Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. I
Umur : 57 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan terakhir : SD sederajat
Nomor RM : 803067
Tanggal MRS : 31-05-2017

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri dada

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri dada sebelah kiri dialami sejak 3 bulan terakhir, memberat 2 hari sebelum masuk

rumah sakit. Nyeri dada dirasakan seperti tertindih, menjalar ke dada kanan dengan durasi

>20 menit, terjadi saat sedang istirahat, semakin lama nyeri semakin memberat. Nyeri dada

dipengaruhi oleh aktivitas, dan tetap ada meskipun beristirahat. Keringat dingin tidak ada,

batuk tidak ada, tidak disertai rasa berdebar, sesak nafas ada, mual tidak ada, muntah tidak

ada.

Faktor Risiko :

Tidak dapat dimodifikasi:

 Laki-laki

 57 tahun

Dapat dimodifikasi:
 Merokok

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Riwayat nyeri dada sebelumnya ada 3 bulan terakhir

 Riwayat sesak nafas ada

 Riwayat hipertensi disangkal

 Riwayat diabetes mellitus disangkal

 Riwayat Merokok 3 bungkus/hari, berhenti merokok 3 bulan terakhir

 Riwayat meminum alcohol ada saat usia muda

 Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal

Status Generalis

 Sakit berat / compos mentis/ gizi baik

 BB : 60 kg

 TB : 165 cm

 IMT : 22,03 (Normal)

Status Vitalis

 Tekanan Darah : 120/70 mmHg

 Denyut Jantung : 72 x / menit

 Pernafasan : 22 x / menit

 Suhu : 36.7 derajat Celcius


Pemeriksaan fisik

Kepala

 Mata : Anemis tidak ada, Ikterus tidak ada, Pupil bundar isokor d: 2,5mm ODS,

Udem palpebra tidak ada.

 Bibir : tidak sianosis

 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfatik

Cor:

 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

 Perkusi : Pekak Jantung (+), kesan normal

Batas Jantung Kiri Atas: ICS II Linea Parasternalis Sinistra

Batas Jantung Kiri Bawah: ICS IV Linea Midclavicularis Sinistra

Batas Jantung Kanan Atas: ICS II Linea Parasternalis Dextra

Batas Jantung Kanan Bawah: ICS IV Linea Parasternalis Dextra

 Auskultasi : Bunyi jantung I dan Bunyi jantung II murni, regular, tidak ada bunyi

tambahan

Pulmo:

 Inspeksi : simetris kiri dan kanan

 Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa

 Perkusi : sonor

 Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing

Abdomen:
 Inspeksi : datar, ikut gerak nafas

 Auskultasi : peristaltic kesan normal

 Palpasi : nyeri tekan tidak ada, tidak ada pembesaran hepar dan lien

 Perkusi : timpani

Ekstremitas: Hangat, Edema tidak ada

Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram :

 Ritme : sinus ritme

 Heart Rate : 65 kali per menit

 Regularitas : Reguler
 Axis : Normal

 Gelombang P : normal, 0.08 detik

 PR interval : normal, 0.20 detik

 QRS Kompleks : normal, 0.08 detik

 Segmen ST : Isoelektrik

 Gelombang T : T tall probably hypocalemia

 Kesimpulan : Irama sinus, denyut jantung 65 x/menit, ritme regular,

normoaxis, T-Tall probably hypokalemia

Pemeriksaan Foto Thorax


Foto thorax AP :

 Corakan bronchovascular kedua paru dalam batas normal

 Cor : tampak membesar dengan cardiothoracic ratio 0,55

 Aorta tampak normal

 Kedua sinus dan diafragma baik

 Tulang-tulang dinding dada intak

Kesan pemeriksaan

 Cardiomegaly

 Pulmo dalam batas normal

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
WBC 9.30 4-10
RBC 4.52 4.0-6.0
HGB 13.9 14-18
HCT 40.9% 37-48
PLT 211 150-400
Ureum 12 10-50
Kreatinin 0.69 <1,3
SGOT 17 <38
SGPT 22 <41
CK 77.40 <190
CKMB 18.9 <25
Troponin I <0.01 <0,01
Natrium 141 136-145
Kalium 3.6 3,5-5,1
Klorida 107 97-111
GDS 120 <140
Asam Urat 5.3 M(3.4-7.0); F(2.4-5.7)
PT 10.4 10-14 detik
INR 0.93 --
APTT 24.4 22.0-30.0 detik
Diagnosis

 Unstable Angina Pectoris

Terapi

 Oksigen 3 liter/menit/nasal canul (jika sesak)

 Infus NaCl 0,9% (cairan isotonic) 500 cc/ 24 jam/ intravena

 Miniaspi (Antiplatelet) 80 mg /24 jam /oral

 Clopidogrel (Antiplatelet) 75 mg /24jam/ oral

 Atorvastatin (Statin) 40 mg /24 jam/ oral

 Arixtra (Antikoagulan) 2.5 mg /24jam/ subcutan

 Captopril (ACE-Inhibitor) 6.25 mg /8jam/ oral

 Nitrokaf 2.5 mg /12jam/ oral

 ISDN 5 mg /sublingual (jika nyeri dada)

 Alprazolam (Benzodiazepin) 0.5 mg/ 24 jam/ oral

 Laxadyne syrup 10cc/ 24 jam/ oral


DISKUSI

UNSTABLE ANGINA PECTORIS


1. Definisi

Unstable Angina Pectoris atau Angina Pektoris tidak Stabil merupakan bagian
dari Sindrom Koroner Akut (SKA). Sindrom koroner akut (SKA) adalah sebuah
kondisi yang melibatkan ketidaknyamanan dada atau gejala lain yang disebabkan oleh
kurangnya oksigen ke otot jantung (miokardium). Sindrom koroner akut ini
merupakan sekumpulan manifestasi atau gejala akibat gangguan pada arteri koronaria.
Sindrom koroner akut mencakup penyakit jantung koroner yang bervariasi mulai dari
angina pektoris tidak stabil dan infark miokard tanpa ST-elevasi sampai infark
miokard dengan ST-elevasi. Walaupun presentasi klinis berbeda tapi memiliki
kesamaan patofisiologi. Keluhan utama adalah nyeri dada dan klasifikasi berdasaran
gambaran electrocardiogram (EKG) terdiri dari: 1,2

a. Pasien dengan nyeri dada khas disertai elevasi segmen ST: terjadi oklusi
total akut arteri coroner.
b. Pasien dengan nyeri dada khas tanpa elevasi segmen ST: gambaran EKG
berupa depresi segmen ST persisten atau transien, gelombang T inversi
atau datar atau EKG normal. 1

Angina pektoris tidak stabil merupakan sindroma sementara yang diakibatkan


oleh terganggunya plak aterosklerotik koroner yang secara kritis menurunkan aliran
darah koroner yang menyebabkan onset angina pektoris baru atau eksaserbasi angina
pektoris. Angina pektoris yang tidak stabil dapat dimanifestasikan sebagai angina
onset baru, perubahan pada pola angina, nyeri saat istirahat dengan perubahan
elektrokardiografi (EKG) terkait, atau angina postinfarction. 3, 4

2. Etiologi
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri
coroner. Aterosklerosis berasal dari Bahasa Yunani, yang berarti penebalan tunika
intima arteri dan penimbunan lipid. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak
aterosklerotik. Ruptur dan erosi plak merupakan pemicu utama untuk trombosis
pembuluh darah jantung. Ruptur dan erosi plak diikuti dengan aktivasi dan agregasi
platelet, aktivasi koagulasi, serta vasokontriksi endotel, berujung pada trombosis dan
oklusi pembuluh darah jantung. 5
Faktor-faktor yang menyebabkan aterosklerosis yang dapat tidak dapat diubah
(unmodified factor): 6
 Umur
 Jenis Kelamin
 Riwayat penyakit jantung coroner dalam keluarga

Faktor-faktor yang dapat diubah (modified factor): 6

 Merokok
 Dislipidemia
 Diabetes Mellitus
 Hipertensi
 Obesitas
 Stres Psikososial
 Gaya hidup (kurang berolahraga, kurang mengonsumsi buah dan sayuran)

3. Klasifikasi
Istilah acute coronary syndrome (ACS) mengacu pada kumpulan gejala klinis
yang sesuai dengan akut iskemia miokard dan mencakup spektrum klinis. Kondisi
mulai dari angina tidak stabil (UAP) hingga non- ST-segment elevation myocardial
infarction (NSTEMI), serta ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI).7
Angina tidak stabil dan NSTEMI adalah kondisi yang erat kaitannya: asal
patofisiologis dan presentasi klinisnya serupa, tapi berbeda dalam tingkat
keparahannya. Diagnosis NSTEMI bisa dilakukan saat iskemia cukup parah,
menyebabkan kerusakan miokard yang berakibat pada pelepasan dari biomarker
nekrosis miokard ke dalam sirkulasi (Troponin spesifik jantung T atau I, atau creatine
kinase [CK-MB]). Sebaliknya, pasien dianggap telah mengalami UAP jika tidak ada
biomarker semacam ini terdeteksi di dalam aliran darah setelah onset awal nyeri dada
iskemik. Pertanda angina tidak stabil jika ditemukan 1 atau lebih dari 3 presentasi
utama: 7
(1) istirahat angina (biasanya berlangsung> 20 menit),
(2) onset baru (<2 bulan sebelumnya) angina berat
(3) pola kejadian crescendo (Peningkatan intensitas, durasi, frekuensi, atau
kombinasi dari faktor-faktor ini). 7

4. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ACS terjadi dalam jangka waktu yang sangat lama,
bahkan dapat mencapai lebih dari 20 tahun. Awalnya berupa pembentukan
aterosklerosis yang kemudian mengalami rupture dan menyebabkan terjadinya
pembentukan thrombus. Lebih dari 90% sindrom koroner akut terjadi karena adanya
mekanisme ini. Selain karena adanya pembentukan thrombus, UAP/NSTEMI juga
dapat disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen miokardium (akibat adanya
takikardia atau hipertensi) atau karena pengurangan suplai (pengurangan diameter
lumen vascular oleh thrombus, vasospasme atau hipotensi). Mekanisme lain
menyebabkan sindrom koroner akut dapat disebabkan sindrom vaskulitis, emboli
koroner, anomaly congenital pembuluh darah koroner, trauma atau aneurisma
koroner, spasme berat arteri koroner, peningkatan viskositas darah, diseksi spontan
arteri coroner. 8
1. Pembentukan plak atheroma

Gambar 1. Proses terbentuknya Plak Atheroma


Plak atheroma diawali dengan adanya akumulasi dari lipoprotein pada
tunika intima. Kemudian terjadi oksidasi dan glikasi dari lipoprotein. Hal ini
menyebabkan stress oksidatif yang akhirnya akan menyebabkan peningkatan
sitokin. Sitokin tersebut meningkatkan ekspresi dari molekul adhesi yang
mengikat leukosit dan molekul kemoatraktan (seperti MCP-1/ monocyte
chemoattractan protein 1) yang menyebabkan migrasi leukosit ke tunika
intima. Selanjutnya akan terjadi stimulasi macrophage colony stimulating
factor yang menyebabkan ekspresi dari reseptor scavenger. Reseptor ini
memediasi uptake modified lipoprotein yang menyebabkan terbentuknya foam
cells. Foam cells merupakan sumber dari sitokin, molekul efektor seperti anion
superoksida dan matrix metalloproteinase. Kemudian akan terjadi migrasi sel
otot polos dari tunika media ke tunika intima yang akan menyebabkan
peningkatan ketebalan intima. Pada stage akhir dapat terjadi kalsifikasi dan
fibrosis.
Selain karena adanya pembentukan thrombus, UAP/NSTEMI juga
dapat disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen miokardium (akibat
adanya takikardia atau hipertensi) atau karena pengurangan suplai
(pengurangan diameter lumen vaskular oleh thrombus, vasospasme atau
hipotensi). 8

2. Pembentukan thrombus
Pembentukan thrombus dari plak atherosklerotik melibatkan proses
rupture plak yang akan memaparkan elemen darah terhadap substansi
trombogenik dan disfungsi endotel sehingga kehilangan fungsi vasodilatasi dan
antotrombotik. Rupturnya plak merupakan pemicu utama. Hal ini dapat
disebabkan oleh faktor-faktor yang mengurangi stabilitas plak, stress fisik. 8

Gambar 2. Komposisi Plak Atheroma

Komposisi dari plak atheroma dipengaruhi oleh mekanisme sintesis


dan degradasi. Sintesis sel otot polos membuat formasi fibrous cap disamping
kolagen dan elastin. Foam sel meningkatkan aktivasi dan enzim proteolitik
seperti matrix metalloproteinase yang mendegradasi kolagen dan elastolitik
katepsin. Derivat dari sel limfosit T juga merusak fibrous cap. Plak dengan
fibrous cap yang tipis mudah menjadi rupture jika ada stress yang tinggi baik
secara spontan maupun saat aktivitas fisik. 8
Gambar 3. Proses Rupturnya Plak Atheroma
Setelah terjadi rupturnya plak akan terjadi pemaparan platelet terhadap lapisan
kolagen subendotelial sehingga platelet terkativasi dan menjadi beragregasi.
Mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi. Mekanismenya dapat dilihat
pada gambar di bawah. Disfungsi endotel akan menyebabkan penurunan produksi
vasodilator dan antiplatelet. 8

Gambar 4. Mekanisme terbentuknya thrombus koroner


5. Diagnosis
a. Anamnesis

Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal
berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher,
rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal
sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, dan sinkop.9
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah
penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas
yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.
Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun)
atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun,
atau demensia. Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut
ditemukan pada pasien dengan karakteristik memiliki faktor resiko. 9
Dalam melakukan anamnesis, perlu kita menanyakan onset, pencetus,
sembuh ketia melakukan apa, kualitas nyeri, dan sudah berapa kali. Untuk
membedakan nyeri dada yang diakibatkan oleh gangguan pada jantung dan yang
bukan, berikut tanda nyeri dada yang terjadi akibat gangguan di luar jantung:
1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau
batuk)
2. Nyeri abdomen tengah atau bawah
3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah
apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah8

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus


iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus
dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi
iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi,
diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan
terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak
seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri
pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam
memikirkan diagnosis banding SKA. 9

c. Pemeriksaan elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera
mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R
dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan
EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-
V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang
setiap keluhan angina timbul kembali. 9
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup
bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/
persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak
persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T. 9

Tabel 1. Lokasi infark bedasarkan sadapan EKG


Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2
sadapan yang bersebelahan. Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG
tidak ditemukan elevasi segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark
miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak
stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah
sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan
dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak
persisten (<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi
gelombang T yang simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk iskemia
akut. 9

d. Pemeriksaan Marka Jantung


Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar
troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut,
emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada
dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T. 9
Diagnosis kerja awal sindroma koroner akut tanpa elevasi segmen ST
berdasarkan enzim jantung troponin. Jika troponin positif disebut infark miokard
akut tanpa elevasi segmen ST, dan jika troponin negative digolongkan angina
1
pektoris tidak stabil. Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB
atau troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan
SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan
SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang
6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat
dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan
spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat
waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi
infark (infark berulang) maupun infark periprosedural.9

e. Pemeriksaan Laboratorium
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus dikumpulkan di
ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak
boleh menunda terapi SKA. 9

f. Pemeriksaan Foto Polos Dada


Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta. 9

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Awal
1. Tirah baring

2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distres respirasi.

3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama,
tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.

6.1 Anti Iskemia


Penyekat Beta (Beta blocker)
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium.
Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-
ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada
kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi. Penyekat
beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika terdapat
hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat indikasi kontra. penyekat
beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama. Penyekat beta juga
diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada
indikasi kontra. Pemberian penyekat beta pada pasien dengan riwayat pengobatan
penyekat beta kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila
termasuk klasifikasi Kilip ≥III. Beberapa penyekat beta yang sering dipakai dalam
praktek klinik dapat dilihat pada tabel berikut.

Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah
dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase
akut dari episode angina.
2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal
3 kali pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat
intravena jika tidak ada indikasi kontra.
3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal
jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI.
Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi
pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat beta
atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I).
4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50
kali per menit), takikardia tanpa gejala gagal jantung atau infark
ventrikel kanan.

6.2 Antiplatelet
Aspirin
Agen-agen ini mencegah pembentukan trombus yang terkait dengan infark
miokard dan menghambat fungsi platelet dengan menghambat agregasi. Terapi
antiplatelet telah terbukti mengurangi angka kematian dengan mengurangi risiko
infark miokard fatal, stroke fatal, dan kematian vaskular.harus diberikan kepada
semua pasien tanda indikasi kontra dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis
pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang
strategi pengobatan yang diberikan.
Clopidogrel
Clopidogrel selektif menghambat adenosin difosfat (ADP) yang mengikat pada
reseptor platelet dan selanjutnya ADP-dimediasi aktivasi glikoprotein LLB / llla
kompleks, agregasi trombosit sehingga menghambat. Agen ini digunakan sebagai
alternatif terhadap aspirin atau di samping aspirin setelah stenting koroner.
Clopidogrel pada Angina tidak stabil untuk Mencegah Acara berulang (Cure)
percobaan menunjukkan bahwa penambahan clopidogrel pada terapi aspirin
mengurangi kejadian kematian kardiovaskular, infark miokard, atau stroke dari
11,4% menjadi 9,3% Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75
mg setiap hari.

Antiplatelet yang sering digunakan


6.3 Antikogulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin
1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan
terapi antiplatelet.
2. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding
risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara
subkutan
3. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia.

6.4 Statin

Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan


modifikasi diet, inhibitor Hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin)
harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah
menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi statin
dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan
sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/dL. Contoh statin
adalah atorvastatin, simvastatin, pravastatin, dan pitavastatin.
6.5 ACE-Inhibitor
Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi
remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pasca infark-miokard yang
disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis.
1. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang, kecuali
ada indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40% dan
pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit ginjal kronik (PGK)
2. Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selain
seperti di atas. Pilih jenis dan dosis inhibitor ACE yang telah
direkomendasikan.
3. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark mikoard
yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan mempunyai fraksi ejeksi ventrikel
kiri ≤40%, dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung.

Jenis dan dosis ACE-Inhibitor


DAFTAR PUSTAKA

1. Dharma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: EGC


2. Torry, Stivano R. V., et al. Gambaran Faktor Risiko Penderita Sindrom Koroner Akut
3. Theroux P, Lidon R. Unstable angina: pathogenesis, diagnosis, and treatment. Curr
Prob Cardiol. 1993
4. Gerstenblith, Gary. 1992. Treatmen of Unstable Angina Pectoris. USA. Volume 70
5. Myrtha, Risalina. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. CDK-192/ vol. 39 no. 4, th.
2012
6. Gray, Huon H.,et al. 2003. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta:Erlangga
7. Kumar, Amid. et al. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management, Part I.
October 2009;84(10):917-938
8. Rhee J.W., Sabatine S.M., Lily S.L., 2011. Acute Coronary Syndromes. Dalam:
Pathophysiology of Heart Diseases. Edisi kelima. Lippincott Williams & Wilkins,
Wolters Kluwer. Philadelphia: 161-189.
9. Bassand, Jean-Pierre. Guidelines for The Diagnosis and Treatment of non-ST-
Segment Elevation Acute Coronary Syndromes. European Heart Journal (2007) 28,
1598–1660
10. Irmalita, et al. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Ketiga. Jurnal
Kardiologi Indonesia 2015

Anda mungkin juga menyukai

  • Lapsus OMSK
    Lapsus OMSK
    Dokumen33 halaman
    Lapsus OMSK
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Tension Headache pada Ibu Rumah Tangga
    Tension Headache pada Ibu Rumah Tangga
    Dokumen18 halaman
    Tension Headache pada Ibu Rumah Tangga
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen15 halaman
    Bab I
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Lapsus OMSK
    Lapsus OMSK
    Dokumen33 halaman
    Lapsus OMSK
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • ODS Keratitis Pungtata Superfisial
    ODS Keratitis Pungtata Superfisial
    Dokumen32 halaman
    ODS Keratitis Pungtata Superfisial
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Abstrak DBD
    Abstrak DBD
    Dokumen1 halaman
    Abstrak DBD
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen7 halaman
    1
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Sampul Kardio
    Sampul Kardio
    Dokumen1 halaman
    Sampul Kardio
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Lampiran
    Daftar Lampiran
    Dokumen1 halaman
    Daftar Lampiran
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • 27.F6 Pemkes Fix
    27.F6 Pemkes Fix
    Dokumen3 halaman
    27.F6 Pemkes Fix
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • 2.daftar Isiiiiiii
    2.daftar Isiiiiiii
    Dokumen11 halaman
    2.daftar Isiiiiiii
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Abstrak DBD
    Abstrak DBD
    Dokumen1 halaman
    Abstrak DBD
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Format Laporan Listrik 2
    Format Laporan Listrik 2
    Dokumen7 halaman
    Format Laporan Listrik 2
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Halaman Pengesahan
    Halaman Pengesahan
    Dokumen1 halaman
    Halaman Pengesahan
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Laporan PKM f4 Gizi Buruk Ashari Mohpul
    Laporan PKM f4 Gizi Buruk Ashari Mohpul
    Dokumen4 halaman
    Laporan PKM f4 Gizi Buruk Ashari Mohpul
    Ashari Mohpul
    Belum ada peringkat
  • 27.F6 Pemkes Fix
    27.F6 Pemkes Fix
    Dokumen3 halaman
    27.F6 Pemkes Fix
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Urogenitalia Vitreous
    Urogenitalia Vitreous
    Dokumen13 halaman
    Urogenitalia Vitreous
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Anestesi Toksikologi
    Anestesi Toksikologi
    Dokumen3 halaman
    Anestesi Toksikologi
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • 22.F1 Demam Tifoid
    22.F1 Demam Tifoid
    Dokumen3 halaman
    22.F1 Demam Tifoid
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Data K4
    Data K4
    Dokumen11 halaman
    Data K4
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • 23.F2 Pemberantasan Sarang Nyamuk Fix
    23.F2 Pemberantasan Sarang Nyamuk Fix
    Dokumen2 halaman
    23.F2 Pemberantasan Sarang Nyamuk Fix
    Ruth Faustine Jontah Rayo
    Belum ada peringkat
  • Absen Minggu Obgyn
    Absen Minggu Obgyn
    Dokumen4 halaman
    Absen Minggu Obgyn
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • f3 ANC
    f3 ANC
    Dokumen3 halaman
    f3 ANC
    Ruth Faustine Jontah Rayo
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Morbili
    Daftar Isi Morbili
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi Morbili
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Data PKM BLM Fix
    Data PKM BLM Fix
    Dokumen18 halaman
    Data PKM BLM Fix
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Absen Minggu Obgyn
    Absen Minggu Obgyn
    Dokumen4 halaman
    Absen Minggu Obgyn
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Hadir
    Daftar Hadir
    Dokumen2 halaman
    Daftar Hadir
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen15 halaman
    Bab I
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • HALAMAN PENGESAHAN Morbili
    HALAMAN PENGESAHAN Morbili
    Dokumen1 halaman
    HALAMAN PENGESAHAN Morbili
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat