Anda di halaman 1dari 22

HIV/AIDS

NAMA KELOMPOK
APRILYANA PRATIWI
EDWIN PUJI HARTONO
FEDRI ANDANA
FITRI ROHANIAH
NANIK ISTIFAIYAH
NIA ADLIYANI
NINA RUSDIYANTI
YULIYANI
Pengertian

a. HIV (Human Immunodeficiency Virus)

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis
dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut
terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di
permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem
kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan
sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4
semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol)
(KPA, 2009).

HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media
hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi
tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi
baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan
infeksi oportunistik (Zein, 2010).

b. AIDS ((Human Immunodeficiency Virus)


AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem
pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain
(Yatim, 2008).
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa
adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut
seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya.

Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-
1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2.
HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka
untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah:
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
3. Orang yang ketagian obat intravena
4. Partner seks dari penderita AIDS
5. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe,
limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu
antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi
dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu,
dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-
stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus
dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper
tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV
didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang
asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T
sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan
penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang
serius.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap
tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini,
jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai
sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang
didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah,
atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
Pathway
Manifestasi Klinik

Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu
gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):

1. Gejala mayor:
 Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
 Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
 Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
 Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
 Demensia/ HIV ensefalopati

2. Gejala minor:
 Batuk menetap lebih dari 1 bulan
 Dermatitis generalisata
 Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
 Kandidias orofaringeal
 Herpes simpleks kronis progresif
 Limfadenopati generalisata
 Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
 Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.

1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi
kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan,
ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi,
penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.

2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi
seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar
getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam,
batuk dan pernafasan pendek.

3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS. Gejala Minor

Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan
mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas
infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis,
limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan,
mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy,
mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul
bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia
jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak
seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun
terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati
dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.

2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung
berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang
tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA
virus HIV yang rendah.

3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.
Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV:


 ELISA
 Western blot
 P24 antigen test
 Kultur HIV

2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.


 Hematokrit.
 LED
 CD4 limfosit
 Rasio CD4/CD limfosit
 Serum mikroglobulin B2
 Hemoglobulin

Komplikasi primer :
 MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
 Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
 Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV
 Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium).
Penatalaksanaan

1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi


cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang
baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis
direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200
atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV
dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif
(HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:

 Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan


pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan
dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).

 Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat


reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim
viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan
materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine,
delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).

 Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya


sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan
dilepaskan
1. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap
HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan
masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa
bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua
pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak.
Obat–obatan tersebut adalah:

 Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan
angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan
terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki
pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)

 Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan
dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa
dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa
persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.

2. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral,
yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah
seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan
seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan
dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang
bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang
tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan
hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals
direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi.
CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP
yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang
potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun
terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka
keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses
terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut
dapat memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak
aman.

3. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk
mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan pemberian
vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi pengobatan
untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus,
atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat
bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara
sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer.

4. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di
lingkungan perawatan kritis
Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian.
1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.
3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam
hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup,
ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl,
hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang
memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser
pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan ,
kaku kuduk, kejang, paraplegia.
8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
10. Pernapasan: dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
11. GI: intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12. Gu: lesi atau eksudat pada genital,
13. Integument: kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,
adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi
zat gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.
Perencanaan keperawatan.

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan

Tujuan dan criteria Intervensi Rasional


hasil

Resiko tinggi Pasien akan bebas 1. Monitor tanda- Untuk pengobatan


infeksi oportunistik
infeksi berhubungan dan tanda infeksi baru. Dini
dengan imunosupresi, komplikasinya dengan
2. gunakan teknik Mencegah pasien
malnutrisi dan pola kriteria tak ada tanda-
aseptik pada terpapar oleh
hidup yang beresiko. tanda infeksi baru, lab
setiap tindakan kuman patogen
tidak ada infeksi
invasif. Cuci yang diperoleh di
oportunis, tanda vital
tangan sebelum
dalam batas normal, meberikan rumah sakit.
tidak ada luka atau tindakan.
eksudat.
3. Anjurkan pasien
Mencegah
metoda mencegah
bertambahnya
terpapar terhadap
infeksi
lingkungan yang
patogen.

