Anda di halaman 1dari 56

ISSN : 2303-1921

MIFI
MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA, Volume 5, Nomor 3 SEPTEMBER 2017

KOMBINASI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECH- HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) KATEGORI
NIQUE DENGAN ULTRASOUND LEBIH EFEKTIF DALAM UNDERWEIGHT DENGAN TINGKAT NYERI DYSMENORRHEA
MENURUNKAN RASA NYERI DIBANDINGKAN KOMBINASI PRIMER PADA REMAJA PUTRI SEKOLAH MENENGAH PER-
STRAIN COUNTERSTRAIN DENGAN ULTRASOUND PADA PEN- TAMA
DERITA PIRIFORMIS SYNDROME Kadek Kristina Harum Lasmi, Ari Wibawa, I Made Muliarta
I Nyoman Baktiyasa, Ari Wibawa, I Putu Adiartha Griadhi
PEMBERIAN CORE STABILITY EXERCISE KOMBINASI HEEL
PERBANDINGAN AGILITY LADDER EXERCISE METODE RAISES EXERCISE SAMA BAIK DENGAN CORE STABILITY EX-
LATERAL RUN DENGAN CIRCUIT TRAINING DALAM ERCISE KOMBINASI ANKLE STRATEGY EXERCISE TERHADAP
MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN FUTSAL PADA TIM KESEIMBANGAN STATIS ANAK FLAT FOOT USIA 9-11 TAHUN DI
GRIYA TANSA TRISNA DALUNG SEKOLAH DASAR NEGERI 4 TONJA DENPASAR
Gede Denny Wiradarma, Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi, I Made Risma Caesar Witayanti, Ni Luh Nopi Andayani, Ni Wayan
Gusti Ayu Artini Tianing

EFEKTIVITAS PEMBERIAN AROMATHERAPY ABDOMINAL MAS- PERBEDAAN PEMBERIAN SENAM HAMIL DAN MASSAGE
SAGE TEKNIK EFFLURAGE DIBANDINGKAN DENGAN AB- DENGAN SENAM HAMIL DAN TAPPING TERHADAP PENING-
DOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN KATAN AKTIVITAS FUNGSIONAL PADA IBU HAMIL TRIMESTER
NYERI DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA PUTRI III YANG MENGALAMI NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK DI
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DENPASAR UNIT VERLOS KAMER BALI ROYAL HOSPITAL DENPASAR
Dewa Ayu Chintya Antari, I Made Niko Winaya, Ida Ayu Dewi Wiry- Putu Ayu Meka Raini, Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi, Susy
anthini Purnawati

LATIHAN ABDOMINAL DRAWING-IN MANEUVER SAMA HUBUNGAN POSISI PERGELANGAN TANGAN SAAT MENGETIK
BAIKNYA DENGAN CORE STRENGTHENING EXERCISE DALAM TERHADAP RISIKO TERJADINYA CARPAL TUNNEL SYNDROME
MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT PENYANGGA TUBUH PADA (CTS) PADA KARYAWAN PT. X
SISWI SMAN 1 GIANYAR Made Adhi Dharma Setiawan, I Made Niko Winaya, I Made Muliarta
I Gusti Ayu Mega Purwani, Ni Wayan Tianing, I Putu Adiartha Griadhi
PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN BAYI YANG DIBERI
PERBEDAAN WAKTU REAKSI VISUAL ANTARA INDEKS MASSA ASI EKSKLUSIF DAN NON EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA
TUBUH KATEGORI UNDERWEIGHT, NORMAL DAN OVER- PUSKESMAS PADANG KARAMBIA KECAMATAN PAYAKUMBUH
WEIGHT PADA SISWA SEKOLAH DASAR SARASWATI TABANAN SELATAN
Ni Kadek Ira Maharani Putri, Ari Wibawa, I Dewa Ayu Inten Dwi Prima- Nur Sakinah, Ni Luh Nopi Andayani, I Made Krisna Dinata
yanti
HUBUNGAN JUMLAH KONSUMSI BATANG ROKOK TERHADAP
HUBUNGAN FLAT FOOT DENGAN KESEIMBANGAN STATIS DAN NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA LAKI-LAKI DEWASA
DINAMIS PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 4 TONJAKOTA MUDA
DENPASAR Ni Putu Suci Sukreni, Ari Wibawa, I Made Krisna Dinata
Kadek Ady Antara, I Nyoman Adiputra, I Wayan Sugiritama

Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana


MIFI
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia
Volume 5, Nomor 3, September 2017
Daftar Isi

KOMBINASI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE DENGAN ULTRA-


SOUND LEBIH EFEKTIF DALAM MENURUNKAN RASA NYERI DIBANDINGKAN KOMBINASI
STRAIN COUNTERSTRAIN DENGAN ULTRASOUND PADA PENDERITA PIRIFORMIS SYN-
DROME
I Nyoman Baktiyasa, Ari Wibawa, I Putu Adiartha Griadhi

PERBANDINGAN AGILITY LADDER EXERCISE METODE LATERAL RUN DENGAN CIRCUIT


TRAINING DALAM MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN FUTSAL PADA TIM GRIYA TANSA
TRISNA DALUNG
Gede Denny Wiradarma, Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi, I Gusti Ayu Artini

EFEKTIVITAS PEMBERIAN AROMATHERAPY ABDOMINAL MASSAGE TEKNIK EFFLURAGE


DIBANDINGKAN DENGAN ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN
NYERI DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA PUTRI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI
DENPASAR
Dewa Ayu Chintya Antari, I Made Niko Winaya, Ida Ayu Dewi Wiryanthini

LATIHAN ABDOMINAL DRAWING-IN MANEUVER SAMA BAIKNYA DENGAN CORE


STRENGTHENING EXERCISE DALAM MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT PENYANGGA
TUBUH PADA SISWI SMAN 1 GIANYAR
I Gusti Ayu Mega Purwani, Ni Wayan Tianing, I Putu Adiartha Griadhi

PERBEDAAN WAKTU REAKSI VISUAL ANTARA INDEKS MASSA TUBUH KATEGORI UNDER-
WEIGHT, NORMAL DAN OVERWEIGHT PADA SISWA SEKOLAH DASAR SARASWATI TA-
BANAN
Ni Kadek Ira Maharani Putri, Ari Wibawa, I Dewa Ayu Inten Dwi Primayanti

HUBUNGAN FLAT FOOT DENGAN KESEIMBANGAN STATIS DAN DINAMIS PADA ANAK
SEKOLAH DASAR NEGERI 4 TONJAKOTA DENPASAR
Kadek Ady Antara, I Nyoman Adiputra, I Wayan Sugiritama

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) KATEGORI UNDERWEIGHT DENGAN


TINGKAT NYERI DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA PUTRI SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA
Kadek Kristina Harum Lasmi, Ari Wibawa, I Made Muliarta

PEMBERIAN CORE STABILITY EXERCISE KOMBINASI HEEL RAISES EXERCISE SAMA BAIK
DENGAN CORE STABILITY EXERCISE KOMBINASI ANKLE STRATEGY EXERCISE TER-
HADAP KESEIMBANGAN STATIS ANAK FLAT FOOT USIA 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR
NEGERI 4 TONJA DENPASAR
Made Risma Caesar Witayanti, Ni Luh Nopi Andayani, Ni Wayan Tianing

PERBEDAAN PEMBERIAN SENAM HAMIL DAN MASSAGE DENGAN SENAM HAMIL DAN TAP-
PING TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS FUNGSIONAL PADA IBU HAMIL TRIMESTER III
YANG MENGALAMI NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK DI UNIT VERLOS KAMER BALI
ROYAL HOSPITAL DENPASAR
Putu Ayu Meka Raini, Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi, Susy Purnawati

HUBUNGAN POSISI PERGELANGAN TANGAN SAAT MENGETIK TERHADAP RISIKO TER-


JADINYA CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA KARYAWAN PT. X
Made Adhi Dharma Setiawan, I Made Niko Winaya, I Made Muliarta

PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN NON EK-
SKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG KARAMBIA KECAMATAN PAYA-
KUMBUH SELATAN
Nur Sakinah, Ni Luh Nopi Andayani, I Made Krisna Dinata

HUBUNGAN JUMLAH KONSUMSI BATANG ROKOK TERHADAP NILAI ARUS PUNCAK EK-
SPIRASI PADA LAKI-LAKI DEWASA MUDA
Ni Putu Suci Sukreni, Ari Wibawa, I Made Krisna Dinata
KOMBINASI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE DENGAN ULTRASOUND LEBIH
EFEKTIF DALAM MENURUNKAN RASA NYERI DIBANDINGKAN KOMBINASI STRAIN COUNTERSTRAIN
DENGAN ULTRASOUND PADA PENDERITA PIRIFORMIS SYNDROME
1
I Nyoman Baktiyasa, 2Ari Wibawa, 3I Putu Adiartha Griadhi,
1,2
Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar Bali
3
Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar Bali
inymbaktiyasa@gmail.com

ABSTRAK

Piriformis Syndrome didefinisikan sebagai sekumpulan gejala seperti nyeri, kesemutan atau mati rasa dari area
bokong hingga ke kaki. Pada keadaan seperti ini, penderita dapat diberikan intervensi berupa Integrated Neuromus-
cular Inhibition Technique, Strain Counterstrain dan Ultrasound. Dengan Paired Sample t-test pada Kelompok 1
didapatkan nilai p=0,000 dimana beda rerata 2,940±0,96, sedangkan pada Kelompok 2 didapatkan nilai p=0,000 di-
mana beda rerata 1,910±0,60. Pada uji beda selisih antara Kelompok 1 dengan Kelompok 2 dengan Independent
Sample t-test didapatkan p=0,010 (p<0,05). Hal ini menunjukkan kombinasi Integrated Neuromuscular Inhibition
Technique dengan Ultrasound lebih efektif dalam menurunkan rasa nyeri dibandingkan kombinasi Strain Counter-
strain dengan Ultrasound pada penderita Piriformis Syndrome.

Kata Kunci: Integrated Neuromuscular Inhibition Technique, Strain Counterstrain, Ultrasound, Piriformis Syndrome

AN INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE COMBINATION WITH ULTRASOUND MORE


EFFECTIVE IN REDUCE PAIN COMPARED TO A COMBINATION OF STRAIN COUNTERSTRAIN WITH ULTRA-
SOUND IN PIRIFORMIS SYNDROME PATIENTS

ABSTRACT

Piriformis Syndrome is a collection of symptoms such as pain, tingling or numbness from the buttocks down to the
foot. In this condition, patients can be given intervention with Integrated Neuromuscular Inhibition Technique, Strain
Counterstrain and Ultrasound. With Paired Sample t-test on Group 1 that got the value of p =0.000 with mean differ-
ences 2.940±0.96,while at Group 2 that got the value of p=0.000 with mean differences 1.910±0.60. In test of differ-
ence between Group 1 and Group 2 using Independent Sample t-test showed p=0,010 (p<0,05). These research
showed that combination of Integrated Neuromuscular Inhibition Technique with Ultrasound is more effective in reliev-
ing pain than combination of Counterstrain Strain with Ultrasound in Piriformis Syndrome.

Keyword: Integrated Neuromuscular Inhibition Technique, Strain Counterstrain, Ultrasound, Piriformis Syn-
drome

PENDAHULUAN berikan sensasi hangat pada area yang diaplikasikan ul-


Sekitar 70% -80% populasi di dunia mengalami trasound. Efek thermal mampu mempercepat metabo-
nyeri pinggang dan punggung bawah, sementara sekitar lisme pada jaringan yang mengalami pemendekan se-
17% dari keluhan yang terjadi pada punggung bawah hingga meningkatkan fleksibilitas otot dan mampu
mengalami Piriformis Syndrome.1 Piriformis Syndrome menurunkan derajat spasme.3
merupakan keluhan neuromuskular akibat dari nervus Integrated Neuromuscular Inhibitation Technique
ischiadicus yang tertekan atau terjepit oleh otot piriformis (INIT) merupakan teknik yang menggabungkan kombinasi
yang mengakibatkan nyeri hebat hingga nyeri menjalar Ischemic Compression, Strain Counterstrain dan Muscle
sepanjang perjalanan saraf sciatica. Penyebab yang pal- Energy Technique yang efektif untuk melepas nyeri pada
ing sering menjadi pencetus Piriforms Syndrome adalah Myofascial Pain Syndrome. Kombinasi dari ketiga tehnik
karena adanya spasme otot piriformis.2 Pada keadaan tersebut pada INIT memiliki keistimewaan yaitu terjadi
seperti ini, penderita dapat diberikan tindakan fisioterapi mekanisme temporal summation dan spatial sumassion
dengan modalitas Ultrasound, maupun secara konven- yang mampu menggabungakan potensial aksi
sional dengan Integrated Neuromuscular Inhibition Tech- postsinaps.hal tersebut memicu Excitatory Post Synaptic
nique dan Strain Counterstrain. Potentials (EPSPs) yang lebih besar yang mampu
Modalitas Ultrasound adalah sebuah modalitas fisi- menurunan ketegangan otot piriformis lebih cepat terjadi
oterapi yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik dan memberikan inhibisi nyeri hebat pada Piriformis Syn-
yang memeliki penetrasi hingga jaringan profundus. Hal drome.4
tersebut mampu memberi efek micro massage pada Strain Counterstrain merupakan teknik manual
serabut otot yang mampu memicu peningkatan sirkulasi dengan memosisikan sendi menjadi posisi yang paling
pada kerusakan jaringan otot, dan efek thermal mem- nyaman secara pasif untuk mengurangi nyeri, meningkat-

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 1


Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 2

kan relaksasi otot dan membantu menghilangkan atau Kel.2 = Kelompok Strain Counterstrain kombinasi Ul-
menghancurkan siklus spasme otot.5 trasound
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengetahui
gambaran umum mengenai perbandingan Integrated Jika dilihat karakteristik sampel berdasarkan usia,
Neuromuscular Inhibition Technique dengan Strain Coun- pada kelompok 1 memiliki rerata usia 42,2 dengan
terstrain pada intervensi Ultrasound terhadap penurunan simpang baku ±6,90 dan pada kelompok 2 memiliki nilai
rasa nyeri pada penderita Piriformis Syndrome. rerata 45,9 dengan simpang baku ±6,90.

BAHAN DAN METODE Tabel 3. Uji Normalitas Dan Homogenitas


Penelitian pada kasus Pirifomis Syndrome ini ada- Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk Uji
lah penelitian eksperimental dengan randomized pre test Test Homoge
and post test control group design. Sampel diambil Kelompo
k Data Kelompok 1 Kelompok 2 nitas
dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Be- (Levene'
sar sampel diambil dengan menggunaka rumus Pocock Statistik p Statistik p s Test)
sehingga diperoleh jumlah sampel setiap kelompok terdiri
dari 10 orang. Kelompok 1 diberikan intervensi Integrated Nyeri
Neuromuscular Inhibitation Technique (INIT) kombinasi Sebelum 0,927 0,419 0,946 0,619 0,616
Ultrasound sementara kelompok 2 diberikan intervensi Intervensi
Strain Counterstrain kombinasi Ultrasound. Penelitian ini
dilaksanakan di Klinik Fisioterapi Dharma Yadnya di bulan Nyeri
Sesudah 0,926 0,409 0,951 0,681 0,028
Mei 2017 sebanyak 12 kali pertemuan. Itervensi
Pengukuran nyeri pada Piriformis Syndrome
menggunakan Viaual Analogue Scale (VAS). Tabel 3. merupakan hasil dari Shapiro Wilk Test
didapatkan angka probabilitas pada kelompok pertama
HASIL sebelum didapatkan p=0,419 (p>0,05) dan setelah perla-
Dari pengolahan data menggunakan software kuan p=0,409 (p>0,005), sementara kelompok kedua
SPSS 21.0 dimana data telah diambil pada bulan Mei sebelum perlakuan p=0,619 (p>5) dan setelah perlakuan
tahun 2017 di Klinik Fisioterapi Rumah Sakit Dharma didapatkan p=0,681 (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut
Yadnya, Denpasar yang diperoleh hasil sebagai berikut : menunjukan kedua kelompok lompok sampel berdistribusi
secara normal.
Tabel 1. Karakterisrik Sampel Berdasarkan Jenis Ke- Pada Levene’s Test menunjukan bahwa data nyeri
lamin sebelum perlakuan homogen sedangkan data nyeri
Jenis Frekuensi Persen sesudah perlakuan tidak homogen karena nilai p=0,616
Kelamin Kel 1 Kel 2 Kel 1 Kel 2 (p>0,05) untuk nilai nyeri sebelum perlakuan dan p=0,028
(p<0,05) untuk nilai nyeri setelah perlakuan,
Laki-laki 5 5 50 50
Perempuan 5 5 50 50 Tabel. 4 Hasil Uji Paired Sample t-test
Total 10 10 100 100 Kelompo
N Rerata±SD t p
k
Keterangan :
Kel.1 = Kelompok Integratred Neuromuscular Inhibition Nyeri 1 10 7,170±1,10
Technique kombinasi Urasound Sebelum 1,364 0,189
Kel.2 = Kelompok Strain Counterstrain kombinasi Ultra- Intervensi 2 10 6,530±0,99
sound
Nyeri 1 10 4,230±0,39
Tabel 1. menunjukan karaktersistik sampel be- Sesudah -1,498 0,156
dasarkan jenis kelamin pada penderita Piriformis Syn- Itervensi 2 10 4,620±0,72
drome, pada kelompok pertama berdasarkan jenis ke-
lamin frekuensi laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang 1 10 2,950±0,96
dengan presentase 50% untuk laki-laki dan 50% untuk Selisih 2,875 0,01
perempuan. Pada kelompok 2 menunjukan frekuensi laki 2 10 1,910±0,60
5 orang dan perempuan 5 orang dengan persentase 50%
untuk laki-laki dan 50% untuk perempuan. Dari uji Paired Sample t-test didapatkan beda rera-
ta penurunan nyeri Piriformis Syndrome sebelum dan
Tabel 2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia sesudah perlakuan pada kelompok pertama dengan
Rerata±SD p=0,000 (p<0,05) hal tersebut menyatakan bahwa ter-
Karakteristik dapat perbedaan yang signifikan terhadap penurunan
Kel 1 Kel 2 nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi Integrat-
Usia 42,9±6,90 45,9±6,90 ed Neuromuscular Inhibition Technique kombinasi Ultra-
sound pada Piriformis Sundrome.
Keterangan : Uji hipotesis sebelum dan sesudah perlakuan pada
Kel.1 = Kelompok Integratred Neuromuscular Inhibition kelompok kedua dengan Paired Sample t-test didapatkan
Technique kombinasi Urasound p=0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat selisih yang signif-
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 3

ikan dari penurunan nyeri sebelum dan setelah dilakukan INIT dapat menurunkan nyeri dan meningkatkan
intervensi Strain Counterstrain kombinasi Ultrasound pa- kemampuan fungsional secara signifikan. INIT mampu
da Piriformis Syndrome. mengurangi derajat overlapping yang terjadi pada thick
dan thin myofilament dalam sarkomer sebuah taut band
Tabel 5. Hasil Uji Independent t-test otot yang mengandung trigger point didalamnya. Sarko-
Hasil Analisis mer berperan dalam proses kontraksi dan relaksasi otot.
Persentas Ketika otot mengalami suatu kontraksi, maka filamen ac-
Nyeri Nyeri e tin dan myosin akan berhimpit dan otot akan memendek.
Kelompok Beda
Sebelum Sesudah Penuruna Sedangkan ketika otot mengalami fase relaksasi maka
Rerata
Intervensi Itervensi n Nyeri otot akan mengalami pemanjangan. Ketika terjadi pen-
(%) guluran memalui stretching pada otot piriformis, maka
serabut otot pirifomis akan memanjang dan terulur penuh
1 7,17 4,23 2,94 41,01 melebihi panjang serabut otot itu posisinya yang normal
2 6,53 4,62 1,91 29,24 yang dihasilkan oleh sarkomer. Ketika penguluran pada
oto piriformis terjadi, serabut yang berada pada posisi
Tabel 5. mempelihatkan perbedaan rerata yang tidak teratur akan diubah posisi semula. 8
penurunan nyeri kelompok kelompok pertama sebelum
intervensi dan sesudah intervensi sebesar 2,940 dengan Kombinasi Strain Counterstrain dengan Ultrasound
persentase 41,01% sedangakan rerata penurunan nyeri dapat Menurunkan Nyeri pada Piriformis Syndrome
pada kelompok kedua sebelum dan sesudah dilakukan Penelitian yang telah dilaksanakan ini mampu
intervensi sebesar 1,910 dengan persentase 29,24%. Hal menggambarkan bahwa intervensi Strain Counterstrain
tersebut dapat disimpulkan perlakuan kelompok pertama dapat meringankanan nyeri secara signifikan pada pen-
yaitu bahwa intervensi Integrated Neuromuscular Inhibi- derita Piriformis Syndrome yang menyatkan rata-rata
tion Technique kombinasi Ultrasound lebih baik penurunan nyeri sebesar 2,560 dan p=0,00 (p<0,05).
dibandingkan dengan perlakuan kelompok kedua yaitu Strain Counterstrain bermanfaat mengatur kembali
Strain Counterstrain kombinasi Ultrasound. muscle spindle secara otomatis. Hal ini hanya terjadi saat
muscle spindle dalam posisi rileks sehingga menurunkan
DISKUSI tonus dan pelepasan spasme yang berlebihan. Posisi
Didapatkan karakteristik sampel berdasarkan rileks diberikan dengan durasi 90-120 detik sehingga
jenis kelamin pada Kelompok pertama dan Kelompok secara otomatis terjadi penurunan nyeri. Pemberian
kedua memiliki kesamaan dengan umlah sampel yang penekanan secara menetap pada lokasi tender point
berjenis kelamin laki-laki total 10 orang (50%), sedangkan dengan durasi 90 detik pada posisi rileks merangsang
yang berjenis kelamin perempuan total 10 orang (50%). terjadi proses neurological resetting. Mekanisme tersebut
Dilihat berdasarkan usia sampel, kelompok pertama dapat menurunkan nyeri secara signifikan. 9
mempunyai rerata umur (42,9±6,90) tahun dan kelompok Strain Counterstrain (SCS) merupakan salah satu
kedua mempunyai rerata umur (45,9±6,90) tahun. intervensi untuk mengembalikan fleksibilitas otot yang
Penurunan fleksibilitas dan elastisitas cenderung mulai sangat baik untuk mengatasi problematic spasm
terjadi usia 37 tahun keatas akibat penurunan metabo- (tightness) pada otot. Dengan Strain Counterstrain (SCS)
lisme pada jaringan otot.6 maka otot akan dilatih untuk memanjang sehingga terjadi
perbaikan pada sarkomer dan fascia dalam myofibril
Kombinasi INIT (Integrated Neuromuscular Inhibition otot.10
Technique) dengan Ultrasound dapat Menurunkan
Nyeri pada Piriformis Syndrome Intervensi INIT dan Ultrasound Lebih Baik dibanding-
Dari uji Paired Sample t-test pada kelompok per- kan Strain Counterstrain dan Ultrasound dalam
tama, diperoleh rerata angka nyeri sebelum pemberian Menurunkan Nyeri pada Piriformis Syndrome
intervensi sebesar 2,460 dan rerata setelah pemberian Uji Independent Samples t-test untuk mengetahui
intervensi sebesar 0,540. Selain itu, diperoleh p=0,000 perbandingan penurunan nyeri pada kedua kelompok,
(p<0,005) yang mengindikasikan adanya perbedaan yang diperoleh angka perbedaan penurunan nyeri pada ke-
signifikan antara angka nyeri sebelum dan setelah pem- lompok pertama sebesar (2,940±0,96) dan kelompok
berian intervensi kombinasi INIT dan Ultrasound. Hal ini kedua sebesar (1,910±0,60). Nilai p=0,010 (p<0,05) yang
menunjukkan bahwa intervensi kombinasi INIT dan Ultra- mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan yang signif-
sound dapat mengurangi nyeri pada Piriformis Syn- ikan antara kelompok pertma dan kelompok kedua. Hal
drome. ini menggambarkan intervensi Integrated Neuromuscular
INIT memiliki keistimewaan dalam penerapannya Inhibition Technique dan Ultrasound lebih baik daripada
yang mengkombinasikan 3 intervensi yaitu Ischemic Strain Counterstrain dan Ultrasound jika diaplikasikan
Compression, Strain Counterstrain dan Muscle Energy pada kasus Piriformis Syndrome.
Technique. Dimulai penekanan pada otot dapat meman- Pemberian Ultrasound dan INIT memberikan
jangkan sarkomer pada jaringan otot dan dapat mem- penurunan nyeri yang signifikan lebih baik dari pemberian
berikan stimulasi pada mechanoreceptor yang Strain Counterstrain karena pemberian INIT
mempengaruhi rasa sakit. Setelah terjadi penurunan nyeri menghasilkan 3 mekanisme berbeda, yaitu Ischemic
dilanjutkan dengan pemberian Strain Counterstrain untuk Compression, Strain Counterstrain dan Muscle Energy
merelaksasi otot piriformis. Tindakan terakhir yang diberi- Technique dalam memberikan efek relaksasi otot sehing-
kan yaitu Muscle Energy Technique.7 ga dapat mengurangi nyeri.11
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 4

SIMPULAN
Pemberian intervensi Intergrated Neuromuscular
Inhibition Technique (INIT) dan Ultrasound lebih efektif
dalam menurunkan rasa nyeri dibandingkan Strain Coun-
terstrain dan Ultrasound pada penderita Piriformis Syn-
drome.

DAFTAR PUSTAKA
1. Douglas, S. 2002. Sciatic Pain and Piriformis Syn-
drome. http://Gateway/d/Kalindra/ piri_np.htm. access
at March, 30, 2017.
2. Liswoko, G. 2012. Korelasi Lama Menyupir dengan
Tejadinya Ischialgia Et Causa Spasme Otot Pririform-
is pada Sopir Angkatan Umum Banyumanik Sema-
rang. Skripsi.Surakarta : FIK UMS.
3. Srbely, L.Z. 2008. Stimulation of myofascial trigger
point with ultrasound induces segmental antinocicep-
tive effect: A Randomized Controlled Study. Pain.
4. Chaitow, L. 2003. Neuro-muscular Technique A Prac-
titioner’s Guide to Sof Tissue Manipulation. Thorsons
Publishers Limited. Wellingborough.
5. Somprasong, S. 2011. Effects of Strain Counter-
Strain and Stretching Techniques in Active Myofascial
Pain Syndrome. J. Phys. Ther. Sci. Thailand:Vol. 23:
889-893.
6. Mehta, S. 2006. Piriformis Syndrome. Article Extra-
Spinal Disorders. Slipman.
7. Simons, D. 2002. Understanding Effective Treatment
Of Myofascial Trigger Point. J Bodywork Mov ther.
8. Jyotsna, M. 2013. Effectiveness of Integrated Neuro-
muscular Inhibitory Technique (INIT) on Pain, Range
od Motion and Functional Abilities in Subjects with
Mechanical Neck Pain. International Journal of Phar-
maceutical Research and Bio-Science, 2(6), pp.584–
593.
9. Nathan, L. 2008. Strain/Counterstrain. Uhl Publica-
tions. http://www.brainybetty.com. access at April, 23,
2017.
10. Wong, C. K. 2012. Strain Counterstrain: Current Con-
cepts and Clinical Evidence. Manual Therapy. USA:
Vol 17: 2-6.
11. Nayak, P. P. 2013. A Study To Find Out The Efficacy
Of INIT (Integrated Neuromuscular Inhibitation Tech-
nique) With Therapeutic Ultrasound Vs INIT With Pla-
cebo Ultrasound In The Treatment Of Acute Myofas-
cial Trigger Point Upper Trapezius. The Oxford Col-
lege of Physiotherapy. Banglore.
PERBANDINGAN AGILITY LADDER EXERCISE METODE LATERAL RUN DENGAN CIRCUIT TRAINING DALAM
MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN FUTSAL PADA TIM GRIYA TANSA TRISNA DALUNG
1)
Gede Denny Wiradarma, 2) Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi, 3)
I Gusti Ayu Artini
1,2
Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
3
Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar Bali
wiradarmadenny@gmail.com

ABSTRAK

Kelincahan merupakan suatu bentuk latihan dengan gerakan yang cepat dan mengubah arah serta tangkas. Melihat
sekian banyak latihan kelincahan yang menyasar koordinasi saraf otot, kecepatan reaksi, keseimbangan, kekuatan
otot saja namun tidak meningkatkan fleksibiltas secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui per-
bandingan agility ladder exercise metode lateral run dengan circuit training dalam hal peningkatan kelincahan. Desain
penelitian menggunakan eksperimental Pre- Test and Post- Test Two Group Design, sampel sebanyak 18 orang
terbagi dalam 2 kelompok dengan simple random sampling. Sampel penelitian ini adalah pemain futsal tim Griya
Tansa Trisna Dalung. Kelompok 1 diberikan Agility Ladder Exercise metode Lateral Run dan kelompok 2 diberikan
Circuit Training, penelitian selama 5 minggu dengan dosis latihan 3 kali dalam satu minggu. Illinois Agility run test
digunakan sebelum dan sesudah pelatihan untuk mengukur waktu kelincahan. Uji normalitas menggunakan Saphiro
Wilk, homogenitas menggunakan Levene’s test serta pengujian hipotesis menggunakan Independent T-test. Data
tersebut berarti kelompok 1 dan kelompok 2 berdistribusi normal dan homogeny dengan rerata peningkatan pada
kelompok 1 adalah 2,89 dan klompok 2 adalah 4,47. Selisih antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh p = 0,000
(p<0,05) berarti secara statistik adanya perbedaan bermakna. Penelitian ini menyimpulkan latihan circuit training
lebih efektif digunakan untuk meningkatkan kelincahan pada pemain futsal tim Griya Tansa Trisna Dalung.

Kata kunci: kelincahan, agility ladder exercise metode lateral run, circuit training.

DIFFERENCE AGILITY LADDER EXERCISE METHOD LATERAL RUN AND CIRCUIT TRAINING TO IMPROVE
AGILITY IN FUTSAL PLAYERS IN TEAM GRIYA TANSA TRISNA DALUNG

ABSTRACT

Agility is a form of exercise with fast movement and changing direction and agile. Seeing the many agility exercises
targeting the coordination of muscle nerves, reaction speed, balance, muscle strength alone but did not increase
flexibility significantly. This study aims to determine the comparison of agility ladder exercise lateral run method with
circuit training in terms of increased agility.The research design with experimental Pre-Test and Post- Test Two
Group Design, sample of 18 people divided into 2 groups with simple random sampling. The sample of this research
is futsal team player Griya Tansa Trisna Dalung. Group 1 was given Agility Ladder Exercise Lateral Run method and
group 2 was given Circuit Training, research for 5 weeks with dose of exercise 3 times in one week. Illinois Agility run
test used before and after training to measure agility. Normality test using Saphiro Wilk, homogeneity using Levene's
test and hypothesis testing using Independent T-test. The data mean group 1 and group 2 were normal and homoge-
neous distributed with mean increase in group 1 was 2.89 and group 2 was 4.47. Difference between group 1 and
group 2 was obtained p = 0,000 (p <0,05) meaning statistically significant difference.This research concludes circuit
training exercises more effective are used to improve agility on the team's futsal player Griya Tansa Trisna Dalung.

