Anda di halaman 1dari 23

KONSEP DAN GAYA KEPEMIMPINAN

Ari Pebru Nurlaily, S.Kep., Ns., M.Kep

A. Kepemimpinan
1. Pengertian
Menurut Sullivan (2013), Kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan
mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan kemampuannya5.
Menurut Gillies (1996), Kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu
pihak memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mempengaruhi perilaku pihak lain
yang didasarkan pada perbedaan kekuasaan antara pihak-pihak tersebut6.
Menurut R.K. Merton “The Social Nature of Leadership”, American Journal of
Nuns (1969), Kepemimpinan sebagai suatu hubungan antar pribadi dalam mana pihak
lain mengadakan penyesuaian karena mereka berkeinginan untuk itu, bukannya karena
mereka harus berbuat demikian.
Menurut Gardner, Kepemimpinan sebagai suatu proses persuasi dan memberi
contoh sehingga individu (atau pemimpin kelompok) membujuk kelompoknya untuk
mengambil tindakan yang sesuai dengan usulan pimpinan atau usulan bersama.
Menurut Stogdill, Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi
aktivitas kelompok terorganisasi dalam upaya menyusun dan mencapai tujuan. Definisi
kepemimpinan dari Strogdill dapat diterapkan dalam keperawatan.
Menurut P. Pigors “Ledearship and Domination”, Kepemimpinan adalah suatu
proses saling mendorong yang mengontrol daya manusia dalam mengejar tujuan
bersama, melalui interaksi yang berhasil dari perbedaan-perbedaan individual.
Managemen adalah koordinasi dan integrasi sumber-sumber melalui perencanaan,
pengorganisasian, koordinasi, pengarahan dan pengawasan dalam mencapai tujuan.
Menurut McGregor, akhirnya ada empat variabel besar yang diketahui sekarang
untuk memahami kepemimpinan: (1) karakteristik pimpinan; (2) sikap; (3) kebutuhan,
dan karakteristik lainnya dari bawahan; dan (4) keadaan sosial, ekonomi, dan polotik
5
lingkungan. McGregor mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan yang
sangat kompleks yang selalu berubah dengan waktu seperti perubahan yang terjadi pada
manajemen, serikat kerja atau kekuatan dari luar.
Menurut Talbott, Kepemimpinan adalah bumbu yang sangat vital yang mengubah
sekelompok orang menjadi suatu organisai yang berfungsi dan berguna. Kepemimpinan
adalah suatu proses yang menopang suatu kegiatan atas inisiatif seseorang. Bukan
semata-mata hanya menunjukan arah dan membuarkan sesuatu terjadi. Kepemimpinan
adalah suatu konsep dari suatu tujuan dan metode untuk mencapainya, suatu mobilisasi
dari seluruh fasiltas yang diperlukan untuk mencapai hasil, dari penyesuaian dan nilai-
nilai terhadap faktor lingkungan pada akhir dari tujuan yang dikehendaki nantinya.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa:
a. Kepemimpinan merupakan kemampuan mengarahkan, membimbing dan
mempengaruhi perilaku orang lain.
b. Kepemimpinan diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Kepemimpinan dapat berjalan bila ada perbedaan kekuasaan atau wewenang antara
pemimpin dan anggota organisasi yang dipimpinnya.
2. Teori Kepemimpinan
Dalam mengembangkan model kepemimpinan terdapat beberapa teori yang
mendasari terbentuknya gaya kepemimpinan. Menurut Whitaker (1996), ada empat
macam pendekatan kepemimpinan yaitu:
a. Teori bakat
Teori bakat terdiri dari bakat intelegensi dan kepribadian. Kemampuan ini
merupakan bawaan sejak lahir yang mempunyai pengaruh besar dalam
kepemimpinan. Beberapa hal yang menonjol pada teori bakat adalah kepandaian
berbicara, kemampuan/keberanian dalam memutuskan sesuatu, penyesuaian diri,
percaya diri, kreatif, kemampuan interpersonal dan prestasi yang dapat menjadi bekal
dalam membentuk kepemimpinan sehingga seseorang pemimpin dapat mempengaruhi
bawahannya.
b. Teori perilaku
Teori perilaku, kepemimpinan memfokuskan pada perilaku yang dipunyai oleh
pemimpin dan yang membedakan dirinya dari non pemimpin. Menurut teori ini
seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin supaya dapat menjadi
pemimpin yang efektif. Dengan demikian teori perilaku kepemimpinan lebih sesuai
dengan pandangan bahwa pemimpin dapat dipelajari, bukan bawaan sejak lahir.
c. Teori situasi (contingency)
Teori situasi mengasumsikan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang
paling baik, tetapi kepemimpinan tergantung pada situasi, bentuk organisasi,
kekuasaan atau otoriter dari pemimpin, pekerjaan yang kompleks dan tingkat
kematangan bawahan.
d. Teori Transformasi
Teori transformasi mengasumsikan bahwa pemimpin mampu melakukan
kepemimpinannya dalam situasi yang sangat cepat berubah atau situasi yang penuh
krisis. Menurut Bass (Dikutip Gibson, 1997) seorang pemimpin transformasional
adalah seorang yang dapat menampilkan kepemimpinan yang kharismatik, penuh
inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa setiap pengikut diperhitungkan7.
3. Gaya Kepemimpinan
Menurut para ahli, terdapat gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam suatu
organisasi antara lain:
a. Gaya Kepemimpinan Menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt
Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua
titik ekstrim yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus
pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor karyawan dan
faktor situasi. Jika pemimpin memandang bahwa kepentingan organisasi harus
didahulukan jika dibanding kepentingan pribadi maka pemimpin akan lebih otoriter,
akan tetapi jika bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik dan menginginkan
partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasinya.
b. Gaya Kepemimpinan Menurut Likert
Likert mengelompokkan gaya kepemimpinan dalam empat sistem yaitu:
1) Sistem Otoriter-Eksploitatif
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah
terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman.
Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
2) Sistem Benevolent-Authoritative
Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi
bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan membolehkan
komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan
wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan
pengawasan yang ketat.
3) Sistem Konsultatif
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar.
Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan
kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan
menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
4) Sistem Partisipatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan,
menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah
dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
c. Gaya Kepemimpinan Menurut Teori X dan Teori Y
Dikemukakan oleh Douglas Mc Gregor dalam bukunya The Human Side
Enterprise (1960), dia menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi
dapat dikelompokkan dalam dua kutub utama, yaitu sebagai Teori X dan Teori Y.
Teori X mengasumsikan bahwa bawahan itu tidak menyukai pekarjaan, kurang
ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, cenderung menolak perubahan, dan lebih
suka dipimpin daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y mengasumsikan bahwa,
bawahan itu senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab, mampu mandiri, mampu
mengawasi diri, mampu berimajinasi, dan kreatif. Dari teori ini, gaya kepemimpinan
dibedakan menjadi empat macam yaitu:
1) Gaya Kepemimpinan Diktator
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta
menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan Teori X.
2) Gaya Kepemimpinan Autokratis
Pada dasarnya kepemimpinan ini hampir sama dengan gaya kepemimpinan
diktator namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan berada di tangan
pemimpin, pendapat dari bawahan tidak pernah dibenarkan. Gaya ini merupakan
pelaksanaan dari Teori X.
3) Gaya Kepemimpinan Demokratis
Ditemukan adanya peran serta dari bawahan dalam pengambilan keputusan
yang dilakukan dengan musyawarah. Gaya ini pada dasarnya sesuai dengan Teori
Y.
4) Gaya Kepemimpinan Santai
Menurut Azwar dalam Nursalam (2008), Peranan dari pemimpin hampir
tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada bawahannya4.
d. Gaya Kepemimpinan Menurut Robbet House
Berdasarkan Teori Motivasi pengharapan, Robert House dalam Nursalam
(2008) mengemukakan terdapat empat gaya kepemimpinan antara lain4:
1) Direktif
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan
suatu tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin selalu berorientasi pada
hasil yang dicapai oleh bawahannya.
2) Suportif
Pemimpin berusaha mendekatkan diri kepada bawahan dan bersikap ramah
terhadap bawahan.
3) Parsitipatif
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan
saran dalam rangka pengambilan sebuah keputusan.
4) Berorientasi Tujuan
Sujak dalam Nursalam (2008), Pemimpin menetapkan tujuan yang
menantang dan mengharapkan bawahan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut
dengan seoptimal mungkin4.
e. Gaya Kepemimpinan Menurut Hersey dan Blanchard
Ciri-ciri kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1997) meliputi:
1) Instruksi
a) Tinggi tugas dan rendah hubungan
b) Komunikasi sejarah
c) Pengambilan berada pada pemimpin dan peran bawahan sangat minimal
d) Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifikserta
mengawasi dengan ketat
2) Konsultasi
a) Tinggi tugas dan tinggi hubungan
b) Komunikasi dua arah
c) Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup
besar
3) Parsitipatif
a) Tinggi hubungan rendah tugas
b) Pemimpin dan bawahan bersama-sama member gagasan dalam pengambilan
keputusan
4) Delegasi
a) Rendah hubungan dan rendah tugas
b) Komunikasi dua arah, terjadi diskusi antara pemimpin dan bawahan dalam
pemecahan masalah serta bawahan diberi delegasi untuk mengambil keputusan.
f. Gaya Kepemimpinan Menurut Lippits dan K. White
Menurut Lippits dan White, terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu otoriter,
demokrasi, liberal yang mulai dikembangkan di Unversitas Lowa.
1) Otoriter
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Wewenang mutlak berada pada pimpinan
b) Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
c) Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
d) Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
e) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
bawahan dilakukan secara ketat
f) Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
g) Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan
atau pendapat
h) Tugas-tugas dari bawahan diberikan secara instruktif
i) Lebih banyak kritik daripada pujian
j) Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
k) Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
l) Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
m) Kasar dalam bersikap
n) Tanggung jawab dalam keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
2) Demokratis
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan dalam mempengaruhi
orang lain agar besedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan
bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Wewenang pimpinan tidak mutlak
b) Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
c) Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
d) Komunikasi berlangsung timbal balik
e) Pengawasan dilakukan secara wajar
f) Prakarsa datang dari bawahan
g) Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan
pertimbangan
h) Tugas-tugas dari bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada
instruktif
i) Pujian dan kritik seimbang
j) Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas masing-
masing
k) Pimpinan kesetiaan bawahan secara wajar
l) Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
m) Tercipta suasana saling percaya saling hormat menghormati, dan saling
menghargai
n) Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama
3) Liberal atau Laissez Faire
Kepemimpinan gaya liberal atau Laisssez Faire adalah kemampuan
mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan
dengan cara berbagai kegiatan dan pelaksanaanya dilakukan lebih banyak
diserahkan kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut:
a) Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
b) Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
c) Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan
d) Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
e) Hampir tidak ada pengawasan terhadap tingkah laku
f) Prakarsa selalu berasal dari bawahan
g) Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan
h) Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
i) Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
j) Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perseorangan
g. Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Kekuasaan dan Wewenang
Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan
kekuasaan dibedakan menjadi empat, yaitu6:
1) Otoriter
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekarjaan.
Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin
menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan.
Informasi yang diberikan hanya pada kepentiungan tugas. Motivasi dengan reward
dan punishment.
2) Demokratis
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap
staf. Menggunakan kekuatan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf,
memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan
pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka.
3) Partisipatif
Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang
menyampaikan hasil analisis masalah dan kemudian mengusulkan tindakan
tersebut pada bawahannya. Staf dimintai saran dan kritiknya serta
mempertimbangkan respon staf terhadap usulannya, dan keputusan akhir ada pada
kelompok.
4) Bebas Tindak
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa
pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekarjaan sesuai
dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan
pengendalian secara minimal.

