Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penentuan Jumlah Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan data IDX Statistics dapat diketahui

terdapat 127 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

selama periode tahun 2011-2014. Dari keseluruhan jumlah populasi tersebut,

selanjutnya ditentukan jumlah sampel menggunakan metode purposive

sampling. Adapun jumlah perusahaan (emiten) yang sesuai dengan kriteria

pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Penentuan Jumlah Sampel Penelitian


Jumlah
No Kriteria
(Perusahaan)
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama tahun 2011 sampai dengan 127
2014.
2 Perusahaan manufaktur yang tidak mengikuti
Program Penilaian Peringkat Kinerja dalam
(93)
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) selama
tahun 2011 sampai 2014.
3 Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan
keuangan tahunan (annual report) maupun laporan
(6)
keberlanjutan (sustainability report) selama periode
tahun 2011-2014.
4 Perusahaaan yang tidak mencantumkan kegiatan
aktifitas lingkungan yang dilakukan perusahaan
(19)
dalam annual report maupun sustainability report
selama tahun 2011-2014.
Jumlah Perusahaan Sampel 9

Berdasarkan data pada Tabel 4.1 dapat diketahui terdapat 9 perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang sesuai dengan


54

kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini. Dengan demikian, maka data

penelitian ini adalah 36 data panel.

B. Hasil Analisis dan Pembahasan

1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran

atau deskripsi data dari masing-masing variabel dalam penelitian ini, yaitu

kinerja lingkungan (environmental performance), biaya lingkungan

(environmental cost), pengungkapan lingkungan (environmental

disclosure) dan kinerja keuangan perusahaan (economic performance).

Hasil analisis statistik deskriptif disajikan pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif


Std.
Variabel N Minimum Maximum Mean
Deviation
Environmental
Performance(X1) 36 1,0000 4,3352 2,6604 1,0105
Environmental
Cost(X2) 36 0,2333 0,5667 0,4611 0,0688
Environmental
Disclosure(X3) 36 0,1333 1,0000 0,6176 0,2868
Economic
Performance(Y) 36 -0,0005 0,7151 0,1525 0,1421

Data pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa total sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 36 sampel. Variable

kinerja lingkungan (environmental performance) dalam penelitian ini

dianalisis dengan menggunakan PROPER. Data environmental

performance yang awalnya berupa data ordinal diubah menjadi data

interval dengan Method of Succesive Intervals (MSI). Pada tabel 4.2 dapat
55

dilihat bahwa hasil analisis statistik deskriptif untuk environmental

performance menunjukkan nilai minimum sebesar 1,0000 dan nilai

maksimumnya adalah 4,3352. Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat

bahwa jarak antara nilai tertinggi dan terendah, yaitu 3,3352. Untuk

standar deviasi dari 36 sampel perusahaan adalah 1,0105 dengan nilai rata-

rata (mean) environmental performance sebesar 2,6604. Nilai standar

deviasi lebih rendah dari rata-rata (mean) yang berarti bahwa nilai sampel

mengumpul atau mengelompok disekitar nilai rata-rata hitungnya,

sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini sampel relatif homogen.

Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) merupakan

salah satu upaya Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk

mendorong penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup

melalui instrumen informasi. Dilakukan melalui berbagai kegiatan yang

diarahkan untuk mendorong perusahaan untuk menaati peraturan

perundang-undangan melalui insentif dan disinsentif reputasi, dan

mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk

menerapkan produksi bersih (cleaner production). Insentif dalam bentuk

penyebarluasan kepada publik tentang reputasi atau citra baik bagi

perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik.

Ini ditandai dengan label Biru, Hijau dan Emas. Disinsentif dalam bentuk

penyebarluasan reputasi atau citra buruk bagi perusahaan yang mempunyai

kinerja pengelolaan lingkungan yang tidak baik. Ini ditandai dengan label

Merah dan Hitam. Data environmental performance perusahaan sampel


56

yang diteliti dapat dikatakan cukup baik, karena tidak ditemukan

perusahaan manufaktur yang mendapat skor 1 (paling buruk) atau

mendapat rapor Hitam di penilaian PROPER. Bahkan 4 (empat) dari 9

(sembilan) perusahaan sampel telah mendapat skor 5 (paling baik) atau

rapor Emas setidaknya satu tahun dalam periode pengamatan. Skor

PROPER yang fluktuatif terlihat di beberapa perusahaan sampel. Hal ini

menunjukkan ada usaha perusahaan manufaktur untuk terus memperbaiki

kinerja lingkungannya.

Variabel biaya lingkungan (environmental cost) dalam penelitian ini

dianalisis dengan mencocokkan 30 item biaya lingkungan yang

diklasifikasikan dalam empat kategori menurut Hansen dan Mowen

(2007:780-782). Environmental cost memiliki nilai minimum sebesar

0,2333 dan nilai maksimum sebesar 0,5667. Berdasarkan nilai tersebut

dapat dilihat bahwa jarak antara nilai tertinggi dan terendah sebesar

0,3334. Standar deviasi dari 36 sampel perusahaan sebesar 0,0688 dengan

nilai rata-rata (mean) environmental cost sebesar 0,4611. Terlihat bahwa

nilai standar deviasi lebih rendah dari rata-rata (mean) yang berarti nilai

sampel mengumpul atau mengelompok disekitar nilai rata-rata hitungnya,

sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini sampel relatif homogen.

Biaya lingkungan (environmental cost) adalah biaya yang ditimbulkan

akibat adanya kualitas lingkungan yang rendah, sebagai akibat dari proses

produksi yang dilakukan perusahaan. Biaya lingkungan perlu dilaporkan

secara terpisah berdasarkan klasifikasi biayanya. Hal ini dilakukan supaya


57

laporan biaya lingkungan dapat dijadikan informasi yang informatif untuk

mengevaluasi kinerja operasional perusahaan terutama yang berdampak

pada lingkungan. Data environmental cost dalam penelitian ini didapat

dengan menganalisis laporan tahunan maupun laporan keberlanjutan

(sustainability report) perusahaan sampel selama periode pengamatan.

Dari hasil analisis selama periode pengamatan, terlihat perusahaan tidak

banyak melakukan pembenahan maupun penambahan pos-pos biaya

lingkungan. Jumlah alokasi biaya lingkungan selama periode pengamatan

cenderung sama, tidak terdapat perubahan yang signifikan. Hal ini

kemungkinan disebabkan perusahaan-perusahaan mengeluarkan kebijakan

pengalokasian biaya lingkungan secara periodik atau selama beberapa

tahun sekaligus.

Variabel pengungkapan lingkungan (environmental disclosure)

dalam penelitian ini dianalisis dengan membandingkan jumlah item yang

diungkapkan oleh perusahaan dengan 30 item yang seharusnya

diungkapkan berdasarkan Global Reporting Initiative (GRI).

Environmental disclosure memiliki nilai minimum sebesar 0,1333 dan

nilai maksimum sebesar 1,0000. Maka dapat diketahui bahwa jarak antara

nilai tertinggi dan terendah adalah sebesar 0,8667. Standar deviasi dari 36

sampel perusahaan sebesar 0,2868 dengan nilai rata-rata (mean)

environmental disclosure sebesar 0,6176. Terlihat bahwa nilai standar

deviasi lebih rendah dari rata-rata (mean) yang berarti nilai sampel

mengumpul atau mengelompok disekitar nilai rata-rata hitungnya,


58

sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini sampel relatif homogen.

Kesadaran perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia untuk

mengungkapkan kegiatannya yang berhubungan dengan lingkungan dinilai

masih rendah. Hal ini terlihat dari perusahaan sampel yang diteliti masih

sedikit yang telah mengeluarkan laporan keberlanjutan (sustainability

report) setiap tahunnya. Selebihnya kegiatan perusahaan yang

berhubungan dengan lingkungan dan corporate social responsibility

(CSR) kebanyakan dilaporkan secara sederhana dalam laporan tahunan.

Namun, perkembangan pengungkapan lingkungan bisa diprediksi

kedepannya bakal semakin baik. Terlihat dari perusahaan sampel yang

diteliti terdapat perusahaan yang telah secara lengkap melaksanakan

pengungkapan lingkungan. Kebanyakan juga perubahan environmental

disclosure yang dilakukan perusahaan sampel mengalami kenaikan selama

periode pengamatan.

Variabel kinerja keuangan perusahaan (economic performance)

dalam penelitian ini diukur dengan Return on Asset (ROA) yaitu laba

bersih setelah pajak dibagi dengan total aset. Economic performance

memiliki nilai minimum sebesar -0,0005 dan nilai maksimum sebesar

0,7151. Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat bahwa jarak antara nilai

tertinggi dan terendah yaitu sebesar 0,7156. Standar deviasi dari 36

perusahaan adalah 0,1421 dengan nilai rata-rata (mean) economic

performance sebesar 0,1525. Terlihat bahwa nilai standar deviasi lebih

rendah dari rata-rata (mean) yang berarti nilai sampel mengumpul atau
59

mengelompok disekitar nilai rata-rata hitungnya, sehingga dapat

disimpulkan bahwa dalam hal ini sampel relatif homogen. Menurut Lestari

dan Sugiharto (2007: 196) ROA adalah rasio yang digunakan untuk

mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva.

Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik

produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini

selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor.

Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut

semakin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian atau deviden

akan semakin besar. Hal ini juga akan berdampak pada harga saham dari

perusahaan tersebut di pasar modal yang akan semakin meningkat

sehingga ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan.

Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196) angka ROA dapat dikatakan

baik apabila > 2%. Maka dapat dilihat dalam penelitian ini perusahaan

manufaktur yang dijadikan sampel mempunyai ROA yang cukup baik

karena sebagian besar memiliki ROA > 2%.

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas Data

Berdasarkan hasil analisis data dengan bantuan software SPSS for

Windows pada Lampiran 8, dapat diketahui bahwa nilai asymp. sig. (2-

tailed) untuk standardized residual variable sebesar 0,200. Hasil uji

tersebut lebih besar dari  (0,05) yang menunjukkan bahwa data yang

digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal sehingga layak


60

menggunakan teknik analisis regresi. Ringkasan hasil uji normalitas

dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data


Nilai
Asymp.
No Variabel Kolmogorov Keterangan
Sig.
Smirnov
1 Standardized Residual 1,072 0,200 Normal

b. Uji Multikolinearitas

Dari hasil uji Variance Inflation Factor (VIF) dengan bantuan

software SPSS for Windows (Lampiran 8), diketahui nilai VIF dari

masing-masing variabel lebih kecil dari 10, sehingga dapat disimpulkan

tidak terdapat multikolinearitas di antara variabel bebas dalam model

regresi. Ringkasan hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel

4.4

Tabel 4.4 Ringkasan Hasil Uji Multikolinearitas


Nilai
No Variabel Bebas Keterangan
VIF
1 Environ. performance (X1) 1,394 Tidak Ada Multikolinieritas
2 Environ. cost (X2) 1,224 Tidak Ada Multikolinieritas
3 Environ. disclosure (X3) 1,260 Tidak Ada Multikolinieritas

c. Uji Autokorelasi

Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada Lampiran 8 dapat

diketahui bahwa nilai Durbin-Watson hitung sebesar 1,942. Nilai

tersebut dibandingkan dengan nilai Durbin Watson tabel untuk n = 36

dan jumlah variabel = 4, maka dapat ditentukan nilai dU = 1,724 dan dL

= 1,236. Dengan demikian, maka nilai Durbin Watson hitung berada di


61

antara nilai dU dan 4 - dU. Hal ini merupakan bukti tidak adanya

autokorelasi positif maupun negatif. Kurva uji statistik Durbin-Watson

dapat dilihat pada Gambar 4.1

f (d)
Tidak ada autokorelasi
positif maupun negatif

Daerah keragu-raguan Daerah keragu-raguan

Autokorelasi positif Autokorelasi negatif

Dw=2,027
dL=1,236 dU=1,724 4-dU=2,276 4-dL=2,764 4
d
0

Gambar 4.1 Kurva Uji Statistik Durbin-Watson

d. Uji Heteroskedastisitas

Mengacu pada hasil uji heteroskedastisitas menggunakan

Gleyser-test pada Lampiran 8 diperoleh nilai signifikansi uji t untuk

masing-masing variabel bebas lebih besar dari  (0,05). Oleh karena

itu, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas

dalam model regresi. Adapun ringkasan hasil uji heteroskedastisitas

dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Ringkasan Hasil Uji Heteroskedastisitis

No Variabel Bebas Sig. Keterangan


1 Environ. performance (X1) 0,065 Tidak Ada Heteroskedastisitas
2 Environ. cost (X2) 0,601 Tidak Ada Heteroskedastisitas
3 Environ. disclosure (X3) 0,413 Tidak Ada Heteroskedastisitas
62

3. Analisis Regresi Berganda

a. Persamaan Regresi

Pengujian signifikansi pengaruh variabel environmental

performance, environmental cost dan variabel environmental disclosure

terhadap economic performance dalam penelitian ini menggunakan

analisis regresi berganda. Berdasarkan hasil perhitungan statistik

dengan bantuan software SPSS for Windows pada Lampiran 9,

selanjutnya dapat dibuat ringkasan hasil seperti tertera pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda


Koefisien t tabel
No Variabel t hitung
Regresi (dua ujung)
1 Environmental performance (X1) 0,027 1,054 < 2,037
2 Environmental cost (X2) 0,748 2,115 > 2,037
3 Environmental disclosure (X3) 0,009 0,110 < 2,037
Konstanta = -0,270
R Square = 0,233
Fhitung = 3,246

Berdasarkan data pada Tabel 4.6, dapat dibuat persamaan regresi

berganda sebagai berikut:

Y = -0,270 + 0,027X1 + 0,748X2 + 0,009X3

Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan beberapa hal sebagai

berikut:

1) Konstanta sebesar -0,270 yang berarti bila environmental

performance, environmental cost dan environmental disclosure tidak

mengalami perubahan atau konstan, maka economic performance

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia akan

mengalami penurunan sebesar 0,270 persen.


63

2) Koefisien regresi sebesar 0,027 yang berarti variabel environmental

performance mempunyai pengaruh yang positif terhadap economic

performance, atau secara fungsional dapat dinyatakan jika

environmental performance meningkat sebesar satu satuan, maka

akan dapat meningkatkan economic performance perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 0,027

persen dengan menganggap variabel lain tetap.

3) Koefisien regresi sebesar 0,748 yang berarti variabel environmental

cost mempunyai pengaruh positif terhadap economic performance,

atau secara fungsional dapat dinyatakan jika environmental cost

meningkat sebesar satu persen, maka akan dapat meningkatkan

economic performance perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia sebesar 0,748 persen dengan menganggap

variabel lain tetap.

4) Koefisien regresi sebesar 0,009 yang berarti variabel environmental

disclosure mempunyai pengaruh positif terhadap economic

performance, atau secara fungsional dapat dinyatakan jika

environmental disclosure meningkat sebesar satu persen, maka akan

dapat meningkatkan economic performance perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 0,009 persen dengan

menganggap variabel lain tetap.


64

b. Koefisien Determinasi (R Square)

Berdasarkan hasil analisis regresi pada Lampiran 9 diketahui

bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0,233 yang berarti bahwa

sebesar 23,30 persen variasi perubahan naik turunnya economic

performance perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel environmental performance,

environmental cost dan variabel environmental disclosure, sedangkan

76,70 persen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak

diteliti.

c. Uji Goodness of Fit (Uji F)

Hasil analisis regresi menunjukkan nilai Fhitung sebesar 3,246

(Lampiran 9). Dengan menggunakan α = 0,05 dan degree of freedom

(df) = (k-1);(n-k) diperoleh nilai Ftabel sebesar 2,92. Karena nilai Fhitung >

Ftabel maka secara keseluruhan (simultan) variabel environmental

performance, environmental cost dan variabel environmental disclosure

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap economic performance,

atau dapat pula dinyatakan bahwa model regresi berganda yang

terbentuk telah sesuai atau cocok dengan data penelitian ini (goodness

of fit). Secara grafik dapat dijelaskan dalam Gambar 4.2


65

Daerah
Daerah Penolakan H0
Penerimaan H0

0 F tabel = 2,92 F hitung = 3,246

Gambar 4.2 Kurva Uji F

d. Analisis Uji Pengaruh Secara Parsial dengan Uji t

Selanjutnya, uji signifikansi pengaruh environmental

performance, environmental cost maupun variabel environmental

disclosure terhadap economic performance secara parsial dilakukan uji

t. Dengan menggunakan tingkat kesalahan () = 0,05 dan degree of

freedom (df) = (n – k) untuk uji dua sisi (two tailed) diketahui nilai ttabel

sebesar ±2,037. Adapun dari hasil analisis regresi berganda pada

Lampiran 9 diperoleh nilai thitung variabel environmental performance

sebesar 1,054, nilai thitung environmental cost sebesar 2,115 dan nilai

thitung variabel environmental disclosure adalah 0,110. Secara grafik

dapat dijelaskan dalam Gambar 4.3


66

tX3=0,110

tX1=1,054
tX2=2,115

Penerimaan Ho

Penolakan Ho Penolakan Ho
-2,037 0 2,037

Gambar 4.3 Kurva Pengujian Hipotesis dengan Uji t

4. Pengujian Hipotesis

a. Hipotesis Pertama

Berdasarkan hasil uji t, diketahui nilai thitung variabel

environmental performance lebih kecil dari nilai ttabel. Hal ini

menunjukkan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif namun

tidak signifikan terhadap economic performance perusahaan. Dengan

demikian, maka hipotesis pertama yang menyatakan bahwa secara

parsial environmental performance berpengaruh signifikan terhadap

economic performance, ditolak.

b. Hipotesis Kedua

Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai thitung variabel environmental

cost lebih besar dari nilai ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa biaya

lingkungan perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

economic performance. Dengan demikian, maka hipotesis kedua yang

menyatakan bahwa secara parsial environmental cost berpengaruh

signifikan terhadap economic performance, diterima.


67

c. Hipotesis Ketiga

Mengacu pada hasil uji t dapat diketahui nilai thitung variabel

environmental disclosure lebih kecil dari nilai ttabel. Uji statistik tersebut

menunjukkan bahwa pengungkapan lingkungan berpengaruh positif

namun tidak signifikan terhadap economic performance. Dengan

demikian, maka hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa secara parsial

environmental disclosure berpengaruh signifikan terhadap economic

performance, ditolak.

5. Pembahasan Hasil Penelitian

a. Pengaruh Environmental Performance terhadap Economic Performance

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa environmental

performance mempunyai pengaruh yang positif namun tidak signifikan

terhadap economic performance perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia.

Hubungan kausal yang ditemukan dalam penelitian ini

mengindikasikan bahwa semakin baik penilaian kinerja lingkungan

perusahaan berdasarkan peringkat PROPER tidak selalu menjamin

semakin baiknya kinerja ekonomi (economic performance) perusahaan

yang bersangkutan. Hal tersebut diduga karena kondisi yang terjadi di

Indonesia sangat berbeda dengan yang terjadi di beberapa negara lain

tertama di negara barat terkait dengan perilaku para pelaku pasar modal

di Indonesia. Para pelaku pasar modal di negara barat cenderung

merespon segala macam jenis informasi terkait dengan perusahaan


68

tempat pelaku pasar modal berinvestasi. Lain halnya yang terjadi di

Indonesia. Pasar modal di Indonesia belum mencapai efisiensi pasar

modal bentuk setengah kuat (Herman dan Mas’ud dalam Ignatius

Bondan Suratno, Darsono, Siti Mutmainah, 2006). Hal ini berarti tidak

semua informasi mengenai perusahaan direspon atau digunakan oleh

para pemegang saham atau investor dalam pengambilan keputusan

investasi.

Dalam penelitian ini, kemungkinan masih banyak para pelaku

pasar modal yang tidak memperhatikan informasi peringkat

environmental performance (PROPER) yang dikeluarkan oleh

Kementrian Lingkungan Hidup mengenai kinerja lingkungan

perusahaan. Sehingga para pelaku pasar modal masih belum

menunjukkan respon atau menggunakan informasi PROPER dalam

pengambilan keputusan investasi mereka. Hal tersebut mengakibatkan

tidak adanya hubungan yang signifikan positif antara environmental

performance dan economic performance. Diduga masih ada variabel

lain yang digunakan oleh para pelaku pasar modal di Indonesia dalam

menentukan portofolio investasi, seperti kondisi makro, rasio keuangan,

risiko investasi, dan lainnya.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Titisari dan Alviana (2012) yang menyimpulkan

bahwa environmental performance mempunyai pengaruh yang positif

dan signifikan terhadap economic performance. Namun, hasil penelitian


69

ini sesuai dengan temuan penelitian Purwaningtias (2012) bahwa

kinerja lingkungan (environmental performance) tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel economic performance perusahaan.

