Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memasuki era globalisasi, perkembangan teknologi dan liberisasi pasar

modal dunia berlangsung semakin cepat sehingga menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan di dalam kehidupan usaha. Hal tersebut menyebabkan

persaingan bisnis menjadi sangat tajam, baik pasar domestik (nasional)

maupun pasar global (internasional). Oleh karena itu, banyak perusahaan

berusaha memenangkan persaingan dengan meningkatkan mutu produk/jasa,

sehingga dapat memberikan kepuasan bagi konsumen. Perusahaan yang tidak

meningkatkan mutu kerjanya akan menemui kesulitan dalma bersaing. Prinsip

maksimalisasi laba yang ingin mencari keuntungan maksimal justru banyak

dilanggar oleh perusahaan, seperti rendahnya manajemen lingkungan, kinerja

lingkungan, dan rendahnya akan minat terhadap konservasi lingkungan.

Pencemaran lingkungan adalah contoh nyata rendahnya kesadaran akan

kinerja lingkungan perusahaan di Indonesia. Beberapa pencemaran

lingkungan yang terjadi di Indonesia antara lain adalah laporan operasi PT.

Toba Pulp Lestari Tbk. Periode Januari-Mei 2003 yang disampaikan kepada

Komisi VIII DPR pada awal Agustus 2003 (WALHI, 2003), kasus

pencemaran lingkungan oleh PT. Newmont Minahasa Raya di Teluk Buyat,

Sulawesi Utara (WALHI, 2005) dan kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo yang

belum terselesaikan sampat saat ini.


2

Khusus untuk pencemaran lingkungan oleh lumpur Lapindo, setidaknya

terdapat tiga aspek yang menyebabkan hal tersebut terjadi (Wibisono, 2008).

Pertama, adalah aspek teknis. Ada pendapat yang menyatakan bahwa pemicu

semburan lumpur adalah gempa Yogya yang mengakibatkan kerusakan

sedimen. Selain itu ada pendapat lain yang menyatakan semburan gas

Lapindo disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran. Jika hal tersebut

benar maka telah terjadi kesalahan teknis dalam pengeboran yang berarti pula

telah terjadi kesalahan pada prosedur operasional standar.

Kedua, aspek ekonomis. Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya

operasional dengan tidak memasang selubung bor. Penggunaan selubung bor

ini sesuai dengan standar operasional pengeboran minyak dan gas. Jika dilihat

dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan selebung bor berdampak

pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo.

Ketiga, aspek politis. Sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau

eksploitas), Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi

hasil/production sharing contract (PSC) dari pemerintah sebagai otoritas

penguasa kedaulatan atas sumber daya alam. Poin inilah yang paling penting

dalam kasus lumpur panas ini. Pemerintah Indonesia telah lama menganut

sistem ekonomi nonliberal dalam berbagai kebijakannya. Orientasi profit

yang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta

akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf

hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem.


3

Hutomo (1996) dalam Harsono (2000) mencatat tiga permasalahan

lingkungan yang berkaitan dengan aktivitas bisnis. Pertama, permasalahan

lingkungan hidup, terutama di kota-kota besar, telah dianggap berada pada

tingkat yang membahayakan. Masyarakat sudah kesulitan memperoleh air

bersih dan menghirup udara segar. Penurunan kualitas atau kerusakan alam

ini lebih banyak disebabkan oleh dampak negatif aktivitas industri. Kedua,

dalam perdagangan bebas, produk disyaratkan harus bersahabat dengan

lingkungan, memaksa perusahaan harus menyusun strategi bisnis yang

menyeluruh. Apek lingkungan tidak boleh dipandang sebagai “program

sambilan” bila perusahaan ingan mempertahankan hidupnya. Ketiga,

lemahnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatnya kesejahteraan

masyarakat telah menumbuhkan kesadaran lingkungan yang bersih dan sehat.

Disamping itu, tekanan politis terhadap perusahaan makin kuat akibat

pemerintah mengadopsi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan.

