Anda di halaman 1dari 40

0

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II

KEGAWATDARURATAN PADA SISTEM

KARDIOVASKULAR

(SINDROME KORONER AKUT)

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1

TINGKAT 3C

NELLY
MARINI ANTIKA
WARDIMAN AHMAD
WULAN ANGGRAINY SAMAS

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM KALIMANTAN TIMUR


AKADEMI KEPERAWATAN YARSI SAMARINDA
TAHUN AKADEMIK 2019
1

BAB 1 (PENDAHULUAN)

A. LATAR BELAKANG PENULISAN


Penyakit sindrom koroner akut (SKA) merupakan kondisi
kegawatan yang membutuhkan penatalaksanaan secara cepat dan tepat.
Sindrom koroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia
miokard yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium berupa
nyeri dada, perubahan segmen ST pada Electrocardiogram (EKG), dan
perubahan biomarker jantung (Kumar & Cannon, 2009 dalam Nugroho,
2018).
Menurut WHO tahun 2008, penyakit jantung iskemik merupakan
penyebab utama kematian di dunia (12,8%) sedangkan di Indonesia
menempati urutan ke tiga. Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi
penyakit jantung koroner di Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan
sekitar 883.447 atau sebesar 0,5%, sementara berdasarkan diagnosis dokter
ditemukan gejala sebesar 1,5% atau sekitar 2.650.340 orang (Santoso,
2013 dalam Nugroho, 2018).
Sekitar 90% dari kasus Sindrom Koroner Akut dihasilkan oleh
adanya gangguan atau rupturnya pada plak aterosklerosis dengan diikuti
agregasi platelet dan pembentukan trombus intrakoroner. Adanya
trombus pada daerah yang mengalami penyempitan karena plak dapat
menyebabkan terjadinya sumbatan berat hingga total pada arteri koroner.
Gangguan aliran darah tersebut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen untuk sel otot jantung. Trombus yang
terjadi pada SKA dihasilkan oleh interaksi antara plak aterosklerosis,
endotel koroner, platelet yang bersirkulasi dan tonus vasomotor dinding
pembuluh darah (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,
2015 dalam Zakir, 2017).
Kematian mendadak masih merupakan suatu komplikasi SKA
yang sering terjadi: sebanyak 50% dari pasien-pasien dengan infark
miokard elevasi segmen ST (ST elevation miokard infarction/STEMI)
2

tidak dapat bertahan hidup, dengan sekitar dua per tiga kematian terjadi
dalam waktu yang singkat setelah serangan dan sebelum dirawat di rumah
sakit (Rampengan, 2015).
Berdasarkan uraian diatas maka penting untuk tenaga kesehatan
mengetahui penatalaksanaan medis yang tepat dilakukan pada klien
dengan kegawatdaruratan sistem kardiovaskular dengan diagnosa medis
sindrome koroner akut.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep
kegawatdaruratan kardiovaskular mengenai asuhan keperawatan
Sindrome Koroner Akut.

2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengertian Sindrome Koroner Akut.
b) Mengetahui klasifikasi Sindrome Koroner Akut.
c) Mengetahui etiologi Sindrome Koroner Akut.
d) Mengetahui tanda dan gejala Sindrome Koroner Akut.
e) Mengetahui pemeriksaan penunjang Sindrome Koroner Akut.
f) Mengetahui prognosis penyakit Sindrome Koroner Akut.
g) Mengetahui penatalaksanaan medis Sindrome Koroner Akut.
h) Mengetahui asuhan keperawatan Sindrome Koroner Akut.
3

C. MANFAAT PENULISAN
1. Manfaat bagi penulis dan pembaca
Memperoleh dan meningkatkan pemahaman tentang konsep
kegawatdaruratan kardiovaskular mengenai asuhan keperawatan
sindrome koroner akut.

2. Manfaat bagi institusi


Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan di bidang
keperawatan. Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan
dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang
akan datang.
4

BAB 2 (TINJAUAN PUSTAKA)

A. PENGERTIAN
Istilah sindroma koroner akut (SKA) telah dikembangkan untuk
menggambarkan kumpulan kondisi-kondisi iskemik yang meliputi
spektrum diagnosis dari angina tak stabil (UA/unstable angina) sampai
infark miokard non elevasi ST (Non ST elevation miokard
infarction/NSTEMI). Pasien yang mengalami SKA dapat diklasifikasikan
dalam dua kelompok menurut gambaran elektrokardiogram (EKG)
(Gambar 1.1) yaitu: mereka Perawatan STEMI dengan STEMI dan
NSTEMI/UA. Perawatan STEMI memerlukan restorasi darurat aliran
darah dalam arteri koroner yang tersumbat total. Pasien dengan NSTEMI
mangestasi yang sering muncul dalam perubahan EKG meliputi inversi
gelombang T, depresi ST atau elevasi ST yang bersifat sementara, dan
kadangkala EKG-nya normal secara keseluruhan (Rampengan, 2015).