4. Kumpulkan
spesimen untuk
tes lab sesuai Meyakinkan
order. diagnosis akurat
dan pengobatan
5. Atur pemberian
antiinfeks
i
sesuai order
Mempertahankan
kadar darah yang
terapeutik

Resiko tinggi infeksi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien Pasien dan
(kontak pasien) ditransmisikan, tim atau orang penting keluarga mau dan
berhubungan dengan Kesehatan lainnya metode memerlukan
mencega
infeksi HIV, adanya memperhatikan h informasikan ini
infeksi
nonopportunisitik universal precautions transmisi HIV dan
dengan kriteriaa
yang dapat kontak kuman patogen
ditransmisikan. pasien dan tim lainnya.
Mencegah
kesehatan tidak 2. Gunakan darah transimisi infeksi
terpapar HIV, tidak
HIV ke orang lain
dan cairan tubuh
terinfeksi patogen lain
precaution bial
seperti TBC.
merawat pasien.
Gunakan masker
bila
perlu.

Intolerans aktivitas Pasien berpartisipasi 1. Monitor respon Respon bervariasi


dalam kegiatan,
berhubungan dengan dengan fisiologis terhadap dari hari ke hari
kelemahan, pertukaran kriteria bebas dyspnea aktivitas
oksigen, malnutrisi, dan takikardi selama
2. Berikan bantuan
kelelahan. aktivitas.
Mengurangi
perawatan yang
pasien sendiri kebutuhan energi
tidak mampu

3. Jadwalkan
Ekstra istirahat
perawatan pasien
perlu jika karena
sehingga tidak
meningkatkan
mengganggu
kebutuhan
isitirahat.
metabolik

Perubahan nutrisi Pasien mempunyai 1. Monitor Intake menurun


kurang dari kebutuhan intake kalori dan kemampuan dihubungkan
tubuh berhubungan protein yang adekuat mengunyah dan dengan nyeri
dengan intake yang untuk memenuhi menelan. tenggorokan dan
kurang, meningkatnya Kebutuhan Monitor BB, mulut
2. intake
kebutuhan metabolic, metaboliknya dengan
dan ouput Menentukan data
dan menurunnya kriteria mual dan
dasar
absorbsi zat gizi. muntah dikontrol,
3. Atur antiemetik
pasien makan TKTP,
sesuai order Mengurangi
serum albumin dan
muntah
protein dalam batas n 4. Rencanakan diet
ormal, BB mendekati dengan pasien dan Meyakinkan bahwa
seperti sebelum sakit. orang penting makanan sesuai
lainnya. dengan keinginan
pasien
Diare berhubungan Pasien merasa nyaman 1. Kaji konsistensi Mendeteksi adanya
dengan infeksi GI dan mengnontrol diare, dan darah dalam feses
komplikasi minimal frekuensi feses
dengan kriteria perut dan adanya darah.
lunak, tidak tegang,
Hipermotiliti
2. Auskultasi bunyi
feses lunak dan warna
mumnya dengan
Usus
normal, kram perut
diare
hilang,
3. Atur agen
Mengurangi
antimotilitas dan
motilitas
Psilium
(Metamucil) usus, yang pelan,
sesuai
emperburuk
Order
perforasi pada
4. Berikan ointment
A dan D, vaselin intestinal
atau zinc oside
Untuk
menghilangkan
distensi

Tidak efektif koping Keluarga atau orang 1. Kaji koping Memulai suatu
keluarga berhubungan penting lain keluarga terhadap hubungan dalam
dengan cemas tentang mempertahankan sakit pasein dan bekerja secara
keadaan yang orang suport sistem dan perawatannya konstruktif dengan
dicintai. adaptasi terhadap keluarga.
2. Biarkan keluarga
perubahan akan
mengungkapkana Mereka tak
kebutuhannya dengan
perasaan secara menyadari bahwa
kriteria pasien dan
verbal mereka berbicara
keluarga berinteraksi
secara bebas
dengan cara yang
3. Ajarkan kepada
konstruktif
keluaraga Menghilangkan
tentang penya kecemasan tentang
kit dan transmisi melalui
transmisinya. kontak sederhana.

Daftar Pustaka
Doengoes, Marilynn, dkk, (2010). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 5, alih bahasa: I
Made Kariasa dan Ni Made S, Jakarta: EGC.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Smeltzer dan Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G. (2015). Medical Surgical Neursing (Vol 1).: LWW.

Sylvia dan Wilson. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol 1 (6rd
ed). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai