Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit eksantema adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai erupsi

difus pada kulit yang berhubungan dengan penyakit sistemik yang biasanya disebabkan

oleh infeksi. Klasifikasi penyakit eksantema akut pada anak berdasarkan gambaran ruam

yang muncul adalah gambaran eritema makulopapular seperti morbili (campak), campak

atipik, rubella, Scarlet fever, dll.1 Morbilli merupakan infeksi virus dengan kontaminasi

yang tinggi dan ditandai dengan demam, batuk, coryza, dan konjungtivitis, diikuti dengan

munculnya ruam maculopapular. Sebelum vaksin morbilli ditemukan, diperkirakan

kematian akibat morbilli mencapai 5 juta hingga 8 juta kematian di seluruh dunia.2

Morbili menyebabkan infeksi pada anak-anak di USA, 90% di antaranya terjadi

pada anak di bawah 15 tahun. Morbiditas dan mortalitas akibat morbili menurun dengan

pemberian vaksin. Attack rate morbili menurun secara drastis dari 313 kasus/100.000

populasi pada tahun 1956-1960 menjadi 1,3 kasus/ 100.000 populasi pada tahun 1982-

1988.3 Di Asia Tenggara, angka kejadian morbili menurun dari 106.419 kasus pada tahun

2000 menjadi 65.161 kasus pada tahun 2011.4 Di Indonesia, jumlah kasus morbili pada

tahun 2013 sebanyak 10093 kasus dengan incidence rate 4,04 per 100.000 total

penduduk. Pada tahun 2014, jumlah kasus morbili menurun menjadi 7928 kasus dengan

incidence rate 3,14 per 100.000 total penduduk.5

Penanganan pada morbili bersifat suportif. Terapi antivirus tidak memberikan

efek yang signifikan pada penderita tanpa imunokompromais. Menjamin hidrasi,

oksigenasi, dan kenyamanan pasien merupakan tujuan pengobatan pada morbili. 3

2
Pencegahan yang utama pada morbili ialah dengan edukasi anjuran imunisasi. Edukasi

campak seperti pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai campak. Selain

kepada penderita campak, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok

masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan dan imunisasi

campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9 15 bulan.6,7

Pada awal abad 20, kematian akibat morbili bervariasi antara 2000 dan 10000,

atau sekitar 10 kematian per 1000 kasus morbili. Dengan perbaikan kesehatan, terapi

antimikroba, dan nutrisi yang baik, rasio kematian jatuh menjadi 1/1000 kasus.

Pneumonia dan ensefalitis merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus

yang berat, dan tercatat sebanyak 14-16% kematian terjadi pada pasien imunodefisiensi. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Morbilli merupakan infeksi virus dengan kontaminasi yang tinggi dan ditandai

dengan demam, batuk, coryza, dan konjungtivitis, diikuti dengan munculnya ruam

3
maculopapular. Sebelum vaksin morbilli ditemukan, diperkirakan kematian akibat

morbilli mencapai 5 juta hingga 8 juta kematian di seluruh dunia.2


Beberapa upaya dilakukan untuk menurunkan angka insiden dan mortalitas yang

disebabkan oleh morbilli di seluruh dunia. Di Amerika, vaksinasi rutin dan vaksinansi

morbilli mampu memutuskan transmisi endemik dari morbilli. Pemberian dua dosis

vaksin morbili dapat menurunkan endemik transmisi virus morbili pada tahun 2000. 2

2.2 Etiologi

Virus measles merupakan virus single-stranded RNA berbentuk sferis, tidak

bersegmen, dan bermuatan negatif2. Virus measles termasuk dalam famili

Paramyxoviridae dan genus Morbillivirus. Anggota dari genus Morbillivirus yang lain

menginfeksi mamalia lain seperti virus rinderpest menginfeksi lembu dan virus distemper

menginfeksi anjing, sedangkan manusia merupakan host untuk virus measles saja.3

Dari enam protein mayor yang menyusun virus measles, dua di antaranya sangat

penting dalam menginduksi imunitas, yaitu protein hemagglutinin (H) dan protein fusion

(F). Nab (neutralizing antibody) menyerang langsung pada protein H, sedangkan

antibodi yang menyerang protein F menghambat proliferasi virus selama infeksi.3

2.3 Epidemiologi

Vaksin measles mengubah epidemiologi dari morbili secara drastis. Pada saat

vaksin measles didistribusikan ke seluruh dunia, endemik transmisi morbili terputus.

Morbili menyebabkan infeksi pada anak-anak di USA, 90% di antaranya terjadi pada

anak di bawah 15 tahun. Morbiditas dan mortalitas akibat morbili menurun dengan

4
pemberian vaksin. Attack rate morbili menurun secara drastis dari 313 kasus/100.000

populasi pada tahun 1956-1960 menjadi 1,3 kasus/ 100.000 populasi pada tahun 1982-

1988.3
Pada tahun 1989-1991, penyebaran morbili terjadi secara lokal pada negara-

negara, menyebabkan lebih dari 55.000 kasus, 11.000 mendapatkan perawatan di rumah

sakit, dan 123 meninggal, hal ini menunjukkan infeksi oleh virus measles belum tuntas.

Pemberian dua dosis dengan strategi imunisasi intensif menyebabkan penurunan endemik

transmisi morbili di USA pada tahun 1993.4


Di Asia Tenggara, angka kejadian morbili menurun dari 106.419 kasus pada tahun

2000 menjadi 65.161 kasus pada tahun 2011. Jumlah kasus yang dilaporkan bervariasi,

tahun 2004 sebanyak 108.089 kasus, tahun 2007 sebanyak 69.301 kasus, dan tahun 2010

sebanyak 52.529 kasus. Incidence rate pada tahun 2007 43,5/juta menjadi 36,01/juta pada

tahun 2011.4
Lima negara pada Asia Tenggara, yaitu Bhutan, Korea, Maldives, dan Sri Lanka

melewati 90% dalam pencakupan vaksin measles dan menurunkan angka mortalitas

morbili >90% dibandingkan dengan tahun 2000. Lima negara lain, yaitu Bangladesh,

Indonesia, Myanmar, Nepal, dan Timor-Leste berhasil mengimplementasikan strategi

untuk menurunkan mortalitas morbili dan mendekati angka 90% dalam menurunkan

mortalitas morbili.4

5
Grafik 1. Kasus morbili yang dilaporkan dan pemberian vaksin measles Regio Asia

Tenggara, 1980-20114
Di Indonesia, jumlah kasus morbili pada tahun 2013 sebanyak 10093 kasus dengan

incidence rate 4,04 per 100.000 total penduduk. Pada tahun 2014, jumlah kasus morbili

menurun menjadi 7928 kasus dengan incidence rate 3,14 per 100.000 total penduduk.5

2.4 Patofisiologi

Virus measles dapat masuk melalui saluran pernapasan atau melalui konjungtiva

akibat kontak dengan droplet aerosol yang mengandung virus. Pasien memasuki masa

penularan tiga hari sebelum dan 4-6 hari setelah onset ruam. Virus campak sangat sensitif

terhadap temperatur sehingga virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius

atau bila dimasukkan ke dalam lemari es selama beberapa jam. Dengan pembekuan

lambat maka infektivitasnya akan hilang. Virus dapat bertahan selama 1 jam di ruangan

setelah pasien meninggalkan ruangan.3 Infeksi morbili menyebabkan nekrosis epitel

saluran pernapasan dan disertai infiltrate limfositik. Measles menyebabkan vasculitis

pada pembuluh darah kecil di kulit dan membran mukosa mulut. Histologi dari ruam dan

eksantem menunjukkan edema intraselular dan diskeratosis disertai pembentukan

epidermal syncytial giant cells dengan inti sel lebih dari 26. Partikel virus telah

6
teridentifikasi di dalam sel tersebut. Pada jaringan limforetikular, hiperplasi limfoid

terlihat jelas. Fusi dari sel-sel yang terinfeksi menghasilkan sel raksasa dengan

multinukleat, Warthin-Finkeldey giant cells merupakan patognomoni dari morbili dengan

inti sel lebih dari 100.3


Morbili terdiri dari empat fase, yaitu fase inkubasi, fase prodromal, fase

eksantema, dan fase penyembuhan. Selama masa inkubasi, virus measles bermigrasi ke

limfonodus regional. Viremia primer menandakan adanya diseminasi virus ke sistem

retikuloendotelial. Viremia sekunder menandakan virus menyebar ke seluruh tubuh. Fase

prodromal dimulai setelah viremia sekunder dan disertai dengan nekrosis epitel dan

pembentukan sel raksasa di jaringan tubuh. Kematian sel-sel disebabkan karena fusi

membran plasma antara satu sel dengan sel yang lain dan disertai replikasi virus di

jaringan tubuh, termasuk sel pada sistem saraf pusat. Dengan onset terjadinya ruam,

produksi antibodi dimula, dan replikasi virus serta gejala mulai menurun. Virus measles

juga menginfeksi sel T CD4+ sehingga terjadi penurunan sel T dan dapat terjadi infeksi

lain akibat imunosupresan. 3


Respon imun host terhadap virus measles bertujuan untuk mengeradikasi virus,

perbaikan klinis, dan menjamin sistem imun jangka panjang. Sistem imun nonspesifik

merespon selama fase prodromal termasuk aktivasi dari sel NK dan peningkatan produksi

interferon antivirus (INF) dan INF. Respon imun adaptif termasuk antibodi spesifik

terhadap virus measles dan respon selular. Antibodi spesifik terhadap virus measles yang

pertama terbentuk adalah IgM, kemudian IgG1 dan IgG4 akan meningkat dan menjadi

dominan. Respon IgM biasanya tidak muncul pada infeksi berulang atau pada pemberian

vaksin yang berulang. Peningkatan IgM menunjukkan infeksi primer.2


Respon Th1 yang ditunjukkan dengan peningkatan produksi IFN berfungsi untuk

eradikasi virus, sedangkan Th2 yang ditunjukkan dengan peningkatan interleukin 4

7
berfungsi untuk pembentukan antibodi spesifik terhadap virus measles dan proteksi

terhadap infeksi berulang.2

2.5 Manifestasi klinis

Morbili merupakan infeksi serius yang ditandai dengan demam tinggi, enantem,

batuk, , konjungtivitis, dan eksantem yang tampak jelas. Setelah masa inkubasi 8-12 hari,

fase prodromal mulai dengan demam ringan, diikuti dengan gejala konjungtivitis disertai

fotofobia, flu, batuk, dan peningkatan demam. Bintik koplik menyebabkan enantem

muncul kembali dan merupakan patognomoni dari morbili, muncul pada hari pertama

sampai hari keempat tergantung dari onset ruam. Bintik tersebut pertama kali muncul

dengan lesi berwarna merah dengan bintik putih kebiruan di tengah lesi pada daerah

bukal setinggi premolar. Bintik tersebut dapat menyebar ke daerah bibir, palatum durum,

dan gusi. Bintik tersebut juga dapat muncul pada lipatan konjungtiva dan mukosa vagina.

Bintik koplik dilaporkan terjadi pada 50-70% kasus morbili.3


Gejala meningkat selama 2-4 hari sampai hari pertama onset ruam. Ruam mulai

muncul pada dahi di belakang telinga, dan di atas leher sebagai erupsi makulopapular

kemerahan, kemudian menyebar ke punggung dan ekstremitas, hingga mencapai telapak

tangan dan telapak kaki pada 50% kasus. Eksantem akan menyebar ke daerah wajah dan

trunkus atas.3 Dengan munculnya onset ruam, gejala mulai menurun. Ruam akan

menghilang setelah tujuh hari dengan progres yang sama saat ruam mulai muncul,

biasanya meninggalkan bekas deskuamasi pada kulit. Dari gejala utama pada morbili,

perlangsungan batuk lebih lama bias hingga lebih dari 10 hari. Pada kasus yang lebih

berat, limfadenopati secara general dapat terjadi, dengan limfenodus servikal dan

oksipital yang paling menonjol.3


Gambar 1. Karakter campak pada anak.6

8
2.6

Diagnosis

Konfirmasi terhadap infeksi virus measles berdasarkan klinis sering

direkomendasikan. Pemeriksaan serologi pada morbili untuk mengidentifikasi antibodi

IgM di serum. Antibodi IgM akan muncul pada hari pertama atau kedua setelah onset

ruam muncul dan bertahan hingga satu minggu. Jika spesimen serum dikumpulkan <72

jam setelah onset ruam muncul, maka pengambilan spesimen kedua dibutuhkan.

Konfirmasi serologi juga dapat dilakukan dengan peningkatan antibodi IgG empat kali

lebih tinggi pada fase akut dan konvalesen pada spesimen yang dikumpulkan 2-4 minggu

kemudian. Deteksi molekular dengan PCR dapat dilakukan tetapi membutuhkan

kelengkapan alat yang memadai. 3


Pada pemeriksaan lab, ditemukan penurunan total sel darah putih, dengan jumlah

limfosit lebih rendah dibandingkan dengan netrofil pada fase akut. Pada morbili, laju

endap darah dan CRP (C-reactive protein) normal.3

2.7 Komplikasi

Komplikasi terbanyak pada morbili biasanya melibatkan saluran pernapasan dan

termasuk efek dari replikasi virus itu sendiri serta infeksi sekunder bakteri.

9
Laringotrakeobronkitis akut (croup) dapat terjadi selama perjalanan morbili dan dapat

menyebabkan obstruksi jalan napas, terutama pada anak-anak. Banyak anak dengan

morbili juga dapat mengalami diare, dan dapat menyebabkan malnutrisi.2


Komplikasi tersering dari morbili terjadi akibat infeksi bakteri sekunder pada

saluran pernapasan yang menyebabkan penekanan sistem imun berlangsung beberapa

minggu hingga beberapa bulan setelah masa akut dari morbili. Otitis media dan

bronkopneumonia sering terjadi dan dapat disebabkan oleh infeksi Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus infuenzae tipe b, atau Staphylococcus.2


Komplikasi yang jarang terjadi pada morbili namun bersifat serius karena

melibatkan sistem saraf pusat yaitu ensefalomyelitits postmorbili yang terjadi 1 dari 1000

kasus, dapat terjadi pada anak besar dan dewasa. Ensefalomyelitis terjadi dua minggu

setelah onset ruam dan ditandai dengan demam, kejang, dan defisit neurologis lainnya.

Penemuan periventrikel demielinasi, induksi respon imun terhadap protein dasar mielin,

dan tidak adanya virus di otak menunjukkan ensefalomielitis postmorbili disebabkan oleh

autoimun yang dipicu oleh infeksi virus morbili. Komplikasi pada sistem saraf pusat yang

dapat terjadi beberapa bulan hingga beberapa tahun setelah masa akut morbili adalah

measles inclusion body encephalitis (MIBE) dan subacute sclerosing panencephalitis

(SSPE).2
MIBE dan SSPE disebabkan karena infeksi virus measles yang persisten. MIBe

sangat jarang tetapi dapat berakibat fatal dengan kerusakan pada sistem imun selular dan

biasanya terjadi beberapa bulan setelah infeksi. SSPE berlangsung lambat, ditandai

dengan kejang dan penurunan kognitif yang progresif, dengan kematian terjadi 5-15

tahun setelah infeksi virus measles. SSPE biasanya terjadi pada pasien yang mengalami

infeksi virus measles di bawah 2 tahun. 2

2.8 Pengobatan

10
Penanganan pada morbili bersifat suportif. Terapi antivirus tidak memberikan

efek yang signifikan pada penderita tanpa imunokompromais. Menjamin hidrasi,

oksigenasi, dan kenyamanan pasien merupakan tujuan pengobatan pada morbili.

Pemberian antipiretik untuk memberikan kenyaman pada pasien dan mengkontrol suhu

dapat diberikan. Untuk pasien dengan gangguan saluran pernapasan, pemberian airway

humidification dan oksigen dapat memberikan manfaat. Kegagalan napas akibat croup

atau pneumonia dapat diberikan ventilator. Rehidrasi oral efektif pada beberapa kasus,

tetapi pada kasus dengan dehidrasi berat dibutuhkan pemberian rehidrasi melalui

intravena. 3
Defisiensi vitamin A pada anak-anak di negara berkembang dapat meningkatkan

mortalitas dari penyakit-penyakit infeksi, termasuk morbili. Pemberian vitamin A pada

anak usia 6 bulan sampai 2 tahun yang dirawat di rumah sakit dengan komplikasinya

seperti diare, croup, dan pneumonia.3


Dosis pemberian vitamin A pada anak usia 1 tahun sebanyak 200.000 IU

peroral, anak usia 6 bulan sampai 1 tahun diberikan vitamin A dosis 100.000 IU peroral,

dan anak usia < 6 bulan diberikan vitamin A dosis 50.000 IU peroral.3

2.9 Pencegahan

a. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor predisposisi

atau resiko terhadap penyakit campak. Sasaran dari pencegahan primordial adalah anak-

anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor

risiko yang tinggi untuk penyakit campak. Edukasi kepada orang tua anak sangat penting

peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti

11
penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan, imunisasi, konseling nutrisi dan penataan

rumah yang baik.6,7

b. Pencegahan Primer

Sasaran dan pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok

beresiko, yakni anak yang belum terkena campak, tetapi berpotensi untuk terkena

penyakit campak. Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-fktor yang

berpengaruh terhadap terjadinya campak dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor

tersebut ialah dengan:

i. Penyuluhan

Edukasi campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai

campak. Selain kepada penderita campak, edukasi juga diberikan kepada anggota

keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan

kesehatan. 6

ii. Imunisasi

Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dilakukan dengan

vaksinasi Campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9 15 bulan. Vaksin

yang digunakan adalah vaksin hidup yang dioleh menjadi lemah. Vaksin ini diberikan

secara subkutan sebanyak 0,5 ml. Vaksin campak tidak boleh diberikan pada wanita

hamil, anak dengan TBC yang tidak diobati, dan penderita leukemia. Vaksin campak

dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin measles-mumps-

rubella (MMR). Vaksin monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan, sedangkan vaksin

polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan. Penting diperhatikan penyimpanan dan

12
transportasi vaksin harus pada temperature antara 2C - 8C atau 4C serta vaksin

tersebut harus dihindarkan dari sinar matahari. 6,7

c. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah mencegah atau menghambat

timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan

untuk pendeteksian dini campak serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama

kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa

gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau

memperparah penyakit. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin

dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi dan pengelolaan

campak memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat. 6,7

d. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat

komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi

menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang

mengalami kecacatan. Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien

dengan dokter. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien

untuk mengendalikan penyakit campak. Pelayanan kesehatan yang holistik dan

terintegrasi antara disiplin terkait juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit

rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu.6,7

2.10 Prognosis

Pada awal abad 20, kematian akibat morbili bervariasi antara 2000 dan 10000,

atau sekitar 10 kematian per 1000 kasus morbili. Dengan perbaikan kesehatan, terapi

13
antimikroba, dan nutrisi yang baik, rasio kematian jatuh menjadi 1/1000 kasus. CDC

memperkirakan pada tahun 1982 sampai 2002 terdapat 259 kematian akibat morbili di

Amerika, dengan rasio 2,5-2,8/1000 kasus morbili. Pneumonia dan ensefalitis merupakan

komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus yang berat, dan tercatat sebanyak 14-

16% kematian terjadi pada pasien imunodefisiensi.3

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan

Morbilli merupakan infeksi virus dengan kontaminasi yang tinggi dan ditandai

dengan demam, batuk, coryza, dan konjungtivitis, diikuti dengan munculnya ruam

maculopapular. Sebelum vaksin morbilli ditemukan, diperkirakan kematian akibat

morbilli mencapai 5 juta hingga 8 juta kematian di seluruh dunia. Penyebab dari morbili

ialah virus measle yang termasuk dalam family Paramyxoviridae dan genus

morbillivirus. Morbili merupakan infeksi serius yang ditandai dengan demam tinggi,

enantem, batuk, coryza, konjungtivitis, dan eksantem yang tampak jelas. Setelah masa

inkubasi 8-12 hari, fase prodromal mulai dengan demam ringan, diikuti dengan gejala

konjungtivitis disertai fotofobia, coryza, batuk, dan peningkatan demam.

Komplikasi tersering dari morbili terjadi akibat infeksi bakteri sekunder pada

saluran pernapasan yang menyebabkan penekanan sistem imun berlangsung beberapa

minggu hingga beberapa bulan setelah masa akut dari morbili. Otitis media dan

14
bronkopneumonia sering terjadi dan dapat disebabkan oleh infeksi Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus infuenzae tipe b, atau Staphylococcus. Pencegahan yang dapat

dilakukan ialah penyuluhan kepada penderita dan anggota keluarga dan pihak-pihak

perencana kebijakan kesehatan. Vaksinasi campak juga dapat diberikan untuk mencegah

komplikasi yang berat pada anak saat terkena virus campak diberikan pada bayi berumur

9-15 bulan. Prognosis dari campak telah menurun drastis setelah perbaikan kesehatan,

terapi antimikroba, dan nutrisi yang baik, rasio kematian jatuh 1/1000 kasus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahayu, Tuty. Alan R. Tumbelaka. 2002. Gambaran klinis penyakit eksantema

akut pada anak. Sari Pediatri. Vol. 4, no.3, hh: 104-113.


2. Moss, William J. 2012. Measles (Rubeola). in Harrisons Principles of Internal

Medicine ed. 18th. eds. Dan L. Longo. et.al. McGraw-Hill, Inc.


3. Mason, Wilbert H. 2011. Measles. in Nelson Textbook of Pediatrics ed. 19 th. eds.

Kliegman, Robert M. Elsevier.


4. WHO. 2012. Status report on progress towards measles and rubella elimination

SAGE working group on measles and rubella. Dilihat 16 Maret 2017.


http://www.who.int/immunization/sage/meetings/2012/november/1_Status_Repor

t_Measles_Rubella_22_Oct.pdf
5. WHO. 2015. Reported measles cases and incidence rates by WHO Member States

2013, 2014, as of 11 February 2015. Dilihat 16 Maret 2017.

http://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/burden/vpd/surveillan

ce_type/active/measlesreportedcasesbycountry.pdf

6. CDC. 2013. Measles in Indonesia, USA: Centers for Disease Control and
Prevention.

15
7. Swart D., Rik L. (2007) 'The pathogenesis of measles revisited', Pediatric
Infectious Disease Journal, Vol.27(10).

16

Anda mungkin juga menyukai

  • Lapsus OMSK
    Lapsus OMSK
    Dokumen33 halaman
    Lapsus OMSK
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Tension Headache pada Ibu Rumah Tangga
    Tension Headache pada Ibu Rumah Tangga
    Dokumen18 halaman
    Tension Headache pada Ibu Rumah Tangga
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen15 halaman
    Bab I
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Lapsus OMSK
    Lapsus OMSK
    Dokumen33 halaman
    Lapsus OMSK
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • ODS Keratitis Pungtata Superfisial
    ODS Keratitis Pungtata Superfisial
    Dokumen32 halaman
    ODS Keratitis Pungtata Superfisial
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Abstrak DBD
    Abstrak DBD
    Dokumen1 halaman
    Abstrak DBD
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Halaman Pengesahan
    Halaman Pengesahan
    Dokumen1 halaman
    Halaman Pengesahan
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen21 halaman
    Laporan Kasus
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Lampiran
    Daftar Lampiran
    Dokumen1 halaman
    Daftar Lampiran
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • 27.F6 Pemkes Fix
    27.F6 Pemkes Fix
    Dokumen3 halaman
    27.F6 Pemkes Fix
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • 2.daftar Isiiiiiii
    2.daftar Isiiiiiii
    Dokumen11 halaman
    2.daftar Isiiiiiii
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Abstrak DBD
    Abstrak DBD
    Dokumen1 halaman
    Abstrak DBD
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • 22.F1 Demam Tifoid
    22.F1 Demam Tifoid
    Dokumen3 halaman
    22.F1 Demam Tifoid
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Sampul Kardio
    Sampul Kardio
    Dokumen1 halaman
    Sampul Kardio
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Urogenitalia Vitreous
    Urogenitalia Vitreous
    Dokumen13 halaman
    Urogenitalia Vitreous
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Laporan PKM f4 Gizi Buruk Ashari Mohpul
    Laporan PKM f4 Gizi Buruk Ashari Mohpul
    Dokumen4 halaman
    Laporan PKM f4 Gizi Buruk Ashari Mohpul
    Ashari Mohpul
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen7 halaman
    1
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Data K4
    Data K4
    Dokumen11 halaman
    Data K4
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • f3 ANC
    f3 ANC
    Dokumen3 halaman
    f3 ANC
    Ruth Faustine Jontah Rayo
    Belum ada peringkat
  • Format Laporan Listrik 2
    Format Laporan Listrik 2
    Dokumen7 halaman
    Format Laporan Listrik 2
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • 27.F6 Pemkes Fix
    27.F6 Pemkes Fix
    Dokumen3 halaman
    27.F6 Pemkes Fix
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Data PKM BLM Fix
    Data PKM BLM Fix
    Dokumen18 halaman
    Data PKM BLM Fix
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • 23.F2 Pemberantasan Sarang Nyamuk Fix
    23.F2 Pemberantasan Sarang Nyamuk Fix
    Dokumen2 halaman
    23.F2 Pemberantasan Sarang Nyamuk Fix
    Ruth Faustine Jontah Rayo
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Morbili
    Daftar Isi Morbili
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi Morbili
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Absen Minggu Obgyn
    Absen Minggu Obgyn
    Dokumen4 halaman
    Absen Minggu Obgyn
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Anestesi Toksikologi
    Anestesi Toksikologi
    Dokumen3 halaman
    Anestesi Toksikologi
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Hadir
    Daftar Hadir
    Dokumen2 halaman
    Daftar Hadir
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • Absen Minggu Obgyn
    Absen Minggu Obgyn
    Dokumen4 halaman
    Absen Minggu Obgyn
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat
  • HALAMAN PENGESAHAN Morbili
    HALAMAN PENGESAHAN Morbili
    Dokumen1 halaman
    HALAMAN PENGESAHAN Morbili
    Muhammad Azron Junaedi
    Belum ada peringkat