Sindrom koroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia


miokard yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium berupa
nyeri dada, perubahan segmen ST pada Electrocardiogram (EKG), dan
perubahan biomarker jantung (Kumar & Cannon, 2009 dalam Nugroho,
2018).

Keadaan iskemia yang akut dapat menyebabkan nekrosis


miokardial yang dapat berlanjut menjadi Infark Miokard Akut. Nekrosis
atau kematian sel otot jantung disebabkan karena adanya gangguan aliran
darah ke jantung. Daerah otot yang tidak mendapat aliran darah dan tidak
dapat mempertahankan fungsinya, dikatakan mengalami infark (Guyton,
2007 dalam Nugroho, 2018).

Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasarkan hasil EKG


menjadi Infark Miokard Akut ST-elevasi (STEMI) dan Infark Miokard
non ST-elevasi (NSTEMI). Pada Infark Miokard Akut ST-elevasi
5

(STEMI) terjadi oklusi total arteri koroner sehingga menyebabkan daerah


infark yang lebih luas meliputi seluruh miokardium, yang pada
pemeriksaan EKG ditemukan adanya elevasi segmen ST, sedangkan pada
Infark Miokard non ST-elevasi (NSTEMI) terjadi oklusi yang tidak
menyeluruh dan tidak melibatkan seluruh miokardium, sehingga pada
pemeriksaaan EKG tidak ditemukan adanya elevasi segmen ST (Alwi,
2009 dalam Nugroho, 2018).

B. ETIOLOGI
Infark miokard juga dapat diklasifikasi dengan etiologi yang
mendasar yang didefinisikan oleh European Society of Cardiology dalam
Nugroho, 2018:

Tipe 1. Infark miokard spontan yang berkaitan dengan iskemia karena


kejadian serangan jantung seperti erosi dan/atau pecah plak atau diseksi.

Tipe 2. Infark miokard sekunder sampai iskemia karena meningkatnya


kebutuhan oksigen atau berkurangnya pasokan, misalnya: spasme arteri
koroner, emboli koroner, anemia, aritmia, hipertensi atau hipotensi.

Tipe 3. Kematian jantung mendadak yang tak terduga, termasuk serangan


jantung, sering dengan gejala yang menunjukkan iskemia miokard,
beriringan dengan elevasi ST yang mungkin baru, atau LBBB baru, atau
bukti trombus segar dalam arteri koroner dengan angiografi dan/atau
otopsi, tapi kematian terjadi sebelum sampel darah diperoleh, atau pada
suatu waktu sebelum munculnya tanda biologis jantung dalam darah.

Tipe 4a. Infark miokard yang berkaitan dengan IKP (Intervensi Koroner
Perkutan)

Tipe 4b. Infark miokard yang berkaitan dengan trombosis stent yang
didokumentasikan dengan angiografi atau pada otopsi.
6

Tipe 5. Infark miokard berkaitan dengan CABG (Coronary Artery Bypass


Graft).

Gambar 2.1 Manajemen sindrome koroner akut

C. TANDA DAN GEJALA


Banyak pasien SKA datang dengan ketidaknyamanan dada, baik pada
STEMI maupun 80% dari NSTEMI dimana hal ini berkepanjangan dan
berlangsung lebih dari 20 menit. Angina cepat atau onset angina terkini
muncul pada 20% pasien dengan NSTEMI, dimana nyeri muncul berselang
dan berkaitan dengan stres atau pengerahan tenaga.

Biasanya, ketidaknyamanan restroternal, parah dan menjalar ke leher,


lengan atau punggung. Sering dikaitkan dengan mual, berkeringat dan
muntah karena adanya pelepasan racun dari sel-sel miokard yang cedera dan
7

aktivasi otonom. Hal ini biasanya tidak terpengaruh oleh perubahan postur,
gerakan atau respirasi. Nyeri yang dirasakan bisa atipikal (berlokasi di
epigastrium, leher, lengan atau punggung atau dengan karakter yang tak
biasa). Terutama dengan infark rendah, nyeri ini bisa sulit dibedakan dengan
dispepsia.

