PENDAHULUAN
1
jalur metabolisme anaerob. Jalur metabolisme anaerob akan dihasilkan 2
molekul Adenosine Triphosphate (ATP) per molekul glukosa dan asam
laktat.
Tanpa adanya energi yang cukup, fungsi sel normal tidak dapat
dipertahankan, akibatnya akan terjadi ketidakseimbangan pompa
potasium sodium. Sel membengkak dan permeabilitas membran sel
meningkat. Aktivitas mitokondria menjadi turun dan membran lisosom
menjadi rusak, sel akan rusak dan selanjutnya terjadi kematian sel.
Kematian seluler akan meluas di seluruh tubuh sehingga terjadi nekrosis
jaringan yang memengaruhi fungsi organ. Akhirnya terjadi kerusakan di
semua sistem organ dan kematian pada pasien syok. (Barkman dan
Pooler, 2009; Guyton dan Hall, 2010; Schwarz et al., 2014).
Asuhan keperawatan dengan kasus Syok memerlukan tindakan
cepat sebab penderita berada pada keadaan Gawat darurat, obat-obat
emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat
mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang
singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. Oleh
karena itu penulis akan membahas mengenai Asuhan keperawatan
kegawatdaruratan syok.
1.2. Rumusanmasalah
1. Apa yang dimaksud syok pada keperawatan gawatdaruratan?
2. Apa saja penilaian tentang syok dalam keperawatan gawatdaruratan
3. Apa saja pencegahan untuk syokdalamkeperawatan gawatdaruratan
4. Apa saja jenis jenis syok ?
5. Apa saja manifestasi klinis untuk syok dalam keperawatangawat
darurat
6. Bagaimana penatalaksanaan untuk syok dalam keperawatan
gawatdaruratan.
2
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar Syok dan
mengaplikasikannya Asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada
klien dengan syok.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
kegawatdaruratan syok.
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada
klien dengan kegawatdaruratan syok.
c. Mahasiswa Mampu merencanakan tindakan keperawatan
pada klien dengan kegawatdaruratan syok.
d. Mahasiawa Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada
klien dengan kegawatdaruratan syok.
e. Mahasiswa mampu Melaksanakan evaluasi keperawatan pada
klien dengan kegawatdaruratan syok.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam makalah ini adalah konsep dasar syok dan Asuhan
keperawatan pada klien dengan kegawatdaruratan syok.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat organ-organ vital. Syok
merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan
tindakan segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa klien
(BPPPKMN, 2010). Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan
sirkulasi darah kedalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan
hasil metabolisme (Sarwono, 2012).
Syok adalah sindroma yang ditandai dengan keadaan umum yang
lemah, pucat, kulit yang dingin dan basah, denyut nadi meningkat, vena
perifer yang tak tampak, tekanan darah menurun, produksi urine menurun
dan kesadaran menurun. Tekanan darah sistolik lazimnya kurang dari 90
mmHg atau menurun dari 50 mmHg dibawah tekanan darah semula.
Masalah utama adalah penurunan perfusi (aliran darah) yang efektif dan
gangguan penyampaian oksigen ke jaringan. Keadaan syok menandakan
bahwa mekanisme hemodinamik dan transport oksigen lumpuh. Jaringan
menjadi rusak karena tidak mendapat oksigen yang cukup untuk
metabolism aerobic. Jika sel melakukan metabolism aerobic maka akan
dihasilkan asam laktat yang merugikan. Makin tinggi kadar asam laktat
makin tinggi risiko mati.
Syok yang berlangsung lama akan mengganggu oksigenasi
miokard sehingga menyebabkan syok kardiogenik sekunder. Pada tahap
lanjut, terjadi gagal fungsi ginjal, hati, paru, otak dan jantung. Angka
kematian meningkat seiring dengan jumlah organ yang mengalami gagal
fungsi (MOF – Multiple Organ Failure). Kematian pada gagal 2 organ
adalah > 60%, pada 3 organ mencapai > 90%.
4
2.2. Penilaian Awal Syok
Syok merupakan keadaan kekurangan suplai oksigen dan nutrisi
Keadaan ini disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan.
