METALURGI I
MODUL VI
Praktikan:
Deara Putri Supriadi
123.15.013
Asisten:
Albayruni Mostavan, S.T.
Tanggal Praktikum:
9 Desember 2017
2017
Laboratorium Teknik Metalurgi I
A. Tujuan Percobaan
b. 2 xxx : Al- Cu
1
Laboratorium Teknik Metalurgi I
c. 3 xxx : Al- Mn
Unsur pemadu Mangan tidak mengurangi ketahanan korosi alumunium, memiliki
ductility yang tinggi, bahkan Mangan meningkatkan kekuatan Alumunium. Contoh paduan
Al- Mn yaitu paduan 3003 (Al- 1,2 % Mn) dan paduan 3004 (Al- 1,2 % Mn- 1,0% Mg).
Paduan tersebut tidak perlu mengalami heat treatment agar tahan korosi. Dibandingkan seri
1xxx, paduan seri 3 xxx memiliki kekuatan 20 % lebih tinggi.
d. 4 xxx : Al- Si
Paduan Al- Si memiliki kekuatan yang tinggi setelah mengalami heat treatment.
Unsur silicon memiliki ketahanan korosi, konduktivitas listrik, konduktivitas panas yang baik,
serta koefisien muai yang kecil. Namun unsure silicon dapat menurunkan machinability
Alumunium menjadi kurang baik.
e. 5 xxx : Al- Mg
Paduan ini memiliki ketahanan korosi yang baik, machinability yang baik, kekuatan
dan weldability yang cukup baik. Untuk paduan 5xxx Series Magnesium adalah unsur utama
dalam 5xxx-seri dan membentuk bersama-sama dengan larutan padat aluminium dalam
berbagai komposisi yang berbeda. Paduan ini mengandung magnesium dalam sekitar 0,8%
hingga 5%. Paduan Al-0,8% Mg memiliki kekuatan luluh dan kekuatan tarik yaitu 125 MPa
dan 160 MPa. Dengan tingkat tertinggi 310 Mpa. Ketika kandungan magnesium mencapai
lebih dari 3-4%, menjadikan β-fase memiliki kecenderungan untuk mengendap di pita slip
dan batas butir yang dapat menyebabkan korosi. Endapan β juga dapat meningkat dengan
meningkatnya jumlah work-hardening.
2
Laboratorium Teknik Metalurgi I
membentuk magnesium silisida (Mg2Si). Secara umum sifat paduan AlMgSi memiliki
ketahanan korosi yang baik, kemampuan mesin dan ketahanan terhadap stress-corrosion
crack baik, namun kekuatannya lebih rendah dibandingkan dengan 2xxx dan seri 7xxx.
g. 7 xxx : Al- Zn
Penambahan unsur pemadu Zn pada paduan Alumunium ini sekitar 1-8% dari
keseluruhan kandungan paduan. Penambahan Zn ini dapat meningkatkan sifat mekanis
seperti machinability. Karena Alumunium memiliki resistansi terhadap korosi, paduan ini
banyak digunakan untuk jembatan ringan militer, gerbong kereta api, militer dan pesawat
sipil. Dibawah ini merupakan komposisi paduan pada badan pesawat (air frame) :
3
Laboratorium Teknik Metalurgi I
4
Laboratorium Teknik Metalurgi I
temperaturnya maka proses akan menghasilkan efek yang lebih baik. Tetapi bagaimanapun
juga, kedua parameter tersebut memiliki batas tertentu.
Quenching
Proses quenching merupakan proses yang kritikal untuk menghasilkan distribusi fasa
presipitat yang seragam pada saat proses aging. Jika proses pendinginannya berlangsung
terlalu lambat, presipitat akan terbentuk di batas butir, yang akan menyebabkan sifat
mekaniknya keras dan getas. Pembentukan presipitat di batas butir alumunium berpotensi
menyebabkan terjadinya intergranular embrittlement (perambatan retak melalui batas butir
alumunium).
Proses quenching yang melibatkan pendinginan cepat (rapid cooling) fasa padat α
yang kaya akan elemen paduan (Si, Mg, Cu) dalam air hingga mencapai temperatur kamar.
Pendinginan cepat ini akan mempertahankan larutan padat dengan cara mencegah difusi
atom-atom paduan keluar dari matriksnya, menghasilkan larutan padat lewat jenuh
(supersaturated solid solution – SSS)). Proses ini dikenal sebagai proses solid solution
hardening.
Bila paduan didinginkan dengan lambat setelah proses solution treatment, Mg2Si dan
elemen-elemen lain yang tadinya sudah berdifusi ke dalam matriks alumunium akan kembali
ke keadaan awal sebelum solution treatment. Tetapi jika paduan didinginkan dengan cepat ke
dalam air, Mg2Si akan tetap terlarut dalam matriks, seperti kondisi saat solution treatment.
Proses pendinginan cepat ini dikenal sebagai proses quenching. Dengan kata lain, proses
quenching memaksa Mg2Si terlarut dalam matriks pada kondisi padat sehingga matriks
bersifat lewat jenuh (supersaturated solid solution). Semakin cepat laju pendinginannya akan
semakin baik, tetapi bila terlalu cepat akan menyebabkan material terdeformasi. Oleh sebab
itu material diquench dalam air hangat (80 °C).
Aging
Langkah terakhir adalah pemanas ulang (re-heating) larutan pada temperatur tertentu
dan ditahan pada temperatur tersebut selama beberapa waktu, dikenal sebagai proses aging.
Setelah proses quenching, paduan yang memiliki struktur larutan padat lewat jenuh
(supersaturated solid solution) cenderung tidak stabil dan bertendensi membentuk presipitat
Mg2Si. Saat waktunya tiba, Mg2Si akan terdispersi dan terpresipitasi. Peristiwa ini disebut
sebagai aging.
5
Laboratorium Teknik Metalurgi I
Aging terbagi menjadi dua kategori : aging dingin, dimana presipitasi berlangsung
pada temperatur kamar (natural aging) dan aging panas dimana paduan dipanaskan untuk
mempercepat terbentuknya presipitat (artificial aging). Semakin tinggi temperatur aging dan
semakin lama waktunya, paduan akan menjadi semakin keras. Tetapi bila temperatur terlalu
tinggi atau waktunya terlalu lama, proses presipitasi akan mencapai puncaknya dan presipitat-
presipitat yang telah terbentuk akan saling berdifusi dan beraglomerasi membentuk struktur
baru, sehingga jumlah presipitat dalam matriks akan berkurang. Hal ini menyebabkan
kekerasan paduan akan menurun. Peristiwa ini disebut sebagai overaging.
Pada beberapa kasus, sampel hasil solution – quenching akan membentuk presipitat
pada temperatur ruang, yang disebut sebagai natural aging. Proses yang melibatkan
peningkatan temperatur dengan maksud mempercepat terjadinya presipitat disebut sebagai
artificial aging.
6
Laboratorium Teknik Metalurgi I
Angka kekerasan vickers didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan.
Pada prakteknya. Luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak.
VHN dapat ditentukan dari persamaan berikut :
Keterangan :
P = gaya yang diberikan (N)
d = panjang diagonal (mm)
θ = sudut antara permukaan intan yang berhadapan = 136⁰
2. Beban tidak perlu diubah dan tidak bergantung pada besar beban indentor.
3. Uji Vickers ini dapat dilakukan pada benda-benda dengan ketebalan yang tipis sampai
0.006 inchi.
7
Laboratorium Teknik Metalurgi I
D. Prosedur Percobaan
Quenching
Proses Aging
8
Laboratorium Teknik Metalurgi I
E. Data Percobaan
D1 D2
No Nama Sampel (µm) (µm)
41,09 40,17
A 42,09 41,22
1
(Langsung)
43,78 43,66
40,9 41,11
B 41,87 42,77
2
(Quenching)
43,88 43,69
35,8 37,53
C
3 38,17 37,45
( Natural Aging) 41,25 39,87
32,42 31,94
D 31,77 32,07
4
(Artificial Aging)
31,25 32,57
F. Pengolahan Data
D1 D1 D2 D2 HV rata-
No Nama Sampel HV
(µm) (mm) (µm) (mm) rata
1 A 41,09 0,0411 40,17 0,0402 112,348
(Langsung) 42,09 0,0421 41,22 0,0412 106,8849 105,4164
9
Laboratorium Teknik Metalurgi I
Keterangan:
G. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data diatas, didapatkan nilai Hardness Vickers (HV) :
Sampel A : 105,413
Sampel B : 103,526
Sample C : 126,826
Sampel D : 181,103
Dari hasil perolehan tersebut, dapat dibandingkan bahwa tiap sampel memiliki nilai
kekerasan yang berbeda-beda.
Pada sampel B yang dilakukan proses Quenching memiliki nilai kekerasan yang
rendah dibandingkan sampel A yang langsung diuji kekerasannya. Hal tersebut dikarenakan,
proses quenching pada logam aluminium akan membuat aluminium menjadi lebih lunak dan
fasa yang terbentuk tetap. Pada proses quenching, aluminium tidak terbentuk struktur
martensit sehingga sampel yang telah diquench lebih lunak. Berbeda dengan baja.
Kemudian, sampel C dan sampel D dilakukan proses Aging yaitu Al dipanaskan
kembali pada temperature dan waktu tertentu. Perbedaan kedua sampel tersebut adalah
sampel C dilakukan proses Natural Aging sedangkan sampel D dilakukan proses Artificial
Aging. Dari hasil yang diperoleh, sampel D memiliki nilai Hardness Vickers yang lebih besar
dari sampel C. Hal ini dikarenakan, sampel C hanya dibiarkan di temperatur kamar selama 1
jam. Dibiarkan di temperature kamar akan membuat sampel C lebih lunak daripada sampel D
10
Laboratorium Teknik Metalurgi I
yang dipanaskan di tungku pada suhu 150°C selama 1 jam karena proses artificial aging pada
sampel D akan mempercepat pembentukan presipitat. Semakin tinggi temperatur aging dan
semakin lama waktunya, paduan akan menjadi semakin keras.
Perlakuan panas pada aluminium memiliki perbedaan dari baja. Perlakuan panas pada
aluminium bertujuan agar logam aluminium menjadi lebih lunak. Sedangkan perlakuan panas
pada baja akan membuat baja menjadi keras karena terbentuk struktur martensit saat proses
quenching dilakukan.
Diagram TTT Al-Cu:
Diagram TTT menunjukan perubahan fasa dan struktur yang terjadi pada saat variasi
temperature dan waktu dilakukan.
11
Laboratorium Teknik Metalurgi I
I. Daftar Pustaka
ASM HANDBOOK. 199., formerly ninth edition metals handbook volume 9 “Metallography and
Microstrukturees”. ASMmmInternasiona. USA
Basuki, Edi Agus. Diktat Transformasi dan Perlakuan Panas Logam. Bandung. Departemen
Teknik Pertambangan. 2005
12