A. Kepemimpinan
1. Pengertian
Menurut Sullivan (2013), Kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan
mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan kemampuannya5.
Menurut Gillies (1996), Kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu
pihak memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mempengaruhi perilaku pihak lain
yang didasarkan pada perbedaan kekuasaan antara pihak-pihak tersebut6.
Menurut R.K. Merton “The Social Nature of Leadership”, American Journal of
Nuns (1969), Kepemimpinan sebagai suatu hubungan antar pribadi dalam mana pihak
lain mengadakan penyesuaian karena mereka berkeinginan untuk itu, bukannya karena
mereka harus berbuat demikian.
Menurut Gardner, Kepemimpinan sebagai suatu proses persuasi dan memberi
contoh sehingga individu (atau pemimpin kelompok) membujuk kelompoknya untuk
mengambil tindakan yang sesuai dengan usulan pimpinan atau usulan bersama.
Menurut Stogdill, Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi
aktivitas kelompok terorganisasi dalam upaya menyusun dan mencapai tujuan. Definisi
kepemimpinan dari Strogdill dapat diterapkan dalam keperawatan.
Menurut P. Pigors “Ledearship and Domination”, Kepemimpinan adalah suatu
proses saling mendorong yang mengontrol daya manusia dalam mengejar tujuan
bersama, melalui interaksi yang berhasil dari perbedaan-perbedaan individual.
Managemen adalah koordinasi dan integrasi sumber-sumber melalui perencanaan,
pengorganisasian, koordinasi, pengarahan dan pengawasan dalam mencapai tujuan.
Menurut McGregor, akhirnya ada empat variabel besar yang diketahui sekarang
untuk memahami kepemimpinan: (1) karakteristik pimpinan; (2) sikap; (3) kebutuhan,
dan karakteristik lainnya dari bawahan; dan (4) keadaan sosial, ekonomi, dan polotik
5
lingkungan. McGregor mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan yang
sangat kompleks yang selalu berubah dengan waktu seperti perubahan yang terjadi pada
manajemen, serikat kerja atau kekuatan dari luar.
Menurut Talbott, Kepemimpinan adalah bumbu yang sangat vital yang mengubah
sekelompok orang menjadi suatu organisai yang berfungsi dan berguna. Kepemimpinan
adalah suatu proses yang menopang suatu kegiatan atas inisiatif seseorang. Bukan
semata-mata hanya menunjukan arah dan membuarkan sesuatu terjadi. Kepemimpinan
adalah suatu konsep dari suatu tujuan dan metode untuk mencapainya, suatu mobilisasi
dari seluruh fasiltas yang diperlukan untuk mencapai hasil, dari penyesuaian dan nilai-
nilai terhadap faktor lingkungan pada akhir dari tujuan yang dikehendaki nantinya.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa:
a. Kepemimpinan merupakan kemampuan mengarahkan, membimbing dan
mempengaruhi perilaku orang lain.
b. Kepemimpinan diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Kepemimpinan dapat berjalan bila ada perbedaan kekuasaan atau wewenang antara
pemimpin dan anggota organisasi yang dipimpinnya.
2. Teori Kepemimpinan
Dalam mengembangkan model kepemimpinan terdapat beberapa teori yang
mendasari terbentuknya gaya kepemimpinan. Menurut Whitaker (1996), ada empat
macam pendekatan kepemimpinan yaitu:
a. Teori bakat
Teori bakat terdiri dari bakat intelegensi dan kepribadian. Kemampuan ini
merupakan bawaan sejak lahir yang mempunyai pengaruh besar dalam
kepemimpinan. Beberapa hal yang menonjol pada teori bakat adalah kepandaian
berbicara, kemampuan/keberanian dalam memutuskan sesuatu, penyesuaian diri,
percaya diri, kreatif, kemampuan interpersonal dan prestasi yang dapat menjadi bekal
dalam membentuk kepemimpinan sehingga seseorang pemimpin dapat mempengaruhi
bawahannya.
b. Teori perilaku
Teori perilaku, kepemimpinan memfokuskan pada perilaku yang dipunyai oleh
pemimpin dan yang membedakan dirinya dari non pemimpin. Menurut teori ini
seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin supaya dapat menjadi
pemimpin yang efektif. Dengan demikian teori perilaku kepemimpinan lebih sesuai
dengan pandangan bahwa pemimpin dapat dipelajari, bukan bawaan sejak lahir.