Kekurangan oksigen akan berhubungan dengan Asidosis Lactate Acid,
dimana kadar lactat tubuh merupakan indikator dari tingkat berat-
ringannya syok. Terjadinya hambatan di dalam peredaran darah perifer
menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel
akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme
Langkah pertama dalam pengelolaan penderita syok adalah dengan
mengenali adanya syok itu sendiri melalui gejala syok atau tanda-tanda
klinis terjadinya syok, Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa
syok dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik
tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Diagnosis awal
di dasarkan pada adanya gangguan perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Langkah kedua adalah menentukan sebab dari syok. Pada penderita
trauma, semua jenis syok mungkin ditemukan. Kebanyakan penderita
dalam hemoragik syok, namun kardiogenik syok atau syok karena tension
pneumotoraks harus dipertimbangkan pada perlukaan diatas diafragma.
Syok neurogenic dapat diakibatkan perlukaan luas pada SSP atau medulla
spinalis. Pada umumnya trauma kapitis tidak menyebabkan syok.
Penderita dengan trauma medulla spinalis pada keadaan awal dapat dalam
keadaan syok baik karena vasodilatasi (neurogenic) maupun karena
hemoragik. Syok septik jarang ditemukan, namun harus dipertimbangkan
pada penderita yang datang pada keadaan lebih lanjut. Dengan demikian
langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan penilaian terhadap
penderita sehingga dengan cepat syok dapat diketahui. Terapi syok
dimulai sambil mencari sebab syok. Respon terhadap terapi awal,
digabung dengan penemuan klinis biasanya memberikan cukup informasi
untuk dapat menentukan penyebab syok. Perdarahan adalah sebab
tersering dari syok pada penderita trauma. Setiap keadaan syok pada
penderita trauma memerlukan konsultasi bedah. Syok lanjut yang ditandai
5
oleh perfusi yang kurang ke kulit, ginjal dan SSP yang dengan mudah di
kenal.
Katergantungan pada tekanan darah sebagai satu-satunya indicator
syok akan menyebabkan terlambatnya diagnosis syok. INGAT :
mekanisme kompensasi dapat menjaga tekanan darah sampai penderita
kehilangan 30% volume darah. Perhatian harus di arahkan pada nadi, laju
pernafasan, sirkulasi kulit, dan tekanan nadi (perbedaan antara tekanan
sistolik dan diastolic). Gejala paling dini adalah tachikardia dan vaso-
kontriksi perifer. Dengan demikian setiap penderita trauma yang dalam
keadaan tachikardia dan kulit dingin dianggap dalam keadaan syok.
Pemeriksaan hematocrit atau kadar Hb tidak dapat dipakai untuk
mengukur kehilangan darah ataupun diagnosis syok. Kadar hematokirt
yang rendah menunjukkan kehilangan darah dalam jumlah cukup besar
(anemia yang sebelum trauma sudah ada), sedangkan hematocrit normal
dapat saja terjadi walaupun sudah ada kehilangan darah cukup banyak.
(Theodore 1993).
2.3 Pencegahan
2. Antipiretik
3. Surface cooling
4. Antikonvulsan
6
Bila penderita kejang dapat diberikan : Diazepam (Valium),
Fenobarbital
(Luminal).
7
a. Penderita Syok Akibat Perpindahan Plasma
8
maka cairan koloid perlu segera diberikan terutama bila nilai
hematokrit masih lebih dari 30%. Cairan koloid diberikan 10-20
ml/kg/jam. Cairan koloid yang
darah. untuk itu dipilih cairan koloid yang isoonkotik dan isotonik
(Nasronudin dkk, 2007)
9
3. Tindakan
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan berikan
infus cairan kristaloid, pada perdarahan diberikan sejumlah
kristaloid melebihi yang hilang.
10
Tabel 2.1 Syok Hipovolemik
2.4.2 Syok Hemoragik
Perdarahan dalam jumlah besar, melebihi 15 % volume darah yang
beredar, akan menyebabkan perubahan-perubahan fungsi tubuh
seseorang. Makin banyak perdarahan, makin berat kerusakan yang
terjadi, maka makin besar risiko untuk meninggal. Perdarahan yang
banyak mengakibatkan syok. Makin berat syok yang terjadi dan makin
lama syok berlangsung, makin besar risiko mati. Satu jam pertama
masa syok sering disebut “The Golden Hour”. Dalam periode ini time
Saving Is Life Saving. Pertolongan harus cepat diberikan, yakni
menghentikan sumber perdarahan dan mengganti kehilangan voleume
darah. Hipoksia sampai dengan anoksia di jaringan akibat syok
menyebabkan kematian sel jaringan. Jika sel mati mencapai jumlah
kritis (Critical Mass Of Cell), maka akan terjadi gagal organ dan
kematian.
1. Perdarahan Menyebabkan :
a. Kehilangan voleume intravaskuler sehingga aliran (perfusi
darah dan jumlah oksigen jaringan menurun
b. Kehilangan eritrosit dan hemoglobin sehingga kapasitas
transport oksigen per unit volume darah menurun Tubuh
memiliki Estimated Blood Volume (jumlah darah yang
beredar) 65-75 ml/kg, untuk mempermudah dibuat rata-
rata EBV ; 70 ml/kg. jika kehilangan darah 15 ml/kg (20%
EBV), terjadilah perubahan hemodinamik :
11
1) Nadi meningkat
2) Kekuatan kontraksi miokard meningkat
3) Vasokontriksi didaerah arterial dan vena
4) Tekanan darah mungkin masih normal tetapi
tekanan nadi turun
2. Prinsip Penanganan:
Pergatian volume yang hilang untuk mempertahankan kecukupan
oksigenasi jaringan, akibat cukup volume maka hemodinamik
terjaga. Untuk perdarahan dengan syok kelas III-IV diberikan infus
kristaloid sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber
perdarahan dan dapat diberikan cairan golongan plasma substitute
(cairan koloid).
3. Trauma Status (Advanced Trauma Life support)
Dipergunakan untuk memperhitungkan beberapa banyak jumlah
perdarahan (EBL) dengan melihat gejala klinis yang ada.
Kelas II : - Takikardia
kehilangan volume (100-120 Penggantian volume darah
darah 15-30% x/menit) yang hilang dengan cairan
- Penurunan pulse kristaloid sejumlah 2-4
pressure kali volume darah yang
- Penurunan hilang.
produksi urine
(20-30 cc/jam)
12
Kelas III : - Tachypnea Penggantian volume darah
kehilangan volume (30-40 yang hilang dengan cairan
darah 30-40% x/menit) kristaloid dan darah.
- Penurunan
produksi urine
(5-15 cc/jam)
13
(makanan atau hal – hal lain) atau riwayat setelah pemberian obat-
obatan.
4. Tindakan
a. C- Circulation. Raba karotis, posisi syock, pasang infus
kristaloid (RL). Berikan epinephrine (adrenalin) subcutan
atau intra muscular dengan dosis sesuai dengan gejala klinis
yang tampak (0.25 mg, 0.5 mg atau 1 mg = 1 ampul bila
ternyata jantung tidak berdenyut).
b. Airway. Pertahankan jalan nafas tetap bebas. Call for help
c. Breathing. Beri oksigen bila ada, kalau perlu nafas dibantu.
2.4.4 Syok Septik
1. Definisi
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan
disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat
dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan
teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk
membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan
secara tepat dan mencuci tangan secara menyeluruh.
2. Penyebab
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif.
Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan
aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek
yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, pada
perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek
tersebut.
14
60% disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang
dewasa infeksi saluran kencing merupakan sumber utama
terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan sumber infeksi
adalah luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme yang
paling sering menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus
dan pseudomonas . Pasien dengan sepsis dan shock sepsis
merupakan penyakit akut. Pengkajian dan pengobatan sangat
diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala umum
adalah:
a. Demam
b. Berkeringat
c. Sakit kepala
d. Nyeri otot
4. Diagnosis
a. Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi.
b. Fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.
5. Tindakan
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (Mean Arterial
Pressure 60 mmHg)
a. Tindakan awal
Infus cairan kristloid, pemberian antibiotic, membuang
sumber infeksi (pembedahan)
b. Tindakan lanjut
Penggunaan cairan koloid lebih baik dengan diberikan
vasopressor (Dopamine atau dikomnbinasi dengan
Noradrenaline).
15
2.4.5 Syock Kardiogenik
1. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa
jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau
berhenti sama sekali.Syok yang disebabkan karena fungsi jantung
yang tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi
mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi,
kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
(Kamus Kedokteran Dorland, 2010)
2. Penyebab
Penyebab syok kardiogenik Dapat terjadi pada keadaan –
keadaan antara lain: Kontusio jantung, Tamponade jantung dan
Tension pneumothoraks. Pada versi lain pembagian jenis syok, ada
yang membagi bahwa syock kardiogenik hanya untuk gangguan
yang disebabkan karena gangguan pada fungsi myocard. Missal
: decomp cordis, trauma langsung pada jantung, kontusio
jantung. Tamponad jantung dan tension pneumothoraks
dikelompokkan dalam syok obstructive (syok karena obstruksi
mekanik)
3. Diagnose
a. Hipotensi disertai gangguan irama jantung.
b. Mungkin terdapat peninggian tekanan vena jugularis (JVP).
c. Lakukan pemeriksaan fisik pendukung pada tamponade
jantung (bunyi jantung menjauh atau redup), pada tension
pneumothoraks (hipersonor dan pergeseran letak trakea).
4. Tindakan
a. Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid
b. Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropic.
c. Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan
monitoring EKG.
16
d. Pemasangan jarum torakostomi pada Tension
Pneumothoraks di ICS II- mid clavicular line untuk
mengurangi udara dalam rongga pleura (dekompresi).
2.6. Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan
untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada
penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat
diberikan pengobatan kausal.
17
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg
c. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan bila ada sekresi.
d. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu
jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).
e. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen
dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau
nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin.
Pemberian Cairan :
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak
sadar, mual-mual, muntah, kejang, akan dioperasi/dibius
dan yang akan mendapat trauma pada perut serta kepala
(otak) karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam
paru.
b. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid
merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi
cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti
plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
c. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus
seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat
mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan
yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka
bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus
diganti dengan larutan isotonik.
d. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah
pemberian cairan yang berlebihan.
18
e. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah
pemberian cairan berlebihan yang akan membebani
jantung.
f. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam
pemantauan ketat, mengingat pada syok septik biasanya
terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ
Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa
pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, dan pemeriksaan
analisa gas darah Obat-obatan inetropik untuk mengobati
disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa menambah
konsumsi oksigen miocard.
1) Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan
vasokmstrokuta.
2) Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
3) Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi
miocard.
4) Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
5) Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard,
luas jantung, menurunkan tekanan pembuluh darah
sitemik.
4. Letakkan pasien dalan “posisi syok” yaitu mengangkat kedua
tungkai lebih tinggi dari jantung
5. Bila pasien syok karena perdarahan, lakukan penghentian sumber
perdarahan yang tampak dari luar dengan melakukan penekanan, di
atas sumber perdarahan (Mansjoer, 2000)
19
sel akan terganggu. Dalam keadaan volume intravaskuler yang berkurang,
tubuh berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung
dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan
kulit.
Penanganan syok secara dini dimulai dengan resusitasi cairan
secepatnya untuk memperbaiki perfusi dan oksigenasi jaringan. Makin
lambat syok teratasi, akan memperburuk prognosis pasien. Keberhasilan
resusitasi cairan dapat dilihat pada keadaan penderita yang lebih stabil,
laju jantung normal, dan terdapat peningkatan curah jantung serta isi
sekuncup. Apabila syok masih berlanjut, maka selanjutnya perlu diberikan
obat pendukung hemodinamik lain (vasopresor/ inotropik).5-9,12
Pemantauan hemodinamik pada pasien syok sangat penting untuk
menentukan tindakan koreksi secepatnya sesuai kondisi saat itu. Namun,
hal tersebut sangat sulit dilakukan sehingga diperlukan alat pemantau
hemodinamik yang dapat bersifat invasif atau non-invasif. Pemantauan
hemodinamik secara invasif misalnya dengan PATD (pulmonary artery
thermodilution) sedang yang termasuk non-invasif seperti dengan
USCOM (ultrasound cardiac output monitoring).4 Pemantauan
hemodinamik non-invasif lebih disukai dalam tata laksana syok pada anak.
Untuk itu pada pasien yang menderita penyakit DHF harus
diberikan terapi cairan kristaloid yang sesuai agar tidak terjadi kegawatan
atau mengalami Dengue Syok Syndrome. karena pada cairan kristaloid
dapat bekerja sebagai cairan Hipotonik, isotonik, dan hipertonik. Cairan
Hipotonik cairan ini didistribusikan ke estraseluler. Oleh karena itu
penggunanya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler, cairan
isotonik sangat efektif untuk meningkatkan isi intra-vaskuler. Sedangkan
cairan hiper-tonik merupakan ion estraseluler yang akan menarik cairan
intraseluler kedalan ekstra seluler (Soedarmo, 2004).
