Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

TINJAUAN TEORI
1.1 Tinjauan Medis
1.1.1 Definisi
Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri otak (Price, 2005:1110). Menurut Muttaqin
(2008:128) Cerebro Vascular Accident (CVA) bleeding merupakan pendarahan
serebral dan mungkin pendarahan subaraknoid yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak pada area otak tertentu. Biasanya kejadian saat melakukan
aktifitas atau saat aktif bisa juga terjadi saat istirahat.
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa
terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke
otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-
arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne,
2002: 2131)
1.1.2 Etiologi
Menurut Kowalak (2011:354) stroke secara khas terjadi karena salah satu
dari tiga penyebab berikut ini :
1) Trombosis pada arteri serebri yang memasok darah ke dalam otak atau
trombosis pembuluh darah intrakranial yang menyumbat aliran darah.
2) Emboli akibat pembentukan trombus diluar otak, seperti didalam jantung,
aorta, atau arteri karotis kominis.
3) Perdarahan dari arteri atau vena intrakranialis seperti yang terjadi karena
hipertensi, ruptur aneurisma, malformasi arteriovenosa, trauma, gangguan
hemoragik, atau emboli septik.
Sedangkan menurut Kowalak (2011:354) faktor risiko yang sudah diketahui
sebagai prediposisi stroke meliputi :
1) Hipertensi
2) Riwayat stroke dalam keluarga
3) Riwayat serangan iskemia sepintas (Transient Ischaemic Attack)
4) Penyakit jantung termasuk aritmia, penyakit arteri koronaria, Infark Miokard
Akut, kardiomiopati, dilatasi dan penyakit valvuler
5) Diabetes
6) Hiperlipidemia familial
7) Kebiasaan merokok
8) Kebiasaan minum minuman keras
9) Obesitas
10) Gaya hidup serba instant
11) Penggunaan kontrasepsi oral
1.1.3 Klasifikasi
Stroke secara khas diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke
hemoragi (Kowalak, 2011:335).
1. Stroke Iskemik
80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab pada
orang berusia usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak
aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis
(Price, 2005:1131). erdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik
berdasarkan penyebab, yaitu:
a. Stroke Lakunar
Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif
dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam
beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Terdapat sindrom lakunar
yang sering dijumpai :
1. Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna
posterior.
2. Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula
interna
3. Stroke sensorik murni akibat infark talamus
4. Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan
yang canggung akibat infark pons basal.
b. Stroke Trombotik Pembuluh Besar Trombosis
pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah subtipe kedua
stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat
pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun.
Stroke ini sering berkaitan dengan lesi arterosklerotik yang
menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau
yang lebih jarang dipangkal arteria serebri media atau di taut arteria
vertebralis dan basilaris.
c. Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat
misalnya stroke arteria vertebtalis atau asal embolus. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan
terjadi saat beraktivitas. Trombus ini sering bersangkut dibagian
pembuluh yang mengalami stenosis. Biasanya bekuan darah sangat
kecil, frgamen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui
areria karotis atau vertebralis.
d. Stroke Kriptogenik
Kelainan ini disebut kelainan tersembunyi dikarenakan pasien
mengalami oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas.
2. Stroke Hemoragi
Stroke hemoragik yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari
semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami
ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang sub araknoid atau
langsung kedalam jaringan otak. Perdarahan dapat dengan cepat
menimblkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur-struktur saraf
di dalam tengkorak. ecara umum, menurut Price (2005:1120) perdarahan di
dalam tengkorak diklasifikasikan berdasarkan lokasi yaitu :
a. Perdarahan Intraserebrum (Parenkimatosa) Hipertensif
Sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi
dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh
kedalam jaringan otak. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan
intraserebrum paling sering terjadi saat pasien terjaga dan aktif,
sehingga kejadiannya sering disaksikan oleh orang lain. Perdarahan
yang terjadi langsung ke dalam ventrikel otak jarang dijumpai.
b. darahan Subaraknoid (PSA)
PSA memiliki dua kasus utama yaitu ruptur suatu aneurisma
vaskular dan trauma kepala. Kejadian ini berlangsung cepat, karena
perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang
subaraknoid lapisan meningen. Terdapat empat penyulit utama yaitu :
1) Vasospasme reaktif disertai infark
2) Ruptur ulang
3) Hiponatremia
4) Hidrosefalus
1.1.4 Patofisiologi
1. Patofisiologi
1. Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2000) berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
tertentu, biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau saat
aktif. Namun bisa juga terjadi saat istirahat, kesadaran pasien
umumnya menurun.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi
hari. Tidak terjadi iskemi yang menyebabkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien
umumnya baik.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan
hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai
beberapa jam (24 jam)
b. Stroke Involution atau Progresif
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan meskipun
akut. Munculnya gejala makin bertambah buruk, proses progresif
beberapa jam sampai beberapa hari.
c. Stroke Complete

Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen,


maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan
parbaikan dapat didahului dengan TIA yang berulang
1.1.5 PATWAYS
Hipertermi, DM, penyakit jantung (faktor pencetus)
Merokok, stress, gaya hidup tidak baik, koletrol, obesitas

Penimbunan kolestrol yang meningkat dalam darah lemak yang sudah nekrotik

Inflitrasi limfosit (trombus)

Artheriosclerosis Pembuluh darah jadi kaku penyempitan pembuluh darah

Pembuluh darah pecah


Aliran darah lambat
Trombus mengikuti aliran darah stroke hemoragik kompresi jaringan otak
Cerebral turbulensi

Stroke non hemoragik emboli eritrosit bergumpal


gangguan pefusi jaringan serebralserebral
Proses metabolisme dalam otak terganggu endotil rusak

Penurunan suplai darah & 02 otak peningkatan TIK edema serebri

Arteri vertebra basilaris kerusakan kerusakan penurunan fungsi arteri carotis interna arteri cerebri media
Neurocerebrospinal neurologis, N, X, XII
Disfungsi N, XI N, VII, IX, XII defisic N, VII, IX, XII disfungsi N, II disfungsi N, XI
(aksesoris)
Kehilangan fungsi perubahan ketajaman proses menelan penurunan aliran darah kegagalan menggerakkan
tonus otot sensori, penghidung tidak efektif ke retina anggota gerak
Kelemahan anggota
Gerak Gangguan komunikasi Gangguan Ketidakseimbangan Resiko cedera Hambatan mobilitas
verbal sensori nutrisi kurang dari fisik
Hambatan mobilitas fisik persepsi kebutuhan tubuh

Defisit perawatan diri Kemampuan melakukan ADL dan


perawatan diri berkurang
1.1.6 Manifetasi klinis
Gambaran klinis stroke cukup beragam bergantung pada arteri yang terkena serta
daerah otak yang mengalami perdarahan, intensitas kerusakan, dan luas sirkulasi
kolateral yang terbentuk.
1. Menurut Kowalak (2011:336) keluhan umum stroke meliputi :
a. Kelemahan ekstremitas yang unilateral
b. Kesulitan bicara
c. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
d. Sakit kepala
e. Gangguan pengelihatan (diplopia, hemianosapsia, ptosis)
f. Rasa pening
g. Kecemasan
h. Perubahan tingkat kesadaran
2. Lesi pada arteri serebri media :
a. Afasia
b. Disfasia
c. Defisit pada lapangan pengelihatan
d. Hemiparesis pada sisi lesi (lebih berat pada wajah dan lengan dibandingkan
pada tungkai
3. Arteri Karotis
a. Kelemahan
b. Paralisis
c. Patriasi
d. Perubahan sensorik
e. Gangguan pengelihatan pada sisi lesi
f. Perubahan tingkat kesadaran
g. Bruits
h. Sakit kepala
i. Afasia
j. Ptosis
4. Arteri Vertebrobasilaris
a. Kelemahan pada sisi yang terkena
b. Patirasa disekitar bibir dan mulut
c. Defisit pada lapangan pengelihatan
d. Diplopia
e. Koordinasi yang buruk
f. Disfagia
g. Bicara yang pelo
h. Rasa pening
i. Nistagmus
j. Amnesia
k. Ataksia
5. Lesi pada ateri serebri anterior
a. Kebingungan
b. Kelemahan
c. Patirasa khususnya pada tungkai disisi lesi
d. Inkontinensia
e. Kehilangan koordinasi
f. Kerusakan fungsi motorik dan sensorik
g. Perubahan kepribadian
6. Lesi pada arteri serebri posterior
a. Defisit lapangan pengelihatan
b. Kerusakan motorik
c. Diskleksia
d. Perseverasi
e. Koma
f. Kebutaan kortikal
g. Keadaan tanpa paralisis
1.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Lumbal pungsi
Pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada pendarahan yang
massif, sedangkan pendarahan kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai
250 mg di dalam serum dan berangsur-angsur turun kembali.
c. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Muttaqin, 2008:141)
2. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti pendarahan,
atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rubtur (Doenges, 1999:292).
3. Skan CT
Memperlihatkan adanya edema, hematoma (lokasi/letak, luasnya dan jumlah
pendarahan), iskemia dan adanya infark. (Doenges, 1999:292).
4. MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena
(Doenges, 1999:292).
5. EEG
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik (Doenges, 1999:292).
1.1.8 Koplikasi
Komplikasi bervariasi menurut intensitas dan tipe stroke, menurut Kowalak
(2011:337) yaitu :
1. Tekanan darah yang tidak stabil (akibat kehilangan kontrol vasomotor)
2. Edema serebral
3. Ketidakseimbangan cairan
4. Kerusakan sensorik
5. Infeksi seperti pneumonoa
6. Perubahan tingkat kesadaran
7. Aspirasi
8. Kontraktur
9. Emboli paru
10. Kematian
1.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000:19) Pengobatan stroke sedini mungkin hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan. Penatalaksanaan stroke akut di unit gawat darurat
meliputi:
1) Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC meliputi :
(1) Airway
Mempertahankan saluran napas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
dengan hati-hati, pertimbangkan intubasi bila kesadaran stuppor atau koma
(GCS < 8).
(2) Breathing
Berikan oksigenasi yang adekuat melalui oksigenasi nasal 2-4 lpm.
(3) Circulation
Pasang jalur infuse intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan
kecepatan 20ml/ jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5%
dalam air dan salin 0,45% karena dapat memperhebat edema otak
mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termaksud usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi
2) Protokol Penatalaksanaan Stroke hemoragik (Mansjoer, 2000:22)
(1) Singkirkan kemungkinan koagulapati, pastikan hasil masa protrombin dan
masa tromboplastin parsial adalah normal.
(2) Kendalikan hipertensi: berlawanan dengan infark serebri akut, pendekatan
pengendarian tekanan darah yang lebih agresif dilakukan pada pasien dengan
pendarahan intraserebral akut, karena tekanan yang tinggi dapat menyebabkan
kemungkinan perdarahan ulang. Tekanan darah sistolik lebih dari 180 mmHg
harus diturunkan sampai 150-180 mmHg.
(3) Pertimbangkan konsultasi bedah saraf bila perdarahan sereblum diameter >
3cm atau volume > 50ml untuk dekompresi atau pemasangan ventrikulo-
peritoneal bila ada hidrosefalus obstruksif akut.
(4) Beri cairan osmodiuretik seperti: manitol 20% (1kgBB, intravena dalam 20-30
menit) untuk pasien dengan koma dalam atau tanda-tanda tekanan intracranial
yang meninggi atau ancaman herniasi.
(5) Pertimbangkan fenitoin (10-20mg/KgBB intravena, kecepatan maksimal
50mg/menit, atau peroral) pada pasien dengan perdarahan luas dan derajat
kesadaran menurun atau berikan diazepam/ valium untuk mengurangi kejang.
(6) Perdarahan intraserebral dapat dilakukan obati penyebabnya, tuurunkan
tekanan intracranial yang tinggi, berikan neuroprotektor, tindakan evakuasi
hematoma dengan mempertimbangkan usia dan skala koma Glasgow (> 4),
hanya dilakukan pada pasien dengan indikasi:
a. Pendarahan serebrum dengan diameter > 3 cm (kraniotomi dekompresi)
b. Hidrosefalus akut akibat pendarahan intraventrikel atau serebrum (VP
shunting)
c. Pendarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda-tanda peninggian tekanan
intracranial akut dan ancaman herniasi.
(7) Tekanan Intrakranial yang meninggi pada pasien dapat diturunkan dengan
salah satu cara/gabungan berikut ini:
d. Manitol bolus, 1gr/KgBB dalam 30-3- menit kemudian dilanjutkan
dengan dosis 0,25-0,5g/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam.
Target osmolaritas= 300-320mosmol/liter.
e. Gliserol 50% oral, 0,25-1g/kg setiap4-6jam atau gliserol 10% intravena,
10 ml/KgBB dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan atau sedang.
f. Furosemid 1mg/KgBB intravena
g. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai
PCO2= 29-35mmHg
h. Tindakan kraniotomi dekompresif
(8) Perdarahan subaraknoid dilakukan nimodipin dapat diberikan untuk mencegah
vasospasmepada pendarahan subaraknoid primer akut. Tindakan operasi dapat
dilakukan pada pendarahan subaraknoid stadium akibat pecahnya aneurisma
sakular berry dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruksif (VP shunting).
1.2 Konsep Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1. Anamnese
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua) jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal, dan jam MRS,
nomor register, diagnosa medis (Tarwoto, 2013:145)
b. Keluhan Utama
Penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala hebat, kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo tidak dapat berkomunikasi (Muttaqin, 2008:133).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar (Muttaqin, 2008:133).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes (Doenges,1999:291). Ada riwayat hipertensi, stroke sebelumnya,
ada riwayat penyakit jantung, penggunaan obat-obat antikoagulan (Muttaqin,
2008:133).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau ada riwayat stroke
dari generasi terdahulu (Muttaqin, 2008:133).
f. Riwayat Alergi
Ada riwayat alergi seperti alergi makanan, obat, debu, bahan kimia
(Muttaqin, 2008:133).
g. Data Psikososialspiritual
Mekanisme koping menurun, mudah marah, dan ansietas. Ada perubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi.
Faktor biaya juga mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan
keluarganya (Muttaqin, 2008:133).
h. Pola pemenuhan Kebutuhan Dasar
1. Nutrisi
Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi (rasa
kecap) pada lidah, pipi, dan temgkorak, disfagia (Doenges,1999:291).
2. Eliminasi
Perubahan pola berkemih seperti inkotinensia urine, anuria
(Doenges,1999:290).
3. Aktifitas dan Istirahat
Kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralisis (hemiplegia) (Doenges,1999:290).
4. Hygine Perseorangan
5. Kesulitan untuk melakukan hygine perseorangan karena kelemahan
(Doenges,1999:290).
i. Pemeriksaan Fisik
1. Breathing (B1)
Ditemukan suara nafas tambahan (Ronkhi atau wheezing)
(Doenges,1999:292), lidah menutup ke belakang menutupi jalan nafas
sehingga terjadi sesak nafas atau dispneau, cheyne stoke, apneu, SpO2
menurun (Muttaqin, 2008:135).
2. Blood (B2)
Peningkatan tekanan darah atau hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg) dan bradikardi (tanda-tanda PTIK), sianosis, pucat, akral dingin
(Muttaqin, 2008:135).
3. Brain (B3)
Sakit kepala, kesemutan, pengelihatan menurun, diplopia, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman, kesadaran menurun, pada wajah terjadi
paralisis, parese, reaksi pupil tidak sama (Doenges, 1999:291).
Pengkajian tingkat kesadaran berkisar pada letargi, strupor,
semikomatosa (Muttaqin, 2008:135).
Pengkajian fungsi serebral (Muttaqin, 2008:135-136) :
a. Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. pada klien stroke tahap
lanjut terjadi perubahan dalam status mental klien.
b. Fungsi intelektual : penurunan ingatan dan memori baik jangka pendek
maupun jangka panjang
c. Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan berbahasa tergantung dari
daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebral. Bila lesi pada girus
temporalis (area wernikce) superior akan didapatkan disfasia repressif.
Bila lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area broca)
akan didapatkan disfasia ekspresif. selain itu akan ditemukan juga gejala
disartria dan apraksia.
Pengkajian sistem motorik: kehilangan volunter terhadap gerakan
motorik. didapatkan hemiplegia dan hemiparesis. Pada penilaian
kekuatan otot didapatkan tingkat 0 pada sisi yang sakit, dan mengalami
gangguan keseimbangan akibat hemiplegia dan hemiparesis (Muttaqin,
2008:137-138).
Pengkajian sistem sensorik: ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi, tidak memberikan atau hilangnya respon
terhadap propriosepsi (kemampuan merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh), serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual
taktil, dan auditorius (Muttaqin, 2008138)
Pengkajian saraf cranial:
a. Saraf II : disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan)dua atau lebih objek dalam area
spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh,
b. Saraf III, IV, dan VI, jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
satu sisi otot- otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjukgat unilateral di sisiyang sakit.
c. Saraf V pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis syaraf
trigeminus, penurunan kemampuan kordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi lateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
d. Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal , wajah asimetris,
dan wajah otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
e. Saraf IX dan X, kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
f. Saraf XII, lidah simetris, terdapfasikulasiat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
4. Bladder (B4)
Inkontinensia urine karena hilang atau berkurangnya sistem kontrol sfingter,
inkontenesia yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis yang meluas
(Muttaqin, 2008:138).
5. Bowel (B5)
Didapatkan adanya kesulitan menelan, mual, muntah pada fase akut. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus
(Muttaqin, 2008:138).
6. Bone (B6)
Hemiplegic dan hemiporesis karena disfungsi motorik. Pada kulit, jika
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit jelek. Tanda dekubitus terutama daerah menonjol. Adaya
kesukaran dalam beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau
paralisis/hemiplegia. (Muttaqin,2008:139).
7. Sistem Integumen
8. Jika pasien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik (Muttaqin,2008:139).
1.2.2 Masalah Keperawatan
 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,
hemiparese/hemiplagia.
 Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan.
 hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kegagalan menggerakkan
anggota gerak
1.2.3 Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan : Resiko jatuh berhubungan dengan hambatan


mobilitas
Resiko Jatuh ( 2000, 2013 )

Definisi : Rentan terhadap peningkatan resiko jatuh yang dapat menyebabkan bahaya dan
gangguan kesehatan.

Faktor Resiko

 Penggunaan alat bantu  Gangguan mendengar


 Prostesis ektremitas bawah  Gangguan Visual
 Tinggal sendiri riwayat jatuh  Hipotensi Oertostastik
 Gangguan fungsi konginetal
 Kesulitan gagya berjalan
 Lingkungan yang tidak terorganisasi
 Penurunan kekuatan ekstremitas
 Ruang yang tidak di kenal
 Anemia bawah
 Artitis  Penyakit vaskular
 Gangguan keseimbangan  Perubahan kadar gula darah
 Hambatan mobilitas  Periode pemulihan pasca operasi

NOC

Kejadian jatuh 1912


Definisi : Jumlah banyaknya passien jatuh
SKALA TARGET Dipertahankan pada : Ditingkatkan ke :
OUTCOME :
Berat Cukup Sedang Ringan Tidak
berat ada
Skala Outcome keseluruhan 1 2 3 4 5
Indikator :
191201 Jatuh saat 1 2 3 4 5 NA
berdiri
191202 Jatuh saat 1 2 3 4 5 NA
berjalan
191203 Jatuh saat 1 2 3 4 5 NA
duduk
191204 Jatuh dari 1 2 3 4 5 NA
tempat tidur
191204 Jatuh saat 1 2 3 4 5 NA
dipindahkan
191205 Jatuh saat 1 2 3 4 5 NA
naik tangga
191206 Terjun saat 1 2 3 4 5 NA
turu tangga
191207 Jatuh saat 1 2 3 4 5 NA
ke kamar
mandi

NOC

Keparahan Cedera Fisik 1913


Definisi :keparahan dari tanda dan gejala dari cedera tubuh

SKALA TARGET Dipertahankan pada : Ditingkatkan ke :


OUTCOME :
Berat Cukup Sedang Ringan Tidak
berat ada
Skala Outcome keseluruhan 1 2 3 4 5
Indikator :
121301 Lecet pada 1 2 3 4 5 NA
kulit
121302 Memar 1 2 3 4 5 NA
121303 Luka gores 1 2 3 4 5 NA
121304 Luka bakar 1 2 3 4 5 NA
121305 Ekstremitas 1 2 3 4 5 NA
kesleo
121306 Fraktur 1 2 3 4 5 NA
pelvis
121307 Fraktur 1 2 3 4 5 NA
ekstremitas
121308 Fraktur 1 2 3 4 5 NA
panggul
121309 Ffraktur 1 2 3 4 5 NA
muka
121310 Cedera gigi 1 2 3 4 5 NA
121311 Gangguan 1 2 3 4 5 NA
imobilitas
121312 Penurunan 1 2 3 4 5 NA
tingkat
kesadaran
121313 Pendarahan 1 2 3 4 5 NA
121314 Trauma 1 2 3 4 5 NA
perut

NIC
Manajemen Lingkungan : Keselamatan
6486
Definisi : Memonitor dan memanipulasi lingkungan fisik untuk
meningkatkan keamanan
Aktivitas-aktivitas :  Edukasi individu dan kelompok yang
 Identifikasi kebutuhan keamanan beresiko tinggi terhadap bahan
pasien berdasarkan fungsi fisik dan berbahaya ada di lingkungan.
kognitif sertariwayat di masa lalu
 Identifikasi lingkungan yang
membuat berbahaya
 Sediakan alat untuk beradaptasi (
misal, kursi untuk pijkan dan
pegangan)
 Monitor lingkungan terhadap
terjadinya perubahan status
keselamatan
 Bantu pasien saat melakukan
perpindahahan lingkungan yang lebih
aman
 Inisiasi dan atau lakukan program
skrining terhadap bahan yang
membahayakan lingkungan.

NIC
Pencegahan Jatuh
6490
Definisi : melaksanakan pencegahan khusus dengan pasien yang
Memiliki resiko cedera karena jatuh

