah standarisasi obat tradisional dikelompokkan
menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Standarisasi bahan
2. Standarisasi produk
3. Standarisasi proses.

Universitas Dhyanan Pura| 15


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.1.1 Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional
Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat,
ketepatan penggunaan obat meliputi :
1. Kebenaran bahan
2. Ketepatan dosis
3. Ketepatan waktu penggunaan
4. Ketepatan cara penggunaan
5. Ketepatan telaah informasi
6. Tanpa penyalahgunaan
7. Ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu
4.1.2 Kelebihan Obat Herbal dalam Penyembuhan Penyakit
Kelebihan dari penggunaan obat herbal atau tradisional yaitu sebagai
berikut :
1. Tidak Menimbulkan Efek Samping
2. Bebas Racun
3. Menghilangkan Akar Penyakit
4. Mengandung Banyak Khasiat
4.1.3 Standarisasi obat tradisional dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Standarisasi bahan
2. Standarisasi produk
3. Standarisasi proses.
4.2 Saran
Mahasiswa harus lebih memahami jenis- jenis obat tradisional yang ada di
lingkungan sekitar agar tidak terlalu bergantung pada obat kimia yang dapat
merusak organ tubuh dalam jangka panjang.

Universitas Dhyanan Pura| 16


DAFTAR PUSTAKA

Audi J, Belson M, Patel M, Schier J, Osterloh J., 2005, Ricin poisoning: a


comprehensive review, J American Medical Association, 294 (18): 2342-
51.
Dalimarta S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.Cetakan I. PT. Pustaka
Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta
Gitawati, R.,& Handayani, R. S., 2008, Profil Konsumen Obat Tradisional
Terhadap Ketanggapan Akan Adanya Efek Samping Obat Tradisional,
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 11(3), 283-288.
Keputusan Menteri Kesehatan RI.No. 179/Men.Kes/Per/VII/1976 Tentang
Produksi dan Distribusi Obat Tradisionil
Patterson S, O’Hagan D., 2002, Biosynthetic studies on the tropane alkaloid
hyoscyamine in Datura stramonium; hyoscyamine is stable to in vivo
oxidation and is not derived from littorine via a vicinal interchange process.,
Phytochemistry, 61(3): 323-9.
Sastroamidjojo S, 2001, Obat Asli Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 170.
Suarni, 2005, Tanaman Obat tak Selamanya Aman, http://pikiranrakyat.com, 11
September 2005.
Sukandar E Y, Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-KlinikTeknologi
Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB,
http://itb.ac.id/focus/ focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf, diakses Januari
2006.
Wijayakusuma,H.M (2000). Ramuan Tradisional untuk pengobatan
Jakarta:Swadaya.
WHO, 2003, Traditional medicine, http://www.who.int/mediacentre/
factsheets/fs134/en/, diakses Januari 2006.
Wu ML, Deng JF, Wu JC, Fan FS, Yang CF, 2004, Severe bone marrow depression
induced by an anticancer herb Cantharanthus roseus, J Toxicol Clin Toxicol,
42(5): 667-71.

Universitas Dhyanan Pura| 17

Anda mungkin juga menyukai