Pengaruh aktivitas perusahaan terhadap lingkungan saat ini telah

mendapatkan perhatian yang besar dari publik. Sebagai konsekuensi,

tanggungjawab perusahaan makin luas, tidak hanya terbatas pada

tanggungjawab ekonomik kepada investor dan kreditor, tetapi juga pada

tanggungjawab sosial dan tanggungjawab lingkungan. Perusahaan

bertanggungjawab terhadap lingkungan sekitarnya terutama perusahaan

industri yang meninggalkan limbah, apabila limbah tidak diolah terlebih

dahulu akan mencemari lingkungan sekitarnya. Saat ini dunia usaha

mendapatkan tekanan kuat supaya menjalankan aktivitas operasinya dengan


4

cara yang bertanggung jawab, karena dunia usaha dianggap sebagai

penggerak aktivitas pembangunan yang berkelanjutan (sustainable

development). Di negara-negara maju kewajiban perlakuan yang bertanggung

jawab terhadap aktivitas produksi terlihat dari diwajibkannya pengusaha

untuk melakukan penanganan limbah sebelum dibuang ke lingkungan, seperti

harus adanya fasilitas water treatment.

Akuntansi lingkungan dapat meningkatkan performa ekonomi dan

lingkungan usaha (Ikhsan, 2009). Usaha/kegiatan diharapkan akan

mempunyai performa yang lebih baik pada sisi ekonomi maupun sisi

lingkungan. Keberhasilan akuntansi lingkungan tidak hanya tergantung pada

ketepatan dalam menggolongkan semua biaya-biaya yang dibuat perusahaan.

Akan tetapi kemampuan dan keakuratan data akuntansi perusahaan dalam

menekan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktifitas perusahaan.

Tujuan lain dari pentingnya pengungkapan akuntansi lingkungan berkaitan

dengan kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan oleh perusahaan maupun

organisasi lainnya yaitu mencakup kepentingan organisasi publik dan

perusahaan-perusahaan publik yang bersifat lokal. Secara garis besar,

keutamaan penggunaan konsep akuntansi lingkungan bagi perusahaan adalah

kemampuan untuk meminimalisasi persoalan-persoalan lingkungan yang

dihadapinya. Banyak perusahaan besar industri dan jasa yang kini

menerapkan akuntansi lingkungan. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi

pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan

dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek
5

(economic benefit). Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai

perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan

dampak perlindungan lingkungan (environmental protection).

Mengacu pada teori legitimasi, perusahaan harusnya terus berupaya

memastikan bahwa mereka melakukan kegiatan operasional mereka dalam

bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau lingkungan dimana

perusahaan berada (Deegan, 1996). Permasalahannya adalah kebanyakan

perusahaan atau institusi hanya berfokus pada kegiatannya dalam

menghasilkan laba tetapi mengesampingkan dampaknya terhadap lingkungan

sekitar yang pada akhirnya secara otomatis akan menimbulkan konsekuensi

lingkungan hidup di sekitarnya. Aktivitas perusahaan, baik secara langsung

maupun tidak, dapat menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup,

sehingga perusahaan diharapkan ikut mempertimbangkan faktor lingkungan

hidup dalam melaksanakan kegiatannya

Penelitian yang dilakukan oleh Teoh dan Thong (1984) dalam Meutya

(2008) mengungkapkan bahwa perusahaan yang terdaftar di pasar saham akan

mengungkapkan lebih banyak pengungkapan sosial dan lingkungan daripada

yang tidak terdaftar. Ini merupakan indikator bahwa perusahaan-perusahaan

sadar bahwa apa yang dilakukannya terkait dengan pengungkapan sosial-

lingkungan akan membawa pengaruh yang signifikan atas keberlangsungan

hidup perusahaan tersebut.

Sebagian industri modern menyadari sepenuhnya bahwa isu lingkungan

dan sosial juga merupakan bagian penting dari perusahaan di samping usaha-
6

usaha mencapai laba Pfilieger, et al (2005). Maka muncullah akuntansi

lingkungan sebagai salah satu solusi untuk memecahkan kebuntuan

permasalahan antara perusahaan yang melakukan aktifitas berdampak

lingkungan maupun masyarakat yang merasakan dampaknya. Sehingga

perusahaan tidak bisa seenaknya untuk mengolah sumber daya tanpa

memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat. Bisa dikatakan akuntansi

lingkungan lebih membahas kaitannya dengan kinerja lingkungan, biaya

lingkungan yang ada didalamnya, dan pengungkapan lingkungan dalam

laporan keuangan oleh perusahaan.

Di Indonesia, tidak banyak informasi atau diskusi yang berkaitan

dengan akuntansi lingkungan sebagai salah satu istilah atau sistem penilaian

lingkungan khusus. Kemudian adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta

penerapannya di dalam industri dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74

Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun menjadi

bukti bahwa pemerintah peduli terhadap pengelolaan lingkungan. Namun

undang-undang dan peraturan tersebut perlu dievaluasi efektivitasnya di

lapangan terkait dengan pengelolaan lingkungan agar dalam prakteknya hal

tersebut tidak hanya menjadi sebuah regulasi semata.

Dengan adanya isu-isu pemeliharaan lingkungan sebagai dampak

pemanasan global saat ini, perusahaan dituntut melakukan strategi-strategi

yang dapat membantu terlaksananya lingkungan yang baik dengan tanpa

mengurangi nilai dari perusahaan tersebut. Kesadaran perusahaan terhadap


7

lingkungan bisa dilihat dari pembuatan laporan berkelanjutan (sustainability

report). Perkembangan jumlah perusahaan-perusahaan di Indonesia sendiri

yang membuat dan melaporkan sustainability report menunjukkan tren positif

setiap tahunnya. Dimulai di tahun 2006 yang baru satu perusahaan yang

membuat dan melaporkan laporan berkelanjutan, sampai tahun 2015 setiap

tahunnya jumlahnya semakin bertambah. Berdasarkan data yang didapat dari

Global Reporting Initiatives (GRI), per Februari 2016 terdapat sebanyak 85

perusahaan yang telah membuat dan mempublikasikan laporan mereka.

Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam

laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat

akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi korporat kepada investor dan

stakeholders lainnya. Pelaporan tersebut bertujuan untuk menjalin hubungan

komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan

stakeholders lainnya tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan

corporate social responsibility (CSR) –lingkungan dan sosial- dalam setiap

aspek kegiatan operasinya (Darwin, 2008).

Selain mendukung teori stakeholders, pengungkapan kinerja

lingkungan dalam laporan tahunan atau laporan terpisah yang dilakukan

perusahaan juga sesuai dengan signalling theory. Informasi yang

dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi

investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut

mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu

pengumuman tersebut diterima oleh pasar.


8

Industri manufaktur adalah industri yang memiliki kaitan yang sangat

erat dengan lingkungan hidup. Betapa tidak, suara-suara yang dihasilkan dari

mesin-mesin produksi dapat berpotensi menghasilkan pencemaran suara.

Alat-alat transportasi yang digunakannya dapat berpotensi menghasilkan

pencemaran getaran dan debu. Pemakaian air tanah yang berlebihan, air

buangan yang belum memenuhi baku mutu, rembesan minyak/oli, kebocoran

bahan bahan bakar berpotensi menghasilkan pencemaran air. Lalu gas-gas

yang dihasilkan dapat berakibat pada pencemaran udara bila tidak

diperhatikan.

Apabila industri manufaktur tidak menangani hal-hal di atas secara

baik, tentunya akan berakibat buruk pada perusahaan. Selain terancam

pencabutan izin operasi, perusahaan juga akan memperoleh banyak tuntutan

dari masyarakat sekitar atau LSM lingkungan hidup yang akan menyebabkan

biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan menjadi besar. Selain itu, juga akan

menutup peluang perusahaan untuk dapat memasarkan produknya ke

perusahaan-perusahaan yang terkenal ramah lingkungan.

Penelitian sebelumnya Suratno, Darsono dan Mutmainah (2006)

meneliti tentang pengaruh kinerja lingkungan (environmental performance)

terhadap pengungkapan lingkungan (environmental disclosure) dan kinerja

ekonomi (economic performance). Pengukuran kinerja lingkungan

menggunakan skoring hasil PROPER. Pengungkapan lingkungan

menggunakan skoring pengungkapan (jika melakukan pengungkapan

lingkungan diberi skor satu, tidak mengungkapkan skor nol). Kinerja


9

ekonomi menggunakan return tahunan industri bersangkutan. Hasil dari

penelitian tersebut adalah terdapat pengaruh signifikan antara kinerja

lingkungan dengan pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi.

Almilia dan Wijayanto (2007) meneliti tentang pengaruh kinerja

lingkungan dan pengungkapan lingkungan terhadap kinerja ekonomi. Kinerja

lingkungan diproksi berdasarkan PROPER, sedangkan pengungkapan

lingkungan dihitung menggunakan proporsi pengungkapan lingkungan ang

diwajibkan dengan yang dilaporkan. Kinerja ekonomi diukur dengan return

tahunan industri perusahaan sampel penelitian. Hasil dari penelitian tersebut

adalah tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kinerja lingkungan

dengan kinerja ekonomi. Sedangkan, pengungkapan lingkungan berpengaruh

secara signifikan terhadap kinerja ekonomi.

Pada penelitian Purwaningtias (2012) meneliti tentang hubungan

kinerja lingkungan, biaya lingkungan, dan pengungkapan lingkungan

terhadap kinerja keuangan perusahaan. Kinerja lingkungan diukur dengan

PROPER dan pengungkapan lingkungan diproksi berdasarkan item global

reporting initiative (GRI) yang diungkapkan. Hasil penelitian ini adalah

kinerja lingkungan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan,

sementara biaya lingkungan dan pengungkapan lingkungan berpengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Fitriani (2013) meneliti tentang hubungan kinerja lingkungan dan biaya

lingkungan terhadap kinerja keuangan. Penelitian ini meneliti perusahaan

BUMN yang listing di BEI pada periode 2004-2011. Dalam penelitian


10

tersebut disimpulkan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap

kinerja keuangan, namun biaya lingkungan tidak berpengaruh terhadap inerja

keuangan.

Nuraini. F (2010) meneliti pengaruh environmental performance dan

environmental disclosure terhadap economic performance. Data dalam

penelitian berasal dari laporan tahunan dan laporan keberlanjutan perusahaan

yang listing di BEI dan mengikuti PROPER periode 2006-2008. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa environmental performance tidak berpengaruh

terhadap economic performance, sementara environmental disclosure tidak

berpengaruh signifikan terhadap economic performance.

Penelitian-penelitian empiris tersebut menunjukkan hasil yang masih

kontradiktif sehingga masih perlu untuk diteliti. Sampel yang digunakan

dalam penelitian kali ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia dari tahun 2011-2014. Sehingga, secara fokus dapat

diketahui perkembangan perusahaan manufaktur yang telah menerapkan

akuntansi lingkungan di Indonesia dan menghasilkan suatu analisis mengenai

pengaruh kinerja lingkungan, biaya lingkungan, pengungkapan lingkungan

terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Dari latar belakang di atas dan beberapa literatur penelitian terdahulu

yang penulis dapat, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

“ANALISIS AKUNTANSI LINGKUNGAN DALAM KAITANNYA

DENGAN KINERJA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG


11

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN

2011-2014”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah kinerja lingkungan (environmental performance), biaya

lingkungan (environmental cost), dan pengungkapan lingkungan

(environmental disclosure) secara simultan berpengaruh signifikan

terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia pada periode 2011-2014?

2. Apakah kinerja lingkungan (environmental performance), biaya

lingkungan (environmental cost), dan pengungkapan lingkungan

(environmental disclosure) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

pada periode 2011-2014?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini memiliki

tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah kinerja lingkungan (environmental

performance), biaya lingkungan (environmental cost), dan pengungkapan

lingkungan (environmental disclosure) secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia pada periode 2011-2014.


12

2. Untuk mengetahui apakah kinerja lingkungan (environmental

performance), biaya lingkungan (environmental cost), dan pengungkapan

lingkungan (environmental disclosure) secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia pada periode 2011-2014.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang diusulkan ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai

pihak, antara lain:

1. Bagi kalangan praktisi, akademisi, dan perguruan tinggi penelitian ini

diharapkan dapat menjadi landasan pengembangan dan tambahan bukti

empiris pada penelitian selanjutnya, alat perkembangan ilmu pengetahuan

dan dapat menjadi tambahan wacana dan sumber mengenai penerapan

akuntansi lingkungan pada perusahaan di Indonesia.

2. Bagi manajemen perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan acuan manajemen mengambil keputusan untuk meningkatkan

kinerja perusahaan melalui keputusan manajemen dan inovasi yang

dilakukan di kemudian hari.

3. Bagi stakeholders, diharapkan hasil penelitian dapat memberikan acuan

dalam memilih perusahaan yang telah memiliki kepedulian terhadap

lingkungan, sehingga tepat sasaran dalam berinvestasi.

Anda mungkin juga menyukai