Hasil penelitian ini juga konsisten dengan studi sebelumnya yang

dilakukan oleh Wulandari dan Hidayah (2013) yang juga menunjukkan

bukti bahwa berpengaruh kinerja lingkungan (environmental

performance) tidak berpengaruh signifikan terhadap economic

performance. Masih ditemukannya hasil yang beragam pada hubungan

ini, kemungkinan disebabkan masih banyak orang yang memilih suatu

produk berdasarkan preferensi harga dibandingkan perlakuan

perusahaan terhadap lingkungan. Terlebih lagi lingkungan produk atau

jasa yang biasanya membawa harga yang lebih tinggi tidak mendukung

konsumen besar di Indonesia, oleh karena itu tidak akan berpengaruh

terhadap kinerja ekonomi yang lebih baik.

b. Pengaruh Environmental Cost terhadap Economic Performance

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa environmental cost

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap economic

performance perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

Dari hubungan kausal yang ditemukan dalam penelitian ini dapat

dijelaskan bahwa semakin baik environmental cost perusahaan, maka

secara signifikan akan dapat meningkatkan kinerja ekonomi (economic

performance) perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek


70

Indonesia. Alokasi biaya lingkungan yang baik, dapat menghemat biaya

kerusakan lingkungan di masa depan yang mengarah pada keuntungan

finansial (baik jangka panjang maupun jangka pendek) (Cora, 2007).

Dengan mengalokasikan biaya lingkungan tentu saja akan menjadi

pengeluaran (expense) tersendiri yang menjadi anggaran perusahaan

kemudian menjadi tambahan biaya yang mengurangi laba perusahaan.

Namun, sisi baiknya adalah secara perlahan tingkat kepercayaan

dari masyarakat dan pemerintah akan bertambah dengan melihat dari

pengalokasian biaya lingkungan yang terjadi. Mereka akan lebih

memilih membeli produk/ menginvestasikan modalnya pada perusahaan

yang memiliki alokasi biaya lingkungan yang lebih baik. Karena

dengan perusahaan mengalokasikan biaya lingkungan, perusahaan telah

berusaha untuk melakukan upaya perbaikan lingkungan di kemudian

hari. Efek ini akan berdampak pada penjualan meningkat dan tambahan

modal untuk menjalankan perusahaan lebih besar sehingga

mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Perusahaan lebih baik

menganggarkan biaya lingkungan sekarang, daripada di kemudian hari

sanksi atas dampak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktifitas

perusahaan justru lebih besar karena tidak mengganggarkan biaya

lingkungan. Dalam praktiknya di Indonesia sendiri, sudah mulai banyak

perusahaan yang menganggarkan biaya lingkungan dalam aktifitas

perusahaannya, karena hal itu sudah di atur dalam AMDAL dan itu

menjadi syarat agar perusahaan tersebut tetap bisa beroperasi.


71

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil studi sebelumnya yang

dilakukan oleh Purwaningtias (2012) yang juga membuktikan bahwa

environmental cost mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap economic performance.

c. Pengaruh Environmental Disclosure terhadap Economic Performance

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa environmental disclosure

mempunyai pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap

economic performance perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia.

Hubungan kausal yang ditemukan dalam penelitian ini

mengindikasikan bahwa semakin banyak item pengungkapan

lingkungan berdasarkan indeks Global Reporting Initiative (GRI) tidak

selalu menjamin semakin baiknya kinerja ekonomi (economic

performance) perusahaan yang bersangkutan. Hal ini diduga karena

kondisi yang terjadi di Indonesia sangat berbeda dengan yang terjadi di

beberapa negara lain terutama di negara barat berkaitan dengan perilaku

di pasar modal Indonesia, masih adanya paham Milton Fredman

(Deegan dalam Rakhiemah dan Agustia, 2007) yang beranggapan

bahwa pelaksanaan CSR tidak sesuai dengan nature of business dimana

tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan keuntungan bagi

pemegang saham bukan bagi masyarakat secara keseluruhan juga dapat

menjadi salah satu penyebab hal tersebut.


72

Secara empiris, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wulandari dan Hidayah

(2013) yang berhasil membuktikan bahwa environmental disclosure

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap economic

performance. Namun, hasil penelitian ini sesuai dengan temuan

Rakhiemah dan Agustia (2007) yaitu environmental disclosure tidak

memiliki pengaruh signifikan terhadap economic performance

perusahaan. Masih terdapatnya research gap yang terjadi dalam

hubungan ini kemungkinan disebabkan terjadinya masalah terhadap

lingkungan hidup di Indonesia belum menjadi suatu permasalahan yang

benar-benar diperhatikan oleh investor. Masih terdapat berbagai hal lain

yang menjadi sorotan investor dalam merespon informasi baru, untuk

kemudian mengambil keputusan investasi.

Anda mungkin juga menyukai