Keywords: agility, agility ladder exercise, lateral run method, circuit training

PENDAHULUAN mainan ini melibatkan dua tim yang mana setiap tim
Kelincahan (agility) merupakan kemampuan men- memiliki anggota sebanyak lima orang pemain. Per-
gubah arah dan posisi tubuh sarta bagian - bagiannya mainan yang melibatkan lima pemain dalam setiap
secara cepat dan tepat. Kelincahan sendiri berperan pent- regunya ini menuntut masing-masing individu untuk men-
ing dalam permainan sepak bola, basket, bulutangkis guasai teknik bermain yang bagus dan juga kondisi fisik
khususnya permainan futsal. Kelincahan sendiri lebih ber- serta mental yang baik pula.1
peran penting dalam permainan futsal daripada ke- Agility ladder exercise metode lateral run suatu
cepatan, karena pemain futsal lebih memerlukan kelinca- metode yang digunakan untuk meningkatkan kelincahan
han untuk melewati lawan, mengecoh lawan, gerak kaki atlet. Penerapannya dengan menggunakan media kotak
yang cepat dan membuat lebih efektif di lapangan. tangga yang disebut dengan tangga kelincahan,
Futsal adalah sebuah permainan bola dalam tekniknya dengan lari menyamping di dalam lintasan
ruangan dengan menggunakan kaki tujuannya memasuk- berupa tangga tersebut. Latihan tersebut untuk mening-
kan bola ke gawang lawan sebanyak-banyaknya. Per- katkan kelincahan, karena latihan ini melatih konsentrasi

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 5


Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 6

gerak yang tinggi.2 Bentuk latihan yang menuntut konsen- dengan assessment Fisioterapi
trasi tinggi dan koordinasi gerakan yang kompleks. Faktor Sampel masuk dalam kriteria eksklusi jika mem-
tersebut akan mempengaruhi peningkatan momen gaya iliki riwayat post-op fraktur 2 tahun terakhir pada tungkai
kontraksi otot, sehingga terjadi peningkatan pada koordi- bawah; sampel dengan nyeri menjalar dari pinggang sam-
nasi sistem keterampilan motorik yang dapat memicu pai tungkai bawah; mengalami cedera pada tungkai da-
meningkatnya kelincahan (Maulana, 2012). Agility Ladder lam 3 bulan terakhir; sampel sedang mengikuti penelitian
Exercise metode Lateral Run berpengaruh untuk mening- lain. Sampel dianggap gugur apabila tidak hadir 3 kali
katkan kelincahan dan bentuk latihannya sederhana. secara berturun; Mengundurkan diri.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Apriyadi pada
tahun 2014 menyatakan bahwa Agility Ladder Exercise HASIL
Metode Lateral Run dapat meningkatkan kelincahan lari Sampel adalah pemain Tim Futsal Griya Tansa
pada atlet sepak bola usia 13 tahun dan latihan tersebut Trisna Dalung dengan jumlah sampel 18 orang. Sampel
memiliki resiko yang kecil terkena cedera.3 terdiri dari 2 kelompok perlakuan, dimana Kelompok 1
Circuit training adalah latihan fisik yang terdiri dari diberikan Agility Ladder Exercise metode Lateral Run;
5-15 pos dan disetiap pos terdiri dari pelatihan yang sedangkan Kelompok 2 diberikan Circuit Training. Berikut
berbeda seperti melompat dan berlari. Dalam melakukan adalah Tabel hasil analisis data:
gerakan tersebut sistem gerak yang mendukung gerakan
tersebut adalah otot-otot dan persendian. Melatih otot Tabel 1. Karakteristik Sampel berdasarkan Umur, IMT
secara sistematis dan teratur maka akan dapat
meningkatkan massa otot. Meningkatnya massa otot Karakteristik
KP1 KP2
menunjukkan bahwa kekuatan otot tersebut menjadi Sampel
bertambah. Pada latihan Circuit Training persendian pada Umur 19,77±1,56 19,77±1,30
tungkai juga sangat berperan penting untuk mengubah IMT 20,78±1,30 20,04±1,35
arah dengan cepat, dibutuhkan latihan- latihan untuk
mengubah arah dengan cepat seperti latihan fleksibilitas. 4 Tabel 2. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas
Berdasarkan latar belakang yang diilustrasikan
oleh penulis dinyatakan agility ladder exercise metode Shapiro Wilk Test
(Levene’s
lateral run dan circuit training sama-sama efektif dalam Kebugaran
KP1 KP2 Test)
meningkatkan kelincahan. Alasan lainnya mengangkat
penelitian ini karena belum ada penelitian yang Sebelum
membandingkan kedua latihan ini, maka dari itu penulis 19,09 18,78 0,850
perlakuan
ingin mengetahui latihan mana yang lebih efektif untuk
meningkatkan kelincahan. Sesudah
16,21 14,32 0,256
perlakuan
BAHAN DAN METODE Selisih
2,89 4,47 0,672
Metode penelitian pre test and post test with con- perlakuan
trol group design dalam pengambilan sampel
menggunakan simple random. Jumlah sampel dihitung Pada Tabel 2 menunjukkan hasil uji normalitas
menggunakan rumus Pocock5, hasilnya 18 orang. menggunakan Shapiro Wilk test dan uji homogenitas
Penelitian dilaksanakan selama lima minggu di Lapangan dengan Levene’s test menunjukkan bahwa kelompok 1
Simpang Futsal Dalung, pada bulan Mei sampai Juni dan kelompok 2 berdistribusi normal dan homogen. Maka
2017 pengujian hipotesis menggunakan uji statistik parametrik.
Kelompok 1 mendapatkan Agility Ladder Exer-
cise metode Lateral Run, Kelompok 2 mendapatkan Cir- Tabel 3. Hasil Uji Independent T-test
cuit Training. Kelompok Rerata±SB P
Illinois agility run test digunakan untuk penguku-
ran awal. Pada Kelompok Perlakuan 1, sampel Sebelum Kelompok 1 19,09±0,617
melakukan Agility Ladder Exercise metode Lateral Run perlakuan Kelompok 2 18,78±0,546 0,274
dilakukan 8 repetisi dengan 3 set. Kelompok Perlakuan 2
diberikan Circuit Training dengan 8 repetisi dan 3 set. Sesudah Kelompok 1 16,21±0,770
Latihan dilakukan 3 kali seminggu selama 5 minggu. Pen- perlakuan Kelompok 2 14,32±0,624 0,000
gukuran Post test dilakukan pada akhir penelitian atau
minggu ke-5. Hasil uji Independent Sampel T-test pada tabel
Data yang dianalisis adalah : Umur, IMT, dan 3.menunjukkan nilai sesudah perlakuan antara kelompok
Jenis Kelamin di analisis menggunakan statistik deskriptif; 1 dan kelompok 2 yaitu p = 0,000 (p<0,05) hal ini berarti
Normalitas data diuji dengan Saphiro Wilk Test; Ho- bahwa adanya perbedaan yang bermakna antara Agility
mogenitas data di analisis dengan Levene’s Test; Ladder Exercise metode Lateral Run dan Circuit Training
Komparasi nilai selisih yang diberikan latihan pada kedua dalam meningkatkan kelincahan.
kelompok dengan Independent T-Test.
Sampel adalah pemain Futsal pada Tim Griya DISKUSI
Tansa Trisna Dalung. Dengan kriteria inklusi adalah: sam- Penelitian, karakteristik umur sampel yaitu
pel berusia 18-25 tahun; IMT,kategori normal (18,55-22,9) pada Kelompok 1 yang memiliki rerata umur
kg/m2; Memiliki kondisi umum yang baik yang sesuai (19,77±1,56), dan pada Kelompok 2 (19,77±1,30). Pada
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 7

remaja menjelang usia 20 tahun mengalami pemben- tasi menjaga keseimbangan.10


tukan tulang yang pesat yang merupakan masa per- Merubah gerakan yang tiba-tiba dan cepat di-
siapan untuk mencapai puncak pertumbuhan massa tu- mana tubuh terdorong ke depan sejauh-jauhnya baik
lang peak bone mass. Massa tulang ini mempengaruhi dengan cara melompat atau berlari dengan mengerahkan
tingkat kelincahan seseorang6. kekuatan otot tungkai secara maksimal. Sistem gerak
Berdasarkan karakteristik IMT (Indeks Massa diperlukan untuk mendukung gerakan tersebut dian-
Tubuh) diperoleh nilai Kelompok 1 (20,78±1,30), dan pa- taranya otot-otot rangka. Otot-otot yang terlibat dian-
da Kelompok 2 (20,04±1,35), data ini memenuhi standar taranya adalah otot-otot rangka bagian tungkai. Beberapa
normal yang ditetapkan yakni 18,5-22,9 kg/m2.7 IMT unit organ tubuh akan mengalami perubahan akibat dil-
berhubungan dengan tingkat kelincahan dimana IMT akukan pelatihan. Perubahan tersebut berupa efek lati-
yang memiliki nilai normal mempunyai kelincahan lebih han. Efeknya pada otot terutama terjadi pada unit (saraf
baik daripada IMT kurus dan obesitas ringan. 8 dan otot), sinkronisasi, pelatihan silang dan sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat Pelatihan juga menyebabkan peningkatan terhadap
dilihat bahwa nilai setelah perlakuan pada kelompok 2 kontrol otot fleksor dan ekstensor selama gerakan yang
lebih besar dengan rerata 16,21 dibandingan nilai setelah cepat. Latihan dengan teratur, maka otot rangka menjadi
perlakuan pada kelompok 1 dengan rerata 14,32. lebih tebal, dan elastis. Otot skeletal memiliki elastisitas
Kemudian apabila dilihat dalam persentase peningkatan yang tinggi. Ada dua jenis perubahan yang bisa diinduksi
kelincahan setelah perlakuan kelompok 1 dan kelompok di serat otot, yaitu perubahan dalam kapasitas sintesis
2, persentase peningkatan kelincahan pada kelompok 1 ATP dan perubahan diameternya. Latihan ketahanan
sebesar 15,12%, sedangkan pada kelompok 2 lebih akan meningkatkan potensi oksidatif otot, sedangkan lati-
besar 23,74%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase han kekuatan meningkatkan diameter myofibril otot. Per-
peningkatan kelincahan setelah perlakuan pada tambahan panjang otot rangka biasanya dihasilkan dari
kelompok 2 lebih besar dari pada kelompok 1 dalam penambahan sarkomer pada serat otot, terutama daerah
meningkatkan kelincahan di simpang futsal dimana myotendinus junction.11
pemberian circuit training lebih baik dalam meningkatkan Pelatihan circuit training terdapat latihan plyome-
kelincahan pada pemain futsal daripada agility ladder tric, dimana latihan ini melibatkan gerakan-gerakan yang
exercise metode lateral run. relatif lebih singkat sehingga dapat menguatkan jaringan
Otot-otot akan menjadi lebih elastis dan ruang otot dan melatih sel saraf untuk melakukan stimulus beru-
gerak sendi akan semakin baik sehingga persendian pa kontraksi otot dengan pola tertentu sehingga otot-otot
akan menjadi sangat lentur sehingga menyebabkan dapat menghasilkan kontraksi yang sekuat mungkin da-
ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah men- lam waktu yang singkat. Kontraksi otot secara berulang
jadi sangat lebar. Dengan otot yang elastis, tidak akan akan menimbulkan bertambahnya unsur kontraktil actin
menghambat gerakan-gerakan otot tungkai sehingga dan myosin di dalam otot yang menyebabkan ber-
langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan panjang. tambahnya kekuatan aktif otot, selain itu sarcolema juga
Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam menjadi tebal dan lebih kuat sehingga menyebabkan ber-
pelatihan ini harus mampu mengontrol keadaan tubuh tambahnya jumlah jaringan ikat diantara sel-sel otot. Saat
saat melakukan pergerakan. Dengan meningkatnya kom- latihan berlangsung cerebellum akan mengkoordinasikan
ponen-komponen tersebut maka kelincahan akan men- sikap dan gerak sehingga terjadi koordinasi yang ber-
galami peningkatan. Saat diberikan pelatihan, otot-otot fungsi untuk meningkatkan ketepatan serta memelihara
akan menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan keseimbangan dinamis, fleksibilitas dan kekuatan. 12
semakin baik sehingga persendian akan menjadi sangat Circuit training menyebabkan terjadinya hipertropi
lentur sehingga menyebabkan ayunan tungkai dalam fisiologi otot, yang dikarenakan jumlah miofibril, ukuran
melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar. miofibril, kepadatan pembuluh darah kapiler, saraf tendon
Dengan otot yang elastis, tidak akan menghambat dan ligamen, dan jumlah total kontraktil terutama protein
gerakan-gerakan otot tungkai sehingga langkah kaki kontraktil myosin meningkat secara proposional. Peru-
dapat dilakukan dengan cepat dan panjang. Keseim- bahan pada serabut otot tidak semuanya terjadi pada
bangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan tingkat yang sama, peningkatan yang lebih besar terjadi
ini harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat pada serabut otot putih (fast twitch) sehingga terjadi pen-
melakukan pergerakan. Dengan meningkatnya komponen ingkatan kecepatan kontraksi otot. Sehingga mening-
-komponen tersebut maka kelincahan akan mengalami katnya ukuran serabut otot yang pada akhirnya akan
peningkatan.9 meningkatkan kecepatan kontraksi otot sehingga me-
Peningkatan pada unsur kebugaran jasmani pada nyebabkan peningkatan kelincahan. Peningkatan
metode circuit traning seperti kekuatan otot tungkai yang kekuatan otot menghasilkan hypertrophy (pembesaran
dihasilkan akibat adanya pelatihan yang dilakukan secara otot) dan adaptasi saraf. Terjadinya hypertrophy disebab-
repetitif yang menyebabkan kekuatan otot akan mening- kan oleh bertambahnya jumlah myofibril pada setiap
kat, sedangkan kecepatan akan terus meningkat karena serabut otot, meningkatkan kepadatan kapiler pada
adanya adaptasi otot terhadap pelatihan, fleksibilitas juga serabut otot dan meningkatnya serabut otot. Kecepatan
akan meningkat terutama pada sendi lutut dan pinggul sebagai hasil perpaduan dari panjang ayunan tungkai dan
karena circuit training terjadi gerakan yang kompleks, jumlah langkah. Keseimbangan dinamis juga akan terlatih
elastisitas otot dan keseimbangan dinamis juga akan karena dalam pelatihan ini harus mampu mengontrol
mengalami peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. 13
akan berpengaruh terhadap kelincahan kaki, karena saat Circuit training juga meningkatkan komponen bio-
melakukan pelatihan circuit training, otot akan beradap- motorik yakni kecepatan reaksi. Kecepatan reaksi secara
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 8

fisiologis ditentukan oleh tingkat kemampuan penerima h. 1-6. , 26(1): 7-13.


rangsang penghantaran stimulus ke sistem saraf pusat, 12. Suminah. 2015. Pengaruh Circuit Training Terhadap
penyampaian stimulus melalui saraf sampai terjadinya Kebugaran Jasmani Siswa Kelas IV Putra SD Negeri
sinyal, penghantaran sinyal dari sistem syaraf pusat ke Percobaan 3 Pakem Sleman. Journal Universitas
otot, dan kepekaan otot menerima rangsang untuk menja- Negeri Yogyakarta; 8(8). h. 8-9.
wab dalam bentuk gerak. Dengan meningkatnya kompo- 13. Sukadiyanto, S. 2014. Perbedaan Pengaruh Circuit
nen kemampuan fisiologis tersebut maka akan me- Training Dan Fartlek Training Terhadap Peningkatan
nyebabkan peningkatan pada kecepatan reaksi.14 VO2max. Jurnal Keolahragaan; 2(1). h. 6-7.
14. Wismanto, W. 2011. Pelatihan Metode Active Isolated
SIMPULAN DAN SARAN Stretching Lebih Efektif Daripada Contract Relax
Simpulan Stretching dalam Meningkatkan Fleksibilitas Otot
Circuit training lebih baik dalam meningkatkan Hamstring. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Esa Unggul
kelincahan daripada agility ladder exercise metode lateral
run pada pemain futsal.

Saran
Agility ladder exercise metode lateral run dan cir-
cuit training dapat digunakan sebagai salah satu metode
untuk meningkatkan kelincahan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mahendra, L. 2015. Hubungan Antara Indeks Massa
Tubuh Dengan Kelincahan Pada Pemain Futsal Pria
Usia 19-23 Tahun. [Skripsi]. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
2. Apriyadi, I. 2014. Pengaruh Agility Ladder Exercise
Dengan Metode Lateral Run Terhadap Peningkatan
Kelincahan Lari Pada Atlet Sepak Bola Usia 13
Tahun Sekolah Sepak Bola Jaten. [Skripsi].
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3. Maulana, D. 2012. Efek Penambahan Core Stability
Exercise Pada Latihan Shuttle Run Terhadap
Peningkatan Agility Pada Pemain Futsal. [Skripsi].
Jakarta: Universitas Esa Unggul Jakarta.
4. Ardika, Y., Kanca, I.N., Sudarmada, I.N. 2015.
Pengaruh Circuit Training Terhadap Kelincahan Dan
Daya Ledak Otot Tungkai. [Skripsi]. Singaraja:
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
5. Pocock, S. J. 2008. Clinical Trials, A Practical
Approach. New York: A Willey Medical Publication.
6. Herdiansyah, M. 2008. Hubungan Konsumsi Susu
dan Kalsium dengan Densitas Tulang dan Tinggi
Badan Remaja. Jurnal Gizi dan Pangan; 5(3). h. 43-
48.
7. Centre for Obesity Research and Education, 2007.
Body Mass Index: BMI Calculator. Didapat dari: http://
www.core.monash.org/bmi.html. Diakses pada 10
Desember 2016.
8. Mahendra, L. 2015. Hubungan Antara Indeks Massa
Tubuh Dengan Kelincahan Pada Pemain Futsal Pria
Usia 19-23 Tahun. [Skripsi]. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
9. Benjamin, H. 2015. Agility Training for American
Football. Strength and Conditioning Journal; 37(6). h.
6-8.
10. Melayu, E. 2016. Perbandingan Latihan Small Sided
Games dengan Circuit Training Terhadap
Peningkatan Kemampuan Daya Tahan Aerobik
Pemain Sepakbola. [Skripsi]. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
11. Paul, K. 2013. The Effect of Circuit Training on
Cardivascular Endurance of High School Boys.
Global Journal of Human Social Science Arts; 13(7).
EFEKTIVITAS PEMBERIAN AROMATHERAPY ABDOMINAL MASSAGE TEKNIK EFFLURAGE DIBANDINGKAN
DENGAN ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN NYERI DYSMENORRHEA PRIMER
PADA REMAJA PUTRI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DENPASAR
1
Dewa Ayu Chintya Antari, 2 I Made Niko Winaya, 3 Ida Ayu Dewi Wiryanthini
1,2
Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
3
Bagian Ilmu Biokimia, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
dewaantari95@gmail.com

ABSTRAK

Dysmenorrhea primer yakni kram pada daerah perut bawah, nyeri pinggang, seringkali disertai diare dan mual, dan
emosi yang kurang stabil yang terjadi pada usia 13-15 tahun dan berlangsung selama 24-48 jam. Dysmenorrhea pri-
mer seringkali mengganggu aktivitas fungsional remaja putri sehingga dibutuhkan penanganan untuk menurunkan
nyeri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas aromatherapy abdominal massage
teknik efflurage dibandingkan dengan abdominal stretching exercise terhadap penurunan nyeri dysmenorrhea primer
pada remaja putri Sekolah Menengah Pertama di Denpasar. Pengukuran tingkat nyeri menggunakan Numerical Rat-
ing Scale (NRS). Pada penelitian ini memiliki rancangan yang bersifat eksperimental dengan jenis pre and post test
design. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 20 orang, selanjutnya terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1
aromatherapy abdominal massage teknik efflurage dan kelompok 2 diberikan abdominal stretching exercise. Rata-
rata penurunan nyeri kelompok 1 sebesar 2,00 dan kelompok 2 sebesar 3,50. Hasil statistik dengan uji Paired Sam-
ple T-test pada intervensi kelompok 1 didapat p=0,000 dan intervensi kelompok 2 didapat p=0,000. Uji selisih Inde-
pendent T-test memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok 1 dan kelompok 2 yaitu
didapatkan p=0,001. Simpulan abdominal stretching exercise lebih efektif dalam penurunan nyeri dysmenorrhea pri-
mer pada remaja putri Sekolah Menengah Pertama di Denpasar dibandingkan dengan aromatherapy abdominal
massage teknik efflurage.

Kata Kunci : Dysmenorrhea primer, Aromatherapy Abdominal Massage Teknik Efflurage, Abdominal Stretching Ex-
ercise, Numerical Rating Scale (NRS)

EFFECTIVENESS OF AROMATHERAPY ABDOMINAL MASSAGE TECHNIQUE EFFLURAGE COMPARED WITH


ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TO REDUCE PRIMARY DYSMENORRHEA IN TEENAGE GIRLS JUN-
IOR HIGH SCHOOL IN DENPASAR

ABSTRACT

Primary dysmenorrhea is cramping in lower abdomen, back pain,often with diarrhea and nausea, and unstable emo-
tions and often occur in age 13-15 years and happen in time 24-48 hours. It will affect functional activity teenage girls
that needed treatment to reduce the pain. The purpose of this study was to determine the differences in the effective-
ness of aromatherapy abdominal massage technique efflurage with abdominal stretching exercise in reducing pain of
primary dysmenorrhea in teenage girls at junior high school in Denpasar. Measurement of pain using Numerical Rat-
ing Scale (NRS). This research is an experiment research design with pretest and posttest group design. The study
involved 20 samples then divided into 2 group. Group 1 aromatherapy abdominal massage technique efflurage and
group 2 abdominal stretching exercise. Range of pain in group 1 decrease of 2,00 and group 2 decrease of 3,50.
Paired T-test result in group 1 is p=0,000 and group 2 is p=0,000. The difference between group 1 and group 2 was
obtained p=0,001. It was concluded that abdominal stretching exercise more effective to reduce the pain of primary
dysmenorrhea in teenage girls junior high school in Denpasar compared with aromatherapy abdominal massage
technique efflurage.

Keywords : Primary dysmenorrhea, Aromatherapy Abdominal Massage Technique Efflurage, Abdominal

PENDAHULUAN dan pusing yang disebut dysmenorrhea2.


Dysmenorrhea sering dikeluhkan oleh perempu-
Remaja merupakan seseorang yang sedang an yang sudah mengalami menstruasi. Dysmenorrhea
mengalami masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, terjadi akibat menstruasi dan produksi prostaglandin yang
sekitar usia dua belas tahun hingga dua puluh tahun 1. berlebihan. Sebelum menstruasi, prostaglandin akan
Ketika memasuki masa remaja terjadi perubahan- meningkat produksinya sehingga dinding rahim akan
perubahan biologis maupun fisiologis. Perubahan yang mengalami kontraksi dan vasokontriksi pada pembuluh
terjadi dapat ditandai dengan kematangan organ repro- darah sehingga menyebabkan iskemik. Intensitas kon-
duksi pada remaja yang disebut pubertas. Pubertas yang traksi dinding uterus berbeda-beda tiap individu, apabila
dialami oleh perempuan ditandai dengan terjadinya men- berlebihan akan menimbulkan dysmenorrhea3. Dysmen-
arche atau menstruasi pertama. Ketika menstruasi, sering orrhea primer merupakan suatu keadaan nyeri pada bagi-
kali terjadinyeri pada otot perut dan pinggul, kram, mual, an perut bawah ke pinggang yang disertai dengan
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 9
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 10

muntah, mual, sakit kepala serta diare yang timbul pada


masa menstruasi hari pertama dan hari kedua tanpa Instrumen Penelitian
adanya kelainan alat genital 4. Alat ukur pada penelitian ini menggunakan nu-
Epidemiologi dysmenorrhea primer di Indonesia merical rating scale (NRS) untunk mengukur nyeri dys-
sebesar 54,89%. Dysmenorrhea menyebabkan 14% dari menorrhea primer. Selain itu dalam penelitian ini juga
perempuan tidak hadir di sekolah maupun tidak menjalani menggunakan karpet, minyak aromatherapy aroma laven-
kegiatan sehari-hari sehingga menurunkan produktivi- der, timbangan berat badan, dan staturemeter, serta
tasnya5. Prevalensi dysmenorrhea primer di Indonesia software pada komputer untuk menguji dan menganalisis
cukup tinggi yakni 60-70% dan 15% diantaranya men- data statistik
galami nyeri yang hebat, pada umunya berusia remaja
dan dewasa. HASIL PENELITIAN
Terdapat beberapa penanganan nonfarmakologi
untuk mengurangi keluhan yang dirasakan akibat dys- Tabel 1 Distribusi Data Sampel
menorrhea primer, diantaranya terapi latihan berupa ab- Rata-rata±Simpang Baku
dominal stretching exercise serta manual terapi berupa Karakteristik
aromatherapy abdominal massage. Klp. 1 Klp. 2
Aromatherapy abdominal massage merupakan Usia 13,60±0,516 13,70±0,483
terapi massage dengan menggunakan minyak aromatera-
pi yang efektif digunakan untuk menurunkan tingkat nyeri IMT 20,645±1,733 20,135±1,623
dysmenorrhea primer6. Teknik efflurage merupakan teknik
massage berupa usapan lembut, lambat, panjang, ringan, Tabel 1 menunjukkan bahwa sampel penelitian
tanpa penekanan, dan tidak terputus-putus. Teknik ini pada kelompok 1 memiliki rerata usia (13,60±0,516) ta-
dapat menimbulkan efek relaksasi karena teknik efflurage hun dan rerata IMT (20,645±1,733) kg/m2. Sedangkan
dapat mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan pada kelompok 2 memiliki rerata usia (13,70±0,483) ta-
sirkulasi area yang sakit serta mencegah terjadinya hipok- hun dan rerata IMT (20,135±1,623) kg/m2.
sia7.
Abdominal stretching exercise merupakan latihan Tabel 2 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
yang diberikan berorientasi pada peregangan pada otot
perut dan pelvis agar otot-otot sekitar abdomen menjadi Uji Normalitas dengan Uji Ho-
rileks akibat peregangan serta darah yang menuju ke Shapiro Wilk Test
Kelompok mogenitas
uterus lancar sehingga dapat menurunkan intensitas nyeri Data Klp. 1 Klp. 2 dengan
dysmenorrhea. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Levene’s
Shahnaz menyatakan bahwa abdominal stretching exer- p p
cise efektif untuk menurunkan derajat nyeri, durasi nyeri, Pretest 0,398 0,691 0,193
serta dapat digunakan sebagai latihan yang dapat Posttest 0,087 0,245 0,06
mengatasi dysmenorrhea primer pada perempuan8.
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas
METODE PENELITIAN dengan Shapiro Wilk test dan uji homogenitas dengan
Levene’s test menunjukkan bahwa pada kedua kelompok
Rancangan Penelitian berdistribusi normal (p>0,05) serta homogen (p>0,05).
Pada penelitian ini memiliki rancangan yang ber- Maka uji hipotesis selanjutnya menggunakan uji statistik
sifat eksperimental dengan jenis pre and post test design parametrik.
yakni dengan membandingkan dua kelompok perlakuan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan efektifi- Tabel 3 Rerata Penurunan Nyeri Dymenorrhea Primer
tas aromatherapy abdominal massage teknik efflurage Sebelum dan Sesudah Intervensi
dengan abdominal stretching exercise terhadap Rerata Pre Rerata Beda
penurunan nyeri dysmenorrhea primer. Penelitian dil- p
-test Post-test Rerata
akukan di SMP Negeri 9 Denpasar bulan Februari-Maret
2017. 5,50± 3,50± 2,00±
Klp. 1 0,000
1,716 1,509 0,816
Populasi dan Sampel 6,10± 2,60± 3,50±
Populasi terjangkau pada penelitian ini yaitu per- Klp. 2 1,197 0,966 0,850
0,000
empuan berusia 13-15 tahun yang mengalami dysmenor-
rhea primer di SMP Negeri 9 Denpasar tahun 2017.
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 20 orang Tabel 3 menunjukan bahwa hasil uji hipotesis
yang terbagi menjadi dua kelompok. Sampel pada pada kelompok 1 nilai p=0,000 (p<0,05) yang memiliki arti
penelitian ini berasal dari populasi penelitian dan telah terdapat penurunan tingkat nyeri dysmenorrhea primer
memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini, diantaranya : yang bermakna sebelum dan setelah intervensi aroma-
(a) memiliki usia 13-15 tahun, (b) memiliki IMT normal therapy abdominal massage teknik efflurage. Dan hasil uji
(18,5-24,9), (c) menstruasi teratur selama 2 bulan tera- hipotesis kelompok 2 didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05)
khir, (d) memiliki siklus menstruasi nomal (21-35 hari), (d) yang berarti adanya penurunan tingkat nyeri dysmeno-
lama menstruasi 3-5 hari. Teknik pengambilan sampel rrhea primer yang bermakna sebelum dan setelah inter-
pada penelitian ini yakni purposive sampling. vensi abdominal stretching exercise.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 11

Tabel 4. Uji Beda Selisih Penurunan Nyeri Dysmenor- massage teknik efflurage baik dalam membantu
rhea penurunan nyeri dysmenorrhea, memiliki efek analgesik,
Kelompok Rerata±SB Persetase p sedative, dan anti consulvant sehingga dapat meningkat-
kan sirkulasi darah sehingga dapat menurunkan spasme
Klp. 1 2,00±0,816 36,40% otot abdomen yang merupakan penyebab nyeri 14.
0,001 Menurut Weerapong, teknik efflurage dapat menimbulkan
Klp. 2 3,50±0,850 57,40% efek relaksasi dengan meningkatkan substansi relaksasi
berupa endorphine sehingga terjadi penurunan kecema-
Pada tabel 4 menunjukkan bahwa ada perbedaan san dan perbaikan suasana hati 15. Ketika dilakukan mas-
yang bermakna pada intervensi aromatherapy abdominal sage dapat melancarkan alirah darah sehingga memper-
massage teknik efflurage dibandingkan dengan intervensi cepat pertukaran darah yang kurang oksigen dan zat-zat
abdominal stretching exercise terhadap penurunan nyeri buangan dari jaringan. Pemberian massage di daerah
dysmenorrhea primer. Pada kedua kelompok perlakuan abdomen akan meningkatkan aliran darah di daerah ab-
menggunakan uji Independent T-test sehingga didapat- domen sehingga dapat mengurangi nyeri akibat iskemik
kan nilai p=0,001. Persentase penurunan nyeri pada yang disebabkan oleh kontraksi uterus saat dysmenor-
kelompok 1 sebesar 36,4% sedangkan pada kelompok 2 rhea akibat peningkatan produksi prostaglandin.
sebesar 57,4%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
intervensi abdominal stretching exercise lebih efektif Pemberian Abdominal Stretching Exercise Dapat
dibandingkan aromatherapy abdominal massage teknik Menurunkan Nyeri Dysmenorrhea Primer Remaja Pu-
efflurage dalam menurunkan nyeri dysmenorrhea primer tri
pada remaja putri di Denpasar. Hasil paired sample t-test pada kelompok 2, di-
peroleh rata-rata tingkat nyeri sebelum diberikan interven-
DISKUSI si (6,10±1,197) dan rerata sesudah intervensi
(2,60±0,966). Didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) yang
Karakteristik Sampel memiliki arti terdapat penurunan nyeri dysmenorrhea pri-
Berdasarkan hasil analisis terhadap karakteristik mer yang bermakna sebelum dan setelah intervensi ab-
usia, pada kelompok 1 memiliki rata-rata usia dominal stretching exercise.
(13,60±0,516) tahun sedangkan kelompok 2 memiliki rata Abdominal stretching exercise adalah latihan
-rata usia (13,70±0,483) tahun. Bobak berpendapat bah- stretching otot abdomen yang bertujuan meningkatkan
wa dysmenorrhea primer biasanya dialami sejak bulan strengthing abdomen, endurance dan flexibility otot-otot
keenam hingga tahun kedua setelah menarche9. Dengan abdomen yang bisa menurunkan nyeri dysmenorrhea
usia menarche antara 10 tahun sampai 16 tahun, dimana primer dan memberikan efek relaksasi sehingga dapat
rata-rata pada usia 12,5 tahun10. Secara anatomi, pada mengurangi ketegangan otot (kram otot) yang nantinya
rentan usia 13-15 tahun remaja putri baru mengalami akan mengurangi nyeri ketika menstruasi 16 dengan cara
menstruasi dan masih memiliki leher rahim yang sempit membuat otot abdomen relaksasi pada otot yang men-
sehingga dysmenorrhea primer seringkali terjadi pada galami spasme karena peningkatan protagladin pada fase
rentan usia 13-15 tahun4. luteal sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan
Berdasarkan karakteristik Indeks Massa Tubuh ketika abdominal stretching exercise dilakukan dapat
(IMT) pada kelompok 1 memiliki rerata IMT membuat vasodilatasi pembuluh darah 17.
(20,645±1,733) kg/m2 dan dan pada kelompok 2 memiliki
rerata IMT (20,135±1,623) kg/m2. Pada kedua kelompok Perbedaan Efektivitas Aromatherapy Abdominal Mas-
memiliki rerata IMT normal. Yilmaz pada penelitiannya sage Teknik Efflurage dan Abdominal Stretching Ex-
menyatakan tidak ada hubungan yang berarti pada IMT ercise Terhadap Penurunkan Nyeri Dysmenorrhea
normal dengan terjadinya dysmenorrhea pada remaja Primer Remaja Putri
putri11. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian Agustini Hasil independent t-test. nilai selisih penurunan
yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang nyeri pada kelompok 1 sebesar (2,00±0,816) dengan per-
berarti antara IMT dengan dysmenorrhea (p>0,05)12. sentase 36,4% dan kelompok 2 sebesar (3,50±0,850)
dengan persentase 57,4% didapatkan nilai p=0,001
Pemberian Aromatherapy Abdominal Massage Teknik (p<0,05), yang memiliki arti terdapat perbedaan efektivi-
Efflurage Dapat Menurunkan Nyeri Dysmenorrhea Pri- tas aromatherapy abdominal massage teknik efflurage
mer Remaja Putri di Denpasar dan abdominal stretching exercise terhadap penurunan
Hasil paired sample t-test pada kelompok 1, di- nyeri dysmenorrhea primer pada remaja putri di Denpasar
peroleh rata-rata tingkat nyeri sebelum diberikan interven- dimana abdominal stretching exercise lebih efektif dalam
si (5,50±1,716) dan rata-rata sesudah intervensi menurunkan nyeri dysmenorrhea primer dibandingkan
(3,50±1,509). Didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) yang aromatherapy abdominal massage teknik efflurage.
memiliki arti terdapat penurunan nyeri dysmenorrhea pri- Ketika melakukan abdominal stretching exercise
mer yang bermakna sebelum dan setelah intervensi aro- terjadi pemanjangan otot yang bertujuan untuk menginhi-
matherapy abdominal massage teknik efflurage. Pem- bisi ketegangan otot oleh karena terjadinya iskemik jarin-
berian aromatherapy abdominal massage teknik efflurage gan karena vasokontriksi aliran darah akibat peningkatan
dapat menurunkan nyeri dikarenakan kombinasi antara prostaglandin ketika dysmenorrhea primer sehingga efek
minyak aromatherapy dan massage terpenetrasi di jarin- yang dihasilkan yakni aliran darah menuju otot endometri-
gan kulit lalu menuju aliran darah yang nantinya diangkut um menjadi lancar serta terjadi peningkatan kadar hor-
ke organ dan sistem tubuh13. Aromatherapy abdominal mon endorphine dalam aliran sirkulasi darah akibat ab-
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 12

dominal stretching exercise yang memiliki efek vasodi- Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
latasi pembuluh darah sehingga otot-otot yang mengalami 11. Yilmaz, T. and Saadet, Y. 2002. Characteristic Of
ketegangan otot yang mengalami vasokontriksi pembuluh Dysmenorrhea In Situation Of Midwifery And Nursing
darah akan terjadi pemanjangan otot yang mengakibat- Student. Attaturk universitesi hemsirelik yuksekolu
kan peredaran darah ke otot yang terganggu menjadi dergisi 11(3).
lancar serta menghasilkan efek relaksasi. Hormon endor- 12. Agustini, D. 2016. Intervensi Active Exercise pada
phine bertindak langsung sebagai hormon yang mene- Periode Antara Menstruasi Menurunkan Tingkat Nyeri
nangkan yang diproduksi oleh otak yang menghasilkan pada Kasus Primary Dysmenorrhea pada Remaja
rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphine 3-4 Putri. Denpasar : FK UNUD.
kali dalam darah yang dapat mensekresi prostaglandin 13. Dye, J. 1997. Aromatherapy for Women and Child-
dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri akibat kontraksi birth. UK: Caniel Company.
endometrium saat melakukan abdominal stretching exer- 14. Yoenaningsih, P. W. W. 2012. Perbedaan Tingkat
cise sehingga nyeri dysmenorrhea primer. Nyeri Menstruasi Dengan Pemberian Teknik Ef-
fleurage Pada Siswi SMPN 1 Jember. Skripsi. Univer-
SIMPULAN sitas Jember
Abdominal stretching exercise lebih efektif 15. Weerapong, P., Hume, P. A., and Kolt G. S. 2005.
menurunkan nyeri dysmenorrhea primer pada remaja pu- The Mechanism of Massage and Effects on Perfor-
tri di Denpasar sebesar 57,4% dibandingkan dengan aro- mance, Muscle Recovery, and Injury Prevention.
matherapy abdominal massage teknik efflurage Sports Med. www.coachingireland.com/files/
menurunkan nyeri dysmenorrhea primer pada remaja pu- weerapong.pdf. Diakses tanggal 5 Oktober 2016.
tri di Denpasar sebesar 36,4%. 16. Ningsih, R. 2011. Efektifitas Paket Pereda Terhadap
Intensitas Nyeri pada Remaja dengan Dismenore di
SARAN SMAN Kecamatan Curup. Tesis. Universitas Indone-
Intervensi aromatherapy abdominal massage sia.
teknik efflurage dan abdominal stretching exercise dapat 17. Siahaan, K., Ermiati., dan Maryati, I. 2012.
Penurunan Tingkat Dismenorea Pada Mahasiswi
dijadikan pilihan intervensi yang efektif dan efisien oleh
Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad Dengan
fisioterapis maupun tenaga medis lainnya untuk Menggunakan Yoga. http://jurnal.unpad.ac.id/
menurunkan nyeri dysmenorrhea primer dengan terapi ejournal/article/viewFile/709/755. Diakses tanggal 9
non farmakologi. Maret 2017

DAFTAR PUSTAKA
1. Soekanto, S. 2004. Sosiologi Keluarga Tentang
Ikhwal Keluarga, Remaja, dan Anak. Jakarta: Rineka
Cipta
2. Kasdu, D. 2005. Operasi Caesar Masalah dan So-
lusinya. Jakarta: Puspa Swara.
3. Proverawati, A. dan Misaroh, S. 2009. Menarche
Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta:
Nuha Medika.
4. Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi Delapan. Jakarta: ECG.
5. Calis, A. K. 2011. Dysmenorrhea. http//
emedicine.medscape.com/article/253812-
overview#snowwall. Diakses tanggal 09 Ok-
tober2016.
6. Myung, H. H., Myeong, S. L., Ka-Yeon, S., and Mi-
Kyoung, L. 2011. Aromatherapy Massage on the Ab-
domen for Alleviating Menstrual Pain in High School
Girls: A Preliminary Controlled Clinical
Study, Evidence-Based Complementary and Alterna-
tive Medicine. vol. 2012.
7. Cohen, M. 1991. Maternal, Neonatal And Women’s
Health Nursing. Pensylvania: Sringhause Company.
8. Shahnaz, S. J., Rahman, S. H., and Maghsoud, E. G.
2012. Effect of Stretching on Primary Dysmenorrhea
in Adolescent Girls. Biomedical Human Kinetics 4.
9. Bobak, I. M., Lowdermilk, D. L., Jensen, M. D., and
Perry, S. E. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas
Edisi 4. Jakarta: EGC.
10. Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta:
LATIHAN ABDOMINAL DRAWING-IN MANEUVER SAMA BAIKNYA
DENGAN CORE STRENGTHENING EXERCISE
DALAM MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT PENYANGGA TUBUH
PADA SISWI SMAN 1 GIANYAR
1)
I Gusti Ayu Mega Purwani, 2)Ni Wayan Tianing, 3)I Putu Adiartha Griadhi
1,2
Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
3
Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
megapurwani10@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari latihan abdominal drawing-in mnaeuver dan core strengthening
exercise dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh yang dilakukan pada siswi SMAN 1 Gianyar. Desain
penelitian menggunakan Randomize Pre and Post Test With Control Group Design dengan teknik pengambilan
sampel menggunakan simple random sampling sehingga didapat 30 sampel yang dibagi kedalam 2 kelompok yaitu
kelompok perlakuan (abdominal drawing-in maneuver) dan kelompok kontrol (core strengthening exercise) kemudian
diberikan latihan 3 kali perminggu selama 4 minggu. Diperoleh peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh yang
bermakna pada kedua kelompok dengan rerata peningkatan pada kelompok perlakuan sebesar 64,05 ± 23,6
(p<0,05) dan kelompok kontrol sebesar 69,91 ± 23,2 (p<0,05). Berdasar uji paired sample t-test pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol didapat hasil yang tidak signifikan (p>0,05) pada kedua kelompok yang berarti
latihan abdominal drawing-in maneuver sama baiknya dengan core strengthening exercise dalam meningkatkan
kekuatan otot penyangga tubuh.

Kata kunci : Otot Penyangga Tubuh, Kekuatan Otot, Abdominal Drawing-in Maneuver, Core Strengthening
Exercise

ABDOMINAL DRAWING-IN MANEUVER AS WELL AS CORE STRENGTHENING EXERCISE


IN IMPROVING THE POWER OF CORE MUSCLE
ON SMAN 1 GIANYAR STUDENTS

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of abdominal drawing-in maneuver and core strengthening exercise in
increasing the strength of the core muscles performed on female students SMAN 1 Gianyar. The research design
used Randomize Pre and Post Test with Control Group Design with sampling technique using simple random
sampling so that 30 samples were divided into 2 groups, the treatment group (abdominal drawing-in maneuver) and
the control group (core strengthening exercise) 3 times a week for 4 weeks. There was a significant increase of core
muscle strength in both groups with mean improvement in treatment group of 64,05 ± 23,6 (p <0,05) and control
group was 69,91 ± 23,2 (p <0,05) . Based on paired sample t-test in the treatment group and control group, there was
no significant result (p> 0,05) in both groups which means abdominal drawing-in maneuver practice as well as core
strengthening exercise in increasing the strength of the core muscle.

Keyword : Core Muscle, muscle strength, Abdominal Drawing -in Maneuver, Core Strengthening Exercise

PENDAHULUAN Seseorang yang mengalami postur yang tidak stabil


Tubuh manusia dipengaruhi oleh berbagai sistem terlihat dari ketidak mampuan untuk mempertahankan
organ salah satunya adalah sistem muskuloskeletal. posisi yang tegak. . Hal ini dapat diakibatkan adanya
Sistem muskuloskeletal terdiri dari otot, tendon, sendi, pemendekan otot-otot bagian abdominal.8
ligamen, dan tulang. Sebagai otot titik tengah gravitasi Otot penyangga tubuh (core muscle)
tubuh (centre of gravity), otot penyangga tubuh berperan digambarkan sebagai kotak otot yang terdiri dari serat
dalam menopang gerakan tubuh dan keseimbangan otot fast-twitch dan slow-twitch. Bagian bawah kotak
tubuh manusia. Kelemahan otot ini dapat menyebabkan tersebut adalah dasar panggul, atas adalah diafragma,
beberapa gangguan muskuloskeletal salah satunya nyeri depan adalah perut dan bagian belakang adalah
punggung bawah (LBP) dan masalah pada anggota gerak punggung.1 Namun penelitian terbaru mengenai otot
atas dan bawah. penyangga tubuh menyorot otot tranversus abdominis,
Seseorang akan mengalami perubahan pada multifidus, dan quadratus lumborum dalam kontribusinya
kekuatan otot penyangga tubuh yang diakibatkan adanya sebagai stabilisator penyangga tubuh.7
pemanjangan otot dimana merupakan adaptasi dari Kekuatan otot penyangga tubuh dihubungkan
perubahan postur. Apabila otot mengalami kelemahan dengan fungsi dan cedera pada punggung dan
maka dapat berpengaruh pada stabilitas tubuh. Tidak ekstremitas. Penurunan aktivasi otot penyangga tubuh,
stabilnya postur sering terlihat pada anak sekolah. penurunan rekrutmen otot, ketidakseimbangan

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 13


Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 14

neuromuskuler, gangguan proprioseptif, dan penurunan Variabel bebas pada penelitian ini adalan
respon refleks memberikan dampak pada resiko abdominal drawing-in maneuver dan core strengthening
terjadinya cedera. Oleh karena itu, sangat penting exercise. Variabel terikat pada penelitian ini adalah
memeriksa kekuatan otot penyangga tubuh yang erat kekuatan otot penyangga tubuh. Variabel kontrol pada
kaitannya untuk mengidentifikasi faktor resiko dan penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin.
tindakan pencegahan.1
Dalam perkembangannya, wanita memiliki beban HASIL PENELITIAN
fisiologis yang lebih dibandingkan laki-laki. Wanita akan Analisis data melalui uji deskriptif untuk
mengalami proses kehamilan dimana pada kehamilan mengetahui karakteristik sampel berdasar usia, tinggi
diperlukan otot-otot penyangga tubuh yang kuat untuk badan, dan berat badan dalam bentuk rerata dan
menopang perubahan pada tubuh dan menstabilisasi simpang baku.
tulang belakang. Perubahan tersebut antara lain
terjadinya lordosis pada lumbal, perubahan posisi center Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian pada Kelompok
of gravity, serta masalah nyeri punggung.12 Perlakuan (abdominal drawing-in maneuver)
Untuk meningkatkan kekuatan otot penyangga Kelompok Perlakuan
tubuh, sangat diperlukan latihan-latihan penguatan yang
dapat meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh. Karakteristik
Latihan-latihan yang dapat diberikan untuk meningkatkan n Rerata ± SB
kekuatan otot penyangga tubuh yaitu pemberian latihan Usia (th) 15 15,6 ± 0,5
abdominal drawing-in maneuver dan core strengthening
Tinggi Badan (m) 15 158,3 ± 5,6
exercise.9
Abdominal Drawing-in Maneuver merupakan Berat Badan (kg) 15 55,0 ± 7,3
suatu metode latihan yang mana latihan tersebut dapat
meningkatkan tekanan abdominal dengan menarik Tabel 2. Karakteristik Sampel Penelitian pada Kelompok
kedalam dinding abdomen sehingga otot tranversus dan Perlakuan (core strengthening exercise)
abdominal oblique berkontraksi.9 Tujuan dari latihan
abdominal drawing-in maneuver yaitu untuk mengaktivasi Kelompok Kontrol
otot deep stabilizer pada spinae. Latihan ini sangat baik Karakteristik
untuk mengaktivasi otot tranversus abdominis dan n Rerata ± SB
multifidus dimana kedua otot tersebut termasuk otot
utama pada otot-otot penyangga tubuh.2 Usia (th) 15 15,5 ± 0,5
Core strengthening exercise merupakan suatu Tinggi Badan (m) 15 157,9 ± 4,6
latihan yang dilakukan dengan mengaktivasi otot-otot Berat Badan (kg) 15 51,3 ± 5,8
abdomen dan paraspinal sebagai satu unit gerak. 14
Dengan latihan ini, kerja otot abdominal dan paravertebra Tabel 1. dan tabel 2. menunjukkan subjek
akan seimbang karena terjadi koaktivasi otot-otot bagian penelitian pada setiap kelompok masing-masing
dalam dari penyangga tubuh.10 berjumlah 15 orang. Subjek penelitian pada kelompok
perlakuan (abdominal drawing-in maneuver) sesuai tabel
METODE PENELITIAN 1. memiliki rerata usia (15,6 ± 0,5) tahun, rerata tinggi
Desain penelitian yang digunakan adalah badan (158,3 ± 5,6) meter, serta rerata berat badan (55,0
Randomize Pre and Post Test With Control Group ± 7,3) kilogram. Subjek pada kelompok kontrol (core
Design yang diawali dengan penentuan populasi target strengthening exercise) sesuai tabel 2. memiliki rerata
hingga mendapatkan populasi terjangkau. Selanjutnya usia (15,5 ± 0,5) tahun, rerata tinggi badan (157,9 ± 4,6)
dilakukan pengelompokan perlakuan dengan meter, serta rerata berat badan (51,3 ± 5,8) kilogram.
menggunakan teknik simple random sampling untuk Uji normalitas dan homogenitas data sebelum
mendapatkan sampel dan random alokasi untuk membagi dan sesudah latihan, dilakukan uji normalitas dengan
sampel menjadi 2 kelompok yang berbeda yaitu kelompok menggunakan Shapiro-Wilk Test, sedangkan uji
perlakuan yang diberikan latihan abdominal drawing-in homogenitas dengan menggunakan Levene’s Test.
maneuver dan kelompok kontrol yang diberikan core
strengthening exercise. Tabel 3. Uji Normalitas pada Kelompok Perlakuan
Jumlah total sampel pada penelitian ini adalah dan Kelompok Kontrol
30 orang yang memenuhi kriteria inklusi yaitu berjenis p. Normalitas
kelamin perempuan, usia 15 th s/d 18 th, hasil plank test (Shapiro-Wilk Test)
dengan nilai tes sangat lemah (< 15 detik) s/d lemah (15- Variabel
Kelompok Kelompok
30 detik), tidak sedang mengalami cedera
Perlakuan Kontrol
musculoskeletal (baik di abdomen, punggung atau
ekstremitas), yang kemudian dibagi kedalam dua Pre Test 0,905 0,944
kelompok dengan jumlah sampel masing-masing 15
Post Test 0,940 0,964
orang dalam satu kelompok. Kemudian diberikan latihan
selama 3 kali perminggu selama 4 minggu. Sebelum
latihan dimulai, dilakukan pengukuran kekuatan otot Tabel 4. Uji Homogenitas Data Sebelum dan
penyangga tubuh dengan plank test dan seletah pelatihan Sesudah Latihan pada Kelompok Perlakuan dan
dilakukan pengukuran kembali menggunakan plank test. Kelompok Kontrol
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 15

p. Homogenitas (Levene’s Tabel 6. Peningkatan Kekuatan Otot Penyangga Tubuh


Variabel Pada Kelompok Perlakuan (Abdominal Drawing-In
Test)
Maneuver)
Pre Test 2,014
Post Test 0,073 Perlakuan Rerata ± SB t p
Tabel 3. menunjukkan hasil uji normalitas data Pre Test 18,65 ± 6,4
dengan menggunakan Shapiro-Wilk Test, dimana -7,840 0,000
didapatkan nilai probabilitas dari kekuatan otot Post Test 64,05 ± 23,6
penyangga tubuh sebelum latihan pada kelompok
perlakuan diperoleh nilai p = 0,905 (p>0,05), sesudah Tabel 6. menunjukkan nilai kekuatan otot
latihan diperoleh nilai p = 0,940 (p>0,05) yang berarti data penyangga tubuh sebelum dan sesudah latihan pada
pada kelompok perlakuan berdistribusi normal. Data nilai kelompok perlakuan dengan nilai p = 0,000 (p<0,05) dan
kekuatan otot penyangga tubuh pada kelompok kontrol nilai t = -7,840. Hal ini berarti terdapat peningkatan
sebelum latihan diperoleh nilai p = 0,944 (p>0,05), dan kekuatan otot penyangga tubuh yang bermakna sebelum
sesudah latihan diperoleh nilai p=0,964 (p>0,05) yang dan sesudah latihan pada kelompok perlakuan. Dapat
berarti data nilai kekuatan otot penyangga tubuh pada disimpulkan bahwa latihan abdominal drawing-in
kelompok kontrol berdistribusi normal. maneuver baik dalam meningkatkan kekuatan otot
Hasil uji homogenitas dengan menggunakan penyangga tubuh.
Levene’s Test pada tabel 4. menunjukkan nilai kekuatan Hasil analisis peningkatan kekuatan otot
otot penyangga tubuh sebelum dan sesudah latihan penyangga tubuh pada kelompok kontrol sesudah
bersifat homogen karena diperoleh nilai p>0,05 yang diberikan core strengthening exercise dapat dilihat pada
berarti bahwa data penelitian pada kedua kelompok tabel 7.
memiliki varian atau karakteristik yang sama.
Berdasarkan hasil uji normalitas dan uji homogenitas, Tabel 7. Peningkatan Kekuatan Otot Penyangga Tubuh
maka uji yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah Pada Kelompok Kontrol (core strengthening exercise)
uji statistik parametrik yang kali ini digunakan uji paired
sample t-test untuk menguji beda peningkatan kekuatan Perlakuan Rerata ± SB t p
otot penyangga tubuh pada kelompok tidak berpasangan Pre Test 21,53 ± 5,3
dan uji independent sample t-test untuk menguji beda -8,044 0,000
peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh pada Post Test 69,91 ± 23,2
kelompok tidak berpasangan.
Uji komparabilitas kekuatan otot penyangga Tabel 7. menunjukkan hasil analisis peningkatan
tubuh sebelum latihan pada kelompok perlakuan dan kekuatan otot penyangga tubuh berdasar uji Paired
kelompok kontrol berdasar uji independent sample t-test Sample T-Test diperoleh nilai p = 0,000 (p<0,05) dan nilai
dapat dilihat pada tabel 5. t = -8,044. Hal ini berarti terdapat peningkatan kekuatan
otot penyangga tubuh yang bermakna sebelum dan
Tabel 5. Kekuatan Otot Penyangga Tubuh Sebelum sesudah latihan pada kelompok kontrol (core
Latihan pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol strengthening exercise). Dapat disimpulkan bahwa latihan
core strengthening exercise baik dalam meningkatkan
Kelompok Rerata ± SB t p kekuatan otot penyangga tubuh.
Perlakuan 18,65 ± 6,4 Hasil analisis perhitungan beda rerata peningkatan
-1,343 0,190 kekuatan otot penyangga tubuh sesudah latihan pada
Kontrol 21,53 ± 5,3 kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dilakukan
pengujian menggunakan independent sample t-test yang
Tabel 5. menunjukkan uji komparabilitas tertera pada Tabel 8.
kekuatan otot penyangga tubuh sebelum latihan pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Rerata Tabel 8. Peningkatan Kekuatan Otot Penyangga Tubuh
kekuatan otot penyangga tubuh pada kelompok Pada Kelompok Perlakuan (Abdominal Drawing-In
perlakuan yaitu 18,65 ± 6,4 dan rerata kekuatan otot Maneuver)
penyangga tubuh sebelum latihan pada kelompok kontrol
yaitu 21,53 ± 5,3 dengan nilai p = 0,190 (p>0,05) dan nilai Kelompok Rerata ± SB t p
t = -1,343, maka dapat disimpulkan bahwa rerata Perlakuan 64,05 ± 23,6
kekuatan otot penyangga tubuh sebelum latihan pada -0,687 0,498
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tidak memiliki Kontrol 69,91 ± 23,2
perbedaan yang signifikan sehingga untuk melihat
peningkatan kekuatan otot melalui nilai kekuatan otot Tabel 8. mennjukkan hasil perhitungan beda
penyangga tubuh sesudah latihan. rerata kekuatan otot penyangga tubuh sesudah latihan
Bedasar uji Paired Sample T-Test terdapat dengan nilai p = 0,498 (p>0,05) dan nilai t = -0,687.
peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh sebelum Data tersebut menunjukan tidak terdapat perbedaan
dan sesudah diberikan latihan abdominal drawing-in peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh yang
maneuver pada kelompok perlakuan sesuai data yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok
terpapar pada Tabel 6. kontrol. Dapat disimpulkan bahwa latihan abdominal
drawing-in maneuver dan latihan core strengthening
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 16

exercise sama baiknya dalam meningkatkan kekuatan latihan abdominal drawing-in maneuver dalam
otot penyangga tubuh. meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh kali ini
dilakukan oleh Park & Yu (2013) yang meneliti mengenai
DISKUSI latihan abdominal drawing-in maneuver yang dilakukan
Karakteristik Sampel Penelitian pada subjek dengan LBP setiap 3 kali perminggu selama
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 30 orang 4 minggu. Menurut penelitian tersebut, terdapat
yang merupakan siswi kelas X SMAN 1 Gianyar. Rentan perubahan pada ketebalan otot tranversus abdominis dan
usia subjek dalam penelitian ini antara 15-18 tahun dan external oblique. Adanya penebalan pada otot maka otot
berjenis kelamin perempuan. Rerata usia subjek berdasar tersebut mengalami peningkatan kekuatan.9 Penelitian
tabel 1. pada kelompok perlakuan yaitu (15,6 ± 0,5) tahun lain mengenai abdominal drawing-in maneuver juga
dan pada kelompok kontrol sesuai tabel 2. yaitu (15,5 ± dilakukan oleh Lee et al (2015). Penelitian ini
0,5) tahun. Berdasar data tersebut terlihat subjek dalam menyebutkan bahwa latihan dengan abdominal drawing-
rentan usia remaja awal. Kekuatan otot mulai timbul sejak in maneuver menyebabkan perubahan morpologi pada
lahir sampai dewasa dan terus meningkat terutama pada ketebalan otot tranversus abdominis dan perubahan pola
usia 20 sampai 30-an dan secara gradual menurun neuromuscular otot external oblique yang berkontribusi
seiring dengan peningkatan usia. Rerata tinggi badan untuk stabilitas core statis dan stabilitas postural.5
subjek dalam penelitian pada kelompok perlakuan yaitu Hasil uji paired sample t-test pada kelompok
(158,3 ± 5,6) meter dan pada kelompok kontrol yaitu kontrol (core strengthening exercise), diperoleh rerata
(157,9 ± 4,6) meter. Rerata berat badan subjek dalam nilai kekuatan otot penyangga tubuh sebelum latihan
penelitian pada kelompok perlakuan yaitu (55,0 ± 7,3) sebesar 21,53 detik dan setelah latiha sebesar 69,91
kilogram dan pada kelompok yaitu (51,3 ± 5,8) kilogram. detik dengan selisih peningkatan sebesar 48,39 detik dan
Subjek penelitian ini merupakan siswi kelas X persentase peningkatan sebesar 44,49%. Didapatkan
SMAN 1 Gianyar yang berjenis kelamin perempuan. pula nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat
Menurut Lesmana (2012), pada umumnya pria lebih kuat peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh yang
dibandingkan dengan wanita. Kekuatan otot pria muda bermakna sebelum dan sesudah latihan pada kelompok
hampir sama dengan wanita muda sampai menjelang kontrol (core strengthening exercise). Berdasarkan hal
usia puber, setelah itu pria akan mengalami peningkatan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa latihan core
kekuatan otot yang signifikan dibanding wanita. 6 Menurut strengthening exercise baik dalam meningkatkan
Sitompul et al (2014), wanita memiliki beban fisiologis kekuatan otot penyangga tubuh.
yang lebih dibandingkan laki-laki. Wanita akan mengalami Program core strengthening bertujuan untuk
proses kehamilan dimana pada kehamilan diperlukan otot meningkatkan stabilitas otot-otot penyangga tubuh
-otot penyangga tubuh yang kuat untuk menopang dengan mengembangkan kekuatan, ketahanan, dan
perubahan pada tubuh dan menstabilisasi tulang kontrol neuromuscular pada otot penyangga tubuh.
belakang.12 Meningkatnya kekuatan otot, maka terjadi peningkatan
stabilitas otot-otot penyangga tubuh. Dengan latihan ini,
Peningkatan Kekuatan Otot Penyangga Tubuh kerja otot abdominal dan paravertebra akan seimbang
Hasil uji paired sample t-test pada kelompok karena terjadi koaktivasi otot-otot bagian dalam dari
perlakuan seperti terlihat pada tabel 6., diperoleh rerata penyangga tubuh sehingga dapat mengontrol gerakan
nilai kekuatan otot penyangga tubuh sebelum latihan perpindahan berat badan, aktivitas fungsional, dan
sebesar 18,65 detik dan setelah latihan sebesar 64,05 gerakan dari ektremitas.10 Core strengthening exercise
detik dengan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti memberikan latihan secara keseluruhan pada otot-otot
terdapat peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh stabilisator penyangga tubuh. Program core
yang bermakna sebelum dan sesudah latihan pada strengthening dapat dilakukan melalui gerakan-gerakan
kelompok perlakuan (abdominal drawing-in maneuver). penguatan pada otot-otot stabilisasi penyangga tubuh.
Didapat pula selisih peningkatan kekuatan otot Park & Yu (2013) meneliti mengenai core
penyangga tubuh sebelum dan setelah latihan sebesar strengthening exercise dalam meningkatkan kekuatan
45,40 detik dan persentase peningkatan sebesar 41,08%. otot penyangga tubuh yang dilakukan selama 4 minggu
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan dan meneliti mengenai perubahan ketebalan otot
bahwa latihan abdominal drawing-in maneuver baik abdomen melalui core exercise. Diperoleh perubahan
dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh. yang signifikan pada ketebalan dari otot internal. 9
Abdominal drawing-in maneuver merupakan salah Penelitian chuter et al (2015), menyebut latihan core
satu latihan penguatan otot penyangga tubuh yang strengthening yang dilakukan 2 kali per minggu selama 8
bertujuan untuk mengaktivasi otot deep stabilizer pada minggu dapat meningkatkan statik core muscle
spine. Apabila otot-otot stibilizer spinae telah kuat, maka endurance dan stabilitas dinamis pada orang sehat
dapat menstabilkan gerakan pada tulang belakang. 2 dengan stabilitas otot penyangga tubuh yang rendah. 3
Abdominal drawing-in maneuver di desain untuk Wowiling et al (2016) menjelaskan bahwa core
memfasilitasi ko-aktivasi pada otot tranversus abdominis strengthening exercise dapat meningkatkan kekuatan otot
dan multifidus untuk menstabilisasi penyangga tubuh penyangga tubuh dimana penelitian ini dilakukan setiap 3
sebelum pergerakan pada ekstremitas. Latihan ini kali seminggu selama 4 minggu pada pasien stroke dan
terfokus pada aktivasi deep muscle pada otot penyangga mendapatkan peningkatan stabilitas otot trunkus yang
tubuh sehingga dengan meningkatnya kekuatan otot-otot dinilai dengan TIS dan memperbaiki keseimbangan
ini dapat menstabilisasi tubuh selama pergerakan aktif. 13 pasien pasca stroke.14
Penelitian yang mendukung penelitian mengenai Berdasar hasil uji independent sample t-test pada
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 17

kelompok perlakuan (abdominal drawing-in maneuver) exercise dapat memberikan efek high-threshold dan efek
dan kelompok kontrol (core strengthening exercise) overload lebih cepat dibandingkan dengan latihan
setelah latihan, diperoleh nilai p = 0,498 (p>0,05) yang abdominal drawing-in maneuver yang hanya melibatkan
berarti tidak terdapat perbedaan peningkatan kekuatan aktivasi otot-otot deep spine dengan posisi netral. Hal ini
otot penyangga tubuh yang bermakna antara kelompok berarti peningkatan kekuatan otot penyanga tubuh
perlakuan (abdominal drawing-in maneuver) dan dengan latihan core strengthening exercise sesuai
kelompok kontrol (core strengthening exercise), maka peningkatan persentase peningkatan kekuatan otot dan
dapat disimpulkan bahwa latihan abdominal drawing-in dilihat dari intensitas latihannya lebih tinggi dibandingkan
maneuver dan latihan core strengthening exercise sama dengan abdominal drawing-in maneuver.
baiknya dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga
tubuh. Namun, core strengthening exercise lebih mampu SIMPULAN
meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh sebesar Berdasar hasil penelitian diatas maka dapat
44,49% daripada latihan abdominal drawing-in maneuver disimpulkan bahwa latihan abdominal drawing-in
yang hanya meningkatkan kekuatan otot penyangga maneuver sama baiknya dengan core strengthening
tubuh dengan persentase peningkatan sebesar 41,08%. exercise dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga
Menurut Setiawan dan Setiowati (2014), olahraga tubuh pada siswi kelas X SMAN 1 Gianyar, namun
dan aktifitas fisik dapat memengaruhi kekuatan otot. kecenderungan core strengthening exercise lebih baik
Apabila seseorang rutin melakukan olahraga atau aktifitas dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh
fisik, maka dapat meningkatkan kekuatan otot, begitu dengan persentase peningkatan sebesar 44,49%.
pula sebaliknya.11 Subjek pada penelitian ini memiliki
aktivitas yang berbeda-beda. Mulai mengikuti DAFTAR PUSTAKA
ekstrakulikuler dalam hal seni maupun olahraga dan 1. Anderson, D., Barthelemy, L., Gmach, R. & Posey,
aktifitas lainnya. Maka dapat dikatakan bahwa aktifitas B., 2013. Core Strength Testing: Developing
fisik, selain pemberian latihan selama penelitian Normative Data for Three Clinical Tests.
berlangsung merupakan kegiatan fisik yang tidak dapat di 2. Asher, A., 2016. Deep Core Muscle Activation.
kontrol oleh peneliti. Hal ini dapat memengaruhi hasil [Online]
penelitian sehingga secara statistika diperoleh hasil yang Available at: https://www.verywell.com/drawing-in-
tidak signifikan. maneuver-297189
Pada penelitian ini, subjek diberikan latihan yang [Diakses 8 January 2017].
terfokus pada aktivasi otot-otot penyangga tubuh. Latihan 3. Chuter, V. H., Jonge, X. A. K. J. d., Thompson, B. M.
abdominal drawing-in maneuver mengaktivasi kekuatan & Callister, R., 2015. The Efficacy of a Supervised
otot melalui kontraksi pada otot-otot deep stabilizer pada and a Home-Based Core Strengthening Programme
penyangga tubuh. Pada penelitian ini, latihan abdominal in Adults with Poor Core Stability: a three-arm
drawing-in maneuver dalam meningkatkan kekuatan otot randomised controlled trial. pp. 1-6.
penyangga tubuh memberikan nilai peningkatan sebesar 4. Hibbs, A. E. et al., 2008. Optimizing Performance by
41,08%. Latihan abdominal drawing-in maneuver Improving Core Stability and Core Strength. Sport
merupakan latihan yang sederhana dan mudah Medicine , Volume 38, pp. 995-1008.
dilakukan. Latihan core strengthening exercise dapat 5. Lee, N. G., You, J. (. H., Kim, T. H. & Choi, B. S.,
meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh dengan 2015. Intensive Abdominal Drawing-In Maneuver
mengaktivasi otot-otot penyangga tubuh baik global After Unipedal Postural Stability in Nonathletes With
(superficial) muscle dan deep stabilizer. Pada penelitian Core Instability. Journal of Athletic Training, Volume
ini, latihan core strengthening exercise dalam 50, pp. 147-155.
meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh 6. Lesmana, S. I., 2012. Perbedaan Pengaruh Metode
memberikan nilai peningkatan sebesar 44,49%. Latihan Beban Terhadap Kekuatan dan Daya Tahan
Berdasarkan persentase peningkatan, latihan core Otot Biceps Brachialis Ditinjau dari Perbedaan
strengthening exercise lebih efektif meningkatkan nilai Gender (Studi Komparasi Pemberian Latihan Beban
kekuatan otot penyangga tubuh. Metode Delorme dan Metode Oxford pada
Persentase peningkatan kekuatan otot penyangga Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dan Fisioterapi,
tubuh melalui core strengthening exercise lebih tinggi Jakarta: Universitas Esa Unggul .
dibandingkan dengan persentase peningkatan kekuatan 7. Martuscello, J., 2012. Review of Core Muscle
otot penyangga tubuh pada latihan abdominal drawing in Electromyographic Activity During Physical Fitness
maneuver. Hibbs et al (2008) menyatakan bahwa latihan Exercises. Scholar Commons Systematic.
strengthening memerlukan latihan yang bersifat high- 8. Oliver, G. D. & R.Adams-Blair, H., 2010. Improving
threshold dan overload training pada otot-otot global dan Core Strength to Prevent Injury. Journal of Physical
hipertropi sebagai adaptasi dari latihan strengthening.4 Education, Recreation & Dance, Volume 81.
Selain mengaktivasi otot deep stabilizer spine, core 9. Park, S.-D. & Yu, S.-H., 2013. The Effects of
strengthening exercise juga memberikan efek penguatan Abdominal Draw-in Maneuver and Core Exercise on
otot melalui aktivasi otot-otot global. Gerakan pada core Abdominal Muscle Thickness and Oswestry Disability
strengthening exercise lebih bervariasi dan melibatkan Index in Subjects with Chronic Low Back Pain.
otot-otot tubuh secara keseluruhan sehingga intensitas Journal of Exercise Rehabolotation, pp. 286-291.
latihan core strengthening exercise lebih tinggi 10. Pramita, I., Pangkahila, A. & Sugijanto, 2015. Core
dibandingkan dengan abdominal drawing-in maneuver. Stability Exercise Lebih Baik Meningkatkan Aktivitas
Dengan gerakan-gerakan pada core strengthening Fungsional dari pada William’s Flexion Excercise
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 18

pada Pasien Nyeri Punggung Bawah Miogenik. Sport


and Fitness Journal, Volume 3, pp. 35-49.
11. Setiawan, D. A. & Setiowati, A., 2014. Hubungan
Indeks Massa Tubuh (IMT) Terhadap Kekuatan Otot
pada Lansia di Panti Wredha Rindang Asih III
Kecamatan Boja. Journal of Sport Sciences and
Fitness , Volume 3, pp. 30-35.
12. Sitompul, R. D., Andayani, N. L. N. & Indrayani, A.
W., 2014. Pemberian Core Stability Exercise dapat
Meningkatkan Stabilitas Lumbal pada Kehamilan
Trimester III. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia
(MIFI), Volume 2.
13. Teyhen, D. S. et al., 2005. The Use of Ultrasound
Imaging of the Abdominal Drawing-in Maneuver in
Subjects With Low Back Pain. Journal of Orthopaedic
& Sports Physical Therapy, Volume 35, pp. 346-355.
14. Wowiling, P. E., Sengkey, L. S. & Lolombulan, J. H.,
2016. Pengaruh Latihan Core-Strengthening
Terhadap Stabilitas Trunkus dan Keseimbangan
Pasien Pasca Stroke. Jurnal Biomedik (JBM) ,
Volume 8, pp. 43-50.
PERBEDAAN WAKTU REAKSI VISUAL ANTARA INDEKS MASSA TUBUH KATEGORI UNDERWEIGHT, NOR-
MAL DAN OVERWEIGHT PADA SISWA SEKOLAH DASAR SARASWATI TABANAN

1) Ni Kadek Ira Maharani Putri 2) Ari Wibawa 3) I Dewa Ayu Inten Dwi Primayanti
1,2
Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
3
Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
iramaharani16@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan waktu reaksi visual antara indeks massa tubuh kategori under-
weight, normal dan overweight pada siswa Sekolah Dasar Saraswati Tabanan. Desain penelitian ini adalah cross
sectional analytic yang dilaksanakan pada bulan Maret 2017. Sampel diambil dengan teknik total sampling yang ber-
jumlah 228 sampel yang dibagi menjadi 3 kelompok penelitian berdasarkan indeks massa tubuhnya. Uji normalitas
dengan Kolmogorov-smirnov test dan uji homogenitas dengan Levene’s test (p > 0,05). Analisis deskriptif didapatkan
rerata waktu reaksi visual pada IMT underweight 569,4+50,08 ms, pada IMT normal 405,31+41,54 ms dan IMT over-
weight 556,75+46,86 ms. Uji beda dengan One way ANOVA menunjukan beda signifikan (p=0,000). Berdasarkan
hasil penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak dengan IMT underweight dan overweight memiliki
waktu reaksi visual yang lebih lama dibandingkan anak dengan IMT normal di Sekolah Dasar Saraswati Tabanan.

Kata Kunci: Waktu Reaksi Visual, Indeks Massa Tubuh

VISUAL REACTION TIME DIFFERENCE BETWEEN UNDERWEIGHT, NORMAL AND OVERWEIGHT BODY
MASS INDEX CATEGORIES AMONG STUDENT AT SARASWATI ELEMENTARY SCHOOL TABANAN

ABSTRACT

This study was to determine the difference of visual reaction time based on underweight, normal and overweight
body mass index’s categories among student at Saraswati elementary school in Tabanan. This study design is a
cross-sectional analytic study held on March 2017. Samples was selected using total sampling technique with totally
228 samples which divided into 3 groups based from their body mass index. Normality test using Kolmogorov-smirnov
Test and homogeneity test using Levene’s Test had been done (p>0.05). Descriptive analytic show the visual reaction
time in underweight BMI 569,4+50,08 ms, normal BMI 405,31+41,54 ms and overweight BMI 556,75+46,86 ms. Anal-
ysis using One Way ANOVA find out significant mean differences between group (p=0,000) Based on this study, con-
clude that underweight and overweight children had a longer visual reaction time than normal weight children in Sar-
aswati Elementary School Tabanan.

Keywords : Visual Reaction Time, Body Mass Index

PENDAHULUAN mempengaruhi prestasi akademisnya.2


Kemajuan teknologi mengakibatkan anak lebih Sebuah penelitian neurofisiologi menyatakan IMT
sering bermain gadget dibandingkan dengan bermain di underweight ataupun overweight mempengaruhi ke-
luar ruangan. Hal ini mampu menggeser indeks massa cepatan proses berfikir dan performa sensomotor anak
tubuh (IMT) anak kearah overweight ataupun underweight yang pada masa pertumbuhannya akan mengganggu
bila asupan nutrisi anak tidak seimbang dengan aktivitas perkembangan otak dan sistem sarafnya. Pada anak
fisik yang dilakukan. Overweight ataupun underweight dengan IMT underweight cenderung mengalami insu-
memiliki risiko masalah kesehatan yang sama. fisiensi micronutrient seperti asam folat dan zat besi yang
Riskesdas tahun 2013 menyatakan prevalensi dapat mengganggu perkembangan otak dan sistem saraf
anak gemuk usia 5-12 tahun di Indonesia yaitu 18,8%. anak yang akan menyebabkan penurunan performa di
Bali merupakan salah satu provinsi yang memiliki rata- sekolah dan prestasi akademik. 3 Sedangkan pada indi-
rata prevalensi anak gemuk usia 5-12 tahun diatas rata- vidu dengan IMToverweight dan obese dapat meningkat-
rata nasional. Tidak hanya overweight tapi Indonesia juga kan risiko melambatnya konduktifitas hantar saraf akibat
masih memiliki masalah kekurangan gizi pada anak. peningkatan ambang rangsang sensoris dan neuropati
Prevalensi anak kurus usia sekolah sebesar 11,2%. 1 pada serabut saraf kecil di perifer. 4 Hal ini akan me-
Overweight membawa masalah kesehatan serius yang nyebabkan penurunan kecepatan hantar saraf yang ber-
dapat dibawa hingga dewasa seperti DM tipe 2 ataupun pengaruh pada perpanjangan waktu reaksi.
masalah kardiovaskular. Anak gemuk empat kali lebih Waktu reaksi adalah lamanya waktu dari mulai
sering tidak hadir ke sekolah akibat terserang demam, flu diterimanya stimulus hingga munculnya suatu respon
atau diare. Begitu pula pada anak underweight yang yang diinginkan.5 Waktu reaksi visual merupakan salah
berisiko mengalami pengeroposan tulang, disregulasi hor- satu variabel yang mempengaruhi kecepatan membaca
mone dan penurunan sistem imun. Kedua hal ini akan pada anak, mulai dari anak mendapatkan input sensoris
berdampak pada performa anak di sekolah dan berupa huruf kemudian mengintepretasikan huruf apa
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 19
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 20

yang mereka lihat hingga terjadi respon yaitu mengucap- Tabel 2. Karakteristik Responden Kategori Normal
kan huruf dengan tepat. Waktu reaksi juga menggam- Karakteristik Re- Kategori Normal
barkan kemampuan memproses stimulus pada sistem sponden Rerata ± SD
saraf pusat yang secara tidak langsung dapat menggam- Usia (tahun) 9,84+0,729
barkan kognisi anak.6 Berat Badan (kg) 33,11+6,178
Pada proses pembelajaran stimulus visual meru-
Tinggi Badan (cm) 138,33+7,342
pakan stimulus yang paling banyak diterima misalnya pa-
da saat membaca dan menulis. Sistem visual selalu IMT/Usia 1,7538+0,22420
dihadapkan dengan tugas yang bermakna yang harus di Laki-laki 61 (49,6%)
proses secara cepat dan memberikan informasi yang Perempuan 62 (50,4%)
penting tiap harinya. Sebagian besar aksi motoris ber-
dasarkan dari informasi visual yang bertujuan agar manu- Tabel 3. Karakteristik responden Kategori Overweight
sia dapat berinteraksi dengan lingkungannya.4
Oleh karena masih terbatasnya data mengenai Karakteristik Re- Kategori Overweight
hubungan IMT dengan waktu reaksi visual khususnya sponden Rerata ± SD
pada anak usia sekolah maka hal ini melatarbelakangi Usia (tahun) 9,90+0,689
untuk mengangkat penelitian mengenai perbedaan waktu Berat Badan (kg) 50,71+8,631
reaksi visual berdasarkan indeks massa tubuh kategori
underweight, normal dan overweight pada siswa SD Sar- Tinggi Badan (cm) 144,32+8,948
aswati Tabanan. IMT/Usia 2,4533+0,27029
Laki-laki 35(55,6%)
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah observa- Perempuan 28(44,4%)
sional analitik dengan desain studi cross sectional. Popu- Berdasarkan tabel diatas menunjukan responden
lasi penelitian ini adalah siswa SD Saraswati Tabanan. pada kelompok underweight memiliki nilai rerata usia dan
Sampel penelitian berasal dari populasi penelitian yang simpang baku (9,86+0,61), kelompok normal (9,84+0,73)
memenuhi kriteria inklusi dan didata menggunakan teknik dan kelompok overweight (9,90+0,69). Selanjutnya pada
total sampling dengan jumlah total 228 sampel yang kelompok underweight responden memiliki nilai rerata
dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan IMT anak. IMT berat badan dan simpang baku (24,36+2,93), kelompok
anak dihitung dengan index quatelet berdasarkan usia normal (33,11+6,18) dan kelompok overweight
dan jenis kelamin menurut WHO tahun 2007. Kriteria (50,71+8,63). Karakteristik responden berdasarkan tinggi
inklusi terdiri dari siswa yang bersekolah di SD Saraswati badan didapatkan rerata dan simpang baku pada ke-
Tabanan; berusia 9-11 tahun; memiliki indeks massa lompok underweight (137,19+6,15), kelompok normal
tubuh (IMT) kategori underweight, normal, dan over- (138,33+7,34) dan kelompok overweight (144,32+8,95).
weight; sehat jasmani dan rohani dan bersedia menjadi Rerata dan simpang baku IMT/Usia pada kelompok un-
subjek penelitian sampai penelitian selesai. Kriteria ek- derweight (1,31+0,09), kelompok normal (1,75+0,22) dan
sklusi penelitian ini adalah mengalami buta warna atau- kelompok overweight (2,45+0,27). Jumlah dan persen-
pun buta total. tase jenis kelamin pada kelompok underweight ialah laki-
Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini laki sebanyak 16 orang (38,1%) dan perempuan 26 orang
adalah indeks massa tubuh (IMT) kategori underweight, (61,9%), pada kelompok normal dengan laki-laki
normal dan overweight. Sedangkan Variabel terikat sebanyak 61 orang (49,6%) dan perempuan 62 orang
(dependent) adalah waktu reaksi visual. Alat ukur yang (50,4%), sedangkan kelompok overweight jumlah laki-laki
digunakan dalam penelitian ini adalah staturemeter untuk 35 orang (55,6%) dan perempuan 28 orang (44,4%).
mengukur tinggi badan, timbangan untuk mengukur berat Untuk mengetahui distribusi normalitas data
badan dan aplikasi Human Benchmark Program untuk maka diuji menggunakan Kolmogorov-smirnov Test dan
mengukur waktu reaksi visual. untuk menganalisa variansi data maka diuji
menggunakan Levene’s Test. Berikut tabel hasil uji dari
HASIL PENELITIAN normalitas dan homogenitas data
Analisis univariat digunakan untuk melihat gam-
baran umum responden penelitian berdasarkan usia, ting- Tabel 4. Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
gi badan, berat badan, IMT/usia dan jenis kelamin
disajikan dalam bentuk prosentase, rerata dan simpang Kolmogorov-
Levene’sTest
baku. Kelompok Smirnov

Tabel 1. Karakteristik Responden Kategori Underweight p p


Underweight 0,094
Karakteristik Re- Kategori Underweight
Normal 0,2 0,065
sponden Rerata ± SD
Usia (tahun) 9,86±0,608 Overweight 0,2
Berat Badan (kg) 24,36±2,929 Tabel 4 menunjukan hasil uji normalitas data
Tinggi Badan (cm) 137,19±6,146 dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test menun-
IMT/Usia 1,3111±0,08774 jukan nilai probabilitas waktu reaksi visual pada kelompok
Laki-laki 16(38,1%) underweight didapatkan nilai p = 0,094 (p>0,05), ke-
Perempuan 26(61,9%)
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 21

lompok normal didapatkan nilai p = 0,200 (p>0,05), dan Berdasarkan Tabel 7 didapat perbedaan bermak-
kelompok overweight didapatkan nilai p = 0,200 (p>0,05). na (p<0,05) didapat antara kelompok underweight ter-
Tiap kelompok didapat p >0,05, menandakan data ber- hadap normal dengan beda rerata 164,09ms dan antara
distribusi normal. kelompok overweight terhadap normal dengan beda rera-
Tabel 4 juga menunjukan hasil uji homogenitas ta 151,43ms, sedangkan antar kelompok underweight
dengan Levene’s Test dimana waktu reaksi visual mem- dengan overweight memiliki beda rerata 12,65Ms yang
iliki nilai p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam statistic tidak mermakna (p>0,05).
bersifat homogen. Berdasarkan dari hasil uji normalitas
dan uji homogenitas, maka uji hipotesis menggunakan uji DISKUSI
statistik parametrik yang dalam hal ini menggunakan uji Karakteristik Sampel Penelitian
One Way ANOVA. Pada penelitian ini, subjek penelitian berjumlah
Dalam melihat perbedaan waktu reaksi visual 228 orang siswa yang bersekolah di SD Saraswati Ta-
antar kelompok untuk menentukan kelompok mana yang banan berusia 9-11 tahun yang sehat secara jasmani dan
memiliki waktu reaksi visual paling cepat dilakukan ana- rohani, sehingga umur responden menunjukan pada ke-
lisis deskriptif sebagai berikut: lompok underweight memiliki nilai rerata usia dan sim-
pang baku (9,86+0,61), kelompok normal (9,84+0,73) dan
Tabel 5. Analisis Deskriptif Waktu Reaksi Visual kelompok overweight (9,90+0,69). Dimana pada usia usia
7-8 tahun kematangan dan pertumbuhan otot baru di-
Kelompok N Rerata SD capai dengan baik.7
Berat badan responden didapatkan sebaran berat
Underweight 42 569,4024 50,08043 badan responden antara 15–74kg. Pada kelompok under-
Normal 123 405,3171 41,53714 weight responden memiliki nilai rerata berat badan dan
simpang baku (24,36+2,93), kelompok normal
Overweight 63 556,7492 46,85525 (33,11+6,12) dan kelompok overweight (50,71+8,63). Be-
Semakin kecil rerata waktu reaksi maka semakin rat badan merupakan salah satu faktor yang digunakan
cepat waktu reaksi visualnya. Berdasarkan Tabel 5 dalam mengukur IMT. Dimana pada anak komposisi
menunjukan bahwa kelompok normal memiliki waktu tubuh dapat diukur dengan rumus IMT/usia. Begitupula
reaksi paling cepat yaitu 405,32+41,52 ms, dibandingkan pada tinggi badan didapatkan rerata dan simpang baku
dengan kelompok overweight 556,75+46,86 ms dan ke- pada kelompok underweight (137,19+6,15), kelompok
lompok underweight 569,4+50,08 ms. normal (138,33+7,34) dan kelompok overweight
Untuk melihat tingkat signifikan dari perbedaan (144,32+8,95). Adapun rentang tinggi badan dalam
waktu reaksi visual antara ketiga kelompok maka dil- penelitian ini 1,19-1,66 meter.
akukan uji beda dengan One Way ANOVA. Nilai rerata dan simpang baku IMT/Usia pada ke-
lompok underweight (1,31+0,088), kelompok normal
Tabel 6. Hasil Uji Statistik dengan One Way ANOVA (1,75+0,22) dan kelompok overweight (2,45+0,27).
Jumlah responden dengan IMT berdasarkan usia dan
Df p jenis kelamin yang dikategorikan underweight sebanyak
Variasi antar 42 orang, dikategorikan normal sebanyak 123 orang dan
2
kelompok dikategorikan overweight sebanyak 63 orang.
Variasi dalam 0,000 Distribusi responden berdasarkan jenis ke-
225 laminnya terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan
kelompok
Total 227 jumlah dan persentase jenis kelamin pada kelompok un-
derweight ialah laki-laki sebanyak 16 orang (38,1%) dan
Tabel 6 menunjukan hasil uji beda ketiga ke- perempuan 26 orang (61,9%), pada kelompok normal
lompok penelitian dengan nilai p sebesar 0,000 (nilai dengan laki-laki sebanyak 61 orang (49,6%) dan per-
p<0,05). Hal Ini menunjukan adanya perbedaan yang empuan 62 orang (50,4%), sedangkan kelompok over-
berkmakna rata-rata waktu reaksi visual pada ketiga ke- weight jumlah laki-laki 35 orang (55,6%) dan perempuan
lompok penelitian. 28 orang (44,4%). Total responden laki-laki 112 orang
Untuk melihat perbedaan rerata pada masing dan perempuan 116 orang.
masing kelompok dan tingkat signifikannya maka dapat Uji Independent T-Test dilakukam untuk melihat
dilihat dari hasil uji lanjutan dengan Turkey HSD sebagai perbedaan waktu reaksi berdasarkan jenis kelamin di tiap
berikut: -tiap kategori maka ditemukan p>0,05 pada kategori un-
derweight (p=0,746) dan normal(p=0,296) yang menun-
Tabel 7. Uji Turkey HSD jukan tidak ada perbedaan signifikan antara waktu reaksi
Beda Rerata visual laki-laki terhadap perempuan. Namun terdapat
Variabel Kel. I Kel. J p perbedaan yang signifikan (p=0,005) pada kategori over-
(I-J)
weight dimana wanita memiliki waktu reaksi lebih lama
Waktu Under dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan waktu reaksi
Normal 16.408.531 0,000
Reaksi Weight laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan baik
Over pada waktu reaksi visual ataupun auditori pada level ak-
Visual Normal 15.143.213 0,000 tifitas sedentari sedangkan tidak terdapat perbedaan ber-
Weight
makna pada level aktifitas regular. Hal ini dikarenakan
Under Over
1.265.317 0,332 waktu kontraksi otot pada laki-laki dan perempuan sama
Weight Weight
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 22

namun respon motoris laki-laki lebih kuat dan cepat se- ketiga kelompok penelitian (p<0,05).
hingga mempercepat waktu reaksinya.8
SIMPULAN
Waktu Reaksi Visual antara Indeks Massa Tubuh Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian diatas
Dari Tabel 5 dapat dilihat gambaran nilai rerata maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan wak-
dan simpang baku waktu reaksi visual pada kelompok tu reaksi visual berdasarkan Indeks Massa Tubuh yaitu
underweight (569,4ms+50,08), kelompok normal normal < overweight < underweight pada siswa SD Sar-
(405,32ms+41,52) dan kelompok overweight aswati Tabanan dengan perbedaan yang bermakna
(556,75ms+46,86). secara statistik (p<0,05).
Semakin kecil nilai waktu reaksi menandakan
semakin cepat waktu reaksi visualnya. Hal ini menun- DAFTAR PUSTAKA
jukan bahwa kelompok dengan IMT kategori normal 1. Kementrian Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan
memiliki waktu reaksi visual paling cepat dibandingkan Dasar. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan
dengan kelompok IMT underweight dan overweight, se- Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
dangkan kelompok dengan IMT kategori overweight 2. Krushnapriya, S., Bishnupriya, Sahoo., Ashok, Kumar
memiliki waktu reaksi visual lebih cepat dibandingkan Choudhury., Nighat, Yasin Sofi., Raman, Kumar.
dengan kelompok IMT underweight. Ajeet, Singh Bhadoria., 2015. Childhood obesity:
Perpanjangan waktu reaksi visual pada IMT over- causes and consequences. J Family Med Prim Care.,
weight disebabkan oleh sekresi adiposit tissue hormone, 4(2), p. 187–192.
cytokines, chemokines dan growth factor yang mampu 3. UNICEF, 2013. Improving Child Nutrition. New York,
menembus blood-brain-barrier dan mengganggu fungsi United Nations Publications. Welford, A., 1980.
otak. Sedangkan pada orang dengan IMT underweight Choice reaction time: Basic concepts. New York: Aca-
mengalami disregulasi hormone yang dapat menyebab- demic Press.
kan gangguan kognitif. 9 4. Choon, Wei Ngo., Hui, Ying Loh., Gee, Anne Choo.,
IMT mulai dari overweight hingga obese mening- Rammiya, Vellasamy., Mogaratnam, Anparasan.,
katkan risiko mengalami perlambatan hantaran saraf dan 2015. Influence of Body Mass Index on Visual Reac-
small fibre neuropathy, meningkatkan ambang rangsang tion Time. Brithish Journal of Medicine Medical Re-
sensoris yang akan memperlambat waktu reaksi ber- search, 10(3), pp. 1-8.
dasarkan penelitian tentang konduktifitas saraf. Obesitas 5. Hultsch, D., Macdonald, S. & Dixon, R., 2002. The
mampu mempengaruhi waktu reaksi pada anak yaitu aki- variability in a reaction time performance and in
bat cytokines, chemokines dan tissue necrosis factor younger and older adults. J Gerontol, II(101), p. se-
yang disekresikan oleh jaringan adiposit yang mampu ries B57.
menembus blood-brain-barrier dan mengganggu fungsi 6. Nikam, L. & Gadkari, J., 2012. effect of age, gender
otak. Obese mengarah pada abnormalitas adiposit yang and body mass index on visual and auditory reaction
menyebabkan abnormalitas pembentukan myelin dan time in Indian population. Indian J Physiol Pharmacol,
mengganggu transmisi axonal yang juga berdampak pada 56(1), p. 9.
perpanjangan waktu reaksi.4 Anak dengan IMT under- 7. Kosinski, R., 2008. A Literature Review of Reaction
weight pada masa perkembangan otak dan sistem Time. [Online] Available at:http://biae.clemson.edu
sarafnya mengalami kekurangan nutrisi dan micronutrient. [Accessed 10 Desember 2016].
Defisiensi vitamin B1, B12 dan B5 menyebabkan 8. Jain, Aditya., Bansal, Ramta. & Singh, KD., 2015. A
gangguan pembentukan myelin dan sel Schwann pada comparative study of visual and auditory reaction
serabut saraf perifer. Kurangnya adiposit menyebabkan times on the basis of gender and physical activi-
terbatasnya penyerapan lipid dalam pembentukan ty levels of medical first year students. Int J Appl
selubung myelin kaya lipid sehingga kecepatan penjalar- Basic Med Res. 5(2), pp. 124-127.
an impuls lebih lama dan tidak dalam fungsi optimal. 10 9. Deore, D., Surwase, S., Masroor, S., Khan, S., &
Kekurangan makronutrient seperti protein akan Kathore, V. (2012). A Cross Sectional Study on the
menyebabkan terhambatnya pembentukan sistem saraf Relationship Between the Body Mass Index (BMI)
dan myelinisasi. Saat awal pertumbuhan merupakan peri- and Audiovisual Reaction Time (ART). Journal of
ode kritikal dalam pembentukan otak anak dimana dalam Clinical and Diagnostic Research, 1466-1468
periode ini terjadi sintesis pembentukan myelin dari pro- 10. Grantham, J. & Henneberg, M., 2014. Adiposity is
tein dan fosfolipid derivate yang berasal dari sel mem- associated with improved neuromuscular reaction
brane oligodendrosit pada sel saraf pusat dan sel time. Medical Hypotheses, pp. 1-6.
schwann pada saraf tepi. Apabila dalam periode ini men- 11. Rhuba,S. & Vinodha, R., 2015. Effects Of Protein
galami kekurangan protein akan menyebabkan peru- Energy Malnutrition On Peripheral Nerve Conduction
bahan irreversible yang memberikan efek jangka panjang In Children. Int J Med Res Health Sci. 2015;4(4):768-
pada keterlambatan myelinisasi. Hal ini akan menyebab- 770
kan kemampuan belajar yang buruk, kerusakan fungsi
kognitif dan penurunan prestasi disekolah. 11
Hasil penelitian pada siswa SD Saraswati Ta-
banan dimana rerata waktu reaksi visual lebih lama pada
anak dengan Indeks Massa Tubuh kategori underweight
dan overweight diperkuat oleh hasil uji beda one way
ANOVA dimana terdapat perbedaan yang bermakna pada
HUBUNGAN FLAT FOOT DENGAN KESEIMBANGAN STATIS DAN DINAMIS
PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 4 TONJA KOTA DENPASAR
1
Kadek Ady Antara, 2I Nyoman Adiputra, 3I Wayan Sugiritama
1
Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2
Bagian Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
3
Bagian Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
antaraa69@yahoo.com

ABSTRAK

Perkembangan keseimbangan pada masa tumbuh kembang anak sangat penting untuk ditinjau. Kelainan bentuk
telapak kaki merupakan salah satu penyebab gangguan keseimbangan. Penelitian ini bersifat analitik dengan pen-
dekatan cross sectional. Pada 101 sampel (58 sampel laki-laki, 43 sampel perempuan), usia 6-11 tahun. Variabel
bebas yang diukur adalah flat foot melalui wet footprint test. Variabel terikat yang diukur adalah keseimbangan statis
melalui standing stork test, dan keseimbangan dinamis melalui balance beam test. Pada perhitungan analisis data
Spearman’s rho diketahui nilai signifikansi (2-tailed) adalah 0,000 untuk keseimbangan statis maupun dinamis, di-
mana berarti nilai signifikansi < α. Selanjutnya, diketahui Correlation Coefficient (koefisien korelasi) sebesar 0,933
untuk keseimbangan statis, dan 0,828 untuk keseimbangan dinamis. Berdasarkan output data tersebut, dapat disim-
pulkan terdapat hubungan yang yang kuat, signifikan, dan searah antara flat foot dengan keseimbangan statis dan
dinamis pada anak sekolah dasar negeri 4 Tonja kota Denpasar.

Kata Kunci: Flat Foot, Keseimbangan Statis, Keseimbangan Dinamis

THE CORRELATION BETWEEN FLAT FOOT WITH STATIC AND DYNAMIC BALANCE IN ELEMENTARY
SCHOOL CHILDREN 4 TONJA DENPASAR CITY

ABSTRACT
The development of balance during child growth is very important to be reviewed. Deformity of the sole of the foot is
one of the causes of disturbance of balance. This research is analytic with cross sectional approach. In 101 samples
(58 male samples, 43 female samples), age 6-11 years, the measured independent variable was flat foot through the
wet footprint test. The dependent variables measured were static balance through standing stork test, and dynamic
balance through Balance beam test. In Spearman's rho data analysis calculation known value of significance (2-
tailed) is 0,000 for static and dynamic balance, which means significance value <α. Furthermore, it is known Correla-
tion Coefficient (correlation coefficient) of 0.933 for static balance, and 0.828 for dynamic equilibrium. Based on the
data output, it can be concluded that there is a strong, significant, and unidirectional relationship between the flat foot
with static and dynamic balance in the 4th school elementary school of the 4th city of Denpasar.

Keywords: Flat Foot, Static Balance, Dynamic Balance

PENDAHULUAN kaki sudah tidak memiliki arkus sama sekali dan derajat 3
Kemajuan bidang kesehatan diiringi juga dengan kaki sudah terbentuk sudut di bagian medial kaki yang
peningkatan gangguan kesehatan, termasuk persendian. arahnya ke lateral.3
World Health Organization (WHO) menyatakan sekian Kondisi flat foot akan bertambah buruk jika tidak
ratus juta orang terganggu kehidupannya akibat ditangani sedini mungkin, anak diatas 10 tahun berpoten-
gangguan tulang dan persendian. Kaki datar atau flat foot si mengalami deformitas valgus yang mengakibatkan
pada anak merupakan konsekuensi dari berbagai faktor kondisi planus. Tanda dan gejala lain yang akan timbul
seperti obesitas ataupun faktor keturunan. Hal ini dapat akibat flat foot ialah pola jalan yang abnormal yang me-
diklasifikasikan sebagai gangguan fisiologis atau patolo- nyebabkan mudah lelah dan gangguan pada keseim-
gis.1 bangan. Rendahnya kemampuan keseimbangan pada
Flat foot adalah kondisi dimana tidak adanya anak dapat mengakibatkan anak rentan jatuh dan men-
arkus longitudinal medial kaki, yang menyebabkan bagian galami hambatan saat berjalan dan mempengaruhi
telapak kaki menempel tanah. Pada perkembangan nor- menurunnya produktivitas anak4
mal, usia 2-6 tahun merupakan masa emas pembentukan Dari penjelasan di atas maka peneliti dapat
arkus. Anak dengan usia 6 tahun merupakan masa kritis melihat suatu fenomena di mana bentuk telapak kaki
untuk pembentukan arkus.2 yang tidak normal pada anak memungkinkan penurunan
Flat foot dibagi menjadi 3 derajat, dibedakan dari keseimbangan tubuh. Dan mengambil judul tentang
garis yang ditarik antara jari kedua kaki dengan ujung “Hubungan flat foot dengan Keseimbangan Statis dan
dalam tumit. Derajat 1 dimana tumpuan pada lateral kaki Dinamis pada Anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota
lebih dari setengah dari tumpuan metatarsal, derajat 2 Denpasar.”

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 23


Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 24

Tabel 2. Kolmogorov-Smirnov Test


BAHAN DAN METODE p. Normalitas
Populasi pada penelitian ini adalah anak Sekolah Variabel (Kolmogorov-Smirnov
Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar sebanyak 101 anak
dan sampel yang diambil menggunakan metode Sample Test)
Random Sampling yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu Flat Foot 0,000
usia 6–11 tahun, Memiliki Flat Foot derajat 1, 2, 3 sesuai Keseimbangan Statis 0,000
pemeriksaan Wet Footprint Test, tidak mengalami obesi- Keseimbangan Dinamis 0,000
tas.
Penelitian ini menggunakan metode Cross Sec- Tabel 2. menunjukkan nilai Flat Foot p= 0,000 (p
tional yang bersifat deskriptif analitik. Data didapat dari < 0,05) dan p = 0,000 (p < 0,05) untuk keseimbangan sta-
hasil assessment fisioterapi, pemeriksaan arkus pedis, tis maupun dinamis.
dan tes keseimbangan statis dan dinamis. Uji bivariat Spearman’s Rho untuk membuktikan hub-
Flat foot merupakan variabel bebas, sedangkan ungan flat foot dengan keseimbangan statis dan dinamis
keseimbangan statis dan dinamis merupakan variabel pada anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar
terikat. Pemeriksaan arkus pedis menggunakan Wet dijabarkan pada Tabel 3.
Footprint Test. Didapatkan hasil 3 bentuk telapak kaki,
normal, flat dan cavus. Keseimbangan statis diukur me- Tabel 3. Uji bivariat Spearman’s Rho
lalui Standing Stork Test. Dan Keseimbangan dinamis
diukur melalui Balance Beam Test. Uji normalitas data Keerrat
Variabel R R2 P
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Metode analisis an
bivariat yang digunakan adalah uji Spearman Rho untuk Flat Foot -
membuktikan adanya hubungan antara variabel terikat
dengan variabel bebas. Untuk mengetahui hubungan Keseimbangan 0,933 87,04 0,000 Kuat
yang terjadi berlaku untuk populasi di gunakan uji signif- Statis
ikansi koefisien korelasi.
Flat Foot -
Keseimbangan 0,828 68,55 0,000 Kuat
Dinamis
HASIL
Karakteristik sampel penelitian yang meliputi usia, Tabel 3. menunjukkan hasil uji bivariat
jenis kelamin, kategori flat foot, dan kategori keseim- Spearman’s Rho diperoleh p-value = 0,000 < 0,05 mem-
bangan statis dan dinamis dijabarkan pada Tabel 1. buktikan flat foot mempengaruhi keseimbangan statis dan
dinamis pada anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota
Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian pada anak Denpasar. Dan nilai R adalah 0,9333 dan 0,828, sehingga
Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar keeratan hubungan ke dua variabel kuat. Hal ini dapat
diartikan bahwa semakin rendah grade flat foot maka se-
makin tinggi tingkat keseimbangan anak.
N Min Med Max SD

Umur 101 6 8,1089 11 1,6787 DISKUSI


Flat Foot 101 1 1,6238 3 0,6301 KARAKTERISTIK RESPONDEN
Keseim- Sesuai hasil penelitian ini, subjek berjumlah 101
bangan 101 1 3,4059 5 1,40839 anak yang seluruhnya merupakan anak Sekolah Dasar
Statis Negeri 4 Tonja Kota Denpasar.
Keseim- Responden yang berjumlah 101 orang memiliki
rentang usia 6-11 tahun berjenis kelamin laki-laki dan per-
bangan 101 1 3,0693 5 1,1684
Dinamis empuan, dimana anak pada usia 6-11 tahun umumnya
mengalami peningkatan keseimbangan. 5
Tabel 1. menunjukkan responden penelitian ber- Anak laki-laki beresiko lebih besar untuk men-
jumlah 101 orang. diketahui bahwa subjek termuda pada galami flat foot daripada anak perempuan. Prevalensi flat
anak berusia 6 tahun, nilai tengahnya yaitu 8 tahun 1 bu- foot pada anak laki-laki sebesar 57,4% dan pada per-
lan dan subjek tertua berusia 11 tahun. Sedangkan flat empuan sebesar 42,6%. Besarnya prevalensi kondisi flat
foot paling ringan yang ditemukan pada anak yaitu flat foot pada anak laki-laki dibandingkan perempuan diduga
foot grade I, nilai tengahnya yaitu flat foot grade II, dan karena adanya perbedaan bentuk anatomis tubuh, di-
paling berat yaitu flat foot grade III. Adapun keseim- mana rearfoot angle (nilai rata-rata valgus) pada anak laki
bangan statis dan dinamis yang paling rendah yaitu skor -laki lebih besar dibandingkan pada anak perempuan.
1 dan yang paling tinggi yaitu skor 5. Adapun diketahui bahwa sudut (derajat) arkus plantaris
lateral dan medial pada anak perempuan lebih besar
2
Kolmogorov-Smirnov Test digunakan untuk dibandingan pada laki-laki.
mengetahui uji normalitas data pada Tabel 2.
HUBUNGAN FLAT FOOT DENGAN KESEIMBANGAN
STATIS DAN DINAMIS
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 25

Dari hasil Output data, diketahui Correlation Coef- imbangan tubuh untuk mengurangi cedera yang mungkin
ficient (koefisien korelasi) sebesar 0,933 untuk keseim- timbul, maka dari itu peran fisioterapi pada kasus flat foot
bangan statis dan 0,828 untuk keseimbangan dinamis, diperlukan guna memberikan program latihan yang terin-
nilai ini membuktikan bahwa antara variabel flat foot tegrasi dengan tujuan untuk meningkatkan keseimbangan
dengan keseimbangan statis dan dinamis memiliki hub- tubuh pada kondisi tersebut.
ungan yang kuat, signifikan, dan searah. Uji signifikansi
koefisien korelasi menunjukkan angka 87,04% dan SIMPULAN
68,55%, dimana hal ini berarti flat foot berpengaruh ter- Dapat disimpulkan oleh penulis bahwa Ada hub-
hadap keseimbangan statis dan dinamis pada responden ungan yang bermakna sebesar 87,04% antara flat foot
anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar. dengan keseimbangan statis dan 68,55% antara flat foot
Deformitas pada sendi subtalar menyebabkan dengan keseimbangan dinamis pada anak Sekolah Da-
ketidaksbalian dan posisi eversi berlebih mengakibatkan sar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar.
anak yang memiliki flat foot grade 1, 2, dan 3 kurang
mampu untuk mempertahankan keseimbangan berdiri SARAN
dengan satu kaki dalam jangka waktu yang cukup lama. 6 Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya
Flat foot adalah keadaan dimana adanya kelema- preventif dan deteksi dini dalam mengangani Flat Foot.
han struktur penyokong arkus longitudinal pedis, yaitu Anak yang tetap mengalami flat foot pada usia di atas 10
otot-otot pendek pada kaki. Performa, ketrampilan dan tahun sebaiknya melakukan konsultasi dengan fisiotera-
kemampuan motorik seseorang dipengaruhi faktor inter- pis atau dokter untuk mendapatkan penanganan yang
nal dan eksternal mencakup beberapa jenis reseptor kulit, sesuai agar mencegah deformitas permanen.
otot, sendi, dan ligamen guna memberikan tubuh untuk
mengenal lingkungan sekitar.7 DAFTAR PUSTAKA
Teori biomekanika dari komponen muskuloskele-
1. Darwis, Nurfadillah. Perbandingan Agility Antara Nor-
tal kaki saling bekerjasama mensupport tubuh pada saat
mal Foot dan Flat Foot pada Atlet Unit Kegiatan Ma-
foot strike dan push off untuk meredam benturan dan me-
hasiswa Basket di Kota Makassar. [Skripsi]. Program
nyiapkan level rigid. Bentuk flat foot yang lebar tanpa
Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Ha-
adanya lengkung mengakibatkan komponen pengungkit
sanuddin Makassar. 2016.
tubuh kaku untuk proses berjalan dan berlari yang me-
2. Pfeiffer, Martin, Rainer Kotz, Prof, Thomas Ledl,
nyebabkan gangguan keseimbangan dan cepat lelah.
Gertrude Hauser, Prof, Maria Sluga, Prof. Prevalence
Anak yang memiliki normal foot dikatakan lebih stabil ka-
of Flat Foot in Preschool-Aged Children. Journal of
rena tekanan dari berat badan dibagi secara merata kese-
The American Academy of Pediatrics: Illinois. 2006.
luruh tapak kaki.8
3. Lendra, Made Dody. Pengaruh antara Kondisi Kaki
Penyebab utama dari kaki datar adalah ketidak
Datar dan Kaki dengan Arkus Normal terhadap
normalan struktur tulang sehingga pada kondisi kaki datar
Keseimbangan Statis pada Anak Berusia 8 – 12
menyebabkan otot, tendon, dan ligamen bekerja lebih
Tahun di Kelurahan Karangasem Surakarta [Skripsi].
berat. Penyebabnya dibedakan menjadi dua, yaitu
Surakarta : Jurusan Fisioterapi, Fakultas Ilmu
penyebab biomekanik seperti forefoot varus, forefoot
Kesehatan Universitas Muhammadiya. 2007.
supinatus, pronasi yang disebabkan oleh equinus dan
4. Idris, Ferial Hadipoetro. Filogeni dan Ontogeni
pronasi yang diakibatkan dari patologis pada daerah
Lengkung Kaki Manusia, Majalah Kedokteran
proksimal yang lain. Penyebab non biomekanik meliputi
Indonesia.. Jakarta: Departemen Kedokteran Fisik
hilangnya fungsi otot, faktor herediter dan trauma. 9
dan Rehabilitasi Medik, Fakultas Kedokteran
Kelainan bentuk kaki dapat mempengaruhi
Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto
kesehatan, terjadi iritasi pada otot-otot plantaris dan iritasi
Mangunkusumo. 2010;Vol 60:No.2.
pada fascia plantaris. Dampak kelainan ini juga me-
5. Budiman. Penelitian Kesehatan Buku Pertama.
nyebabkan ketegangan otot-otot sekitar kaki. Keseim-
Bandung: PT. Refika. 2011.
bangan merupakan kemampuan penting dimana
6. Dabholkar A, Ankita Shah ,SujataYardi. Comparison
digunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti berjalan,
of DynamicBalance Between Flat Feet and Normal
berdiri, dan berlari. Secara garis besar keseimbangan
Individuals Using Star Excursion Balance Test. Indian
seseorang tidak bisa dilihat dari satu sisi saja (kinesthetic
Journal Of Physiotherapy & Occupational Therapy of
sensation pada otot, tendon, dan sendi) namun banyak
International Journal. 2012; Volume 6. Nomor 3: 27-
hal lain yang juga mempengaruhinya. Jika adanya
31.
penurunan fungsi keseimbangan juga akan menyebabkan
7. Riemann, B.L. & Lephart, S.M. The sensorimotor
menurunnya kontrol postur, menurunnya aligment tubuh,
system, part I: the physiologic basis of functional joint
monitoring kepala, kontrol reflek gerak mata serta dalam
stability. Journal of Athletic Training. 2002;37(1):71-
mengarahkan gerakan.10
79.
Pada dasarnya dengan adanya keseimbangan
8. S.Snell, Richard. Anatomi Klinik. EGC. Jakarta. 2004.
akan muncul berbagai manfaat. Manfaat keseimbangan
9. Sahabuddin, H. Hubungan Antara Flat Foot dengan
akan mempermudah performa gerak di dalam kehidupan
Keseimbangan Dinamis pada Murid Tk Sulawesi Kota
sehari-hari, sehingga saat keseimbangan ini baik maka
Makassar. [Skripsi]. Program Studi Fisioterapi
akan baik pula pergerakan dalam dalam melakukan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
performa gerak di dalam kehidupan sehari-hari. Disarank-
Makassar. 2016.
an tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah ber-
tambah buruknya kondisi kaki serta meningkatkan kese-
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 26

10. Permana, Dhias Fajar. Perkembangan


Keseimbangan pada Anak Usia 7 s/d 12 Tahun
Ditinjau dari Jenis Kelamin. Jurnal Media Ilmu
Keolahragaan. 2013;Volume 3.:Edisi 1.
HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) KATEGORI UNDERWEIGHT DENGAN TINGKAT NYERI
DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA PUTRI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
1) 2)
Kadek Kristina Harum Lasmi Ari Wibawa 3)I Made Muliarta
1,2
Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
3
Bagian Faal, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
kristinaharum@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh kategori underweight dengan tingkat nyeri
dysmenorrhea primer. Rancangan penelitian analitik pendekatan cross sectional. Teknik sampel yaitu systematic ran-
dom sampling. Besar sampel adalah 52 orang remaja putri di SMP N 9 Denpasar dan SMPK Santo Yoseph
Denpasar. Teknik analisis data chi square test. Hasil dari penelitian ini tingkat nyeri ringan paling banyak pada indeks
massa tubuh kategori normal yaitu sebanyak 16 responden (30,8%), tingkat nyeri sedang paling banyak pada indeks
massa tubuh kategori normal yaitu sebanyak 15 responden (28,8%) dan tingkat nyeri berat paling banyak pada in-
deks massa tubuh kategori underweight yaitu sebanyak 4 responden (7,7%). Dari analisis data uji chi square,
didapatkan nilai p sebesar 0,041 sehingga p<0,05. Hasil uji statistik maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
bermakna antara indeks massa tubuh underweight dengan tingkat nyeri dysmenorrhea primer.

