Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya sehingga Jurnal
Agrokompleks volume 17 Nomor 1 Januari 2018 dapat terbit.
Tulisan ilmiah hasil-hasil penelitian yang dimuat dalam edisi ini meliputi budidaya
perikanan, teknologi hasil perikanan, pemanfaatan sumberdaya ikan dan bidang agribisnis
perikanan.
Inkorporasi tepung talas jepang dan tepung agar-agar pada pengolahan produk
pangan dapat meningkatkan sifat fungsional produk pangan tersebut. Penggunaan
konsentrasi optimum penambahan tepung talas jepang dan tepung agar-agar pada
pengolahan bahan pangan perlu dilakukan agar bahan pangan yang dihasilkan tetap
dapat diterima oleh konsumen, demikian kesimpulan Arham Rusli., dkk. Selanjutnya
Ahmad Daud, dkk., melaporkan Warna titik akhir titrasi dengan indikator secang, kulit buah
naga, ekstrak daun jati berturut-turut berwarna: sindur, tidak berwarna, merah tua.
Kombinasi perlakuan F2A1 (filtrat sampel di tambah indikator secang dan larutan
penampung asam borat 3% ditambah indikator tashiro) merupakan perlakuan yang dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif penggunaan indikator alami pada analisa TVB
Nursyahran, dkk., menyimpulkan bahwa hasil penelitian perlakuan perbedaan
komposisi pakan yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap sintasan,
pertumbuhan panjang dan pertumbuhan berat benih ikan lele. Perlakuan pakan dengan
penambahan ampas kelapa sawit + tepung ikan menghasilkan sintasan, pertumbuhan
panjang dan pertumbuhan berat benih ikan lele. Parameter kualitas air yang didapatkan
selama penelitian tetap mendukung sintasan, pertumbuhan panjang dan pertumbuhan
berat benih ikan lele. Ovarium udang air tawar Macrobrachium idae berbentuk oval
dengan ukuran dan warna bervariasi sesuai dengan tingkat kematangannya. Berdasarkan
karakter morfologi, maka kematangan gonad udang betina dapat dibedakan atas empat
tingkat, yaitu: TKG I, TKG II, TKG III, dan TKG IV. Indeks kematangan gonad (IKG) udang
air tawar M. idae meningkat seiring dengan peningkatan Tingkat Kematangan Gonad
(TKG). Nilai IKG udang air tawar M. idae rata-rata berkisar 0,213 – 7,429 %. Berdasarkan
nilai IKG ini, menunjukkan bahwa udang air tawar M. idae dapat memijah lebih dari satu kali
dalam setahun demikian salah satu kesimpulan penelitian yang dilaksanakan Andi Yusuf,
dkk.,
Syatir Suaib, dkk., melaporkan Jenis ikan yang tertangkap pada terumbu karang
alami (coral reef) adalah ikan kaka tua (Scarus croicensis) famili Scaridae, ikan Triger
(Rhinecanthus verrucosus) famili Balistidae, ikan Titang (Acanthurus spp) famili
Acanturidae dan Ikan Lepu (Scorpaenopsis diabolus) famili Scorpaenidae. Selanjutnya
Hasri, dkk., dalam penelitiannya menyumpulkan bahwa Tepung ubi jalar ungu dapat
dijadikan sebagai bahan pengikat pada pembuatan nugget udang. Penggunaan ubi jalar
ungu sebagai substitusi tepung tapikoka pada pembuatan nugget udang dapat dilakukan
sampai konsentrasi 20%. Tingkat penerimaan konsumen terhadap produk nugget udang
yang menggunakan ubi jalar ungu sebagai bahan pengikat dengan konsentrasi 20%
berdasarkan uji organoleptik berada pada kisaran suka untuk semua parameter.
Rimal Hamal, dkk., melaporkan sintasan benur udang putih dengan perlakuan
substrat yang berbeda, sintasan tertinggi dicapai pada perlakuan B (Substrat pasir) yaitu
80%, disusul perlakuan A (Substrat tanah mangrove) yaitu 75% dan terendah pada
perlakuan C (Substrat plastik) yaitu 70%. Suhu air pada tiap perlakuan memperlihatkan
kisaran nilai sebesar 26,9°C-32°C. Rataan pH air pada tiap perlakuan memiliki kisaran nilai
8,2 – 8,77. kandungan oksigen terlarut pada tiap perlakuan menunjukkan rataan nilai yang
bervariasi antara 5,37 ppm – 7,28 ppm. Nilai salinitas air berkisar antara 30‰ – 34‰

Redaktur
Daftar Isi Halaman
Komposisi Kimia Terrine Yang Diinkorporasi Dengan Tepung Talas
Jepang Dan Agar-Agar
1 1-6
Arham Rusli, Syamsuar, A. Muh. Yuslim Patawari dan Fifi Arfini

Pengembangan Prosedur Analisis Total Volatil Bases Dengan


Menggunakan Indikator Alami
2 7-13
Ahmad Daud, Sahriawati dan Suriati

Pemanfaatan limbah ampas kelapa sawit sebagai bahan baku pakan


untuk pertumbuhan dan sintasan Benih ikan lele
3 14-21
Nursyahran dan Buana Basir

Tingkat Kematangan Gonad Dan Indeks Kematangan Gonad Udang


Air Tawar Macrobrachium Idae Di Danau Tempe Kabupaten Wajo
4 22-25
Andi Yusuf, Luqman Saleh dan Dam Surya Massora

Kajian Eksploitasi Ikan Hias Laut Dengan Memanfaatkan Terumbu


Buatan Sebagai Solusi Rehabilitasi Terumbu Karang Di Kabupaten
Barru
5 26-30
Syatir Suaib, Muh. Nadir dan Usman LT

Substitusi Tepung Tapioka Dengan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea


batatas blackie) Pada Produk Nugget Udang
6 31-35
Hasri, Dina U dan Muhammad Nur

Pengaruh Substrat Yang Berbeda Terhadap Sintasan Udang Putih


Penaeus marguensis
7 36-40
Rimal Hamal, Zaenal Abidin Musa, Fauzian Nurdin dan Nursyahran
KOMPOSISI KIMIA TERRINE YANG DIINKORPORASI DENGAN TEPUNG TALAS
JEPANG DAN AGAR-AGAR

THE CHEMICAL COMPOSITION OF TERRINE INCORPORATED WITH JAPANESE


TARO AND AGAR-AGAR POWDER

Diterima tanggal 8 Agustus 2017, Disetujui tanggal 6 Oktober 2017


1*) 1) 1) 1)
Arham Rusli , Syamsuar , A. Muh. Yuslim Patawari , Fifi Arfini
1)
Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
Email : arhamrusli@mail.polipangkep.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji tentang penambahan tepung talas jepang dan agar-agar pada
pembuatan terrine. Penggabungan tepung talas jepang dan agar-agar pada pembuatan
terrine diharapkan dapat meningkatkan sifat fungsional produk terrine dengan tetap
mempertahankan stabilitas produk. Penelitian bertujuan untuk menganalisis komposisi
kimia terrine yang diinkorporasi dengan tepung talas jepang dan agar-agar. Penelitian
dilaksanakan menggunakan metode permukaan respon dengan rancangan faktorial
tingkat-3 (3-Level Factorial Design). Perlakuan yang diterapkan adalah konsentrasi tepung
talas jepang dan agar-agar. Batas bawah dan batas atas untuk masing-masing perlakuan
adalah 0 dan 5 % sehingga diperoleh perlakuan sebanyak 13 unit. Pengamatan dilakukan
terhadap komposisi kimia terrine meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar
karbohidrat, kadar abu, kadar kalsium, dan kadar serat kasar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan tepung talas dan agar-agar mempengaruhi komposisi
kimia dan meningkatkan kandungan gizi terrine. Penambahan tepung talas jepang dan
agar-agar dapat meningkatkan kadar serat terrine. Demikian pula kadar kalsium terrine
semakin meningkat dengan semakin tingginnya konsentrasi tepung agar-agar.

Kata kunci: agar-agar, inkorporasi, serat kasar, talas jepang, terrine.

ABSTRACT

This study examined the addition of Japanese taro (satoimo) and agar-agar powder in the
making of terrine. The incorporation of satoimo and agar-agar powder in manufacture of
terrine was expected to improve the functional properties of terrine product while
maintaining product stability. The objective of the study was to analyze the chemical
composition of terrine incorporated with satoimo and agar-agar powder. The study was
conducted using a surface response method with 3-Level Factorial Design. satoimo and
agar-agar powder concentration were used as treatment material. The lower limit and
upper limit for each treatment were 0 and 5%, therefore, the treatment obtained by 13 units.
Observations were performed on the chemical composition of the terrine including
moisture, protein, lipid, carbohydrate, ash, calcium, and crude fiber content. The results
showed that the addition of satoimo and agar-agar powder affected the chemical
composition and increased the nutrient content of terrine. The addition of satoimo and agar-
agar powder could increase the crude fiber of terrine. Similarly, the calcium content of
terrine increased with increasing of agar-agar powder concentrations.

Keywords: agar, crude fiber, incorporation, satoimo, terrine

1
Arham Rusli, dkk., Komposisi Kimia Terrine Yang Diinkorporasi Dengan Tepung Talas
Jepang Dan Agar-Agar

PENDAHULUAN pembentuk gel, pengental, stabilizer, dan


homogenizer (Anggadiredja et al., 2008).
Terrine merupakan salah satu produk Penggabungan tepung talas jepang
olahan berbahan dasar daging ikan yang dan agar-agar pada pembuatan terrine
berasal dari Perancis. Prinsip pengolahan diharapkan dapat meningkatkan kandungan
terrine hampir sama dengan pengolahan nutrisi dan sifat fungsional terrine, serta
produk berbahan dasar daging ikan lainnya tetap dapat diterima konsumen secara
seperti nugget dan kaki naga. organoleptik.
Perbedaannya terletak pada proses
pemasakannya, dimana terrine dimasak TUJUAN PENELITIAN
dengan cara dipanggang.
Bahan tambahan yang digunakan Penelitian ini bertujuan untuk
pada pembuatan terrine antara lain; tepung menganalisis komposisi kimia terrine
maizena, telur dan susu. Untuk berbahan baku surimi ikan bandeng yang
meningkatkan nilai fungsional atau manfaat diinkorporasi dengan tepung talas jepang
bagi kesehatan dari produk terrine, maka dan agar-agar.
perlu dilakukan penambahan bahan
tambahan pada proses pembuatannya, METODE PENELITIAN
seperti tepung talas jepang dan agar-agar. Bahan dan Metode
Penggunaan talas jepang sebagai Bahan
bahan tambahan pangan telah dilakukan Bahan yang digunakan pada
pada produk kue kering, kue basah, roti dan penelitian ini antara lain; ikan bandeng,
mie (Eliantosi dan Darius, 2015; Alcantara et tepung maizena, tepung talas jepang,
al., 2013). Penggunaan talas pada berbagai tepung agar-agar, susu tawar, telur ayam,
produk makanan bertujuan untuk merica bubuk, saus tomat dan garam.
meningkatkan fungsionalitas atau manfaat Tepung talas jepang diperoleh dari PT.
kesehatan dari produk makanan tersebut. Satoimo Sulawesi, Makassar, dan bahan
Hal ini disebabkan karena talas, baik pada lainnya diperoleh dari pasar tradisional dan
umbi segar maupun dalam bentuk tepung swalayan. Selain itu digunakan beberapa
memilki kandungan gizi yang bermanfaat bahan kimia untuk pengujian komposisi
bagi kesehatan seperti kandungan mineral, kimia terrine yang diperoleh dari toko bahan
komponen fitokimia, asam hialuronat dan kimia.
asam amino (Eliantosi dan Darius, 2015; Prosedur Pembuatan Terrine
Alcantara et al., 2013; Mbofung et al., 2006). Pembuatan terrine dilakukan dengan
Selain memiliki beberapa kelebihan dalam prosedur sebagai berikut :
komposisi kimianya, umbi talas jepang 1) Ikan bandeng dibersihkan dan
sangat minim dalam kandungan kalsium, disiangi, kemudian dipisahkan
besi dan phospor, sehingga dalam proses daging dari tulangnya.
pengolahan bahan pangan perlu dilakukan 2) Daging ikan bandeng dibilas
penggabungan talas dengan bahan pangan
menggunakan larutan air garam
lainnya (Mergedus et al., 2015).
Salah satu bahan pangan yang dengan konsentrasi 0.3% yang
bersumber dari hasil ekstraksi rumput laut ditambahkan dengan es hingga
yang mengandung sejumlah nutrisi mikro suhu mencapai 5-10°C. Pembilasan
yang berpotensi untuk digabungkan dengan dilakukan sebanyak 5 kali, dimana
tepung talas jepang dalam pembuatan masing – masing pembilasan
terrine adalah agar-agar. Beberapa nutrisi dilakukan selama 15 menit. Selama
mikro yang dikandung oleh agar-agar pembilasan dilakukan pengadukan
antara lain; kalsium, phospor, besi, sodium,
agar pembilasan sempurna.
potasium, thiamin, riboflavin dan niasin
adalah (Angka dan Suhartono, 2000). 3) Daging ikan bandeng yang telah
Pemanfaatan agar-agar sebagai bahan dibilas disaring menggunakan kain
baku maupun bahan tambahan makanan saring dan dipress untuk
telah banyak dilakukan. Hal ini disebabkan memisahkan kandungan airnya.
karena agar dapat berfungsi sebagai 4) Daging ikan bandeng ditambahkan
2
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

gula pasir sebanyak 3% dan HASIL DAN PEMBAHASAN


dimasukkan ke dalam plastik untuk Komposisi kimia terrine berbahan
dibekukan sebelum digunakan. dasar surimi ikan bandeng yang
5) Daging ikan bandeng ditimbang diinkorporasi dengan tepung talas jepang
sebanyak 1 kg dan dilumatkan dan tepung agar-agar disajikan pada
menggunakan food processor. Tabel 1, sedangkan hasil analisis
keragaman komposisi kimia terrine yang
6) Daging ikan lumat ditambahkan
diinkorporasi dengan tepung talas jepang
susu tawar 24,6% (b/b) , telur yang dan tepung agar-agar disajikan pada
telah dikocok 20% (b/b), tepung Tabel 2.
maizena 3,8% (b/b), tepung talas
jepang dan tepung agar sesuai Ta b e l 1 . K o m p o s i s i k i m i a t e r r i n e
konsentrasi perlakuan. Kemudian berdasarkan perlakuan
dihomogenkan menggunakan food konsentrasi tepung talas
processor. jepang dan tepung agar-agar
7) Adonan terrine ditambahkan bumbu Perlakuan Komposisi Kimia
dan penyedap rasa berupa A B Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7
garam1,5% (b/b), saus tomat3,5% 0 0 70,65 10,76 8,47 7,20 1,38 1,31 8.784,72
(b/b) dan merica bubuk 0.2 % (b/b) 0 2,5 65,03 16,37 7,49 6,87 1,65 2,23 6.225,00
0 5 63,27 16,45 7,10 6,19 2,38 4,45 11.953,40
dan dihomogenkan. 2,5 0 67,32 13,90 8,19 6,98 1,69 1,74 4.392,95
8) Adonan dicetak pada cetakan 2,5 2,5 69,73 10,58 7,31 6,97 1,56 4,12 10.359,20
2,5 5 52,19 27,04 7,02 6,51 2,28 2,90 9.574,03
persegi panjang yang sebelumnya 5 0 63,89 17,68 7,29 7,08 1,71 2,07 4.977,92
telah diolesi mentega dan tepung 5 2,5 60,48 18,07 7,11 6,33 1,70 5,64 11.746,60
terigu. 5 5 53,01 25,52 6,78 6,57 2,12 6,28 10.475,50

9) Adonan dalam cetakan dipanggang Keterangan: A = Konsentrasi Tepung


pada suhu 180°C selama ± 45 menit. Talas Jepang (%), B =
10) Te r r i n e y a n g t e l a h m a t a n g Konsentrasi Tepung Agar-Agar
dikeluarkan dari cetakan dan (%),,Y1 = Kadar air (%), Y 2 =
didinginkan untuk selanjutnya Kadar Karbohidrat (%), Y3 =
dilakukan pengujian komposisi Kadar Protein (%),Y4 = Kadar
kimianya. Lemak (%), Y5 = Kadar Abu
(%), Y6 = Kadar Serat (%),
Y 7 = Kadar Kalsium (mg
Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Ca/100gr)
Penelitian dilaksanakan
menggunakan metode permukaan respon
Pada Tabel 2, menunjukkan bahwa
dengan rancangan faktorial tingkat-3 (3-
perlakuan konsentrasi tepung talas jepang
Level Factorial Design). Perlakuan yang
hanya mempengaruhi kadar air, protein dan
diterapkan adalah konsentrasi tepung talas
serat terrine, sedangkan perlakuan
jepang dan tepung agar-agar. Batas bawah
konsentrasi tepung agar-agar
dan batas atas untuk masing-masing
mempengaruhi seluruh komposisi kimia
perlakuan adalah 0 dan 5 % sehingga
terrine yang diuji. Sementara interaksi antar
diperoleh perlakuan sebanyak 13 unit.
perlakuan hanya memberikan pengaruh
Pengamatan dilakukan terhadap komposisi
yang nyata kadar protein terrine. Hal ini
kimia terrine yang dihasilkan meliputi kadar
menunjukkan bahwa dari seluruh
air, kadar protein, kadar lemak, kadar
komposisi kimia terrine, kadar protein
karbohidrat, kadar abu, kadar kalsium, dan
merupakan komposisi kimia yang paling
kadar serat kasar. Data hasil penelitian
dipengaruhi oleh penambahan tepung talas
pengaruh penambahan tepung talas jepang
jepang dan tepung agar-agar
dan tepung agar-agar pada pembuatan
terrine diolah menggunakan software
Design Expert.

3
Arham Rusli, dkk., Komposisi Kimia Terrine Yang Diinkorporasi Dengan Tepung Talas
Jepang Dan Agar-Agar

Tabel 2. Hasil analisis keragaman 0,2% (Angka dan Suhartono, 2000).


komposisi kimia terrine Penambahan tepung talas jepang dan
berdasarkan perlakuan tepung agar-agar berpengaruh nyata
konsentrasi tepung talas jepang terhadap kadar serat terrine, dimana
dan tepung agar-agar semakin tinggi konsentrasi penambahan
tepung talas jepang dan tepung agar-agar
Parameter Sumber Jumlah Kuadrat Fhitung Nilai-p menyebabkan kadar serat cenderung
A 77,54 6,37 0,04 semakin meningkat (Tabel 1). Hal ini
B 185,82 15,26 0,01 disebabkan karena tepung talas jepang dan
Kadar Air A*B 3,06 0,25 0,63 tepung agar-agar merupakan sumber serat
A2 13,18 1,08 0,33 pangan yang baik. Sebagai sumber serat
B2 74,24 6,10 0,04
A 0,59 37,55 0,00 pangan, tepung talas jepang memiliki
B 1,55 98,82 0.00 kandungan serat sekitar 1,87% - 2,15%
Kadar Protein A*B 0,18 11,79 0,01 (Chinnasarn dan Manyasi, 2010; Hossain,
A2 0,03 1,66 0,24
B2 0,12 7,60 0,03
2016). Sedangkan Kadar serat pangan
A 0,013 0,25 0,63 tepung agar-agar komersial adalah sebesar
Kadar Lemak
B 0,66 12,71 0,01 5,88% (Nurjanah et al., 2007). Hasil
A 52,16 3,93 0,09 penelitian Ramadhan dan Trilaksani (2017)
B 118,55 8,94 0,02
Kadar Karbohidrat A*B 1,16 0,09 0,78
menunjukkan bahwa peningkatan
A2 11,61 0,88 0,38 konsentrasi tepung agar-agar pada
B2 77,59 5,85 0,05 pembuatan selai jambu lembaran secara
A 2,40x10-3 0,05 0,83 umum meningkatkan kandungan serat
B 0,67 13,90 0,01
Kadar Abu A*B 0,09 1,81 0,22 pangan. Hal yang sama juga dilaporkan oleh
A2 1,03x10-3 0,02 0,89 Khairunnisa et al. (2015) pada pembuatan
B2 0,30 6,24 0,04 fruit leather semangka dengan penambahan
A 6,00 6,07 0,03 tepung agar-agar. Serat yang dikandung
Kadar Serat
B 12,07 12,21 0,01
A 9349,65 2,30x10-3 0,96 oleh bahan pangan terdiri atas dua jenis
Kadar Kalsium yaitu serat tidak larut dan serat larut,
B 3,20x107 7,86 0,02
masing-masing jenis serat tersebut memiliki
beberapa khasiat bagi kesehatan. Serat
Pengaruh penambahan tepung talas jepang tidak larut seperti selulosa, hemiselulosa,
dan tepung agar-agar terhadap kandungan dan lignin berkhasiat mencegah konstipasi,
protein terrine menunjukkan bahwa mempercepat waktu transit feses, dan
semakin tinggi konsentrasi penambahan mencegah radang usus. Sedangkan serat
tepung talas jepang dan tepung agar-agar larut seperti pektin, agar-agar, dan gum
maka kadar protein cenderung semakin berkhasiat menurunkan kolesterol darah,
menurun (Tabel 1). Hal ini disebabkan menurunkan kadar glukosa darah,
karena tepung talas jepang dan tepung mencegah kanker kolon dan mencegah
agar-agar termasuk bahan pangan yang diare (Khomsan dan Anwar, 2008)
memiliki kandungan protein yang rendah, Selain kadar protein dan serat, kadar
sehingga penambahan pada pengolahan air terrine juga merupakan parameter kimia
terrine tidak memberikan sumbangsih yang dipengaruhi oleh penambahan tepung
terhadap kandungan protein terrine talas jepang dan tepung agar-agar.
tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Peningkatan konsentrasi tepung talas
Aprianita et al (2009) bahwa kandungan jepang dan tepung agar-agar pada
protein tepung talas jepang berkisar 6,28%. pembuatan terrine cenderung menurunkan
Hal yang sama dilaporkan oleh Hossain kadar air terrine yang dihasilkan (Tabel 1).
(2016) bahwa tepung talas jepang memiliki Kadar air yang rendah dari suatu bahan
kandungan protein sebesar 4,85%. Himeda pangan olahan diperlukan agar produk tetap
et al. (2014) telah melaporkan bahwa stabil selama penyimpanan. Hal ini
peningkatan konsentrasi tepung talas pada disebabkan karena bahan pangan dengan
pembuatan biskuit cenderung menurunkan kadar air tinggi, akan lebih mudah rusak
kadar protein produk tersebut. Selain dibandingkan dengan bahan pangan yang
karbohidrat, agar-agar juga mengandung berkadar air rendah (Winarno, 1991).
protein dalam jumlah kecil yaitu sebanyak Pengaruh penambahan tepung talas jepang
4
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

dan tepung agar-agar terhadap penurunan KESIMPULAN


kadar air terrine ini disebabkan karena Penambahan tepung talas jepang dan
penambahan tepung talas jepang dan tepung agar-agar pada pembuatan terrine
tepung agar-agar membawa sejumlah mempengaruhi komposisi kimia produk
padatan terlarut yang mengikat sejumlah air tersebut. Kombinasi penambahan tepung
yang terdapat pada bahan pembuatan talas jepang dan tepung agar-agar dapat
terrine. meningkatkan kandungan nutrisi mikro
Penambahan tepung agar-agar pada terrine terutama kadar serat dan kalsium.
pembuatan terrine juga berpengaruh nyata Dengan demikian inkorporasi tepung talas
pada kadar karbohidrat, abu, dan kalsium jepang dan tepung agar-agar pada
(Tabel 2). Peningkatan konsentrasi tepung pengolahan produk pangan dapat
agar-agar pada pembuatan terrine secara meningkatkan sifat fungsional produk
signifikan meningkatkan kadar karbohidrat, pangan tersebut. Penggunaan konsentrasi
abu, dan kalsium. Pengaruh penambahan optimum penambahan tepung talas jepang
tepung agar-agar pada kadar karbohidrat dan tepung agar-agar pada pengolahan
terrine disebabkan karena agar-agar bahan pangan perlu dilakukan agar bahan
merupakan senyawa polisakarida yang pangan yang dihasilkan tetap dapat diterima
memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. oleh konsumen.
Angka dan Suhartono (2000) menyatakan
bahwa kandungan kimia utama pada agar- UCAPAN TERIMA KASIH
agar adalah polisakarida atau karbohidrat Terima kasih penulis sampaikan
dengan kandungan sebanyak 15,0%. kepada Direktur Politeknik Pertanian Negeri
Namun karbohidrat pada agar-agar tidak Pangkajene Kepulauan beserta jajarannya
memiliki nilai gizi karena jenis karbohidrat dan Ketua Pusat Penelitian dan Pengabdian
yang dikandung merupakan senyawa yang Masyarakat Politeknik Pertanian Negeri
sukar dicerna. Pangkajene Kepulauan yang telah
Peningkatan kadar abu dan kalsium menyiapkan dana untuk pelaksanaan
terrine akibat penambahan tepung agar- penelitian ini melalui anggaran Biaya
agar disebabkan karena agar-agar Operasional Perguruan Tinggi Negeri
mengandung sejumlah garam-garam (BOPTN).
mineral terutama kalsium. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Angka dan Suhartono DAFTAR PUSTAKA
(2000) bahwa agar-agar mengandung
sejumlah nutrisi mikro diantaranya kalsium, Alcantara, R.M., Hurtada, W.A. dan Dizon,
phospor, besi, sodium, potasium, thiamin, D.I. 2013. The nutritional value and
riboflavin dan niasin. Kandungan kalsium phytochemical components of taro
agar cukup tinggi jika dibandingkan dengan [Colocasia esculenta (L.) Schott]
mineral lainnya. powder and its selected processed
Selain meningkatkan beberapa foods. Journal of Nutrition & Food
kandungan gizi produk terrine, penambahan Sciences 3(3):
tepung agar-agar juga berpengaruh pada Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwoto, H
penurunan kadar lemak terrine. Hal ini dan Istini, S. 2008. Rumput Laut;
disebabkan karena tepung agar-agar Pembudidayaan, Pengolahan, &
memiliki kandungan lemak yang rendah. Pemasaran Komoditas Perikanan
Penurunan kadar lemak terrine karena Potensial. Cet. IV. Penebar Swadaya,
penambahan tepung agar-agar ini akan Jakarta.
berdampak baik terhadap konsumen karena Angka, S.L. dan Suhartono, M.T. 2000.
dewasa ini konsumen cenderung memilih Bioteknologi Hasil Laut. PKSPL-IPB,
bahan pangan yang rendah lemak. Bogor. pp. 52-60.
Anggadiredja et al. (2008) menyatakan Aprianita, A., Purwandari, A., Watson, B dan
bahwa penambahan tepung agar-agar pada Vasiljevic, T. 2009. Physico-chemical
pembuatan sosis bertujuan untuk mereduksi properties of fours and starches from
lemak dan kolesterol. selected commercial tubers available
in Australia. International Food
Research Journal 16: 507-520.
5
Arham Rusli, dkk., Komposisi Kimia Terrine Yang Diinkorporasi Dengan Tepung Talas
Jepang Dan Agar-Agar

Chinnasarn, S dan Manyasi, R. 2010. Mergedus, A., Kristl, J., Ivancic, A., Sober,
Chemical and Physical Properties of A., Sustar, V., Krizan, T. dan Lebot, V.
Taro Flour and the Application of 2 0 1 5 . Va r i a t i o n o f m i n e r a l
Restructured Taro Strip Product. composition in different parts of taro
World Applied Science Journal Vol. (Colocasia esculenta) corms. Food
9(6): 600-604. Chemistry 170: 37-46.
Eliantosi dan Darius. 2015. Karakteristik Nurjanah, Suptijah, P. dan Rani, L. 2007.
fisik, kimia, dan organoleptik mie Pembuatan tepung puding instan
mosaf (modified satoimo flour) karagenan. Buletin Teknologi Hasil
(Colocasia esculenta). Agritepa Perikanan Vol. 10(1): 59-69.
1(2):188-194. Ramadhan, W dan Trilaksani, W. 2017.
Himeda, M., Yanou, N.N., Fombang, E., Formulasi hidrokolid-agar, sukrosa
Facho, B., Kitissou, P., Mbofung, dan acidulant pada pengembangan
C.M.F. dan Scher, J. 2014. Chemical produk selai lembaran. Jurnal
composition, functional and sensory Pengolahan Hasil Perikanan
characteristics of wheat-taro Indonesia Vol. 20(1): 95-108.
composite flours and biscuits. Journal Wang, J.K. dan Higa, S. 1983. Taro, a review
of Food Science and Technology Vol. of Colocasia esculanta and its
51(9): 1893–1901. potentials. University of Hawaii Press.
Hossain, M.B. 2016. Effect of taro flour Honolulu.
addition on the functional and Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi.
physiochemical properties of wheat Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
flour and dough for the processing of
bread. Nutrition & Food Science
International Journal Vol. 1(2): 1-4.
James, E.O., Peter, I.A., Charles, N.I. dan
Joel, N. 2013. Chemical composition
and effect of processing and flour
particle size on physicochemical and
organoleptic properties of cocoyam
(Colocasia esculenta var. esculenta)
flour. Nigerian Food Journal 31(2):
113-122.
Jane, J., Shen, L., Chen, J., Lim, S.,
Kasemsuwan, T., dan Nip, W.K. 1992.
Physical and chemical studies of taro
starches and flours. Cereal Chemistry
69(5): 528-535.
Khairunnisa, A., Atmaka, W dan Widowati,
E. 2015. Pengaruh penambahan
hidrokoloid (CMC dan agar-agar
tepung) terhadap sifat fisik, kimia, dan
sensoris fruit leather semangka
(Citrullus lanatus (thunb.) Matsum. Et
Nakai). Jurnal Teknosains Pangan
Vol. 4(1): 1-9.
Khomsan, A dan Anwar, F. 2008. Sehat Itu
Mudah, Wujudkan Hidup Sehat
dengan Makanan Tepat. Penerbit
Hikmah (PT. Mizan Publika). Jakarta.
Mbofung, C.M.F., Aboubakar, Njintang, Y.N.,
Bouba, A.A. dan Balaam, F. 2006.
Physicochemical and functional
properties of six varieties of taro
(Colocasia esculanta L. Schott) flour.
Journal of Technology 4(2): 135-142.
6
PENGEMBANGAN PROSEDUR ANALISIS TOTAL VOLATIL BASES DENGAN
MENGGUNAKAN INDIKATOR ALAMI

DEVELOPMENT OF ANALYSIS PROCEDURE FOR TOTAL VOLATILE BASE USING


NATURAL INDICATORS

Diterima tanggal 8 Agustus 2017, Disetujui tanggal 6 Oktober 2017


1 1 1
Ahmad Daud , Sahriawati , Suriati
1
Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

ABSTRAK
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan metode pengukuran tingkat kesegaran
ikan yang cepat dan dapat diandalkan. Berbagai metode telah digunakan untuk mengukur
perubahan postmortem pada kualitas sensori, kimia dan mikrobiologi ikan. Salah satu
metode analisis yang menggunakan indikator yaitu analisis Total Volatil Base Nitrogen
(TVB-N), sebagai salah satu analisis untuk menguji kemunduran mutu ikan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan ekstrak secang, ekstrak daun jati, ekstrak kulit buah
naga sebagai indikator alami dalam analisis TVB-N. Penelitian ini bersifat eksperimental,
dengan subjek penelitian adalah indikator alami ; ekstrak kayu secang, ekstrak daun jati,
ekstrak kulit buah naga. Objek dalam penelitian ini adalah titik akhir titrasi pada analisa
TVB, ketepatan dan kecermatan penggunaannya dalam analisa TVB-N. Hasil penelitian
menunjukkan warna titik akhir titrasi dengan indikator secang, kulit buah naga, ekstrak
daun jati berturut-turut berwarna: kuning, tidak berwarna, merah tua. Kombinasi perlakuan
filtrat sampel di tambah indikator secang dan larutan penampung asam borat 3% ditambah
indikator tashiro merupakan perlakuan yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif
penggunaan indikator alami pada analisa TVB-N, dengan volume titrasi rata-rata 5,76 ml,
titik akhir titrasi berwarna kuning dan kadar TVB-N sebesar 31,12 mg%N. Standar deviasi
dari perlakuan tersebut sebesar 0,053 sehingga perlakuan tersebut cermat sebagai
indikator dalam analisa TVB-N.

Kata Kunci: Total Volatil Base, indikator alami, ekstrak secang, ekstrak daun jati,
ekstrak kulit buah naga.

ABSTRACT

Much attention has been given to find a rapid and reliable method of fish freshness
assessment. A variety of methods have been used to measure the postmortem changes in
sensory quality, chemistry and microbiology. One analysis to assess fish quality by using
indicators is total volatile base nitrogen (TVB-N). This study aimed to examine the
utilization of sappan wood (Biancaea sappan) extract, teak leaf extract, dragon fruit skin
extract as a natural indicator in TVB-N analysis. This study was experimental study which
subjected to natural indicator such as sappan wood extract, teak leaf extract, dragon fruit
skin extracts. The objective of this study was to obtain the endpoint of the titration on TVB
analysis, the precision and accuracy of TVB-N analysis. The result of this study showed that
the color of end point of titration with natural indicator was yellow, colorless to dark red. The
combination treatment filtrated sample added with sappan wood indicator, 3% of boric acid
and tashiro indicator can be utilized as an alternative for natural indicators on TVB analysis,
with an average titration volume of 5.76 ml, a yellow titration point end and a TVB level of
31.12 mg% N. The standard deviation of treatment was 0.053. It suggested that treatment
was accurate as an indicator on TVB-N analysis.

Keywords: Total Volatile Base, natural indicator, sappan wood extract, teak
leaf extract, dragon fruit skin extract.

7
Ahmad Daud, dkk., Pengembangan Prosedur Analisis Total Volatil Bases Dengan
Menggunakan Indikator Alami

PENDAHULUAN alami dapat dibuat dari bagian tanaman


Kemunduran mutu ikan disebabkan yang menghasilkan warna. Setiap tanaman
oleh aksi enzimatis dan aksi bakteri. Kedua dapat digunakan sebagai sumber zat warna
aksi ini menguraikan komponen penyusun alam karena mengandung pigmen, baik
jaringan tubuh ikan sehingga menghasilkan yang dibuat dari daun, bunga,buah dan
perubahan fisik seperti daging ikan menjadi batang. Berbagai jenis tumbuhan yang telah
lunak dan perubahan kimia yang dimanfaatkan menjadi indikator alami
menghasilkan senyawa mudah menguap diantaranya adalah bunga sepatu,
dan berbau busuk (Hadiwiyoto, 1993). bougenvil, kunyit, rosella, dan kubus ungu
Senyawa yang mudah menguap ini (Cita, 2015). Beberapa ekstrak tanaman
memberi kesan daging ikan telah menjadi yang berpotensi untuk dijadikan indikator
busuk. Oleh karena itu, senyawa-senyawa alami antara lain kayu secang, daun jati
ini dipakai sebagai indeks kemunduran mutu muda, dan kulit buah naga.
ikan. Kadar senyawa mudah menguap ini Ekstrak kayu secang dalam pelarut
dapat ditentukan secara laboratoris yang etanol 70% (berwarna merah) ditambahkan
disebut “Penentuan Kadar TVB-N” pada larutan buffer pH 3,8 – 6,2 menjadi
(Suwetja, 1993 dalam Laismina et al., 2014). berwarna kuning lemah (jernih), pH 7,0 – 8,6
Penentuan kadar TVB-N merupakan menjadi berwarna merah muda, pada pH
metode uji kesegaran bakteriologis yang 8,6 – 9,4 berwarna orange, dan pada pH
berkaitan dengan pengujian organoleptik 10,9 – 12 larutan berwarna merah muda.
dan penentuan pH. Semakin besar nilai Warna larutan ekstrak secang dalam pelarut
kadar TVB-N maka semakin tinggi pula nilai alkohol cukup tajam, lebih stabil (tidak
pH nya. Kondisi tersebut berbanding terbalik mudah berubah warna) dibandingkan
dengan penentuan mutu organoleptik yang dengan ekstrak dalam aquades.
semakin kecil derajat penerimaannya oleh Berdasarkan hasil pengamatan terjadi
panelis (Laismina et al., 2014). perubahan warna pada kondisi asam ke
Kadar TVB digunakan untuk kondisi basa, sehingga disimpulkan bahwa
mengukur tingkat kesegaran ikan dan ekstrak kayu secang dalam pelarut etanol
sebagai batasan yang layak untuk mempunyai dua trayek pH yaitu 6,2 – 7,0
dikonsumsi. Ikan dinyatakan telah busuk (orange- merah muda) dan 7,8 – 8,6
ketika memiliki kadar TVB >30 mgN/100 (orange – merah muda) (Regina, 2012).
gram, sedangkan batas nilai TVB ikan air Daun jati muda memiliki kandungan
tawar yang masih dapat diterima ialah 18 – pigmen alami yang terdiri dari pheophiptin,
25 mgN/100 g. Hasil penelitian Nurjanah et β-karoten, pelargonidin 3-glukosida,
al. (2004) menyatakan bahwa perolehan pelargonidin 3,7-diglukosida, klorofil dan
TVB pada tiap tahap, yaitu 18,67 – 20 dua pigmen lain yang belum diidentifikasi
mgN/100 g (pre rigor) dan 20 – 24 mgN/100 Pelargonidin merupakan golongan pigmen
g (rigor mortis). Tingkat kebusukan ikan ini antosianidin, yaitu aglikon antosianin yang
juga bisa dideteksi dengan penilaian secara terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan
sensori. Pada ikan yang dibekukan, hasil uji asam. Kandungan ini berfungsi sebagai
TVB nya tidak selalu konsisten karena pembentuk warna (pemberi pigmen) yang
hilangnya amina volatile dari ikan yang menyebabkan ekstrak daun jati berwarna
disimpan dalam es. Keragaman TVB merah darah, pigmen tersebut mengalami
berasal dari variasi biologis dalam perubahan warna pada perubahan
kandungan prekursornya. Uji TVB ini keasamannya (Ati, 2006). Perubahan warna
diterapkan pada produk ikan basah, ikan indikator ekstrak pekat daun jati
kering dan ikan asap, tetapi sedikit memberikan trayek pH dari pH 7 ke pH 8,
diterapkan pada ikan beku (Ilyas, 1988). terjadi pada tepat peralihan kondisi asam ke
Pengujian kadar TVB selama ini basa (Yosi, 2013).
menggunakan indikator kimiawi yang Ekstrak kulit buah naga dapat
harganya relatif mahal. Penggunaan digunakan sebagai indikator asam basa
indikator yang diekstrak dari bahan alami dengan perubahan warna dari merah muda
pada pengujian TVB belum banyak menjadi kuning pada titrasi asam kuat dan
dikembangkan. Indikator alami adalah basa kuat. Dengan waktu optimum untuk
indikator yang berasal dari bahan alami memperoleh ekstrak kulit buah naga pada
seperti ekstrak bunga berwarna. Indikator perendaman selama 24 jam dalam
8
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

etanol 96% (Army et al., 2016). Penelitian ini Uji Warna Indikator Pada pH 1 sampai
mengkaji tentang penggunaan indikator pH 14
alami dari ekstrak kayu secang, daun jati Untuk membuktikan perubahan
muda, dan kulit buah naga pada analisa warna pada indikator alami maka diperlukan
TVB. larutan uji dengan pH 1- 14. Larutan uji ini
dibuat dari dua larutan yaitu HCl dan NaOH.
TUJUAN PENELITIAN Larutan dengan pH 1 – 6 dibuat dari larutan
Penelitian ini bertujuan untuk HCl, pH 7 di buat dari aquadest, dan pH 8 –
mengetahui keakuratan dan kecermatan 14 dibuat dari larutan NaOH. Pembuatan
indikator alami dalam penggunaannya untuk larutan pada masing-masing pH dapat
analisa TVB. dilakukan berdasarkan ketepatan secara
teoritis seperti yang dilakukan oleh Cita
(2015).
BAHAN DAN METODE Untuk uji warna langkah kerjanya
Alat dan Bahan sebagai berikut: Bersihkan pelat tetes
Alat yang digunakan dalam penelitian kemudian keringkan, teteskan larutan uji pH
ini adalah blender, evaporator, toples
1 sebanyak 7 tetes pada satu lubang pelat
bertutup, neraca analitik, gelas ukur, tabung tetes, lakukan hal yang sama pada masing-
reaksi, rak tabung, pH meter, homogenizer, masing larutan uji sampai pH 14, teteskan
tabung destilasi, heating mantel, dan salah larutan indikator alami pada masing-
beberapa peralatan gelas lainnya. masing larutan uji, lakukan hal yang sama
Bahan yang digunakan dalam pada indikator lainnya, bandingkan warna
penelitian ini adalah kayu secang, pucuk yang terjadi dengan menggunakan indikator
daun jati, kulit buah naga, etanol 96%, HCl, PP dan indikator tashiro
NaOH, Aquades, asam perklorat 9%,
indikator PP, indikator tashiro, H3BO3 3%, Analisis Kadar Total Volatil Base (TVB)
sampel analisa berupa ikan cakalang. (SNI 2354.8:2009)
Metode analisis kadar TVB
Prosedur Penelitian berdasarkan pada SNI 2354.8:2009,
Ekstraksi Indikator Alami menggunakan indikator PP dan Indikator
Pembuatan ekstrak indikator alami Tashiro, penggunaan indikator tersebut
dilakukan seperti prosedur ekstraksi pada merupakan kontrol dalam penelitian ini,
kulit buah naga yang diterapkan oleh Army sebagai perlakuan penelitian, ke dua
(2016). Ketiga bahan dihaluskan kemudian indikator tersebut diganti mengunakan
masing-masing ditimbang sebanyak 100 indikator alami (indikator ekstrak secang,
ekstrak daun jati, dan ekstrak kulit buah
gram dengan menggunakan neraca analitik.
naga), perubahan warna pada metode
Menambahkan pelarut etanol 96% dengan analisa pada tahap destilasi dan titik akhir
perbandingan (1:2), kemudian dimaserasi titrasi disesuaikan dengan penunjukan
selama 24 jam untuk memperoleh ekstrak. warna masing-masing indikator pada pH
Hasil ekstrak disaring dengan kertas saring. yang telah ditentukan dan disesuaikan
Fraksi etanol yang diperoleh dipekatkan dengan penunjukan indikator PP dan
dengan rotary vacuum evaporator hingga indikator tashiro pada kondisi pH tersebut.
diperoleh ekstrak kental. Filtrat dituang ke Adapun prosedur kerja analisa kadar TVB
terbagi atas 3 tahap sebagai berikut:
dalam botol bertutup dan disimpan dalam
lemari pendingin hingga siap digunakan. Tahap Ekstraksi
Rendemen dihitung berdasarkan Pertama-tama sampel ditimbang
persamaan sebagai berikut: sebanyak 10 gram dengan gelas piala, lalu
ditambahkan 90 ml asam perklorat (PCA)
Massa bahan sebelum ekstraksi (gram) 6% . Sampel dihomogenkan menggunakan
Rendemen % = X 100% homogenizer selama 2 menit. Selanjutnya
Massa setelah ekstraksi (gram)
sampel disaring menggunakan kertas saring
kasar dan menghasilkan filtrat yang akan
digunakan pada tahap selanjutnya.
9
Ahmad Daud, dkk., Pengembangan Prosedur Analisis Total Volatil Bases Dengan
Menggunakan Indikator Alami

Tahap Destilasi Analisa Data


Sebanyak 50 ml sampel filtrat Untuk mengetahui kecermatan hasil
dimasukkan ke tabung destilasi, kemudian pengukuran dihitung dengan standar
ditambahkan beberapa tetes indikator deviasi (SD). Standar Deviasi (SD), yaitu
fenolftalein dan ditambahkan beberapa akar jumlah kuadrat deviasi masing-masing
tetes silikon anti foaming. Tabung destilasi hasil penetapan terhadap mean dibagi
dipasang pada destilator dan ditambahkan dengan derajat kebebasannya. Keakuratan
10 ml NaOH 20% sampai basa yang ditandai suatu metode diketahui dari galat relatif (%)
dengan warna merah. Kemudian disiapkan bila data hasil pengukuran dengan metode
penampung erlenmeyer yang berisi 100 ml tersebut dibandingkan dengan data hasil
H3BO3 3% dan3-5 tetes indikator tashiro pengukuran dengan metode yang dianggap
yang berwarna ungu. Setelah itu sampel benar. Pada penelitian ini metode dengan
didestilasi uap kurang lebih 10 menit sampai menggunakan indikator PP pada filtrat dan
memperoleh destilat 100 ml, sehingga indikator tashiro pada asam borat 3%
volume akhir mencapai kurang lebih 200 ml dianggap benar, dibandingkan dengan
larutan berwarna hijau. Larutan blanko penggunaan indikator alami
disiapkan dengan mengganti ekstrak
sampel dengan 50 ml asam perklorat (PCA) HASIL DAN PEMBAHASAN
6% dan dikerjakan dengan proses yang Hasil Ekstraksi Indikator Alami
sama dengan sampel. Rendemen ekstrak etanol ke tiga
jenis indikator dipengaruhi oleh pelarutnya.
Tahap Titrasi Masing-masing ke tiga jenis indikator
Larutan destilat sampel dan blanko diekstraksi dengan metode maserasi
kemudian dititrasi dengan menggunakan menggunakan pelarut etanol 96% dengan
larutan HCl 0,02N. Titik akhir titrasi ditandai perbandingan bahan dan pelarut (1:2)
dengan terbentuknya warna ungu kembali. dimeserasi selama 24 jam, memberikan
Perhitungan TVB dapat ditentukan dengan rendemen hasil ekstraksi yang berbeda
rumus sebagai berikut: berdasarkan tabel 2 di bawah ini.

Kadar TVB (mgN/100 g) =


(Vc - Vb) x NHCl x 14,007 x fp x 100) Tabel 2. Rendemen ektrak etanol indikator
Bobot sampel (gr) alami
Jenis indikator alami Rendemen (%)
Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental,
Daun jati 8,7
subjek dalam penelitian ini adalah indikator Kayu secang 3,5
alami ; ekstrak kayu secang, ekstrak daun Kulit buah naga 0,58
jati, ekstrak kulit buah naga. Objek dalam
penelitian ini adalah perubahan warna dan
titik akhir titrasi masing-masing indikator Perbedaan rendemen ekstrak etanol
pada analisa TVB, ketepatan dan indikator alami disebabkan oleh jenis
kecermatan penggunaannya dalam analisa pelarut, ekstrak etanol kulit buah naga
TVB. memiliki rendemen paling rendah menurut
Saati (2010), kadar antosianin pada kulit
Tabel 1. Rancangan Penelitian Penggunaan b u a h n a g a m e r a h d e n g a n m a s a
Beberapa Indikator Alami penyimpanan 4 hari dengan pelarut air dan
asam sitrat dengan kadar 1,1 mg/100 ml,
Asam Borat (H3BO3) 3% + Indikator
sementara Pratama (2013),
Tashiro Ekstrak Ekstrak Ekstrak kulit
Filtrat + Indikator mengemukakan bahwa perendaman 24
(A1) secang (A2) daun jati buah naga (A4)
jam dengan etanol merupakan waktu
(A3)
PP (F1) F1A1 F1A2 F1A3 F1A4
optimum untuk ekstraksi antisianin daun
Ekstrak secang (F2) jati, tingginya rendemen daun jati karena
F2A1 F2A2 F2A3 F3A4
berada pada kondisi optimumnya. Begitu
Ekstrak daun jati (F3) F3A1 F3A2 F3A3 F3A4 pula dengan ekstrak kayu secang jenis
Ekstrak kulit buah naga (F4) F4A1 F4A2 F4A3 F4A4
10
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

pelarut yang sesuai untuk ekstraksi yaitu buah telah mengalami proses pematangan
aquades dan etanol, ekstrak kayu secang (maturation) dan pemasakan (ripening)
dengan etanol relatif stabil dalam maksimal selama 4 hari dan kemudian akan
penyimpanan selama 8 hari dibanding
terjadi penurunan kondisi yang diikuti
ekstrak kayu secang dalam pelarut air
(Padmaningrum et al, 2012). Indikator alami dengan kerusakan pada masa penuaan
dalam etanol 96% dapat dilihat pada (senencence) yaitu selama penyimpanan 8
Gambar 1 di bawah ini hari. Semakin tinggi nilai absorbansi
semakin tinggi kadar antosianin. Selain hal
tersebut tidak terjadinya perubahan warna
pada ekstrak etanol kulit buah naga juga
kemungkinan disebabkan oleh asam
askorbat yang merupakan senyawa yang
lazim terdapat pada buah-buahan.
Keberadaannya mampu meningkatkan
kandungan nutrisi pada buah akan tetapi
Gambar 1. Indikator alami kulit buah naga, juga dapat mempengaruhi stabilitas dari
secang dan daun jati pigmen warna antosianin, menurut Rein
(2005), degradasi antosianin akan menjadi
Trayek pH Ekstrak Etanol Indikator Alami lebih cepat dengan keberadaan asam
Trayek pH diperoleh dari data
askorbat.
pengamatan perubahan warna dalam
berbagai variasi pH. Trayek pH adalah pH
yang menyatakan perubahan warna Aplikasi Indikator Alami Pada Analisis
menyolok. Ekstrak indikator alami TVB
ditambahkan pada larutan buffer pH 1-14. Pada dasarnya analisis TVB setelah
Ekstrak kayu secang dalam pelarut etanol proses destilasi dilakukan titrimetri dengan
96% (berwarna merah) ditambahkan pada prinsip asam basa, yaitu kelebihan basa dari
larutan buffer pH 1-6,5 berwarna kuning hasil destilasi dihitung berdasarkan jumlah
lemah, pH 7-7,5 berwarna merah, pH 8-11,5 hasil titrasi dengan menggunakan HCl.
berwarna orange dan pH 12-14 merah tua. Adapun warna titik akhir titrasi dari masing-
Sehingga trayek pH ada dua yaitu pH 6,5-7 masing indikator terlihat seperti Gambar 2
(kuning – merah ) dan pH 7,5 – 11,5 (merah yaitu indikator penambahan indikator PP
muda - orange). pada filtrat dan indikator tashiro pada
Uji trayek pH ekstrak daun jati pH 1- penampung destilat sebagai kontrol
14 menghasilkan pH 7-8 sebagai trayek pH memberikan warna abu-abu netral,
(merah pekat – merah). Hal ini sesuai penggunanaan indikator secang titik akhir
penelitian yang dilakukan oleh Pratama titrasi berwarna sindur, indikator daun jati titk
(2013). akhir titrasi berwarna merah, sementara
Uji trayek pH ekstrak etanol kulit indikator dari kulit buah naga tidak
buah naga tidak memberikan trayek pH berwarna.
karena dari pH 1 sampai 14 memberikan
warna kuning yang sangat lemah. Menurut
Mancheix et al. (1990) dan Geisman (1969),
intensitas warna dipengaruhi oleh keadaan
pigmen dan yang paling berpengaruh
adalah konsentrasi, pH dan suhu. Tidak
adanya perubahan warna pada ekstrak kulit
buah naga kemungkinan disebabkan oleh
masa simpan buah naga yang sudah lebih
dari empat hari, seperti yang dikemukakan Gambar 2. Titik akhir titrasi indikator alami
oleh Saati (2010), bahwa titik maksimal
absorbansi buah naga merah terjadi pada
masa simpan 4 hari karena
11
Ahmad Daud, dkk., Pengembangan Prosedur Analisis Total Volatil Bases Dengan
Menggunakan Indikator Alami

H a s i l t i t r a s i m a s i n g - m a s i n g Tabel 4. Kadar TVB


perlakuan diperoleh volume titrasi HCl Berat KADAR TVB (mg%N)
masing-masing perlakuan seperti disajikan contoh
pada tabel 3. (gr) F1A1 F1A2 F1A3 F2A1 F2A2 F2A3 F3A1 F3A2 F3A3
10 30,26 51,55 62,75 31,38 61,63 64,99 16,81 35,86 50,99
.Tabel 3. Volume titrasi Hcl
10 30,26 51,55 62,19 30,82 61,07 64,99 16,81 35,86 51,55
Volume titrasi HCl (ml)
No 10 30,82 52,11 62,19 30,82 61,07 64,43 16,81 35,86 51,55
F1A1 F1A2 F1A3 F2A1 F2A2 F2A3 F3A1 F3A2 F3A3
10 30,82 52,11 61,63 30,82 61,63 64,43 16,81 35,30 52,11
1 5,6 9,4 11,4 5,8 11,2 11,8 3,2 6,6 9,3
2 5,6 9,4 11,3 5,7 11,1 11,8 3,2 6,6 9,4
10 30,26 52,11 62,19 30,82 61,63 64,99 16,25 36,42 52,11
3 5,7 9,5 11,3 5,7 11,1 11,7 3,2 6,6 9,4 10 30,26 52,67 62,19 31,38 61,63 63,87 16,81 35,30 51,55
4 5,7 9,5 11,2 5,7 11,2 11,7 3,2 6,5 9,5 10 30,26 52,67 61,63 31,38 62,19 63,87 17,37 35,30 50,99
5 5,6 9,5 11,3 5,7 11,2 11,8 3,1 6,7 9,5 10 30,26 52,67 62,19 31,38 62,19 64,43 17,37 35,86 52,11
6 5,6 9,6 11,3 5,8 11,2 11,6 3,2 6,5 9,4
10 30,82 52,67 61,07 31,38 62,19 64,43 16,25 35,86 52,11
7 5,6 9,6 11,2 5,8 11,3 11,6 3,3 6,5 9,3
8 5,6 9,6 11,3 5,8 11,3 11,7 3,3 6,6 9,5 RERATA 30,44 52,23 62,00 31,13 61,69 64,49 16,81 35,73 51,67
9 5,7 9,6 11,1 5,8 11,3 11,7 3,1 6,6 9,5 SD 0,28 0,47 0,49 0,30 0,44 0,44 0,40 0,37 0,47
RERATA 5,63 9,52 11,27 5,76 11,21 11,7 3,2 6,58 9,42 GALAT RELATIF 66,67 73,21 5,41 56,35 56,35 41,42 33,33 66,67
SD 0,050 0,083 0,087 0,053 0,078 0,078 0,071 0,067 0,083
GALAT RELATIF 66,67 73,21 5,41 56,34 56,35 41,42 33,33 66,67 Nilai standar deviasi kadar TVB yang
paling mendekati kontrol 0,28 yaitu standar
deviasi dengan perlakuan F2A1 sebesar
Berdasarkan hasil analisis untuk 0,30, sehingga disimpulkan bahwa
mengetahui ketepatan dan keakuratan hasil perlakuan F2A1 cermat sebagai indikator
pengukuran dihitung dengan standar dalam analisis TVB meskipun
deviasi (SD), yaitu akar jumlah kuadrat kecermatannya lebih rendah dari indikator
deviasi masing-masing hasil penetapan PP-tashiro (0,28). Berdasarkan nilai galat
terhadap mean dibagi dengan derajat relatif F2A1 dianggap besar (5,41) maka
kebebasannya (degree of freedom) disimpulkan bahwa perlakuan F2A1
(Mursyidin & Rohman, 2008). Nilai standar memiliki keakuratan rendah. Volume titrasi
deviasi volume titrasi yang paling mendekati berbanding lurus dengan kadar TVB.
kontrol 0,050 yaitu standar deviasi dengan
perlakuan F2A1 sebesar 0,053, diperlukan KESIMPULAN
volume titrasi sebanyak 5,76 ml untuk Warna titik akhir titrasi dengan
mencapai titik ekuivalen yaitu warna merah, indikator secang, kulit buah naga, ekstrak
sehingga disimpulkan bahwa perlakuan daun jati berturut-turut berwarna: sindur,
F2A1 cermat sebagai indikator dalam tidak berwarna, merah tua. Kombinasi
analisis TVB meskipun kecermatannya lebih perlakuan F2A1 (filtrat sampel di tambah
rendah dari indikator PP-tashiro (0,050). indikator secang dan larutan penampung
Keakuratan suatu metode diketahui dari asam borat 3% ditambah indikator tashiro)
galat relatif (%) bila data hasil pengukuran merupakan perlakuan yang dapat
dengan metode tersebut dibandingkan dimanfaatkan sebagai alternatif
dengan data hasil pengukuran dengan penggunaan indikator alami pada analisa
metode yang dianggap benar. Pada metode TVB
ini penggunaan indikator PP-tashiro (F1A1)
dianggap benar dibandingkan dengan DAFTAR PUSTAKA
penggunaan indikator alami . Berdasarkan
nilai galat relatif F2A1 dianggap besar (5,21) Army, Y. Dan Korry, N. 2016. Pembuatan
maka disimpulkan bahwa perlakuan F2A1 Indikator Bahan Alami Dari Ekstrak
memiliki keakuratan rendah. Kulit Buah Naga (Hylocereus
polhyrhizus) Sebagai Indikator
Alternatif Asam Basa Berdasarkan
Variasi Waktu Perendaman. Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada.
Vol.16 No.1.
12
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

Ati, N.H., Puji, R., Soenarto, N. Dan Laismina, A.N., Montolalu, L.A.D.Y. dan
Leenawati, L. 2016. The Composition Mentang, F. 2014. Kajian Mutu Ikan
and the content of Pigment Some Tuna (Thunnus albacares) Segar Di
Dyeing Plant for Ikat Weaving in Pasar Bersehati Kelurahan Calaca
Timoresse Regency, Eas Nusa Manado. Jurnal Media Teknologi Hasil
Tenggara. Indo. J. Chem., 6 (3), 325 – P e r i k a n a n Vo l . 2 ( 2 ) : 1 5 - 1 9
3 3 1 . Te r s e d i a d i h t t p : / / Marulkar. V. S., Kavitake, S.S., Killedar, S.G.
pdm_mipa.ugm.ac.id/ojs/index.php/ijc/ dan Mali, D.P. 2013. Boerhavia Erecta
article/view/327 [Diakses 14-09-2012]. Linn. Stem Bark Extract A Natural
Aurand, L.W., Eoods, A.E. dan Wells, M.R. Acid-Base Indicator. Asian Journal of
1987. Food Composition and Analysis. Biomedical and Pharmaceutical
The Avi Published by Van Nostrand Sciences 3 (16) 2013, 10-13.
R e i n h o l d C o . N e w Yo r k . Mulyono, H.A.M. 2006. Kamus Kimia. PT
BSN 2009. SNI 2354.8: 2009. Analisa Kadar Bumi Aksara, Jakarta.
Total Volatile Base (TVB). Badan Munandar, A., Nurjanah, dan Nurilmala, M.
Standardisasi Nasional 2009. Kemunduran Mutu Ikan Nila
Cita, I. 2015. Pembuatan Indikator Asam (Oreochromis niloticus) Pada
Basa Karamunting. Jurnal Kaunia Vol Penyimpanan Suhu Rendah dengan
XI no.1ISSN 1829-5266 (print) ISSN Perlakuan Cara Kematian dan
2301-8550 (online). Penyiangan. Jurnal Teknologi
Citramukti, I. 2008. Ekstraksi dan Uji Pengolahan Hasil Perikanan
Kualitas Pigmen Antosianin Pada Kulit Indonesia Vol. 12(2):88-101.
Buah Naga Merah (Hylocereus Nurjanah, Setyaningsih, I., Sukarno dan
costaricensis). Skripsi. Jurusan Muldani, M. 2004. Kemunduran Mutu
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Ikan Nila Merah (Orechomis sp)
Muhammadiyah Malang. 2008. Selama Penyimpanan Pada Suhu
Gupta, P., Jain P. dan Jain, P.K. 2012. Flower Ruang. Buletin Teknologi Hasil
Sap: A Natural Resource As Indicator Perikanan 7 (1) : 37-43
In Acidimetry And Alkalimetry. Pathade, K. S., Patil, S..B., Kondawar, M.S.,
International Journal of Chem Tech Naik Wade, N.S. dan Magdum, C.S.
Research. Vol.4 (4): 1619-1622 2009. Morus Alba Fruit-Herbal
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Alternative to Synthetic Acid Base
Hasil Perikanan. Jilid 1. Penerbit Indicators. International Journal of
Liberty. Yogyakarta. Chem Tech Research Vol.1(3): 549-
Hutabarat, F. R. 2010. Studi Pemanfaatan 551.
Ekstrak Kulit Ubi Jalar (Ipomoea Regina, T., P. dan Salirawati. 2007.
batatas poir) Sebagai Indikator Pada Pengembangan Prosedur Penentuan
Titrasi Asam Basa. Skripsi. Medan: Kadar Asam Cuka Secara Titrasi
FMIPA Universitas Sumatera Utara. Asam Basa dengan Berbagai
Igidi, J.O., Nwabue F.I. dan Omaka, O.N. Indikator Alami (Sebagai alternatif
2012. Physico Chemical Studies of Praktikum Titrasi Asam Basa di SMA),
Extracts From Napoleona Vogelli Laporan Penelitian. Fakultas MIPA,
Grown in Ebonyi State as A Source of Universitas Negeri Yogyakarta,
New Acid. Base Indicators. Research Yogyakarta.
Journal in Engineering and Aplied Regina, T., P., Siti, M. dan Antuni, W. 2012.
Scieces Vol. 1(2) 96-101. Karakter Ekstrak Zat Warna Kayu
Indah, S. 2016. Pengaruh Nilai pH Terhadap Secang (Caesalpinia Sappan L.)
Warna Dari Kayu Secang Sebagai Indikator Titrasi Asam Basa.
(Caesalpinia Sappan L.) Sebagai Prosiding Seminar Nasional
Indikator Alami Baru. Jurnal Media Penelitian, Pendidikan dan
Medika Muda Vol.2 (2): Penerapan MIPA, Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.

13
PEMANFAATAN LIMBAH AMPAS KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN
UNTUK PERTUMBUHAN DAN SINTASAN
BENIH IKAN LELE

UTILIZATION OF PALM KERNEL CAKE AS A FEED INGREDIENT FOR GROWTH


AND SURVIVAL OF CATFISH SEED

Diterima tanggal 12 Agustus 2017, Disetujui tanggal 6 Oktober 2017

Nursyahran1, Buana Basir1


1)
Sekolah Teknologi Kelautan (STITEK) Balik Diwa Makassar
E-mail: nursyahran00@gmail.com

ABSTRAK
Pemanfaatan berbagai sumberdaya lokal sebagai sumber bahan pakan alternatif bagi ikan
seperti bungkil sawit perlu diupayakan karena tersedia secara kontinyu, melimpah, murah,
dan menguntungkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan
ampas kelapa sawit pada pakan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele.
Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan
dan 3 ulangan yaitu tanpa penambahan ampas kelapa sawit, penambahan ampas kelapa
sawit + dedak halus, penambahan ampas kelapa sawit + tepung jagung dan penambahan
ampas kelapa sawit + tepung ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan yang
berbeda sangat berpengaruh terhadap sintasan, pertumbuhan panjang dan pertumbuhan
berat benih ikan lele. Sintasan benih ikan lele tertinggi pada penambahan ampas kelapa
sawit + tepung ikan sebesar 78,33% dan terendah pada penambahan ampas kelapa sawit
+ dedak halus sebesar 44,33%, pertumbuhan panjang benih ikan lele tertinggi pada
penambahan ampas kelapa sawit + tepung ikan sebesar 5,6 cm dan terendah pada
penambahan ampas kelapa sawit + dedak halus sebesar 4,3 cm dan pertumbuhan berat
mutlak benih ikan lele pada tertinggi pada penambahan ampas kelapa sawit + tepung ikan
sebesar 2,7 gram dan terendah pada penambahan ampas kelapa sawit + dedak halus
sebesar 1,1 gram. Kualitas air selama penelitian masih dalam kisaran yang mendukung.

Kata Kunci : Ampas kelapa sawit, Sintasan, Pertumbuhan, benih ikan lele

ABSTRACT

Utilization of local resources such as palm kernel cake as an alternative feed ingredient
should be done because it is available abundantly and sustainably, cost effective, and
profitable. This study aimed to determine the effect of feeding dietary based palm kernel
cake on the growth and survival of catfish. A Completely Randomized Design with 4
replicates was applied for experimental design; control (without treatment); palm waste
treatment; palm and fine bran treatment; palm kernel cake and cornmeal treatment;
coconut milk powder and fish meal treatment. The results showed that the different
formulated feed affected survival rate, the length-weight growth of catfish larvae. The
highest survival rate of catfish larvae obtained from the formulated feed with palm kernel
cake and fish meal treatment (78.33%) and the lowest survival rate was found in the
treatment of palm waste and fine bran by 44.33%. The highest length growth of catfish
larvae was recorded in the treatment of palm kernel cake with fish flour (5.6 cm) and the
lowest was found in the formulated diet of palm kernel cake with fine bran (4.3 cm). The
highest absolute growth of catfish larvae was palm kernel cake with fish meal powder
treatment (2.7 gr) and the lowest was obtained from the formulated feed with palm and fine
bran (1.1 gr). Water quality parameter during the study period was still within the optimum
range for growth.

Keywords: palm kernel cake, survival, growth, catfish seeds


14
Nursyahran, dkk., Pemanfaatan limbah ampas kelapa sawit sebagai bahan baku pakan
untuk pertumbuhan dan sintasan Benih ikan lele

PENDAHULUAN Dalam budidaya ikan lele faktor pakan


Indonesia merupakan negara merupakan komponen biaya terbesar,
penghasil kelapa sawit terbesar nomor satu sekitar 60 – 70% biaya untuk budidaya
dunia setelah Malaysia. Menyumbang
pembesaran ikan lele berasal dari pakan
sebanyak 48 % dari total volume produksi
minyak sawit di dunia, diikuti Malaysia sehingga perlu pengelolaan yang efektif dan
sebagai penyumbang produksi minyak sawit efesiesn salah satu upaya untuk
sebesar 37% dari total volume produksi meningkatkan produksi adalah dengan
minyak sawit dunia. Sumatera dan penyediaan pakan berkualitas baik dan
Kalimantan adalah daerah penghasil lebih murah dari segi ekonomi maupun
dari 96% persen produksi minyak sawit kualitasnya.
Indonesia. Sumatera menyumbang Permasalahan yang terjadi pakan
sebanyak 78% dan Kalimantan sebanyak ikan buatan pabrik relatif mahal dibanding
18% dari total produksi minyak sawit
Indonesia. Di samping itu, beberapa pulau di harga jual ikan hasil produksinya. Beberapa
luar Sumatera dan Kalimantan turut upaya untuk memenuhi kebutuhan pakan
memberikan kontribusi dalam produksi ikan dimasa yang akan datang dan
minyak sawit Indonesia. Sulawesi meningkatnya harga pakan serta bahan
memproduksi sekitar 2-3% dan sisanya lagi baku pembuat pakan akibat pesatnya
berasal dari Papua dan Jawa. Riau tercatat perkembangan budidaya ikan di
sebagai provinsi yang menyumbang masyarakat, maka perlu dilirik beberapa
produksi sawit terbesar di pulau Sumatera. alternatif yang dapat dijadikan bahan baku
Riau tercatat memproduksi hampir dari 40%
pakan ikan seperti beberapa bahan limbah
minyak sawit yang dihasilkan di Sumatera.
Hal tersebut setara dengan produksi yang masih memiliki sumber protein yang
sebesar 6 juta ton minyak sawit per tahun tinggi sehingga tidak menutup kemungkinan
atau 13% minyak sawit dari total produksi bagi petani ikan untuk memproduksi pakan
sawit di dunia (Yusriani, 2016). buatan sendiri yang mememiliki nilai
Pakan merupakan unsur penting ekonomis dan tingkat kualitas yang baik
dalam menunjang pertumbuhan dan sehingga dapat menekan biaya produksi
kelangsungan hidup ikan. Pakan adalah dan keuntungan pun dapat di tingkatkan.
salah satu faktor yang sangat menentukan
Pemanfaatan berbagai sumberdaya
kelangsungan hidup dan pertumbuhan
organisme. Jumlah pakan yang dibutuhkan lokal sebagai sumber bahan pakan
oleh ikan setiap harinya berhubungan erat alternatif, terutama bahan baku sumber
dengan ukuran berat dan umurnya. protein dan energi. Bahan baku dimaksud,
Persentase jumlah pakan yang dibutuhkan diharapkan tersedia secara kontinyu,
semakin berkurang dengan bertambahnya melimpah, murah, tidak bersaing dengan
ukuran dan umur ikan. Rata – rata jumlah kebutuhan manusia, secara ekonomi
pakan harian yang dibutuhkan oleh seekor menguntungkan, dan secara sosial dapat
ikan adalah sekitar 3% - 5% dari berat total
diterima masyarakat. Salah satu bahan
badannya (biomassa). Larva membutuhkan
pakan yang kandungan proteinnya lebih pakan yang saat ini cukup potensial adalah
tinggi dibandingkan ikan dewasa berukuran produk samping perkebunan kelapa sawit.
besar. Pakan yang di makan ikan, pertama- Menurut penelitian Utomo dan
tama diguanakan untuk memelihara dan Widjaya (2005) menyatakan bahwa bungkil
mengganti organ yang rusak, setelah itu sawit mempunyai potensi sebagai sumber
barulah kelebihan pakan dipergunakan gizi, kandungan gizi dari solit adalah sebagai
untuk perkembangan tubuhnya (Hasting berikut : protein kasar (PK) 12,63-17,41%;
dan Dickie, 1982).
serat kasar (SK) 9,98-25,79%; lemak kasar
Usaha pengembangan budidaya
perikanan khususnya pada ikan lele sangat (LK) 7,12-15,15%; energi bruto (GE) 3.217-
dipengaruhi oleh ketersediaan pakan yang 3.454 kkal/kg bahan kering. Produksi solid
cukup dalam jumlah dan kualitasnya untuk akan bertambah seiring semakin
mendukung produksi yang lebih maksimal. meningkatnya produksi tandan buah segar

15
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

(TBS), dimana produksi solid yang dapat Prosedur Penelitian


diperoleh sekitar 3% dari TBS yang diolah. · Persiapan Wadah
Umumnya pabrik belum Sebelum digunakan, akuarium
memanfaatkan solid secara optimal bahkan pemeliharaan dibilas, dicuci, dan
dibuang begitu saja. Solid adalah limbah dikeringkan. Wadah yang digunakan
untuk pemeliharaan ikan lele berupa 12
padat hasil samping pengolahan buah
buah akuarium. Volume air yang
kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO). digunakan untuk pemeliharaan sebesar
Bentuk dan konsistensinya padat seperti 15 L. Tahapan persiapan penelitian
ampas tahu namun berwarna coklat gelap, meliputi pembersihan wadah,
tidak berasa, lembut di lidah (lumer), berbau penempatan wadah, pengisian wadah
asam-asam manis. dan stabilisasi air.
· Penebaran Benih
TUJUAN PENELITIAN Benih lele yang digunakan dalam
Tu j u a n p e n e l i t i a n i n i u n t u k penelitian ini memiliki panjang 3 cm
mengetahui pengaruh penambahan ampas dengan bobot 3.9-4 gram/ekor. Masing
kelapa sawit pada pakan terhadap masing wadah di isi dengan hewan uji
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan sebanyak 20 ekor.
lele. · Pemeliharaan
Penelitian dilakukan selama 3
METODOLOGI PENELITIAN bulan masa pemeliharaan. Selama
penelitian dilakukan pengelolaan air dan
Waktu dan Tempat pakan.
Penelitian ini dilakukan pada Bulan · Pengelolaan Kualitas Air
April-Agustus 2017, di Hatchery Air Tawar Pengelolaan kualitas air
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, dan dilakukan dengan penyifonan setiap
analisis proksimat dilakukan di sebelum pemberian pakan dan
Laboratorium Kimia dan Nutrisi Politeknik pergantian air satu kali sehari, yakni pada
Pertanian Negeri Pangkep sore hari. Pengukuran parameter kualitas
air meliputi parameter suhu, DO dan pH.
Bahan dan Alat · Pengelolaan Pakan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
Pakan yang diberikan yaitu pakan
penelitian ini adalah :
yang telah dibuat, dan pemberian pakan
yaitu 3 kali sehari, pagi, siang dan sore
Alat
hari.
- Akuarium 60x30 cm
- Aerasi Perlakuan dan Rancangan Percobaan
- Batu aerasi Perlakuan yang diujicobakan dalam
- Selang aerasi penelitian ini sebagai berikut:
- DO meter 1. Perlakuan A : pakan buatan tanpa
- pH Meter penambahan ampas kelapa sawit
- Skopnet 2. Perlakuan B : pakan buatan ampas
- Timbangan elektrik kelapa sawit + dedak halus
Bahan 3. Perlakuan C : pakan buatan ampas
- Benih ikan lele kelapa sawit + tepung jagung
- Air tawar 4. Perlakuan D : Pakan buatan ampas
- Pakan ikan buatan kelapa sawit + tepung ikan
Rancangan penelitian yang akan digunakan
adalah rancangan acak lengkap (RAL)
dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan sehingga
terdapat 12 unit percobaan.

16
Nursyahran, dkk., Pemanfaatan limbah ampas kelapa sawit sebagai bahan baku pakan
untuk pertumbuhan dan sintasan Benih ikan lele

Perubah Yang Diamati nyata pada perlakuan yang dicobakan,


· Sintasan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey (
Sintasan merupakan indeks Stell dan Torrie, 1993 ).
kelulusan kehidupan suatu jenis ikan dalam
suatu proses budidaya , mulai awal ikan HASIL DAN PEMBAHASAN
ditebar sampai pada panen ( Effendi, 1997) Sintasan
Dihitung Dengan Rumus Sintasan merupakan salah satu
SR = Nt/ No x 100% gambaran hasil interaksi yang saling
SR : Sintasan mendukung antara lingkungan dengan
Nt : Jumlah Ikan Akhir ( saat panen ) pakan. Dalam pemeliharaan benih,
No : Jumlah Ikan Awal ( saat penebaran ) ketersediaan pakan yang cukup dan
berkualitas tinggi akan mengefisienkan
· Pertumbuhan Panjang
Pertumbuhan Panjang adalah penggunaan energi serta lingkungan yang
perubahan panjang ikan pada awal sesuai sehingga dapat dimanfaatkan oleh
penebaran hingga pada saat pemanenan. benih mempertahankan kelangsungan
pertumbuhan panjang ikan dihitung dengan hidupnya. Sintasan benih ikan lele setiap
menggunakan rumus : perlakuan pada akhir percobaan disajikan
Tabel 3 dan Gambar 3.
P = Pt –Po
P : Pertumbuhan Panjang ( cm ) Tabel 3. Rata-Rata Sintasan Benih Ikan Lele
Pt : Pertumbuhan Akhir Ikan ( cm )
ada semua perlakuan
Po : Pertumbuhan Awal Ikan (cm )
Perlakuan Sintasan (%)
· Pertumbuhan Berat ( Mutlak )
Pertumbuhan Berat ( Mutlak ) A .(Pakan Buatan Tanpa penambahan 51,67±2,89
adalah laju pertumbuhan total ikan, Ampas kelapa sawit)
dihitung dengan menggunakan rumus : B . (Ampas kelapa sawit + dedak halus) 44,33±2,89
h = Wt –Wo C. (Ampas kelapa sawit + tepung jagung) 58,33±2,89
D. (Ampas kelapa sawit + tepung Ikan) 78,33±2,89
h : Pertumbuhan Mutlak (gr/ekor)
Keterangan : huruf yang berbeda pada
Wt : Bobot rata-rata akhir (gr/ekor)
Wo : Bobot rata-rata awal (gr/ekor) kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata antar perlakuan 5%
· Pengamatan Kualitas Air (P<0.05)
Selama kegiatan penelitian dilakukan
juga pengukuran parameter kualitas air
sebagai berikut :

Tabel 1. Parameter Kualitas Air

No Parameter Alat
1 Suhu Thermometer
2 Ph pH meter
3 Oksigen DO meter
Gambar 3. Rata-rata Sintasan Benih Ikan
Analisis Data Lele pada semua perlakuan
Dalam hasil penelitian yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan
analisis ragam ( diolah dengan
menggunakan SPSS V.17 ). Jika hasil
penelitian menunjukkan pengaruh yang
17
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

Ta b e l 3 d a n G a m b a r 3 . Hal ini menandakan bahwa pakan yang


memperlihatkan bahwa sintasan benih ikan diberikan mencukupi kebutuhan nutrisinya
lele dengan perlakuan pemberian pakan dan kepadatannya juga masih rendah
yang berbeda, sintasan tertinggi dicapai
sehingga tidak menimbulkan persaingan
pada perlakuan D (Ampas kelapa sawit +
tepung ikan) sebesar 78,33%, disusul dan perebutan makanan atau peluang untuk
perlakuan C (Ampas kelapa sawit + tepung saling memangsa sedikit.
jagung) sebesar 58,33%, disusul pada
perlakuan A (tanpa penambahan ampas Pertumbuhan Panjang
kelapa sawit) sebesar 51,67% dan terendah Berdasarkan penelitian selama
pada perlakuan B (Ampas kelapa sawit + masa pemeliharaan 8 minggu, benih ikan
dedak halus) sebesar 43,33% lele mengalami pertumbuhan panjang.
Hasil analisis ragam menunjukkan Pertumbuhan panjang spesifik dan mutlak
bahwa pakan yang berbeda berpengaruh selama penelitian disajikan pada Tabel 4
sangat nyata (P<0.01) terhadap sintasan dan Gambar 4, 5 berikut:
benih ikan lele (Lampiran 5). Sementara uji
Tabel 4. Rata-Rata Pertumbuhan panjang
lanjut W-tukey menunjukkan perbedaan Benih Ikan Lele pada semua
antar perlakuan (P<0,05) (Lampiran 6). perlakuan
Menurut Effendi (2004), kelangsungan
hidup ikan adalah persentase ikan yang Perlakuan Pertumbuhan
hidup dari seluruh ikan yang dipelihara Panjang (Cm)
setelah melewati masa pemeliharaan. A .( Pakan Buata n Tanpa penambahan Ampas kelapa 4,3±0,1
Kelangsungan hidup ikan pada saat post sawit) 3,7±0,0
larva sangat ditentukan oleh tersedianya B . (Ampas kelapa sawit + dedak halus) 4,9±0,0
makanan. Makanan yang diberikan akan C. (Ampas kelapa sawit + tepung jagung) 5,6±0,2
sangat mempengaruhi kelangsungan hidup D. (Ampas kelapa sawit + tepung Ikan)
dalam pertumbuhan ikan. Ikan akan Keterangan : huruf yang berbeda pada
mengalami kematian apabila dalam waktu kolom yang sama menunjukkan
yang singkat tidak berhasil mendapatkan perbedaan nyata antar perlakuan 5%
makanan, akibatnya akan terjadi kehabisan (P<0.05)
tenaga. Sementara itu tingginya sintasan
ikan uji diduga disebabkan oleh
ketersediaan nutrisi pakan yang mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan minimal ikan uji
adalah baik. Djangkaru (1974 dalam La
Sennung, 1985) mengatakan bahwa salah
satu cara untuk mempertahankan sintasan
dan produksi yang tinggi yaitu dengan
memberikan pakan yang lebih baik. Pakan
yang baik untuk ikan paling tidak memiliki
Gambar 4. Rata-rata Pertumbuhan Panjang
unsur-unsur seperti protein, lemak dan benih Ikan Lele setiap minggu
karbohidrat.
Khairuman dan Amri (2002)
menyatakan bahwa sintasan ikan uji
dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya cara pemeliharaan, kandungan
nutrisi pakan dan kualitas air.

Gambar 5. Rata-rata Pertumbuhan Panjang


Benih Ikan Lele

18
Nursyahran, dkk., Pemanfaatan limbah ampas kelapa sawit sebagai bahan baku pakan
untuk pertumbuhan dan sintasan Benih ikan lele

Tabel 4 dan Gambar 5. memperlihatkan Laju pertumbuhan menjelaskan bahwa ikan


bahwa pertumbuhan panjang benih ikan lele mampu memanfaatkan nutrien pakan untuk
dengan perlakuan pakan yang berbeda disimpan dalam tubuh dan
pertumbuhan panjang tertinggi dicapai pada mengkonversinya menjadi energi.
Pertumbuhan berat benih ikan lele
perlakuan D sebesar 5,6 cm, disusul selama penelitian disajikan pada Gambar 6
perlakuan C sebesar 4,9 cm, disusul dan Tabel 5 berikut:
perlakuan A sebesar 4,3 cm dan terendah
pada perlakuan B sebesar 3,65 cm. Hasil Tabel 5. Rata-Rata Pertumbuhan berat
analisis ragam menunjukkan bahwa Benih Ikan Lele pada semua
pemberian pakan yang berbeda perlakuan
berpengaruh nyata (P<0.01) terhadap Perlakuan Pertumbuhan Berat (gr)
pertumbuhan panjang benih ikan lele
(Lampiran 8). Hasil uji W-Tukey A 1,6±0,4
menunjukkan peberdaan antar semua B 1,1±0,1
perlakuan (P<0,05) (Lampiran 9). C 1,8±0,5
Prihadi (2007), menyatakan D 2,7±0,6
pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa Keterangan : huruf yang berbeda pada
faktor yaitu faktor dari dalam dan faktor dari kolom yang sama menunjukkan
luar, adapun faktor dari dalam meliputi sifat perbedaan nyata antar perlakuan 5%
keturunan, ketahanan terhadap penyakit (P<0.05)
dan kemampuan dalam memanfaatkan
makanan, sedangkan faktor dari luar
meliputi sifat fisika, kimia dan biologi
perairan. Faktor makanan dan suhu
perairan merupakan faktor utama yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan.
Menurut Arofah, (1991) dalam Prihadi,
(2007), menyatakan bahwa pertumbuhan
ikan dapat terjadi jika jumlah makanan
melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan
tubuhnya.

Pertumbuhan Berat (Mutlak) Gambar 6. Rata-rata Pertumbuhan Berat


Pertumbuhan adalah perubahan Benih Ikan Lele
ikan, baik berat badan maupun panjang
dalam waktu tertentu. Perlakuan frekuensi Laju pertumbuhan benih ikan lele yang
pemberian pakan yang berbeda selama 8 mengalami kenaikan selama penelitian
minggu menunjukkan bahwa benih ikan lele dengan pemberian pakan yang berbeda
mengalami pertumbuhan, hal ini terlihat dari menunjukkan bahwa benih ikan lele mampu
perubahan (bertambahnya) berat tubuh memanfaatkan nutrien pakan untuk
benih ikan lele. disimpan dalam tubuh dan
Ta b e l 5 d a n G a m b a r 6 . mengkonversinya menjadi energi. Energi ini
memperlihatkan bahwa pertumbuhan berat digunakan oleh benih ikan lele untuk
tubuh spesifik benih ikan lele dengan metabolisme dasar, pergerakan, produksi
perlakuan pemberian pakan yang berbeda organ seksual, perawatan bagian-bagian
pertumbuhan berat tubuh spesifik tertinggi tubuh serta pergantian sel-sel yang telah
dicapai pada perlakuan D sebesar 2,98 rusak dan kelebihannya digunakan untuk
gram, disusul perlakuan C sebesar 1,82 pertumbuhan.
gram dan perlakuan A sebesar 1,57 gram. Pertumbuhan ikan erat kaitannya
Sementara pertumbuhan berat mutlak dengan ketersediaan protein dalam pakan,
tertinggi dicapai pada perlakuan B sebesar karena protein merupakan sumber energi
1,07 gram. Hal ini menunjukkan bahwa bagi ikan dan protein merupakan nutrisi
pemberian pakan berpengaruh pada laju yang sangat dibutuhkan ikan untuk
pertumbuhan benih ikan lele. pertumbuhan. jumlah protein akan
19
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

mempengaruhi pertumbuhan ikan. Tinggi dapat hidup pada suhu air yang
rendahnya protein dalam pakan dipengaruhi berkisar antara 20-33 0C. Kualitas air yang
oleh kandungan energi non-protein yaitu dianggap baik untuk kehidupan lele adalah
yang berasal dari karbohidrat dan lemak suhu yang berkisar antara 20-30oC, akan
Hasil analisis ragam menunjukkan tetapi suhu optimalnya adalah 27 o C,
bahwa pemberian pakan yang berbeda kandungan oksigen terlarut > 3 ppm, pH 6.5-
berpengaruh nyata (P<0.01) terhadap 8 dan NH3 sebesar 0.05 ppm (Khairuman
pertumbuhan berat benih ikan lele dan Amri, 2002 dalam Aristya,2006).
(Lampiran 11). Menurut Rachman (2005) Meskipun ikan lele mampu bertahan
Selain faktor protein makanan yang hidup di lingkungan dengan kadar oksigen
dimakan, faktor daya tarik makanan diduga yang rendah, namun untuk menunjang agar
juga memainkan peran penting dalam ikan lele dapat tumbuh secara optimal
pertumbuhan dan kelangsungan hidup diperlukan lingkungan perairan dengan
larva. makanan yang memiliki daya tarik kadar oksigen yang cukup. Kadar oksigen
yang lebih baik akan dapat merangsang yang baik untuk menunjang pertumbuhan
nafsu makan larva ikan. Bila makanan yang ikan lele secara optimum adalah harus lebih
diberikan mengandung protein rendah, dari 3 ppm.
maka pertumbuhannya lambat. Suhu air optimal dalam
pertumbuhan ikan lele adalah 28ºC. Hal
Pengamatan Kualitas Air tersebut terkait dengan laju metebolismenya
Kualitas air didefinisikan sebagai (Tai et al., 1994). Suhu di luar batas tertentu
faktor kelayakan suatu perairan untuk akan mengurangi selera makan pada ikan.
menunjang kehidupan dan pertumbuhan Berdasarkan penelitian yang dilakukan Britz
organisme akuatik yang nilainya ditentukan dan Hecht (1987), untuk pembesaran benih
dalam kisaran tertentu (Safitri, 2007). ikan lele didapat bahwa laju pertumbuhan
Menurut Gustav (1998) dalam Rukmana ikan lele akan baik pada suhu 25º-33ºC dan
(2003), kualitas air memegang peranan suhu optimum 30ºC.
penting terutama dalam kegiatan budidaya. Keasaman (pH) yang rendah
Penurunan mutu air dapat mengakibatkan berakibat buruk pada spesies kultur dan
kematian, pertumbuhan terhambat dan menyebabkan ikan stress, mudah terserang
timbulnya hama penyakit. Faktor yang penyakit, produktivitas dan pertumbuhan
berhubungan dengan air perlu diperhatikan rendah. Batas toleransi ikan terhadap pH
antara lain : oksigen terlarut, suhu, pH, adalah bervariasi tergantung suhu, kadar
amoniak, dan lain-lain. oksigen terlarut, alkalinitas, adanya ion dan
Selama kegiatan penelitian kation, serta siklus hidup organisme
dilakukan juga pengukuran parameter tersebut (Pescond 1973, dalam Rohaedi,
kualitas air sebagai berikut : 2002). Selain itu keasaman (pH) memegang
peranan penting dalam bidang perikanan
Tabel 5. Data Hasil Pengukuran Kualitas Air karena berhubungan dengan kemampuan
Selama Penelitian. untuk tumbuh. Ikan lele dapat hidup pada
kisaran pH 4 dan diatas pH 11 akan mati
No Parameter Hasil Pengukuran (Suyanto, 1999). Nilai pH yang baik untuk
1 Suhu 28 - 33 0C lele berkisar antara 6,5-8,5. Tinggi
2 pH 6,5 – 8 rendahnya suatu pH dalam perairan salah
3 Oksigen 3,67 - 4,8 C satunya dipengaruhi oleh jumlah kotoran
dalam lingkungan perairan khususnya sisa
Hasil pengukuran suhu selama pakan dan hasil metabolisme (Arifin, 1991).
penelitian berlangsung telah sesuai dengan
suhu yang optimal bagi pertumbuhan benih KESIMPULAN
ikan lele yaitu bahwa suhu air berpengaruh Perlakuan perbedaan komposisi
terhadap pertumbuhan dan perkembangan pakan yang berbeda memberikan pengaruh
ikan. benih ikan lele nyata terhadap sintasan, pertumbuhan
panjang dan pertumbuhan berat benih ikan
lele. Perlakuan pakan dengan penambahan
ampas kelapa sawit + tepung ikan
20
Nursyahran, dkk., Pemanfaatan limbah ampas kelapa sawit sebagai bahan baku pakan
untuk pertumbuhan dan sintasan Benih ikan lele

menghasilkan sintasan, pertumbuhan


panjang dan pertumbuhan berat benih ikan
lele. Parameter kualitas air yang didapatkan
selama penelitian tetap mendukung
sintasan, pertumbuhan panjang dan
pertumbuhan berat benih ikan lele.

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, D. 1986. Perkebunan kelapa


sawit sebagai sumber pakan ternak
di Indonesia. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian V(4): 93-
99.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan.
Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Hasting, W.H. danDickie, L.M. 1982. Feed
Formulation and Evaluation. ln
Hevler, J.E. (Ed) Fish Nutrition Aced.
Press, New York.
Huisman EA. 1987. Principles of Fish
Production. Wageningen Agricultural.
Netherland University Press.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak
Pangan. UI-Press ,Jakarta
Mudjiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar
Swadaya, Jakarta
Priede, I.G 1985. Metabolic Scope in Fhises.
In Tyler L dan Callow P (Ed). Fish
Bioenergetics N e w
Perspectives. Croom Helm. London.
Ritonga T. 2014. Respons Benih Ikan Sidat
(Anguilla bicolor bicolor) terhadap
Derajat Keasaman (pH). [skripsi].
Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci
Identifikasi Ikan. Binacipta, Jakarta.
Steel, R.G.D dan Torrie, J.H. 1993. Prinsip
dan Prosedur Statistika. Terjemahan
Bambang Sumantri. Gramedia.
Jakarta.
Usui A. 1974. Eel culture. Fishing News
(Book), West Byfleet & London.
Utomo, B.N., Widjaja, E., Mokhtar, S.,
Prabowo, S.E. dan Winarno, H.
1999. Laporan Akhir Pengkajian
Pengembangan Ternak Potong pada
Sistem Usaha Tani Kelapa Sawit.
B a l a i P e n g k a j i a n Te k n o l o g i
Pertanian Palangkaraya,
Palangkaraya.
21
TINGKAT KEMATANGAN GONAD DAN INDEKS KEMATANGAN GONAD
UDANG AIR TAWAR Macrobrachium idae DI DANAU TEMPE
KABUPATEN WAJO

GONAD MATURITY LEVEL AND GONAD SOMATIC INDEX OF THE FRESHWATER


PRAWN MACROBRACHIUM IDEA AT TEMPE LAKE
WAJO REGENCY

Diterima tanggal 25 Agustus 2017, Disetujui tanggal 20 Oktober 2017


1 1 1)
Andi Yusuf , Luqman Saleh , Dam Surya Massora
1
Jurusan Budidaya Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
E-mail: uculingka@yahoo.co.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan gonad dan indeks
kematangan gonad udang air tawar Macrobrachium idae. Pengambilan sampel udang
dilakukan di Danau Tempe Kabupaten Wajo sekali dalam sebulan selama bulan Juni
hingga bulan Oktober 2017, sedangkan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biologi
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Sampel udang ditangkap menggunakan alat
tangkap serok dengan alat bantu panambe (scoop net with artificial bait) yang dioperasikan
oleh nelayan pada malam hari. Sampel udang dimasukkan ke dalam cool box untuk
dianalisis di laboratorium. Tingkat kematangan gonad diamati secara morfologi dan
dianalisis secara deskriptif. Penentuan indeks kematangan gonad dengan cara
membandingkan bobot gonad dengan bobot udang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ovarium udang air tawar M. idae berbentuk oval dengan ukuran dan warna bervariasi
sesuai dengan tingkat kematangannya. Berdasarkan karakter morfologi, kematangan
gonad udang dapat dibedakan atas empat tingkat, yaitu: TKG I, TKG II, TKG III, dan TKG IV.
Indeks kematangan gonad (IKG) udang air tawar M. idae meningkat seiring dengan
peningkatan Tingkat Kematangan Gonad (TKG). Nilai IKG udang air tawar M. idae rata-rata
berkisar 0,213–7,429 %. Berdasarkan nilai IKG ini, menunjukkan bahwa udang air tawar M.
idae dapat memijah lebih dari satu kali dalam setahun .

Kata kunci : Macrobrachium idae, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan


gonad, danau Tempe

ABSTRACT
This research aimed to investigate gonad maturity level and gonad somatic index of
freshwater prawn Macrobrachium idae at Tempe Lake, Wajo Regency. Prawn sampling
was collected in Tempe Lake of Wajo Regency once a month during June to October 2017,
while the sample analysis was performed in the Laboratory of Biology of Pangkep State
Polytechnic of Agriculture. The prawn was captured using scoop net with artificial bait,
which operated by fisherman in the night. Captured prawn were immediately put into cool
box for laboratory analysis. Gonad maturity levels were observed morphologically and
analyzed descriptively. Determination of gonad somatic index by comparing gonad weight
with prawn weight. The result showed that ovary of freshwater prawns M. idae was oval
shaped with size and color varied according to the level of maturity. Based on morphological
characteristic, the gonad maturity of prawn were distinguished in four levels: gonad maturity
level I, gonad maturity level 2, gonad maturity level III, and gonad maturity level IV. The
gonad somatic index of freshwater prawn M. idae increased with increasing gonad maturity
levels. The mean value of gonad somatic index were around 0.213–7.429%. Based on this
GI value, the result suggested that freshwater prawn M. idae may spawn more than once a
year.

Key words : Macrobrachium idae, gonad maturity level, gonad somatic index, Tempe
lake
22
Andi Yusuf, dkk., Tingkat Kematangan Gonad Dan Indeks Kematangan Gonad Udang Air
Tawar Macrobrachium Idae Di Danau Tempe Kabupaten Wajo

PENDAHULUAN Sampel udang ditangkap menggunakan alat


Danau Tempe merupakan salah satu tangkap serok dengan alat bantu panambe
perairan di Sulawesi Selatan yang memiliki (scoop net with artificial bait) yang
potensi sumberdaya perikanan air tawar dioperasikan oleh nelayan pada malam hari.
yang penting dan bernilai ekonomi. Salah Pengambilan sampel udang dilakukan
satu sumberdaya perikanan Danau Tempe sebanyak satu kali setiap bulan. Sampel
yang telah dimanfaatkan adalah udang air udang segera dimasukkan ke dalam cool
tawar. Produksi udang air tawar ini box untuk dianalisis di laboratorium.
didominasi oleh jenis udang yang dikenal Tingkat kematangan gonad diamati
dengan nama daerah Urang Salo atau secara morfologi. Pengamatan morfologi
Udang Puce. Jenis udang ini adalah adalah pengamatan secara visual dengan
Macrobrachium idae (Kusmini dan Hadie, melihat warna gonad. Hasil pengamatan
2000), dengan nama dagang berdasarkan secara morfologi ditampilkan dalam bentuk
FAO adalah orana river prawn (Holthuis, foto, kemudian dianalisis secara deskriptif.
1980). Penentuan indeks kematangan
Permintaan udang air tawar ini oleh gonad dengan cara menimbang bobot
konsumen selama ini hanya dipenuhi dari udang, kemudian gonadnya diambil dan
hasil penangkapan di Danau Tempe yang ditimbang bobotnya. Menurut Johnson
kesinambungan produksinya tidak dapat (1971 dalam Effendie, 2002), Indeks
dipertahankan sepanjang tahun. Hal ini Kematangan Gonad (IKG) dihitung dengan
disebabkan karena selain jumlah yang menggunakan rumus :
terbatas, juga dipengaruhi oleh musim.
Untuk memenuhi permintaan tersebut, BG
maka produksi udang ini tidak bisa hanya
IKG = x 100%
BT
mengandalkan hasil kegiatan
penangkapan, tetapi perlu dilakukan usaha dimana:
budidaya untuk meningkatkan produksi IKG : Indeks kematangan gonad (%);
tanpa mengganggu kelestariannya. Salah BG : Bobot gonad (gram);
satu faktor penentu keberhasilan budidaya BT : Bobot tubuh (gram).
adalah ketersediaan benih. Ketersediaan
benih ini dapat diatasi melalui usaha HASIL DAN PEMBAHASAN
pembenihan. Untuk mengembangkan
usaha pembenihan spesies ini, perlu Tingkat Kematangan Gonad
didasari pengetahuan mengenai aspek Ovarium udang air tawar M. idae
biologi reproduksi seperti tingkat berbentuk oval dengan ukuran dan warna
kematangan gonad dan indeks kematangan bervariasi sesuai dengan tingkat
gonad. kematangannya (Gambar 1).

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk


mengetahui tingkat kematangan gonad dan
indeks kematangan gonad udang air tawar
M. idae di Danau Tempe, Kabupaten Wajo.
TKG 1 TKG 2
TKG 3
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan TKG 4
Juni sampai Oktober 2017. Pengambilan
sampel dilakukan di Danau Tempe, Gambar 1. Morfologi ovarium udang air
Kabupaten Wajo, sedangkan analisis tawar Macrobrachium idae
sampel dilakukan di Laboratorium Biologi pada berbagai tingkat
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. kematangan gonad. Garis
skala 1 cm

23
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

Berdasarkan karakter morfologi, Tabel 1. Distribusi indeks kematangan


maka kematangan gonad udang betina gonad (%) udang air tawar
dapat dibedakan atas empat tingkat, yaitu: Macrobrachium idae
TKG I, TKG II, TKG III, dan TKG IV. Pada berdasarkan tigkat kematangan
TKG I, ovarium secara morfologi berbentuk gonad
oval dan berwarna putih transparan dengan
bintik-bintik coklat di bagian tengah TKG Kisaran Rata-rata
permukaan ovarium. Pada TKG II, secara I 0,134 - 0,364 0,213 ± 0,062
morfologi ovarium berbentuk oval dan
berwarna putih kekuning-kuningan dengan II 0,308 - 1,040 0,867 ± 0,141
bintik-bintik coklat membentuk lingkaran III 0,742 - 2,083 1,323 ± 0,508
kecil yang belum tersambung pada IV 4,286 - 10,983 7,429 ± 1,428
permukaan ovarium. Pada TKG III, secara
morfologi ovarium berbentuk oval dan
berwarna kuning dengan bintik-bintik coklat Tabel 1 memperlihatkan bahwa
lebih banyak dari TKG sebelumnya, dan Indek Kematangan Gonad (IKG) udang M.
bintik-bintik ini membentuk lingkaran penuh idae meningkat seiring dengan peningkatan
pada permukaan ovarium. Pada TKG IV, Tingkat Kematangan Gonad (TKG).
secara morfologi ovarium berwarna hijau tua Terjadinya peningkatan IKG menunjukkan
dan memenuhi hampir semua cephalotorax. adanya perkembangan gonad, dan
Menurut Tresnati (2001), pada fase matang mencapai nilai tertinggi pada saat akan
isi ovari semakin banyak dan sangat padat. terjadi pemijahan yaitu pada TKG IV. Nilai
Pada fase ini ovosit sudah siap untuk IKG udang bertambah karena adanya
dipijahkan. proses oogenesis.
Udang air tawar M. idae yang ada di Nilai IKG udang air tawar M. idae
Danau Tempe mempunyai TKG yang rata-rata berkisar 0,213–7,429 % (Tabel 1).
bervariasi. Hal ini ditandai dengan Berdasarkan nilai IKG ini, menunjukkan
diperolehnya semua tingkat kematangan bahwa udang air tawar M. idae dapat
gonad yang berbeda-beda pada setiap memijah lebih dari satu kali dalam setahun.
waktu pengambilan sampel. Bervariasinya Hal ini sesuai dengan pendapat Bagenal
TKG yang diperoleh pada setiap waktu (1978 dalam Nasution 2004) yang
pengambilan sampel menunjukkan bahwa menyatakan bahwa betina yang mempunyai
udang ini diduga memijah sepanjang tahun, nilai IKG lebih kecil dari 20 %, dapat
dengan puncak pemijahan pada saat melakukan pemijahan beberapa kali
diperoleh TKG IV yang paling banyak. Hal ini disetiap tahunnya
sesuai dengan pendapat Effendie (2002) Udang air tawar M. idae yang ada di
yang menyatakan bahwa bagi ikan yang Danau Tempe mempunyai IKG yang
mempunyai musim pemijahan sepanjang bervariasi. Hal ini ditandai dengan
tahun, pada pengambilan contoh setiap saat diperolehnya IKG yang berbeda-beda pada
akan didapatkan komposisi tingkat setiap waktu pengambilan sampel. IKG
kematangan gonad terdiri dari berbagai yang diperoleh pada setiap waktu
tingkat dengan prosentase yang tidak sama. pengambilan sampel bervariasi karena
Persentase yang tinggi dari tingkat udang air tawar M. idae yang ada di Danau
kematangan gonad yang besar merupakan Tempe mempunyai TKG yang berbeda-
puncak pemijahan, walaupun pemijahannya beda pula. Hal ini menunjukkan bahwa
sepanjang tahun. perubahan IKG seiring dengan perubahan
TKG.
Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad udang air KESIMPULAN
tawar M. idae yang tertangkap pada saat Ovarium udang air tawar
penelitian di Danau Tempe Kabupaten Wajo, Macrobrachium idae berbentuk oval dengan
dapat dilihat pada Tabel 1. ukuran dan warna bervariasi sesuai dengan
tingkat kematangannya. Berdasarkan
karakter morfologi, maka kematangan
gonad udang betina dapat dibedakan atas
empat tingkat, yaitu: TKG I, TKG II, TKG III, .
24
Andi Yusuf, dkk., Tingkat Kematangan Gonad Dan Indeks Kematangan Gonad Udang Air
Tawar Macrobrachium Idae Di Danau Tempe Kabupaten Wajo

dan TKG IV. Indeks kematangan gonad Raswin, M.M., Aziz, K.A., Hitam, M.S.,
(IKG) udang air tawar M. idae meningkat Silalahi, S. dan Boer, M. 1981. Studi
seiring dengan peningkatan Tingkat tentang beberapa aspek biologi
Kematangan Gonad (TKG). Nilai IKG udang udang Macrobrachium sintangense
air tawar M. idae rata-rata berkisar 0,213 – De Man di Bendung Curug Jatiluhur.
7,429 %. Berdasarkan nilai IKG ini, Laporan Penelitian. Fakultas
menunjukkan bahwa udang air tawar M. Perikanan, Institut Pertanian Bogor,
idae dapat memijah lebih dari satu kali Bogor. 113 hal.
dalam setahun. Tang, U.M. dan Affandi, R. 2001. Biologi
Reproduksi Ikan. Pusat Penelitian
DAFTAR PUSTAKA Kawasan Pantai dan Perairan
Universitas Riau, Pekanbaru. 153
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi hal.
Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. Utomo, A.D. 2002. Pertumbuhan dan biologi
112 hal. reproduksi udang galah
Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. (Macrobrachium rosenbergii) di
Yayasan Pustaka Nusatama, Sungai Lempuing, Sumatera
Yogyakarta. 163 hal. Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan
Holthuis, L.B. 1980. Shrimps and Prawns of Indonesia 8(1): 15-26.
the World, An Annotated Catalogue
of Species of Interest to Fisheries.
FAO Fisheries Synopsis No. 125
Volume 1. Food and Agriculture
Organization of the United Nations,
Rome. 271 p.
Kusmini, I.I. dan Hadie, L.E. 2000. Status
keanekaragaman ikan di Danau
Tempe, hal. 49-53. Dalam Prosiding
Seminar Nasional Keanekaragaman
Hayati Ikan. Pusat Studi Ilmu Hayati
Institut Pertanian Bogor
Bekerjasama dengan Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Bogor.
Nasution, S.H. 2004. Distribusi dan
Perkembangan Gonad Ikan
Endemik Rainbow Selebensis
( Te l m a t h e r i n a c e l e b e n s i s
Boulenger) di Danau Towuti
Sulawesi Selatan. Tesis. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor. 87 hal.
New, M.B. and Singholka, S. 1985.
Freshwater Prawn Farming, A
Manual for the Culture of
Macrobrachium rosenbergii. FAO
Fisheries Technical Paper 225
Revision I / Firi / T225. Food and
Agriculture Organization of the
United Nations, Rome. 118 p.

25
KAJIAN EKSPLOITASI IKAN HIAS LAUT DENGAN MEMANFAATKAN TERUMBU
BUATAN SEBAGAI SOLUSI REHABILITASI TERUMBU KARANG
DI KABUPATEN BARRU

THE STUDY OF EXPLOITS OF MARINE FISHES BY UTILIZE THE ARTIFICIAL


REEFS AS A CORAL REEF REHABILITATION SOLUTIONS AT BARRU REGION

Diterima tanggal 02 Sepember 2017, Disetujui tanggal 12 Oktober 2017


1 1 1
Syatir Suaib , Muh. Nadir , Usman Lt
,1
Staf Pengajar Jurusan Penangkapan Ikan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
E-mail :syatirsuaib@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian tentang kajian eksploitasi ikan hias laut dengan memanfaatkan terumbu buatan
sebagai solusi rehabilitasi terumbu karang di kabupaten Barru telah dilakukan dari bulan
Oktober hingga Desember 2017. Penelitin bertujuan untuk mengetahui keragaman jenis
ikan hias laut yang terdapat pada terumbu karang alami dan terumbu buatan. Hasil
penelitian menunjukkan jenis ikan yang terdapat pada terumbu karang alami; ikan kaka tua
(Scarus croicensis) famili Scaridae, ikan Triger (Rhinecanthus verrucosus) famili
Balistidae, ikan Titang (Acanthurus spp) famili Acanturidae dan Ikan Lepu (Scorpaenopsis
diabolus) famili Scorpaenidae adalah jenis-jenis ikan terumbu karang alami (coral reef).
Pada terumbu karang buatan ditemukan jenis ikan ; Giru gelang (Amphiprion percula)
famili Pomacentridae, Giru balong strip (Premnas biaculeatus) family Pomacentridae,
Bunga waru (Monadactylus argentius) family Monadactylidae, Sekar taji (Acanthurus
lineatus) family Acathuridae, Lencan (Lethrinus sp) family Lethrinidae, Peperek
(Leoignathus sp) family Leoignathidae, Tompel (Amphiprion ephipium) family
Pomacentridae, Betok sebra (Dascylus melanurus) family Pomacentridae dan Triger
(Balistoides spp) family Balistidae

Kata Kunci: Eksploitasi, Ikan Hias Laut, Terumbu Buatan, Rehabilitasi,


Terumbu Karang

ABSTRACT

Research on marine ornamental fish exploitation study using artificial reef as reef
rehabilitation solution in Barru regency has been conducted from October to December
2017. The study aims to determine the diversity of marine ornamental fish species found on
natural coral reefs and artificial reefs. The results showed fish species found on natural
coral reefs Saddled Parrotfish(Scarus croicensis) Scaridae family, Blackpatch Triggerfish
(Rhinecanthus verrucosus) Balistidae family, Surgeonfish(Acanthurus spp) Acanturidae
family and False Stonefish (Scorpaenopsis diabolus) Scorpaenidae family are species of
coral reef. On artificial reefs found species of fish; Barrier Reef Anemonefish
(Amphiprionpercula) family Pomacentridae, Spine-Cheek Anemonefish (Premnas
biaculeatus) family Pomacentridae, Diamond fish (Monadactylus argentius) family
Monadactylidae, Blue-Lined Surgeonfish (Acanthuruslineatus) family Acathuridae, Blue-
Lined Emperor (Lethrinus sp) family Lethrinidae, Ponyfishes (Leoignathus sp) family
Leoignathidae, Red Saddleback Anemonefish (Amphiprion ephipium) family
Pomacentridae, Black-Tailed Dascyllus (Dascylus melanurus) family Pomacentridae and
Blue-Finned Triggerfish(Balistoides spp) family Balistidae

Keywords: Exploitation, Ornamental fish, Artificial Reef, Rehabilitation, Coral Reef

26
Syatir Suaib, dkk., Kajian Eksploitasi Ikan Hias Laut Dengan Memanfaatkan Terumbu
Buatan Sebagai Solusi Rehabilitasi Terumbu Karang Di Kabupaten Barru

PENDAHULUAN termasuk biodiversitasnya. Penangkapan


Indonesia merupakan salah satu ikan hias yang dilakukan oleh nelayan pada
negara terkaya akan jenis-jenis ikan hias umumnya dilakukan di daerah terumbu
dibandingkan dengan beberapa negara karang atau dekat terumbu karang.
penghasil ikan hias lainnya seperti Beberapa tahun terakhir ini eksploitasi ikan
Poertorico, Hawai, Filipina, Thailand dan hias laut khususnya di Desa Palanro
lain-lainnya (Livengood et al, 1980) dan Kabupaten Barru telah mengalami
memiliki kurang lebih 253 spesies. kerusakan akibat penangkapan ikan hias
Keragaman jenis ikan hias laut yang tinggi laut yang berlebihan serta cara
ini dapat menjadikan sumber devisa dari penangkapan yang tidak ramah lingkungan
segi pariwisata dan estetikanya yang dapat sehingga menyebabkan kerusakan
diperjual belikan. Ikan hias dari perairan (destructive) dan terganggunya ekosistem
karang Indonesia mempunyai nilai jual yang di terumbu karang termasuk
cukup tinggi seperti kepe-kepe dari famili biodiversitasnya. Ancaman utama bagi
Chaetodontidae. Nilai ekonomi yang tinggi terumbu karang di Indonesia adalah
inilah merupakan dasar bagi para nelayan penangkapan ikan secara berlebihan dan
untuk memanfaatkan ikan hias di perairan penangkapan ikan yang merusak.
karang dengan menggunakan berbagai alat Persentase ancaman akibat penangkapan
penangkapan seperti bubu, jaring lingkar ikan secara berlebihan dapat mencapai 64%
dan bahkan dengan cara pembiusan. dari luas keseluruhan, dan mencapai 53%
Potensi bisnis ikan hias di Indonesia akibat penangkapan ikan dengan metode
didukung oleh banyaknya spesies ikan hias yang merusak, namun demikian, karena
asli Negara ini. Untuk ikan hias air laut, informasi yang terbatas, wilayah-wilayah
Indonesia memiliki lebih dari 700 jenis yang beresiko terkena pengaruh
spesies. Indonesia sebenarnya berpotensi penangkapan ikan yang merusak,
meraih US$60juta-US$65 juta per tahun dari kemungkinan lebih sedikit dari yang
ekspor ikan hias, serta bias menjadi sebenamya. Pembangunan pesisir dan
eksportir ikan hias terbesar dunia. Data sedimentasi dari daratan mengancam
Dewan Ikan Hias Indonesia (DIHI) seperlima dari terumbu karang yang ada di
menyebutkan, nilai perdagangan ikan hias Indonesia (Burke, at al., 2001).
global mencapai US$ 5 miliar dengan Kerusakan terumbu karang di
pertumbuhan 8% per tahun. Dari nilai wilayah perairan Sulsel terbilang parah. Dari
tersebut sebanyak 85% merupakan ikan luas terumbu karang 231.703 Ha, 45.552
hias air tawar dan sisanya 15% merupakan Ha rusak sedang, dan 58.578 Ha rusak berat
ikan hias laut. Jenis-jenis ikan laut yang (Anonim, 2014). Rehabilitasi terumbu
dapat digunakan sebagai ikan hias laut karang merupakan suatu usaha untuk
(skala aquarium rumah tangga) adalah mengembalikan dan menyambung rantai
golongan krustacea (contoh:crabs, ekosistem yang hilang akibat kerusakan
hermitcrabs dan udang-udangan); moluska terumbu karang, rantai tersebut berupa
(contoh: snails, clams dan scallops); substrat atau biotanya. Dengan
echinodermata (contoh: starfish, sand- mempertimbangkan bagian rantai
dollars dan seaurchins) dan golongan jenis- ekosistem yang hilang dapat ditentukan
jenis ikan karang lainnya (Anonim, 2011). langkah dan teknologi rehabilitasi terumbu
Penangkapan ikan hias yang karang (Wagiyo dan Radiarta, 1997).
dilakukan oleh nelayan pada umumnya Permasalahan ini harus dilakukan dengan
dilakukan di daerah terumbu karang atau rehabilitasi terumbu karang dengan
dekat terumbu karang. Beberapa tahun mengembalikan fungsidari terumbu karang
terakhir ini eksploitasi ikan hias laut yang telah mengalami kerusakan dengan
khususnya di Desa Palanro Kabupaten teknik terumbu karang buatan (Anonim,
Barru telah mengalami kerusakan akibat 2016). Dengan adanya terumbu karang
penangkapan ikan hias laut yang buatan ini, diharapkan memberikan
berlebihan serta cara penangkapan yang dampak terhadap lingkungan terumbu
tidak ramah lingkungan sehingga karang dan terbentuknya suatu ekosistem
menyebabkan kerusakan (destructive) dan baru bagi jenis-jenis ikan yang ada
terganggunya ekosistem di terumbu karang diperairan tersebut (Moosa et al., 1997)
27
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

TUJUAN PENELITIAN atau disusun dengan cara diikat satu


Penelitian ini bertujuan untuk dengan yang lainnya menggunalan tali
mengetahui keragaman jenis ikan hias laut plastik sehingga terbentuk satu koloni
yang terdapat pada terumbu karang alami terumbu buatan.
dan terumbu buatan - Selanjutnya penurunan beton sebagai
terumbu buatan dilakukan pada lokasi
METODE PENELITIAN
Materi Penelitian yang lain. Jumlah koloni terumbu
a. Balok Beton buatan yang akan diturunkan adalah
Dalam penelitian ini dibuat artificial sebanyak tiga buah
reef rancangan konstruksi beton berbentuk b) Alat Tangkap
balok/kotak persegi panjang adapun cara Alat tangkap yang digunakan untuk
pembuatannya sebagai berikut mengeksploitasi ikan karang/ikan hias pada
- Membuat cetakan beton yang penelitian ini adalah jaring penghalang
berukuran panjang 30 cm, lebar 15 (jaring insang) dan scoop net. Jaring
cm dan tinggi 13 cm. Cetakan berbentuk persegi panjang, panjang jaring
80 m, lebar/tinggi 1,2 m, ukuran mata jaring
terbuat dari papan kayu pada bagian
(mesh size) 1,5 inch terbuat dari nilon
dalam dilapisi aluminium plat. monofilament (PE).
- Menyiapkan campuran beton yang
terdiri dari semen, pasir, dan kerikil c) Alat penunjang
dengan perbandingan 1: 2 : 3. Alat yang digunakan untuk
- Campuran beton dituang ke dalam membantu kelancaran operasional
cetakan dan untuk membuat penelitian ini antara lain; perahu, scuba,
lubang (diameter lubang) sekitar 10 snorkel, GPS map Garmin 76 CSX , hand
refractometer Atago salinity 0-1000/00, seici
cm, pada balok beton maka
dish, DO meter 12 D 100902 YSI 55044
diletakkan sementara botol kaca (oksigen dan suhu), kamera bawah air,
pada bagian tengah cetakan. ember plastic ukuran 10 liter, selang 5
Lubang dibuat sebanyak 2 buah. meter, aerator dan buku identifikasi (Marine
- Beton dibuka dari cetakan setelah 2- Fishes of South-East Asia)
3 hari dan selanjutnya diletakkan
pada tempat teduh selama 15 hari Pengambilan Data
supaya kering sempurna Penelitian ini bersifat deskriftif,
dimana pengambilan data dilakukan secara
- Jumlah beton yang akan dicetak
observasi atau pengamatan langsung di
sebanyak 150 buah lapangan dengan melakukan penangkapan
menggunakan jaring dan sero setiap 4 hari
Peluncuran ke Laut selama tiga bulan pada lokasi coral reef dan
Balok beton yang telah disiapkan, artificial reef. Hasil tangkapan dicatat
diangkut ke lokasi penelitian dengan berdasarkan lokasi penangkapan.
langkah-langkah berikut: Demikian pula parameter lingkungan
- Balok beton diangkut menggunakan berupa suhu, salinitas, oksigen dan
perahu motor yang jumlahnya kecerahan diukur pada saat penangkapan
disesuaikan dengan kapasitas angkut ikan
perahu motor
HASIL DAN PEMBAHASAN
- Penentuan posisi penurunan balok
Pembuatan Karang Buatan (Artificial
menggunakan GPS Reef)
- Penurunan balok-balok beton Artificial reef dibuat dengan
dengan cara mengulurkan ke dasar rancangan konstruksi beton berbentuk
perairan satu per satu menggunakan balok/kotak persegi panjang.
tali ulur. Material/bahan terdiri dari portland cement
- Setelah balok beton yang diturunkan Tipe II, pasir, krikil dengan perbandingan
(sekitar 50 buah) selanjutnya dirangkai 1:2:3 adapun cara pembuatannya sebagai
28
Syatir Suaib, dkk., Kajian Eksploitasi Ikan Hias Laut Dengan Memanfaatkan Terumbu
Buatan Sebagai Solusi Rehabilitasi Terumbu Karang Di Kabupaten Barru

berikut: membuat cetakan beton yang Panjang jaring 80 meter, lebar/tinggi 1,2
berukuran panjang 30 cm, lebar 15 cm dan meter, ukuran mata jaring (mesh size) 1,5
tinggi 13 cm. Cetakan terbuat dari papan inch. Jaring insang digunakan untuk
kayu pada bagian dalam dilapisi aluminium menangkap ikan hias laut yang berukuran
plat; menyiapkan campuran beton yang besar, sedangkan ikan-ikan yang berukuran
terdiri dari semen, pasir, dan kerikil; kecil menggunakan scoop net.
campuran beton dituang ke dalam cetakan Pada saat pengambilan hasil
dan untuk membuat lubang (diameter tangkapan juga dilakukan pengukuran
lubang) sekitar 10 cm, pada balok beton parameter oseanografi (salinitas) dengan
maka diletakkan sementara botol kaca pada alat hand refractometer Atago salinity 0-
bagian tengah cetakan. Lubang dibuat 1000/00, (suhu, oksigen terlarut) dengan DO
sebanyak 2 buah; beton dibuka dari cetakan meter 12 D 100902 YSI 55044 dan
setelah 2-3 hari dan selanjutnya diletakkan (kecerahan) dengan seice dish (Tabel 1).
pada tempat teduh selama 15 hari supaya
kering sempurna; Jumlah beton yang akan Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter
dicetak sebanyak 150 buah. Oseanografi di Lokasi
Artificial reef yang telah dibuat Penelitian
dibiarkan beberapa hari (±15 hari) agar Waktu Parameter
materialnya tersusun lebih padat dan Pengukuran
Stasiun (T.alami Tinggi air 1,5 m Stasiun (T.Buatan) Tinggi Air 2 m
massif. Selanjutnya balok beton diangkut
menggunakan perahu motor yang Suhu Salinitas Oksigen Kecerahan Suhu Salinitas Oksigen Kecerahan
jumlahnya disesuaikan dengan kapasitas Pagi
0
28.5 C 33 /00
0
4,39 100% 28,5 C
0 0
33 /00 4,34mg/l 100%
a n g k u t p e r a h u m o t o r, p e n e n t u a n mg/l
posisi/letak artificial reef menggunakan
global positioning system (GPS). balok-
balok beton dengan cara mengulukan ke Siang
0
28,9 C 31 /00
0
5,95mg/l 100% 28,7 C
0 0
31 /00 5,03mg/l 100%
dasar perairan satu per satu menggunakan 0 0/ 0 0
Sore 28,7 C 31 5,11mg/l 90% 28,4 C 31 /00 5,09mg/l 100%
tali ulur, Setelah balok beton yang 00

diturunkan (sekitar 50 buah) selanjutnya


dirangkai atau disusun dengan cara diikat Tabel 2. Jenis-jenis ikan hias yang
satu dengan yang lainnya menggunalan tali tertangkap di coral reef
plastik sehingga terbentuk satu koloni No Jenis Ikan di Terumbu Nama Latin Famili
terumbu buatan. Penurunan balok beton Karang Alami
berikutnya dilakukan pada lokasi yang lain.
1 Kaka tua Scarus croicensis Scaridae
Jumlah koloni artificial reef yang akan
diturunkan adalah sebanyak tiga buah 2 Pakol tato Rhinecanthus verrucosus Balistidae

3 Lepu Scorpaenopsis diabolus Scorpaenidae


Pengambilan Hasil Tangkapan
Pengambilan hasil tangkapan
dilakukan setelah artifisial reef yang 4 Titang Acanthurus spp Acanturidae
terpasang/tertanam di laut dibiarkan
beberapa lama sekitar tiga bulan, lama
waktunya tergantung kondisi 5 Swangi mata besar Priacantus tayenus Priacanthidae
perairan/lingkungan oseanografi yang
mempengaruhi tumbuhnya
alga,atausekumpulan hewan karang yang 6 Lepu Scorpaenopsis venosa Scorpaenidae
bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga
yang disebut zooxanhellae
Alat tangkap yang digunakan untuk
mengeksploitasi ikan karang/ikan hias pada
penelitian ini adalah jaring penghalang
(jaring insang) yang berbentuk persegi
panjang dan serok (scoop net) sesuai yang
direkomendasikan oleh Idris dalam Anonim
(2011a).
29
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

Tabel 3. Jenis-jenis ikan hias yang Allen, G.1999. Marine Fishes of South-
tertangkap di artificial reef East Asia (A Field Guide for
No Jenis Ikan di Nama Latin Famili
Anglers Divers). Periplus
Terumbu. Buatan Edition (HK) Ltd. 292 hal.
1 Giru gelang Amphiprion percula Pomacentridae Anonim. 2011a. Potensi Bisnis Ikan Hias
Indonesia. Direktorat Jenderal
2 Giru balong strip Premnas biaculeatus Pomacentridae Perikanan Budidaya Kelautan
dan Perikanan. Jakarta
3 Bunga waru Monadactylus argentius Monodactylidae ________2011b. Kajian Keramahan Alat
Tangkap Ikan Hias Ramah
4 Sekar taji Acanthurus lineatus Acanthuridae L i n g k u n g a n .
https://www.slideshare.net/teran
5 Lencan Lethrinus sp Lethrinidae
gi2011/mkdk03-hu-kajian-
6 Peperek Leoignathus sp Leoignathidae
keramahan-alat-tangkap-ikan-
8 Tompel Amphiprion ephippium Pomacentridae
hias-ramah-lingkungan-2.
9 Betok sebra Dascylus melanurus Pomacentridae
Diakses 7 Maret 2017
________ _2014. Harian Fajar , Terbit 20
10 Triger Balistoides spp Balistoidae
Juni 2014. Terumbu Karang
Rusak Berat
Livengood, E.J dan Chapman, F.A. 2011.
KESIMPULAN The Ornamental F i s h
Jenis ikan yang tertangkap pada Trade: An Introduction with
terumbu karang alami (coral reef) adalah Perspectives for Responsible
ikan kaka tua (Scarus croicensis) famili Aquarium Fish Ownership.
Scaridae, ikan Triger (Rhinecanthus Department of Fisheries and
verrucosus) famili Balistidae, ikan Titang Aquatic Sciences, Florida
(Acanthurus spp) famili Acanturidae dan Cooperative Extension Service,
Institute of Food and
Ikan Lepu (Scorpaenopsis diabolus) famili
Agricultural Sciences,
Scorpaenidae. Jenis ikan yang tertangkap University of Florida.
pada terumbu karang buatan (artificial reef) L. Burke et al.,2001. Pilot Analysis of Global
adalah; Giru gelang (Amphiprion percula) Ecosystems: Coastal
famili Pomacentridae, Giru balong strip Ecosystems Washington, DC:
(Premnas biaculeatus) family WRI, .p.14;
P o m a c d e n t r i d a e , B u n g a w a r u Moosa, M.K., dan Suharsono, 1997.
(Monadactylus argentius) family Rehabilitasi dan Pengelolaan
Terumbu Karang. Suatu Usaha
Monadactylidae, Sekar taji (Acanthurus
Menuju ke Arah Pemanfaatan
lineatus) family Acathuridae, Lencan Sumberdaya Terumbu Karang
(Lethrinus sp) family Lethrinidae, Peperek Secara Lestari. Prosiding
(Leoignathus sp) family Leoignathidae, Seminar Nasional Pengelolaan
Tompel (Amphiprion ephipium) family Terumbu Karang. Lembaga
Pomacentridae, Betok sebra (Dascylus Ilmu Pengetahuan Indonesia.
melanurus) family Pomacentridae dan Hal. 89- 200, Jakarta.
Triger (Balistoides spp) family Balistoidae Wagiyo, K., dan Radiarta, I.N. 1997.
Teknologi Konservasi dan
Rehabilitasi Terurnbu Karang.
DAFTAR PUSTAKA Prosiding Seminar Nasional
Pengelolaan Terumbu Karang.
Alldredge A.L. dan King J.M. 1977. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Distribution, Abundance and Indonesia. Jakarta
Substrate Preferences of
Demersal Reef Zooplankton at
Lizard Island Lagoon, Great
Barrier Reef. Mar. Biol. Vol. 41:
317-333.
30
SUBSTITUSI TEPUNG TAPIOKA
DENGAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie)
PADA PRODUK NUGGET UDANG

SUBSTITUTION OF TAPIOCA FLOUR WITH PURPLE SWEET POTATO


(Ipomoea batatas blackie) ON SHIRMP NUGGET PRODUCTS

Diterima tanggal 8 Oktober 2017, Disetujui tanggal 12 November 2017


1 1 2
Hasri , Dina U., Muhammad Nur
1
Jurusan Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
2
Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
E-mail : hasrijamiruddin@gmail.com

ABSTRAK

Dalam pembuatan nugget udang, karbohidrat diperlukan sebagai bahan pengikat agar
bahan saling terikat satu sama lain dan memperbaiki tekstur. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji proses pembuatan dan tingkat penerimaan konsumen terhadap nugget udang
yang menggunakan tepung ubi jalar ungu sebagai substitusi tepung tapioka. Perlakuan
yang diterapkan pada penelitian ini adalah konsentrasi tepung ubi jalar ungu yang
digunakan dalam pembuatan nugget udang yaitu 100%, 50% dan 20%. Responden
sebanyak 10 orang digunakan sebagai panelis uji organoleptik. Data hasil penelitian diuji
secara deskriptif menggunakan software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsentrasi tepung ubi jalar ungu sebesar 20% memiliki tingkat penerimaan tertinggi atau
berada pada kisaran suka untuk semua parameter sensorik atau organoleptik.

Kata kunci : nugget, substitusi, ubi jalar ungu, udang

ABSTRACT

In a process of making shrimp nugget product, carbohydrate is required as a bonding agent


to bind between different ingredients and to improve the texture. This study aimed to
investigate the manufacturing process and the level of consumer acceptance of shrimp
nugget that use purple sweet potato flour as a substitute for tapioca flour. The treatment
applied in this study is the concentration of purple sweet potato flour used in the
manufacture of shrimp nugget ie. 100%, 50% and 20%. Ten respondents were used as
panelists for organoleptic test. SPSS program was used for statistical analysis and
analyzed descriptively. The results showed that the 20% concentration of purple sweet
potato flour had the highest level of acceptance or was in the range of like for all sensory or
organoleptic parameters.

Keywords : nugget, purple sweet potato, shrimp, substitution

31
Hasri, dkk., Substitusi Tepung Tapioka Dengan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas
blackie) Pada Produk Nugget Udang

PENDAHULUAN biskuit, cookies, kue dan mie. Hal ini dapat


Ubi jalar memiliki prospek yang bagus terjadi karena sifat fungsional dari tepung
sebagai komoditas unggulan. Tanaman ini ubi jalar terutama gelatinisasi pati. Selain itu,
dapat tumbuh di sembarang tanah, mudah tepung ubi jalar juga berfungsi sebagai
dalam pemeliharaannya, tahan terhadap bahan pengikat dan penstabil karena daya
kering dan biaya produksi yang murah. ikat airnya yang tinggi (Pusbangtepa, 1999).
Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun Karena kemampuan mengikat airnya yang
2009 telah mencapai 2.057.913 ton/tahun tinggi, maka tepung ubi jalar dapat
(BPS 2009). Selain itu, ubi jalar digunakan sebagai bahan pengikat dalam
mengandung zat gizi yang berpengaruh pembuatan produk olahan pangan.
positif pada kesehatan. Hasil penelitian di Udang sebagai salah satu bahan
North Caroline Stroke Assosiation,American makanan yang sangat digemari oleh
Cancer Societydan American Heart masyarakat karena rasanya yang gurih.
Association menyatakan bahwa ubi jalar Namun udang lebih cepat membusuk
merupakan salah satu jenis makanan dibandingkan dengan komoditas lainnya.
bergizi dengan banyak manfaat dan dapat Sehingga harus segera diolah menjadi
mencegah berbagai penyakit. Serat pangan sebuah produk agar dapat dikonsumsi dan
(dietary fiber) ubi jalar, merupakan disimpan dalam waktu yang lama. Salah
polisakarida bukan pati dan dalam sistem satunya dalam bentuk nugget udang.
pencernaan yang tidak tercerna dan tidak Nugget merupakan olahan daging
terabsorbsi dalam usus halus, tetapi yang terbuat dari daging giling yang dicetak
terfermentasi dalam usus besar (Cordell, dalam bentuk potongan empat persegi dan
2010). dilapisi dengan tepung berbumbu (battered
Ubi jalar ungu memiliki kandungan gizi dan breaded) (Maghfiroh, 2000). Menurut
yang cukup tinggi. Selain itu, ubi jalar ungu Priwindo (2009), dalam membuat nugget
juga mengandung senyawa antioksidan. udang maupun nugget dengan bahan yang
Antioksidan yang terkandung dalam ubi jalar lain diperlukan bahan yang mengandung
ungu adalah jenis antosianin. Berbagai karbohidrat sebagai bahan pengikat agar
manfaat positif dari antosianin untuk bahan satu sama lain saling terikat dalam
menjaga kesehatan manusia adalah untuk satu adonan yang berguna untuk
melindungi lambung dari kerusakan, memperbaiki tekstur. Bahan pengikat yang
menghambat sel tumor, dan meningkatkan sering digunakan adalah berbagai jenis
kemampuan penglihatan. Selain itu, tepung yang mengandung karbohidrat.
senyawa tersebut juga mampu mencegah Berbagai macam tepung telah digunakan
obesitas dan diabetes, meningkatkan sebagai bahan pengikat pada pembuatan
kemampuan memori otak dan mencegah nugget yaitu tepung terigu, tepung kentang,
penyakit neurologis, serta menangkal tepung maizena (Rospiati, 2006), dan
radikal bebas dalam tubuh. tepung wortel.
Selama ini pemanfaatan ubi jalar Penggunaan tepung ubi jalar ungu
menjadi bahan olahan yang memiliki masa sebagai bahan pengikat pada pembuatan
simpan yang lama dan bernilai ekonomis nugget udang belum dilakukan. Pengolahan
masih terbatas. Produksi ubi jalar sebagian nugget udang yang disubtitusi dengan ubi
besar masih digunakan sebagai bahan jalar sebagai alternatif pengganti tepung
pangan, baik sebagai makanan pokok tapioka juga untuk meningkatkan nilai
maupun makanan sampingan. Sebagian ekonomis, nilai gizi dan pemanfaatannya
lainnya telah digunakan untuk pakan dan sebagai salah satu diversifikasi pangan.
bahan baku industri, terutama saos. Penggunaan udang pada produk nugget
Diversifikasi pemanfaatan dan peningkatan sebagai salah satu alternatif untuk
nilai tambah ubi jalar, antara lain dapat pemenuhan zat gizi masyarakat terutama
dilakukan melalui pengolahan menjadi kebutuhan akan protein hewani.
bentuk setengah jadi, seperti tepung ubi
jalar yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai bahan substitusi terigu pada produk
roti

32
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

TUJUAN PENELITIAN adalah 1000 gram. Penggunaan bahan


Penelitian ini bertujuan untuk lainnya dalam formulasi yaitu bahan
mengkaji tingkat kekenyalan dan tingkat pengikat bahan pengikat merupakan fraksi
penerimaan konsumen terhadap nugget bukan aging yang ditambahkan dalam
udang yang menggunakan bahan pengikat pembuatan nugget . Bahan yang digunakan
tepung ubi jalar ungu sebagai substitusi adalah kombinasi tepung terigu dan tepung
tepung tapioka. tapioka dengan perbandingan 1:1 dengan
jumlah substitusi 15% dari adonan. Hasil
METODE PENELITIAN penelitian Erawaty (2001) menyatakan
Waktu dan Tempat bahwa penggunaan campuran tepung terigu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan dan tepung tapioka dengan rasio 1:1 pada
April – November 2017 yang berlokasi di nugget menunjukkan hasil yang terbaik
laboratorium Produksi Agribisnis Perikanan dibandingkan dengan penggunaan tepung
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep terigu saja atau tepung tapioka saja. Bahan
pengikat yang digunakan dalam penelitian
Bahan dan Alat ini disubstitusi dengan tepung ubi jalar
Bahan utama yang digunakan dalam ungu. Tingkat subsitusi tepung ubi jalar
penelitian ini adalah udang putih Bahan terhadap tepung tapioka dan tepung terigu
lainnya adalah tepung ubi jalar ungu. Bahan dalam adonan nugget terdiri atas 3 taraf,
pembantu adalah bumbu-bumbu seperti, yaitu 20%, 50%, dan 100%. Tepung ubi jalar
bawang putih, bawang merah, penyedap ungu yang digunakan pada penelitian ini
rasa, lada, garam, gula, tepung panir dan es disajikan pada Gambar 1.
batu. Bahan butter dan breaded digunakan
tepung maizena, tepung terigu, telur kocok
dan tepung roti.
Alat-alat yang digunakan untuk
pembuatan nugget adalah penggiling
daging, timbangan, wadah-wadah plastik,
panci, loyang, pisau, talenan, sendok dan
penggorengan. Alat yang digunakan untuk
uji organoleptik adalah blangko uji
organoleptik

Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan
adalah dengan penentuan formula dengan Gambar 1. Tepung ubi jalar ungu
menggunakan konsentrasi 100 %, 50 % dan
20 % tepung ubi jalar ungu sebagai Pada tahap selanjutnya adalah
substansi tepung tapioka serta uji proses pembuatan nugget dimana udang
organoleptik manual atau secara langsung yang telah disiapkan dibersihkan lalu dicuci
kepada responden sebanyak 10 responden sampai bersih untuk menghilangkan kotoran
yang diwakili oleh kalangan masyarakat dan yang melekat pada udang, setelah itu
mahasiswa yang tersebar di seputaran ditiriskan sampai kering untuk mengurangi
tempat penelitian, dimana hasil yang kadar air pada udang. Proses selanjutnya
didapat akan di uji secara SPSS dan adalah penggilingan udang dengan
dijabarkan secara deskriptif. dicampur es batu untuk membuat adonan
menjadi kalis dan mengurangi terjadinya
HASIL DAN PEMBAHASAN pertumbuhan bakteri pada adonan. Proses
Penelitian diawali dengan pemilihan penggilingan bahan baku menggunakan
bahan baku yang baik yaitu udang putih alat food processor disajikan pada Gambar
segar serta bahan pensubstitusi yaitu 2 .
tepung ubi jalar ungu serta bumbu bumbu
yang berupa bawang putih telur dan lain lain.
Penggunaan bahan baku daging udang

33
Hasri, dkk., Substitusi Tepung Tapioka Dengan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas
blackie) Pada Produk Nugget Udang

nugget udang adalah pembekuan. Tujuan


dari pembekuan adalah penurunan suhu
produk matang sampai -18°C sehingga
akan memperkecil terjadinya perubahan
biokimia dan mikrobiologi produk.

Tingkat Penerimaan Konsumen


Tingkat penerimaan konsumen
terhadap produk nugget udang yang
menggunakan bahan pengikat tepung ubi
jalar ungu diuji menggunakan uji
organoleptik menggunakan uji skala
hedonik. Hasil uji organoleptik nugget udang
yang menggunakan bahan pengikat tepung
ubi jalar ungu disajikan pada gambar
berikut.

Gambar 2. Penggilingan daging udang

Setelah daging udang halus


selanjutnya dimasukkan bumbu-bumbu dan
tepung ubi jalar ungu dengan konsentrasi
masing-masing 20 %, 50% dan 100% untuk
setiap adonan. Proses pencampuran
adonan disajikan pada gambar berikut.

Gambar 4. Nilai rata-rata tingkat kesukaan


konsumen

Nilai rata-rata penilaian organoleptik


terhadap rasa nugget udang berada pada
kisaran (2,35-6,35). Nugget udang dengan
substitusi tepung ubi jalar 20% memiliki nilai
rata-rata rasa tertinggi (6,35) atau berada
pada kisaran suka, nugget dengan subtitusi
ubi jalar 50% memiliki nilai rata-rata (4,10)
Gambar 3. Proses pencampuran adonan sedangkan nugget dengan substitusi tepung
nugget ubi jalar 100% memiliki nilai rata-rata rasa
terendah (2,35) atau berada pada kisaran
Setelah adonan tercampur rata tidak suka.
maka proses selanjutnya adalah Nilai rata-rata penilaian organoleptik
pencetakan. Pencetakan dilakukan sesuai terhadap warna nugget udang berada pada
dengan bentuk yang diinginkan. Umumnya kisaran (2,10-6,35). Nugget udang dengan
nugget dicetak berbentuk persegi panjang. substitusi tepung ubi jalar 20% memiliki nilai
Pencetakan juga dapat dilakukan dengan rata-rata rasa tertinggi (6,35) atau berada
berbagai bentuk untuk menambah daya pada kisaran suka, nugget dengan subtitusi
tarik konsumen. Nugget yang telah dicetak ubi jalar 50% memiliki nilai rata-rata (4,10)
dilakukan pencelupan pada larutan butter sedangkan nugget dengan substitusi tepung
dan pelumuran tepung breaded. Proses ubi jalar 100% memiliki nilai rata-rata rasa
selanjutnya adalah pengukusan nugget terendah (2,10) atau berada pada kisaran
udang untuk memperoleh nugget yang tidak suka.
matang. Proses akhir dari pembuatan
34
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

Nilai rata-rata penilaian organoleptik Maghfiroh, I. 2000. Pengaruh Penambahan


terhadap aroma nugget udang berada pada B a h a n P e n g i k a t Te r h a d a p
kisaran (2,00-6,60). Nugget udang dengan Karakteristik Nugget Ikan Patin
substitusi tepung ubi jalar 20% memiliki nilai (Pangasius hypothalamus). Skripsi.
rata-rata rasa tertinggi (6,60) atau berada Program Studi Teknologi Hasil
pada kisaran suka, nugget dengan subtitusi Perikanan. Fakultas Perikanan.
ubi jalar 50% memiliki nilai rata-rata (4,30) Bogor : Institut Pertanian Bogor
sedangkan nugget dengan substitusi tepung Priwindo. 2009. Pengaruh Pemberian
ubi jalar 100% memiliki nilai rata-rata rasa Tepung Susu sebagai Bahan
terendah (2,00) atau berada pada kisaran Pengikat Terhadap Kualitas Nugget
tidak suka. Angsa. Skripsi. Departemen
Nilai rata-rata penilaian organoleptik Peternakan. Fakultas Pertanian.
terhadap tekstur nugget udang berada pada Medan : Universitas Sumatera
kisaran (1,35-6,55). Nugget udang dengan Utara.
substitusi tepung ubi jalar 20% memiliki nilai Pusat Pengembangan Teknologi Pangan
rata-rata rasa tertinggi (6,55) atau berada (Pusbangtepa). 1999. Pengkajian
pada kisaran suka, nugget dengan subtitusi Bahan Baku Potensial. Laporan
ubi jalar 50% memiliki nilai rata-rata (3,70) Akhir. Pusat Pengembangan
sedangkan nugget dengan substitusi tepung Teknologi Pangan Lembaga
ubi jalar 100% memiliki nilai rata-rata rasa Pengabdian kepada Masyarakat,
terendah (1,35) atau berada pada kisaran Institut Pertanian Bogor. Bogor.
sangat tidak suka. Rospiati, E. 2006 . Evaluasi Mutu dan Nilai
Gizi Nugget Daging Merah Ikan
KESIMPULAN Tuna (Thunnus Sp). Institut
Tepung ubi jalar ungu dapat dijadikan Pertanian Bogor. Bogor. Tesis.
sebagai bahan pengikat pada pembuatan
nugget udang. Penggunaan ubi jalar ungu
sebagai substitusi tepung tapikoka pada
pembuatan nugget udang dapat dilakukan
s a m p a i k o n s e n t r a s i 2 0 % . Ti n g k a t
penerimaan konsumen terhadap produk
nugget udang yang menggunakan ubi jalar
ungu sebagai bahan pengikat dengan
konsentrasi 20% berdasarkan uji
organoleptik berada pada kisaran suka
untuk semua parameter.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Produksi


ubi jalar. http://www.bps.go.id/. Diakses
Tanggal 04 Agustus 2017
Cordell, R. 2010. Sweet potatoes-nature
h e a l t h f o o d .
h t t p : / / w w w. n c s w e e t p o t a t o e s . c o m .
Diakses 8 November 2017
Erawaty, R.W. 2001. Pengaruh Bahan
Pengikat, Waktu Penggorengan dan
Daya Simpan terhadap Sifat Fisik dan
Organoleptik Produk Nugget Ikan Sapu
– Sapu (Hyposascus pardalis). Skripsi.
Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Bogor : Institut Pertanian
Bogor
35
PENGARUH SUBSTRAT YANG BERBEDA TERHADAP SINTASAN
UDANG PUTIH Penaeus marguensis

THE EFFECT OF DIFFERENT SUBSTRATES ON SURVIVAL OF WHITE SHIRMP


Penaeus marguensis

Diterima tanggal 8 November 2017, Disetujui tanggal 12 Desember 2017


1 2
Rimal Hamal, Zaenal Abidin Musa, Fauziah Nurdin dan Nursyahran
1)
Jurusan Budidaya Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
2)
Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) BALIK DIWA Makassar
E-mail : rimalhamal@ymail.com

ABSTRAK

Substrat dasar tambak adalah salah satu bagian penting yang menentukan efisiensi
produksi udang. Substrat dasar secara langsung dapat mempengaruhi kualitas air di
tambak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substrat yang berbeda
terhadap sintasan udang putih P. merguiensis de Man. Penelitian ini dilakukan pada Bulan
Maret-Nopember 2017, di Hatchery Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Perlakuan yang
diujicobakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Perlakuan A : Substrat Tanah mangrove,
Perlakuan B : Substrat Pasir, Perlakuan C : lapisan substrat Plastik. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan
sehingga terdapat 9 unit percobaan. Sintasan tertinggi dicapai pada perlakuan B (Substrat
pasir) yaitu 80%, disusul perlakuan A (Substrat tanah mangrove) yaitu 75% dan terendah
pada perlakuan C (Substrat plastik) yaitu 70%. Suhu air pada tiap perlakuan
memperlihatkan kisaran nilai sebesar 26,9°C-32°C. Rataan pH air pada tiap perlakuan
memiliki kisaran nilai 8,2 – 8,77. Kandungan oksigen terlarut pada tiap perlakuan
menunjukkan rataan nilai yang bervariasi antara 5,37 ppm – 7,28 ppm. Nilai salinitas air
berkisar antara 30‰ – 34‰

Kata kunci: Kelangsungan hidup, Udang Putih Penaeus marguensis

ABSTRACT

Pond bottom substrate is one of the important parts that determine the efficiency of shrimp
production. The bottom substrate can directly affect the water quality in the pond. The aim of
this study was to determine the effect of different substrates on the survival rate of the white
shrimp P. merguiensis de Man. This study was conducted from March to November 2017 at
the Hatchery of Agricultural Polytechnic State of Pangkep. The treatments were tested in
this study as follows: Treatment A: Substrate of mangrove soil, Treatment B: Sand
Substrate, Treatment C: Plastic substrate layer. The study used a completely randomized
design with three different treatments and 3 replicates for each treatment. The results
showed that the highest survival rate was obtained from treatment B (80%), while treatment
A and C were 75% and 70%, respectively. The water quality observed during the study
period was temperature (26.9°C-32 °C), pH (8.2 to 8.77), dissolved oxygen (5.37 ppm -7.28
ppm) and salinity (30 ‰ – 34).

Keywords: Survival, White Shrimp Penaeus marguensis

36
Rimal Hamal, dkk., Pengaruh Substrat Yang Berbeda Terhadap Sintasan Udang Putih
Penaeus marguensis

PENDAHULUAN METODE PENELITIAN


Waktu dan Tempat
Jenis udang unggulan pada Penelitian ini dilakukan pada Bulan
umumnya adalah jenis udang penaeid, dan Maret-Nopember 2017, di Hatchery
salah satu jenis udang penaeid adalah Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
udang putih (Penaeus merguiensis de Man).
Udang putih (Penaeus merguiensis de Man) Bahan dan Alat
atau disebut juga banana prawn adalah satu Alat dan bahan yang digunakan dalam
diantara sembilan jenis udang yang bernilai penelitian ini adalah :
niaga tinggi dan sangat digemari di Alat
Indonesia karena mempunyai rasa dan - Akuarium volume 100 liter
daging yang enak, disamping harganya - Aerasi
yang lebih murah daripada udang windu. - Batu aerasi
Berbeda dengan banyak spesies udang
- Selang aerasi
putih yang masuk ke Indonesia baru-baru
ini, banana prawn tidak memerlukan daya - DO meter
adaptasi terhadap lingkungan terlebih - pH Meter
dahulu bila dikembangkan (Diniah, 2001). - Skopnet
Udang putih ini merupakan udang - Timbangan elektrik
lokal Indonesia. Daerah penyebaran udang, - Blower
termasuk udang putih di perairan Indonesia Bahan
menurut Naamin (1979) adalah di perairan - Benur Udan putih P. Marguensisi
sepanjang pantai barat Sumatera, Selat PL.7
Malaka, pantai timur Sumatera, pantai utara
- Pakan udang
Jawa, pantai selatan Jawa, Kalimantan
Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Timur, Sulawesi Selatan, Teluk Bintuni, Prosedur Penelitian
Kepulauan Aru dan Laut Arafura. · Persiapan Wadah
Udang putih P. merguiensis de Man Sebelum digunakan, akuarium
ini banyak ditemukan hampir di seluruh p e m e liharaan dibilas, dicuci, dan
perairan Indonesia, mulai dari daerah muara dikeringkan. Wadah yang digunakan untuk
sungai yang ditumbuhi pohon mangrove, pemeliharaan udang putih P. marguensis
perairan pantai di sekitar kawasan berupa 9 buah akuarium. Volume air yang
mangrove seperti estuari, laguna, dan teluk, digunakan untuk pemeliharaan sebesar 100
sampai perairan terbuka. Penelitian L. Tahapan persiapan penelitian meliputi
mengenai udang putih P. merguiensis de pembersihan wadah, penempatan wadah,
Man masih pada batas kajian ekologi dan pengisian wadah dan stabilisasi air.
penangkapan di alam. Menurut Suman dan · Penebaran Benur
Chairulwan (2010) bahwa laju pengusahaan Benur udang putih P. marguensis yang
udang putih sudah berada dalam keadaan digunakan dalam penelitian ini adalah PL 7.
jenuh (fully exploited) dan cenderung sudah Masing masing wadah di isi dengan hewan
mengarah pada tekanan penangkapan yang uji sebanyak 50 ekor/liter.
berlebih (overfishing). Berdasarkan hal · Pemeliharaan
tersebut maka perlu adanya penelitian Penelitian dilakukan selama 3 bulan
mengenai pemeliharaan udang putih P. masa pemeliharaan. Selama penelitian
merguiensis de Man pada substrat yang dilakukan pengelolaan air dan pakan.
berbeda sebagai upaya domestikasi untuk · Pengelolaan Kualitas Air
sustainable aquaculture. Pengelolaan kualitas air dilakukan
dengan penyifonan setiap sebelum
TUJUAN PENELITIAN pemberian pakan dan pergantian air satu
Tu j u a n p e n e l i t i a n i n i u n t u k kali sehari, yakni pada sore hari.
mengetahui pengaruh substrat yang Pengukuran parameter kualitas air meliputi
berbeda terhadap sintasan udang putih P. parameter suhu, DO dan pH.
merguiensis de Man.

37
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

· Pengelolaan Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN


Pakan yang diberikan yaitu pakan Tingkat Kelangsungan Hidup
udang, dan pemberian pakan yaitu 3 kali Sintasan merupakan salah satu
sehari, pagi, siang dan sore hari. gambaran hasil interaksi yang saling
mendukung antara lingkungan dengan
Perlakuan dan Rancangan Percobaan pakan. Dalam pemeliharaan benur,
Perlakuan yang akan diujicobakan dalam
ketersediaan pakan yang cukup dan
penelitian ini sebagai berikut:
berkualitas tinggi akan mengefisienkan
1. Perlakuan A : Substrat Tanah mangrove
penggunaan energi serta lingkungan yang
2. Perlakuan B : Substrat Pasir
sesuai sehingga dapat dimanfaatkan oleh
3. Perlakuan C : lapisan substrat Plastik
Rancangan penelitian yang akan benur mempertahankan kelangsungan
digunakan adalah rancangan acak lengkap hidupnya. Sintasan benur udang putih
(RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan setiap perlakuan pada akhir percobaan
sehingga terdapat 9 unit percobaan. disajikan Tabel 2 dan Gambar 1.

Perubah yang Diamati Tabel 2. Rata-Rata Sintasan Benur Udang


· Sintasan Putih pada semua perlakuan
Sintasan merupakan indeks kelulusan
kehidupan suatu jenis ikan dalam suatu Perlakuan Sintasan (%)
proses budidaya, mulai awal ikan ditebar
sampai pada panen ( Effendi, 1997) A .(Substrat Tanah Mangrove) 75,0±9,54a
Dihitung Dengan Rumus SR = Nt/ No x
100%
B . (Substrat Pasir) 80,0±0,0a
SR : Sintasan C. (Substrat Plastik) 70,0±10,0a
Nt : Jumlah Ikan Akhir ( saat panen ) Keterangan : huruf yang berbeda pada
No : Jumlah Ikan Awal ( saat kolom yang sama
penebaran ) m e n u n j u k k a n
· Pengamatan Kualitas Air perbedaan nyata antar
Selama kegiatan penelitian dilakukan
perlakuan 5% (P<0.05).
juga pengukuran parameter kualitas air
sebagai berikut :

Tabel 1. Parameter Kualitas Air


No Parameter Alat
1 Suhu Thermometer
2 Ph pH meter
3 Oksigen DO meter
4 Salinitas Refractometer

Analisis Data
Dalam hasil penelitian yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan
a n a l i s i s r a g a m ( d i o l a h d e n g a n Gambar 1. Sintasan Benur Udang Putih
menggunakan SPSS V.17 ). Jika hasil pada Akhir Percobaan
penelitian menunjukkan pengaruh yang
nyata pada perlakuan yang dicobakan,
Tabel 2 dan Gambar 1. memperlihatkan
maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey (
Stell dan Torrie, 1993 ). bahwa sintasan benur udang putih dengan
perlakuan substrat yang berbeda, sintasan
tertinggi dicapai pada perlakuan B (Substrat
pasir) yaitu 80%, disusul perlakuan A
(Substrat tanah mangrove) yaitu 75% dan
38
Rimal Hamal, dkk., Pengaruh Substrat Yang Berbeda Terhadap Sintasan Udang Putih
Penaeus marguensis

terendah pada perlakuan C (Substrat kehidupan udang putih.


plastik) yaitu 70%. Hasil analisis ragam Oksigen Terlarut
menunjukkan bahwa pengaruh substrat Oksigen terlarut dalam suatu perairan
yang berbeda tidak berpengaruh sangat sangat dibutuhkan untuk proses respirasi
nyata (P>0.01) terhadap sintasan benur dan merupakan salah satu komponen
udang putih utama bagi metabolisme biota air termasuk
Tingginya mortalitas yang diperoleh udang putih. Hasil pengukuran terhadap
pada perlakuan C disebabkan karena media kandungan oksigen terlarut pada tiap
pemeliharaan tanpa substrat, sehingga perlakuan (Tabel 4) menunjukkan rataan
apabila udang mengalami ganti kulit untuk nilai yang bervariasi antara 5,37 ppm – 7,28
tumbuh tidak dapat bersembunyi untuk ppm dengan nilai terendah dijumpai pada
menghindari pemangsaan. Menurut perlakuan A (Substrat tanah mangrove) dan
Boddeke (1983), bahwa udang sedikit tertinggi pada perlakuan C (Substrat
membutuhkan substrat untuk aktivitas plastik). Clark (1974) menyatakan oksigen
membuat tempat sembunyi untuk tumbuh terlarut optimum bagi kehidupan biota
optimal. Selanjutnya dikatakan bahwa tanpa perairan termasuk udang putih berkisar
sediment (Substrat) pengaruhnya sedikit antara 4,10 ppm – 6,60 ppm dengan batas
saja terhadap sintasan udang. Namun jika toleransi minimum adalah 4,00 ppm. Lebih
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh lanjut Boyd (1995) menyatakan udang putih
Wedjatmiko dkk, (1987) pada penelitian masih dapat hidup pada perairan yang
pengaruh padat penebaran dan substrat memiliki kandungan oksigen minimal
yang berbeda yaitu substrat pasir dan dasar sebesar 3,00 ppm.
tembok terhadap pertumbuhan udang putih Salinitas
(Penaeus merguiensis) mendapatkan Rataan nilai salinitas air pada setiap
sintasan udang yang terbaik pada substrak perlakuan (Tabel 4) menunjukkan nilai yang
pasir (60,7%), maka hasil penelitian ini bervariasi, mulai dari rendah sampai tinggi.
masih memberikan sintasan yang lebih Nilai salinitas air berkisar antara 30‰ – 34‰
tinggi yaitu berkisar 75-80%. dengan nilai terendah dijumpai pada
Kualitas Air perlakuan A (Substrat tanah mangrove) dan
Suhu Air tertinggi pada perlakuan C (Substrat
Hasil pengukuran terhadap rataan suhu plastik). Fast dan Lester (1992) menyatakan
air pada tiap perlakuan memperlihatkan udang putih pada fase juvenil masih dapat
kisaran nilai sebesar 26,9°C-32°C (Tabel 4). hidup pada salinitas yang berkisar antara
Rataan suhu air tertinggi dijumpai pada 25,00‰ – 34,00‰, sedangkan pada
perlakuan C (Substrat plastik) dengan nilai salinitas lebih tinggi dari 40,00‰ udang
minimum sebesar 30°C dan maksimum putih tidak dapat mengalami pertumbuhan.
32°C. Naamin (1984) menyatakan udang
putih pada tingkat juvenil maupun dewasa Tabel 4. Nilai Parameter Kualitas Air
dapat hidup pada kisaran suhu 10,00°C-
36,00°C. Lebih lanjut Fast dan Lester (1992) Perlakuan Suhu Air Ph Oksigen Salinitas
menyatakan bahwa 90% dari juvenil udang
Minimum 26.9 8.2 5.37 31
putih akan bertahan hidup pada suhu air A (Substtat Tanah
24,00°C, dan selanjutnya akan berkembang Mangrove Maksimum 27.5 8.4 6.25 32
ke fase dewasa di mana udang Sd 0.42 0.14 0.62 0.71
membutuhkan suhu air berkisar 28,00°C. Minimum 27.2 8.4 6.1 30
pH Air B (Substrat Pasir) Maksimum 27.4 8.6 6.83 32
Rataan pH air pada tiap perlakuan
(Tabel 4) memiliki kisaran nilai 8,2 – 8,77. Sd 0.14 0.14 0.52 1.41
Secara keseluruhan terlihat bahwa nilai pH Minimum 30 8.38 6.2 33
air tertinggi dijumpai pada perlakuan C C(Substrat plastik) Maksimum 32 8.7 7.28 34
(Substrat plastik). Kondisi ini disebabkan
Sd 1.41 0.23 0.76 0.71
perlakuan tanpa substrat kondisi airnya
sedikit lebih basa dibanding perlakuan
lainnya. Hasil yang didapat menunjukkan
kondisi Ph air ini masih dapat mendukung
39
Agrokompleks, Volume 17, Nomor 1, Januari 2018 ISSN : 1412-811X

KESIMPULAN Naamin, N., Sumiono, B., Ilyas, S., Nugroho,


sintasan benur udang putih dengan D., Iskandar, B., Barus, H.R.,
perlakuan substrat yang berbeda, sintasan Badrudin, M., Suman, A dan Amin,
E.M. 1992. Pedoman Teknis
tertinggi dicapai pada perlakuan B (Substrat
Pemanfaatan dan Pengelolaan
pasir) yaitu 80%, disusul perlakuan A Sumberdaya Udang Penaeid bagi
(Substrat tanah mangrove) yaitu 75% dan Pembangunan Perikanan. Badan
terendah pada perlakuan C (Substrat Penelitian dan Pengembangan
plastik) yaitu 70%. Suhu air pada tiap Pertanian. Departemen Pertanian.
perlakuan memperlihatkan kisaran nilai Jakarta.
sebesar 26,9°C-32°C. Rataan pH air pada Naamin, N. 1984. Dinamika populasi udang
tiap perlakuan memiliki kisaran nilai 8,2 – jerbung (Penaeus merguiensis de
Man) di Perairan Arafura dan
8,77. kandungan oksigen terlarut pada tiap
alternatif pengelolaannya
perlakuan menunjukkan rataan nilai yang (Disertasi). Program Pascasarjana.
bervariasi antara 5,37 ppm – 7,28 ppm. Nilai IPB. Bogor.
salinitas air berkisar antara 30‰ – 34‰

DAFTAR PUSTAKA
Suman, A dan Chairulwan. 2010., Dinamika
populasi udang putih (Penaeus
merguiensis De Man) di perairan
kotabaru, kalimantan selatan. jurnal
penelitian perikanan indonesia Vol
16 No 1.
Anggoro, S. 1992. Efek osmotik berbagai
tingkat salinitas media terhadap
daya tetas telur dan vitalitas larva
udang windu Penaeus monodon F
(Disertasi). Program Pascasarjana
IPB. Bogor.
Dall,W., Hill, B.J., Rothlisberg, P.C dan
Sharples, D.J. 1990. The biology af
the penaedae. Di dalam: Blaxer JHS,
Southward AJ. Eds): Marine Biology
27. Academic Press, London.
Diniah. 2001. Suatu Tinjauan Terhadap
Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 39 Tahun 1980. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan.
Yayasan Pustaka Nusatama.
Yogyakarta.
Hartnoll, R.G. 1982. Growth. in Bliss DE.
Editor. The Biology of Crustacea.
Vol. 2. Embryology, Morphology and
Genetics. Academic Press. A
subsidiary of Harcourt Brace
Jovanovich Publisher. New York.
Myers, P., Espinosa, R., Parr, C.S., Jones,
T., Hammond, G.S dan Dewey, T.A.
2008. The Animal Diversity.
University of Michigan Museum of
Zoology.

40

Anda mungkin juga menyukai