Anda di halaman 1dari 7

SATUAN ACARA PENYULUHAN PENKES ISLAMI

TATA CARA SHALAT BAGI ORANG SAKIT

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH RUANG BEDAH UMUM


RSUD ULIN BANJARMASIN

OLEH KELOMPOK:
FARIDA HARIANI
HAIRULLAH FATJRI
NELI HERNITA
NATASYA PUTRI MAGHFIRAH
SAMSUDIN
SEPTIANY RUMOKOY

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Materi : Tata cara shalat bagi orang sakit


Pokok Bahasan : Tata cara shalat bagi orang yang sakit
Hari/ Tanggal : Sabtu, 31 Maret 2018
Waktu Pertemuan : 40 menit
Tempat : Di Ruang Bedah Umum RSUD Ulin Banjarmasin
Sasaran : Keluarga Pasien
Pemberi Materi :

A. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 40 menit tentang tata cara shalat bagi
orang yang sakit diharapkan klien dan keluarga dapat mengetahui dan
mengajarkan cara shalat agar klien yang sakit dapat tetap mendekatkan dirinya
kepada Allah SWT.
2. Tujuan khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan klien dan keluarga
mampu:
- Mengetahui tata cara shalat untuk orang yang sakit
- Melaksanakan shalat walaupun dalam keadaan sakit.

3. Materi (terlampir)
Materi penyuluhan yang akan disampaikan meliputi:
Tata cara melaksanakan shalat bagi orang yang sakit

4. Media
 Leaflet
5. Metode penyuluhan
 Ceramah
 Tanya jawab

6. Pengorganisasian
 Moderator :
 Penyuluh :
 Fasilitator :
 Observer :
 Notulen :
Pembagian tugas
 Moderator : mengarahkan seluruh jalannya acara penyuluhan dari
awal sampai akhir
 Penyuluh : menyajikan materi penyuluhan
 Fasilitator : memotivasi peserta untuk bertanya
 Observer : mengamati jalannya acara penyuluhan dari awal
sampai akhir.
 Notulen : mencatat seluruh rangkaian kegiatan penyuluhan

7. Kegiatan penyuluhan
No Waktu Kegiatan penyuluhan Respon peserta
1 Pembukaan 1. Memberi salam 1. Menjawab salam
(5menit) 2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
3. Menggali pengetahuan dan
keluarga tentang cara shalat memperhatikan
bagi orang sakit. 3. Menjawab
4. Menjelaskan tujuan pertanyaan
penyuluhan 4. Mendengarkan
dan
5. Membuat kontrak waktu memperhatikan
5. Menyetujui
kontrak waktu
2. Pelaksanaan 1. Menjelaskan tata cara 1. Mendengarkan
(25 menit) Shalat bagi orang yang dan
sakit. memperhatikan
2. Memberikan kesempatan penjelasan
untuk bertanya penyuluhan
3. Menjawab pertanyaan Aktif bertanya
peserta 2. Mendengarkan
dan menyimak
dengan baik
3. Penutup (10 1. Menyimpulkan materi 1. Mendengarkan
menit) yang telah disampaikan dan
oleh penyuluh. memperhatikan
2. Mengevaluasi peserta tanya jawab
atas penjelasan yang 2. Menjawab
disampaikan dan pertanyaan yang
penyuluh menanyakan diberikan
kembali mengenai 3. mengikuti berdoa
materi penyuluhan. 4. Menjawab salam
3. Membaca doa
4. Salam penutup

8. Evaluasi lisan
1) Bagaimana tata cara shalat bagi orang yang sakit?
TATA CARA SHALAT BAGI ORANG YANG SAKIT

A. Cara mengerjakan shalat bagi orang yang sakit:


Pertama:
wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat fardhu dalam keadaan
berdiri, walaupun tidak bisa berdiri tegak (berdiri miring), atau bersandar pada
dinding atau tongkat.
Kedua:
jika tidak mampu shalat sambil berdiri, dia diperbolehkan shalat sambil
duduk. Ketika shalat sambil duduk, yang paling utama jika ingin melakukan
gerakan berdiri (qiyam) dan ruku’ adalah dengan duduk mutarobi’an (duduk
dengan kaki bersilang di bawah paha). Sedangkan jika ingin melakukan gerakan
sujud, yang lebih utama adalah jika dilakukan dengan duduk muftarisyan (duduk
seperti ketika tasyahud awwal).

Ketiga:
jika tidak mampu mengerjakan shalat sambil duduk, boleh shalat sambil tidur
menyamping (yang paling utama tidur menyamping pada sisi kanan) dan badan
mengarah ke arah kiblat. Jika tidak mampu diarahkan ke kiblat, boleh shalat ke
arah mana saja. Jika memang terpaksa seperti ini, shalatnya tidak perlu diulangi.

Keempat:
jika tidak mampu mengerjakan shalat sambil tidur menyamping, maka
dibolehkan tidur terlentang. Caranya adalah: kaki dihadapkan ke arah kiblat dan
sangat bagus jika kepala agak sedikit diangkat supaya terlihat menghadap ke
kiblat. Jika kakinya tadi tidak mampu dihadapkan ke kiblat, boleh shalat dalam
keadaan bagaimanapun. Jika memang terpaksa seperti ini, shalatnya tidak perlu
diulangi.

Kelima:
wajib bagi orang yang sakit melakukan gerakan ruku’ dan sujud. Jika tidak
mampu, boleh dengan memberi isyarat pada dua gerakan tadi dengan kepala.
Dan
sujud diusahakan lebih rendah daripada ruku’. Jika mampu ruku’, namun tidak
mampu sujud, maka dia melakukan ruku’ sebagaimana ruku’ yang biasa
dilakukan dan sujud dilakukan dengan isyarat. Jika dia mampu sujud, namun
tidak mampu ruku’, maka dia melakukan sujud sebagaimana yang biasa
dilakukan dan ruku’ dilakukan dengan isyarat.
Keenam:
jika tidak mampu berisyarat dengan kepala ketika ruku’ dan sujud, boleh
berisyarat dengan kedipan mata. Jika ruku’, mata dikedipkan sedikit. Namun
ketika sujud, mata lebih dikedipkan lagi. Adapun isyarat dengan jari
sebagaimana yang biasa dilakukan oleh sebagian orang yang sakit, maka ini
tidaklah benar. Aku sendiri tidak mengetahui kalau perbuatan semacam ini
memiliki landasan dari Al Kitab dan As Sunnah atau perkataan ulama.
Ketujuh
jika tidak mampu berisyarat dengan kepala atau kedipan mata, maka
dibolehkan shalat dalam hati. Dia tetap bertakbir dan membaca surat, lalu berniat
melakukan ruku’, sujud, berdiri dan duduk dengan dibayangkan dalam hati.
Karena setiap orang akan memperoleh yang dia niatkan.

wajib bagi setiap orang yang sakit untuk mengerjakan shalat di


waktunya (tidak boleh sampai keluar waktu), dia mengerjakan sesuai dengan
kemampuannya sebagaimana yang telah dijelaskan dan tidak boleh
mengakhirkan

satu shalat dari waktunya. Jika memang menyulitkan bagi orang yang sakit untuk
mengerjakan shalat di waktunya, maka boleh baginya untuk menjama’ shalat
(menggabungkan shalat) yaitu menjama’ shalat Zhuhur dan Ashar atau Maghrib
dan Isya. Boleh dilakukan dengan jama’ taqdim atau pun jama’ takhir, terserah
mana yang paling mudah. Jika mau, dia boleh mengerjakan shalat Ashar di
waktu Zhuhur atau boleh juga mengerjakan shalat Zhuhur di waktu Ashar.
Begitu pula boleh mengerjakan shalat Isya’ di waktu Maghrib atau boleh juga
mengakhirkan shalat Maghrib di waktu Isya’. Adapun shalat shubuh, maka tidak
perlu dijama’ (digabungkan) dengan shalat yang sebelum atau sesudahnya karena
waktu shalat shubuh terpisah dengan waktu shalat sebelum atau sesudahnya.
Allah Ta’ala berfirman “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir
sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat
subuh itu disaksikan (oleh malaikat)” (QS. Al Isro’ [17] : 78).
jika orang yang sakit tersebut ingin bersafar (melakukan perjalanan
jauh) karena harus berobat di negeri lain, dia boleh menqoshor shalat yaitu shalat
4 raka’at (Zhuhur, ‘Ashar dan Isya’) diringkas menjadi 2 raka’at. Mengqoshor
shalat di sini boleh dilakukan hingga dia kembali ke negerinya, baik safar
(perjalanan) yang dilakukan dalam waktu lama atau pun singkat. Hanya Allah-
lah yang dapat memberi taufik.

DAFTAR PUSTAKA
Noorhasanah evy, Okvitasari yenni : Buku panduan implementasi keperawatan islami
(IKI) Program profesi Ners. 2017.
Tarwoto. 2011. Keperawatan medikal bedah gangguan sistem Endokrin. Jakarta :
TIM.

Anda mungkin juga menyukai