Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam setiap tahap perkembangan manusia terdapat kriteria sehat mental,
kesehatan mental pada anak berbea dengan sehat mental pada remaja, begitu pula
berbeda dengan dewasa. Dimana kesehatan mental yang normal pada setiap tahap
perkembangan.
Gangguan jiwa pada remaja merupakan masalah yang meningkat pertahunnya.
WHO (2009) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan
mental, yang terjadi pada remaja antara usia 18-21 tahun (WHO, 2009). Berdasarkan
hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2 % penduduk yang
berusia 18 – 30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa. Sedangkan menurut data
riset kesehatan dasar tahun 2007 yang diadakan Departemen Kesehatan RI, gangguan
mental emosional (depresi dan anxietas) dialami sekitar 11,6% populasi Indonesia
(24.708.000 orang) yang usianya diatas 15 tahun. Jika ditinjau dari proporsi penduduk,
40% dari total populasi terdiri atas anak dan remaja berusia 0-16 tahun, dan 7-14% dari
populasi remaja mengalami gangguan kesehatan jiwa (Achir Yani, 2008). Kejadian
gangguan jiwa di Ponorogo tepatnya di Kecamatan Jenangan berdasarkan survei awal
yang dilakukan tanggal 31 Oktober 2013 jumlah penderita gangguan jiwa sebanyak 158
jiwa, dan sekitar 16 jiwa diantaranya adalah usia remaja. Sedangkan di Wilayah Kerja
Puskesmas Mlarak tahun 2013 berjumlah 152, sekitar 29 adalah usia remaja, dan 25
remaja mengalami gangguan jiwa di Ringinanom Kabupaten Ponorogo dari jumlah
penderita seluruhnya 62 jiwa. Berdasarkan dari data tersebut bahwa data pertahun di
Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat.
Remaja adalah peralihan dari anak-anak ke dewasa. Haber, Leach dan Wilson
menetukan usia remaja antara 12-20 tahun, sedangkan menurut Depkes RI 2009 usia
remaja adalah 12-25 tahun. Untuk menjadikan remaja pribadi yang baik dan sehat jiwa
orang tua hendaknya memberikan pola asuh yang baik pula sesuai dengan kemampuan
anak. Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya,
pola perilaku yang diterapkan pada anak yang bersifat relatif konsisten dari waktu ke
waktu dan sangat berpengaruh besar dalam pembentukan karakteristik anak yang
dampaknya akan dirasakan oleh anak baik dari segi positif atau negatif (Petranto, 2006).

1
I.2 Tujuan
1.2.1.Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Setelah menyelesaikan makalah ini mahasiswa mampu mengidentifikasi,
memahami keperawatan kesehatan jiwa anak dan remaja.
1.2.2.Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
a. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan anak dengan perilaku kekerasan.
b. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan anak dengan depresi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Asuhan Keperawatan Anak Dengan Perilaku Kekerasan


1. Pengkajian
1) Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain
atau saudaranya untuk beberapa waktu.
2) Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah
psikiatrik.
3) Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse
4) Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan ketergantungan
tinggi (seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi makanan,
ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian)
5) Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa dengan jenis
kelamin anak yang dilahirkan.
6) Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak.
7) Kaji respon psikologis pada trauma.
8) Kaji keadekuatan dan adanya support system.
9) Situasi Keluarga.
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan berkaitan
dengan child abuse, antara lain:
a. Psikososial
Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
Gagal tumbuh dengan baik
Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
b. Muskuloskeletal
Fraktur
Dislokasi
Keseleo (sprain)
c. Genito Urinaria
Infeksi saluran kemih
Perdarahan per vagina
Luka pada vagina/penis