Gejala-gejala atipikal mungkin bisa muncul pada pasien muda (usia


25-40 tahun), pasien usia lanjut (usia diatas 75 tahun), perempuan, orang-
orang dengan diabetes, gagal ginjal kronis dan penderita demensia. Pada
beberapa pasien, nyeri yang dirasakan minimal atau bahkan tidak ada,
dengan gejala-gejala yang dominan meliputi mual, muntah, dispnea, lemah,
pusing atau sinkop (atau kombinasi dari hal-hal tersebut). Kadang SKA
hadir bertepatan (dan sering retrospektif) dengan adanya kelainan pada EKG
selain naiknya tanda-tanda biokimia.

Hal ini juga penting untuk membedakan mereka dengan nyeri dada
non-kardiak dari orang-orang dengan gejala-gejala angina. Angina tipikal
diketahui dengan munculnya tiga fitur di bawah ini:

- Ketidaknyamanan yang mengganggu di dada, dan/atau leher, bahu, rahang


atau lengan

- Dipicu oleh aktivitas fisik atau stres psikologi

- Hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin sekitar 5 menit.

Jika hanya ada dua dari fitur-fitur di atas, hal ini dianggap sebagai
angina atipikal. Jika satu atau tidak ada dari fitur-fitur tersebut yang muncul,
pasien dianggap memiliki nyeri dada non-angina.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan EKG
2. Pemeriksaan Biomarka Jantung
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. Pemeriksaan Foto Polos Dada
8

E. PROGNOSIS PENYAKIT
Tujuan utama untuk perawatan SKA adalah untuk menghindari
iskemia berlanjut, membatasi kerusakan miokard, mengurangi insiden
disfungsi ventrikular kiri, gagal jantung dan kematian. Hal ini dicapai
dengan identifikasi dini pada pasien yang memerlukan revaskularisasi dan
perawatan komplikasi-komplikasi iskemik meliputi aritmia (FV/TV dan
bradikardia), gagal jantung dan syok. Awalnya, semua pasien dengan
SKA, perawatan gawat darurat terdiri dari meringankan gejala, pemberian
agen-agen antitrombotik, dan terapi reperfusi sedini mungkin untuk
kemungkinan STEMI (Nugroho, 2018).
9

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Gambar 2.2 Algoritma penatalaksanaan SKA Terdapat dalam Juzar, dkk tahun
2018
10

Gambar 2.3 Pengobatan SKA Non-STEMI Terdapat dalam Juzar, dkk tahun 2018
11

Gambar 2.3 Pengobatan SKA STEMI Terdapat dalam Juzar, dkk tahun 2018
12

BAB 3 (ASUHAN KEPERAWATAN)

A. TRIASE
Sindroma Koroner Akut: Triase

Triase dan penilaian risiko jantung dalam departemen gawat


darurat. Pengelompokkan pasien dengan kemungkinan atau kebolehjadian
SKA dalam Departemen Gawat Darurat

• Protokol harus berada ditempat untuk stratifikasi pasien nyeri dada


dengan risiko SKA. 12-rekaman EKG merupakan pusat triase departemen
gawat darurat dari pasien dengan SKA. Pasien dikelompokkan kedalam
salah satu sub kelompok berikut (lihat juga dibawah ini).

1. Elevasi segmen ST atau LBBB baru: spesifitas tinggi untuk


perkembangan STEMI; kelayakan akses reperfusi.

2. Depresi segmen ST: konsisten dengan atau sangat sugestif dari iskemia;
mendefinisikan subset risiko tinggi pasien dengan UA/ NSTEMI. Sangat
penting jika ada perubahan EKG baru atau dinamis. Korelasi klinis
diperlukan untuk menafsirkan sepenuhnya.

3. EKG nondiagnostik atau normal: penilaian lanjutan biasanya


diperlukan; protokol evaluasi harus mencakup pengulangan EKG atau
pemantauan segmen. ST yang terus-menerus dan penanda serial jantung.
Pencitraan miokard atau ekokardiogram 2D mungkin berguna selama
pengamatan medis pada pasien tertentu. Pengujian noninvasif (yaitu tes
stres/ pencitraan jantung) harus dipertimbangkan jika EKG dan penanda
serial tetap nomal.