Kata Kunci: dysmenorrhea primer, underweight

ASSOCIATION BETWEEN BODY MASS INDEX CATEGORY UNDERWEIGHT WITH PRIMARY DYSMENOR-
RHEA PAIN LEVELS IN YOUNG WOMEN JUNIOR HIGH SCHOOL

ABSTRACT

The Research aims to determine the association between body mass index underweight with primary dysmenorrhea
pain level. Analytical research design cross sectional approach. Sample technique is systematic random sampling.
The sample size is 52 female teenagers in SMP N 9 Denpasar and SMPK Santo Yoseph Denpasar. The technique of
chi square test data analysis. The result of this research is the most mild pain level in normal body mass index which
is 16 respondent (30,8%), moderate pain level in normal body mass index are 15 respondents (28,8%) and level of
pain The most weight in the body mass index underweight category as many as 4 respondents (7.7%). From chi
square test data analysis, p value is 0,041 so p <0,05. Result of statistic test hence can be concluded that there is
significant relation between body mass index underweight with primary dysmenorrhea pain level.

Keywords: primary dysmenorrhea, underweight

PENDAHULUAN terjadi pada saat perdarahan masih sedikit. 2


Pubertas adalah suatu fase ketika seorang anak Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu
mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan faktor risiko dysmenorrhea primer. Indeks massa tubuh
fungsi seksual. Masa pubertas dalam kehidupan dimulai (IMT) di bawah 18 yang dikategorikan dalam IMT under-
saat berumur 8 hingga 10 tahun dan berakhir kurang lebih weight di mana dapat memperparah tingkat nyeri dys-
di usia 15 hingga 17 tahun, dimana rentang usia tersebut menorrhea primer. Pada penelitian perempuan dysmenor-
telah memasuki masa remaja. Masa remaja akan dilewati rhea dengan usia 21 - 25 tahun di Nigeria, didapatkan
oleh laki-laki maupun perempuan. Remaja putri akan bahwa dysmenorrhea primer pada perempuan dengan
mengalami fase pubertas yang ditandai dengan perkem- IMT rendah menderita dysmenorrhea berat dibandingkan
bangan seks primer dan seks sekunder.1 dengan IMT yang tinggi.3
Perkembangan seks primer ditandai dengan per- Indeks massa tubuh kategori underweight
mulaan menstruasi atau menarche, perkembangan pada berhubungan dengan status gizi yang kurang diakibatkan
uterus, vagina membesar, buah dada membesar, jaringan karena asupan makanan yang kurang. Asupan makanan
ikat dan saluran darah bertambah. Permulaan menstruasi dengan zat gizi yang berpengaruh terhadap dysmenor-
atau menarche yang dialami remaja putri biasanya men- rhea adalah zat besi dan kalsium. Kalsium berperan da-
galami nyeri haid atau dysmenorrhea. Pada usia 12-15 lam interaksi protein di dalam otot, yaitu aktin dan miosin
tahun merupakan usia terbanyak yang mengeluhkan dys- pada saat otot berkontraksi. Kekurangan kalsium me-
menorrhea sebanyak 53,9 % kasus. Gejala yang dirasa- nyebabkan otot tidak dapat mengendur setelah kontraksi,
kan adalah nyeri panggul atau perut bagian bawah sehingga dapat mengakibatkan otot menjadi kram. 4
(umumnya berlangsung 8–72 jam), yang menjalar ke Zat besi memiliki peranan dalam pembentukan
punggung dan sepanjang paha, terjadi sebelum dan sela- hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein yang mem-
ma menstruasi. Selain itu, tidak disertai dengan pening- bawa oksigen pada sel darah merah ke seluruh jaringan
katan jumlah darah haid dan puncak rasa nyeri sering kali tubuh. Kekurangan asupan zat besi dapat menyebabkan
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 27
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 28

terganggunya pembentukan hemoglobin, sehingga jumlah karakteristik responden, dalam penelitian ini diamati ber-
hemoglobin dalam sel darah merah juga akan berkurang. dasarkan usia responden, variabel independen berupa
Kondisi hemoglobin yang rendah pada sel darah merah, gambaran indeks massa tubuh kategori underweight pada
menyebabkan tubuh kekurangan oksigen dan menyebab- remaja putri SMPN 9 Denpasar dan SMPK Santo Yoseph
kan anemia. Anemia dapat menimbulkan gangguan Denpasar dan variabel dependen berupa tingkat nyeri
kesehatan pada seseorang.5 Anemia merupakan salah yang dirasakan saat mengalami dysmenorrhea primer
satu factor konstitusi yang menyebabkan kurangnya daya pada remaja putri SMPN 9 Denpasar dan SMPK Santo
tahan tubuh terhadap rasa nyeri pada saat menstruasi.6 Yoseph Denpasar. Responden pada penelitian ini adalah
Dysmenorrhea yang terjadi 1,5 kali lebih tinggi di sebanyak 52 orang. Berikut ini merupakan hasil olah data
kategori underweight dibandingkan dengan kelebihan penelitian :
berat badan atau obesitas (OR 1.52; 95% CI 0,99-2,33).
Hal ini terjadi karena dysmenorrhea yang dialami dapat Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
diakibatkan oleh anemia defisiensi zat besi, dimana zat
besi memiliki peranan untuk kekebalan tubuh terhadap Usia (f) (%)
rasa nyeri.7 12 tahun 6 11,5
13 tahun 11 21,2
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan observational analitik 14 tahun 28 53,8
yang menggunakan rancangan penelitian analitik dengan 15 tahun 7 13,5
pendekatan cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di
sekolah menengah pertama (SMP) yang ada di Denpasar Jumlah 52 100
dengan rentang usia 12-15 tahun. Sekolah Menengah Data karakteristik berdasarkan usia pada Tabel 1
Pertama (SMP) yang digunakan pada penelitian ini adala menyatakan responden dengan usia terbanyak mengala-
SMPN 9 Denpasar dan SMPK Santo Yoseph Denpasar. mi dysmenorrhea primer yaitu pada usia 14 tahun dengan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017. persentase 53,8 %.
Populasi target dari penelitian ini adalah remaja
putri Sekolah Menengah Pertama, sedangkan populasi Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan IMT
terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh remaja putri
Kategori IMT Frekuensi (f) Persentase (%)
di SMPN 9 Denpasar dan SMP Santo Yoseph Denpasar
yang berumur 12-15 tahun pada tahun 2016 . Underweight 21 59,6
Data penghitungan sampel menggunakan rumus Normal 31 40,4
Sudigdo (2008)8, sesuai dengan rumus besar sampel Jumlah 52 100
studi analitik untuk uji hipotesis.
Dari hasil perhitungan sampel, maka jumlah sam- Tabel 2 menunjukkan bahwa responden sesuai
pel dalam penelitian ini ditetapkan 46,46 ditambah 10 % dengan sampel yang telah dirumuskan dimana untuk
menjadi 52 keseluruhan sampel. jumlah responden dengan indeks massa tubuh normal
Sampel penelitian di dapatkan melalui kriteria sama dengan indeks massa tubuh underweight yaitu re-
inklusi sebagai berikut : (a) Remaja putri SMP di sponden dengan IMT normal (18,5-22,9) berjumlah 31
Denpasar yang yang berusia 12-15 tahun (b) IMT Under- responden (59,6%) dan responden dengan IMT under-
weight dan normal (c) sudah atau sedang mengalami weight(<18,5) berjumlah 21 responden (40,4%).
menstruasi (d) dalam kondisi yang sehat (c) bersedia
menjadi sampel. Dan kriteria eksklusi : (a) Siswi yang Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Nyeri
tidak berdomisili di Denpasar. Pengambilan sampel Kategori Tingkat
dengan cara cluster random sampling di mana sekolah Frekuensi (f) Persentase (%)
Nyeri
yang dipilih dengan sistematika acak. Kemudian dipilih
Ringan 25 48,1
sampel di satu SMP Negeri dan satu SMP swasta,
setelah itu pemilihan sampel dari kedua sekolah tersebut Sedang 23 44,2
menggunakan systematic random sampling. Pencarian Berat 4 7,7
data menggunakan kuesioner untuk mencari remaja putri Jumlah 52 100
dengan riwayat dysmenorrhea primer. Berikutnya Tabel 3 yang menunjukkan responden yang me-
dilakukan pengukuran antopometri untuk menentukan rasakan tingkat nyeri dengan dysmenorrhea primer
kategori indeks massa tubuh. terbanyak yaitu nyeri ringan sebanyak 25 responden
(48,1%), selanjutnya tingkat nyeri sedang sebanyak 23
INSTRUMEN PENELITIAN responden (44,2%) dan nyeri berat sebanyak 4 respond-
Instrument penelitian ini menggunakan kuesioner en (7,7%).
dysmenorrhea sebagai alat ukur. Analisis data dengan
menggunakan SPSS 24 dengan ketentuan uji data : ana- Tabel 4. Distribusi Frekuensi Dysmenorrhea Primer Ber-
lisis univariat dan analisis bivariate dengan uji Chi-square
Penggunaan Obat
test. Frekuensi (f) Persentase (%)
Analgesik
HASIL Tidak 45 86,5
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gam- Ya 7 13,5
baran distribusi frekuensi variabel - variabel meliputi Jumlah 52 100
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 29

dasarkan Penggunaan Obat Analgesik DISKUSI


Apabila dilihat lebih spesifik dari data yang di-
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Dysmenorrhea Primer peroleh responden yang mengalami dysmenorrhea primer
Berdasarkan Penggunaan Obat Analgesik pada kalangan remaja putri dapat dilihat melalui distribusi
dysmenorrhea primer berdasarkan usia, dari hasil
penelitian kelompok usia remaja putri yang paling banyak
mengalami dysmenorrhea primer adalah kelompok usia
14 tahun dan yang paling sedikit terjadi pada kelompok
usia 12 tahun.
Masa di mana perempuan pertama kali mengala-
mi menstruasi disebut menarche. Menarche dapat terjadi
antara usia 12 - 17 tahun. Dysmenorrhea primer terjadi
mulai 2 - 3 tahun setelah usia menarche. Usia menarche
secara statistik dipengaruhi oleh faktor keturunan,
keadaan gizi, dan kesehatan.8 Sesuai dengan usia men-
arche melalui hasil penelitian yang telah dilakukan di-
tunjukkan bahwa pada usia 14 tahun dengan 28 respond-
en (53,8%) mengalami dysmenorrhea primer, pada usia
13 tahun terdapat 11 responden (21,2%), usia 15 tahun
terdapat 7 responden (13,5%), dan pada usia 12 tahun
terdapat 6 responden (11,5%). Hal ini ditunjukkan pada
penelitian Andrini (2014) yang melakukan penelitian ter-
hadap kebugaran fisik dan dysmenorrhea primer bahwa
remaja putri yang sudah menstruasi paling sering men-
Dari Tabel 4 dan Gambar 1 dapat dilihat bahwa galami gangguan menstruasi yaitu dysmenorrhea primer
dari 52 responden yang mengalami dysmenorrhea primer yaitu sebanyak 75% remaja putri yang tersiksa oleh dys-
7 responden (13,5%) di antaranya memerlukan obat anal- menorrhea. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa
gesik dan 45 responden (86,5%) tidak memerlukan obat sebagian besar dysmenorrhea primer timbul pada masa
analgesik. remaja, yaitu 2-3 tahun setelah menarche (menstruasi
pertama kali). Di mana melalui distribusi usia dengan dys-
Tabel 5. Tabulasi silang antara Indeks Massa Tubuh menorrhea primer yang ditemukan pada rentang usia 12-
dengan dysmenorrhea primer 17 tahun, hal ini menunjukkan sesuai dengan teori usia
Dysmenorrhea Primer menarche yang cepat adalah < 12 tahun yang menjadi
Total faktor risiko terjadinya dysmenorrhea primer.9
IMT Ringan Sedang Berat P Keterkaitan hubungan antara indeks massa tubuh
f % f % f % N % (IMT) khususnya pada kategori underweight semakin
Nor-
dikuatkan dengan hasil penelitian dari Ozerdogan
mal
16 51,6 15 48,4 0 0 31 59,6 dkk.,7yang mendapatkan bahwa dysmenorrhea terjadi 1,5
Un- kali lebih banyak pada IMT dengan kategori underweight.
derw 9 42,9 8 38,1 4 19 21 40,4 0,041 Pada penelitian lain, studi oleh Singh, menunjukkan bah-
eight wa kejadian dysmenorrhea lebih banyak dialami oleh
Juml subjek penelitian dengan IMT overweight.10 Hasil yang
25 48,1 23 44,2 4 7,7 52 100 didapat pada penelitian ini berbeda dengan apa yang
ah
didapat oleh Nohara dkk., yang menyatakan bahwa IMT
Analisis Bivariat dengan hasil penelitian setelah memiliki hubungan yang signifikan sebagai faktor risiko
dilakukan uji chi-square untuk mencari hubungan antara terjadinya dysmenorrhea primer.11 Hasil yang sama juga
indeks massa tubuh kategori underweight dengan tingkat didapatkan oleh Madhubala dan Jyoti bahwa kejadian
nyeri dysmenorrhea primer pada remaja putri SMPN 9 dismenorea primer meningkat pada responden yang
Denpasar dan SMPK Santo Yoseph Denpasar yang beru- memiliki IMT dengan kategori underweight (nilai p
sia 12-15 tahun diperoleh nilai p sebesar 0,041. Dari ana- <0,001).12 Subjek dengan IMT kategori underweight yang
lisis data dengan menggunakan metode chi-square, maka menunjukkan kurangnya asupan gizi mempengaruhi per-
dapat disimpulkan (p<0,05) ini menunjukkan bahwa adan- tumbuhan dan fungsi organ tubuh yang akan menyebab-
ya distribusi yang berbeda antara indeks massa tubuh kan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini berdampak
kategori underweight dengan indeks massa tubuh normal pada daya tahan terhadap nyeri akibat gangguan men-
pada tingkat nyeri dysmenorrhea primer. Data hasil struasi seperti dysmenorrhea.
penelitian ini juga didapatkan frekuensi indeks massa Semakin rendah nilai IMT semakin tinggi presen-
tubuh underweight pada 4 responden mengalami nyeri tase kejadian dysmenorrhea primer yaitu pada IMT berat
berat sedangkan normal tidak terdapat responden men- (<16,0) dengan 3 responden semua mengalami nyeri hai-
galami nyeri berat sehingga menunjukkan terjadinya hub- d/dysmenorrhea (100%), sedangkan untuk IMT kurang
ungan antara indeks massa tubuh (IMT) kategori under- (18,5-20,0) yaitu 19 responden yang mengalami nyeri
weight dengan tingkat nyeri dysmenorrhea primer pada haid 18 (94,7%) responden dan 1 responden (5,3%) re-
remaja putri SMPN 9 Denpasar dan SMPK Santo Yoseph sponden tidak mengalami nyeri haid. 13 Hal ini sesuai
Denpasar yang berusia 12-15 tahun. dengan pernyataan bahwa salah satu faktor yang me-
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 30

megang peranan penting sebagai penyebab terjadinya al Edition (9th Edition). Mosby Elsevier, China : 9-15,
dysmenorrhea adalah faktor konstitusi dimana faktor ini 232-233.
dapat menurunkan ketahanan terhadap nyeri, seperti kon- 9. Danielle. 2011. Women’s Health In General Practice.
disi fisik lemah, kurang nutrisi).14 Australia: Churchill Livingstone
Sehubungan dengan penelitian sebelumnya, hasil 10. Danielle. 2011. Women’s Health In General Practice.
penelitian ini dengan data didapat nilai p sebesar 0,041 Australia: Churchill Livingstone
sehingga p < 0,05 dapat disimpulkan bahwa adanya dis- 11. Singh, A., 2008. Prevalence and Severity of Dysmen-
tribusi yang berbeda antara indeks massa tubuh kategori orrhea : a Problem Related to Menstruasi, among
underweight dengan indeks massa tubuh normal pada First and Second Year Female Medical Students. In-
tingkat nyeri dysmenorrhea primer. Data hasil penelitian dian J Physiol Pharmacol, 52(4), 389-397. Available
ini juga didapatkan frekuensi indeks massa tubuh under- at : https://www.researchgate.net/
weight pada 4 responden mengalami nyeri berat se- publica-
dangkan normal tidak terdapat responden mengalami tion/26655149_Revalence_and_severity_of_dysmeno
nyeri berat sehingga menunjukkan adanya hubungan an- rrhea_A_problem_related_to_menstruation_among_fi
tara indeks massa tubuh (IMT) kategori underweight rst_and_second_year_female_medical_students.
dengan tingkat nyeri dysmenorrhea primer pada remaja (accessed: 2015, Descember 17).
putri SMPN 9 Denpasar dan SMPK Santo Yoseph 12. Nohara M., Momoeda M., Kubota T. & Nakabayashi,
Denpasar yang berusia 12-15 tahun, dan dapat dijelaskan M. Menstrual cycle and menstrual pain problems and
bahwa status gizi yang kurang dapat menyebabkan kon- related risk factors among Japanese female workers.
disi tubuh yang lemah yang mempengaruhi penurunan Ind Health, 2011. 49(2):228–234.
ketahanan terhadap nyeri 13. Madhubala C, & Jyoti K, 2012. Relation Between
Dysmenorrhea and Body Mass Index in Adolescents
SIMPULAN with Rural Versus Urban Variation. The Journal of
Hubungan yang bermakna antara indeks massa Obstetrics and Gynecology of India, 62(4) : 442-445.
kategori underweight dengan tingkat nyeri dysmenorrhea 14. E Diah & Tinah, 2009. Hubungan Indeks Masa Tubuh
primer pada remaja putri SMPN 9 Denpasar dan SMPK < 20 dengan Kejadian Dismenore Pada Remaja Putri
Santo Yoseph Denpasar yang berusia 12-15 dengan nilai Di Sma Negeri 3 Sragen. Volume 1 no 2 Desember
p= 0,041 (p<0,05). 2009. http://journal.stikeseub.ac.id
Adapun saran yang dapat diajukan berdasarkan 15. Warianto, 2008. Biologi Sebagai Ilmu,
temuan dan kajian dalam penelitian ini adalah : http:BiologiSebagaiIlmu_ChaidarWarianto_25.pdf.
pada remaja putri untuk memperhatikan gizi
tubuhnya agar tidak tercapai indeks massa tubuh under-
weight.

DAFTAR PUSTAKA
1. Andrini, D.A.G. 2014. Hubungan Antara Kebugaran
Fisik Dengan Dismenore Primer Pada Remaja Putri
Di SMA Negeri 1 Denpasar Tahun 2014, [Skripsi].
Denpasar. Universitas Udayana.
2. Widjanarko, 2006. Hubungan Usia Menarche, Ri-
wayat Keluarga, dan Overweight/Obese dengan Dis-
menorea.
3. Okoro, R.N, Malgwi, H, & Okoro, G.O, 2013. Evalua-
tion pf Factor that Increase the Severity of Dysmenor-
rhoea among University Female Students in Maidugu-
ri, North Eastern Nigeria. The Internet Journal of Al-
lied Health Sciences and Practice, 11(4). Available :
http://ijahsp.nova.edu (Accessed : 2015, December
3).
4. Yuliarti, Nurheti, 2009. The Vegetarian Way. Penerbit
Andi, Yogyakarta
5. Evelyn, Pearce. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk
Paramedis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
6. Sylvia, Lorraine M. Wilson. 2006. Penyakit Serebro-
vaskular. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit, Vol. 2, Ed. 6., pp. 1105-1130: EGC, Jakarta
7. Ozerdogan, N., D. Sayiner, U. Ayranci, A. Unsal and
S. Giray, 2009. Prevalence and predictors of dysmen-
orrhea among students at a university in Turkey. Int.
J. Gynaecol. Obstet., 107: 39-43. DOI:10.1016/
j.ijgo.2009.05.010
8. Oats, J, & Abraham, S, 2010. Llewellyn-Jones, Fun-
damentals of Obstetrics and Gynaecology Internation-
PEMBERIAN CORE STABILITY EXERCISE KOMBINASI HEEL RAISES EXERCISE SAMA BAIK DENGAN CORE
STABILITY EXERCISE KOMBINASI ANKLE STRATEGY EXERCISE TERHADAP KESEIMBANGAN STATIS
ANAK FLAT FOOT USIA 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR NEGERI 4 TONJA DENPASAR
1
Made Risma Caesar Witayanti, 2Ni Luh Nopi Andayani, 3 Ni Wayan Tianing
1,2
Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar Bali
3
Bagian Biokim, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar Bali
risma.caesar@gmail.com

ABSTRAK

Flat foot merupakan lengkungan kaki menjadi rata yang dapat menganggu keseimbangan statis pada anak usia 9 -11
tahun. Intervensi yang dapat diberikan yaitu core stability exercise, heel raises exercise dan ankle strategy exercise.
Hasil uji hipotesis dengan paired sample t-test pada Kelompok Core Stability Exercise kombinasi Heel Raises Exer-
cise didapatkan peningkatan 104,5detik dengan nilai p=0,001, sedangkan pada Kelompok Core Stability Exercise
kombinasi Ankle Strategy Exercise didapatkan peningkatan 90,11 detik dengan nilai p=0,001. Uji beda peningkatan
dua kelompok menggunakan independent t-test dengan nilai p=0,031. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ter-
dapat perbedaan yang signifikan dalam meningkatkan keseimbangan statis pada anak flat foot antara kedua ke-
lompok.

Kata Kunci: Keseimbangan, Flat foot, Core Exercise, Heel Raises Exercise, Ankle Strategy Exercise.

APPLYING CORE STABILITY EXERCISE COMBINATION HEEL RAISES EXERCISE EITHER WITH CORE STA-
BILITY EXERCISE COMBINATION ANKLE STRATEGY EXERCISE ON STATIC BALANCE OF FLAT FOOT 9-11
YEARS OLD CHILDREN IN SEKOLAH DASAR NEGERI 4 TONJA DENPASAR

ABSTRACT
Flat foot is a flat arch that can disturb the static balance in children aged 9-11 years. Interventions that can be giv-
en are core stability exercise, heel raises exercise and ankle strategy exercise. The result of hypothesis test with
paired sample t-test on Group Core Stability Exercise combination of Heel Raises Exercise got increase 104,5 sec-
onds with value p = 0,001, while at Group Core Stability Exercise combination of Ankle Strategy Exercise got in-
crease 90,11 seconds with value p = 0.001. Test the difference of two groups increase using independent t-test with p
value = 0,031. These results indicate that there is no significant difference in improving the static balance in flat foot
children between the two groups.

Keywords: Balance, Flat foot, Core Exercise, Heel Raises Exercise, Ankle Strategy Exercise.

PENDAHULUAN katnya resiko jatuh. Anak flat foot yang mengalami


Sebanyak 75,3% anak yang mengalami kaki datar penurunan keseimbangan diberikan latihan untuk mem-
(flat foot) kurang mampu untuk berdiri dengan satu kaki perkuat otot-otot core dengan core stability exercise, pen-
dalam waktu yang lama karena sendi subtalar yang tidak guatan otot kaki dengan heel raises exercise serta kontrol
stabil sehingga menghambat keseimbangan selama goyangan postural dengan ankle strategy exercise.
berdiri satu kaki1. Normalnya arkus longitudinal terbentuk Core stability exercise adalah latihan yang di-
dari umur 2 tahun sampai 6 tahun yaitu ketika anak mulai tujukan untuk otot postur (trunk hingga pelvic) yang
berdiri. Flat foot adalah kelainan arkus menjadi datar yang digunakan saat melakukan gerakan secara optimal saat
dibagi menjadi dua tipe yaitu flexible flat foot (ketika beraktivitas. Heel raises exercise merupakan latihan un-
menumpu berat badan arkus tidak nampak atau datar, tuk meningkatkan kekuatan otot kaki (terutama gas-
ketika tidak menumpu berat badan arkus nampak) dan trocnemius serta otot plantar fleksor kaki) dengan 4
rigid flatfoot (kelainan struktural pada tulang yang dapat gerakan yaitu menjinjit dua kaki, menjinjit satu kaki, men-
menimbulkan gejala). jinjit dipinggir anak tangga dan menjinjit yang dilanjutkan
Ada tiga derajat flat foot yaitu derajat I kaki masih dengan jongkok. Ankle strategy exercise merupakan lati-
memiliki arkus tetapi sangan sedikit, derajat II kaki sudah han berupa gerakan kepala dan panggul pada waktu dan
tidak memiliki arkus sama sekali, derajat III kaki tidak arah yang bersamaan dengan gerakaan tubuh sebagai
memiliki arkus ditambah dengan terbentuknya sudut di kontrol goyangan postural dari ankle.
pertengahan kaki yang arahnya keluar 2. Penyebab ter- Berdasarkan uraian diatas, peneliti membanding-
jadinya flatfoot yaitu konginetal, post trauma ankle, over- kan pemberian core stability exercise kombinasi heel rais-
use, kelemahan otot kaki, obesitas3. es exercise dengan core stability exercise kombinasi an-
Keseimbangan merupakan komponen utama da- kle strategy exercise terhadap keseimbangan statis pada
lam mempertahankan dan menjaga posisi tubuh ketika anak flat foot usia 9-11 tahun di SDNegeri 4 Tonja
diam maupun bergerak. Anak yang mengalami Denpasar.
penurunan keseimbangan dapat menyebabkan mening-

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 31


Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 32

BAHAN DAN METODE Tabel 2. menunjukkan hasil uji normalitas data


Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Shapiro Wilk-Test. Pada Kelompok 1 sebelum
dengan pretest and posttest group design. Sampel diam- perlakuan didapatkan p sebesar 0,854 (p>0,05), setelah
bil dengan metode simple random sampling. Besar sam- perlakuan didapatkan hasil p sebesar 0,325 (p>0,05) dan
pel ditentukan dengan rumus Pocock sehingga didapat- selisih didapatkan p sebesar 0,558 (p>0,05). Pada Ke-
kan jumlah sampel sebanyak 18 orang yang dibagi men- lompok 2 sebelum perlakuan didapatkan p sebesar 0,697
jadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 9 (p>0,05), setelah perlakuan didapatkan p sebesar 0,589
orang. Kelompok I diberikan core stability exercise kom- (p>0,05) dan selisih diperoleh nilai p sebesar 0,375
binasi heel raises exercise dan kelompok II diberikan core (p>0,05). Hasil tersebut memperlihatkan bahwa kedua
stability exercise kombinasi ankle strategy exercise. kelompok memiliki data berdistribusi normal.
Penelitian ini dilaksanakan di SDNegeri 4 Tonja Denpasar Hasil uji homogenitas data dengan Leven’s test,
pada bulan April sampai Mei 2017 selama 12 kali per- sebelum perlakuan diperoleh p sebesar 0,819 (p>0,05),
temuan, setelah mendapat persetujuan dari Komisi Etik setelah perlakuan didapatkan p sebesar 0,147 (p>0,05)
Litbang FK UNUD / RSUP Sanglah, Denpasar. dan selisih diperoleh nilai p sebesar 0,071 (p>0,05). Hasil
Pengukuran flat foot dengan wet foot print test dan tersebut memperlihatkan bahwa kedua kelompok memiliki
pengukuran keseimbangan dengan one leg standing test. data berdistribusi homogen, maka uji yang digunakan
untuk pengujian hipotesis adalah uji statistik parametrik.
HASIL
Hasil data yang diperoleh diolah menggunakan Tabel 3. Hasil Uji Paired Sample t-Test
software SPSS 21.0. Perlakuan Rerata ± SD t p
Sebelum
15,66±5,787
Tabel 1. Distribusi Data Berdasarkan Usia, IMT Dan Perlakuan
KL1 -8,161 0,001
Jenis Kelamin Setelah Perla- 104,55±35,10
KL 1 KL2 kuan 0
Sebelum
Rerata 9,78 10 15,33±6,000
Usia (tahun) Perlakuan
SB 0,833 0,866 KL2 -15,373 0,001
Setelah Perla-
IMT Rerata 19,39 19,59 90,11±20,325
kuan
(kg/m2) SB 1,113 1,745
Frekuensi 5 6
Tabel 3. memperlihatkan nilai keseimbangan statis
L pada Kelompok 1 diperoleh p sebesar 0,001 (p<0,005)
Jenis Ke- Persen(%) 55,6 66,7
yang berarti pemberian core stability exercise kombinasi
lamin Frekuensi 4 3
P heel raises exercise baik dalam meningkatkan keseim-
Persen(%) 44,5 33,3 bangan statis pada anak flat foot usia 9-11 tahun. Pada
Frekuensi 2 2 Kelompok 2 diperoleh p sebesar 0,001 (p<0,005) yang
Dj I
Grade Flat Persen(%) 22,2 22,2 berarti pemberian core stability exercise kombinasi ankle
Foot Frekuensi 7 7 strategy exercise baik dalam meningkatkan keseim-
Dj II
Persen(%) 77,8 77,8 bangan statis pada anak flat foot usia 9-11 tahun.
Keterangan :
KL 1 = Kelompok core stability exercise kombinasi heel Tabel 4. Hasil Uji Independent t-test
raises exercise Rerata ± SD
KL 2 = Kelompok core stability exercise kombinasi ankle KL t p
(detik)
strategy exercise
Dj = Derajat KL 1 104,55 ± 35,100
1,068 0,301
KL 2 90,11 ± 20,325
Tabel 1. memperlihatkan pada Kelompok 1 rerata
usia 9,78 tahun, IMT rerata 19,39 kg/m2, serta jumlah laki- Tabel 4. memperlihatkan hasil beda rerata keseim-
laki 5 orang dan perempuan 4 orang. Pada kelompok 2 bangan statis dengan Independent t-test dengan nilai
rerata usia 10 tahun, IMT rerata 19,59 kg/m2, serta jumlah p=0,301 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan
laki-laki 6 orang danperempuan 3 orang. Grade flatfoot bermakna pada keseimbangan statis antara kedua ke-
kedua kelompok derajat I berjumlah 2 orang dan derajat II lompok.
berjumlah 7 orang.
DISKUSI
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Sampel berjumlah 18 orang, masing-masing ke-
Uji Normalitas lompok terdiri dari 9 orang. Kelompok 1 dengan jumlah
Uji Ho- sampel laki-laki 5 orang dan perempuan 4 orang, rerata
Ke- (Shapiro Wilk Test) mogenitas
lompok KL 1 KL 2 (Levene’s usia 9,78 tahun dengan rerata IMT 19,39 kg/m2. Ke-
Data Test) lompok 2 dengan jumlah sampel laki-laki 6 orang dan per-
Statistik P Statistik P
Rerata 0,85
empuan 3 orang, rerata usia 10 tahun dengan rerata IMT
Sebelum
15,666
4
15,333 0,697 0,819 19,59 kg/m2. Derajat flat foot pada kedua kelompok ber-
Rerata 0,32 jumlah sama yaitu derajat I berjumlah 2 orang dan derajat
104,555 90,111 0,589 0,147 II berjumlah 7 orang. Terdapat 28% - 35% anak pada ma-
Setelah 5
0,55 sa usia awal sekolah mengalami flat foot, 80% dian-
Selisih 88,888
8
74,777 0,375 0,071 taranya dikategorikan “sedang”.4
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 33

yang optimal mempengaruhi keseimbangan tubuh men-


Core Stability Exercise Kombinasi Heel Raises jadi lebih baik.6
Exercise dapat Meningkatkan Keseimbangan Statis
pada Anak Flat Foot Usia 9-11 Tahun di SDNegeri 4 Core stability Exercise Kombinasi Heel Raises Exer-
Tonja Denpasar cise Sama Baik Dengan Core Stability Exercise Kom-
Berdasarkan uji paired sample t-test didapatkan binasi Ankle Strategy Exercise Terhadap Peningkatan
rerata waktu keseimbangan statis sebelum perlakuan Keseimbangan Anak Flat Foot di SDNegeri 4 Tonja
15,6 detik dan rerata setelah perlakuan 104,5 detik Denpasar
dengan peningkatan 5,67% serta diperoleh nilai p = 0,001 Hasil uji Independent t-test didapatkan p sebesar
(p < 0,05) yang memperlihatkan adanya perbedaan yang 0,301 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan
bermakna antara sebelum dan setelah perlakuan pada yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
anak flat foot usia 9-11 tahun. perbedaan antara core stability exercise kombinasi heel
Core stability exercise ditujukan pada core muscle raises exercise dengan core stability exercise kombinasi
sehingga otot-otot abdominal dan lumbopelvic yang kuat ankle strategy exercise dalam meningkatkan keseim-
dapat meningkatkan keseimbangan dan stabilitas. bangan statis pada anak flat foot usia 9-11 tahun.
Dengan adanya stabilitas yang baik, Center of Mass dan Jenis latihan core stability exercise yang digunakan
Center of Gravity dapat dipertahankan di atas Base of yaitu bridging dan superman. Heel raises exercise terbagi
Support. Menurut teori iradiasi yaitu bila terdapat stimulus menjadi 4 latihan yaitu menjinjit dua kaki, menjinjit satu
yang kuat pada salah satu regio tertentu maka stimulus kaki secara bergantian, menjinjit dipinggir anak tangga,
tersebut akan disebarkan ke regio lain (terutama regio menjinjit dilanjutkan dengan menjongkok. Pada ankle
yang berdekatan dengan regio yang terstimulus tersebut). strategy exercise memiliki 4 gerakan yaitu gerakan ke
Jika otot core kuat maka otot kaki juga menjadi kuat. 5 depan, gerakan ke belakang, gerakan ke samping kanan
Heel raises exercise merupakan latihan resistance dan samping kiri. Masing-masing latihan dilakukan 3 kali
pada kaki untuk meningkatkan kekuatan otot terutama seminggu 2 set 8 repetisi selama 12 kali pertemuan.
otot gastrocnemius dan otot plantar fleksor kaki. Heel Perbedaan peningkatan keseimbangan statis pada
raises exercise menimbulkan efek pada saraf dan skeletal kedua kelompok yaitu 0,80%. Terdapat beberapa faktor
karena adanya rangsangan proprioseptif untuk memper- yang tidak dapat di kontrol yaitu aktivitas fisik subjek yang
tahankan posisi agar tetap seimbang. Saat melakukan berbeda-beda, selain itu pemberian latihan yang monoton
heel raises exercise postur tubuh mengangkat salah satu sehingga respon yang ditimbulkan saat latihan yaitu ketid-
tumit atau kedua kaki dari permukaan, sehingga tubuh ak seriusan dalam melakukan gerakan. Kelompok core
akan secara terus menerus melakukan penyesuaian agar stability exercise kombinasi heel raises exercise dengan
center of gravity tetap berada di atas base of support.5 core stability exercise kombinasi ankle strategy exercise
Core Stability Exercise Kombinasi Ankle Strategy Ex- memiliki efek yang sama yakni meningkatkan kekuatan
ercise dapat Meningkatkan Keseimbangan Statis pa- otot-otot postural, otot-otot kaki serta meningkatkan sis-
da Anak Flat Foot Usia 9-11 Tahun di SDNegeri 4 Ton- tem informasi sensoris dengan strategi ankle untuk men-
ja Denpasar jaga kondisi tubuh agar tetap dalam posisi stabil sehingga
Berdasarkan uji paired sample t-test didapatkan kedua perlakuan tersebut sama baik dalam meningkatkan
rerata waktu keseimbangan statis sebelum perlakuan keseimbangan statis pada anak flat foot.
15,3 detik dan rerata setelah perlakuan 90,1 detik dengan
peningkatan 4,87% serta diperoleh nilai p = 0,001 (p < SIMPULAN
0,05) yang memperlihatkan adanya perbedaan yang ber- Core stability exercise kombinasi heel raises exer-
makna antara keseimbangan sebelum dan setelah perla- cise sama baik dengan core stability exercise kombinasi
kuan pada anak flat foot usia 9-11 tahun. ankle strategy exercise terhadap keseimbangan statis
Pada core stability exercise, selain terjadinya pen- anak flat foot usia 9-11 tahun di SDNegeri 4 Tonja
ingkatan kekuatan otot juga terjadi peningkatan fleksibili- Denpasar.
tas karena pada saat suatu otot berkontraksi, maka terjadi
penguluran pada otot-otot antagonisnya. Kekuatan dan DAFTAR PUSTAKA
fleksibilitas saling berhubungan, jika seseorang 1. Benedetti M G, F. C. 2011. Diagnosis of Flexibel Flat
melakukan latihan penguatan juga memberikan pengaruh Foot in children: A Systematic Clinical Approach. Vol-
terhadap fleksibilitas, begitu juga sebaliknya, jika ume 34. Nomor 2. 94-99.
seseorang melakukan latihan fleksibilitas juga akan mem- 2. Lendra, M. D. 2007. Pengaruh antara Kondisi Kaki
berikan pengaruh terhadap kekuatan. Datar dan Kaki dengan Arkus Normal terhadap Kese-
Ankle strategy exercise adalah suatu latihan imbangan Statis pada Anak Berusia 8 – 12 Tahun di
dengan pergerakan terkontrol pada pergelangan kaki se- Kelurahan Karangasem Surakarta [Skripsi]. Surakar-
hingga otot postural tubuh dari distal ke proksimal akan ta : Jurusan Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan Uni-
teraktifkan secara optimal. Pergerakan kepala hingga versitas Muhammadiya.
panggul dengan arah dan waktu yang sama dengan 3. Wilson, M. J. 2008. Synopsis of Causation Pes
gerakan bagian tubuh lainnya di atas kaki. Gerakan pusat Planus. Ninewells Hospital and Medical School, Dun-
gravitasi tubuh pada ankle strategy dengan membangkit- dee.
kan putaran pergelangan kaki terhadap permukaan pen- 4. Miller, Stephen J. D. 2009. Extra Articular Arthroere-
yangga dan menetralkan sendi lutut dan sendi panggul sis Implant in the Pediatric Flexible Flatfoot: A Com-
serta dapat mengaktifkan otot-otot postural tubuh untuk prehensive View of the Evidence.
menstabilkan sendi proksimal tersebut. Kerja otot postural 5. Kisner, C., Colby L, A., 2007. Therapeutic Exersice
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 34

Foundations and Techniques 5th Edition. Philadel-


phia : F.A Davis Company.
6. Jalalin. 2000. “Hasil Latihan Keseimbangan Berdiri
Pada Penghuni Panti Wredha Pucang Gading Jl.
Plamongan Sari Semarang” (tesis).Semarang: Uni-
versitas Diponegoro.
PERBEDAAN PEMBERIAN SENAM HAMIL DAN MASSAGE DENGAN SENAM HAMIL DAN TAPPING
TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS FUNGSIONAL
PADA IBU HAMIL TRIMESTER III YANG MENGALAMI NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK
DI UNIT VERLOS KAMER BALI ROYAL HOSPITAL DENPASAR
1
Putu Ayu Meka Raini, 2 Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi, 3 Susy Purnawati
1,2
Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
3
Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar Bali
ayu.meka@yahoo.co.id

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pemberian senam hamil dan massage dengan senam
hamil dan tapping dalam meningkatan aktivitas fungsional pada ibu hamil trimester III yang mengalami nyeri
punggung bawah miogenik. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan rancangan pre and post test two
group design. Sampel penelitian berjumlah 14 orang yang dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok 1 diberikan per-
lakuan senam hamil dan massage sedangkan kelompok 2 diberikan perlakuan senam hamil dan tapping. Pening-
katan aktivitas fungsional diukur dengan oswestry disability index (ODI) sebelum dan sesudah perlakuan. Uji
hipotesis pada tiap kelompok menggunakan Paired sample t-test didapatkan hasil p=0,000 dengan penurunan skor
ODI sebesar 8,75% untuk Kelompok 1 dan p=0,003 dengan penurunan skor ODI sebesar 11,42% untuk Kelompok 2.
Hasil tersebut menunjukkan terdapat peningkatan aktivitas fungsional yang bermakna pada setiap kelompok. Pada
uji beda skor ODI sesudah perlakuan anatara Kelompok 1 dengan Kelompok 2 yang menggunakan Independent
sample t-test didapatkan p=0,620 (p>0,05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna antara pemberian senam hamil dan massage dengan senam hamil dan tapping
dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada ibu hamil trimester III yang mengalami nyeri punggung bawah mi-
ogenik.

Kata kunci: aktivitas fungsional, nyeri punggung bawah miogenik, senam hamil, massage, tapping, oswestry
disability index (ODI)

DIFFERENCES OF PREGNANCY EXERCISE AND MASSAGE WITH PREGNANCY EXERCISE AND TAPPING
TO INCREASE FUNCTIONAL ACTIVITY IN PREGNANT WOMEN OF THIRD TRIMESTER WITH MYOGENIC LOW
BACK PAIN IN VERLOS KAMER UNIT BALI ROYAL HOSPITAL

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the difference of pregnancy exercise and massage with pregnancy exer-
cise and tapping to increase functional activity in pregnant women of third trimester with myogenic low back pain. This
research was an experimental design with pre and post two group design. These samples included 14 people who
were divided into two groups. Group 1 was given pregnancy exercise and massage treatment while group 2 was giv-
en pregnancy exercise and tapping treatment. Increased functional activity was measured with the Oswestry Disabil-
ity Index (ODI) before and after treatment. Hypothesis test in each group using paired sample t-test showed p = 0,000
with a decrease in the ODI score of 8,75% for Group 1 and p = 0,003 with a decrease in the ODI score of 11,45% for
Group 2. The results showed there was a significant increase of functional activity in each group. Different test of ODI
score after treatment between Group 1 and Group 2 using Independent sample t-test was obtained p = 0,620 (p>
0,05). Based on these results, it can be concluded that there was no significant difference between pregnancy exer-
cise and massage with pregnancy exercise and tapping to increase functional activity in pregnant women of third tri-
mester with myogenic low back pain.

Keyword: functional activity, myogenic low back pain, pregnancy exercise, massage, tapping, oswestry disa-
bility index (ODI)

PENDAHULUAN Nyeri punggung bawah miogenik selama kehami-


lan terjadi karena adanya pertumbuhan uterus sesuai
Kehamilan adalah suatu proses yang alamiah
dengan perkembangan kehamilan yang akan men-
dan fisiologis bagi setiap wanita. Selama kehamilan
imbulkan ligamen penopang teregang dan sering dirasa-
seorang ibu hamil akan banyak mengalami perubahan.
kan nyeri oleh ibu hamil. Bertambahnya berat badan yang
Perubahan tersebut sering dikaitkan dengan keadaan
bertahap sesuai dengan usia kehamilan mengubah postur
nyeri punggung bawah miogenik. Pada minggu ke-24
tubuh menjadi hiperlordosis dan pusat gravitasi tubuh ke
sampai dengan minggu ke-28 adalah puncak nyeri
depan. Otot punggung akan cenderung memendek, otot
punggung bawah miogenik yang dialami ibu hamil 1.
perut meregang dan terjadilah ketidakseimbangan otot
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 35
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 36

disekitar pelvis serta tegangan tambahan dirasakan diat- kali seminggu, senam hamil dilakukan selama 45 menit
as ligament tersebut2. Nyeri punggung bawah miogenik dan pemberian massage diberikan setelah melakukan
dapat mengakibatkan spasme pada otot dan juga dapat senam hamil dengan diberi waktu istirahat 5 menit,
menimbulkan atrofi otot dalam waktu lama maka akan kemudian sampel akan diberikan massage selama 10
terjadi penurunan kekuatan otot. Penurunan kekuatan menit. Kelompok 2 diberikan senam hamil dan tapping
otot ini nantinya akan dapat menyebabkan penurunan yang dilakukan 2 kali seminggu, senam hamil dilakukan
stabilitas di daerah lumbal yang selanjutnya menimbulkan selama 45 menit dan pemasangan tapping diberikan
penurunan tingkat aktivitas fungsional pada ibu hamil 3. setelah melakukan senam hamil dan penggantian tapping
Sejumlah penelitian mengenai nyeri punggung dilakukan sesuai dengan jadwal senam hamil.
akibat kehamilan sekitar 25% sampai 90%, diperkiran
bahwa 50% dari wanita hamil akan mengalami nyeri HASIL PENELITIAN
punggung. Sebanyak 80% wanita hamil mengatakan bah- Tabel 1. Distribusi Data Sampel
wa nyeri punggung saat kehamilan mengganggu rutinitas Nilai Rerata±SB
sehari-hari dan 10% dari mereka melaporkan tidak dapat Karakteristik
Kelompok 1 Kelompok 2
bekerja4. Usia Ibu (th) 27,14±3,07 27,14±2,34
Keluhan yang alami tersebut dapat dikurangi
Usia Kehamilan
dengan cara mengikuti latihan senam hamil. Senam hamil (mgg) 32,28±2,62 33,42±1,90
biasanya dilakukan saat kehamilan memasuki trimester
III, yaitu sekitar usia 28-30 minggu kehamilan. Tujuan Pre Test 28,29±7,25 29,43±9,43
dilaksanakan senam hamil adalah memperkuat elastisitas Sesuai tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik
otot, menguasai pernafasan, mengurangi keluhan akibat subjek penelitian berdasarkan usia ibu pada kelompok 1
perubahan bentuk tubuh, melatih relaksasi dan mengu- memiliki rerata usia ibu 27,14 tahun dan pada kelompok 2
rangi kesulitan saat melahirkan5. memiliki rerata usia 27,14 tahun. Karakteristik subjek ber-
Terapi non farmakologis yang dapat dilakukan un- dasarkan usia kehamilan pada kelompok I didapatkan
tuk mengurangi nyeri punggung adalah massage. Mas- rerata 32,28 minggu dan kelompok 2 didapatkan rerata
sage merupakan suatu sentuhan yang dilakukan pada 33,42 minggu. Karakteristik subjek berdasarkan skor ODI
bagian tubuh yang dapat memperlancar sirkulasi darah sebelum perlakuan didapatkan rerata 28,29 pada ke-
dan mengurangi ketegangan otot6. Adapun metode terba- lompok 1 dan 29,43 pada kelompok 2.
ru dari fisioterapi dalam mengurangi nyeri punggung
bawah miogenik adalah dapat dilakukan terapi pemasan- Tabel 2. Uji Normalitas dan Homogenitas Data
gan tapping. Tapping pada nyeri punggung bawah ibu Shapiro Wilk Test Levene’
hamil berguna dalam meningkatkan fasilitasi kerja otot, s Test
Skor Kelompok 1 Kelompok 2
menstabilkan sendi, dan menormalkan tonus otot dan
ODI Rerata± Rerata±
abnormalitas fascia dari sendi sehingga mengurangi nyeri p p p
punggung bawah akibat kehamilan. Berdasarkan pem- SB SB
aparan singkat tersebut, peneliti ingin mengetahui perbe- 28,29±7, 29,43±9,
daan pemberian senam hamil dan massage dengan se- Pre Test 0,688 0,05
251 431
nam hamil dan tapping terhadap peningkatan aktivitas 0,234
19,71±7,
fungsional pada ibu hamil trimester III yang mengalami Post Test 0,325 18±4,472 0,46
697
nyeri punggung bawah miogenik.
Keterangan :
METODE PENELITIAN Kelompok 1: Senam Hamil dan Massage
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan Kelompok 2: Senam Hamil dan Tapping
rancangan pre-test and post-test two group design.
Penelitian ini dilakukan di Bali Royal Hospital Denpasar Sesuai tabel 2 terlihat hasil uji normalitas dengan
pada bulan April 2017. Teknik pengambilan sampel yang menggunakan Shapiro Wilk Test didapatkan nilai proba-
dipakai pada penelitian ini adalah menggunakan teknik bilitas untuk kelompok data sebelum perlakuan pada ke-
Simple Random Sampling pada populasi ibu hamil yang lompok 1 dengan nilai p = 0,688 (p > 0,05), sesudah per-
disesuaikan dengan kriteria inklusi, ekslusi dan dropout lakuan nilai p = 0,325 (p > 0,05). Sedangkan pada ke-
kemudian di dapatkan jumlah sampel sebanyak 14 sam- lompok 2 sebelum perlakuan nilai p = 0,050 (p > 0,05),
pel. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur aktivitas sesudah perlakuan nilai p = 0,460 (p > 0,05). Hasil terse-
fungsional adalah Oswestry Disability Index (ODI). Pen- but menunjukkan bahwa data kelompok 1 dan kelompok
gukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan yang 2 berdistribusi normal.
diterapkan pada Kelompok 1 dan Kelompok 2. Kelompok Uji homogenitas dengan menggunakan Levene’s
1 diberikan senam hamil dan massage yang dilakukan 2 Test didapatkan nilai p = 0,234 (p > 0,05) untuk kelompok
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 37

sebelum perlakuan, yang menunjukkan bahwa data sebe- menunjukkan pada kelompok perlakuan 1 didapatkan
lum perlakuan bersifat homogen. Hal ini juga berarti bah-rerata usia 27,14 tahun dan pada kelompok perlakuan 2
wa skor ODI sebelum perlakuan antar kelompok bersifat didapatkan rerata usia 27,14. Rentang usia ibu yang
komparabel. didapatkan pada penelitian ini adalah 23-30 tahun, hal ini
Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas, sesuai dengan pernyataan BKKBN yang menyatakan
maka uji yang digunakan untuk pengujian hipotesis ada- bahwa usia ideal yang disarankan untuk hamil adalah
lah uji parametrik karena kedua data berdistribusi normal.
pada usia dengan rentang 20-35 tahun. Pada usia terse-
but merupakan usia yang aman untuk melahirkan dan
Tabel 3 Uji Beda Skor ODI Sebelum dan masa kesuburan sedang dalam kondisi puncak.
Sesudah Perlakuan Karakteristik berdasarkan usia kehamilan
didapatkan rerata usia 32,28 minggu pada kelompok 1
Pre Test Post dan rerata usia 33,42 minggu pada kelompok 2. Usia ke-
p hamilan merupakan faktor yang mempengaruhi nyeri
Rerata Rerata
±SB ±SB punggung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sabino dan
28,28 19,71 Grauer, nyeri punggung bawah pada kehamilan dimulai
Kelompok 1 0,000 pada usia kehamilan antara 24 minggu atau 28 minggu,
±7,250 ±7,696
29,42 18,00 pertumbuhan uterus yang sejalan dengan usia kehamilan
Kelompok 2 0,003 sehingga teregangnya ligamen penopang, pergeseran
±9,431 ±4,472
pusat gravitasi dan postur tubuh semakin lordosis. Dilihat
Sesuai tabel 3 dengan uji Paired Sample T-test dari skor ODI sebelum perlakuan didapatkan rerata pada
didapatkan hasil beda rerata skor ODI sebelum dan kelompok 1 28,29 dan rerata 29,43 pada kelompok 2.
sesudah perlakuan pada kelompok 1 dengan nilai p =
0,000 (p < 0,05). Pengujian hipotesis sebelum dan Senam Hamil dan Massage Meningkatkan Aktivitas
sesudah perlakuan pada kelompok 2 yang dianalisis Fungsional Ibu Hamil yang Mengalami Nyeri
dengan Paired Sample T-test didapatkan nilai p = 0,003 Punggung Bawah Miogenik
(p < 0,05). Hasil nilai tersebut menyatakan bahwa ter- Hasil uji dengan uji paired sampel t-test pada
dapat perbedaan signifikan aktivitas fungsional pada Kelompok 1 didapatkan rerata sebelum perlakuan dan
pasien nyeri punggung bawah miogenik selama kehami- sesudah perlakuan dengan nilai p = 0,000 ( p < 0,05 )
lan sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok 1 yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna sebe-
dan kelompok 2. Antara sebelum dan sesudah perlakuan lum dan sesudah perlakuan senam hamil dan massage.
didapatkan penurunan sebesar 8,75% pada kelompok 1 Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
dan didapatkan penurunan sebesar 11,42% pada ke- Yosefa Senam hamil yang dilakukan dengan benar dan
lompok 2. teratur dapat memperbaiki sikap tubuh dan membuat ela-
tis otot dan ligamen pada daerah panggul. Selain itu
Tabel 4 Uji Beda Skor ODI Sesudah Perlakuan melakukan senam hamil mampu mengeluarkan hormon
endorfin didalam tubuh, dimana hormon endorfin ber-
Kelompok 1 Kelompok 2 fungsi sebagai penenang dan mampu mengurangi nyeri
p punggung bawah selama kehamilan.
Rerata±SB Rerata±SB Pada penelitian efektifitas massage dalam
menurunkan ketidaknyamanan saat kehamilan yang dil-
Post akukan oleh El-Hosary dkk mengatakan bahwa massage
19,71±7,697 18,00±4,472 0,620
Test yang dilakukan dapat mengurangi kompresi saraf saat
otot berkontraksi dan melemaskan jaringan otot. Bila otot-
Sesuai tabel 4 dengan uji Independent t-test otot rileks maka tidak akan terjadi kompresi pada saraf
memperlihatkan hasil perhitungan beda rerata skor ODI dan saraf akan bekerja lebih efisien dalam menstranmisi-
sesudah perlakuan diperoleh nilai p = 0,620 (p > 0,05). kan pesan dari dan ke otak dalam memperbaiki fungsi
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang otot dan organ tubuh. Teknik massage yang diterapkan
bermakna pada pemberian senam hamil dan massage menghasilkan efek relaksasi, ini terjadi karena teknik ini
dengan senam hamil dan tapping terhadap peningkatan merangsang tubuh melepaskan senyawa endorfin yang
aktivitas fungsional pada ibu hamil yang mengalami nyeri merupakan pereda rasa sakit yang alami.
punggung bawah miogenik selama kehamilan. Penambahan massage setelah melakukan lati-
han senam hamil sama-sama menghasilkan hormon en-
PEMBAHASAN dorfin yang dapat memberikan efek seperti: vasodilatasi
Karakteristik Sampel pembuluh darah, memperlancar aliran darah, meningkat-
Berdasarkan distribusi subjek menurut usia ibu kan kadar oksigen dalam tubuh.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 38

pelvis tidak seimbang dan mengakibatkan nyeri punggung


Senam Hamil dan Tapping Meningkatkan Aktivitas bawah. Serta penelitian yang dilakukan oleh Perdani
Fungsional Ibu Hamil yang Mengalami Nyeri mengatakan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas
Punggung Bawah Miogenik pekerjaan yang dilakukan dengan duduk dan berdiri da-
Hasil uji dengan uji paired sampel t test pada lam waktu yang lama dengan nyeri punggung bawah.
Kelompok 2 didapatkan rerata sebelum perlakuan dan Penelitian oleh Ummah mengatakan postur yang tidak
sesudah perlakuan dengan nilai p = 0,003 ( p < 0,05 ) baik dalam melakukan aktivitas dapat meningkatkan ced-
yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna sebe- era musculoskeletal yang menyebabkan nyeri punggung
lum dan sesudah perlakuan senam hamil dan tapping. bawah.
Sesuai dengan pernyataan Yosefa senam hamil Penelitian yang dilakukan oleh Setyawati tentang
yang dilakukan secara teratur dan benar dapat mengu- pengaruh massage dalam mengurangi nyeri serta
rangi keluhan nyeri punggung bawah karena gerakan penelitian yang dilakukan oleh Pijinappel tentang tapping
yang terdapat pada senam hamil mampu memperkuat dalam menurunkan nyeri memberikan pernyataan yang
otot abdomen sehingga mencegah tegangan yang ber- sama bahwa dalam mekanisme pengurangan nyeri
lebih pada ligamen pelvis dan intensitas nyeri punggung menggunakan dasar teori gate control, dimana impuls
akan menurun. Selain itu melakukan senam hamil mampu saraf yang berdiameter kecil menyebabkan gate control di
mengeluarkan hormon endorfin didalam tubuh, dimana spinal cord akan membuka dan impuls diteruskan ke
hormon endorfin berfungsi sebagai penenang dan mampu korteks serebral sehingga akan menimbulkan nyeri. Teta-
mengurangi nyeri punggung bawah selama kehamilan. pi impuls rasa nyeri dapat diblok dengan rangsangan pa-
Menurut Kaplan dkk tapping memberikan da saraf yang berdiameter besar yang akan menyebab-
pengaruh yang signifikan terhadap nyeri yang dialami kan gate control akan tertutup dan rangasangan nyeri
pasien nyeri punggung bawah. Karena adanya kelema- tidak dapat diteruskan ke korteks serebral dengan pem-
han dan perubahan postur ligamen serta perubahan po- berian rangsangan pada saraf kulit.
sisi pusat gravitasi tubuh, maka efektivitas aplikasi tap-
ping pada pasien dengan nyeri punggung bawah terkait Selain itu tapping juga dapat menciptakan gerakan
kehamilan mungkin melalui struktur lumbosakral yang massage lembut dengan perubahan tekanan dan gerakan
mendukung dan meningkatkan stabilitas, pengurangan pada kulit, serta melebarkan sirkulasi yang membawa
tegangan paraspinal, dan stimulasi jaringan ikat, sehingga oksigen ke otot, sehingga otot dapat berkontraksi maksi-
menghilangkan rasa nyeri. Pemaparan diatas sesuai mal, Pemberian massage akan mempengaruhi proses
dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Shabrina kontraksi dinding kapiler sehingga akan terjadi keadaan
bahwa ada pengaruh penambahan tapping setelah se-
vasodilatasi (melebarnya pembuluh darah kapiler). Efek
nam hamil dalam menurunkan nyeri punggung bawah
pada ibu hamil. massage akan berhasil memberikan penekanan secara
langsung yang kemudian terjadi peningkatan sirkulasi ke
Senam Hamil dan Massage Sama Baik dengan Senam daerah tubuh yang mengalami gangguan. Dengan pen-
Hamil dan Tapping Dalam Meningkatkan Aktivitas ingkatan sirkulasi ini akan membuat jaringan otot lebih
Fungsional Ibu Hamil yang Mengalami Nyeri fleksibel dan elastik sehingga terjadi perasaan rileks, nya-
Punggung Bawah Miogenik man, nyeri berkurang dan aktivitas fungsional meningkat.
Hasil uji Independent t-test yang bertujuan un- Senam hamil dilakukan dengan tujuan membuat elas-
tuk mengetahui perbedaan skor ODI pada kedua ke- tis otot dan ligamen yang ada dipanggul, memperbaiki
lompok, diperoleh nilai p = 0,280 (p > 0,05) yang berarti postur dan sikap tubuh, dan mengatur teknik pernafasan,
bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok 1 kontraksi dan relaksasi. Dengan melakukan senam hamil,
dan kelompok 2. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pada gerakan-gerakan tertentu dapat melatih tonus otot
perbedaan antara pemberian senam hamil dan massage abdomen transversal bagian dalam yang memiliki fungsi
dengan senam hamil dan tapping dalam meningkatkan utama dalam pembentukan postur dari tulang belakang
aktivitas fungsional ibu hamil yang mengalami nyeri serta dapat mempertahankan tonus otot dan meningkat-
punggung bawah miogenik. kan ketahan serat otot postural sehingga tetap berfungsi
Bedasarkan hasil penelitian ini, maka dapat dilihat dengan baik14.
bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan kedua perla-
kuan ini memiliki perbedaan dalam meningkatkan aktivi- SIMPULAN
tas fungsional pada ibu hamil trimester III yang mengala- Berdasarkan analisis penelitian yang telah dil-
mi nyeri punggung bawah miogenik tidak terbukti. Hal ini akukan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Se-
terjadi karena peniliti tidak mengontrol kenaikan berat nam hamil dan massage tidak berbeda dengan senam
badan selama kehamilan dan aktivitas pekerjaan. Sesuai hamil dan tapping dalam meningkatkan aktivitas fungsinal
dengan pernyataan Lichayati & Kartikasari bahwa kenai- ibu hamil trimester III yang mengalami nyeri punggung
kan berat badan melebihi normal dapat menyebabkan bawah miogenik.
perubahan postur menjadi hiperlordosis, otot disekitar
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 39

DAFTAR PUSTAKA 16. Setyawati, N. 2013. Pengaruh Massage dan Kinesio


1. Mander, R. 2004. Nyeri Persalinan (cetakan 1). Ja- Taping Terhadap Dysmenorrhea Primer Pada Rema-
karta: EGC, hal 113. ja [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
2. Fraser, D. M. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. 14 th ed. Surakarta.
Jakarta: EGC. 17. Pijinappel, H. 2007. Handbook of Medical taping con-
3. Paramita, I. 2014. Core Stability Exercise Lebih Baik cept. 1st ed. Madrid: Aneid
Meningkatkan Aktivitas Fungsional Dari Pada Wil-
liam's Flexion Excercise Pada Pasien Nyeri
Punggung Bawah Miogenik [Tesis]. Denpasar: Uni-
versitas Udayana.
4. Katonis, P., Kampouroglou, A., Aggelopoulus, A., Ka-
kavelakis, K., Lykoudis, S., Makrigiannakis, A., Alpan-
taki, K. 2011. Pregnancy-related low back pain. Hip-
pokratia Medical Journal, 15(3): 205-210.
5. Rismalinda. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ke-
hamilan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
6. El-Hosary, E., Soliman, H. F. A., El-Homosy, S. 2016.
Effect of Therapeutic Massage on Relieving Pregnan-
cy Discomforts. IOSR Journal of Nursing and Health
Science, 5(4): 57-64.
7. Prabowo, E., Wahyuni,. 2012. Manfaat Kinesiotaping
Untuk Mengurangi Nyeri Punggung Bawah Pada Ke-
hamilan Trimester Ke-3. Jurnal Kesehatan, 5(2): 119-
129.
8. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Na-
sional. 2012. Kehamilan ideal usia 20-35 tahun. Di-
akses dari http://www. bkkbn.go.id/. Tanggal akses:
20 Februari 2017.
9. Sabino, J., Grauer, J.N. 2008. Pregnancy and Low
back Pain. US National Library of Medicine National
Institutes of Health, 1(2): 137-141.
10. Yosefa, F. 2014. Efektifitas Senam Hamil Terhadap
Penurunan Nyeri Punggung Pada Ibu Hamil. Jurnal
Online Keperawatan, 1(1): 1-7.
11. Klapan, S., Alpayci, M., Karaman, E., Cetin, O.,
Ozkan, Y., Ilter, S., Sah, V., Sahin, A.G. 2016. Short-
Term Effects of Kinesio Taping in Women with Preg-
nancy-Related Low Back Pain: A Randomized Con-
trolled Clinical Trial. Medical Science Monitor, 22(1):
1297-1301.
12. Shabrina, A. 2016. Pengaruh Penambahan Kine-
siotaping Setelah senam Hamil Untuk Mengurangi
Nyeri Punggung Bawah Pada Ibu Hamil [Skripsi]. Su-
rakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
13. Lichayati, I., Kartikasari, R.I. 2013. Hubungan Senam
Hamil Dengan Nyeri Punggung Pada Ibu Hamil Di
Polindes Desa Tlanak Kecamatan Kedungpring Ka-
bupaten Lamongan. Jurnal Surya, 1(16): 63-70.
14. Perdani, P. 2010. Pengaruh Postur dan Posisi Tubuh
Terhadap Timbulnya Nyeri Punggung Bawah
[Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.
15. Ummah, F. 2012. Nyeri Punggung Pada Ibu Hamil
Ditinjau Dari Body Mekanik dan Paritas di Desa Keta-
nen Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik. Jurnal
surya, 3(13): 32-38.
HUBUNGAN POSISI PERGELANGAN TANGAN SAAT MENGETIK TERHADAP RISIKO TERJADINYA CARPAL
TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA KARYAWAN PT. X
1
Made Adhi Dharma Setiawan, 2 I Made Niko Winaya, 3 I Made Muliarta
1,2
Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
3
Bagian Ilmu Biokimia, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
adhidharmasetiawan@gmail.com

ABSTRAK

Pada karyawan yang setiap harinya menggunakan komputer dan sering melakukan aktivitas mengetik dalam jangka
waktu yang lama bisa berisiko terkena penyakit pada pergelangan tangan, ini disebabkan oleh posisi kerja yang tidak
ergonomis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara posisi pergelangan tangan pada saat
mengetik terhadap risiko terjadinya CTS (Carpal Tunnel Syndrom) pada karyawan PT. X. Penelitian ini bersifat ob-
servasional analitik dengan rancangan penelitian Cross Sectional. Populasi penelitian adalah para karyawan PT. X
yang berjumlah 66 orang karyawan. Semua sampel laki – laki dan perempuan berumur 30 sampai 50 tahun dan lama
bekerja lebih dari 1 tahun. Analisis bivariat Pearson Product Moment dan analisis univariat digunakan pada penelitian
ini. Hasil penelitian dari 66 sampel sebanyak 15 (22,7%) karyawan dengan postur baik, sedangkan pada karyawan
dengan postur kerja yang buruk sebanyak 51 (77,3%). Selanjutnya sebanyak 39 (59,1 %) karyawan berisiko CTS,
sedangkan pada karyawan dengan tidak berisiko CTS sebanyak 27 (40,9%). Hasil akhir dari penelitian ini dilakukan
uji chi square test didapatkan nilai p sebesar 0,000 sehingga (p<0,05). Hasil uji secara statistik dapat disimpulkan
adanya hubungan signifikan antara posisi pergelangan pada saat mengetik terhadap risiko terjadinya CTS (Carpal
Tunnel Syndrome).

Kata Kunci : Posisi Pergelangan Tangan, Karyawan, Carpal Tunnel Syndrome

THE CORRELATION BETWEEN WRIST POSITION WHEN TYPING AND THE OCCURRENCE OF CTS (CARPAL
TUNNEL SYNDROME) AMONG PT. X EMPLOYEES

ABSTRACT

Employees who operate computer and are typing on keyboard everyday have higher risk of wrist pain because of non
-ergonomic work position. This study was conducted to assess the relationship between wrist position when typing
and risk level of CTS (Carpal Tunnel Syndrome) in employees of PT.X. This study is an analytical observational study
with cross-sectional study design. The population in this study is the employee of PT.X. The sample consists of 66
people. The subjects are 30-50 years old men and women who have been working for more than a year. The tests
used in this research are bivariate analysis Pearson Product Moment and univariate analysis. The result shows that
15 of 66 employees (22,7%) have good postures and 51 of 66 employees (77,3%) have bad work postures. 39 of 66
employees (59,1%) have risk of CTS and 27 of 66 employees (59,1%) do not have risk of CTS. The final result of Chi
Square Test shows the significance of 0,000 (p<0,05). The result of the statistic tests shows that wrist position when
typing has significant relationship with the risk of CTS (Carpal Tunnel Syndrome).

Keywords : Wrist Position, Employees, Carpal tunnel syndrome.

PENDAHULUAN Penggunaan komputer khususnya di perkotaan


sudah sangat lazim, bukan hanya di ranah perkantoran,
Di era globalisasi saat ini, sangat banyak terjadi melaikan di rumah, sekolah, bahkan cafe – cafe. Dari
perubahan-perubahan yang bertujuan untuk mendapat- anak-anak yang berjenjang Sekolah Dasar (SD), ibu ru-
kan kualitas kehidupan yang lebih layak. Hal ini didukung mah tangga, eksekutif muda, sampai orang tua juga ban-
dengan adanya perkembangan teknologi yang melaju yak yang sudah menyatu dengan komputer. Sangat ban-
pesat. yak masing-masing individu yang di bantu dengan adanya
Perkembangan teknologi yang berkembang san- komputer, Sebuah penelitian yang di lakukan oleh industri
gat pesat akan mempengaruhi banyak bidang – bidang komputer pada tahun 2011 menyatakan bahwa pengguna
penting, salah satu diantaranya adalah bidang pem- aktif komputer personal di seluruh dunia mencapai 1,6
bangunan di setiap negara di penjuru dunia. Pesatnya juta2.
perkembangan tersebut akan memacu seseorang untuk Orang–orang di perkantoran khususnya karya-
melakukan pekerjaan secara maksimal, hal ini menyebab- wan, sudah sangat sering berhadapan dengan Komputer,
kan banyaknya orang mengambil resiko yang sangat ting- pada saat ini masih banyak karyawan yang kurang me-
gi dalam pekerjaan tanpa memikirkan faktor kesehatan mahami tentang faktor penyebab penyakit pada perker-
seseorang itu sendiri 1. jaan yang di lakukan. Sebagian besar pekerja yang
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 40
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 41

menggunakan komputer menghabiskan waktu untuk pang baku (13.3 ± 5.6 ). Selanjutnya, pada responden
menggunakan mouse dan keyboard komputer sekitar karyawan di PT. X memiliki rerata jam kerja dan simpang
30-80 % dari seluruh bekerja di depan computer. baku (8.0 ± .0).
hampir 80 ribu kasus cedera yang terjadi antara tahun
1994 sampai 2006 terkait penggunaan komputer harus Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
dirawat di rumah sakit3. Skoring RULA
Carpal Tunnel Syndrome di artikan sebagai pen-
yakit kompresi pada neuropati dari Nervus Medianus Skoring RULA Frekuensi (f) Persentase (%)
yang terletak di daerah yang terdapat pada pergelangan, 1-2 0 0%
biasanya gejala awal adanya kesemutan, mati rasa dan 3-4 15 22,7%
penurunan fungsi saraf pada pergelangan tangan. 5-6 21 31,8%
Deskripsi pekerjaan menggunakan tangan atau penya- 7 30 45,5%
kit yang terdapat pergelangan tangan telah muncul da-
lam literature – literature medis dari awal 1900-an1. Jumlah 66 100
Posisi menekuk pada pergelangan, gerakan yang
berulang dengan masa kerja dan lama kerja adalah Tabel 3 di atas, menunjukan bahwa frekuensi
faktor terjadinya CTS. Dipengaruhi juga dengan faktor responden berdasarkan skoring RULA 1 – 2 berjumlah 0
tata letak dari peralatan kerja seperti, bentuk dan letak (0%), pada skoring RULA 3 – 4 berjumlah 15 (22,7%)
mouse lalu bentuk dan letak keyboard serta pekerja yang karyawan, pada skoring RULA 5 – 6 berjumlah 21
kurang istirahat maupun aktivitas olahraga dari karyawan (31,8%) karyawan, pada skoring RULA 7 berjumlah 30
tersebut4. (45,5%).
Pada karyawan di PT.X yang kebanyakan bekerja
menggunakan computer, banyak yang belum paham ten- Tabel 4 Hubungan Postur Kerja dengan Risiko CTS
tang posisi ergonomis pada saat mengetik atau
menggunakan keyboard. Karyawan di PT.X belum ban- Karak- Risiko CTS
Total p
yak yang memahami bagaimana tentang posisi ergono- teristik Ya Tidak
mis dari pergelanganm tangan yang benar saat Postur
12 (18,0 %) 3 (4,5 %) 15 (22,7 %)
menggunakan computer terutama pada saat mengetik Baik
menggunakan keyboard. Dengan posisi ergonomi yang
kurang tepat pada saat mengetik, sangat riskan untuk Postur 36 (54,5
15 (22,7 %) 51 (77,3 %) 0,000
berisiko terjadi penyakit di pergelangan tangan yang ber- Buruk %)
nama Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
39 (59,1
Total 27 (40,9 %) 66 (100%)
%)
HASIL PENELITIAN

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pada tabel 4 diatas menunjukkan hasil crosstabu-
Usia Menurut Depkes RI. Tahun 2009 lation pada karyawan di PT. X dengan postur yang baik
sebanyak 15 (22,7%), sedangkan pada karyawan dengan
Kelompok Usia
Frekuensi (f) Persentase (%) postur kerja yang buruk sebanyak 51 (77,3%). Pada
(tahun) Tabel 5.4 diatas menunjukkan hasil crosstabulation pada
26-35 47 71,21 karyawan di PT. X dengan risiko CTS sebanyak 39 (59,1
36-45 13 19,69 %), sedangkan pada karyawan dengan tidak berisiko CTS
46-55 6 9,1 sebanyak 27 (40,9%). Hasil dari crosstabulation pada
Jumlah 66 100 karyawan di PT. X dengan postur baik yang berisiko CTS
sebanyak 12 (18,0 %), sedangkan karyawan dengan pos-
Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa dari 66 re- tur baik yang tidak berisiko CTS sebanyak 3 (4,5%). Se-
sponden frekuensi karyawan di PT. X dengan usia 26 – lanjutnya pada hasil dari crosstabulation pada karyawan
35 tahun berjumlah 47 orang (71,21%), dengan usia 36 - di PT. X dengan postur buruk yang berisiko CTS
45 tahun berjumlah 13 orang (19,69) dan dengan usia 46 sebanyak 15 (22,7 %), sedangkan karyawan dengan
– 55 tahun berjumlah 6 orang (9,1%). pstur baik yang tidak berisiko CTS sebanyak 36 (54,5 %).

Tabel 2 Karakteristik Responden Tabel 5 Relative Risk


95% Interval Ke-
Karakteristik Nilai Rerata ± Simpang Baku Risiko percayaan
Risiko Ket
CTS
Usia (tahun) 35,3 ± 5,6 Bawah Atas
CTS
Masa Kerja
13,3 ± 5,6 dengan
(tahun) 5,77 1,8 18,5 *
Postur
Tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa pada re- Buruk
sponden karyawan di PT. X memiliki rerata umur dan sim- Tabel 5 di atas, menunjukan nilai RR risiko men-
pang baku ( 35.3 ± 5.6 ). Selanjutnya, pada responden galami CTS 5,77 [95% CI 1,8 – 18,5]. Pada karyawan PT.
karyawan di PT. X memiliki rerata masa kerja dan sim- Angkasa Pura 1 (Persero) dengan sampel karyawan yang
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 42

berjumlah 66 menunjukan bahwa Relative Risk sampel katkan tekanan pada otot lengan dan pergelangan tan-
yang memiliki postur buruk dalam pekerjaannya berisiko gan. Selain itu juga menyebabkan peredaran darah tidak
5,77 kali lebih besar terkena CTS (Carpal Tunnel Syn- lancar pada area tangan, dan menyebabkan langan cepat
drome) di bandingkan dengan yang tidak berisiko. lelah. Selain itu posisi statis dari karyawan yang membuat
kontraksi dari pada otot – otot si pergelangan tangan
DISKUSI yang membuat bersarnya risiko postur yang buruk.
Karakteristik Sampel Pekerjaan dengan menggunakan komputer san-
Berdasarkan hasil analisis terhadap karakteristik gat harus di perhatikan dengan sangat teliti, karena pada
usia, keluhan awal CTS banyak dialami pada usia 30, karyawan yang kurang mengerti tentang pemahaman
biasanya dialami oleh para pekerja yang bekerja dengan risiko kerja, bisa menyebabkan posisi janggal diperge-
tahanan maupun tekanan yang berat pada pergelangan langan tangan dan apabila melakukan pekerjaan yang
dan biasanya terjadi degenerasi tulang dengan kerja se- banyak dan terusmenerus bisa berhubungan dengan ter-
tiap hari berpotensi mengalami penyakit CTS diusia terse- jadinya penyakit Carpal Tunnel Syndrome9.
but5.
Lama masa kerja seseorang dalam pekerjaan Hubungan Posisi Pergelangan Tangan Pada Saat
terjadi gerakan berulang secara terus menerus pada dae- Mengtik Terhadap Risiko Terjadinya CTS (Carpal Tun-
rah pergelangan, jika dalam waktu cukup lama bisa ter- nel Syndrome)
jadi kerusakan di jaringan lunak yang teletak di daerah Postur Kerja dengan Risiko CTS (Carpal Tunnel
terowongan karpal biasa disebut penyakit CTS (Carpal Syndrome) dapat diketahui menggunakan Chi-Square
Tunnel Syndrome) yang biasanya disebut Sindrom Test yang tertera pada Tabel 5.3. Pada tabel dibawah
Terowongan Karpal. Seseorang pekerja yang dapat dilihat hasil Pearson Chi Square sebesar 12.271a
menggunakan komputer dengan waktu yang lama maka dengan nilai p=0,000. Hasil ini menyatakan bahwa p ≤
akan terjadi tekanan mekanik ini berperanan dalam ter- 0,05 menunjukkan bahwa adanya hubungan antara Pos-
jadinya penakit CTS7. tur Kerja dengan Risiko CTS (Carpal Tunnel Syndrome).
Penerapan sikap kerja yang ergonomis, bisa
Risiko CTS (Carpal Tunnel Syndrome) Pada Karyawan menjadikan seseorang mengalami penurunan fungsi
Penelitian yang dilakukan terhadap karyawan PT. muskuloskeletal dengan berkurangnya ketegangan otot.
X dengan risiko CTS didapatkan hasil bahwa sebagian Pada operator komputer ditemukan berkuragnya aktivitas
besar sebanyak 39 (59,1 %) berisiko untuk terkena CTS, listrik otot juga bisa menurunkan keluhan pada muskulo-
sedangkan pada karyawan dengan tidak berisiko CTS skeletal11. Terjadinya CTS biasanya berawal dari
sebanyak 27 (40,9%) Penilaian atas terjadinya dugaan penekanan dan penegangan pada saraf median di perge-
CTS terhadap para karyawan PT.X dengan dilakukannya langan tangan, ketika pergelangan tangan berada dalam
test spesifik pada setiap karyawan yang menggunakan posisi ekstrim10.
komputer. Dengan melakukan test spesifik yang bernama Karyawan PT.X sebaiknya melakukan aktivitas
Phalen’s test akan mengetahui risiko pada karyawan di ringan kurang lebih selama lima menit sebelum
PT.X. melakukan aktivitas di depan computer. Senam ringan
Tanda-tanda awal CTS biasanya nyeri pada telah sebelum bekerja sangat penting bagi karyawan
pergelangan, kesemutan, terasa seolah-olah terbakar dengan gerakan ringan maupun peregangan akan mem-
bisa hingga terjadinya penurunan kekuatan otot lalu mati buat bagian pergelangan menjadi lebih ringan dalam
rasa pada gejala yang sudah kronis1. Gejala lanjutan melakukan pekerjaan dan mengurangi risiko terjadinya
berupa terbangun pada malam hari dan juga bisa meng- CTS. Pada PT.X bisa memberikan arahan berupa pam-
ganggu pekerjaan sehari hari merupakan awalan yang phlet maupun pengumuman dalam mencegah terjadinya
sangat harus di perhatikan pada karyawan dengan peker- CTS dengan baiknya posisi dalam melakukan aktivitas
jaan di depan computer. Pencegahaan yang di lakukan bekerja menggunakan komputer akan meningkatkan
baiknya istirahat secara bertahap dan gunakan alat bantu kualitas kerja dari karyawan tersebut12.
seperti bidai pada9..
SIMPULAN
Faktor Posisi Pergelangan Tangan Pada Saat Menget- Ada hubungan antara posisi pergelangan tangan
ik Menggunakan RULA ( Rapid Upper Limb Assess- pada saat mengetik terhadap risiko terjadinya CTS
ment ) (Carpal Tunnel Syndrome) pada karyawan PT. X, dengan
Dari sampel yang di teliti dan postur kerja yang nilai p=0,000 (p ≤ 0,05).
diambil, sangat sedikit karyawan yang memiliki postur
RULA 1 – 2 dan 3 – 4 dalam arti postur yang baik, dan SARAN
kebanyakan dari karyawan PT. X memiliki postur RULA 5, Faktor posisi telah dilakukan maka secara garis
6 dan 7 termasuk dalam risiko tinggi. Untuk itu perlu dil- besar dapat diketahui bahwa semakin buruk posisi perge-
akukan tindakan perbaikan yang lebih lanjut. langan tangan pada saat mengetik dapat berisiko untuk
Dari 66 postur yang dianalisa berikut merupa- terjadinya Carpal Tunnel Syndrome, semakin baik posisi
kan temuan-temuan yang ditemukan oleh peneliti: pergelangan tangan pada saat mengetik akan mengurai
Ditemukan postur janggal pada lengan bawah dan perge- terjadinya risiko Carpal Tunnel Syndrome.
langan tangan. Hal ini disebabkan karena keyboard
langsung diletakan di atas meja, membuat lengan DAFTAR PUSTAKA
bawah beradaptasi dengan melakukan fleksi dan 1. American Academy of orthopedic surgeons. 2007.
pergelangan tangan tertekuk. Postur seperti ini mening- Clinical practice guideline on the treatment carpal tun-
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 43

nel syndrome. AAOS. United States of America.


Avaliable from : http://www.aaos.org/Research/
guidelines/CTS_guideline.pdf (Diakses : 24 Desem-
ber 2016)
2. Ali, K. M dan B.W.C. Sathiyasekaran. 2006.
“Computer Professionals and Carpal Tunnel Syn-
drome (CTS)” dalam International Journal of Occu-
pational Safety and Ergonomics (JOSE). Chennai
(Madras) : Department of Community Medicine, Sri
Ramachandra Medical College & Research Institute.
2006;12(3):319-32
3. Dennerlein JT and PW Johnson. 2006. Changes In
Upper Extremity Biomechanics Across Different Posi-
tions In A Computer Workstation. Workstation Ergo-
nomics. Jurnal of the American Medical Association.
2006;49(45):354-375
4. Tana, L., Suharyanto, H., Delima, Woro, R 2004. Car-
pal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di Jakar-
ta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004;32(2):73-82.
5. Purwanti, 2011. Pengaruh Lama Mengetik Terhadap
Resiko Terjadinya Carpal Tunnel Syndrome Pada
Pekerja Rental. Skripsi, Surakarta, UMS.
6. Suherman, B. Maywati, S. 2012. Beberapa Faktor
Kerja yang Berhubungan Dengan Kejadian Carpal
Tunnel Syndrome Pada Petugas Rental Komputer Di
Kahuripan Tasikmalaya. Universitas Siliwangi.
7. Bachrodin Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Malang:
FK UMM. 2011;7(14):68-78.
8. Rambe dan Aldi S. 2004. Sindroma Terowongan
Karpal. Bagian Neurologi FK USU. Avaliable
from :http://library.usu.ac.id (Diakses : 20 Desember
2016)
9. Trumble , Thomas E. 2002. “Single-Portal Endoscopic
Carpal Tunnel ReleaseCompared with
Open Release : A Prospective, Randomized Tri-
al” dalam The Journal of Bone and Joint Surgery.
2002;84(7):1107-1115.
10. Boz, Cavit., Ozmenoglu, Mehmet., Vildan Al-
tunayoglu. 2003. Individual risk factors for carpal tun-
nel syndrome: an evaluation of body mass index,
wrist index and anhropometryc measurements.
11. Muliarta, M., 2014. Perbaikan Kondisi Kerja Komputer
Menurunkan Ketegangan Otot, Beban Kerja, dan
keluhan Subjektif Mahasiswa Desain komunikasi Vis-
ual ISI Denpasar (Disertasi). Denpasar: Program Pas-
casarjana Universitas Udayana
12. Tarwaka, S. dan Sudiajeng, L. Ergonomi untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivi
PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN NON EKSKLUSIF DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG KARAMBIA KECAMATAN PAYAKUMBUH SELATAN
1)
Nur Sakinah, 2)Ni Luh Nopi Andayani, 3)I Made Krisna Dinata
1,2
Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
3
Bagian Faal, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
kinanahh@daum.net

ABSTRAK

Perkembangan mengacu kepada perubahan yang terjadi pada anak selama rentang hidup sejak lahir hingga rema-
ja. Perubahan terjadi secara teratur, melibatkan perkembangan fisik, kognitif dan emosional. Tujuan penelitian ini
adalah 1) mengetahui pengaruh perbedaan pemberian ASI terhadap tingkat perkembangan bayi, 2) membuktikan
perbedaan tingkat perkembangan bayi yang diberi ASI Eksklusif dan Non Eksklusif. Penelitian ini adalah penelitian
observasi analitik menggunakan pendekatan cross sectional dengan pengambilan sampel menggunakan total sam-
pling technique. Penelitian ini dilakukan dengan melihat tingkat perkembangan menggunakan lembar Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP). Kuesioner diisi oleh orang tua atau pengasuh bayi dengan didampingi oleh peneli-
ti. Hasil dari kuesioner berupa skor yang dikategorikan menjadi sesuai umur (normal), terdapat penyimpangan dan
meragukan. Hasil penelitian dari 40 sampel ( masing-masing 19 dari kelompok ASI Eksklusif dan 21 dari ASI Non
Eksklusif ) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada perkembangan bayi yang diberikan ASI
Eksklusif maupun Non Eksklusif dengan menggunakan uji Chi-Square dengan hasil p = 1,00 atau p > 0,05.

Kata kunci: Perkembangan, Pemberian ASI

DIFFERENT GRADE OF DEVELOPMENT OF INFANTS GIVEN EXCLUSIVE AND NON EXCLUSIVE BREASTFEEDING IN
THE WORKING REGION PUSKESMAS PADANG KARAMBIA PAYAKUMBUH SOUTHERN DISTRICT

ABSTRACT

Development refers to change or growth that occurs in a child during the life span from birth to adolescence. This
change occurs in an orderly sequence, involving, physical, cognitive, and emotional development. The research was
aimed to determine the effect of breastfeeding differences on the grade of infant development. The research was
also aimed to prove the different grade of development of infants given exclusive breastfeeding and non exclusive.
This research is analytics observational with cross sectional approach and total sampling as sampling technique.
Development were seen using a pre-screening developmental questionnaire (KPSP) with charging directly by re-
spondents accompanied by researchers. The results of a questionnaire be consider to be normal, suspect and delay
interpretation. The result of research among 30 people (19 people each of exclusive breastfeeding and 21 people for
non exclusive breastfeeding) showed that there is no difference in the development of breastfed infants exclusive and
non exclusive using chi-square test with the result p=1 or p > 0,05.

Keywords: Development, Breast Feeding

PENDAHULUAN ekonomi, stimulasi dan obat-obatan).2


Secara spesifik perkembangan adalah peru- Dalam banyak faktor eksternal yang berpengaruh
bahan menyangkut penggunaan seluruh aspek termasuk konsumsi gizi adalah salah satu bagian yang dapat di
physical, psychosocial dan cognitive, yang dimulai dari kontrol dan diukur pengaruhnya. ASI (Air Susu Ibu) meru-
bayi dan anak-anak. pakan gizi terbaik bagi bayi. Komposisi ASI berupa kar-
Perkembangan dipengaruhi oleh faktor internal bohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin. Dalam kondisi
dan eksternal. Secara internal perkembangan di apapun seorang ibu baik itu haid, hamil sakit atau bahkan
pengaruhi oleh genetik dan hormonal. Hormon ber- kurang gizi kandungan ASInya tetap yang terbaik untuk
pengaruh sejak bayi masih dalam kandungan, ketika janin bayi. Komposisi ASI sesuai dengan kebutuhan pen-
berusia 4 bulan terjadi pertumbuhan yang cepat pada sis- cernaan bayi. Sehingga hanya dengan ASI akan cukup
tem hormonal salah satunya kelenjar tiroid menghasilkan untuk bayi selama 6 bulan awalnya. 3 ASI memiliki kan-
kelenjar tiroksin yang berguna untuk metabolisme dan dungan yang sesuai untuk bayi dan tidak memberatkan
kematangan otak.1 Sedangkan dari segi eksternal di- system pencernaan bayi serta mengurangi resiko diare
pengaruhi oleh banyak hal yaitu masa prenatal (gizi, en- dan alergi.
dokrin, infeksi, kelainan imunologi, radiasi dan psikologi Pemerintah melaksanakan program pemberian
ibu), masa natal (komplikasi yang terjadi saat persalinan ASI Eksklusif selama 6 bulan. ASI dikatakan eksklusif
seperti trauma kepala atau afaksia dapat memicu kerusa- apabila ASI diberikan segera setelah persalinan, tidak
kan pada jaringan otak) dan masa postnatal (gizi, ke- ada jadwal dan tidak ada makanan lainnya bahkan air
lainan kongenital, lingkungan, psikologis, endokrin, sosio- putih selama 6 bulah sejak kelahiran.4

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 44


Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 45

ASI memiliki manfaat yang besar bagi ibu dan penelitian. Kriteria eksklusi adala bayi dengan riwayat
bayi. Bagi bayi ASI sebagai makanan yang memenuhi sakit minimal satu bulan terakhir.
nutrisi yang cukup untuk bayi sampai berusia 6 bulan. Variabel independent dalam penelitian ini adalah
Sehingga bayi memiliki pertumbuhan pasca natal yang pemberian ASI eksklusif dan Non Eksklusif. Data di-
baik, dan mengurangi resiko obesitas. Selain itu dalam peroleh melalui wawancara dengan orang tua atau pen-
ASI terdapat antibody untuk meningkatkan system imun gasih bayi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat
dan menurunkan kemungkinan alergi. ASI juga dipercaya ukur.
dapat meningkatkan kecerdasan bayi. Pada saat me- Variabel dependent adalah perkembangan bayi.
nyusu, hisapan bayi juga menstimulasi perkembangan Untuk mengetahui perkembangan bayi normal maupun
rahang dan merangsang pertumbuhan gigi. 5 memiliki kelainan, peneliti menggunakan tes KPSP
Sedangkan bagi ibu pemberian ASI eksklusif (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan) Variabel kontrol
dapat menjadi alat kontrasepsi pada enam bulan pertama adalah usia, kondisi kesehatan. Variabel confounding
setelah melahirkan, jika bayi diberikan hanya ASI saja yang merupakan variabel perancu adalah genetik, hor-
dan ibu belum menstruasi kembali. Hisapan bayi akan mon, lingkungan, obat-obatan dan stimulasi perkem-
merangsang terbentuknya oksitosin pada hipofisis. Oksi- bangan, riwayat kehamilan dan kelahiran, data didapat-
tosin bekerja untuk membantu involusi uterus dan kan dari wawancara dengan orang tua, buku riwayat
mencegah perdarahan pasca melahirkan, mengembali- kesehatan bayi, serta data observasi langsung pada saat
kan berat badan ibu dan mempererat kasih sayang ibu penelitian.
dan bayi.6 Data yang diperoleh kemudian dideskripsikan
Pada tahun 2012 bayi usia 0-6 bulan yang dalam variable usia, jenis kelamin, jenis pemberian ASI,
mendapat ASI eksklusif di Indonesia sebanyak 37,55%. skor KPSP dan tingkat perkembangan bayi.Uji hipotesis
Padahal pada tahun 2010 pemberian ASI Eksklusif men- perbedaan perkembangan bayi dengan ASI Ekslusif dan
capai 61,3% dan tahun 2011 sebesar 61,5%. Penurunan Non Eksklusif menggunakan chi-square test dengan p
yang terjadi sangat signifikan. Sementara pada tahun value 0.05.
2013 prevalensi pemberian ASI mulai meningkat menjadi
54,3% namun pada tahun 2014 kembali turun menjadi HASIL
52,4% sedangkan target pemberian ASI Eksklusif Sampel penelitian ini adalah bayi usia 6-7 bulan.
pemerintah pada tahun 2014 sebesar 80%.7 Namun Jumlah sampel sebanyak 40 orang, yang dibagi menjadi
prevalensi tersebut masih tergolong rendah mengingat 2 kelompok yaitu 19 orang yang diberi ASI Eksklusif dan
pencapaian pada tahun 2010 dan 2011 melebihi angka 21 orang yang diberi ASI Non Eksklusif. Berikut ini meru-
60%. Sumatera Barat secara umum termasuk daerah pakan deskripsi karakteristik sampel yang terdiri dari jenis
dengan cakupan pemberian susu formula bayi cukup kelamin, usia, berat badan lahir dan tinggi badan lahir.
tinggi yaitu sebesar 79,8%.8 Kota payakumbuh sendiri
merupakan kota madya seluas 99,47 km2 dengan Tabel 1. Distribusi data berdasarkan karakteristik sampel
kepadatan penduduk 342 per km2. Payakumbuh adalah
kota yang cukup maju dan sibuk dibanding dengan kota Karateristik Jumlah Persentase
dan kabupaten disekitarnya. Lebih dari 60% pekerjaan Jenis Kelamin
warga kota Payakumbuh merupakan pegawai baik pega- Laki-laki 22 55%
wai negeri maupun swasta yang memiliki jam kerja pan- Perempuan 18 45%
jang diluar rumah, sisanya rata-rata bekerja sebagai
pedagang yang juga memiliki banyak waktu diluar rumah. Usia
Ditambah lagi fasilitas di tempat-tempat umum masih 6 Bulan 22 55%
belum didukung dengan ruang laktasi. Selain itu adat dan 7 Bulan 18 45%
norma kesopanan yang masih sangat kuat juga menam- Berat Badan Lahir
bah halangan dalam terlaksananya program ASI Ek- 2,5–3,0 Kg 20 50%
sklusif.9 3,1–3,5 Kg 18 45%
Melihat besarnya manfaat ASI, penulis tertarik 3,6–4,0 Kg 2 5%
untuk meneliti perbedaan tingkat perkembangan bayi
usia 6-7 bulan di kota Payakumbuh. Tujuan penelitian ini Tinggi Badan Lahir
untuk mengetahui perbedaan perkembangan bayi yang < 48 cm 10 25%
diberi ASI eksklusif dan non eksklusif di wilayah kerja 48 – 52 cm 28 70%
Puskesmas Padang Karambia. > 52 cm 2 5%

BAHAN DAN METODE Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa responden


Penelitian yang dilaksanakan dengan desain berjenis kelamin laki-laki sebanyak 22 orang (55%) lebih
cross sectional analytic dan populasi dalam penelitian banyak dibanding perempuan sebanyak 18 orang (45%),
adalah bayi di kota Payakumbuh, dengan populasi ter- dan responden berusia 6 bulan sebanyak 22 orang (55%)
jangkau adalah bayi yang terdaftar di wilayah kerja Pusk- dan usia 7 bulan sebanyak 18 orang (45%).
esmas Padang Karambia Kecamatan Payakumbuh Se- Berdasarkan berat badan lahir dari 40 responden
latan. Jumlah sampel dalam penelitian adalah 40 orang sebanyak 20 orang (50%) lahir dengan berat 2,5 – 3,0
dengan pengambilan sampel menggunakan teknik total sedangkan sebanyak 18 orang (45%) lahir dengan berat
sampling. Kriteria inklusi yaitu bayi usia 6-7 bulan, riwayat antara 3,1 – 3,5 kg. sisanya sebanyak 2 orang (5%) lahir
lahir cukup bulan dan bersedia menjadi sampel selama dengan berat antara 3,6 – 4,0 kg.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 46

Sedangkan berdasarkan Tinggi badan lahir bayi rentang 2500 hingga 4000 gram dan tidak memiliki ke-
pada 40 responden 10 orang (25%) lahir dengan tinggi < lainan kongenital (cacat bawaan) yang tergolong berat
48cm, 28 orang (70%) dengan tinggi antara 48 – 52 cm. serta lahir dengan usia kehamilan cukup bulan dan lang-
Sebanyak 2 orang (5%) lahir dengan tinggi >52 cm sung menangis setelah lahir.10
Berdasarkan tinggi badan lahir bayi dari 40
Tabel 2 Tingkat Perkembangan Bayi Yang Diberi ASI Ek- sebanyak 10 orang (25%) lahir dengan tinggi < 48cm
sklusif dan ASI Non Eksklusif disebut sebagai kelompok pertama, kelompok kedua 28
orang (70%) dengan tinggi antara 48 – 52 cm. Sebanyak
Tingkat Perkem-
2 orang (5%) lahir dengan tinggi >52 cm sebagai ke-
bagan Bayi
lompok tiga. tinggi bayi lahir normal berkisar antar 48 – 52
Jenis Total
Mera- cm. Namun tinggi badan lahir bayi dipengaruhi oleh ge-
Pemberian Normal P
gukan netik orang tua dan nutrisi selama kehamilan.11
ASI
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis terhadap
F % F % N % karakteristik pemberian ASI didapatkan sebanyak 19
orang (47,5%) diberi ASI Eksklusif dan 21 orang (52,5%)
Eksklusif 17 89.5 2 10.5 19 100 diberi ASI Non Eksklusif. Hasil tergolong belum memen-
uhi harapan karena banyak hal yang membuat ibu tidak
Non
1,00 bisa memberi ASI yang Eksklusif pada bayinya. Salah
Eksklusif 18 85.7 3 14.3 21 100
satu faktor yang membuat kurang berhasilnya pemberian
Jumlah 35 87.5 5 12.5 40 100 ASI Eksklusif adalah metode melahirkan. Lebih dari
setengah dari bayi yang diberi ASI Non Eksklusif lahir
Dari tabel 2 dapat diketahui dari 19 orang (100%) dengan metode bedah sesar atau cesarean section di-
yang diberi ASI Eksklusif 17 orang (89.5%) mengalami mana menurut beberapa ibu bayi langsung diberi susu
perkembangan normal (sesuai umur) dan 2 orang formula walaupun setelahnya bayi diberi ASI namun tetap
(10.5%) yang diberi ASI Eksklusif mengalami perkem- didampingi oleh susu formula. Namun hal ini berten-
bangan meragukan. Sedangkan pada kelompok yang tangan dengan pengertian ASI Eksklusif yang merupakan
diberi ASI Non Eksklusif dapat dilihat sebanyak 18 orang pemberian ASI segera setelah persalinan selama 6 bulan
(85.7%) mengalami perkembangan yang normal (sesuai tanpa diberi makanan lain bahkan air putih.4
umur) dan sebanyak 3 orang (14.3%) mengalami perkem- Berdasarkan karakteristik perkembangan bayi, bayi
bangan yang meragukan. Hasil penelitian setelah dil- dikelompokkan berdasarkan perkembangan menjadi 3
akukan uji chi-square test diperoleh nilai p sebesar 1,00. (tiga) kelompok yaitu normal (sesuai umur), meragukan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat dan menyimpang. Hasil yang didapatkan adalah bayi
perbedaan perkembangan pada bayi yang diberi ASI Ek- yang berkembang dengan normal sebanyak 35 orang
sklusif dan Non Ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Pa- (87,5%), bayi yang berkembang meragukan berjumlah 5
dang Karambia, Kecamatan Payakumbuh Selatan. orang (12,5%) dan tidak ada bayi yang memiliki perkem-
bangan meragukan (0%). Pengelompokkan ini dis-
DISKUSI esuaikan dengan KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkem-
Karakteristik Sampel bangan).
Karakteristik sampel pada penelitian ini dibagi
menjadi 2 kelompok yang terdiri atas kelompok bayi yang Perkembangan Bayi yang Diberi ASI Eksklusif dan
diberi ASI Eksklusif dan bayi dengan ASI Non Eksklusif. Non Eksklusif
Usia bayi yang dipilih sebagai responden yaitu bayi usia 6 Perkembangan bayi dalam penelitian ini diukur ber-
-7 bulan. Dalam penelitian ini didapatkan responden beru- dasarkan kuesioner. Dalam penelitian ini terdapat 2
sia 6 bulan sebanyak 22 orang (55%) dan usia 7 bulan kuesioner yaitu kuesioner pemberian ASI dan Kuesioner
sebanyak 18 orang (45%). Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Dari kuesioner pem-
Kategori usia ditetapkan, dimana bayi dikatakan berian ASI didapatkan hasil, bayi yang diberi ASI Ek-
berusia 6 bulan ketika bayi pada hari penelitian genap sklusuf berjumlah 19 orang ( 47,5%) dan ASI Non Ek-
berusia 6 bulan maupun 15 hari sebelum dan 15 hari sklusif sebanyak 21 orang (52,5%). Sedangkan pada
setelah bayi genap berusia 6 bulan. Begitu pula dengan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan didapatkan hasil
usia 7 bulan, bayi terhitung berusia 7 bulan bila pada hari bayi yang berkembang normal (sesuai umur) sebanyak
penelitian genap berusia 7 bulan maupun 15 hari sebelum 35 orang (87,5%), meragukan berjumlah 5 orang (12,5%)
dan 15 hari setelah bayi genap berusia 7 bulan. 2 Re- dan tidak ada bayi yang memiliki perkembangan menyim-
sponden terdiri atas 22 orang (55%) responden laki-laki pang (0%).
dan 18 orang (45%) responden perempuan. Masing-masing perkembangannya bayi yang diberi
Berdasarkan berat badan lahir bayi ASI Eksklusif yang berkembang normal sebanyak 17
dikelompokan menjadi 3 kelompok dengan rentang berat orang (89,5%) dan yang meragukan sebanyak 2 orang
tertentu. Kepompok pertama dari 40 responden sebanyak (10,5%). Sedangkan bayi yang mendapat ASI Non Ek-
20 orang (50%) lahir dengan berat 2,5 – 3,0 Kelompok sklusif, bayi yang berkembang dengan normal sebanyak
kedua pada rentang 2,6 – 3,0 kg sedangkan kelompok 18 orang (85,7%) dan yang meragukan sebanyak 3 orang
kedua sebanyak 18 orang (45%) lahir dengan berat anta- ( 14,3%). Dan pada kedua kelompok tidak didapati bayi
ra 3,1 – 3,5 kg. sisanya kelompok 3 sebanyak 2 orang yang memiliki perkembangan menyimpang.
(5%) lahir dengan berat antara 3,6 – 4,0 kg. Bayi baru Dalam KPSP 10 poin pertanyaan dibagi menjadi 4
lahir dikatakan normal apabila memiliki berat dalam kategori perkembangan yaitu 4 poin untuk motorik kasar,
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 47

4 poin untuk motorik halus, 1 poin untuk bahasa serta 1 bangan motorik kasar mayoritas dalam kategori baik, ka-
poin untuk sosialisasi dan kemandirian. Ditemukan be- rena semakin baik tindakan stimulasi yang diberikan oleh
berapa masalah dalam perkembangan motorik kasar dan ibu maka akan berpengaruh pada perkembangan motorik
motorik halus pada kedua kelompok bayi. Sedangkan kasar bayi yang normal dan sesuai. Hasil yang didapat-
pada bahasa dan sosialiasasi dan kemandirian bayi. Pa- kan dari 30 orang responden yang di test menggunakan
da poin bahasa semua bayi dapat berinteraksi dengan DDST 29 responden dengan stimulasi kategori baik
baik. Dan pada poin sosialisasi dan kemandirian bayi pun didapatkan hasil sebanyak 22 orang bayi berkembang
semua bayi dapat bersosialiasasi dengan baik bahkan dengan normal (sesuai ), 4 orang meragukan dan 3 orang
dengan orang asing dan belum pernah ditemui sebe- tidak dapat di test. Sementara itu 1 bayi dengan kategori
lumnya. stimulasi cukup dengan hasil DDST meragukan.
Refleks menghisap dapat menstimulasi tumbuh
Perbedaan Perkembangan Bayi yang Mendapat ASI kembang anak. Perkembangan anak dapat terganggu
Eksklusif dan Non Eksklusif Kurangnya stimulasi pada anak dapat menyebabkan
Distribusi perkembangan dengan ASI Eksklusif dan keterlambatan dan gangguan perkembangan. 11 selain itu
Non Eksklusif menunjukan bahwa bayi yang diberikan kondisi fisik yang kurang mendukung juga menjadi peng-
ASI Eksklusif mengalami tahap perkembangan normal ganggu dalam tumbuh kembang.
berjumlah 17 orang (89,5%) dan kategori meragukan Perkembangan bayi tidak hanya dipengaruhi oleh
sebanyak 2 orang (10,5%), bayi yang diberi ASI Non Ek- ASI namun juga dipengaruhi oleh banyak faktor lainya.
sklusif berjumlah 18 orang (85,7%) memiliki perkem- Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kebutuhan nutrisi
bangan yang normal, kategori meragukan sebanyak 3 bayi sampai usia 6 bulan akan terpenuhi oleh pemberian
orang (14,3%). ASI Eksklusif saja, akan tetapi beberapa orang tua kha-
Pengujian hasil penelitian dengan Chi-square test watir jika ASI yang diberikan tidak cukup untuk bayinya
diperoleh nilai significancy p=1 yang menunjukkan tidak lantas menambahkan dengan produk-produk pendamping
terdapat perbedaan bermakana dalam perkembangan ASI atau bahkan pengganti ASI. Memberikan pendamp-
bayi usia 6-7 bulan yang mendapat ASI Eksklusif maupun ing ataupun pengganti ASI memang tidak dilarang namun
Non Eksklusif harus terdapat pertimbangan khusus jika belum waktunya
Secara garis besar tumbuh kembang anak di- bayi mendapatkan asupan lain selain ASI. Selain itu perlu
pengaruhi dua faktor yaitu faktor genetik dan lingkungan. diperhatikan pula jenis makanan yang diberikan pada ba-
Faktor lingkungan diantaranya adalah nutrisi atau gizi yi, makanan harus sesuai dengan pencernaan bayi jika
yang terdiri dari masa pre-natal dan pasca natal. Gizi tidak hal ini akan menimbukan masalah lain yang serius.
memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang anak, Fenomena yang peneliti temukan yaitu pemberian
sehingga perlu untuk memberikan nutrisi yang terbaik bubur dan susu formula pada bayi dibawah 6 bulan. Bu-
pada anak.12 bur yang diberikan berupa bubur susu dan bubur nasi
Bayi membutuhkan nutrisi yang adekuat untuk yang ditambahkan dengan penyedap makanan. Hal ini
dapat mengoptimalkan seluruh proses pertumbuhan dan sangat tidak dianjurkan karena penyedap makanan ber-
perkembangannya.12 ASI memiliki nutrisi yang lengkap pengaruh terhadap perkembangan dan maturasi otak.
dan mudah diserap oleh system pencernaan bayi. Se- Selain itu pemberian susu formula yang tidak sesuai
hingga ASI dianggap menjadi sumber nutrisi yang paling dikarenakan berbagai faktor, salahsatunya yaitu kesulitan
tepat untuk tumbuh kembang bayi.Tetapi banyak faktor mendapatkan jenis susu yang seharusnya. Dipasaran
yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif sehingga beredar berbagai jenis susu dengan batasan usia terten-
bayi diberikan ASI Non eksklusif yaitu dengan mem- tu, sehingga jelas dibedakan susu untuk bayi berusia 0-6
berikan tambahan susu formula selain ASI. 13 bulan dengan usia 6-12 bulan. Akan tetapi karena ken-
Keamanan susu formula bayi harus terbukti dala distribusi tidak diseluruh tempat dapat ditemui susu
secara ilmiah, serta harus memenuhi syarat kecukupan untuk bayi 0-6 bulan sehingga anggapan “semua susu
gizi harian bayi usia 0-6 bulan yang sudah ditetapkan, sama” masih berkembang di masyarakat.
sehingga bayi tidak terdapat perbedaan yang mencolok Terlepas dari hal itu selain asupan gizi perkem-
pada tumbuh kembang bayi yang diberi ASI Non Eksklusif bangan juga dipengaruhi oleh lingkungan, stimulasi dan
dengan bayi yang diberikan ASI Eksklusif.14 obat-obatan. Lingkungan tempat tinggal bayi secara tidak
Penelitian Dian yang berjudul “Hubungan Pem- langsung menjadi stimulasi bagi perkembangannya. Stim-
berian ASI dengan Tumbuh Kembang Bayi Umur 6 Bulan ulasi yang diberikan dapat berupa stimulasi motorik, ba-
di Puskesmas Nanggalo” juga mengungkapkan tidak ter- hasa, sosial dan pendengaran. Stimulasi pada sosial dan
dapat hubungan pemberian ASI terhadap pertumbuhan pendengaran bisa di dapatkan ketika anak berkumpul dan
dan perkembangan bayi usia 6 bulan di Puskesmas bermain bersama orang yang ada disekitarnya. Stimulasi
Nanggalo Kota Padang, hal ini dibuktikan dengan analisis dapat dilakukan oleh ibu tanpa disengaja. Seperti saat
statistik menggunakan chi-square dengan p=0,696 untuk memberikan ASI ibu dapat bercengkrama dengan
pertumbuhan bayi dan p=0,062 untuk perkembangan ba- bayinya, hal ini dapat mempengaruhi bayi. Namun hal ini
yi.15 Tidak adanya perbedaan perkembangan dapat seringkali tidak ditemukan karena berbagai macam hal.
disebabkan oleh perbedaan kualitas dan jumlah ASI yang Yang paling banyak terjadi sekarang yaitu interaksi yang
diberikan. kurang antara orang tua dan anak karena dibatasi oleh
Penelitian Siti Nur Kholifah, dkk16 yang berjudul smartphone dan teknologi lainnya. Pada ibu menyusui,
“Perkembangan Motorik Kasar Bayi Melalui Stimulasi Ibu memang benar si ibu memberikan ASI pada bayinya na-
di Kelurahan Kemayoran Surabaya” mengungkapkan mun selama pemberian ASI ibu disibukkan oleh
bahwa tindakan stimulasi oleh ibu terhadap perkem- smartphone, hal ini sungguh disayangkan karena komu-
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 48

nikasi yang harusnya dapat menjadi pembelajaran bagi Kebidanan. Vol.2 No.4 2012 hlm.1-10 2015
anak terlewat begitu saja. Dan hal ini merupakan fenome- 5. Roesli, U. 2009. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta:
na yang banyak terjadi di masyarakat umum sekarang. Puspa Swara
Atau yang tidak kalah banyak terjadi di masyarakat 6. Ameliasari, N. 2015. Perbandingan Kejadian Diare
yaitu pemberian ASI yang dipompa. Dikarenakan orang pada Bayi Berusia 0-6 Bulan yang Diberi ASI Ek-
tua yang sibuk, demi memenuhi ASI eksklusif maka dicari sklusif dengan yang Tidak ASI Eksklusif di Wilayah
jalan lain dengan memberikan ASI melalui botol yang te- Kerja Puskesmas Grogol Kabupaten Sukoharjo. Su-
lah disimpan sebelumnya. Hal ini memang tidak salah rakarta: Universitas Muhammadiah Surakarta
dan tidak keluar dari pengertian pemberian ASI secara 7. Depkes RI. 2014. Profil Kesehatan. http://
eksklusif, akan tetapi manfaat yang ditimbulkan dari pem- www.depkes.go.id. Diakses 3 Januari 2017 Jam
berian ASI seperti ini sangat minimal. Bagi bayi, waktu 23.00 WITA
interaksi bersama ibunya akan semakin berkurang, selain 8. Depkes RI. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Per Ka-
itu kemungkinan ASI terkontaminasi bakteri menjadi lebih bupaten. http://www.bankdatadepkes.go.id. diakses
besar dan bayi akan lebih senang dengan pengasuhnya 19 Mei 2017
dibanding dengan ibunya padahal menyusui semakin 9. Dinkes Kabupaten 50 Kota. 2014. Profil Kesehatan
meningkatkan jalinan kasih antara ibu dan bayi. Selain itu Kabupaten 50 Kota. http://pusdatin.kemkes.go.id. Di-
semua stimulasi yang dapat diterima bayi selama me- akses 20 Mei 2017
nyusu akan terlewat begitu saja. 10. Dwienda R, Octa, Maita Liva, Maya Saputri E, Yulvi-
ana Rina. 2014. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/
Keterbatasan penelitian Balita dan Anak Prasekolah Untuk Para Bidan. Ed 1
Keterbatasan terjadi penelitian ini adalah : Cet 1. Yogyakarta : Deepublish
1. Mood bayi yang tidak dapat dikontrol selama aktivi- 11. Dewi, Vivian Nanny Lian dan Suharsi, Tri. 2012.
tas pengisian kuesioner. Asuhan Kehamilan Untuk Kebidanan. Jakarta :
2. Peneliti tidak bisa mengontrol jenis pemberian ASI Salemba Medika
sepenuhnya. Dalam hal ini maksudnya adalah bayi 12. Soetjiningsih. 2002. Ilmu Tumbuh Kembang. EGC.
yang diberi ASI Non Eksklusif tidak berupa PASI na- Jakarta
mun bayi tetap menerima ASI. Sehingga bayi yang 13. Prasetyono. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogya-
diberi ASI Non Eksklusif masih dipengaruhi tumbuh karta: Diva Pers
kembangnya oleh ASI dari ibunya. 14. BPOM RI. 2009. SK Pengawasan Formula Bayi dan
3. Peneliti tidak dapat mengontrol stimulasi, obat-obatan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis. http://
dan makanan pengganti ASI ataupun makanan pen- jdih.pom.go.id di akses 21 Mei 2017
damping ASI yang diberikan pada bayi. 15. Fitri, Dian Isnana. Chundrayetti, E. Semiarty, E. 2014.
4. Hormon ibu menyusui yang mempengaruhi pada Hubungan Pemberian ASI dengan Tumbuh Kembang
kualitas ASI yang diproduksi. Bayi Umur 6 Bulan di Puskesmas Naggalo. Jurnal
5. Keterbatasan waktu penelitian dan jumlah sampel kesehatan andalas, 3(2) hal. 136-140. http://
yang didapatkan. jurnal.fk.unand.ac.id
6. Kurang ketertarikan orang tua atau wali untuk menge- 16. Kholifah, S.N, Fadillah,N, As’ari Hasyim, Hidayat Tau-
tahui perkembangan bayinya akbat isu kesehatan fik. 2014. Perkembangan Motorik Kasar Bayi Melalui
yang terjadi di masyarakat. Stimulasi Ibu di Kelurahan Kemayoran Surabaya.
Jurnal Sumber Daya Manusia Kesehatan Vol.1 No.1.
SIMPULAN Hal 106-122
Simpulan penelitian ini adalah tidak didapatkan
beda pada tingkat perkembangan bayi yang mendapat
ASI Eksklusif dengan yang mendapat ASI Non Eksklusif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rajab, Abdul H. 2013. Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif Terhadap Pertumbuhan dan Kejadian Diare
pada Bayi Usia 1-6 Bulan di Puskesmas Kotabatu
Kelurahan RAHA III Kabupaten Muna Sulawesi
Tenggara Tahun 2013. Makassar. Universitas Ha-
sanuddin
2. Atiqa, U. D. 2016. Perbedaan Pertumbuhan dan
Perkembangan Bayi Usia 6 Bulan yang Diberikan ASI
Ekslusif dan Non Eksklusif di Wilayah Kerja Pusk-
esmas Kelurahan Tamalanrea Makassar. Makassar.
Universitas Hasanuddin
3. Purwati,S. Hubertin.2004. Konsep Penerapan ASI
Eksklusif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. Purwaningsih Endah, Lestari Puji Ana, 2009. Perbe-
daan Perkembangan Motorik Bayi Usia 0-6 Bulan
antara yang diberikan ASI dengan yang diberikan
PASI di Desa Glagah Jatinom Klaten. Jurnal Inovasi
HUBUNGAN JUMLAH KONSUMSI BATANG ROKOK
TERHADAP NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI
PADA LAKI-LAKI DEWASA MUDA

¹Ni Putu Suci Sukreni, ²Ari Wibawa, ³I Made Krisna Dinata

¹²Program Study Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali


³Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar Bali
suci_sukreni11@yahoo.com

ABSTRAK

Merokok bisa mempengaruhi kesehatan, khususnya kesehatan paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk mencari
hubungan jumlah konsumsi batang rokok terhadap nilai arus puncak ekspirasi. Menggunakan rancangan analitik
cross-sectional yang dilakukan tahun 2017 dibulan Maret pada mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Udayana
usia 20-24 tahun dengan metode pengambilan sampel consecutive sampling didapatkan sebanyak 91 responden.
Pengukuran Jumlah Konsumsi Batang Rokok dilakukan menggunakan kuesioner yang mengacu kebiasaan merokok
dan Peak Flow Meter untuk menilai Arus Puncak Ekspirasi. Data di analisis dengan dengan uji koefisien korelasi
Spearman’s Rho didapatkan hasil p=0,038 (p<0,05) dengan nilai r = -0,218. Kesimpulannya ada hubungan signifikan
tetapi kekuatannya lemah dan bersifat negatif atau tidak searah antara Jumlah Konsumsi Batang Rokok terhadap
Nilai Arus Puncak Ekspirasi pada laki-laki dewasa muda. Banyaknya batang rokok dikonsumsi perhari berjumlah
10,69 batang. Sedangkan rata-rata nilai arus puncak ekspirasi berjumlah 405,16 L/min.

Kata Kunci : Jumlah Konsumsi Batang Rokok, Arus Puncak Ekspirasi, Laki-laki Dewasa Muda

RELATIONSHIP OF TOTAL CIGARETTE CONSUMPTION


AND PEAK EXPIRATORY FLOW RATE VALUES ON YOUNG ADULT MEN

ABSTRACT

Smoking can affect health, especially lung health. This study aims to find the relationship of total cigarette consump-
tion and peak expiratory flow rate values. Using cross-sectional analytical design conducted in 2017 in March on Uda-
yana University Faculty of Engineering students aged 20-24 years with sampling method consecutive sampling ob-
tained 91 respondents. Measurement of the Total Cigarette Smoking Quantity was done using a questionnaire that
refers to the smoking habit and Peak Flow Meter to assess the Peak Flow of Expiration. Data was analyzed by
Spearman's Rho correlation coefficient test showed that p = 0,038 (p <0,05) with r = -0,218. In conclusion there is a
significant relationship but the strength is weak and negative or not unidirectional between total cigarette consumption
and peak expiratory flow rate on young adult men. The total of cigarettes consumption per day amounted to 10.69
stems. While the average peak expiratory flow rate value amounted to 405.16 L / min.

Keywords : Total Cigarette Consumption, Peak Expiratory Flow Rate Values, Young Adult Men

PENDAHULUAN karbon monoksida, Nikotin, dan Tar. Untuk mengetahui


Mahasiswa sebagai kaum intelektual seharusnya ada atau tidak gangguan fungsi faal paru dan menen-
memiliki kesadaran yang tinggi akan dampak merokok tukan kelainan di saluran pernapasan pada seseorang
bagi kesehatan, khususnya kesehatan paru-paru. Fenom- yang memiliki kebiasaan merokok, salah satunya adalah
ena merokok yang banyak dijumpai dilingkungan sekitar melalui pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi (APE) atau
mahasiswa justru menjadi fenomena yang biasa 1. Kebia- disebut juga Peak Expiratory Flow Rate (PEFR)4.
saan merokok di kalangan mahasiswa sebagian besar APE adalah kecepatan maksimum aliran udara
bertujuan untuk menghilangkan stress2. Stress pada pela- yang didapatkan saat melakukan ekspirasi paksa secara
jar sering disebabkan akibat beban akademik selama cepat dan kuat yang didahului dengan inspirasi secara
perkuliahan3. Banyaknya mahasiswa merokok terlihat dari maksimal. Jika APE tidak sesuai dengan nilai skala nor-
hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 bahwa usia per- mal, berarti ada hambatan aliran udara pada saluran
tama kali merokok setiap hari di Indonesia, terbanyak pernapasan yang mengakibatkan aliran udara yang
kedua pada usia Perguruan Tinggi pada kelompok umur keluar tidak maksimal 4. Normalnya APE pada laki-laki
20-24 tahun yaitu 27%. Selain itu proporsi perokok aktif bernilai 500-700 L/menit, sedangkan perempuan 380-500
masih banyak yaitu pada umur 20-24 tahun yaitu sebesar L/menit5. Variasi dari nilai skala APE ditentukan oleh be-
27,7% di Indonesia2. berapa faktor diantaranya usia, jenis kelamin, tinggi ba-
Pada sebatang rokok terkandung 4000 kan- dan, dan merokok6. Selain itu olahraga, polusi udara, ri-
dungan senyawa kimia berbahaya yang dapat meng- wayat penyakit juga dapat mempengaruhi APE. Salah
ganggu kesehatan. Tiga zat kimia yang paling berbahaya satu parameter pengukuran APE adalah menggunakan
dan paling banyak terkandung pada asap rokok, yaitu alat berbentuk tabung kecil, mudah dibawa kemana-
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 49
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 50

mana, praktis serta murah, disebut dengan Peak Flow Tabel 4 Median Minimum Maksimum jumlah batang ro-
Meter (PFM), dengan satuan liter per menit (L/menit) 7. kok, lama merokok, usia dan arus puncak ekspirasi
Karakteristik Med(min-maks)
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Jumlah batang rokok 10(5-24)
analitik observasional melalui pendekatan potong lintang,
di kampus Universitas Udayana Denpasar Bali pada bu- Lama merokok 12(3-60)
lan Maret 2017. Respondennya sebanyak 75 dengan Usia 21(20-23)
teknik consevutive sampling. Jumlah konsumsi batang Arus Puncak Ekspirasi 420(230-560)
rokok adalah banyaknya batang rokok yang dikonsusmsi
setiap hari menggunakan kuesioner yang mengacu pada Berdasarkan tabel 4 maka diketahui nilai median
kebiasaan merokok. Arus puncak ekspirasi merupakan jumlah batang rokok adalah 10 batang dengan nilai mini-
kecepatan maksimum udara keluar yang dilakukan saat mum sebesar 5 batang dan maksimum 24 batang. Nilai
ekspirasi secara cepat dan kuat yang didahului dengan median lama merokok adalah 12 bulan dengan nilai mini-
inspirasi secara maksimum, menggunakan alat peak flow mum sebesar 3 bulan dan maksimum 60 bulan. Nilai me-
meter. dian usia adalah 21 tahun dengan usia minimum 20 tahun
dan maksimum 23 tahun. Nilai median arus puncak ek-
HASIL spirasi adalah 420 L/menit dengan nilai minimum sebesar
230 L/menit dan maksimum 560 L/menit.
Tabel 1 Karakteristik responden berdasarkan jumlah
konsumsi batang rokok Tabel 5 Hasil Uji Normalitas
Jumlah batang Kolmogorov-Smirnov
rokok Frekuensi (f) Persentase (%)
Statistic df sig.
(batang)
1 - 10 54 59,4 Arus Puncak Ek-
0.185 91 0.000
11 - 20 36 39,6 spirasi
21 - 30 1 1 Jumlah Batang Rokok 0.171 91 0.000
Jumlah 107 100 Hasil data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pa-
da kolom signifikan didapatkan angka 0,000 untuk arus
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden terban- puncak ekspirasi sedangkan jumlah batang rokok sebesar
yak jumlah konsumsi batang rokok pada 1-10 batang yai- 0,000. Dengan nilai signifikansi terkecil sebesar 0,05. Itu
tu sebanyak 54 responden (59,4%). berarti variabel jumlah konsumsi batang rokok dan nilai
arus puncak ekspirasi berdistribusi secara tidak normal.
Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan lama
merokok Hubungan Jumlah Konsumsi Batang Rokok terhadap
Lama merokok Nilai Arus Puncak Ekspirasi
Frekuensi (f) Persentase (%)
(bulan) Hasil analisis menggunakan Correlation’s Rho
1-12 52 57,2 (koefisien korelasi) antara Jumlah Konsumsi Batang Ro-
13-24 16 17,6 kok dengan Nilai Arus Puncak Ekspirasi pada mahasiswa
25-36 12 13,1 didapatkan hasil -0,218 dan angka signifikansi hasilnya
37-48 6 6,6 0,038. Dapat diartikan bahwa hubungan antara variabel
49-60 5 5,5 Jumlah Konsumsi Batang Rokok dengan variabel Nilai
Jumlah 91 100 Arus Puncak Ekspirasi pada laki-laki dewasa muda ter-
dapat hubungan yang signifikan dengan kekuatan lemah
dan bersifat negatif atau tidak searah, artinya semakin
Tabel 2 menunjukkan bahwa responden terban- tinggi jumlah batang rokok yang dikonsumsi, maka nilai
yak lama merokok pada 1-12 bulan yaitu sebanyak 52 arus puncak ekspirasi akan semakin rendah.
responden (57,2%).
DISKUSI
Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan persentase Pada penelitian ini mendapatkan hasil yaitu re-
APE sponden terbanyak pada usia 20 tahun yaitu sebanyak 39
Frekuensi Persentase responden (42,9%). Rerata usia sampel dalam penelitian
APE ini adalah 20,82 tahun. Hasil penelitian Puteri (2013) yang
(f) (%)
menyatakan dari 103 mahasiswa, didapatkan data pada
< 50 % 17 18,7 mahasiswa yang memiliki kebiasaan merokok rata-rata
50 – 79 % 45 49,5 berusia 20,8 tahun12. Disebabkan karena usia pertama
80 – 100 % 29 31,8 kali merokok setiap hari di Indonesia yaitu pada usia SMA
Jumlah 91 100 dan selanjutnya tertinggi kedua adalah perguruan tinggi.
Hal ini kemudian menyebabkan kecendrungan menjadi
Berdasarkan tabel 3 maka dapat diketahui re- perokok aktif2. Mahasiswa merokok sebagian besar ber-
sponden terbanyak yaitu pada persentase APE 50–79% tujuan untuk menghilangkan stress3. Hasil uji Spearman’s
berjumlah 45 responden (49,5%).
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 51

Rho antara usia terhadap nilai arus puncak ekspirasi di- seorang pria ataupun wanita. Pada saat itu akan mulai
peroleh koefisien korelasi sebesar 0,000 dengan angka terjadi perubahan histopatologi di saluran pernapasan.
signifikansi sebesar 0,995. Sehingga dapat dinyatakan Semakin lama kebiasaan merokok dilakukan maka akan
korelasinya sangat lemah dan tidak signifikan, artinya semakin memperburuk fungsi paru yang sudah ada, yang
pada kelompok usia dewasa muda tidak ada hubungan menyebabkan terganggunya saluran pernapasan, maka
antara usia terhadap nilai arus puncak ekspirasi. Hal ini nilai APE akan menurun10. Dimana rata-rata lama mero-
dikarenakan jarak usia antara responden satu dengan kok pada penelitian ini adalah 21,20 bulan atau kurang
yang lain tidak terlalu jauh, jadi tidak ada perbedaan lebih 1 tahun 9 bulan berarti kurang dari 2 tahun. Maka
fungsi paru responden. Hal ini menunjukan, usia akan dari itu menyebabkan nilai arus puncak ekspirasinya tidak
mempengaruhi hasil penelitian jika rentang usia respond- terlalu rendah karena belum terjadi penurunan fungsi paru
en beda jauh. Semakin bertambah usia maka, akan ter- yang berat pada responden penelitian atau bahkan baru
jadi penurunan pada fungsi orga-organ tubuh seseorang dimulai terjadi penyempitan disaluran pernapasan tetapi
yang menyebabkan rentan terkena penyakit khususnya belum parah, yang dapat menyebabkan perubahan pada
gangguan fungsi paru, dapat menurunkan nilai APE 8. fisiologi paru yang membuat penurunan yang signifikan
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa responden pada nilai APE. Hasil penelitian dengan responden
jumlah konsumsi batang rokok didapatkan hasil terban- terbanyak dengan nilai APE 50–80% sebanyak 45 re-
yak, yaitu pada kelompok 1-10 batang berjumlah 54 re- sponden, hasil tersebut menandakan bahwa responden
sponden (59,4%). Rerata jumlah konsumsi batang rokok berada pada zona kuning yang berarti saluran pernapa-
pada penelitian ini adalah 10,69 batang setiap harinya. san baru terjadi penyempitan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh puteri (2013) banyak- Pada seseorang yang memiliki kebiasaan mero-
nya rokok yang dikonsumsi setiap hari berjumlah 10,6 kok maka akan terjadi penurunan pada saluran napas,
batang yaitu tergolong perokok sedang 12. Hasil penelitian terjadi peningkatan kelainan sel epitel, sel goblet akan
berjumlah 54 responden terbanyak (59,4%) termasuk bertambah banyak dan membesar, pembengkakan pada
perokok ringan yaitu mengkonsumsi kurang atau sama submukosa, kerusakan alveolus, masuknya sel-sel pera-
dengan 10 batang rokok per hari. Hal ini dikarenakan ma- dangan, vaskular tumbuh tidak normal, serta terjadi pem-
hasiswa sebenarya tahu tentang bahaya merokok. Maha- bentukan jaringan yang berlebihan akibat peradangan
siswa merokok disebabkan memberikan ketenangan dan pada saluran napas perokok. Yang dapat mengakibatkan
menghilangkan stress. Lama kelamaan mahasiswa akan kelainan pada fisiologi paru menyebabkan obstruksi atau
kecendrungan menjadi perokok aktif yang dapat me- penyempitan pada saluran pernapasan, menyebabkan
nyebabkan kecanduan disebabkan oleh zat nikotin yang aliran udara yang masuk ataupun keluar akan terjadi pen-
terdapat pada sebatang rokok9. gurangan, hal tersebutlah yang menyebakan terjadinya
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa responden penurunan pada nilai APE akan terjadi 13.
lama merokok didapatkan hasil terbanyak, yaitu pada ke-
lompok 1-12 bulan sebanyak 52 responden (57,2%). Hasil SIMPULAN
uji Spearman’s Rho antara lama merokok terhadap nilai Terdapat hubungan yang signifikan dengan
arus puncak ekspirasi diperoleh koefisien korelasi sebe- kekuatan lemah dan bersifat negatif atau tidak searah
sar -0,808 dengan angka signifikansi sebesar 0,000. Se- antara jumlah konsumsi batang rokok terhadap nilai arus
hingga dapat dinyatakan korelasinya tinggi, bersifat puncak ekspirasi pada laki-laki dewasa muda usia 20-24
negatif atau tidak searah dan signifikan, artinya terdapat tahun di Fakultas Teknik Universitas Udayana.
hubungan yang signifikan dengan kekuatan tinggi dan
bersifat negatif atau tidak searah antara lama merokok SARAN
terhadap nilai arus puncak ekspirasi pada laki-laki de- Disarankan untuk penelitian selanjutnya
wasa muda. Tanda negatif menunjukkan arah yang berla- menggunakan responden dengan lama merokok minimal
wanan atau tidak searah, yaitu semakin lama merokok 2 tahun. Hal tersebut dilakukan agar lama merokok tidak
maka nilai arus puncak ekspirasi akan semakin rendah. tidak dapat mempengaruhi hasil penelitian antara jumlah
Efek dari rokok baru akan terasa jika kebiasaan merokok batang rokok yang dikonsumsi terhadap nilai arus puncak
tersebut dilakukan lebih dari 2 tahun, akan terjadi peru- ekspirasi.
bahan di saluran pernapasan sehingga menyebabkan Disarankan kepada mahasiwa yang merokok un-
terjadinya penurunan nilai APE10. Karena lama merokok tuk menghentikan kebiasaan merokoknya sedini mungkin.
tidak dikontrol, maka akan mempengaruhi hasil penelitian Karena semakin lama kebiasaan merokok tersebut dil-
yang dapat menyebabkan bias. akukan maka akan memperburuk fungsi paru yang sudah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden ada.
terbanyak yaitu pada kelompok 410-500 liter per menit
sebanyak 28 responden (30,8%). Rerata nilai arus pun- DAFTAR PUSTAKA
cak ekspirasi dalam penelitian ini adalah 405,16 liter per 1. Supriyadi, A. 2014. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai
menit. Menurut penelitian ukoli et al rerata nilai APE pero- Perlindungan Paparan Asap Rokok Orang Lain Untuk
kok adalah 225,01 liter per menit, dengan lama merokok Mencegah Penyakit Terkait Rokok. Skripsi, Fakultas
rata-rata 3,8 tahun, paling lama berdurasi 7 tahun, dan 2 Kesehatan. Diakses dari: http://
tahun durasi merokok paling sebentar 11. Nilai APE pada eprints.dinus.ac.id/8015/. Diakses Tanggal: 16 No-
penelitian ini berbeda dari hasil penelitian ukoli et al., vember 2016.
disebabkan karena efek dari rokok akan terasa setelah 2. Maspupah dan Risdayati. 2013. Kebiasaan Merokok
lebih dari 2 tahun mengkonsumsi rokok, dapat dilihat dari Di Kalangan Mahasiswa (Studi Pada Mahasiswa
nilai APE tidak terlalu rendah dari nilai normal APE Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Polotik) Unuversitas
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 ● 52

Riau
3. Wardana, M.S., Dinata I.M.K. 2016. Tingkat Stress
Siswa Menjelang Ujian Akhir di SMAN4 Denpasar. E-
Jurnal Medika Udayana:5(9).
4. Alimmattabrina, R. dkk., 2015. Hubungan Antara
Peak Expiratory Flow Rate Dengan Kebiasaan Mero-
kok.
5. Adeniyi, B.O. & Erhabor, G.E. 2011. The Peak Flow
Meter And Its Use In Clinical Practice. African Journal
of Respiratory Medicine.
6. Agus, S., 2014. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Per-
lindungan Paparan Asap Rokok Orang Lain Untuk
Mencegah Penyakit Terkait Rokok. Skripsi, Fakultas
Kesehatan. Available at: http://
eprints.dinus.ac.id/8015/.
7. Lasmana, P.D. 2010. Perbedaan Nilai Arus Puncak
Ekspirasi Antara Polisi Satlantas Dengan Polisi Bagi-
an Administrasi. Skripsi. Fakultas kedokteran Uni-
versitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Yunus, 2006. Faal Paru dan Olahraga. Jurnal
Respirologi Indonesia, hlm. 100- 105.
9. Tirtosastro, S dan Murdiyati, A.S. 2010. Kandungan
Kimia Tembakau dan Rokok. Buletin Tanaman
Tembakau, Serat dan Minyak Industri 2(1). ISSN :
2085-6717
10. Abdulrahman W.F. 2011. Efect of smoking on peak
expiratory flow rate in Tikrit University. Tikrit Medical
Journal;17(1):11-18.
11. Ukoli, CO., Joseph, DE., durosinmi, MA. 2002. Peak
Expiratory Flow Rate in Cigarette Smokers. Higland
Medical Research Journal Vol. 1(2): 36-37
12. Puteri, Kurnia Kumala. 2013. Korelasi Antara
Kebiasaan Merokok Dan Nilai Arus Puncak Ekspirasi
(APE) Pada Mahasiswa Yang Tinggal Di Rumah
Susun Mahasiswa Universitas Tanjungpura. Program
Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura Naskah Publikasi.
13. Santosa, S., Purwito, J., Widjaja, JT. 2004.
Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara
Perokok dan Bukan Perokok. Fakultas Kedokteran,
UK. Maranatha
MIFI
Jurnal Ilmiah Fisioterapi Indonesia
Volume 1, Number 1, Januari 2016

SEKRETARIAT
SUSUNAN ORGANISASI PENGELOLA
Gedung
Program Studi Fisioterapi
Ketua Dewan Redaksi Lantai 1
Ari Wibawa, SSt.Ft, M.Fis Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana

Wakil Ketua Redaksi


Jl. P.B. Sudirman, 80232, Denpasar
Made Niko Winaya, SSt.Ft, SKM, M.Fis
Telp. (0361) 222510 ext. 425

Fax. (0361) 246656


Penyunting Pelaksana
Dr. Ni Wayan Tianing, S.Si, M.Kes Email : psfisioterapi@unud.ac.id

Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes, Sp.Erg fisioterapiudayanabali@gmail.com

Dr. I Putu Adiarta Griadhi, M.Fis


Dr. dr. I Made Muliarta, S.Ked, M.Kes
Dr. Agung Wiwiek Inrayani, M.Kes
Luh Made Indah H.A., S.Psi

Mitra Bestari
Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH, PFK, Sp.Erg (Universitas Udayana)
Prof. Dr. dr. Sri Muliawan, Sp.BS (K) (Universitas Udayana)
Syahmirza Indra Lesmana, SSt.Ft, M.OR (Universitas Esa Unggul)
Nurbasuki, SSt.Ft, M.Physio (Poltekes Solo)
Sudaryanto, SSt.Ft, M.Kes (Poltekes Makassar)
Harijun Kapabella Siregar, SSt.Ft, M.Fis (Poltekes Medan)

Petugas Administrasi
I.B. Ketut Gede Dharma Putra, ST
Ni Made Suarpensih Surata, SE
Ni Kadek Mariani, SE
Denpasar, Bali

ISSN : 2303-1921

designed by :

Angga Puspa Negara

Anda mungkin juga menyukai