Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DHF ( DENGUE HAEMORAGIC FEVER)

DI RUANG ASTER

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Disusun oleh :

OKSI ANJAR WINANTI

1811040071

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2018/2019

LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE HAEMORHAGIC FEVER

A. Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorhagic

fever//DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan

manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disetai leucopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan

plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau

penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)

adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Sudoyo Aru, dkk

2009)

Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak dan orang

dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan,

nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang

akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes Albopictus (Titik Lestari,

2016)

DHF adalah infeksi arbovirus( arthropoda-borne virus) akut, ditularkan oleh

nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005). Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah

penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes

aegypti dan aedes albopictus. Virus ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan

sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini

banyak ditemukan di daerah tropis, seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika,

termasuk diseluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih

dari 1000 m diatas permukaan air laut. Demam berdarah dengue tidak menular melalui

kontak manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya

dapat ditularkan melalui nyamuk (Prasetyono 2012).


B. Etiologi

Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue Haemoragic

Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue mempunyai 4 tipe,

yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui nyamuk Aedes

Aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak pada sumber

air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe

terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan menimbulkan antibodi yang terbentuk terhadap

serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang

memadai terhadap serotipe yang lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis

dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus

dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia (Sudoyo dkk. 2010)

Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap inaktivitas oleh

distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 700C. Keempat tipe tersebut telah

ditemukan pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling banyak ditemukan

(Hendarwanto 2010).

C. Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan demam karena

proses infeksi. Hal tersebut akan merangsang hipotalamus sehingga terjadi

termoregulasi yang akan meningkatkan reabsorsi Na dan air sehingga terjadi

hipovolemi, selain itu juga terjadi kebocoran plasma karena terjadi peningkatan

permeabilitas membran yang juga mengakibatkan hipovolemi, syok dan jika tak teratasi

akan terjadi hipoksia jaringan yang dapat mengakibatkan kematian.

Selain itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan trombositopenia yang

akan mengakibatkan perdarahan, dan jika virus masuk ke usus akan mengakibatkan

gastroenteritis sehingga terjadi mual dan muntah.


E. Pathway

Derajat Dengue Haemorhagic Fever menurut WHO

1. Derajat 1: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji tourniquet positif

2. Derajat 2 : sama seperti derjat 1, disertai perdarahan spontan dikulit atau

perdarahan lain.
3. Derajat 3 : ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,

tekanan darah menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab,

dan pasien menjadi gelisah.

4. Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

F. Manifestasi Klinis

1. Demam dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua lebih

manifestasi klinis sebagai berikut :

- Nyeri kepala

- Nyeri retro-orbital

- Mialgia / artralgia

- Ruam kulit

- Manifestasi perdarahan(petekie atau uji bending positif)

- Leucopenia

- Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan DD/DBD yang sudah

dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

2. Demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah

ini dipenuhi

a. Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.

b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :

- Uji tourniquet positif

- Petekie, ekimosis, atau purpura

- Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,tempat bekas

suntik.
- Hematemesis atau melena

c. Trombositopenia <100.00/ul

d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:

- Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis

kelamin.

- Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan yang adekuat

e. Tanda kebocoran plasma seperti :

- Hipoproteinemia

- Asites

- Efusi pleura

3. Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:

- Penurunan kesadaran, gelisah

- Nadi cepat, lemah

- Hipotensi

- Tekanan darah turun <20mmHg

- Perfusi perifer menurun

- Kulit dingin, lembab.

(Wiwik dan Hariwibowo, 2008)

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah

a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu menggunakan

darah atau disebut lab serial yang terdiri dari hemoglobin, PCV, dan trombosit.

Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia (100.000 / ml atau kurang) dan


hemotoksit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematoksit pada

masa konvaselen.

b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya renjatan.

Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DHF dengan

dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta

dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).

c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga

d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %

e. Protein rendah

f. Natrium rendah (hiponatremi)

g. SGOT/SGPT bisa meningkat

h. Asidosis metabolic

i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan

2. Urine

Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012) Sumsum tulang

pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5

dengan gangguan maturasi dan pada hari ke 10 sudah kembali normal untuk semua

system

3. Foto Thorax

Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi

lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan

dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

4. USG

Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena

tidak menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai
organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat

digunakan sebagai alat menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih

berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan

pankreas

5. Diagnosis Serologis

a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)

Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif namun

tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi.

Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun) sehingga uji ini baik

digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan

titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau tinggi (>1280) baik pada serum

akut atau konvalesen dianggap sebagai pesumtif (+) atau diduga keras positif

infeksi dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk. 2012).

b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)

Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh

tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja

(sekitar 2-3 tahun).

c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Dan

biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT)

(Vasanwala dkk. 2012)

d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)

Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus dengue

karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negatif maka uji

harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif maka dilaporkan sebagai
negatif. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi

(Vasanwala dkk. 2012)

e. Identifikasi Virus

Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction

(RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil

cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA

dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk

(Vasanwala dkk. 2012).

H. Penatalaksanaan

1. Medis

a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus.

Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia

diatasi dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang diberikan antikonvulsan. Luminal

diberikan dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg IM, anak umur > 1tahun 75 mg.

Jika kejang lebih dari 15 menit belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3

mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien terus

menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya

dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat .

b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai pengganti cairan hilang

akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL, jika pemberian cairan

tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander banyaknya 20 – 30

mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila

syok telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, maka

tetesan infus dikurangi menjadi 10 mL/kg BB/jam (Ngastiyah 2005)

c. Cairan (Rekomendasi WHO, 2007)


1). Kristaloid

- Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Laktat

(D5/RL).

- Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Asetat

(D5/RA).

- Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutan Faali

(d5/GF).

2). Koloid

- a). Dextran 40

- b). Plasma

2. Keperawatan

a) Derajat I

Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit

tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan kompres hangat.

b) Derajat II

Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada 2

tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus tetap tidak

lancar maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1 infus

untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.

c) Derajat III dan IV

- Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL) dengan

cara diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.

- Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.

- Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.

- Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.


- Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan secepatnya

baik obat – obatan maupun darah yang diperlukan.

- Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan gastrointestinal

biasanya dipasang NGT untuk membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT

bisa dicabut apabila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah membaik

sudah boleh diberikan makanan cair.

Konsep asuhan keperawatan DHF

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil

pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk menentukan masalah keperawatan yang

muncul pada pasien. Konsep keperawatan anak pada klien DHF menurut Ngastiyah (2005)

yaitu :

a. Pengkajian

1. Identitas pasien Keluhan utama

2. Riwayat penyakit sekarang

3. Riwayat penyakit dahulu

4. Riwayat tumbuh kembang, penyakit yang pernah diderita, apakah pernah dirawat

sebelumnya.

5. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam, apakah ada

riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolik, dan sebagainya.

6. Riwayat psikososial

Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga mengenai demam

serta penanganannya.
a. Data subyektif

Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada

pasien DHF, data subyektif yang sering ditemukan antara lain :

1. Panas atau demam

2. Sakit kepala

3. Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.

4. Lemah

5. Nyeri ulu hati, otot dan sendi

6. Konstipasi

b. Data obyektif

Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat pada keadaan

pasien. Data obyektif yang sering ditemukan pada penderita DHF antara lain:

1. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor

2. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis,

ekimosis,hematoma, hematemesis, melena

3. Hiperemia pada tenggorokan

4. Nyeri tekan pada epigastrik

5. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa

6. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,

gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.

7. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan

.2.Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF (Nanda, 2015).

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme

otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.


b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran plasma

darah.

d. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis (penekanan intra abdomen)

e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke

ekstravaskuler.

f. Resiko syok (hipovolemik)

g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.

h. Resiko perdarahan

3. Rencana Keperawatan

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria Intervensi


Hasil
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :
Efektif - Respiratory status : Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan Ventilation - Pastikan kebutuhan oral /
untuk membersihkan sekresi - Respiratory status : tracheal suctioning
atau obstruksi dari saluran Airway patency - Auskultasi suara nafas
pernafasan untuk - Aspiration Control sebelum dan sesudah
mempertahankan kebersihan Kriteria Hasil : suctioning.
jalan nafas. - Mendemonstrasikan - Informasikan pada klien dan
Batasan Karakteristik : batuk efektif dan suara keluarga tentang suctioning
- Dispneu, Penurunan suara nafas yang bersih, tidak - Minta klien nafas dalam
nafas ada sianosis dan sebelum suction dilakukan.
- Cyanosis dyspneu (disesuaikan ( sesuai dengan umur )
- Kelainan suara nafas (rales, dengan umur anak ) - Berikan O2 dengan
wheezing) - Menunjukkan jalan menggunakan nasal untuk
- Kesulitan berbicara nafas yang memfasilitasi suksion
- Batuk, tidak efekotif atau nasotrakeal
tidak ada - Ajarkan keluarga
- Produksi sputum bagaimana cara melakukan
- Gelisah suction
- Perubahan frekuensi dan - Hentikan suksion dan
irama nafas berikan oksigen apabila
Faktor-faktor yang pasien menunjukkan
berhubungan: bradikardi, peningkatan
- Lingkungan : menghirup saturasi O2, dll.
asap rokok, perokok pasif- Airway Management
POK, infeksi - Buka jalan nafas, guanakan
- Fisiologis : alergi jalan teknik chin lift atau jaw
nafas, asma. thrust bila perlu
- Obstruksi jalan nafas : - Posisikan pasien untuk
sekresi tertahan, banyaknya memaksimalkan ventilasi
mukus, adanya eksudat di - Identifikasi pasien perlunya
alveolus, adanya benda pemasangan alat jalan nafas
asing di jalan nafas. buatan
- Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
- Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
- Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status
O2
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
Definisi : Pertukaran udara - Respiratory status : Airway Management
inspirasi dan/atau ekspirasi Ventilation - Identifikasi pasien perlunya
tidak adekuat - Respiratory status : pemasangan alat jalan nafas
Batasan karakteristik : Airway patency buatan
- Penurunan tekanan - Vital sign Status - Lakukan fisioterapi dada
inspirasi/ekspirasi Kriteria Hasil : jika perlu
- Penurunan pertukaran udara - Mendemonstrasikan - Auskultasi suara nafas, catat
per menit batuk efektif dan suara adanya suara tambahan
- Menggunakan otot nafas yang bersih, - Monitor respirasi dan status
pernafasan tambahan tidak ada sianosis dan O2
- Dyspnea dyspneu (mampu Terapi Oksigen
- Tahap ekspirasi berlangsung mengeluarkan sputum, - Bersihkan mulut, hidung
sangat lama mampu bernafas dan secret trakea
- Peningkatan diameter dengan mudah, tidak - Pertahankan jalan nafas
anterior-posterior ada pursed lips) yang paten
- Pernafasan rata- - Menunjukkan jalan - Atur peralatan oksigenasi
rata/minimal nafas yang paten(klien - Monitor aliran oksigen
Bayi : < 25 atau > 60 tidak merasa tercekik, - Pertahankan posisi pasien
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 irama nafas, frekuensi - Observasi adanya tanda
Usia 5-14 : < 14 atau > 25 pernafasan dalam tanda hipoventilasi
Usia > 14 : < 11 atau > 24 rentang normal, tidak - Monitor adanya kecemasan
Faktor yang berhubungan : ada suara nafas pasien terhadap oksigenasi
- Hiperventilasi abnormal) Vital sign Monitoring
- Kelainan bentuk dinding - Tanda Tanda vital - Monitor TD, nadi, suhu, dan
dada dalam rentang normal RR
- Penurunan energi/kelelahan (tekanan darah, nadi, - Monitor kualitas dari nadi
- Perusakan/pelemahan pernafasan) - Monitor frekuensi dan irama
muskulo-skeletal pernapasan
- Kelelahan otot pernafasan - Monitor suara paru
- Nyeri - Monitor pola pernapasan
- Kecemasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

4 Resiko kurangnya volume NOC : NIC :


- Pertahankan cairan
cairan berhubungan dengan
Keseimbangan cairan
hilangnya cairan yang tanpa infus 60- 10 ml /kg/hari
dan elektrolit dapat
disadari.
dipertahankan atau sesuai protokol

yang ada.

Tingkatkan cairan infus 10 ml/


kg, tergantung dari urin output,
penggunaan pemanas dan
jumlah fendings.
5. Perubahan nutrisi kurang dari NOC : NIC :
- Timbang helat badan
kebutuhan tubuh berhubungan
- Mencapai tiap hari.
dengan ketidakmampuan - Berikan glukosa 5-
status nutrisi nor
menelan, motilitas gerak 10% banyaknya sesuai
menurun dan penyarapan. mal dengan berat umur dan berat badan.
- Monitor adanya
hadan yang hipoglikemi.
- Monitor adanya
sesuai. komplikasi GI:
1. Disstres
- Mencapai kadar
2. Konstipasi / diare.
gula darah 3. Frekwensi muntah
normal.
- Mencapai

keseimbangan

intake dan

output.
- Bebas dari

adanya

komplikasi Gl.

- Lingkar perut

stabil.

- Pola eliminasi
normal
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S. (2012). A three-
component biomarker panel for prediction of dengue hemorraghic fever. Am. J. Trop.
Med. Hyg. 86(2): 341-348
Handayani, Wiwik dan Haribowo, A.S. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Hendarwanto. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III; 2773-2779. Edisi Kelima.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Herdman, T . H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis KeperawatanDefinisi & Klasifikasi2015-
2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Lestari, Titik. (2016). Asuhan keperawatan anak. Yogyakarta : Nuha Medika.
Ngastiyah. 2005. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.
Prasetyono. 2012. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogya : Diva Press.
Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009 ; 2773-2779.
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi Ke-3.
Jakarta: Salemba Medika.
Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M., Lee. K. H. 2011.
Could Peak Proteinuria Determine Whether Patient With Dengue Fever Develop Dengue
Hemorraghic/Dengue Shock Syndrome/- A Prospective Cohort Study. BMC Infectious
Diseases.

Anda mungkin juga menyukai