c. Teori situasi (contingency)
Teori situasi mengasumsikan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang
paling baik, tetapi kepemimpinan tergantung pada situasi, bentuk organisasi,
kekuasaan atau otoriter dari pemimpin, pekerjaan yang kompleks dan tingkat
kematangan bawahan.
d. Teori Transformasi
Teori transformasi mengasumsikan bahwa pemimpin mampu melakukan
kepemimpinannya dalam situasi yang sangat cepat berubah atau situasi yang penuh
krisis. Menurut Bass (Dikutip Gibson, 1997) seorang pemimpin transformasional
adalah seorang yang dapat menampilkan kepemimpinan yang kharismatik, penuh
inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa setiap pengikut diperhitungkan7.
3. Gaya Kepemimpinan
Menurut para ahli, terdapat gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam suatu
organisasi antara lain:
a. Gaya Kepemimpinan Menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt
Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua
titik ekstrim yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus
pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor karyawan dan
faktor situasi. Jika pemimpin memandang bahwa kepentingan organisasi harus
didahulukan jika dibanding kepentingan pribadi maka pemimpin akan lebih otoriter,
akan tetapi jika bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik dan menginginkan
partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasinya.
b. Gaya Kepemimpinan Menurut Likert
Likert mengelompokkan gaya kepemimpinan dalam empat sistem yaitu:
1) Sistem Otoriter-Eksploitatif
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah
terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman.
Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
2) Sistem Benevolent-Authoritative
Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi
bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan membolehkan
komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan
wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan
pengawasan yang ketat.
3) Sistem Konsultatif
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar.
Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan
kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan
menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
4) Sistem Partisipatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan,
menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah
dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
c. Gaya Kepemimpinan Menurut Teori X dan Teori Y
Dikemukakan oleh Douglas Mc Gregor dalam bukunya The Human Side
Enterprise (1960), dia menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi
dapat dikelompokkan dalam dua kutub utama, yaitu sebagai Teori X dan Teori Y.
Teori X mengasumsikan bahwa bawahan itu tidak menyukai pekarjaan, kurang
ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, cenderung menolak perubahan, dan lebih
suka dipimpin daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y mengasumsikan bahwa,
bawahan itu senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab, mampu mandiri, mampu
mengawasi diri, mampu berimajinasi, dan kreatif. Dari teori ini, gaya kepemimpinan
dibedakan menjadi empat macam yaitu:
1) Gaya Kepemimpinan Diktator
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta
menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan Teori X.
2) Gaya Kepemimpinan Autokratis
Pada dasarnya kepemimpinan ini hampir sama dengan gaya kepemimpinan
diktator namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan berada di tangan
pemimpin, pendapat dari bawahan tidak pernah dibenarkan. Gaya ini merupakan
pelaksanaan dari Teori X.
3) Gaya Kepemimpinan Demokratis
Ditemukan adanya peran serta dari bawahan dalam pengambilan keputusan
yang dilakukan dengan musyawarah. Gaya ini pada dasarnya sesuai dengan Teori
Y.
4) Gaya Kepemimpinan Santai
Menurut Azwar dalam Nursalam (2008), Peranan dari pemimpin hampir
tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada bawahannya4.
d. Gaya Kepemimpinan Menurut Robbet House
Berdasarkan Teori Motivasi pengharapan, Robert House dalam Nursalam
(2008) mengemukakan terdapat empat gaya kepemimpinan antara lain4:
1) Direktif
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan
suatu tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin selalu berorientasi pada
hasil yang dicapai oleh bawahannya.
2) Suportif
Pemimpin berusaha mendekatkan diri kepada bawahan dan bersikap ramah
terhadap bawahan.
3) Parsitipatif
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan
saran dalam rangka pengambilan sebuah keputusan.
4) Berorientasi Tujuan
Sujak dalam Nursalam (2008), Pemimpin menetapkan tujuan yang
menantang dan mengharapkan bawahan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut
dengan seoptimal mungkin4.
e. Gaya Kepemimpinan Menurut Hersey dan Blanchard
Ciri-ciri kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1997) meliputi:
1) Instruksi
a) Tinggi tugas dan rendah hubungan
b) Komunikasi sejarah
c) Pengambilan berada pada pemimpin dan peran bawahan sangat minimal
d) Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifikserta
mengawasi dengan ketat
2) Konsultasi
a) Tinggi tugas dan tinggi hubungan
b) Komunikasi dua arah
c) Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup
besar
3) Parsitipatif
a) Tinggi hubungan rendah tugas
b) Pemimpin dan bawahan bersama-sama member gagasan dalam pengambilan
keputusan
4) Delegasi
a) Rendah hubungan dan rendah tugas
b) Komunikasi dua arah, terjadi diskusi antara pemimpin dan bawahan dalam
pemecahan masalah serta bawahan diberi delegasi untuk mengambil keputusan.
f. Gaya Kepemimpinan Menurut Lippits dan K. White
Menurut Lippits dan White, terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu otoriter,
demokrasi, liberal yang mulai dikembangkan di Unversitas Lowa.
1) Otoriter
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Wewenang mutlak berada pada pimpinan
b) Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
c) Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
d) Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
e) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
bawahan dilakukan secara ketat
f) Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
g) Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan
atau pendapat
h) Tugas-tugas dari bawahan diberikan secara instruktif
i) Lebih banyak kritik daripada pujian
j) Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
k) Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
l) Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
m) Kasar dalam bersikap
n) Tanggung jawab dalam keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
2) Demokratis
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan dalam mempengaruhi
orang lain agar besedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan
bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Wewenang pimpinan tidak mutlak
b) Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
c) Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
d) Komunikasi berlangsung timbal balik
e) Pengawasan dilakukan secara wajar
f) Prakarsa datang dari bawahan
g) Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan
pertimbangan
h) Tugas-tugas dari bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada
instruktif
i) Pujian dan kritik seimbang
j) Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas masing-
masing
k) Pimpinan kesetiaan bawahan secara wajar
l) Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
m) Tercipta suasana saling percaya saling hormat menghormati, dan saling
menghargai
n) Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama
3) Liberal atau Laissez Faire
Kepemimpinan gaya liberal atau Laisssez Faire adalah kemampuan
mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan
dengan cara berbagai kegiatan dan pelaksanaanya dilakukan lebih banyak
diserahkan kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut:
a) Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
b) Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
c) Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan
d) Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
e) Hampir tidak ada pengawasan terhadap tingkah laku
f) Prakarsa selalu berasal dari bawahan
g) Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan
h) Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
i) Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
j) Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perseorangan
g. Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Kekuasaan dan Wewenang
Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan
kekuasaan dibedakan menjadi empat, yaitu6:
1) Otoriter
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekarjaan.
Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin
menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan.
Informasi yang diberikan hanya pada kepentiungan tugas. Motivasi dengan reward
dan punishment.
2) Demokratis
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap
staf. Menggunakan kekuatan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf,
memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan
pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka.
3) Partisipatif
Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang
menyampaikan hasil analisis masalah dan kemudian mengusulkan tindakan
tersebut pada bawahannya. Staf dimintai saran dan kritiknya serta
mempertimbangkan respon staf terhadap usulannya, dan keputusan akhir ada pada
kelompok.
4) Bebas Tindak
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa
pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekarjaan sesuai
dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan
pengendalian secara minimal.
B. Kepemimpinan Transformasi
Kepemimpinan Tranformasional memotivasi karyawan untuk melakukan pekerjaan
atau tugas lebih baik dari apa yang bawahan inginkan dan bahkan lebih tinggi dari apa yang
sudah diperkirakan sebelumnya. Menurut Hartanto, Kepemimpinan seperti ini akan sejak
awal menimbulkan kesadaran dan komitmen yang tinggi dari kelompok terhadap tujuan dan
misi organisasi serta akan membangkitkan komitmen para pekerja untuk melihat dunia kerja
melampaui batas-batas kepentingan pribadi demi untuk kepentingan organisasi.
Proses transformasi dapat dicapai melalui salah satu dari tiga cara berikut:
1. Mendorong dan meningkatakan kesadaran tentang betapa pentingnya dan bernilainya
sasaran yang akan dicapai kelak menunjukkan cara untuk mencapainya.
2. Mendorong bawahan untuk mendahulukan kepentingan kelompok daripada kepentingan
pribadi.
3. Meningkatkan orde kebutuhan bawahan / memperluas cakupan kebutuhan tersebut.
Pemimpin transformasional bertujuan untuk menghasilkan suatu hasil yang superior
dengan perilaku salah satu atau lebih faktor-faktor berikut:
1. Simulasi individu (Individual Stomulation)
Pemimpin transformasional menstimulasi usaha bawahannya untuk berlaku
inovatif dan kreatif dengan mempertanyakan asumsi, pembatasan masalah dan
pendekatan dari situasi lama dengan cara yang baru.
2. Konsiderasi Individual (Individual Consideration)
Pemimpin transformasional memiliki perhatian khusus terhadap kebutuhan
individu dalam pencapaiannya dan pertumbuhan yang mereka harapkan dengan
berperilaku sebagai pelatih atau mentor.
3. Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation)
Pemimpin transformasional berperilaku dengan tujuan untuk memberi motivasi
dengan inspirasi terhadap orang-orang disekitarnya.
4. Pengaruh Idealis (Idealized Influence)
Pemimpin Transformasional berperilaku sebagai model bagi bawahannya.
Pemimpin sepeti ini biasanya dihormati dan dipercaya.
D. Transformasi Keperawatan
Lingkungan pelayanan kesehatan pada saat ini telah memberikan peluang yang sangat
besar kepada tenaga keperawatan untuk memperoleh status profesional dengan cara proaktif
berespon terhadap kebutuhan perubahan dan harapan serta tuntutan masyarakat. Profesi
keperawatan sebagai kelompok pemberi pelayanan kesehatan terbesar telah memposisikan
diri untuk mempengaruhi bukan hanya perkembangan sistem tetapi juga bagaimana praktik
harus dibentuk dengan mengubah tatanan lapangan pelayanan kesehatan. Proses yang
timbal balik ini tentu saja akan mempengaruhi setiap aspek praktik professional dan sangat
tergantung dari proses kepemimpinan keperawatan yang terjadi.
Transformasi yang kokoh dan beberapa faktor mendasar telah teridentifikasi dalam
proses evolusi yang terjadi pada sistem pelayanan kesehatan. Proses transformasi telah
memberikan peluang kepada profesi keperawatan untuk bangkit dan berpartisipasi secara
aktif dalam pelaksanaan sistem ini. Tiga aspek yang merupakan landasan kontemporer
kepemimpinan keperawatan yaitu sistem pelayanan kesehatan, struktur pemberian
pelayanan keperawatan, dan fungsi kepemimpinan melalui ketrampilan orang lain.
Beberapa faktor telah mempengaruhi perkembangan praktik keperawatan dan sistem
pemberian asuhan. Praktik keperawatan dipengaruhi oleh derajat profesionalisme dan tugas-
tugas perkembangan, sedangkan sistem pemberian asuhan direfleksikan oleh perkembangan
saat ini dan status pengetahuan dalam praktik keperawatan.
Berdasarkan situasi ini maka seorang pemimpin keperawatan selayaknya memahami
perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan dan mengidentifikasi berbagai upaya untuk
mengembangkan praktik keperawatan dengan mengendalikan faktor yang berpengaruh
negatif dan meningkatkan faktor yang berpengaruh positif terhadap praktik pelayanan
keperawatan.
Organisasi kesehatan ditetapkan disetiap tatanan pelayanan dan bertujuan untuk
20
membantu mengorganisasikan berbagai kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan
insititusi dimana struktur organisasinya diterapkan. Fungsi organisasi pelayanan kesehatan
ini adalah selain untuk mengakomodasi berbagai kegiatan, namun juga untuk
mengorganisasikan para pelaku organisasi di dalamnya termasuk tenaga keperawatan agar
bekerja secara sinergis mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Suatu sistem pelayanan kesehatan memerlukan organisasi yang dapat memimpin pada
saat ini dan di masa depan. Oleh karena itu, organisasi harus mengutamakan dua hal yaitu
bakat dan lingkungan. Suatu organisasi harus mempekerjakan orang-orang yang terbaik,
cerdas, cemerlang dan mampu melakukan diversifikasi dalam rangka inovasi serta bukan
hanya memperhitungkan latar belakang kedisiplinan ilmu. Melalui struktur organisasi
mereka akan bekerjasama untuk menghasilkan keluaran yang berkualitas dan lebih cepat
(mobilitas tinggi). Sebaliknya, Menurut Chowdhury (2003), organisasi harus mampu
menciptakan:
1. Lingkungan belajar yang konstan yang dapat menimbulkan tantangan positif.
2. Lingkungan yang tidak mencemaskan dimana orang dapat berkomunikasi dan
berkolaborasi satu sama lain.
3. Lingkungan yang berbeda dimana setiap orang akan dapat berpikir secara berbeda dan
menghargai pemikiran orang lain.
4. Cara lain dalam memandang masalah dan peluang serta memiliki “rasa” yang kuat akan
pentingnya suatu masalah.
5. Budaya yang dapat mendongkrak bakat secara efektif.
Menanggapi hal ini, suatu struktur organisasi dalam pelayanan kesehatan harus
mampu mewadahi bakat stafnya termasuk tenaga keperawatan dan menciptakan lingkungan
bekerja yang sesuai dengan kelima kondisi di atas dan berlaku secara merata untuk semua
pihak yang tergabung dalam tim kesehatan. Demikian pula berbagai peluang sebaiknya
diberikan secara sama kepada tim kesehatan termasuk tenaga keperawatan, sehingga tenaga
ini dapat mengembangkan leadership skill-nya dengan baik.
Menurut Leffton & Buzzotta (2004), Kepemimpinan efektif merupakan gaya
memimpin yang dapat menghasilkan keluaran melalui pengaturan kinerja orang lain.
Pemimpin harus mampu memastikan bahwa bawahan melaksanakan pekerjaannya
berdasarkan ketrampilan yang dimiliki dan komitmen terhadap pekerjaan untuk
menghasilkan keluaran yang terbaik. Oleh karena itu, kepemimpinan efektif timbul sebagai
hasil sinergis berbagai keterampilan mulai dari administratif (perencanaan
pengorganisasian, pengendalian, dan pengawasan) sampai pada ketrampilan teknis seperti
pengelolaan, pemasaran, dan teknis prosedural.
Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain dengan
menguasai keterampilan di atas tetapi juga apabila seorang pemimpin perawat mampu
memperlihatkan keterampilan dalam menghadapi orang lain dengan efektif adalah
ketrampilan dalam:
1. Menilai orang lain
2. Berkomunikasi
3. Memotivasi
4. Menyesuaikan diri
Pada usaha pelayanan kesehatan/keperawatan, ketrampilan menilai orang lain
merupakan kemampuan untuk menetapkan tingkat ketrampilan perawat di bawah tanggung
jawabnya dalam memberikan pelayanan kepada pasiennya dan kegiatan lain yang terkait
dengan pelayanan. Keterampilan menilai ini harus dilakukan oleh pemimpin perawat
diberbagai bidang atau sistem lain. Pemimpin harus mencermati apa yang dilakukan oleh
orang lain sebagai bawahannya dengan mempertahankan obyektifitas dan memahami
mengapa bawahan melakukannya. Melalui pemahaman ini pemimpin akan mampu
berinteraksi berdasarkan pengetahuannya tentang bawahan tersebut.
Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang amat menentukan keberhasilan
pencapaian keluaran. Pemimpin yang telah memahami secara mendalam dan spesifik
tentang bawahannya akan mampu menciptakan dan memodifikasi materi komunikasi
sehingga hasil komunikasi dapat menjadi lebih optimal.
Sebagai seorang pemimpin harus mampu mengembangkan strategi yang tepat dalam
menggali ide dan pendapat orang lain serta bertukar ide dalam menyelesaikan masalah
secara efektif. Keterampilan berkomunikasi juga diperlukan ketika pemimpin perawat
melakukan lobi ke berbagai pihak terutama penentu kebijakan yang berhubungan dengan
profesi keperawatan. Komunikasi yang dilakukan seyogyanya tidak menimbulkan ancaman
atau ketidaknyamanan pihak yang sedang dilobi, sehingga kegiatan negosiasi dapat
dilakukan tanpa disadari dan berpotensi menghasilkan sesuatu yang positif.
Ketrampilan memotivasi merupakan kompetensi kepemimpinan berikutnya yang
harus dimiliki oleh pemimpin keperawatan. Ketrampilan ini sangat penting karena memiliki
potensi untuk mengarahkan bawahan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya karena ia
merasa ada sesuatu yang menarik hati untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Namun, cara
memotivasi ini tidak harus selalu sama karena motivasi seseorang untuk bekerja utamanya
berasal dari dalam diri bawahan yang sulit dilihat secara sekilas oleh pemimpin. Oleh
karena itu, dalam memotivasi bawahan, seorang pemimpin keperawatan perlu
mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat memotivasi bawahan baik secara internal
maupun eksternal, termasuk didalamnya menetapkan insentif (Swansburg & Swansburg,
1999; Rocchiccioli & Tilbury, 1998; Chowdhury, 2003)9.
Keterampilan menyesuaikan diri merupakan modal dasar bagi pemimpin keperawatan
dalam upaya mengoptimalisasi keluaran. Pemimpin yang efektif mengetahui secara tepat
bagaimana dan dengan cara apa pemimpin berinteraksi dengan setiap bawahan. Hal ini
karena pemimpin sangat memahami keunikan masing-masing bawahan.
Pemimpin keperawatan yang efektif tidak akan menggunakan cara dan pendekatan
yang sama untuk semua bawahan melainkan membedakan teknik komunikasi dan cara
memotivasi bawahan yang satu dengan lainnya. Sebaliknya, ketika berinteraksi pemimpin
perawat juga tidak menjadi merasa kalah atau lebih rendah ketika diperlukan upaya
menyesuaikan diri dengan kondisi bawahan ketika interaksi terjadi.
E. Kepemimpinan Transformasional
Transformasi adalah seluruh proses perubahan yang diperlukan untuk memposisikan
diri agar lebih baik dalam menyikapi dan menjawab tantangan-tantangan baru, lingkungan
yang berubah secara cepat maupun keinginan-keinginan baru yang muncul dari dalam.
Transformasi atau perubahan terdiri dari 3 hal yaitu : Perubahan Rutin, dimana telah
direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi, Perubahan Peningkatan, yang
mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi, Perubahan Inovatif, yang
mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.
Menurut Kottler ada 8 cara untuk melakukan perubahan pada organisasi pelayanan
kesehatan : membangun sense of urgency dengan menciptakan alasan kuat yang
mendukung perubahan, membentuk koalisi untuk mendukung perubahan, menciptakan visi
baru untuk mengarahkan perubahan dan strategi, mengkomunikasikan visi pada semua
anggota organisasi, memberdayakan orang lain untuk bertindak sesuai visi, Merencanakan
kemudian menciptakan serta merayakan kemenangan jangka pendek menuju visi yang baru,
mengkonsolidasikan perbaikan, meninjau perubahan untuk program baru, menjalankan
perubahan dengan menunjukkan perilaku baru dan keberhasilan organisasi.
Langkah-langkah transformasi kepemimpinan (Transformative Leadership): dimulai
dari proses rekrutmen, dimulai dari atas dengan cara membangun Trust, transformasi dari
integritas individu menuju integritas organisasi, memberdayakan nilai-nilai lokal (local and
indigenous wisdom), Pembangunan team work and networking. Kepemimpinan
transformasional yang efektif membutuhkan sebuah kekuasaan agar leader diikuti dengan
kerelaan hati oleh follower. Menurut Dunhamm (1990), Kekuasaan terbagi menjadi 4 jenis
yaitu : kuasa pribadi (personal power), kuasa legitimasi (legitimate power), kuasa ahli
(expert power) dan kuasa politik ( politic power). Setelah memiliki kekuasaan
seorang leader secara positif dapat melakukan pendekatan kepada follower untuk
mengajukan beberapa langkah perubahan dengan beberapa pertimbangan imbalan ekonomis
bagi follower dengan cara: mengembangkan pengetahuan follower,
memfasilitasi follower untuk lebih mandiri dan memotivasi follower10.
Beberapa langkah sederhana melakukan transformasi kepemimpinan :
Menanamkan value dan belief dengan tujuan menjadikan misi, visi dan nilai sebagai
sebuah personal beliefs yang akan dipegang teguh. Membangun Sistem untuk menjalankan
values dan beliefs, terus menerus melakukan upaya internalisasi dalam kegiatan sehari-hari
sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang kemudian tumbuh menjadi karakter. Selain itu
juga dengan cara menjadikannya sebagai bagian dari sistem pengembangan tenaga
kesehatan, role model dari para pimpinan organisasi (Leadership) Menjadikan para
pimpinan contoh dari implementasi misi, visi dan nilai sehingga menunjukkan bahwa misi,
visi dan nilai itu adalahsesuatu yang penting dan harus dipegang teguh dalam menjalankan
proses pelayanan kesehatan.
Menurut Wolf, Boland dan Aukerman (1994), Kepemimpinan transformasional
sebagai sebuah interaksi yang berbasis pada trust, yang secara positif berdampak pada
leader dan follower. Leader dan follower mulai lebih fokus, menciptakan kesatuan,
menyeluruh dan menyusun tujuan. Seorang pemimpin transformasional menunjukkan
komitmen yang kuat kepada profesi dan organisasi dengan cara menciptakan kelompok
pembelajar. Seorang pemimpin transformasional mampu menciptakan lingkungan yang
sinergis untuk mensikapi perubahan. Seorang pemimpin tranformasional mendorong
follower untuk mengembangkan diri dan kapasitas demi mencapai tujuan kelompok.
Menurut Tyrell (1994), Visi menjadi tanda dari seorang pemimpin transformasional,
seorang pemimpin visioner memperbolehkan perawat untuk menciptakan gambaran yang
ideal di masa depan. Hal ini berarti pemimpin menetapkan sasaran dan tujuan dengan jelas
dan memberi kesempatan kepada perawat menciptakan cara dan metode pencapaian sasaran
seperti yang mereka harapkan. Pemimpin secara konsisten memonitor perkembangan dari
proses pencapaian visi oleh perawat.
Menurut Sorrell (1999), ilmu pengetahuan berkembang menjadi semakin kompleks
dan terspesialisasi sehingga sangat mustahil seorang individu dapat bekerja secara efektif
jika bekerja secara sendirian. Dalam upaya menciptakan sebuah pelayanan keperawatan
yang holistik dan komprehensif untuk memenuhi pelayanan kesehatan yang paripurna maka
seorang pemimpin transformasional perlu membentuk tim. Dalam proses kerja tim, peran
pemimpin transformasional adalah mengupayakan sebuah interkoneksi antara perawat
dengan tim pelayanan kesehatan yang lain sehingga masing – masing profesi mampu
memberikan fungsi dan peran yang maksimal dalam upaya penyembuhan klien,
menciptakan kepuasan pengguna pelayanan kesehatan, meningkatkan kenyamanan suasana
kerja dan mempertahankan motivasi bekerja tenaga kesehatan di tataran pelayanan
kesehatan11.
Menurut Zahroh dkk (2006), Beberapa indikator pelayanan keperawatan yang mampu
menjadi tolok ukur kepuasan pasien maupun keluarga ketika memanfaatkan pelayanan
kesehatan: keteraturan pelayanan perawat setiap hari (pemeriksaan nadi, suhu tubuh, dan
sejenisnya), tanggapan perawat terhadap keluhan responden, kesungguhan perawat
melayani kebutuhan responden, keterampilan perawat dalam melayani (menyuntik,
mengukur tensi, dan lain-lain), pertolongan sifatnya pribadi (mandi, menyuapi makanan,
dan sebagainya), sikap perawat terhadap keluarga pasien dan pengunjung/tamu pasien,
pemberian obat dan penjelasan cara meminumnya, penjelasan perawat atas tindakan yang
akan dilakukannya, pertolongan perawat untuk duduk, berdiri, dan berjalan12.
Secara aspek legal, profesionalisme perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
belum memiliki payung hukum yang kuat, mengapa aspek legal ini masih lemah? Menurut
sejarah para perawat menghindari kesempatan untuk memperoleh kekuasaan dan kekuatan
politis. Sekarang perawat menyadari bahwa kekuasaan dan politis akan membantu dalam
pencapaian tujuan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan dan meningkatkan otonomi
perawat. Untuk mencapai tujuan – tujuan tersebut maka perawat harus melakukan beberapa
upaya untuk memperbaiki pelayanan kesehatan.
Menurut Millio dalam Marquiss (2000), Beberapa hal yang harus dilakukan perawat
untuk memperbaiki pelayanan kesehatan: Mengatur, Melakukan pekerjaan keperawatan
(belajar mengerti proses politik, kelompok-kelompok penting, masyarakat dan kejadian
tertentu), Menyusun perbedaan pendapat yang bersifat memancing untuk mencocokkan
target peserta dengan mengajukan pembatalan biaya, dukungan politik, kejujuran dan
keadilan dan data lain yang berhubungan dengan hal tertentu, Mendukung dan memperkuat
kedudukan pembuat keputusan yang tidak mantap, Menghimpun kekuatan, Merangsang
perdebatan masyarakat, Membuat kedudukan perawat di media massa, Memilih suatu
strategi utama yang paling efektif, Bertindak pada saat yang tepat, Mempertahankan
kegiatan, Memelihara format desentralisasi organisasi, Mendapatkan dan mengembangkan
data penelitian yang terbaik untuk menunjang posisi masing-masing, Mempelajari
pengalaman, Jangan menyerah tanpa mencoba13.
Pengembangan-pengembangan, penelitian dan riset terbaru, peningkatan pendidikan
tinggi keperawatan maupun perubahan dalam tatanan pelayanan bertujuan mengembangkan
profesi keperawatan, Karakteristik profesi adalah memiliki ilmu
pengetahuan, attitude, responsible, dan accountable. Menurut Emil (2000), Tugas perawat
menerapkan prinsip-prinsip etik, dalam pemberian pelayanan keperawatan; memberikan
pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan; menerapkan
kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan kesehatan; menerapkan
komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya; peka, proaktif dan melakukan
penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan; serta mendokumentasikan
dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga14.
Kualitas pelayanan keperawatan ditentukan oleh kualitas profesionalisme perawat,
perawat profesional membutuhkan pemimpin-pemimpin transformasional untuk membantu
mereka memaksimalkan kapasitas dan kemampuan yang mereka miliki, dorongan, motivasi,
trust dari pemimpin transformasional akan membantu meningkatkan kepercayaan diri
perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan yang profesional, asuhan keperawatan
yang profesional akan berdampak pada pelayanan kesehatan yang paripurna.
A. Kesimpulan
Keperawatan adalah profesi yang terus mengalami perubahan. Peran serta
keperawatan semakin luas, baik sebagai pelaksana asuhan, pengelola, pendidik, ahli,
maupun peneliti keperawatan. Melihat peranannya yang luas sebagaimana tersebut di atas,
maka perawat profesional harus dipersiapkan dengan mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan tentang kepemimpinan.
Perawat sebagai seorang pimpinan memiliki tanggung jawab yang luas dalam wilayah
pelayanan kesehatan. Lingkungan pelayanan kesehatan saat ini memberikan banyak peluang
bagi perawat untuk dapat memperoleh status profesionalisme dengan secara proaktif
berespon terhadap kebutuhan perubahan dan harapan masyarakat. Keperawatan bisa
menjadi jelas kedudukannya apabila berada dalam daftar kepemimpinan nasional.
Saat ini profesi keperawatan mulai memahami bahwa kekuatan dan kekuasaan serta
peranan politik telah menjadi salah satu faktor penentu mencapai tujuan dalam rangka
meningkatkan pelayanan kesehatan dan sekaligus meningkatkan otonomi keperawatan.
Ketika terjadi banyak perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan maka para pemimpin
perawat harus berpartisipasi secara aktif dan proaktif untuk mencari jalan bagaimana
mempengaruhi pengambil keputusan dalam sistem pelayanan kesehatan dan membuat untuk
didengar suaranya oleh mereka. Para pemimpin perawat memiliki kapasitas kekuatan untuk
mempengaruhi kebijakan publik sepanjang mereka memiliki berbagai potensi
kepemimpinan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Melalui model kepemimpinan transformasional yang efektif diharapkan mulai saat ini
dan mengarah pada masa yang akan datang profesi keperawatan bisa diterima dengan citra
yang baik di masyarakat luas, sebagai suatu profesi yang dikembangkan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang. Kesemuanya itu demi tercapainya
cita-cita profesi keperawatan guna mendukung pelayanan kesehatan paripurna.
36
B. Saran
Kepemimpinan transformasional seorang pemimpin hendaknya didasari dengan rasa
keinginan untuk membawa organisasi yang dipimpin, menggerakkan perubahan memalui
peran serta staff yang mendukung penuh ke arah yang lebih baik demi tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu pelayanan kesehatan paripurna.
DAFTAR PUSTAKA
1. Azrul Azwar. 1988. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi kedua, PPT Bina Rupa
Aksara.
5. Sullivan EJ. 2013. Effective Leadership and Management in Nursing. Edition 8th. Pearson
Education. USA.
6. Gillies, Dee Ann. 1994. Nursing Management A System Approach, 3rd Edittion: USA,
Saunders
7. Bass M, Stogdill’s handbook of leadership (New York : Free Press 1982) dalam J. Gibson,
J. Ivancevich dan J.Donelly, Organization : Behavior, structure, processes, 6 th ed.
Homewood, IL : Richard D Irwin, 1988).
10. Dunhamm J dan Klafehn K A. 1990. Tranformasional Leadership and nurse executive,
Journal Nursing of Administration.
12. Chriswardani, Dharminto, Zahroh .2006. Penyusunan Indikator Kepuasan Pasien Rawat
Inap Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Tengah Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Volume 09/nomor 04/ Desember/2006 ISSN 1410 – 6515.
13. Marguiss, Huston. 2000. Leadership roles and management function in nursing, Third
edition, Lippincott, Philadelpia.
16. Rigolosi ELM. 2013. Management and Leadership in Nursing and Health Care : An
Experiential Approach. Third Edition. Springer Publishing Company, New York.