• Dokter harus hati-hati mempertimbangkan diagnosis SKA bahkan tanpa


adanya ketidaknyamanan dada yang khusus. Mempertimbangkan SKA
pada pasien dengan:
13

- Gejala ekuivalen angina, seperti dispnea (disfungsi LV), palpilasi,


presinkop, dan sinkop (aritmia ventrikel iskemik)

- Nyeri atipikal prekordial kiri atau keluhan gangguan pencernaan atau


dispepsia

- Nyeri atipikal pada orangtua, wanita, dan orang dengan diabetes

- Terapi fibrinolitik: ditangani sesegera mungkin, optimal pemberian obat


waktu ≤30 menit

- IKP: segera mengidentifikasi calon reperfusi dan mencapai inflasi balon


sesegera mungkin dengan IKP primer: optimal pemberian balon inflasi
waktu ≤90 menit.

Departemen Gawat Darurat Rekomendasi Triase


• Gejala dan tanda-tanda yang dibutuhkan untuk penilaian langsung dan
EKG dalam presentasi 10 menit

- Ketidaknyamanan dada atau epigastrium, non traumatis asal dengan


komponen khusus untuk iskemia atau IM

- Kompresi substernal pusat atau menghancurkan nyeri; sensasi tekanan,


sesak berat, kram, terbakar, sakit, gangguan pencernaan yang tidak dapat
dijelaskan, bersendawa, nyeri epigastrium, radiasi nyeri pada leher,
rahang, bahu, punggung atau satu atau kedua lengan

- Dispnea terkait, mual atau muntah, diaforesis

- Palpilasi, denyut nadi tidak teratur, atau dicurigai aritmia

• Untuk semua pasien dengan jenis-iskemik nyeri dada

- Menyediakan oksigen tambahan (hingga stabil, untuk saturasi atau


gangguan pernapasan, akses IV dan pemantauan EKG terus menerus
14

- Interpretasi yang cepat dari 12-rekaman EKG oleh dokter yang


bertanggung jawab untuk SKA triase

• Untuk semua pasien dengan STEMI

- Memulai protokol untuk terapi reperfusi (fibrinolisis atau IKP)

- Mengesampingkan kontraindikasi dan menilai manfaat-risiko rasio

- Mempertimbangkan IKP primer jika tersedia atau jika pasien tidak


memenuhi syarat untuk fibrinolitik

- IKP (atau CABG jika ada indikasi) adalah pengobatan reperfusi pilihan
untuk pasien dengan syok kardiogenik

• Untuk semua pasien dengan risiko sedang hingga tinggi NSTEMI dan
STEMI

- Cepat diberikan aspirin (160 sampai 325 mg) kecuali kalau diberikan
dalam 24 jam yang lalu

- Klopidogrel (300 mg muatan dosis)

- Beta-bloker oral untuk semua pasien tanpa kontraindikasi, saat stabil;


Beta-bloker IV untuk pasien dengan hipertensi atau takiaritmia tanpa
kontraindikasi; sebaliknya Beta-bloker tidak disarankan rutin diberikan

• Nitrogliserin IV untuk awal 24 sampai 48 jam hanya pada pasien dengan


AMI dan CHF, infraksi anterior besar, iskemia tetap atau berulang, atau
hipertensi.
15
16
17
18
19
20
21
22

Prinsip umum tatalaksana gawat darurat SKA:


1. Mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer
untuk menyelamatkan oto jantung dari infark miokard
2. Membatasi luasnya infark miokard
3. Mempertahankan fungsi jantung
4. memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
5. Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi
serangan angina
6. Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
a. Terapi Awal
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan klinis dan penilaian
rekaman EKG 12 sadapan,
2) Periksa enzim jantung CK/CKMB atau
CKMB/cTnT
3) Oksigenasi : Langkah ini segera dilakukan karena
dapat memperbaiki kekurangan
oksigen pada miokard yang mengalami
cedera serta menurunkan beratnya ST-
elevasi. Ini dilakukan sampai dengan
pasien stabil dengan level oksigen 2–3
liter/ menit secara kanul hidung.
4) Nitrogliserin (NTG) : Kontraindikasi bila TD sistolik < 90
mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit),
takikardia. Mula-mula secara
sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau
aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada
setelah 3x NTG setiap 5 menit
dilanjutkan dengan drip intravena 5–10
ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit)
23