20
penanganannya dengan resusitasi cairan salah satunya yang dilaksanakan oleh
Danusantoso dkk (2016) dengan judul “Pengukuran Indeks Syok Untuk Deteksi
Dini Syok Hipovolemik Pada Anak Dengan Takikardia: Telaah Terhadap
Perubahan Indeks Isi Sekuncup”.
Penanganan syok hipovolemik salah satunya dengan resusitasi cairan, hal
ini teah dibuktikan dengan penelitian Hidayatulloh dkk (2016) dengan judul
“Pengaruh Resusitasi Cairan terhadap Status Hemodinamik (MAP) dan Status
Mental (GCS) Pada Pasien Syok Hipovolemik Di IGD RSUD DR. Moewardi
Surakarta”. Selain sebagai penanganan syok hipovolemik, resusitasi cairan
nyatanya dapat digunakan untuk mencegah syok hipovolemik,hal ini dibuktikan
melalui penelitian yang dilakukan oleh Budi Utomo dkk (2014) dengan judul
“Pemberian Terapi Cairan Untuk Mencegah Syok Pada Anak Dengan Dengue
Hemorrhagic Fever”.
Evidence based proactive syok hipovolemik.
Pada pasien dengan syok hipovolemik dapat di lihat dari status
hemodinamiknya dimana sering didapati penurunan tekanan darah arteri
sistemik. Gangguan hemodinamik ini dapat dilihat dari tekanan arteri
sistolik kurang dari 90 mm/Hg atau nilai MAP (Mean Arterial Pressure)
kurang dari 70 mm/Hg, dengan kompensasi takikardi. Tanda selanjutnya
dari syok hipovolemik dapat dilihat dari penurunan perfusi jaringan,
diantaranya kulit (akral dingin, dengan vasokonstriksi dan sianosis), ginjal
(output urin<0,5 ml/kgBB/jam). Pada sistem neurologis (perubahan status
mental, yang mencakup obtundation, disorentasi dan tampak bingung)
yang diukur melalui GCS (Glasgow Coma Scale).
Selain dari cara diatas, pengukuran indeks syok hipovolemik juga
bisa dilihat dari keceparan irama jantung sebagaimana yang dibuktikan
dalam penelitian Danusantoso dkk (2016) dengan judul “Pengukuran
Indeks Syok Untuk Deteksi Dini Syok Hipovolemik Pada Anak Dengan
Takikardia: Telaah Terhadap Perubahan Indeks Isi Sekuncup”. Indeks
syok sebelum resusitasi cairan mempunyai korelasi yang lemah terhadap
indeks sekuncup (p=0,845;r 0.32), begitupula indeks syok setelah
resusitasi cairan hanya memliki korelasi lemah rehadap isi sekuncup
21
(p=0,992; r 0.002). Penurunan indeks syok ≥ 0.02 setelah resusitasi cairan
mempunyai korelasi lemah terhadap peningkatan IIS ≥ 10%. Dengan
demikian penelitian ini belum mampu menunjukan adanya penurunan
indeks syok yang bermakna setelah resusitasi caran. Resusitasi cairan
dianggap menimbulkan respon bermakna apabila terdapat peningkatan IIS
≥ 10% (baku emas) dan penurunan indeks syok.
Penanganan syok secara dini dimulai dengan resusitasi cairan
secepatnya untuk memperbaiki perfusi dan oksigenasi jaringan. Makin
lambat syok teratasi, akan memperburuk prognosis pasien.
Penelitian Hidayatulloh dkk (2016) dengan judul “Pengaruh Resusitasi
Cairan terhadap Status Hemodinamik (MAP) dan Status Mental (GCS)
Pada Pasien Syok Hipovolemik Di IGD RSUD DR. Moewardi Surakarta”
menunjukan :
22
hipovolemik. Dalam penelitian Budi Utomo dkk (2014) dengan judul “Pemberian
Terapi Cairan Untuk Mencegah Syok Pada Anak Dengan Dengue Hemorrhagic
Fever”. Dengan melakukan obeservasi pada satu pasien DHF dengan pemberian
cairan selama tiga hari tidak menemukan tanda-tanda syok seperti : sianosis, akral
dingin, pasien lemas, CRT > 2 detik. Hal ini menunjukan bahwa pemberian terapi
cairan pada penderita DHF derajat 1 sangat efektif karena mampu memenuhi
kebocoran plasma sehingga tidak terjadi penurunan trombosit yang disebabkan
oleh penyakit DHF.
BAB IV
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
23
emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat
mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang
singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
3.2 SARAN
24
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
25