Disusun oleh :
1811040071
2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi
yang baru lahir dengan masa gestasi kurang (Suriadi dan Yulianni, 2006). Secara klinis
bayi dengan RDS menunjukkan takipnea, pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta
dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan.
Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS
histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang
kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas (Bobak,
2005).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah
masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar
serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk
konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga
pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis. Masing-
masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher
pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-
paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-
paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu
lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua
Paru –paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang
dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini
terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah
adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan ketiga. Ketidak matangan paru
–paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24
kapiler paru –paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan. Upaya pernapasan pertama
Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran
darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan
jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu kehamilan.
Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan
dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli
akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit
oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan steress pada bayi yang
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada saat bayi
melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru
–paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari
kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih lama.
Dengan sisa cairan di dalam paru –paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembulu
limfe dan darah. Semua alveolus paru –paru akan berkembang terisi udara sesuai dengan
perjalanan waktu.
C. ETIOLOGI
kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru. Kelainan dalam paru yang menunjukan
(PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan. Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan.
Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia
D. MANIFESTASI KLINIS
E. PATOFISIOLOGI
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis
dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama
disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa udara
fungsional (kapasitas residu fungsional). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang
merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan
atau ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga
parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk
bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan
disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar
seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih
banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini
menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin
sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini
dapat menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular
resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di
samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah
janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang
menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal
yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat
sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang
menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan
epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan
terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik
membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi
alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari
sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH menyebabkan
vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar,
PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan
untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia,
hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat
juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan
pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi,
dkk, 2003).
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang
terdiri dari : atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran darah
paru hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan
berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi (Staf Pengajar IKA,
FKUI, 1985).
F. PATHWAY
Resiko gangguan
Takipnea
Pertukaran gas terganggu Mengendap di alveoli
Kekurangan nutrisi
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran
yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate
bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit
2. Gambaran laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45
mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun
disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-
vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2
sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat
pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula perubahan
pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung compliance’
berkurang, functional residual capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang
terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari
kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit),
3. Gambaran patologi/histopatologi
membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat
pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan
yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau
H. PENATALAKSANAAN
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan
agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara meletakkan bayi dalam
10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125
ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi
100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa
eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun harganya amat
mahal.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan RDS adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan berat
badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu. Oleh
karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima bayi baru lahir
yang demikian harus selalu waspada bahaya yang dapat timbul. Masalah yang perlu
diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat terjadi cold injury), risiko terjadi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan terjadi pada RDS
yaitu:
a. Kebocoran alveoli
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju
ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu:
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya
volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat
b. Retinopathy prematur
adanya infeksi.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik
hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada
udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan
anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan
a) Frekuensi nafas
kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada
hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya
keadaan klinik.
retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
b. Pemeriksaan penunjang
c) Tes fungsi paru. Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni (2006)
yaitu:
1) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada
(NOC) (NIC)
Gelisah
kriteria hasil : Monitor hemodinamika status (CVP & MAP)
PaO2 dalam batas normal (80-100 Monitor kadar pH, PaO2, PaCO2 darah
Hiperkapnia
mmHg)
Hipoksemia melalui hasil AGD
PaCO2 dalam batas normal (35-45 Monitor tanda-tanda gagal napas
Hipoksia
mmHg) Monitor
Iritabilitas
pH normal (7,35-7,45) Monitor status neurologis
Konfusi
SaO2 normal (95-100%) Monitor status pernapasan dan status oksigenasi
Nafas cuping hidung
Tidak ada sianosis klien
Penurunan karbon dioksida
Tidak ada penurunan kesadaran Atur intake cairan
pH arteri abnormal
Pola pernafasan abnormal (mis., Auskultasi bunyi napas dan adanya suara napas
jumlah fendings.
5 Hipotermia b.d berada di lingkungan Termoregulasi Neonatus (0801) : Pengobatan Hipotermi (3800) :
yang dingin - Suhu axila 36-37˚ C 1. Pindahkan bayi dari lingkungan yang dingin
- RR : 30-60 X/menit ke dalam lingkungan / tempat yang hangat
Batasan karakteristik : - Warna kulit merah muda (didalam inkubator atau lampu sorot)
- Penurunan suhu tu-buh di bawah - Tidak ada distress 2. Segera ganti pakaian bayi yang dingin dan
ren-tang normal respirasi basah dengan pakaian yang hangat dan
- Pucat - Tidak menggigil kering, berikan selimut.
- Menggigil - Bayi tidak gelisah 3. Monitor gejala dari hopotermia : fatigue,
- Kulit dingin - Bayi tidak letargi lemah, apatis, perubahan warna kulit
- Dasar kuku sianosis 4. Monitor status pernafasan
- Pengisian kapiler lambat 5. Monitor intake dan output
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC
Carlo W. Assisted ventilation. Dalam: Klaus M, Fanaroff A, penyunting. Care of the high-risk
neonate. Edisi 5. Philadelphia: Saunders; 2001. h. 277-300.
Mathai S, Raju C, Kanitkar C. Management of respiratory distress in the newborn.
MJAFI. 2007;63(269-72).
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada Anak Edisi
2. Jakarta : Sagung Seto.