dan tekanan darah sistolik jangan


kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya
ialah memperbaiki pengiriman oksigen
ke miokard; menurunkan kebutuhan
oksigen di miokard; menurunkan beban
awal (preload) sehingga mengubah
tegangan dinding ventrikel; dilatasi
arteri koroner besar dan memperbaiki
aliran kolateral; serta menghambat
agregasi platelet (masih menjadi
pertanyaan).
5) Morphine : Obat ini bermanfaat untuk mengurangi
kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh
sistemik; serta nadi menurun dan
tekanan darah juga menurun, sehingga
preload dan after load menurun, beban
miokard berkurang, pasien tenang tidak
kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena
sambil memperhatikan efek samping
mual, bradikardi, dan depresi
pernapasan. Dapat diulang tiap 5 menit
sampai dosis total 20 mg atau petidin
25-50 mg intravena atau tramadol 25-
50 mg iv
6) Aspirin : Harus diberikan kepada semua pasien
sindrom koroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma
bronkial). Efeknya ialah menghambat
24

siklooksigenase –1 dalam platelet dan


mencegah pembentukan tromboksan-
A2. Kedua hal tersebut menyebabkan
agregasi platelet dan konstriksi arterial.
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325
mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable" dari pada tablet. Aspirin
suppositoria (325 mg) dapat diberikan
pada pasien yang mual atau muntah.
7) Antitrombolitik lain : Clopidogrel, Ticlopidine: derivat
tinopiridin ini menghambat agregasi
platelet, memperpanjang waktu
perdarahan, dan menurunkan viskositas
darah dengan cara menghambat aksi
ADP (adenosine diphosphate) pada
reseptor platelet., sehingga
menurunkan kejadian iskemi.
Ticlopidin bermakna dalam
menurunkan 46% kematian vaskular
dan nonfatal infark miokard. Dapat
dikombinasi dengan Aspirin untuk
prevensi trombosis dan iskemia
berulang pada pasien yang telah
mengalami implantasi stent koroner.
Pada pemasangan stent koroner dapat
memicu terjadinya trombosis, tetapi
dapat dicegah dengan pemberian
Aspirin dosis rendah (100 mg/hari)
bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari.
Colombo dkk. memperoleh hasil yang
baik dengan menurunnya risiko
25

trombosis tersebut dari 4,5% menjadi


1,3%, dan menurunnya komplikasi
perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–
5,5%21. Namun, perlu diamati efek
samping netropenia dan
trombositopenia (meskipun jarang)
sampai dengan dapat terjadi purpura
trombotik trombositopenia sehingga
perlu evaluasi hitung sel darah lengkap
pada minggu II – III. Clopidogrel sama
efektifnya dengan Ticlopidine bila
dikombinasi dengan Aspirin, namun
tidak ada korelasi dengan netropenia
dan lebih rendah komplikasi
gastrointestinalnya bila dibanding
Aspirin, meskipun tidak terlepas dari
adanya risiko perdarahan. Didapatkan
setiap 1.000 pasien SKA yang
diberikan Clopidogrel, 6 orang
membutuhkan tranfusi darah 17,22.
Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral,
cepat diabsorbsi dan mulai beraksi
sebagai antiplatelet agregasi dalam 2
jam setelah pemberian obat dan 40–
60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari.
Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs
ASA in Patients at Risk of Ischemic
Events) menyimpulkan bahwa
Clopidogrel secara bermakna lebih
efektif daripada ASA untuk
pencegahan kejadian iskemi pembuluh
26

darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis


(Product Monograph New Plavix).
b. Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan
dalam pengawasan ketat di ICCU
1) Trombolitik
Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua
obat trombolitik bermanfaat.Trombolitik awal (kurang dari 6
jam) dengan strptokinase atau tissue Plasminogen Activator (t-
PA) telah terbukti secara bermakna menghambat perluasan
infark, menurunkan mortalitas dan memperbaiki fungsi
ventrikel kiri.
Indikasi :
a) Umur < 70 tahun
b) Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak hilang
dengan pemberian nitrat.
c) Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2
sadapan EKG
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu
streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan
yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolated plasminogen
activator complex (ASPAC).Yang terdapat di Indonesia
hanya streptokinase dan r-TPA.R-TPA ini bekerja lebih
spesifik pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu
paruhnya lebih pendek.
Kontraindikasi :
a) Perdarahan aktif organ dalam
b) Perkiraan diseksi aorta
c) Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan
traumatik
d) Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma
intrakranial
27

e) Diabetic hemorrhage retinopathy


f) Kehamilan
g) TD > 200/120 mmHg
h) Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan
2) Antikoagulan dan antiplatelet
Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat
peningkatan resiko untuk terjadi tromboemboli dan reinfark
sehingga perlu diberikan obat-obatan pencegah.Heparin dan
Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin
(intravena) diberikan segera setelah trombolitik dapat
mempertahankan potensi dari arteri yang berhubungan dengan
infark.
Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin 20.000-
40.000 unit dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5% atau
NaCl 0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat
efek, dianjurkan menambahkan 500 unit intravena langsung
sebelumnya.Kecepatan infus berdasarkan pada nilai APTT
(Activated Partial Thromboplastin Time).Komplikasi
perdarahan umumnya lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
pemberian secara intermiten.

B. INITIAL ASSESMENT
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA TN. A DENGAN SINDROM KORONER AKUT (SKA)

DI RUANG ICCU RSUD GUNUNG JATI CIREBON

A. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 1 April 2014
Ruang : ICCU
Mahasiswa : kelompok 1
28

B. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. A
b. Jenis kelamin : laki-laki
c. Umur : 69 tahun
d. Agama : islam
e. Status perkawinan : kawin
f. Pendidikan : SD
g. Alamat :blok busi ligung majalengka
h. Pekerjaan : buruh
i. Tanggal masuk : 31 maret 2014
j. No register : 81639
k. Diagnosa medis : SKA (sindrom koroner akut)
2. Identitas penanggung jawab
a. Nama : Tn. R
b. Alamat : blok busi ligung majalengka
c. Pekerjaan : wiraswasta
d. Hubungan dg pasien : anak

C. PRIMERY SURVEY
1. Airway
Look : tidak ada sumbatan, tidak ada benda asing, tidak ada darah yang
keluar
Listen : tidak bunyi stridor atau snokling
Feel : terdapat hembusan nafas
2. Breathing
Look : gerakan dada simetris, menggunakan otot bantu pernafasan,
retraksi interkosta?
29

Listen : bunyi nafas vesikuler


Feel : RR 24x/mnt
3. Circulation
N : 37 x/mnt?
S : 36,7 oC
TD : 148/65 mmHg
SPO2 : 99 %
CRT : > 2 detik (berapa detik)
4. Disability
GCS : 15 compos mentis E 4M 6V 5
5. Expouse
Tidak ada fraktur, tidak ada pendarahan, dan tidak ada oedem

D. SECONDARY SURVEY
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan badannya lemas dan sedikit sesak (dr pengkajian
nyeri nyeri sedang knp keluhannya badan lemas???)
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
P : lemas berkurang saat istirahat, badannya lemas saat melakukan
aktivitas (palliative digunakan untuk pengkajian nyeri bkn lemas)
Q : tidak dapat melakukan aktivitas (kualitas nyeri spt ap??
bukan tidak dapat melakukan aktifitas)
R : di seluruh tubuh (menjalarnya kemana??)
S : skala nyeri 7 dari rentang 1-10
T : nyeri dari 10 hari yang lalu durasi kurang lebih 5 menit

b. Riwayat kesehatan masa lalu


30

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit seperti ini.


Namun pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi selama 3 tahun
serta asam urat.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga Tn.A tidak ada yang memiliki penyakit yang sama
3. Pemeriksaan fisik
a. BB : 51 kg
b. Kepala
1. Kulit kepala, rambut
Tidak ada oedem, rambut beruban dan tidak ada benjolan di kepala
2. Mata
Kedua mata simetris, Sklera ikterik, konjungtiva anemis
3. Hidung
Sedikit kotor dan terpasang nasal kanul 3 liter/menit
4. Telinga
Terdapat serumen, kedua telinga simetris
5. Mulut
Bibir lembab, lidah kotor, bibir kotor
6. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
c. Pemeriksaan dada
1. Jantung
I : bentuk simetris
P : ictus cordis teraba di ics v mitklavikula
P : pekak (ada pembesaran jantung atau tidak)
A : S1 dan S2 terdapat suara tambahan murmur
2. Paru – Paru
I : bentuk simetris, terdapat retraksi dada, otot bantu
nafas??
P : pengembangan paru tidak sama
P : pekak
31

A : vaskuler

3. Abdomen
I : tidak ada pembesaran abdomen, bentuk datar
A : peristaltik 14 x/mnt
P : terdapat nyeri tekan di kuadran II
P : terdengar tympani pada usus redup pada dan ginjal
4. Genetlia
Terpasang kateter
5. Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus, di sebelah kanan terpasang
manset tensi di sebelah kiri
Ekstremitas bawah : tidak ada oedem maupun fraktur

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan nadi
menurun
2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
COP
3. Resiko perubahan volume cairan berlebih berhubungan dengan
penurunan perfusi organ renal

F. RENCANA KEPERAWATAN

G. RENCANA KEPERAWATAN RESUSITASI


Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan klinis dan penilaian
rekaman EKG/ 12 sadapan,
32

2) Periksa enzim jantung CK/CKMB atau


CKMB/cTnT
3) Oksigenasi : Langkah ini segera dilakukan karena
dapat memperbaiki kekurangan
oksigen pada miokard yang mengalami
cedera serta menurunkan beratnya ST-
elevasi. Ini dilakukan sampai dengan
pasien stabil dengan level oksigen 2–3
liter/ menit secara kanul hidung.
4) Nitrogliserin (NTG) : Kontraindikasi bila TD sistolik < 90
mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit),
takikardia. Mula-mula secara
sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau
aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada
setelah 3x NTG setiap 5 menit
dilanjutkan dengan drip intravena 5–10
ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit)
dan tekanan darah sistolik jangan
kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya
ialah memperbaiki pengiriman oksigen
ke miokard; menurunkan kebutuhan
oksigen di miokard; menurunkan beban
awal (preload) sehingga mengubah
tegangan dinding ventrikel; dilatasi
arteri koroner besar dan memperbaiki
aliran kolateral; serta menghambat
agregasi platelet (masih menjadi
pertanyaan).
5) Morphine : Obat ini bermanfaat untuk mengurangi
kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
33

meningkatkan venous capacitance;


menurunkan tahanan pembuluh
sistemik; serta nadi menurun dan
tekanan darah juga menurun, sehingga
preload dan after load menurun, beban
miokard berkurang, pasien tenang tidak
kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena
sambil memperhatikan efek samping
mual, bradikardi, dan depresi
pernapasan. Dapat diulang tiap 5 menit
sampai dosis total 20 mg atau petidin
25-50 mg intravena atau tramadol 25-
50 mg iv
6) Aspirin : Harus diberikan kepada semua pasien
sindrom koroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma
bronkial). Efeknya ialah menghambat
siklooksigenase –1 dalam platelet dan
mencegah pembentukan tromboksan-
A2. Kedua hal tersebut menyebabkan
agregasi platelet dan konstriksi arterial.
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325
mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable" dari pada tablet. Aspirin
suppositoria (325 mg) dapat diberikan
pada pasien yang mual atau muntah.

H. RENCANA KEPERAWATAN STABILISASI


Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan dalam
pengawasan ketat di ICCU
Trombolitik
34

Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua


obat trombolitik bermanfaat.Trombolitik awal (kurang dari 6
jam) dengan strptokinase atau tissue Plasminogen Activator (t-
PA) telah terbukti secara bermakna menghambat perluasan
infark, menurunkan mortalitas dan memperbaiki fungsi
ventrikel kiri.
Indikasi :
d) Umur < 70 tahun
e) Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak hilang
dengan pemberian nitrat.
f) Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2
sadapan EKG
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu
streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan
yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolated plasminogen
activator complex (ASPAC).Yang terdapat di Indonesia
hanya streptokinase dan r-TPA.R-TPA ini bekerja lebih
spesifik pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu
paruhnya lebih pendek.
Kontraindikasi :
i) Perdarahan aktif organ dalam
j) Perkiraan diseksi aorta
k) Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan
traumatik
l) Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma
intrakranial
m) Diabetic hemorrhage retinopathy
n) Kehamilan
o) TD > 200/120 mmHg
p) Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan
3) Antikoagulan dan antiplatelet
35

Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat


peningkatan resiko untuk terjadi tromboemboli dan reinfark
sehingga perlu diberikan obat-obatan pencegah.Heparin dan
Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin
(intravena) diberikan segera setelah trombolitik dapat
mempertahankan potensi dari arteri yang berhubungan dengan
infark.
Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin 20.000-
40.000 unit dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5% atau
NaCl 0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat
efek, dianjurkan menambahkan 500 unit intravena langsung
sebelumnya.Kecepatan infus berdasarkan pada nilai APTT
(Activated Partial Thromboplastin Time).Komplikasi
perdarahan umumnya lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
pemberian secara intermiten.

I. DISCHARGE PLANNING
No Tujuan & Kriteria TT
No Hari/tgl/jam Intervensi
Dx hasil D
1 Selasa, 1 1 Setelah dilakukan 1. Observasi tekanan, Kel
april 2014 tindakan keperawatan evaluasi kualitas nadi 1
selama 2x24 jam R/ mengetahui status
masalah penurunan perubahan klien
curah jantung dapat 2. Berikan posisi kepala
teratasi dengan ( > tinggi dari
Kriteria hasil : ekstremitas)
1. TD normal R/ memperlancar
(100/80 - 140/90) aliran darah balik ke
2. Nadi normal, kuat jantuk
dan regular (60 - 3. Anjurkan klien unruk
100 ) istirahat (bedrest)
36

Tlg dipertimbangkan R/ mengurangi kerja


waktu pencapaian jantung melebihi
selama 48 jam fungsi kemampuannya
jantug tidak akan 4. Lakukan pemeriksaan
kembali normal??? EKG
R/ mengetahui
adanya patologis pada
jantung
5. Kolabrasi pemberian
O2 (lewat apa)
R/ membantu
memenuhi kebutuhan
oksigen
6. Kolaborasi pemberian
obat vasodilator
R/ mengurangi beban
jantung
(tolong dilihat lagi
variasi rencana
keperawatan di
nanda)
2 Selasa, 1 II Setelah dilakukan 1. Palpasi nadi perifer Kel
april 2014 tindakan keperawatan secara rutin dan 1
selama 2 x 24 jam evaluasi pengisian
masalah gangguan vesikuler
perfusi jaringan R/ indikasi kedalam
teratasi dengan circulation
Kriteria hasil : 2. Kaji adanya tanda-
1. TTV normal tanda homan’s
(TD : 100/80 – R/ indicator
140/90) pembentukan
2. Kulit hangat thrombus
37

3. Nadi perifer 3. Observasi warna kulit


teraba adanya pucat atau
Tlg dipertimbangkan kemerahan
waktu pencapaian R/ gangguan pada
selama 48 jam fungsi sirkulasi perifer
jantug tidak akan meningkatkan resiko
kembali normal??? kerusakan kulit
4. Kaji fungsi
gastrointestinal,
adanya mual muntah,
peristaltic, distensi
abdomen, dan
konstipasi
R/ penurunan aliran
darah dapat
mengakibatkan
diatensi
gastrointestinal
5. Kolaborasi mengenai
pemeriksaan GDA
R/ indikator perfusi /
fungsi organ
(tolong dilihat lagi
variasi rencana
keperawatan di
nanda)
3 Selasa, 1 III Setelah dilakukan 1. Pantau haluaran urin Kel
april 2014 tindakan keperawatan R/ haluaran urin 1
selama 2 x 24 jam mungkin sedikit
masalah resiko karena penurunan
perubahan volume perfusi ginjal
cairan teratasi dengan 2. Pantau intake dan
38

Kriteria hasil : output cairan


1. Menunjukkan R/ mengetahui
intake dan output keseimbangan cairan
seimbang 3. Ukur lingkar
2. TTV dalam batas abdomen
normal R/ cairan dapat
3. BB stabil & tidak berpindah ke
ada oedem peritoneal (asitenial)
Tlg dipertimbangkan 4. Kolaborasi pemberian
waktu pencapaian obat diuretik
selama 48 jam fungsi R/ meningkatkan laju
jantug tidak akan aliran urin
kembali normal???
39

BAB 4 (PENUTUP)

A. SIMPULAN

 Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara


pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard.

 Sindroma koroner akut mencakup:

 Angina pektoris tak stabil (APTS)

 Non ST elevation myocard infark (NSTEMI)

 ST elevation myocard infark (STEMI)

 Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari


anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac
marker).

 Angina pectoris tak stabil ditandai dengan keluhan nyeri dada tipikal
tanpa peningkatan enzim jantung

 NSTEMI ditandai dengan nyeri dada tipikal yang disertai perubahan


EKG berupa ST depress dan peningkatan enzim jantung.

 STEMI ditandai dengan nyeri dada tipikal yang disertai perubahan EKG
berupa ST elevasi dan peningkatan enzim jantung.

 Penanganan dini yang harus segera diberikan kepada pasien nyeri dada
dengan kecurigaan SKA adalah MONACO (morfin, oksigen, nitrat,
aspilet, clopidogrel)

B. SARAN
Peran perawat sangat dibutuhkan untuk menangani pasien dengan
sindrom koroner akut, dengan adanya makalah ini diharapkan perawat
dapat menggunakannya sebagai dasar ilmu dalam memberikan asuhan
keperawatan serta mampu berkolaborasi dengan tim medis lainya

Anda mungkin juga menyukai