3
Nyeri waktu miksi
Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
d. Integumen
Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
Bengkak.
EVALUASI DIAGNOSTIK
Diagnostik dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
dokumentasi riwayat psikologik .
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
a. Penganiayaan fisik. Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:
1) Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.
2) Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-
tangan dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka
bakar akibat aliran listrik seperti oven atau setrika.
3) Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina,
dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang
berbeda.
4) Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang
pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas
usia 2 tahun.
b. Pengabaian
1) Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang
mengakibatkan kegagalan mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan anak
yang seharusnya, tetapi respons baik terhadap pemenuhan makanan dan
kebutuhan emosi anak.
2) Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak
penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita penyakit
kronik. Tidak mampu imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya. Kegagalan
yang disengaja oleh orangtua juga mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi
dan mulut anak sehingga mengalami kerusakan gigi.
c. Penganiayaan seksual. Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
1) Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.
4
2) Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.
3) Pubertas prematur pada wanita
4) Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan teman sebaya,
binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan pengetahuan seksual dengan
umur anak serta tingkah laku yang menggairahkan.
5) Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan takut pada
orang dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik diri, rendah diri, depresi,
gangguan stres post-traumatik, prostitusi, gangguan makan, dsb.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
2) Perilaku kekerasan berhubungan dengan Harga diri rendah, baik pada orang tua
atau anak.
3) Isolasi social berhubungan dengan perilaku kekerasan, keluarga yang tidak
harmonis.
4) Perilaku kekerasan berhubungan dengan koping keluarga inefektif.
3. Intervensi Keperawatan
1) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
c) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
d) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
e) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
f) Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara
konstruktif.
g) Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
h) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
i) Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
a) Bina hubungan saling percaya.

5
b) Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu
yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon
verbal dan non verbal, bersikap empati.
c) Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
d) Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
e) Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
f) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
g) Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
h) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
i) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
j) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.
k) Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
l) Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan.
m) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
n) Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
o) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau
pekerjaan yang memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan
asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan
agar diberi kesabaran.
p) Jelaskan cara-cara merawat klien:
q) Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
r) Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
s) Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
t) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
u) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi.
6
v) Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien
seperti : CPZ, haloperidol, Artame.
w) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa
seizin dokter.
2). Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat
berhubungan dengan orang lain :
Tujuan khusus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang
dimiliki.
c) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
d) Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki.
e) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
f) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan :
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
b) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
c) Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
d) Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek
positif klien.
e) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
f) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah
sakit.
g) Berikan pujian.
h) Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah
sakit.
i) Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
j) Beri pujian atas keberhasilan klien.
k) Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
l) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
7
m) Beri pujian atas keberhasilan klien.
n) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
3.) Isolasi social berhubungan dengan perilaku kekerasan, keluarga yang
tidak harmonis.
a) Psikoterapeutik.
Bina hubungan saling percaya
Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat dan waktu
interaksi dan tujuan.
Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk
menunjukkan penghargaan yang tulus.
Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan
diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
Selalu memperhatikan kebutuhan klien.
b) Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka
Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai istilah yang
sederhana
Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan teratur.
Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraannya dengan perawat.
Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaanya
c) Kenal dan dukung kelebihan klien
Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa digunakan klien,
cara menceritakan perasaanya kepada orang lain yang terdekat/dipercaya.
Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif
Dukung koping klien yang konstruktif
Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
d) Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal
Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal terapi.
Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin.
Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien.
Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap,
dimulai dari klien dengan perawat, kemudian dengan dua perawat,
kemudian ditambah dengan satu klien dan seterusnya.
Libatkan klien dalam aktivitas kelompok.
8
e) Pendidikan kesehatan
Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan selain dengan kata-
kata seperti dengan menulis, menangis, menggambar, berolah-raga, bermain
musik, cara berhubungan dengan orang lain : keuntungan berhubungan
dengan orang lain.
Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.
Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengadakan hubungan
dengan klien.
Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam aktivitas
dilingkungan masyarakat.
f) Kegiatan hidup sehari-hari
Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat
melaksanakannya sendiri.
Bimbing klien berpakaian yang rapi
Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti : majalah, surat kabar, radio
dan televisi.
Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.
g) Terapi Somatik
Beri obat sesuai dengan prinsip lima benar (benar klien, obat,dosis, waktu
dan cara)
Pantau reaksi obat
Catat pemberian obat antipsikotik yang telah dilaksanakan.
Pastikan apakah obat yang telah diminum, periksa tempat-tempat yang
memungkinkan klien menyimpan obat.
h) Lingkungan Terapeutik
Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun orang
lain dari ruangan.
Cegah agar klien tidak berada didalam ruangan yang sendiri dalam jangka
waktu yang lama.
Beri rangsangan sensori seperti : suara musik, gambar hiasan di ruangan.
4) Perilaku kekerasan berhubungan dengan koping keluarga inefektif.
Tujuan umum : Koping adatif dapat dilakukan dengan optimal.
Tujuan khusus : Keluarga dapat mengenal masalah dalam keluarga dan
menyelesaikannya dengan tindakan yang tepat.
9
Tindakan Keperawatan :
a) Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif .
b) Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif.
c) Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya terhadap
anak.
d) Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua sebagai
status pendukung dalam proses tumbuh kembang anak.
e) Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua.

10
B. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Depresi
1. Pengkajian
a. Kaji kembali riwayat klien untuk adanya hal – hal yang mencetuskan stresor dan data
yang signifikan, antara lain kerentanan genetika biologi ( riwayat keluarga ) ;
keluarga dan pristiwa –pristiwa hidup yang menimbulkan stres ; hasil pemeriksaan
status kesehatan jiwa, riwayat masalah dan pisikologis serta pengobatanya; riwayat
medis.
Hal yang perlu dikaji :
1) Dengan siapa anda tinggal ?
2) Orang yang bagaimana dalam hidup anda yang anda anggap banyak membantu
dan mendukung anda ?
3) Bagaimana cara orangtua atau pengasuh anda mendisiplinkan anda ?
4) Apakah anda pernah mengalami hal – hal berikut ?
a) Konflik orangtua dan anak
b) Masalah sekolah
c) Masalah dengan teman sebaya
d) Melarikan diri
e) Bermasalah dengan system hukum
f) Mood yang berubah – ubah
g) Merasa sedih, kurang berminat melakukan apapun
h) Curiga atau pikiran – pikiran yang tidak wajar
5) Bagaimana pengalaman anda dengan alcohol, obat – obatan, atau keduanya
6) Menurut anda apa yang menjadi kelebihan anda, apa yang anda sukai dari diri
anda sendiri?
b. Catat pola pertumbuhan dan perkembangan anak dan bandingkan dengan alat
standar, seperti the denver developmental screening test dan versi yang sudah
direvisi.
c. Lakukan pemeriksaan fisik pada anak atau remaja, catat data normal dan abnormal
d. Kaji respon perilaku yang dapat mengindikasikan gangguan pada anak – anak atau
remaja. Pastikan untuk mengkaji interaksi langsung, obserfasi permainan, dan
interaksi dengan keluarga dan teman sebaya, hal yang harus ditanyakan anatara lain:
a) Apakah klien menunjukan perilaku agresif atau destruktif
b) Apakah klien mengalami masalah akademik ? membolos ?
c) Apakah klien memiliki masalah disiplin atau perilaku ?

11
d) Apakah klien memiliki masalah dengan teman sebayanya?
e) Apakah klien menunjukan control impuls yang buruk, suka memberontak dan
menentang?
f) Apakah klien menunjukan kegelisahan atau hiperaktifitas ?
g) Apakah klien mengekspresikan perilaku seksual?
h) Apakah klien mengguanakan atau menyalah gunakan zat atau alcohol ?
i) Apakah klien menunjukan perilaku menarik diri atau isos ?
j) Identifikasi gangguan kognitif.
e. Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
b) Kegiatan ibadah
f. Status mental
a) Penampilan
Tidak rapi
Pengunaan pakaian tidak sesuai.
Cara berpakaian tidak seperti biasanya.
b) Pembicaraan
Cepat
Apatis
Keras
Lambat
Gagap
Membisu
Inkoheren
Tidak mampu memulai pembicaraan
c) Aktifitas motorik
Lesu
TIK
Tegang
Grimasen
Gelisah
Tremor
Agitasi
Kompulsif
12
g. Interaksi selama wawancara
a) Bermusuhan
b) Kontak mata kurang
c) Tidak kooperatif
d) Defensive
e) Mudah tersinggung
f) Curiga
h. Alam perasaan
a) Sedih
b) Ketakutan
c) Putus asa
d) Khawatir
e) Gembira berlebihan
i. Mekanisme koping
a) Adaptif
Bicara dengan orang lain
Mampu menyelesaikan masalah
Tekhnik relaksasi
Aktivitas konstruktif
Olahraga
b) Maladaptive
Minum alkohol
Reaksi lambat atau berlebih
Bekerja berlebihan
Menghindar
Menciderai diri
2. Diagnosa Keperawatan
Umumnya data yang ditemukan adalah pemikiran mengakhiri hidup dengan
mengatakan ingin mati saja, pernah mebenturkan diri ketembok, melompat dari tempat
tinggi, sedih yang mendalam, putus asa, merasa tiak ada yang menyangi dirinya,
merasa tidak berguna, tidak mau bergaul dan menarikdiri dari lingkungan, tidak
eperhatikan kebersihan diri, mengeluh pusing sulit tidur, tidak nafsu makan, lesu dan
tidak bergairah. Berdasarkan data – data tersebut maka dirumuskan diagnose
keperawatan pada pasien anak dengan depresi sebagai berkut :
13
a. Risiko bunuh diri
b. Ketidakberdayaan
3. Intervensi Keperawatan
a. Risiko Bunuh Diri
1) Tujuan :
a) Pasien dapat membina hubungn saling percaya
b) Pasien dapat memodifikasi pola pikiran yang negative
c) Pasien dapat mengontrol perilaku dari merusak diri.
2) Rencana keperawatan :
a) Membina hubungan saling percaya dengan anak
b) Membantu anak memodifikasi pola kognitif yang negative ( pada anak usia
sekolah dan remaja )
c) Melatih pasien mengontrol perilaku dan tindakan merusak diri
d) Membantu keluarga melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
b. Ketidakberdayaan
1) Tujuan
a) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
b) Pasien dapat mengenali dan mengekspresikan perasaan
c) Pasien dapat meningkatkan harga diri
d) Pasien dapat berpartisipasi dalam merawat diri
e) Pasien dapat melakukan hubungan interpersonal dengan baik.
2) Rencana keperawatan
a) Mempfasilitasi anak mengenali dan mengekspresikan perasaanya
b) Meningkatkan harga diri anak
c) Melatih pasien mandiri dalam perawatan diri
d) Memfasilitsi pasienelakukan hubungan ineterpersonal yang positif

14
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berbagai gangguan jiwa pada anak dan remaja seringkali tidak dapat dicegah,
bahkan sedikit kadang sulit diatasi. Namun dengan kesabaran dan penatalaksanaan
yang tepat dan dengan dukungan keluarga gangguan pada anak dapat di tangani, karena
keluarga adalah orang-orang yang terdekat sehinnga peran kelurga untuk anak ataupun
remaja sangatlah penting untuk pertumbuhan psikologi. Selain itu anakpun dapat
dikembangkan secara optimal meski dalam keterbatasannya.
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak
waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress).
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan komplusif, atau
kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut-turut.
Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan
obsesif-kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah
laku. Prognosis pasien dinyatakan beik apabila kehidupan sosial dan pekerjaan baik,
adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik.
III.2 Saran
Untuk memahami secara keseluruhan mengenai keperawatan kesehatan jiwa anak
dan remaja, diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan jiwa
sebagai bekal ketika praktek belajar lapangan jiwa (PBL Jiwa) di rumah sakit jiwa, dan
mampu melakukannya secara komperhensif dan sesuai teori.

15
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah S.Kep.,Ns, dkk.(2012).Asuhan Keperawatan Jiwa.Samarinda:Rafika


Aditama
E. Doengoes, Marilynn, dkk.(2006).Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri [edisi 3].Jakarta:
EGC
Keliat,Budi Anna.dkk.(2007).Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Nasriati, Ririn.(2011).Jurnal Kesehatan Jiwa Remaja.Ponorogo: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitah Muhammadiyah Ponorogo.

16

Anda mungkin juga menyukai