4. Kriteria Pemimpin dalam Keperawatan yang Efektif


Ada beberapa kepemimpinan yang efektif antara lain menurut :
a. Ruth M. Trapper (1989), membagi menjadi 6 komponen :
1) Menentukan tujuan yang jelas, cocok, dan bermakna bagi kelompok.
2) Memilih pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan dan dalam bidang
profesinya.
3) Memiliki kesadaran diri dan menggunakannya untuk memahami kebutuhan sendiri
serta kebutuhan orang lain.
4) Berkomunikasi dengan jelas dan efektif.
5) Mengerahkan energi yang cukup untuk kegiatan kepemimpinan
6) Mengambil tindakan
b. Hellander ( 1974 )
Dikatakan efektif bila pengikutnya melihat pemimpin sebagai seorang yang
bersama-sama mengidentifikasi tujuan dan menentukan alternatif kegiatan.
c. Bennis ( Lancaster dan Lancaster, 1982 )
Mengidentifikasi empat kemampuan penting bagi seorang pemimpin, yaitu :
1) Mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia
(hubungan antar manusia).
2) Menerapkan pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan bawahan.
3) Mempunyai kemampuan hubungan antar manusia, terutama dalam mempengaruhi
orang lain.
4) Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan yang memungkinkan seseorang
mengenal orang lain dengan baik.
d. Gibson (Lancaster dan Lancaster,1982)
Seorang pemimpin harus mempertimbangkan :
1) Kewaspadaan diri (self awarness)
2) Karakteristik kelompok
3) Karakteristik individu
5. Tugas Pemimpin dalam Keperawatan
Tugas penting seorang pemimpin di ruang rawat adalah:
a. Selalu siap menghadapi setiap perubahan. Setiap pemimpin di ruang rawat harus
mampu bersikap proaktif dalam setiap perubahan yang terjadi, berperan dalam setiap
aspek kehidupan berorganisasi, serta mengkaji setiap kemungkinan untuk
mengembangkan sesuatu yang baru serta mampu menanggapi setiap kesempatan
sebagai suatu tantangan yang dapat menghasilkan.
b. Mengatasi konflik yang terjadi sebagai dampak dari kegiatan, kebijakan, ataupun
hubungan yang terkait dengan atasan, bawahan atau pasien dan keluarganya.
c. Meningkatkan dinamika kelompok diantara bawahan sebagai upaya pemimpin untuk
memotivasi bawahan.
d. Meningkatkan komunikasi dengan atasan, bawahan, rekan sejawat dan konsumen
lainnya. Keterbukaan dalam berkomunikasi akan dapat memperlancar proses
pelaksanaan kegiatan sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan.
e. Melatih kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki dengan menerapkan berbagai cara
untuk membuktikan bahwa kekuasaan dan kewenangan itu masih dapat dihargai oleh
bawahan.
f. Menggunakan aspek politik untuk mempengaruhi orang lain, dalam rangka
memperlancar pencapaian tujuan.
g. Menatalaksanakan waktu dengan baik. Penatalaksanaan waktu yang baik
mencerminkan pemanfaatan sumber-sumber yang tersedia digunakan dengan baik
pula sehingga produktivitas kerja menjadi meningkat8.
6. Penerapan Kepemimpinan dalam Keperawatan
Pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang
kompleks dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai
diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan. Menurut
Kron, kegiatan tersebut meliputi :
a. Perencanaan dan Pengorganisasian
b. Membuat Penugasan dan Memberi Penghargaan
c. Pemberian bimbingan
d. Medorong Kerjasama dan Partisipasi
e. Kegiatan Koordinasi
f. Evaluasi Hasil Penampilan Kerja

B. Kepemimpinan Transformasi
Kepemimpinan Tranformasional memotivasi karyawan untuk melakukan pekerjaan
atau tugas lebih baik dari apa yang bawahan inginkan dan bahkan lebih tinggi dari apa yang
sudah diperkirakan sebelumnya. Menurut Hartanto, Kepemimpinan seperti ini akan sejak
awal menimbulkan kesadaran dan komitmen yang tinggi dari kelompok terhadap tujuan dan
misi organisasi serta akan membangkitkan komitmen para pekerja untuk melihat dunia kerja
melampaui batas-batas kepentingan pribadi demi untuk kepentingan organisasi.
Proses transformasi dapat dicapai melalui salah satu dari tiga cara berikut:
1. Mendorong dan meningkatakan kesadaran tentang betapa pentingnya dan bernilainya
sasaran yang akan dicapai kelak menunjukkan cara untuk mencapainya.
2. Mendorong bawahan untuk mendahulukan kepentingan kelompok daripada kepentingan
pribadi.
3. Meningkatkan orde kebutuhan bawahan / memperluas cakupan kebutuhan tersebut.
Pemimpin transformasional bertujuan untuk menghasilkan suatu hasil yang superior
dengan perilaku salah satu atau lebih faktor-faktor berikut:
1. Simulasi individu (Individual Stomulation)
Pemimpin transformasional menstimulasi usaha bawahannya untuk berlaku
inovatif dan kreatif dengan mempertanyakan asumsi, pembatasan masalah dan
pendekatan dari situasi lama dengan cara yang baru.
2. Konsiderasi Individual (Individual Consideration)
Pemimpin transformasional memiliki perhatian khusus terhadap kebutuhan
individu dalam pencapaiannya dan pertumbuhan yang mereka harapkan dengan
berperilaku sebagai pelatih atau mentor.
3. Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation)
Pemimpin transformasional berperilaku dengan tujuan untuk memberi motivasi
dengan inspirasi terhadap orang-orang disekitarnya.
4. Pengaruh Idealis (Idealized Influence)
Pemimpin Transformasional berperilaku sebagai model bagi bawahannya.
Pemimpin sepeti ini biasanya dihormati dan dipercaya.

C. Profesi Keperawatan dalam Pelayanan Kesehatan


Menurut Lokakarya Nasional PPNI (1983), Keperawatan adalah pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan
kiat keperawatan, meliputi aspek biologi, psikologi, sosial dan spiritual yang bersifat
komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat maupun sakit
mencakup siklus hidup manusia untuk mencapai derajat kesehatan optimal.
Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat tidak kasat
mata (tidak dapat diraba), yang terjadi akibat interaksi antara konsumen dengan karyawan
atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan
untuk memecahkan persoalan konsumen.
Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan
layanan kesehatan kepada masyarakat. Definisi pelayanan kesehatan menurut Prof. Dr.
Soekidjo Notoatmojo adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya
adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan
sasaran masyarakat. Sedangkan menurut Levey dan Loomba (1973), Pelayanan Kesehatan
adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan peroorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat. Definisi
pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009), Setiap upaya yang diselenggarakan sendiri
atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat. Sesuai dengan batasan seperti di
atas, mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang ditemukan banyak
macamnya.
Menurut Azwar (1988), Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah pengunaan fasilitas
pelayanan yang disediakan bagi klien dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan
rumah oleh petugas kesehatan atau bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan
tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan pelayanan penerimaan
masyarakat dan kewajaran, mudah dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta bermutu1.
Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan
1. Pemikiran dan perasaan
2. Orang penting sebagai referensi
3. Sumber-sumber daya
4. Kebudayaan

D. Transformasi Keperawatan
Lingkungan pelayanan kesehatan pada saat ini telah memberikan peluang yang sangat
besar kepada tenaga keperawatan untuk memperoleh status profesional dengan cara proaktif
berespon terhadap kebutuhan perubahan dan harapan serta tuntutan masyarakat. Profesi
keperawatan sebagai kelompok pemberi pelayanan kesehatan terbesar telah memposisikan
diri untuk mempengaruhi bukan hanya perkembangan sistem tetapi juga bagaimana praktik
harus dibentuk dengan mengubah tatanan lapangan pelayanan kesehatan. Proses yang
timbal balik ini tentu saja akan mempengaruhi setiap aspek praktik professional dan sangat
tergantung dari proses kepemimpinan keperawatan yang terjadi.
Transformasi yang kokoh dan beberapa faktor mendasar telah teridentifikasi dalam
proses evolusi yang terjadi pada sistem pelayanan kesehatan. Proses transformasi telah
memberikan peluang kepada profesi keperawatan untuk bangkit dan berpartisipasi secara
aktif dalam pelaksanaan sistem ini. Tiga aspek yang merupakan landasan kontemporer
kepemimpinan keperawatan yaitu sistem pelayanan kesehatan, struktur pemberian
pelayanan keperawatan, dan fungsi kepemimpinan melalui ketrampilan orang lain.
Beberapa faktor telah mempengaruhi perkembangan praktik keperawatan dan sistem
pemberian asuhan. Praktik keperawatan dipengaruhi oleh derajat profesionalisme dan tugas-
tugas perkembangan, sedangkan sistem pemberian asuhan direfleksikan oleh perkembangan
saat ini dan status pengetahuan dalam praktik keperawatan.
Berdasarkan situasi ini maka seorang pemimpin keperawatan selayaknya memahami
perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan dan mengidentifikasi berbagai upaya untuk
mengembangkan praktik keperawatan dengan mengendalikan faktor yang berpengaruh
negatif dan meningkatkan faktor yang berpengaruh positif terhadap praktik pelayanan
keperawatan.
Organisasi kesehatan ditetapkan disetiap tatanan pelayanan dan bertujuan untuk
20
membantu mengorganisasikan berbagai kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan
insititusi dimana struktur organisasinya diterapkan. Fungsi organisasi pelayanan kesehatan
ini adalah selain untuk mengakomodasi berbagai kegiatan, namun juga untuk
mengorganisasikan para pelaku organisasi di dalamnya termasuk tenaga keperawatan agar
bekerja secara sinergis mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Suatu sistem pelayanan kesehatan memerlukan organisasi yang dapat memimpin pada
saat ini dan di masa depan. Oleh karena itu, organisasi harus mengutamakan dua hal yaitu
bakat dan lingkungan. Suatu organisasi harus mempekerjakan orang-orang yang terbaik,
cerdas, cemerlang dan mampu melakukan diversifikasi dalam rangka inovasi serta bukan
hanya memperhitungkan latar belakang kedisiplinan ilmu. Melalui struktur organisasi
mereka akan bekerjasama untuk menghasilkan keluaran yang berkualitas dan lebih cepat
(mobilitas tinggi). Sebaliknya, Menurut Chowdhury (2003), organisasi harus mampu
menciptakan:
1. Lingkungan belajar yang konstan yang dapat menimbulkan tantangan positif.
2. Lingkungan yang tidak mencemaskan dimana orang dapat berkomunikasi dan
berkolaborasi satu sama lain.
3. Lingkungan yang berbeda dimana setiap orang akan dapat berpikir secara berbeda dan
menghargai pemikiran orang lain.
4. Cara lain dalam memandang masalah dan peluang serta memiliki “rasa” yang kuat akan
pentingnya suatu masalah.
5. Budaya yang dapat mendongkrak bakat secara efektif.
Menanggapi hal ini, suatu struktur organisasi dalam pelayanan kesehatan harus
mampu mewadahi bakat stafnya termasuk tenaga keperawatan dan menciptakan lingkungan
bekerja yang sesuai dengan kelima kondisi di atas dan berlaku secara merata untuk semua
pihak yang tergabung dalam tim kesehatan. Demikian pula berbagai peluang sebaiknya
diberikan secara sama kepada tim kesehatan termasuk tenaga keperawatan, sehingga tenaga
ini dapat mengembangkan leadership skill-nya dengan baik.
Menurut Leffton & Buzzotta (2004), Kepemimpinan efektif merupakan gaya
memimpin yang dapat menghasilkan keluaran melalui pengaturan kinerja orang lain.
Pemimpin harus mampu memastikan bahwa bawahan melaksanakan pekerjaannya
berdasarkan ketrampilan yang dimiliki dan komitmen terhadap pekerjaan untuk
menghasilkan keluaran yang terbaik. Oleh karena itu, kepemimpinan efektif timbul sebagai
hasil sinergis berbagai keterampilan mulai dari administratif (perencanaan
pengorganisasian, pengendalian, dan pengawasan) sampai pada ketrampilan teknis seperti
pengelolaan, pemasaran, dan teknis prosedural.
Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain dengan
menguasai keterampilan di atas tetapi juga apabila seorang pemimpin perawat mampu
memperlihatkan keterampilan dalam menghadapi orang lain dengan efektif adalah
ketrampilan dalam:
1. Menilai orang lain
2. Berkomunikasi
3. Memotivasi
4. Menyesuaikan diri
Pada usaha pelayanan kesehatan/keperawatan, ketrampilan menilai orang lain
merupakan kemampuan untuk menetapkan tingkat ketrampilan perawat di bawah tanggung
jawabnya dalam memberikan pelayanan kepada pasiennya dan kegiatan lain yang terkait
dengan pelayanan. Keterampilan menilai ini harus dilakukan oleh pemimpin perawat
diberbagai bidang atau sistem lain. Pemimpin harus mencermati apa yang dilakukan oleh
orang lain sebagai bawahannya dengan mempertahankan obyektifitas dan memahami
mengapa bawahan melakukannya. Melalui pemahaman ini pemimpin akan mampu
berinteraksi berdasarkan pengetahuannya tentang bawahan tersebut.
Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang amat menentukan keberhasilan
pencapaian keluaran. Pemimpin yang telah memahami secara mendalam dan spesifik
tentang bawahannya akan mampu menciptakan dan memodifikasi materi komunikasi
sehingga hasil komunikasi dapat menjadi lebih optimal.
Sebagai seorang pemimpin harus mampu mengembangkan strategi yang tepat dalam
menggali ide dan pendapat orang lain serta bertukar ide dalam menyelesaikan masalah
secara efektif. Keterampilan berkomunikasi juga diperlukan ketika pemimpin perawat
melakukan lobi ke berbagai pihak terutama penentu kebijakan yang berhubungan dengan
profesi keperawatan. Komunikasi yang dilakukan seyogyanya tidak menimbulkan ancaman
atau ketidaknyamanan pihak yang sedang dilobi, sehingga kegiatan negosiasi dapat
dilakukan tanpa disadari dan berpotensi menghasilkan sesuatu yang positif.
Ketrampilan memotivasi merupakan kompetensi kepemimpinan berikutnya yang
harus dimiliki oleh pemimpin keperawatan. Ketrampilan ini sangat penting karena memiliki
potensi untuk mengarahkan bawahan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya karena ia
merasa ada sesuatu yang menarik hati untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Namun, cara
memotivasi ini tidak harus selalu sama karena motivasi seseorang untuk bekerja utamanya
berasal dari dalam diri bawahan yang sulit dilihat secara sekilas oleh pemimpin. Oleh
karena itu, dalam memotivasi bawahan, seorang pemimpin keperawatan perlu
mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat memotivasi bawahan baik secara internal
maupun eksternal, termasuk didalamnya menetapkan insentif (Swansburg & Swansburg,
1999; Rocchiccioli & Tilbury, 1998; Chowdhury, 2003)9.
Keterampilan menyesuaikan diri merupakan modal dasar bagi pemimpin keperawatan
dalam upaya mengoptimalisasi keluaran. Pemimpin yang efektif mengetahui secara tepat
bagaimana dan dengan cara apa pemimpin berinteraksi dengan setiap bawahan. Hal ini
karena pemimpin sangat memahami keunikan masing-masing bawahan.
Pemimpin keperawatan yang efektif tidak akan menggunakan cara dan pendekatan
yang sama untuk semua bawahan melainkan membedakan teknik komunikasi dan cara
memotivasi bawahan yang satu dengan lainnya. Sebaliknya, ketika berinteraksi pemimpin
perawat juga tidak menjadi merasa kalah atau lebih rendah ketika diperlukan upaya
menyesuaikan diri dengan kondisi bawahan ketika interaksi terjadi.
E. Kepemimpinan Transformasional
Transformasi adalah seluruh proses perubahan yang diperlukan untuk memposisikan
diri agar lebih baik dalam menyikapi dan menjawab tantangan-tantangan baru, lingkungan
yang berubah secara cepat maupun keinginan-keinginan baru yang muncul dari dalam.
Transformasi atau perubahan terdiri dari 3 hal yaitu : Perubahan Rutin, dimana telah
direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi, Perubahan Peningkatan, yang
mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi, Perubahan Inovatif, yang
mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.
Menurut Kottler ada 8 cara untuk melakukan perubahan pada organisasi pelayanan
kesehatan : membangun sense of urgency dengan menciptakan alasan kuat yang
mendukung perubahan, membentuk koalisi untuk mendukung perubahan, menciptakan visi
baru untuk mengarahkan perubahan dan strategi, mengkomunikasikan visi pada semua
anggota organisasi, memberdayakan orang lain untuk bertindak sesuai visi, Merencanakan
kemudian menciptakan serta merayakan kemenangan jangka pendek menuju visi yang baru,
mengkonsolidasikan perbaikan, meninjau perubahan untuk program baru, menjalankan
perubahan dengan menunjukkan perilaku baru dan keberhasilan organisasi.
Langkah-langkah transformasi kepemimpinan (Transformative Leadership): dimulai
dari proses rekrutmen, dimulai dari atas dengan cara membangun Trust, transformasi dari
integritas individu menuju integritas organisasi, memberdayakan nilai-nilai lokal (local and
indigenous wisdom), Pembangunan team work and networking. Kepemimpinan
transformasional yang efektif membutuhkan sebuah kekuasaan agar leader diikuti dengan
kerelaan hati oleh follower. Menurut Dunhamm (1990), Kekuasaan terbagi menjadi 4 jenis
yaitu : kuasa pribadi (personal power), kuasa legitimasi (legitimate power), kuasa ahli
(expert power) dan kuasa politik ( politic power). Setelah memiliki kekuasaan
seorang leader secara positif dapat melakukan pendekatan kepada follower untuk
mengajukan beberapa langkah perubahan dengan beberapa pertimbangan imbalan ekonomis
bagi follower dengan cara: mengembangkan pengetahuan follower,
memfasilitasi follower untuk lebih mandiri dan memotivasi follower10.
Beberapa langkah sederhana melakukan transformasi kepemimpinan :
Menanamkan value dan belief dengan tujuan menjadikan misi, visi dan nilai sebagai
sebuah personal beliefs yang akan dipegang teguh. Membangun Sistem untuk menjalankan
values dan beliefs, terus menerus melakukan upaya internalisasi dalam kegiatan sehari-hari
sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang kemudian tumbuh menjadi karakter. Selain itu
juga dengan cara menjadikannya sebagai bagian dari sistem pengembangan tenaga
kesehatan, role model dari para pimpinan organisasi (Leadership) Menjadikan para
pimpinan contoh dari implementasi misi, visi dan nilai sehingga menunjukkan bahwa misi,
visi dan nilai itu adalahsesuatu yang penting dan harus dipegang teguh dalam menjalankan
proses pelayanan kesehatan.
Menurut Wolf, Boland dan Aukerman (1994), Kepemimpinan transformasional
sebagai sebuah interaksi yang berbasis pada trust, yang secara positif berdampak pada
leader dan follower. Leader dan follower mulai lebih fokus, menciptakan kesatuan,
menyeluruh dan menyusun tujuan. Seorang pemimpin transformasional menunjukkan
komitmen yang kuat kepada profesi dan organisasi dengan cara menciptakan kelompok
pembelajar. Seorang pemimpin transformasional mampu menciptakan lingkungan yang
sinergis untuk mensikapi perubahan. Seorang pemimpin tranformasional mendorong
follower untuk mengembangkan diri dan kapasitas demi mencapai tujuan kelompok.
Menurut Tyrell (1994), Visi menjadi tanda dari seorang pemimpin transformasional,
seorang pemimpin visioner memperbolehkan perawat untuk menciptakan gambaran yang
ideal di masa depan. Hal ini berarti pemimpin menetapkan sasaran dan tujuan dengan jelas
dan memberi kesempatan kepada perawat menciptakan cara dan metode pencapaian sasaran
seperti yang mereka harapkan. Pemimpin secara konsisten memonitor perkembangan dari
proses pencapaian visi oleh perawat.
Menurut Sorrell (1999), ilmu pengetahuan berkembang menjadi semakin kompleks
dan terspesialisasi sehingga sangat mustahil seorang individu dapat bekerja secara efektif
jika bekerja secara sendirian. Dalam upaya menciptakan sebuah pelayanan keperawatan
yang holistik dan komprehensif untuk memenuhi pelayanan kesehatan yang paripurna maka
seorang pemimpin transformasional perlu membentuk tim. Dalam proses kerja tim, peran
pemimpin transformasional adalah mengupayakan sebuah interkoneksi antara perawat
dengan tim pelayanan kesehatan yang lain sehingga masing – masing profesi mampu
memberikan fungsi dan peran yang maksimal dalam upaya penyembuhan klien,
menciptakan kepuasan pengguna pelayanan kesehatan, meningkatkan kenyamanan suasana
kerja dan mempertahankan motivasi bekerja tenaga kesehatan di tataran pelayanan
kesehatan11.
Menurut Zahroh dkk (2006), Beberapa indikator pelayanan keperawatan yang mampu
menjadi tolok ukur kepuasan pasien maupun keluarga ketika memanfaatkan pelayanan
kesehatan: keteraturan pelayanan perawat setiap hari (pemeriksaan nadi, suhu tubuh, dan
sejenisnya), tanggapan perawat terhadap keluhan responden, kesungguhan perawat
melayani kebutuhan responden, keterampilan perawat dalam melayani (menyuntik,
mengukur tensi, dan lain-lain), pertolongan sifatnya pribadi (mandi, menyuapi makanan,
dan sebagainya), sikap perawat terhadap keluarga pasien dan pengunjung/tamu pasien,
pemberian obat dan penjelasan cara meminumnya, penjelasan perawat atas tindakan yang
akan dilakukannya, pertolongan perawat untuk duduk, berdiri, dan berjalan12.
Secara aspek legal, profesionalisme perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
belum memiliki payung hukum yang kuat, mengapa aspek legal ini masih lemah? Menurut
sejarah para perawat menghindari kesempatan untuk memperoleh kekuasaan dan kekuatan
politis. Sekarang perawat menyadari bahwa kekuasaan dan politis akan membantu dalam
pencapaian tujuan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan dan meningkatkan otonomi
perawat. Untuk mencapai tujuan – tujuan tersebut maka perawat harus melakukan beberapa
upaya untuk memperbaiki pelayanan kesehatan.
Menurut Millio dalam Marquiss (2000), Beberapa hal yang harus dilakukan perawat
untuk memperbaiki pelayanan kesehatan: Mengatur, Melakukan pekerjaan keperawatan
(belajar mengerti proses politik, kelompok-kelompok penting, masyarakat dan kejadian
tertentu), Menyusun perbedaan pendapat yang bersifat memancing untuk mencocokkan
target peserta dengan mengajukan pembatalan biaya, dukungan politik, kejujuran dan
keadilan dan data lain yang berhubungan dengan hal tertentu, Mendukung dan memperkuat
kedudukan pembuat keputusan yang tidak mantap, Menghimpun kekuatan, Merangsang
perdebatan masyarakat, Membuat kedudukan perawat di media massa, Memilih suatu
strategi utama yang paling efektif, Bertindak pada saat yang tepat, Mempertahankan
kegiatan, Memelihara format desentralisasi organisasi, Mendapatkan dan mengembangkan
data penelitian yang terbaik untuk menunjang posisi masing-masing, Mempelajari
pengalaman, Jangan menyerah tanpa mencoba13.
Pengembangan-pengembangan, penelitian dan riset terbaru, peningkatan pendidikan
tinggi keperawatan maupun perubahan dalam tatanan pelayanan bertujuan mengembangkan
profesi keperawatan, Karakteristik profesi adalah memiliki ilmu
pengetahuan, attitude, responsible, dan accountable. Menurut Emil (2000), Tugas perawat
menerapkan prinsip-prinsip etik, dalam pemberian pelayanan keperawatan; memberikan
pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan; menerapkan
kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan kesehatan; menerapkan
komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya; peka, proaktif dan melakukan
penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan; serta mendokumentasikan
dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga14.
Kualitas pelayanan keperawatan ditentukan oleh kualitas profesionalisme perawat,
perawat profesional membutuhkan pemimpin-pemimpin transformasional untuk membantu
mereka memaksimalkan kapasitas dan kemampuan yang mereka miliki, dorongan, motivasi,
trust dari pemimpin transformasional akan membantu meningkatkan kepercayaan diri
perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan yang profesional, asuhan keperawatan
yang profesional akan berdampak pada pelayanan kesehatan yang paripurna.

F. Perilaku Kepemimpinan Transformasional


Kepemimpinan merupakan kekuatan dinamis yang penting dalam memotivasi dan
mengkoordinasikan organisasi atau institusi untuk mencapai tujuan. Selain itu,
kepemimpinan juga adalah kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan
menghasilkan dukungan dari bawahan sehingga tujuan yang ditetapkan bersama dalam
organisasi dapat tercapai. Seorang pemimpin dianggap berhasil menjalankan fungsi
kepemimpinannya apabila berdasarkan upayanya untuk memperlihatkan kriteria perilaku
berikut dapat menghasilkan keluaran secara efektif. Menurut DuBrin (2000), Kriteria yang
harus dimiliki seorang pemimpin transformasional adalah sebagai berikut15 :
1. Berpikir seperti pemimpin
Perilaku kepemimpinan yang baik dapat ditumbuhkan sejak dini. Namun,
pemimpin harus memiliki dasar talenta untuk cepat tanggap (responsive) terhadap
lingkungan. Melalui respon yang selalu ditimbulkan sebenarnya pemimpin melatih
kemampuan berpikir kritis. Pemikiran kritis ini harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Hal
ini karena pemimpin sering menggunakan imaginasi dan teknik penyelesaian masalah
kreatif yang berasal dari kemampuan berpikir kritis tadi. Pemimpin juga harus
menciptakan visi bagi organisasi atau lingkungan dimana seorang pemimpin memimpin.
Pemimpin menspesifikasikan tujuan yang luas dan strategi yang digunakan untuk
mencapai tujuan itu. Pemimpin juga memberikan inspirasi yang banyak bagi
bawahannya sehingga mereka menjadi mampu melakukan kegiatan produktif.
Kemampuan berpikir kritis seorang pemimpin melandasi pelaksanaan fungsi
kepemimpinan yang juga meliputi fungsi manajerial. Oleh karena itu, menggali ide-ide
kreatif, memberikan ide cemerlang tersebut pada suatu pertemuan serta menciptakan
terobosan yang dapat meningkatkan produktifitas tanpa meningkatkan beban kerja
bawahan merupakan hasil upaya berpikir seorang pemimpin. Hal ini akan menghasilkan
sesuatu yang lebih optimal apabila pemimpin juga mampu menciptakan teamwork yang
handal dan kerjasama yang didasasi motivasi yang terpelihara dengan baik. Untuk
mencapai situasi ini pemimpin harus mampu berupaya mempengaruhi banyak orang
melalui beberapa cara seperti misalnya memberi petunjuk, instruksi, dan delegasi
(DuBrin, 2000). Di dalam keperawatan, fungsi kepemimpinan yang dilaksanakan
pemimpin perawat yang memperlihatkan daya berpikir layaknya pemimpin dapat
diterapkan secara bertahap. Pemimpin keperawatan harus mulai berpikir positif tentang
dirinya dan orang lain, tentang situasi yang dihadapi atau yang akan terjadi. Pemimpin
juga harus banyak bergaul dengan pemimpin besar dibidangnya, dan selalu mempelajari
visi yang telah ditetapkan dan membandingkan juga dengan berbagai pandangan
pemimpin perawat diluar negeri yang memiliki sikap futuristic. Pemimpin juga harus
berpikir secara sistem, untuk memahami bagaimana menerapkan pembaharuan dalam
suatu bidang akan mempengaruhi biadng lainnya baik pada saat sekarang maupun
mendatang15.
2. Berkomunikasi seperti pemimpin
Perilaku lain yang dapat memperlihatkan integritas dan kredibilitas pemimpin
adalah kemampuan berkomunikasi. Seorang pemimpin akan memilih kalimat,
mengucapkan kata-kata dan bahasa tubuh yang dapat memberikan pengaruh pada orang
lain. Selain itu, materi komunikasi yang disampaikan dapat memberi inspirasi pada
bawahan atau orang lain. Bahasa yang digunakan oleh seorang pemimpin yang
memahami bahwa teknik komunikasi dapat memperlancar pencapaian tujuan merupakan
kekuatan internal diri yang memberikan pengaruh mendalam agar bawahan terlarut
dalam pemikiran yang diharapkan pemimpin.
Cara berkomunikasi layaknya seorang pemimpin juga dapat dilakukan melalui
penggunaan analogi atau metafora yang sesuai yang akan lebih menarik imaginasi
pemimpin dalam mengutarakan ide atau pandangan kreatifnya. Analogi diperlukan
ketika seorang pemimpin sedang berusaha menjelaskan ide atau pandangannya dengan
cara lebih jelas sehingga orang yang diajak berkomunikasi dapat memahami. Sebaliknya,
metafora, yang tampak lebih tersamar dibandingkan dengan analogi juga dapat
membandingkan dua hal yang tidak terlalu mirip sebagai contoh situasi dari apa yang
sedang dihadapi (DuBrin, 2000). Dalam bidang keperawatan, kepemimpinan dapat
dijalankan oleh pemimpin keperawatan melalui cara berkomunikasi yang efektif. Sikap
bicara, sikap berdiri, pandangan terfokus kepada lawan bicara, dan senyum akan banyak
membantu pemimpin perawat untuk berkomunikasi layaknya seorang pemimpin yang
memiliki pengaruh besar terhadap orang lain. Memberikan cerita tambahan dapat
digunakan sebagai variasi materi yang ingin disampaikan. Yang terpenting adalah materi
yang disampaikan harus dapat diterima dan kejujuran dalam menyampaikan harus dapat
ditangkap oleh pihak yang diajak berkomunikasi. Hindari ucapan sebagai hasil pemikiran
negatif, demikian juga gossip yang tidak diketahui sumbernya; keduanya berpotensi
untuk menurunkan kepercayaan bawahan terhadap pemimpinnya15.
3. Bertindak layaknya pemimpin
Seorang pemimpin harus dapat memperlihatkan contoh peran yang baik sebagai
pemimpin didepan bawahan atau orang lain. Memberi contoh peran atau role modeling
pada orang lain akan merefleksikan siapa pemimpin itu sebenarnya. Contoh peran ini
harus orisinal dan tidak dibuat-buat. Oleh karena contoh peran itu merupakan
keteladanan yang ingin diberikan kepada orang lain supaya dicontoh. Keteladanan ini
adalah landasan kuat untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sesuai dengan
harapan. Melalui keteladanan seorang pemimpin akan mampu menyampaikan budaya
organisasi/institusi kepada orang lain.
Pemimpin yang menghargai budaya organisasi/institusi akan dapat menghormati
kebijakan yang berlaku dan hal ini akan diikuti oleh pengikutnya. Selain itu, pemimpin
juga seyogyanya mampu memperlihatkan kebiasaan bekerja yang baik, professional, dan
mengandung makna keamanan, kenyamanan, dan keselamatan kerja yang selalu
dipertahankan. Untuk menjadi pemimpin yang baik seseorang harus menjadi sumber
inspirasi bagi orang lain untuk mencapai tujuan. Sumber inspirasi ini ditunjukkan baik
berasal dari sikap kepemimpinan, cara berkomunikasi, cara mengendalikan emosi, dan
bertindak yang tepat sebagai pemimpin dari seseorang pemimpin. Kepemimpinan dalam
keperawatan dapat ditunjukkan melalui sikap, tindakan, dan kemampuan berkomunikasi
secara efektif dan dapat diteladani oleh orang lain. Dalam menjalankan fungsi
kepemimpinannya, seorang pemimpin perawat memiliki fungsi unik untuk
mempengaruhi bawahannya karena pada umumnya mayoritas bawahan adalah
perempuan yang dipersepsikan kurang menggunakan rasional dan lebih mengemukakan
emosinya dalam menghadapi suatu situasi. Oleh karena itu, pemimpin perawat juga
harus membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan bermitra dengan tenaga yang
berjenis kelamin sama. Namun demikian, kelebihan juga dimiliki oleh bawahan
perempuan yaitu tekun, setia dan komitmen tinggi. Faktor inilah yang harus
diberdayakan pemimpin agar bawahannya dapat dipengaruhi sehingga tujuan bersama
dapat dicapai. Hal ini dapat dicapai dengan selalu menyediakan diri untuk membantu
bawahan/orang lain, mendengarkan berbagai keluhan dan harapan bawahan15.
4. Membantu orang lain memimpin dirinya
Banyak pemimpin yang lebih mengetengahkan egonya dibandingkan dengan
keinginan memajukan atau memberdayakan orang lain. Hal ini tentu saja dapat
menurunkan efektifitas fungsi kepemimpinannya. Untuk itu, pemimpin harus memahami
hakekat pemberdayaan atau penguatan orang lain terutama bawahan yang memiliki
potensi kuat untuk diberdayakan. Oleh karena itu, sebagai pemimpin seseorang harus
mengetahui siapa yang layak untuk diberdayakan dan siapa yang tidak layak/tidak
mungkin untuk diberdayakan.
Pemimpin yang efektif seyogyanya mampu memberdayakan bawahannya.
Pemberdayaan adalah suatu pendelegasian otoritas dalam pengambilan keputusan dan
tanggung jawab pemimpin kepada bawahan yang dianggap cocok untuk mengembannya.
Ini berarti, pemimpin membebaskan orang tersebut dari kewajiban berkonsultasi dan
berdiskusi dengan pimpinan. Untuk menetapkan seseorang mampu untuk diberdayakan,
ada beberapa faktor yang perlu dipahami pemimpin sebelum memberdayakan seseorang
yaitu: makna pemberdayaan terhadap kewenangan pimpinan pada aspek yang
didelegasikan; kompetensi yang didelegasikan; self-determination dari orang yang
didelegasikan; dampak yang akan diperoleh melalui pendelegasian tersebut15.
Pemimpin dalam keperawatan dapat mendelegasikan sebagian fungsi
kepemimpinannya kepada orang yang diyakini akan mampu mengemban pendelegasian
ini. Hal ini perlu dicermati karena pendelegasian berarti pemberian sebagian kekuasaan,
tanggung jawab, dan kewenangan dalam memutuskan. Oleh karena itu, pemimpin
perawat harus mampu memilih dan menetapkan seseorang dalam menerima
pendelegasian tugas yang memiliki makna penting karena berkaitan dengan kepentingan
orang lain misalnya pasien dan keluarga (di tatanan pelayanan keperawatan) atau
mahasiswa dan dosen lain (ditatanan pendidikan keperawatan).
5. Membantu mengembangkan potensi
Fungsi kepemimpinan memiliki makna fungsi pembinaan pada orang lain.
Pemimpin yang memahami bawahan akan dapat menetapkan fungsi pembinaan pada saat
dan tempat yang tepat. Melalui pembinaan ini pemimpin berupaya menciptakan
perkembangan yang dibutuhkan oleh bawahan setelah mengkajinya dengan teliti. Untuk
dapat berfungsi menjadi pembina, sebagai pemimpin seseorang harus bersikap
humanistik dan suportif serta mampu menjadi suri teladan untuk orang lain15.
Membina orang lain mengembangkan potensinya meliputi berbagai kegiatan
kepemimpinan seperti; menunjukkan perhatian terhadap tingkat kesejahteraan orang lain
(bawahan), mendengarkan keluhan dan masalah kerja yang dialami oleh bawahan,
meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan pribadi dan menunjukkan empatinya,
menyampaikan selamat pada yang berhasil, membantu bawahan menyelesaikan masalah,
berperan sebagai pelatih yang menguasai teknik kerja, dan menyediakan diri untuk
menjadi mentor atau penasehat ketika bawahan memerlukannya.
Disamping itu, peran pembinaan yang dilaksanakan oleh pimpinan terutama sangat
tergantung dari ketrampilan dan teknik berkomunikasi yang bersifat suportif.
Komunikasi suportif mengandung landasan orientasi pada masalah, diberikan secara
verbal dan non-verbal yang sinkron, menekankan pada pembenaran sehingga orang yang
sedang berkomunikasi merasa nyaman karena berarti telah memberi pengakuan akan
kehadiran, keunikan dan arti penting dari orang lain yang diajak berkomunikasi.
Komunikasi suportif juga bersifat spesifik, terkait logis dengan informasi sebelumnya,
dan diakui secara nyata, serta mengandung sikap mau mendengar dan memberi
informasi.
Sebagai pembina yang sadar bahwa pengembangan potensi orang lain terletak
sebagian besar pada dirinya sebagai pemimpin, maka pemimpin juga seyogyanya harus
bersedia untuk memberi umpan balik dan dorongan positif. Salah satu tugas dasar
seorang pemimpin adalah memberi umpan balik tentang kinerja dan perilaku yang
diperlihatkan bawahan. Umpan balik baik yang positif maupun negatif harus diberikan
dengan tepat, sesuai tempat, dan waktu sehingga dapat membantu bawahan untuk
tumbuh dan berkembang serta menjadi kekuatan untuk memotivasinya dalam berkinerja
dan berperilaku lebih baik. Umpan balik yang diberikan sebaiknya pada akhir peristiwa,
bersifat spesifik, memberi kesempatan pada bawahan untuk menjelaskan, dan berfokus
pada perilaku bukan personal bawahan.
Dalam keperawatan, tidak banyak pemimpin perawat yang mau memberikan
umpan balik secara terbuka karena takut dipersepsikan salah oleh yang menerima umpan
balik. Sebaliknya perawat di bawah kepemimpinannya juga belum siap menerima umpan
balik terbuka terutama yang bersifat negatif. Hal ini karena mereka tidak terbiasa untuk
menerima kinerja dan perilaku mereka dikritik, dikomentari atau ditanggapi. Pada
umumnya, mereka dinilai tidak berdasarkan keterbukaan sehingga obyektifitas penilaian
menjadi minimal. Dengan demikian agak sulit bagi pemimpin perawat untuk
menjalankan tugas pembinaannya dalam rangka menumbuhkan-kembangkan potensi
seseorang bawahan melalui pemberian umpan balik namun suportif.

G. Kepemimpinan Etikal dalam Keperawatan yang Visioner dan Transformasional


Kepemimpinan merupakan fungsi untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja
sesuai dengan arah yang ditetapkan untuk mencapai tujuan. Fungsi ini dilaksanakan
meliputi berbagai aspek dan bidang kerja serta melibatkan kegiatan memotivasi, membina,
dan mengembangkan potensi bawahan. Seluruh komponen yang menjadi cakupan kerja
kepemimpinan seseorang dipersepsikan sebagai sub-subsistem yang harus dikoordinasikan
menjadi sistem yang terintegrasi.
Namun demikian, kepemimpinan ini juga harus dilaksanakan secara etikal karena
tidak jarang pemimpin perawat menghadapi masalah yang melibatkan keputusan etik
sehingga memerlukan kerjasama dengan pihak lain untuk menemukan solusi etik.
Pengambilan keputusan yang melibatkan kepentingan pasien dan keluarga sering menuntut
pemimpin perawat untuk membuat keputusan etik yang mempertimbangkan norma dan
nilai-nilai dari berbagai pihak khususnya pasien dan keluarga. Demikian pula keputusan etik
yang harus diambil dalam masalah sistem pelayanan kesehatan dan perasuransian,
keterbatasan sumber-sumber, dan perilaku tim kesehatan yang dipersepsikan melecehkan
pihak lain16.
Dengan kata lain, kepemimpinan dalam keperawatan melibatkan banyak aspek dan
unsur yang terkait didalamnya sehingga diperlukan pemimpin yang mampu menjalankan
kepemimpinannya bukan hanya mempertimbangkan aspek etik saja tetapi juga
pertimbangan visi ke depan dan bagaimana mentransformasikan perubahan dan
pembaharuan kedalam kegiatan harian tanpa menimbulkan kecemasan, ketidakpastian, dan
ancaman bagi yang terlibat didalamnya serta mewujudkan perubahan itu secara terrencana,
bertahap, namun berhasil guna. Pemimpin seperti ini tentu harus memiliki visi masa depan
yang kuat dan melalui pengaruh serta kekuatannya sebagai pemimpin mampu membawa
anggotanya mengarah pada pencapaian visi tersebut sehingga menciptakan pelayanan
kesehatan yang parpurna.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan adalah profesi yang terus mengalami perubahan. Peran serta
keperawatan semakin luas, baik sebagai pelaksana asuhan, pengelola, pendidik, ahli,
maupun peneliti keperawatan. Melihat peranannya yang luas sebagaimana tersebut di atas,
maka perawat profesional harus dipersiapkan dengan mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan tentang kepemimpinan.
Perawat sebagai seorang pimpinan memiliki tanggung jawab yang luas dalam wilayah
pelayanan kesehatan. Lingkungan pelayanan kesehatan saat ini memberikan banyak peluang
bagi perawat untuk dapat memperoleh status profesionalisme dengan secara proaktif
berespon terhadap kebutuhan perubahan dan harapan masyarakat. Keperawatan bisa
menjadi jelas kedudukannya apabila berada dalam daftar kepemimpinan nasional.
Saat ini profesi keperawatan mulai memahami bahwa kekuatan dan kekuasaan serta
peranan politik telah menjadi salah satu faktor penentu mencapai tujuan dalam rangka
meningkatkan pelayanan kesehatan dan sekaligus meningkatkan otonomi keperawatan.
Ketika terjadi banyak perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan maka para pemimpin
perawat harus berpartisipasi secara aktif dan proaktif untuk mencari jalan bagaimana
mempengaruhi pengambil keputusan dalam sistem pelayanan kesehatan dan membuat untuk
didengar suaranya oleh mereka. Para pemimpin perawat memiliki kapasitas kekuatan untuk
mempengaruhi kebijakan publik sepanjang mereka memiliki berbagai potensi
kepemimpinan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Melalui model kepemimpinan transformasional yang efektif diharapkan mulai saat ini
dan mengarah pada masa yang akan datang profesi keperawatan bisa diterima dengan citra
yang baik di masyarakat luas, sebagai suatu profesi yang dikembangkan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang. Kesemuanya itu demi tercapainya
cita-cita profesi keperawatan guna mendukung pelayanan kesehatan paripurna.

36
B. Saran
Kepemimpinan transformasional seorang pemimpin hendaknya didasari dengan rasa
keinginan untuk membawa organisasi yang dipimpin, menggerakkan perubahan memalui
peran serta staff yang mendukung penuh ke arah yang lebih baik demi tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu pelayanan kesehatan paripurna.
DAFTAR PUSTAKA

1. Azrul Azwar. 1988. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi kedua, PPT Bina Rupa
Aksara.

2. UU 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

4. Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam prektik Keperawatan


Profesional Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

5. Sullivan EJ. 2013. Effective Leadership and Management in Nursing. Edition 8th. Pearson
Education. USA.

6. Gillies, Dee Ann. 1994. Nursing Management A System Approach, 3rd Edittion: USA,
Saunders

7. Bass M, Stogdill’s handbook of leadership (New York : Free Press 1982) dalam J. Gibson,
J. Ivancevich dan J.Donelly, Organization : Behavior, structure, processes, 6 th ed.
Homewood, IL : Richard D Irwin, 1988).

8. Suarli S, Bachtiar Y. 2009. Manajemen Keperawatan Pendekatan Praktis: Jakarta: Erlangga

9. Swansburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan; alih


bahasa, Suharyati Samba; editor, Monica Ester. Jakarta, EGC.

10. Dunhamm J dan Klafehn K A. 1990. Tranformasional Leadership and nurse executive,
Journal Nursing of Administration.

11. Sitorus R dan Panjaitan. 2011. Managemen Keperawatan: Managemen keperawatan di


Ruang Rawat

12. Chriswardani, Dharminto, Zahroh .2006. Penyusunan Indikator Kepuasan Pasien Rawat
Inap Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Tengah Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Volume 09/nomor 04/ Desember/2006 ISSN 1410 – 6515.

13. Marguiss, Huston. 2000. Leadership roles and management function in nursing, Third
edition, Lippincott, Philadelpia.

14. Soejitno S, Alkatari A, Emil I .2000. Reformasi Perumahsakitan Indonesia, Dirjen


Yanmedik Depkes RI & WHO, Jakarta.
15. DuBrin AJ. 2006. Leadership: Research Findings, Practice And Skills. Fifth Edition. South
Westren, USA.

16. Rigolosi ELM. 2013. Management and Leadership in Nursing and Health Care : An
Experiential Approach. Third Edition. Springer Publishing Company, New York.

Anda mungkin juga menyukai