PENDAHULUAN
Prolaps rektum menggambarkan suatu kondisi di mana seluruh lapisan dinding
rektum menjulur melalui lubang anus. Hal ini lebih banyak ditemukan pada
wanita lanjut usia. Prolaps rektum dibagimenjadi dua jenis: prolaps total atau
ketebalan penuh dan prolapssebagian atau ketebalan parsial. Prolaps
totalmenggambarkanadanya tonjolan dari seluruh lapisan rektum ke luar anus dan,
menunjukkan adanya lipatan konsentris. Prolaps sebagianmenggambarkan kondisi
dimana dinding rektum yang menonjol terbatas pada bagian dalam saluran anus,
yang juga disebut sebagai prolaps rektum okultis atau intususepsi rektum internal.
Pada praktek sehari-hari, prolaps mukosa sulit dibedakan dengan prolaps rektum.
Prolaps mukosa bukan merupakan tonjolan dari keseluruhan lapisan dinding
rektum, melainkan sebagian dinding rektum atau hanya mukosa anal. Hal ini
harus dibedakan dari prolaps rektum karena tindakan bedah yang dilakukan
berbeda.
Secara historis, prolaps rektumdijelaskan pertama kali pada papirus pada
tahun 1500 BC [1]. Hippocrates menjelaskan pengobatan untuk prolaps rektum,
yaitu bahwa pasien dapat dirawat dengan menggantung mereka secara terbalik di
atas pohon (kaki di atas, kepala di bawah), pengolesan natrium hidroksida ke
mukosa, dan dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Di abad pertengahan,
perawatan lain disarankan; prolaps rektum bisa dicegah menggunakan bekas luka
yang didapat melalui pembakaran anus atau dengan menggunakan tongkat. Pada
abad ke-20, prolaps anus dipelajari secara ilmiah; Meskipun demikian, etiologi
dan metode pengobatan belum ditetapkan dengan jelas. UntukSaat ini, ada
berbagai prosedur bedah untuk prolaps rektum (Tabel 1). Dalam artikel ini,
penulis akan fokus pada prosedur bedah terbaru untuk prolaps rektum.
ETIOLOGI
Pada tahun 1912, Moschowitz [2] mengamati bahwa kantong rektovaginal
anterior sangat dalam pada pasien dengan prolaps rektum dan menyarankan teori
sliding herniadimana dinding anterior rektum mengalami herniasi akibat defek
fasia pelvis. Demikian, perbaikan cacat pada m. levator ani dan penutupan Cavum
Douglas diusulkan sebagai pengobatannya. Namun metode ini menyebabkan
tingkat rekurensi yang tinggi; sehingga, tidak digunakan lagi dalam tindakan
praktek.
Pada tahun 1968, Broden dan Snallmann [3] menunjukkan bahwa
intususepsi rektummerupakan penyebab prolaps rektum dengan penggunaan
sinedefekografi. Pada tahun 1970, Theuerkauf et al. [4] membenarkan teori ini
dengan imaging yang diambil setelah melakukan tindakan radioisotop ke mukosa
rektum. Teori intususepsi rektal menjelaskan bahwa mukosa rektum, 6-8 cm dari
ambang anus, menjadi titik utama, dan terjadilah intususepsi. Intususepsi
diperburuk dengan mengejan berlebihan untuk waktu yang lama dan
kemudianprolaps rektum. Hal ini didukung oleh pengamatan bahwa tekanan
internal rektum pada pasien dengan prolaps rektum lebih rendah dari normal.
Hingga saat ini, teori intususepsi rektum telah diterima secara luas, tetapi masih
ada kontroversi. Shorvon et al. [5] melaporkan bahwa lebih dari 50% individu
normal mengalami intususepsi pada pemeriksaan sinedefekografi. Mellgren et al.
[6] mengusulkan bahwa tidak semua pasien dengan intususepsi rektal akhirnya
prolaps rektum pada akhirnya.
Selain itu, Parks et al. [7] mengemukakan teori cedera saraf perineal. Pada
tahun 1977, mereka melakukan biopsi pada dasar panggul pasien yang menjalani
perbaikan posterior penyakit fekal inkontinensia dan prolaps rektum, dan cedera
pada saraf perineum secara histologis. Mereka menjelaskan bahwa penyebab
prolaps rektum adalah melemahnya otot-otot dasar panggul karena cedera saraf
perineum. Cedera saraf perineum juga menyebabkan fekal inkontinensia.
Kemungkinan penyebab cedera saraf adalah karena turunnya dasar panggul,
persalinan pervaginam, atau mengejan berlebihan saat buang air besar. Pada
pasien dengan prolaps rektim yang tidak mengalami inkontinensia, tidak ada bukti
cedera saraf pudendal pada pemeriksaan electromyogram sfingter ani. Dengan
demikian, tampaknya teori ini hanya berlaku untuk pasien prolaps rektum dengan
fekal inkontinensia. Selain itu, relaksasi ligamen lateral dan inersia otot-otot dasar
panggul masih diduga sebagai penyebab lain untuk prolaps rektum [8].
GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSA KLINIS
Gejala yang paling sering adalah adanya penonjolan, pendarahan, sering buang air
besar, dan tenesmus. Pada fase awal, penonjolan hanya tampak selama buang air
besar, dan dalam waktu tertentu, penonjolan kemudian menjadi lebih sering
muncul dan menjadi berat. Gejala seperti batuk atau bersin, juga dapat
menginduksi peningkatan tekanan abdominal. Gejala umum lainnya adalah fekal
inkontinensia dan keluarnya lendir melalui anus. Pada kebanyakan pasien,
menurunnya tekanan rektum selama masa istirahat dan relaksasi sfingter
analmenyebabkan keluarnya lendir. Pendarahan sering terjadi pada kasus-kasus di
mana prolaps rektum tidak diatasi. Jika pendarahan atau strangulasi yang berat
terdeteksi, perawatan darurat harus segera diberikan. Jika prolaps rektum menetap
untuk waktu yang lama, gangguan urologis, seperti batu kandung kemihatau
striktur uretra, dapat jugaterjadi. Gangguan pada dasar panggul, seperti prolaps
buli atau prolaps uterus, mungkin juga terjadi[9]. Dalam kasus yang seperti itu,
terapi harus diarahkan tidak hanya pada prolaps rektum tetapi juga pada gangguan
dasar panggul.
Prolaps dubur dapat didiagnosis dengan mudah di klinik rawat jalan
dengan anamnesis dan memeriksa bentuk penonjolan. Pada kasus prolaps total,
dinding rektum dengan kongesti mukosa dan edema menonjol ke anus sepanjang
8-15 cm. Dalam beberapa kasus prolaps sebagian atau prolaps occult,
sinedefekografi sangat membantu proses diagnostik. Rektum berbentuk corong
dipisahkan dari sakrum dan berfluktuasi secara berlebihan, dan selama mengejan,
membentuk kantong berbentuk cincin. Selain itu, pada kasus prolaps dubur yang
khas, sigmoid yang panjang dan cavum douglas yang dalam juga diamati. Tes
fisiologis anorektal, seperti anal manometry, electromyography, atau pengukuran
waktu transit kolon, juga digunakan.
TINDAKAN BEDAH
Prolaps dubur hanya dapat dikoreksi sepenuhnya melalui prosedur operasi.
Meskipun demikian, sebagian besar pasien berusia tua, dengan keadaan umum
yang buruk. Dengan demikian, selama fase akut, perawatan nonoperatif seperti
obat yang mengurangi edema, menghentikan konstipasi, latihan perineum untuk
mengejan, simulasi listrik, injeksi zat sklerotik, atau ligasi pita karet dicoba.
Biofeedback sangat membantu untuk pemulihan fungsional setelah operasi, tetapi
tidak cocok sebagai yangprosedur utama pengobatan [10].
Prosedur bedah untuk prolaps rektum sangat beragam. Namun,tujuan akhir
pengobatan adalah untuk mencegah terjadinya prolaps, memulihkanfungsi buang
air besar, dan untuk mencegah sembelit atau inkontinensia.Untuk mencapai tujuan
tersebut, diperlukan diseksi atau fiksasi yang luas. Untuk mencapai tujuan ini,
operasi prosedur melalui abdomen atau perineum sangat penting. Karena itu,
metode bedah sebagian besar dibagi menjadi prosedur melalui abdomen dan
perineum. Prosedur bedah representatif adalah sebagai berikut:
Prosedur perineal
Pada awal abad ke-20, prosedur operasi melalui perineum merupakantindakan
operasiutama. Pada tahun 1891, Thiersch di Jerman menyarankan prosedur
“encirclement”, yaitu prosedur di mana prostesis dimasukkan di sekitar anus, yang
berguna untuk mempersempit lubang anus. Pada tahun 1900, Delorme di Perancis
melaporkan suatu metode yang reseksi mukosa rektum yang membentuk kolom
dan dilakukan pelapisan lapisan yang berotot. Reseksi perineal kolon-rektum
sigmoid dilaporkan untuk yang pertama kalinya pada tahun 1889 oleh Mickulicz
dan kemudian dilaporkan oleh Miles pada tahun 1933 dan oleh Gabriel et al. pada
tahun 1948; menjadi dikenal secara luas pada tahun 1971 karena Altemeier [11].
Hasil prosedur perineum ditunjukkan pada Tabel 2.
Prosedur Thiersch
Prosedur ini sering dilakukan pada pasien dengan usia tua atau risiko tinggi. Ini
adalah prosedur sederhana yang menggunakan prothesis yang mempersempitanus.
Prosedur Thiersch dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal, dan
kepuasan pasien relatif tinggi. Prosedur ini dilaporkan untuk pertama kalinya oleh
Thiersch [12], sebuah kawat perak digunakan sebagai prostesis. Saat ini, karena
adanya ulkus dan komplikasi lainnya, sebagai ganti dari kawat digunakan jahitan
dan nilon, dacron, silastic, teflon, dan silikonbahan karet. Jika lubang anus terlalu
sempit, impaksi tinja dapat terjadi. Setelah operasi, terjadinya infeksi luka relatif
umum, dan jika infeksi menjadi semakin berat, prothesis harus segera
disingkirkan. Setelah penyembuhan luka, prothesis dapat dimasukkan kembali.
Karena dilakukan secara selektif pada kelompok risiko tinggi, hasil dari tindak
lanjut jangka panjang jarang terjadi, dan angkakekambuhan dalam literatur
diperkirakan sekitar 30-50% [13-16]. Baru-baru ini, alih-alih menggunakan
prosedur Thiersch saja, dilakukan kombinasi dengan prosedur perineum lain
dalam banyak kasus.
Prosedur delorme
Prosedur Delorme membukapenyempitan berlebihan dari mukosa rektum,
membuat lapisan otot rektum terbuka, dan kemudian menjahit mukosa anorektal
[17]. Komplikasi prosedur ini yang telah dilaporkan adalah, perdarahan,
hematoma, dehiscence luka yang lama, dan stenosis. Angka mortalitas adalah 0-
4%, dan tingkat kekambuhan adalah 4-38% [18-23]. Setelah operasi, karena
rektum tidak melekat pada sakrum, telah dilaporkan tingkat rekurensi yang tinggi,
dibandingkan dengan prosedur lain. Karena prosedur ini tidak memerlukan
tindakan memasuki rongga abdomen, sehingga dapat dilakukan dengan relatif
aman; dengan demikian, itu bisa diterapkan untuk pasien usia lanjut yang berisiko
tinggi. Hasil fungsional yang dihasilkan oleh plikamuskularis untuk mengontrol
buang air besar masih kontroversial. Salah satu alasan terjadinya rekurensi adalah
tidak cukupnya reseksimukosa rektum, tetapi tidak ada konsensus yang membahas
tentang panjang optimal reseksi mukosa. Banyak ahli bedah berdasarkan
pengalaman menggambarkannya sebagai daerah yang tidak lagi mengalami
herniasi dan ketegangan dirasakan saat mukosa yang direseksi ditarik. Namun, hal
ini tidak bersifat objektif dan, karenanya, sangat membingungkan. Pada kasus
prolaps rektum total, penulis umumnya melakukan reseksi sepanjang 15-20 cm.
Prosedur Gant-Miwa
Pada tahun 1920-an, Gant melakukan permohonan untuk melakukan
prosedurplikasi untuk kasus penyempitan mukosa rektum untuk pertama kalinya,
tetapi tidak diterima secara luas. Oleh karena itu, hasil dari prosedur ini jarang
ditemukan di literatur berbahasa Inggris. Pada tahun 1960, seorang ahli bedah
Jepang, Miwa memperkenalkan sebuah prosedur untuk melakukan prosedur
plikasi dan prosedur Thiersch secara bersamaan, dan prosedur tersebut kemudian
menjadi prosedur yang paling populer untuk prolaps rektum di Jepang [11].
Dengan menggunakan benang 3-0 yang dapat diserap, dilakukan tindakan plikasi
pada mukosa yang mengalami herniasi dengan cara ligasi mukosa, lapisan otot
dijahit 20-40 kali membentun sebuah kacang, dan pembukaan anus dipersempit
dengan menggunakan prostesis. Untuk mencegah tukak mukosa,
direkomendasikan dilakukan ligasi berjarak 5 mm . Pada tahun 2003, Yamana dan
Iwadare [32] melaporkandata Jepang yang menunjukkan bahwa tanpa adanya
komplikasi yang signifikan, tingkat rekurensi adalah 23% dan kepuasan pasien
adalah 81,3%. Di Korea, ada beberapa laporan tentang prosedur ini. Lim et al.
[33] melaporkan tingkat rekurensi 6% dalam 50 kasus. Kim et al. [34] melaporkan
prosedur yang dimodifikasi di mana levatoplasti dilakukan pada dinding rektum
posterior dan prosedur Gant-Miwa dilakukan secara bersamaan untuk area
anterior.
Pendekatan Abdominal
Rectopexy
- Jahitan rectopexy
Jahitan rectopexy yang dilaporkan oleh Cutait pada tahun 1959 merupakan
metode paling sederhana di antara prosedur dengan pendekatan abdominal [35].
Ini adalah sebuah metode untuk menarik rektum secukupnya dan memfiksasinya
ke sacrum atau fascia dengan menggunakan jahitan yang tidak terserap tubuh
(non-absorbable). Prinsipnya adalah bahwa setelah penjahitan, fibrosis dan adhesi
terjadi; sehingga rektum terfiksasi. Tingkat kekambuhan sekitar 3 (0 27%) [36-
38]. Gangguan inkontinensia feses meningkat dalam banyak kasus, tetapi hasil
akhir berupa gejala sembelit masih kontroversial.
- Prosthetic rectopexy
Prosedur Ripstein diperkenalkan pada 1965, dan sudah digunakan secara luas di
Amerika Serikat. Teflon, lex, dan goretex digunakan sebagai bahan sling.
Prosedur Ripstein asli memobilisasi rektum yang berlebihan dan menariknya dan
menjahit mesh dengan jarak 4-5 cm ke tulang sakral dan dinding rektum anterior
di tingkat S2-3. Jika traksi rektum tidak adekuat, maka kemungkinan kekambuhan
tinggi. Selain itu, jika area antara sakrum dan rektum menyempit berlebihan,
konstipasi akan berkembang. Dengan demikian, penting untuk menjaga jarak 1-2
cm. Metode dimodifikasi untuk memasang mesh ke sakrum dengan jahitan atau
staples dan untuk mengekspos bagian dari dinding anterior rektum.Dalam
literatur, tingkat kekambuhan adalah 0-13%, dan angka kematian adalah 0-2,8%
(Tabel 3) [39-44]. Komplikasi intraoperatif, seperti perdarahan dan hematoma di
pleksus vena sakralis telah dilaporkan dan sering berkembang pada pria dengan
rongga panggul yang sempit. Sebagai komplikasi selanjutnya, striktur rektum
masih menjadi permasalahan. McMahan dkk. [45] melaporkan bahwa terjadinya
penyempitan rektum bisa dicegah dengan menggunakan goretex dan
memperlihatkan bagian anterior dinding rektum dengan menggunakan prosedur
yang dimodifikasi.
Prosedur laparoskopi
Kolektomi laparoskopi telah dilakukan sejak awal 1990-an. Saat ini, operasi
laparoskopi untuk prolaps rektum telah diterima luas. Prinsip-prinsip prosedur
bedah ini seperti fiksasi atau reseksi, mirip dengan laparotomi. Operasi
laparoskopi memiliki banyak keuntungan, seperti seperti pemulihan lebih awal,
rawat inap lebih pendek, lebih cepat kembali bekerja, hasil kosmetik yang unggul,
dan lebih sedikit merasakan sakit pasca operasi. Prosedur yang biasanya
dilakukan adalah prosedur fiksasi, diseksi rektum posterior dan memperbaikinya
dengan mesh, atau sigmoid colectomy (Tabel 6). Dalam banyak laporan pada
berbagai literatur termasuk penelitian meta-analisis, dibandingkan dengan
laparatomi operasi laparaskkopi kolektomi membutuhkan waktu lebih lama
sekitar 1 jam, masa rawat inap lebih pendek sekitar 3,5 hari, serta memiliki tingkat
kekambuhan dan komplikasi yang tidak jauh berbeda [60-72]. Di Korea, Yoon
dkk[73] membandingkan fiksasi rektum laparaskopik menjadi laparatomi pada 37
pasien dan melaporkan hasil operasi yang setara.
Pemilihan prosedur
KESIMPULAN
KONFLIK KEPENTINGAN
Tidak ada potensi konflik kepentingan yang relevan dengan artikel ini yang
dilaporkan.
TABEL 1. Prosedur bedah untuk prolaps rektum
LARR=laparoscopic resection-rectopexy