Anda di halaman 1dari 23

RANTAI PENGANGKUTAN ELEKTRON DAN

FOSFORILASI OKSIDATIF

OLEH
KELOMPOK II

FAISAL 161 051 601 001


ANDI FILDAH YAKUB 161 051 601 002
HASNAWATI 161 051 601 003
HERAWATI H.M. 161 051 601 018
ANDI RATNA KHAERATI A. 161 051 601 013
BAB I
PENDAHULUAN

Organisme hidup mengubah energi yang diperolehnya dari makanan untuk


berbagai tujuan seperti pemeliharaan sel, reproduksi dan berbagai kerja baik fisik
maupun kimia. Dalam banyak reaksi biokimia, energi dari reaktan diubah dengan
sangat efisien menjadi bentuk yang berbeda. Dalam fotosintesa, energi cahaya
diubah menjadi energi ikatan kimia. Dalam mitokondria, energi bebas yang
terkandung dalam molekul kecil dari bahan makanan diubah mnjadi suatu alat
tukar energi dalam bentuk adenosin trifosfat ( ATP ). Energi ikatan kimia yang
terkandung dalam ATP selanjutnya digunakan dalam berbagai cara dan tujuan.
Dalam kontraksi otot, energi ATP diubah oleh miosin menjadi energi mekanik.
Membran dan organel sel mempunyai pompa yang menggunakan ATP untuk
transport molekul dan ion. ATP juga digunakan untuk berbagai aktiviatas sel
lainnya. (Mardiani, 2004).
Selama tahun 1940-an diketahui bahwa pembentukan ATP adalah dari
penggabungan ADP dan fosfat anorganik pada sistem transport elektron yang
terjadi di mitokondria. Menyikapi hal tersebut, upaya untuk mengetahui
mekanisme molekularnya terus dilakukan secara intensif (Metzler, 2003). Pada
proses pembentukan ATP terjadi proses berupa rantai transpor elektron dan
kemiosmosis. Kedua proses ini dikenal dengan fosforilasi oksidatif (Reece et al.,
2011).
Fosforilasi oksidatif adalah puncak dari proses metabolisme untuk
menghasilkan energi bagi organisme aerobik. Semua tahap-tahap enzimatik
pada degradasi oksidatif karbohidrat, lemak, dan asam amino di dalam sel
aerobik menyatu menjadi tahap akhir respirasi sel. Pada tahap ini terjadi
pengaliran elektron dari senyawa organik menuju oksigen sebagai reseptor
elektron terakhir. Proses ini menghasilkan energi melalui pembentukan ATP
dari ADP dan fosfat anorganik (Nelason dan Cox, 2004).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rantai Transpor Elektron
Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi aerob.
Transpor elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem oksidasi
terminal. Transpor elektron berlangsung pada krista (membran dalam) dalam
mitokondria.
1. Komponen-komponen Rantai Transpor Elektron
RTE dalam mitokondria membentukan suatu proses dimana elektron dari
molekul pembawa tereduksi yang berasal dari zat antara metabolisme, disalurkan
ke oksigen dan proton untuk membentuk H2O. Komponen utama dari RTE adalah
NAD+/NADH, flavin nukleotida, koenzim Q, sitokrom, dan protein besi-sulfur.
Reaksi transpor elektron untuk pasangan redoks konjugat NAD+/NADH adalah :
NAD+ + H+ + 2e- → NADH E0’ = -0,32 V
Dengan E0’ adalah potensial redoks standar. Sebagai akibatnya, elektron
diangkut sebagai ion hidrida (H-), yang ekuivalen dengan (H + 2e-). Karena
membran mitokondria tidak bersifat permeabel untuk nukleotida, maka NADH
dengan jumlah yang sama yang dihasilkan dalam sitoplasma harus dipindahkan ke
dalam mitokondria melalui mekanisme bolak-balik. Pengaruh nettonya adalah
transpor FADH2 ke dalam mitokondria. Reaksi transpor elektron untuk flavin
nukleotida FAD dan FMN adalah :
FAD + 2H+ + 2e- → FADH2
FMN + 2H+ + 2e- → FMNH2
Koenzim Q (dikenal juga dengan ubikuinon) adalah turunan benzokuinon
yang mempunyai rantai samping hidrokarbon panjang yang terdiri dari unit
isoprena yang berulang. Molekulnya mengalami reduksi (2H+ + 2e-) untuk
membentuk CoQH2.
Sitokrom adalah rumpun protein yang mengandung gugus prostetik heme.
Mitondria mempunyai tiga golongan sitokrom: a,b, dan c, yang mempunyai gugus
heme dengan struktur yang berbeda yang membentuk kompleks dengan oksigen.
RTE mengandung sejumlah protein besi-sulfur. Atom besi terikat pada protein
melalui gugus –S- sistein dan ion sulfida. Protein ini menjadi perantara transport
elektron dengan cara memindahkan elektron secara langsung.
2. Pengaturan dalam Rantai Transport Elektron
RTE tersusun atas empat molekul kompleks, yang tertanam di dalam
membran mitokondria bagian dalam. Kompleks pertama disebut kompleks
NADH/CoQ oksidoreduktase dan meliputi FMN dan kelompok Fe-S. Kompleks
kedua disebut dengan kompleks suksinat/CoQ oksidoreduktase (atau suksinat
dehidrogenase). Kompleks ini meliputi FAD dan kelompok Fe-S. Kompleks
ketiga adalah kompleks CoQ-sitokrom c oksidoreduktase dan meliputi sitokrom b
dan c1, dan kelompok Fe-S. Kompleks sitokrom c oksidase, yang terdiri dari
sitokrom a dan a3.
3. Transport Elektron dan Sintesis ATP
Terjadinya transpor elektron yang dibarengi dengan sintesis ATP
disebabkan oleh kerja dari gradien potensial-elektrokimia proton. Gradien ini
muncul sebagai akibat dari transpor elektron dan dihabiskan oleh ATP sintase
untuk menghasilkan ATP dari ADP dan Pi. Dalam model kimiaosmotik,
translokasi proton terjadi akibat adanya transfer elektron dari molekul pembawa
(H+ + e-), dengan penarikan proton dari matriks(Gambar 12-1). Dalam mekanisme
permompaan proton, transpor elektron melalui berbagi macam komponen RTE
menyebabkan perubahan struktural protein-protein pada rantai, seperti perubahan
yang terjadi pada nilai pKa residu asam amino yang dapat terionisasi. Pengaruh
netto dari proses ini adalah pengiriman proton dari matriks ke sisi antarmembran
pada membran.
Contoh 12.1 Meningkatknya nilai pKa residu yang terdapat didekat sisi matriks
pada membran akan menyebabkan penarikan proton dari matriks, sedangkan
penurunan nilai pKa residu yang terdapat di dekat sisi antarmembran pada
membran tersebut akan menyebabkan pelepasan proton.
Gradien elektrokimia transmembran bekerja sebagai zat antara dalam
transfer energi ke ATP.; energi ini diperoleh dari perbedaan potensial redoks
antara pasangan NAD+ / NADH dan pasangan O2/2H2O dalam rantai respirasi.
Oksidasi NADH menghasilkan pembentukan kira-kira 3 molekul ATP per atom O
yang tereduksi menjadi air. Oksidasi FADH2 hanya menghasilkan dua ATP.
Kompleks ATP sintase ditemukan dalam semua membran pentransduksi
energi termasuk yang terdapat dalam mitokondria. Kompleks ini mengandung
saluran transpor proton, satu-satunya jalan bagi proton untuk masuk kembali ke
dalam matriks mitokondria. Energi yang berasal dari gradien potensial-
elektrokimia proton digunakan dalam sintesis ATP dari ADP dan Pi. Perubahan
konformasi siklik dan rotasi subunit-subunit diyakini terlibat dalam proses ini.
4. Proses Transport Elektron
Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron
berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q.
Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup
besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian
koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q
juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c.
Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga
menghasilkan cukup energi untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi
ATP. Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari
rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah
atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai
tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron
dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan
dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang
terakhir ini lagi-lagi menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat
menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara
keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP.

B. Fosforilasi Oksidatif
Fosforilasi oksidatif adalah suatu lintasan metabolisme dengan
penggunaan energi yang dilepaskan oleh oksidasi nutrien untuk menghasilkan
ATP, dan mereduksi gas oksigen menjadi air. Walaupun banyak bentuk
kehidupan di bumi menggunakan berbagai jenis nutrien, hampir semua organisme
menjalankan fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP, oleh karena efisiensi
proses mendapatkan energi, dibandingkan dengan proses fermentasi alternatif
lainnya seperti glikolisis anaerobik.
Menurut teori kemiosmotik yang dicetuskan oleh Peter Mitchell, energi
yang dilepaskan dari reaksi oksidasi pada substrat pendonor elektron, baik pada
respirasi aerobik maupun anaerobik, perlahan akan disimpan dalam bentuk
potensial elektrokemis sepanjang garis tepi membran tempat terjadinya reaksi
tersebut, yang kemudian dapat digunakan oleh ATP sintase untuk menginduksi
reaksi fosforilasi terhadap molekul adenosina difosfat dengan molekul Pi.
Elektron yang melekat pada molekul sisi dalam kompleks IV rantai transpor
elektron akan digunakan oleh kompleks V untuk menarik ion H+ dari sitoplasma
menuju membran mitokondria sisi luar, disebut kopling kemiosmotik, yang
menyebabkan kemiosmosis, yaitu difusi ion H+ melalui ATP sintase ke dalam
mitokondria yang berlawanan dengan arah gradien pH, dari area dengan energi
potensial elektrokimiawi lebih rendah menuju matriks dengan energi potensial
lebih tinggi. Proses kopling kemiosmotik juga berpengaruh pada kombinasi
gradien pH dan potensial listrik di sepanjang membran yang disebut gaya gerak
proton. Dari teori ini, keseluruhan reaksi kemudian disebut fosforilasi oksidatif.
Awal lintasan dimulai dari elektron yang dihasilkan oleh siklus asam sitrat yang
ditransfer ke senyawa:
 NAD+ yang berada di dalam matriks mitokondria. Setelah menerima elektron,
NAD+ akan bereaksi menjadi NADH dan ion H+, kemudian mendonorkan
elektronnya ke rantai transpor elektron kompleks I.
 dan FAD yang berada di dalam rantai transpor elektron kompleks II. FAD
akan menerima dua elektron, kemudian bereaksi menjadi FADH2 melalui
reaksi redoks.
Walaupun fosforilasi oksidatif adalah bagian vital metabolisme, ia
menghasilkan spesi oksigen reaktif seperti superoksida dan hidrogen peroksida
pada kompleks I. Hal ini dapat mengakibatkan pembentukan radikal bebas,
merusak sel tubuh, dan kemungkinan juga menyebabkan penuaan. Enzim-enzim
yang terlibat dalam lintasan metabolisme ini juga merupakan target dari banyak
obat dan racun yang dapat menghambat aktivitas enzim.

Rantai transpor elektron dalam mitokondria merupakan tempat terjadinya


fosforilasi oksidatif pada eukariota. NADH dan suksinat yang dihasilkan pada
siklus asam sitrat dioksidasi, melepaskan energi untuk digunakan oleh ATP
sintase.

1. Tinjauan transfer energi melalui kemiosmosis


Fosforilasi oksidatif bekerja dengan cara menggunakan reaksi kimia yang
menghasilkan energi untuk mendorong reaksi yang memerlukan energi. Kedua set
reaksi ini dikatakan bergandengan. Hal ini berarti bahwa salah satu reaksi tidak
dapat berjalan tanpa reaksi lainnya. Alur elektron melalui rantai transpor elektron
adalah proses eksergonik, yakni melepaskan energi, manakala sintesis ATP adalah
proses endergonik, yakni memerlukan energi. Baik rantai transpor elektron dan
ATP sintase terdapat pada membran, dan energi ditransfer dari rantai transpor
elektron ke ATP sintase melalui pergerakan proton melewati membran ini. Proses
ini disebut sebagai kemiosmosis. Dalam prakteknya, ini mirip dengan sebuah
sirkuit listrik, dengan arus proton didorong dari sisi negatif membran ke sisi
positif oleh enzim pemompa proton yang ada pada rantai transpor elektron. Enzim
ini seperti baterai. Pergerakan proton menciptakan gradien elektrokimiawi di
sepanjang membran, yang sering disebut gaya gerak proton. Gradien ini
mempunyai dua komponen: perbedaan pada konsentrasi proton (gradien pH) dan
perbedaan pada potensi listrik. Energi tersimpan dalam bentuk perbedaan potensi
listrik dalam mitokondria, dan juga sebagai gradien pH dalam kloroplas.
ATP sintase juga dapat memompa ion H+ keluar dari dalam matriks,
apabila terjadi hidrolisis ATP pada kutub kompleksnya. Pada kasus
hipertiroidisme pada hepatosit model tikus, juga ditemukan pemompaan ion H+
dari dalam matriks di luar mekanisme rantai transpor elektron, hal ini ditenarai
terjadi oleh sebab peran hormon T3 yang dapat menyisip pada membran
mitokondria sebelah dalam sebagai pompa ion. Enzim ini seperti motor listrik,
yang menggunakan gaya gerak proton untuk mendorong rotasi strukturnya dan
menggunakan pergerakan ini untuk mensintesis ATP. Energi yang dilepaskan oleh
fosforilasi oksidatif ini cukup tinggi dibandingkan dengan energi yang dilepaskan
oleh fermentasi anaerobik. Glikolisis hanya menghasilkan 2 molekul ATP,
sedangkan pada fosforilasi oksidatif 10 molekul NADH dengan 2 molekul
suksinat yang dibentuk dari konversi satu molekul glukosa menjadi karbon
dioksida dan air, dihasilkan 30 sampai dengan 36 molekul ATP. Rendemen ATP
ini sebenarnya merupakan nilai teoritis maksimum; pada prakteknya, ATP yang
dihasilkan lebih rendah dari nilai tersebut.

2. Molekul pemindah elektron dan proton


Rantai transpor elektron membawa baik proton maupun elektron,
mengangkut proton dari donor ke akseptor, dan mengangkut proton melawati
membran. Proses ini menggunakan molekul yang larut dan terikat pada molekul
transfer. Pada mitokondria, elektron ditransfer dalam ruang antarmembran
menggunakan protein transfer elektron sitokrom c yang larut dalam air. Ia hanya
mengangkut elektron, dan elektron ini ditransfer menggunakan reduksi dan
oksidasi atom besi yang terikat pada protein pada gugus heme strukturnya.
Sitokrom c juga ditemukan pada beberapa bakteri, di mana ia berlokasi di dalam
ruang periplasma. Dalam membran dalam mitokondria, koenzim Q10 pembawa
elektron yang larut dalam lipid membawa baik elektron maupun proton
menggunakan siklus redoks. Molekul benzokuinon yang kecil ini sangat
hidrofobik, sehingga ia akan berdifusi dengan bebas ke dalam membran. Ketika Q
menerima dua elektron dan dua proton, ia menjadi bentuk tereduksi ubikuinol
(QH2); ketika QH2 melepaskan dua elektron dan dua proton, ia teroksidasi
kembali menjadi bentuk ubikuinon (Q). Akibatnya, jika dua enzim disusun
sedemikiannya Q direduksi pada satu sisi membran dan QH2 dioksidasi pada sisi
lainnya, ubikuinon akan menggandengkan reaksi ini dan mengulang alik proton
melewati membran. Beberapa rantai transpor elektron bakteri menggunakan
kuinon yang berbeda, seperti menakuinon, selain ubikuinon.

Reduksi koenzim Q dari bentuk ubikuinon (Q) menjadi ubikuinol yang tereduksi
(QH2).

Dalam protein, elektron ditransfer antar kofaktor flavin, gugus besi-sulfur,


dan sitokrom. Terdapat beberapa jenis gugus besi-sulfur. Jenis paling sederhana
yang ditemukan pada rantai transfer elektron terdiri dari dua atom besi yang
dihubungkan oleh dua atom sulfur; ini disebut sebagai gugus [2Fe–2S]. Jenis
kedua, disebut [4Fe–4S], mengandung sebua kubus empat atom besi dan empat
atom sulfur. Tiap-tiap atom pada gugus ini berkoordinasi dengan asam amino,
biasanya koordinasi antara atom sulfur dengan sisteina. Kofaktor ion logam
menjalani reaksi redoks tanpa mengikat ataupun melepaskan proton, sehingga
pada rantai transpor elektron ia hanya berfungsi sebagai pengangkut elektron.
Elektron bergerak cukup jauh melalui protein-protein ini dengan cara meloncat
disekitar rantai kofaktor ini. Hal ini terjadi melalui penerowongan kuantum, yang
terjadi dengan cepat pada jarak yang lebih kecil daripada 1,4×10−9 m.
3. Rantai transpor elektron eukariotik
Banyak proses katabolik biokimia, seperti glikolisis, siklus asam sitrat, dan
oksidasi beta, menghasilkan koenzim NADH. Koenzim ini mengandung elektron
yang memiliki potensial transfer yang tinggi. Dengan kata lain, ia akan
melepaskan energi yang sangat besar semasa oksidasi. Namun, sel tidak akan
melepaskan semua energi ini secara bersamaan karena akan menjadi reaksi yang
tidak terkontrol. Sebaliknya, elektron dilepaskan dari NADH dan dipindahkan ke
oksigen melalui serangkaian enzim yang akan melepaskan sejumlah kecil energi
pada tiap-tiap enzim tersebut. Rangkaian enzim yang terdiri dari kompleks I
sampai dengan kompleks IV ini disebut sebagai rantai transpor elektron dan
ditemukan dalam membran dalam mitokondria. Suksinat juga dioksidasi oleh
rantai transpor elektron, namun ia terlibat dalam lintasan yang berbeda. Pada
eukariota, enzim-enzim pada sistem transpor ini menggunakan energi yang
dilepaskan dari oksidasi NADH untuk memompa proton melewati membran
dalam mitokondria. Hal ini menyebabkan proton terakumulasi pada ruang
antarmembran dan menghasilkan gradien elektrokimia di sepanjang membran.
Energi yang tersimpan sebagai energi potensial ini kemudian digunakan oleh ATP
sintase untuk menghasilkan ATP. Mitokondria terdapat pada hampir semua
eukariota, dengan pengecualian pada protozoa anaerobik seperti Trichomonas
vaginalis yang mereduksi proton menjadi hidrogen menggunakan hidrogenosom.

Enzim pernafasan dan substrat yang umum pada eukariota.


Potensial
Sistem pernafasen Pasangan redoks
tengah(Volt)
NADH dehidrogenase NAD+ / NADH −0.32[25]
Suksinat FMN atau FAD / FMNH2 atau
−0.20[25]
dehidrogenase FADH2
Kompleks sitokrom
Koenzime Q10ox / Koenzime Q10red +0.06[25]
bc1
Kompleks sitokrom Sitokrom box / Sitokrom bred +0.12[25]
bc1
Kompleks IV Sitokrom cox / Sitokrom cred +0.22[25]
Kompleks IV Sitokrom aox / Sitokrom ared +0.29[25]
Kompleks IV O2 / HO- +0.82[25]
Kondisi: pH = 7[25]

Pada dasarnya, terdapat dua mekanisme katalitik yang dilakukan tiap


kompleks enzim agar transfer elektron dapat menciptakan potensial membran,
yaitu mekanisme iterasi redoks dan mekanisme pemompaan ion H+.Pada
mekanisme iterasi redoks sendiri, reaksi reduksi akan mengikat ion H+, sedangkan
reaksi oksidasi akan melepaskannya. Pada respirasi anaerobik, mekanisme yang
sederhana ditunjukkan oleh format dehidrogenase dan nitrat reduktase yang terikat
pada membran sel. Pada respirasi aerobik, mekanisme yang terjadi adalah sebagai
berikut.

Kompleks I

Kompleks I atau NADH-Q oksidoreduktase. Matriks berada pada bagian


bawah, sedangkan ruang antar membran berada di bagian atas. Kompleks I
merupakan protein pertama pada rantai transpor elektron, berupa kompleks enzim
yang disebut NADH-koenzim Q oksidoreduktase. Pada hepatosit hewan sapi,
kompleks I adalah enzim raksasa dengan 46 sub-unit dan massa molekul sekitar
1.000 kilodalton (kDa). Hanya struktur enzim kompleks I dari bakteri yang
diketahui secara mendetail; pada kebanyakan organisme, kompleks ini
menyerupai sepatu but dengan "bola" yang besar menyeruak keluar dari membran
ke dalam mitokondria. Gen yang mengkode protein ini terdapat pada baik inti sel
maupun genom mitokondria.
Reaksi redoks yang dikatalisis oleh enzim ini adalah oksidasi NADH, dan
reduksi koenzim Q10 (diwakilkan dengan Q):

Oksidasi NADH akan menghasilkan NAD+ yang diperlukan untuk siklus asam
sitrat dan oksidasi asam lemak,

Reaksi oksidasi NADH di atas dikopling oleh reaksi deiodinasi hormon tiroksin
dengan promoter berupa peroksidase dan H2O2, sedangkan reduksi Q akan
mentranspor elektron ke kompleks berikutnya hingga pada akhirnya digunakan
untuk mereduksi oksigen menjadi air.

Awal mula reaksi terjadi ketika NADH berikatan dengan kompleks I dan
menyumbang dua elektron. Elektron tersebut kemudian memasuki kompleks I via
FMN, suatu gugus prostetik yang melekat pada kompleks. Tambahan elektron ke
FMN mengubahnya menjadi bentuk tereduksi, FMNH2. Elektron kemudian
ditransfer melalui rangkaian gugus besi-sulfur. Kemudian elektron ditransfer ke
Q, mengubahnya menjadi QH2, dan menyebabkan 4 ion H+ terpompa keluar,
menuju ke dalam sitoplasma, bukan ke dalam ruang antarmembran, oleh karena
kompleks I terikat oleh 3 lapisan membran mitokondria. Pada sel prokariota
Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae, kompleks I tidak meletupkan ion H+,
melainkan ion Na+.
Terdapat baik jenis gugus besi-sulfur [2Fe-2S] maupun [4Fe–4S] dalam
kompleks I. Kopling yang terjadi dengan siklus asam sitrat,

Kompleks II

Kompleks II: Suksinat-Q oksidoreduktase.

Kompleks II merupakan kompleks enzim yang disebut suksinat kuinon


oksidoreduktase (EC 1.3.5.1) adalah titik masuk kedua pada rantai transpor
elektron, yang terdiri dari kompleks enzim suksinat dehidrogenase aerobik dan
fumarat reduktase anaerobik. Kompleks II adalah satu-satunya kompleks enzim
yang merupakan bagian dari kedua lintasan metabolisme, siklus asam sitrat
maupun respirasi selular pada rantai transpor elektron, dan terdiri dari empat
subunit protein dan mengantung sebuah kofaktor flavin adenina dinukleotida yang
terikat pada enzim, gugus besi-sulfur, dan sebuah gugus heme yang tidak
berpartisipasi pada transfer elektron ke koenzim Q, namun dipercayai penting
dalam penurunan produksi spesi oksigen reaktif. Enzim ini mereduksi fumarat
menjadi suksinat dan meoksidasi hidrokuinon. Karena reaksi ini melepaskan
energi lebih sedikit daripada oksidasi NADH, kompleks II tidak mentranspor
proton melewati membran dan tidak berkontribusi terhadap gradien proton.
Reaksi redoks pada modus anaerobik oleh fumarat reduktase :

oksidasi

reduksi

Kopling yang terjadi dengan siklus asam sitrat,

Pada beberapa eukariota seperti cacing parasit Ascaris suum, terdapat


enzim yang mirip dengan kompleks II, yaitu fumarat reduktase
(menakuinol:fumarat oksidoreduktase, atau QFR). Kerja enzim ini terbalik dengan
kerja kompleks II, yaitu mengoksidasi ubikuinol dan mereduksi fumarat. Hal ini
mengijinkan cacing ini bertahan hidup dalam lingkungan anaerobik di usus besar
dan menjalankan fosforilasi oksidatif anaerobik dengan fumarat sebagai akseptor
elektron. Fungsi tak lazim kompleks II lainnya dapat dilihat pada parasit malaria
Plasmodium falciparum. Pada organisme ini, fungsi kompleks II yang terbalik
sebagai oksidase berperan penting dalam pemulihan ubikuinol, yang oleh parasit
digunakan untuk biosintesis pirimidina. Flavoprotein transfer elektron-Q
oksidoreduktase

Pada kompleks II terdapat kompleks enzim ETF-QO dengan tiga domain


pencerap, masing-masing mengikat FAD, kluster [4Fe-4S]1+, 2+
dan ubikuinon.
ETF-QO mempercepat reaksi redoks:
 reduksi senyawa Q-1 dengan elektron dari senyawa flavoprotein ET yang
dapat berasal dari 11 macam flavoprotein dehidrogenase yang terdapat di
dalam matriks mitokondria, Pada lintasan alternatif, elektron dapat
mengalir dari kluster 4Fe4S dan dikatalitik oleh ETF-QO untuk
mereduksi ubikuinon menjadi ubikuinol dengan koenzim FAD. Lintasan
reaksi yang terjadi:
reduksi

oksidasi kofaktor

 oksidasi dengan substrat berupa asam lemak yang disebut lintasan oksidasi
ß, katabolisme beberapa asam amino dan kolina, kemudian mentransfer
elektronnya ke dalam kompleks II.

Pada mamalia, lintasan metabolisme ini sangat penting dan enzim yang
berperan adalah asil-KoA dehidrogenase. Reaksi yang terjadi:

oksidasi

reduksi kofaktor

Pada tumbuhan, ETF-QO juga penting dalam respon metabolik demi


kelangsungan hidup tumbuhan pada periode lingkungan gelap yang
berkepanjangan yang tidak memungkinkan terjadinya fotosintesis, sehingga
terjadi simtoma hipoglisemia.
Kompleks III

Dua langkah transfer elektron pada kompleks III:Q-sitokrom c oksidoreduktase.


Pada akhir tiap langkah, Q (berada pada bagian atas gambar) meninggalkan
enzim.

Kompleks III juga dikenal sebagai kompleks enzim UCCR yang memiliki
11 berkas genetik UQCR. Pada mamalia, enzim ini berupa dimer, dengan tiap
kompleks subunit mengandung 11 subunit protein, satu gugus besi-sulfur [2Fe-
2S], dan tiga sitokrom yang terdiri dari satu sitokrom c1 dan dua sitokrom b.
Sitokrom adalah sejenis protein pentransfer elektron yang mengandung paling
tidak satu gugus heme. Atom besi dalam gugus heme kompleks III berubah dari
bentuk tereduksi Fe (+2) menjadi bentuk teroksidasi Fe (+3) secara bergantian
sewaktu elektron ditransfer melalui protein ini.

Reaksi yang dikatalisis oleh kompleks III adalah oksidasi satu molekul
ubikuinol dan reduksi dua molekul sitokrom c. Tidak seperti koenzim Q yang
membawa dua elektron, sitokrom c hanya membawa satu elektron.

Oleh karena hanya satu elektron yang dapat ditransfer dari donor QH2 ke
akseptor sitokrom c, mekanisme reaksi kompleks III lebih rumit daripada
kompleks lainnya, dan terjadi dalam dua langkah yang disebut siklus Q. Pada
langkah pertama, enzim mengikat tiga substrat, pertama, QH2 yang akan
dioksidasi kemudian dengan satu elektron dipindahkan ke sitokrom c yang
merupakan substrat kedua. Dua proton yang dilepaskan dari QH2 dilepaskan ke
dalam ruang antarmembran. Substrat ketiga adalah Q, yang menerima dua
elektron dari QH2 dan direduksi menjadi Q.-, yang merupakan radikal bebas
ubisemikuinon. Dua substrat pertama dilepaskan, namun zat antara ubisemikuinon
ini tetap terikat. Pada langkah kedua, molekul kedua QH2 terikat dan kemudian
melepaskan satu elektronnya ke akspetor sitokrom c. Elektron kedua dilepaskan
ke ubisemikuinon yang terikat, mereduksinya menjadi QH2 ketika ia menerima
dua proton dari matriks mitokondria. QH2 ini kemudian dilepaskan dari enzim.

Karena koenzim Q direduksi menjadi ubikuinol pada sisi dalam membran


dan teroksidasi menjadi ubikuinon pada sisi luar, terjadi transfer proton di
membran, yang menambah gradien proton. Mekanisme dua langkah ini sangat
penting karena ia meningkatkan efisiensi transfer proton. Jika hanya satu molekul
QH2 yang digunakan untuk secara langsung mereduksi dua molekul sitokrom c,
efisiensinya akan menjadi setengah, dengan hanya satu proton yang ditransfer per
sitokrom c yang direduksi.

Kompleks IV

Kompleks IV: sitokrom c oksidase.


Kompleks IV adalah protein terakhir pada rantai transpor elektron yang
dikenal sebagai kompleks enzim COX. Dari penelitian pada hepatosit hewan sapi,
enzim ini memiliki struktur kompleks yang mengandung 13 subunit, antara lain 5
fosfatidil etanolamina, 3 fosfatidil gliserol, 2 asam kolat, 2 gugus heme A, dan
beberapa kofaktor ion logam, meliputi tiga atom tembaga, satu atom magnesium,
dan satu atom seng. Dua lintasan peletup ion H+ ditemukan membentang dari
matriks hingga sitoplasma. Pada model hepatosit hewan sapi, ion H+ dengan
energi potensial elektrostatik berkisar antara 635meV, tampak dilepaskan dari
sitokrom c oksidase fosfolipid vesikel (COV) pada kedua fase oksidatif dan
reduktif, setelah dikirimkan dari proton loading site (PLS), pada saat ion
H+berikutnya tiba di PLS. Mekanisme yang ditunjukkan oleh peletupan ion
H+pada kompleks IV ini disebut efek Bohr redoks. Peletupan ion H+ (bahasa
Inggris: deprotonation) terjadi bersamaan dengan perubahan gugus karboksil
asam aspartat yang berada pada permukaan intermembran menjadi aspargina.

Enzim ini memediasi reaksi terakhir pada rantai transpor elektron dan
mentransfer elektron ke oksigen, manakala memompa proton melewati membran.
Oksigen yang menerima elektron, juga dikenal sebagai akseptor elektron terminal,
direduksi menjadi air. Baik pemompaan proton secara langsung maupun konsumsi
proton matriks pada reduksi oksigen berkontribusi kepada gradien proton.
Menurut Keilin, reaksi yang dikatalisis oleh sitokrom c dan reduksi oksigennya
adalah:

4. Reduktase dan oksidase alternative


Enzim-enzim yang disebutkan di atas merupakan hasil kajian pada hewan
mamalia. Sebenarnya, banyak organisme eukariotik lainnya yang memiliki rantai
transpor elektron yang berbeda. Sebagai contoh, tumbuhan memiliki NADH
oksidase alternatif, yang mengoksidasi NADH di sitosol daripada di matriks
mitokondria, dan ia akan memindahkan elektron ke kolam ubikuinon. Enzim-
enzim ini tidak mentranspor proton, sehingga ia mereduksi ubikuinon tanpa
mengubah gradien elektronkimia membran dalam. Contoh rantai transpor elektron
divergen lainnya adalah oksidase alternatif yang ditemukan pada tumbuh-
tumbuhan, beberapa spesies fungi, protista, dan kemungkinan pula pada beberapa
hewan. Enzim ini secara langsung mentransfer elektron dari ubikuinol ke oksigen.
Lintasan tranpor elektron yang dihasilkan oleh NADH dan ubikuinon
oksidase alternatif ini memiliki rendemen ATP yang lebih rendah. Keuntungan
dari lintasan yang lebih singkat ini belumlah cukup jelas. Namun, oksidasi
alternatif ini dihasilkan sebagai respon terhadap berbagai tekanan seperti hawa
dingin, spesi oksigen reaktif, infeksi oleh patogen, dan faktor-faktor lainnya yang
menghambat rantai transpor elektron secara penuh. Lintasan alternatif ini oleh
karenanya akan meningkatkan resistansi organisme terhadap luka dengan
menurunkan stres oksidatif.

5. Pengorganisasian kompleks-kompleks
Model awal bagaimana rantai kompleks respiratori ini terorganisasikan
adalah bahwa kompleks-kompleks ini berdifusi dengan bebas dan terbebas dari
membran mitokondria. Namun, data-data terbaru mensugestikan bahwa
kompleks-kompleks ini kemungkinan membentuk struktur berorde tinggi yang
disebut superkompleks ataupun "respirasom." Berdasarkan model superkompleks
ini, berbagai jenis kompleks ini terdapat dalam bentuk sehimpunan enzim-enzim
yang berinteraksi dan terorganisasi. Asosiasi ini mengijinkan penyaluran substrat
di antara berbagai kompleks enzim, sehingga meningkatkan laju dan efisiensi
transfer elektron. Dalam superkompleks mamalia, beberapa komponen kompleks
akan lebih banyak daripada yang lainnya, dengan beberapa data mensugestikan
rasio antara kompleks I/II/II/IV dan ATP sintase kira-kira 1:1:3:7:4. Walau
demikian, perdebatan mengenai hipotesis superkompleks ini masihlah belum
berakhir, karena beberapa data tampaknya tidak sesuai dengan model ini.
6. ATP sintase (kompleks V)
ATP sintase, juga disebut kompleks V, adalah enzim terakhir dalam
lintasan fosforilasi oksidatif. Enzim ini ditemukan di seluruh organisme hidup dan
berfungsi sama pada prokariota maupun eukariota. Enzim ini menggunakan energi
yang tersimpan pada gradien proton di sepanjang membran untuk mendorong
sintesis ATP dari ADP dan fosfat (Pi). Perkiraan jumlah proton yang diperlukan
untuk mensintesis satu ATP berkisar antara tiga sampai dengan empat, dengan
beberapa peneliti yang mensugestikan bahwa sel dapat memvariasikan rasio ini
sesuai dengan kondisi.

Reaksi fosforilasi ini adalah reaksi kesetimbangan, yakni ia dapat digeser


dengan mengubah gaya gerak proton. Dengan ketiadaan gaya gerak proton, reaksi
ATP sintase akan berjalan dari sisi kanan ke kiri, menghidrolisis ATP dan
memompa proton keluar dari matriks melewati membran. Namun, ketika gaya
gerak protonnya tinggi, reaks dipaksa untuk berjalan secara terbalik, yaitu dari sisi
kanan ke kiri, mengijinkan proton mengalir dan mengubah ADP menjadi ATP.
ATP sintase adalah sebuah kompleks protein yang besar dengan bentuk
seperti jamur. Kompleks enzim ini pada mamalia mengandung 16 subunit dan
memiliki massa kira-kira 600 kilodalton. Bagian yang tertanam pada membran
disebut FO dan mengandung sebuah cincin subunit c dan saluran proton.
"Tangkai" dan kepala yang berbentuk bola disebut F1 dan merupakan tempat
sintesis ATP. Kompleks yang berbentuk bola pada ujung akhir F1 mengandung
enam protein yang dapat dibagi menjadi dua jenis: tiga subunit α dan tiga subunit
β), manakala bagian "tangkai" terdiri dari satu protein: subunit γ, dengan ujung
tangkai menusuk ke dalam bola subunit α dan β. Baik subunit α dan β mengikat
nukleotida, namun hanya subunit β yang mengkatalisis reaksi sintesis ATP. Di
samping F1 pula terdapat sebuah subunit berbentuk batang yang menghubungakan
subunit α dan β dengan dasar enzim.
Seiring dengan mengalirnya proton melewati membran melalui saluran ini,
motor FO berotasi. Rotasi dapat disebabkan oleh perubahan pada ionisasi asam
amino cincin subunit c, menyebabkan interaksi elektrosatik yang menolak cincin
subunit c. Cincin yang berotasi ini pada akhirnya akan memutar "as roda" (tangkai
subunit γ). Subunit α dan β dihalangi untuk berputar oleh batang samping yang
berfungsi sebagai stator. Pergerakan ujung subunit γ yang berada dalam bola
subunit α dan β memberikan energi agar tapak aktif pada subunit β menjalankan
siklus pergerakan yang memproduksi dan kemudian melepaskan ATP.

Mekanisme ATP sintase. ATP ditunjukkan dengan warna merah, ADP dan fosfat
dalam warna merah jambu, dan subunit γ yang berputar dalam warna hitam.

Reaksi sintesis ATP ini disebut sebagai mekanisme perubahan ikatan


(binding change mechanism) dan melibatkan tapak aktif subunit β yang berputar
terus dalam tiga keadaan. Pada keadaan "terbuka", ADP dan fosfat memasuki tapa
aktif (ditunjukkan dalam warna coklat pada diagram). Protein kemudian menutup
dan mengikat ADP dan fosfat secara longgar (keadaan "longgar" ditunjukkan
dalam warna merah). Enzim kemudian berubah bentuk lagi dan memaksa kedua
molekul ini bersama, dengan tapak aktif dalam keadaan "ketat" (ditunjukan dalam
warna merah jambu) dan mengikat molekul ATP yang terbentuk. Tapak aktif
kemudian kembali lagi ke keadaan terbuka dan melepaskan ATP untuk kemudian
mengikat ADP dan fosfat, dan memulai siklus yang baru.
Pada beberapa bakteri dan arkaea, sintesis ATP didorong oleh pergerakan
ion natrium yang melalui membran sel daripada pergerakan proton. Arkaea seperti
Methanococcus juga mengandung A1Ao sintase, sebuah bentuk enzim yang
mengandung protein tambahan dengan kemiripan urutan asam amino yang kecil
dengan subunit ATP sintase bakteri dan eukariota lainnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi aerob.
Transpor elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem
oksidasi terminal. Transpor elektron berlangsung pada krista (membran
dalam) dalam mitokondria.
2. Fosforilasi oksidatif adalah suatu lintasan metabolisme dengan penggunaan
energi yang dilepaskan oleh oksidasi nutrien untuk menghasilkan ATP, dan
mereduksi gas oksigen menjadi air. Walaupun banyak bentuk kehidupan di
bumi menggunakan berbagai jenis nutrien, hampir semua organisme
menjalankan fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP, oleh karena
efisiensi proses mendapatkan energi, dibandingkan dengan proses fermentasi
alternatif lainnya seperti glikolisis anaerobik.

B. Saran
1. Untuk kesempurnaan dan perbaikan dari makalah ini maka disarankan kepada
pembaaca untuk memberikan tanggapan dan kritik terhadap pembahasan
dalam makalah ini
2. Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami
isi makalah kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang tercantum dalam
daftar pustaka.
DAFTAR PUSTAKA

Heytler PG (1979). "Uncouplers of oxidative phosphorylation". Meth. Enzymol.


55:462–42. doi:10.1016/0076-6879(79)55060-5. PMID 156853.

Mardiani, T.H., 2004. Bioenergetika dan Fosforilasi Oksidatif.

Simanjuntak, M.T., Silalahi, J., 2003. Biokimia.

Schultz B, Chan S (2001). "Structures and proton-pumping strategies of


mitochondrial respiratory enzymes". Annu Rev Biophys Biomol Struct 30:
23–65. doi:10.1146/annurev.biophys.30.1.23. PMID 11340051.

Anda mungkin juga menyukai