Aktivitas-aktivitas :  gunakan teknik yang tepat untuk


 Identifikasi perilaku dan faktor emindahka pasien
penyebab jatuh  sediakan alas kaki yang tidak licin
 Kaji ulang riwayat jatuh pasien
 orientasikan pasien dengan lingkunagna
bersama dengan keluaraga
 Identifikasi karakteristik dari baru
lingkungan yang mungkin  ajarkan keluarga pasien mengenal faktor
meningkatkan potensi jatuh resiko untuk mngurangi resiko jatuh
 Sarankan perubahan gaya berjalan (  bantu anggota kekluarga untuk
terutama kecepatan berjalan) mengidentifikasi bahaya lingkungan
 Ajarkan pasien untuk berapadaptasi  sarankan menggunakan alas kaki yang
terhadap modifikasi gaya berjalan
aman
yang telah dimodifikasi
 kembangkan cara pasien untuk
 dukung pasien untuk menggunakan beradaptasi di lingkungan yang
tongkat barudalam mengisi waktu luang
 ajarkan pada pasien jika jatuh , untuk  berkalaborasi dengan anggota tim
meminimalkan cidera
kesehatan lain untuk meminimalkan
 monitor kemampuan pasien
berpindah dari tempat tidur ke kursi efek samping dari pengobatan yang
dan sebaliknya berkontrubusi pada kejadian jatuh
 tempatkan busa di tempat duduk  beri pengawasan yang ketat/alat pengikat
pasien untuk mencegah pasien untuk pasien
terjatuh.

2. Nanda : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan itoleran aktivitas


Hambatan Mobilitas Fisik

Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan
terarah

Batasan Karakteristik Faktor yang berhubungan

 dispnea setelah beraktifitas  agen farmaseutikal


 gangguan sikap berjalan  ansietas
 gerakan lambat  depresi
 gerakan spastik  disuse
 gerakan tidak terkoordinasi  fisik tidak bugar
 instabilitas postur  gangguan fungsi kognitif
 kesulitan membolak balik posisi  gangguan metabolisme
 kesulitan membolak balik posisi  gangguan muskuloskeleta
 keterbatasan rentang gerak  gangguan neuromuskular
 ketidak nyamanan  gangguan sensoriperseptual
 melakukan aktifitas lain sebagai  gaya hidup kurang gerak
pengganti pergerakanm ( mis,  insdek masa tubuh di atas persentil ke-
meningkatkan perhatian pada aktivitas 75 sesuai usia
orang lain mengendalikan perilaku,  intoleran aktifitas
fokus pada aktifitas sebelum sakit )  kaku sendi
 penurunan kemampuan melakukan  keengganan memulai pergerakan
keterampilan motorik halus  kepercayaan kebudayaan tentang
 penurunan kemampuan melakukan aktivitas yang tepat
keterampilan motorik kasar  kerusakan intergritas struktur tulang
 penurunan waktu reaksi  keterlambatan perkembangan
 termor akibat bergerak  kontraktur
 penurunan kekuatan otot  kurang dukungan lingkungan ( mis.,
 penurunan kendali otot fisik atau sosial)
 penurunan ketahanan tubuh  kurang pengetahuan tentang nilai
 penurunan masa otot aktifitas fisik
 program pembatasan gerak  malnutrisi
 nyeri
NOC

pergerakan 208

Definisi : kemampuan untuk bisa bergerak bebas di tempat dengan atau tanpa alat

Tidak Jarang Kadang- Sering secara


pernah menunju kadang menunju konsisten
menunju kkan menunju kkan menunju
kkan kkan kkan

skala outcame keseluruhan 1 2 3 4 5

keseimbangan 1 2 3 4 5 NA

koordinasi 1 2 3 4 5 NA

cara berjalan 1 2 3 4 5 NA

gerakan otot 1 2 3 4 5 NA

gerakan sendi 1 2 3 4 5 NA

kinerja pengaturan tubuh 1 2 3 4 5 NA

kinerja trasfer 1 2 3 4 5 NA

berlari 1 2 3 4 5 NA

melompat 1 2 3 4 5 NA

merangkat 1 2 3 4 5 NA

berjalan 1 2 3 4 5 NA
bergerak dengan mudah 1 2 3 4 5 NA

NOC

pergerakan sendi 206

Definisi : ROM aktif pada semua sendi dengan gerakan atas inisiatif sendiri

Tidak Jarang Kadang- Sering secara


pernah menunju kadang menunju konsisten
menunju kkan menunju kkan menunju
kkan kkan kkan

skala outcame keseluruhan 1 2 3 4 5

rahang 1 2 3 4 5 NA

leher 1 2 3 4 5 NA

punggung 1 2 3 4 5 NA

jari (kanan) 1 2 3 4 5 NA

jari (kiri) 1 2 3 4 5 NA

jempol (kanan) 1 2 3 4 5 NA

jempol (kiri) 1 2 3 4 5 NA

pergelangan tangan ( kanan) 1 2 3 4 5 NA

pergelangan tangan (kiri) 1 2 3 4 NA

siku (kanan) 1 2 3 4 5 NA

siku (kiri) 1 2 3 4 5 NA

bahu (kanan) 1 2 3 4 5 NA

bahu (kiri) 1 2 3 4 5 NA

pergelangan kaki (kanan) 1 2 3 4 5 NA


pergelangan kaki ( kiri) 1 2 3 4 5 NA

lutut (kanan) 1 2 3 4 5 NA

lutut (kiri) 1 2 3 4 5 NA

panggul (kanan) 1 2 3 4 5 NA

panggul ( kanan) 1 2 3 4 5 NA

panggul (kiri) 1 2 3 4 5 NA

NIC

peningkatan mekanika tubuh 140

Detinisi :menfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan dalam aktifitas sehari hari untuk
mencegah kelelahan dan ketegangan atau injuri muskuloskeleta

 kaji komitmen pasien untuk belajar  bantu untuk menghindari duduk dalam
dan menggunakan postur [tubuh] yang posisi yang sama dalam jangka waktu
benar yang lama
 kaloborasi dengan fisioterapi dalam  instrusikan pasien untuk menggerakan
mengembangkan peningkatan kaki terlebih dahulu kemudian badan
mekanika tubuh, sesuai indikasi ketika muali berjalan dari posisi berdiri
 kaji pemahaman pasien mengenai  gunakan prinsip mekanika tubuh ketika
mekanisme tubuh dan latihan ( mis., menagani pasien dan memindahkan
mendemostrasikan kembali teknik peralatan
melakukan aktifitas/latihan yang  bantu pasien atau keluarga untuk
benar) mengidentifikasi latihan postur [ tubuh]
 informasikan kepada pasien tentang yang sesuai
struktur dan fungsi tulang belakang  bantu pasien untuk memilih aktifitas
dan postur yang optimal untuk pemanasan sebelum memulai latihan atau
bergerak dan menggunakan tubuh memulai pekerjaan yang tidak dilakukan
 edukasi pasien tantang pentingnya secara rutin sebelumnya
postur [tubuh] yang benar untuk  bantu pasien melakukan latihan fleksi
mencegah kelelahan, ketegangan atau untuk menfasilitasi mobilisasi pumggung
injuri sesuai indikasi
 edukasi pasien mengenai bagaimana  edukasi pasien atau keluarga tentang
menggunakan postur [ tubuh] dan frekuensi dan jumplah pengulangan
mekanika tubuh untuk mencegah setiap latihan
injuri saat melakukan berbagai  monitoring perbaikan postur [tubuh]
aktifitas mekanika tubuh pasien
 kaji kesadara pasien tentang  berikan informasi tentang kemungkinan
abnormalitas muskulokeletanya dan penyebab nyeri otot atau sendi
efek yang mungkin timbul pada
jaringan otot dan postur
 edukasi dalam penggunaan matras/
tempat duduk atau bantal yang lembut
jika di indikasi
 instrusikan untuk menghindari tidur
dengan posisi terlungkup
 bantu untuk mendesmotrasikan posisi
tidur yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). 6th edition.
Singapura : Elsevier
Junaidi, Iskandar. 2011. Stroke : Waspadai Ancamannya. Jakarta: Andi Publisher.
Moorhead, Sue, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th edition.
Singapura : Elsevier
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
System Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinia proses-proses penyakit. Alih
bahasa : Brahm U. 2006. Jakarta: EGC.
Tarwoto, 2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Bandung:
Sagung Seto.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai