Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN SEPSIS

A. DEFINISI
Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi. Pada sepsis gejala
klinis yang terdapat pada SIRS diikuti oleh adanya bukti infeksi. Terminologi
sepsis masih membingungkan karena penggunaan yang tidak tepat dan berba-
gai macam definisi yang meyebabkan kebingungan pada literatur medis. saat
ini telah dibuat standardisasi terminologi infeksi, bakteriemia, sepsis, dan
septik syok sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan untuk
mendiagnosis, mengobati, dan membuat formulasi untuk prognosa dari infeksi
ini. Dalam terminologi yang baru, sepsis mewakili subgrup dalam “Systemic
Inflamatory Response Syndrome” (SIRS) (Gordon MC 1997, Wheeler AP
2004).
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai
macam organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif,
fungi, parasit, dan virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi
menjadi sepsis, dan terdapat suatu rangkaian dari beratnya infeksi dari proses
yang terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik
syok (Norwitz,2010).

B. ETIOLOGI
Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus),
infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses),
protozoa (malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan
adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock
sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus,
sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Root, 1991).
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi
endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi
eksotoksin yang merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri
menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut
akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus
syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga
70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram
negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut,
dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)
b. Flu (influenza)
c. Appendisitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)

e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus 
 urinarius)

f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus 
 atau kateter

telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit


g. Infeksi pasca operasi
h. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sepsis
menurut beberapa penelitian adalah sebagai berikut:
1. Umur
- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
2. Pemasangan alat invasive
- Venous catheter
- Arterial lines
- Pulmonary artery catheters
- Endotracheal tube
- Tracheostomy tubes
- Intracranial monitoring catheters
- Urinary catheter
3. Prosedur invasive
- Cystoscopic
- Pembedahan
4. Medikasi/Therapeutic Regimens
- Terapi radiasi
- Corticosteroids
- Oncologic chemotherapy
- Immunosuppressive drugs
- Extensive antibiotic use
5. Underlying Conditions
- Poor state of health
- Malnutrition
- Chronic Alcoholism
- Pregnancy
- Diabetes Melitus
- Cancer
- Major organ disease – cardiac, hepatic, or renal dysfunction

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi Kardiovaskular
a. Perubahan sirkulasi
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya
tahanan vaskular sitemik (TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi
yang terjadi Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator (
prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin). Mediator-mediator
yang sama tersebut juga dapat menyebabkan meningkatnya
permeabelitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya volume
intravascular menembus membrane yang bocor, dengan demikian
mengurangi volume sirkulasi yang efektif. Dalam berespon terhadap
penurunan TVS dan volume yang bersirkulasi, curah jantung (CJ),
biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi
jaringan dan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian
dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat.
Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah, terjadi
maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif yang
dilepaskan oleh sistemik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan
vasokonstriksi dari jaringan vascular tertentu, mengarah pada aliran
yang tidak mencukupi ke beberapa jaringan sedangkan jaringan lainnya
menerima aliran yang berlebihan. Selain itu terjadi respon inflamasi
massif pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler karena adanya
agregasi leukosit dan penimbunan fibrin, dan berakibat kerusakan
organ dan endotel yang tidak dapat pulih.
b. Perubahan miokardial
Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan
fraksi ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Factor
depresan miokardial, yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik,
adalah salah satu penyebabnya. Terganggunya fungsi jantung juga
diakibatkan oleh keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan oleh
syok, yaitu adanya asidosis laktat, yang menurunkan responsivitas
terhadap katekolamin.
Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok
septic. Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan
TVS yang rendah, kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik.
Bentuk kedua ditandai dengan curah jantung yang rendah dan
peningkatan TVS disebut sebagai syok hipodinamik.
Gambar 1. Cardiovascular changes associated with septic shock and the
effects of fluid resuscitation.
A.Fungsi normal kardiovaskular, B. respon kardiovaskular pada syok septic,
C.kompensasi resusitasi cairan. (Sumber : Dellinger RP: Cardiovascular
management of septic shock. Crit Care Med 2003;31:946-955.)

2. Manifestasi Hematologi
Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis
melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang
respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang
melindungi.
Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine.
Histamine merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler.
Proses ini selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta
timbulnya edema interstisial.

3. Manifestasi Metabolik
Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh
menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa,
protein, dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai
pada pada awal syok karena peningkatan glukoneogenesis dan resisten
insulin, yang menghalangi ambilan glukosa ke dalam sel. Dalam
berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia karena persedian glikogen
menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.
Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk
menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid
menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism
oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat.
Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi
kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak
organ Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory
distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi
susunan saraf pusat seperti terlihat pada tabel 1 (Dobb, 1991).
tabel 1. Kriteria Diagnosis Severe sepsis/Syokseptik
Variable Umum
Temperature >38.3 c atau < 36 c
HR > 90x/mnt
Takipnea
Penurunan status mental
Signifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jam
Hiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes

Variabel inflamasi
WBC >12000,<4000 mm
C reaktif protein meningkat
Procalcitonin plasma meningkat
Variabel heodinamik
Sistolik BP <90 mmHg/
MAP < 70 mmHg
SVO2 > 70 %

Variabel perfusi jaringan


Laktat serum >1mmol/L
CRT> 2 detik
Variable gangguan organ
Pa O2/FiO2 <300
Urine output < 0,5 ml/kgbb/jam
Kreatinin > 0,5 mg/dl
INR> 1.5 atau aPTT>60 detik
Platelet <100000mm Sumber : Levy MN et
Hiperbilirubin > 4 mg/dl
all:2001,Crit Care Med
31:1250,2003.
4. Manifestasi Pulmonal
Endotoxin mempengaruhi paru-paru baik langsung maupun tidak langsung.
Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan hipertensi
pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan
menginviltrasi jaringan pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air
ekstravaskular paru-paru (edema pulmonal). Neutrofil yang teraktivasi
menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel parenkim
pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabelitas. Dengan terkumpulnya
cairan di interstisium, komplians paru berkurang, terjadinya gangguan
pertukaran gas dan terjadi hipoksemia.

E. PATOFISIOLOGI
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari
endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama
yaitu lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin glikoprotein kompleks dapat
secara langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, bersama
dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk lipopolisakarida
antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan
perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag yang kemudian
mengekspresikan imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen
setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen
processing celldan kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell
(APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari
major histocompatibility complex (MHC), kemudian berikatan dengan
CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator
yaitu: IFN-γ, IL-2, dan macrophage colony stimulating factor (M-CSF0.
Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang
makrofag mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada sepsis IL-2 dan TNF-α
dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1ß juga berperandalam
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular
adhesion molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil
dengan endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan
lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa
superoksidan radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria.
Akibat proses tersebut terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan
endotel akan menyebabkan gangguan vaskuler sehingga terjadi kerusakan
organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan
reaksi yang berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang
akan mempresentasikan mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan
mengeluarkan mediator-mediator proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a
dan lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD yang dihasilkan oleh sel
limfosit akan menyebabkan limfosit teraktivasi dan berproliferasi serta
berdiferensiasi menjadi sel efektor (Abbas dan Litchman, 2005; Remick, 2007)
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan
mediator-mediator proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator
antiinflamasi yang memadai. Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan
antiinflamasi ini kemudian akan menimbulkan keadaan hiperinflamasi sel
endotel yang selanjutnya akan menyebabkan rangkaian kerusakan hingga
kegagalan organ yang merugikan (Guntur, 2008).
Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah
limfosit (Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada
semua organ limfoid seperti lien dan timus (Hotchkiss et al., 2005). Apoptosis
limfosit juga berperan penting terhadap terjadinya patofisiologi sepsis (Chang
et al., 2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi penyebab berkurangnya fungsi
limfosit pada pasien sepsis (Remick, 2007).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling
efektif. Ujung jalur kateter intravaskuler mungkin diperlukan untuk
memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
b. SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya,
dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan
peningkatan pita (berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan produksi
SDP tak matur dalam jumlah besar.
c. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
d. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati
atau sirkulasi toksin atau status syok.
e. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
f. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneo-

genesis dan 
 glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan

selulaer dalam metabolisme.


g. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,

ketidakseimbangan / 
 gagalan hati.

h. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya

dalam tahap 
 lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis

metabolic terjadi karena kegagalan 
 mekanisme kompensasi.

i. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul


protein dan SDM.
j. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang

mengindentifikasikan udara bebas 
 didalam abdomen dapat menunjukan

infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.


k. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan

disritmia yang 
 menyerupai infark miokard.


G. PATHWAY

Infasi mikroba

Pelepasan endotoksin atau eksotoksin

Respon sistemik tubuh terhadap infeksi

SEPSIS
    
Stimulasi Efek berbagai Efek berbagai neutrofil Respon
sel imun mediator mediator inflamasi teraktivasi inflamasi
tubuh inflamasi (protaglandin, kinin,  
 (protaglandin, histamin) infiltrasi di Peningkatan
produksi kinin, histamin)  jar. pulmonal suhu tubuh
sitokin  Vasodilatasi, dan vaskuler 
proinflam respon peningkatan  HIPERTER
asi inflamasi masif permeabilitas kapiler akumulasi MIA
berlebih di jaringan  cairan
 vaskuler Volume ekstravaskule
RISIKO  intravaskuler r di paru
INFEKS agregasi  
I leukosit dan Volume sirkulasi edema
penimbunan efektif pulmonal
fibrin  
 TVS kompliance
penyumbatan  paru
kapiler CO meningkat u/ 
 kompensasi GG.
KETIDAKEF  PERTUKAR
EKTIFAN Asedemia laktat AN GAS
PERFUSI 
JARINGAN responsivitas
PERIFER terhadap
katekolamin

fs. jantung terganggu
(fraksi ejeksi
ventrikel turun,
gangguan
kontraktilitas)

RISIKO SYOK
H. PENATALAKSANAAN
RAPID ASSESSMENT
1. Immediate Question
a. Survey Primer
Cek Airway, Breathing, Circulation
- Airway: clear
- Breathing:
Tidak terdapat masalah pada fase awal syok septik
Gangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan lanjut
setelah adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan pada suara
nafas crackles (+), Respirasi rate > 30 x/menit. Pernafasan
kusmaul.
- Circulation:
Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal
(hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang
meningkat.
Pada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan
penurunan tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke
jaringan ditandai dengan akral yang dingin, CRT lebih dari 2
detik, urin output < 2 cc/kgbb/jam. Nadi teraba lemah dengan
frekuensi > 100 x/menit
b. Bagaimana status mental dan vital sign ?
Status mental pasien pada fase awal masih baik perlahan terjadi
penurunan status mental seiring dengan gangguan sirkulasi yang
semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik terdapat peningkatan
suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang normal, nadi cepat
>100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi penurunan suhu tubuh <
37 C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.
c. Bagaimana tanda dan gejala secara umum ?
hipertherma/hipotermia, takikardia, takipnea, hiperperfusi perifer
(hangat), hipotensi, ekstremitas dingin, bingung, crt > 2 detik,
penurunan urin output
d. Riwayat penyakit ?
1. Pulmonal . batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik,
produksi sputum, hemoptysis
2. Genitourinary. Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri
abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley, riwayat
penyakit prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri perineal atau
testicular, aborsi.
3. CNS. Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma, riwayat
autitis media / sinusitis.
4. GI/Intra abdomen. Nyeri abdomen, muntah, anoreksia,
jaundice,
5. Kulit. Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses, ulkus
dekubitus, riwayat drakius,
6. Cardiovaskular. Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan,
kelainan congenital.
7. Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada
daerah persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama
fraktur terbuka, riwayat pembedahan,
e. Riwayat penyakit masa lalu? Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV,
diabetes, gangguan autoimun, kanker).
f. Medikasi? Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi).
2. Database
A. Poin utama pengkajian fisik
1. Mental Status
2. Vital sign
3. Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis.
4. Heent. Sinusitis, otitis media
5. Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity
6. Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk,
7. Suara jantung. Takikardi, murmur.
8. Abdomen. Abdominal tenderness
9. Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness, pendarahan/
discharge vagina.
10. Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness, krepitasi.
11. Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan, delirium, koma.
3. Laboratory data
1. Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC.
2. Urin. Kultur.
3. CSF. Kultur,
4. Sputum. Kultur.
5. Drainase luka. Kultur.
4. Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya

TATA LAKSANA SYOK SEPTIK


Gambar 3. Algoritma early goal directed therapy
Sumber : Rivers 2001
Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life
Support (ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap
sebagai berikut:
Gambar 4. Stepwise approach to sepsis and septic shock
I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Pendekatan ABCDE
Airway
 yakinkan kepatenan jalan napas
 berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
 jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
 kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
 kaji saturasi oksigen
 periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
 berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 periksa foto thorak
Circulation
 kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
 monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
 periksa waktu pengisian kapiler
 pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
 berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 pasang kateter
 lakukan pemeriksaan darah lengkap
 siapkan untuk pemeriksaan kultur
 catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang
dari 36oC
 siapkan pemeriksaan urin dan sputum
 berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan
dan tempat sumber infeksi lainnya.

Tanda ancaman terhadap kehidupan


Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan
fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka
pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:
 Penurunan fungsi ginjal
 Penurunan fungsi jantung
 Hyposia
 Asidosis
 Gangguan pembekuan
 Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema
pulmonal.

B. Pengkajian
 Umum

1. Aktifitas: Gejala : Malaise


2. Sirkulasi

Tanda :


 Tekanan darah normal atau sedikit dibawah normal (selama hasil

curah jantung tetap meningkat).


 Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik):

lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok).


 Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat


mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis atau ketidak

seimbangan elektrolit.


 Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat,lembab,burik


(vasokontriksi).
3. Eliminasi

Gejala : Diare


4. Makanan/Cairan


Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah: Penurunan haluaran, konsentrasi


urine, perkembangan ke arah oliguri,anuria.

5. Nyeri/Kenyamanan 
 : Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit atau

ketidak nyamanan, urtikaria, pruritus.


6. Pernafasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan, pengguna-
an kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Suhu : umumnya meningkat (37,9°C atau lebih) tetapi mungkin normal

pada lansia atau mengganggu pasien, kadang subnormal.


Luka yang sulit atau lama sembuh, drainase purulen,lokalisasi eritema.


Ruam eritema macular

7. Seksualitas


Gejala : Pruritus perineal.


Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.


8. Pendidikan kesehatan


Gejala : Masalah kesehatan kronis atau melemah, misalnya hati, ginjal,


sakit jantung, kanker,DM, kecanduan alcohol.
Riwayat splenektomi: Baru saja menjalani operasi / prosedur invasive,

luka traumatic. 
 Penggunaan antibiotic ( baru saja atau jangka

panjang).
C. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Infasi mikroba Risiko Infeksi
Pasien atau keluarga 
pasien mengatakan Pelepasan endotoksin
pasien menderita sakit atau eksotoksin
kronis, demam 
Respon sistemik tubuh
DO (f.risiko): terhadap infeksi
 adanya penyakit 
kronis SEPSIS
 penekanan sistem 
imun Stimulasi sel imun tubuh
 pertahanan primer 
yang tidak adekuat produksi sitokin
(luka, trauma proinflamasi berlebih
jaringan kulit) 
 pertahanan sekunder Risiko infeksi
inadekuat (Hb turun,
leukopenia)
 prosedur infasif
 malnutrisi
DS: Infasi mikroba Ketidakefektifan perfusi
Perubahan sensasi  jaringan perifer
Pelepasan endotoksin
DO: atau eksotoksin
 TD turun/hipotensi 
 RR meningkat Respon sistemik tubuh
 CRT >2 detik terhadap infeksi
 akral ekstremitas 
dingin SEPSIS
 kulit pucat 
 edema ekstremitas Efek berbagai mediator
 nadi lemah inflamasi (protaglandin,
kinin, histamin)

respon inflamasi masif
di jaringan vaskuler

agregasi leukosit dan
penimbunan fibrin

penyumbatan kapiler

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

DS:- Infasi mikroba Risiko Syok



DO (f.risiko): Pelepasan endotoksin
 hipotensi atau eksotoksin
 hipovolemia 
 hipoksemia Respon sistemik tubuh
 hipoksia terhadap infeksi
 infeksi 
 sepsis SEPSIS

Efek berbagai mediator
inflamasi (protaglandin,
kinin, histamin)

Vasodilatasi,
peningkatan
permeabilitas kapiler

Volume intravaskuler

Volume sirkulasi efektif

TVS

CO meningkat u/
kompensasi

Asedemia laktat

responsivitas terhadap
katekolamin

fs. jantung terganggu
(fraksi ejeksi ventrikel
turun, gangguan
kontraktilitas)

risiko syok
DS:- Infasi mikroba Gangguan pertukaran
 gas
DO: Pelepasan endotoksin
 Pernafasan abnormal atau eksotoksin
(kecepatan, irama, 
kedalaman) Respon sistemik tubuh
 Warna kulit terhadap infeksi
abnormal (pucat, 
kehitaman) SEPSIS
 hiperkapnia 
 hipoksemia neutrofil teraktivasi
 hipoksia 
 takikardi infiltrasi di jar. pulmonal
dan vaskuler

akumulasi cairan
ekstravaskuler di paru

edema pulmonal

kompliance paru

gg. pertukaran gas
DS:- Infasi mikroba Hipertermia

DO: Pelepasan endotoksin
 suhu tubuh di atas atau eksotoksin
normal 
Respon sistemik tubuh
terhadap infeksi

SEPSIS

Respon inflamasi

Peningkatan suhu tubuh

Hipertermia

D. Rencana Intervensi Keperawatan


No. Dx. Kep. Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Risiko Syok Tujuan: NIC: shock
Setelah dilakukan management
tindakan keperawatan 1. Monitor TTV,
selama 1x24 jam tekanan darah
diharapkan klien dapat ortostatik, status
terhindar dari risiko syok mental dan urine
NOC: Risk Control: output
Shock Prevention 2. Monitor nilai
Kriteria Hasil: laboratorium sebagai
 Tekanan darah DBN bukti terjadinya
(110-130/70-90 perfusi jaringan
mmHg) yang inadekuat
 Nadi DBN (70- (misalnya
90x/menit)
peningkatan kadar
 RR DBN (16-20
asam laktat,
x/menit)
 Suhu DBN (36,5- penurunan pH arteri)
37,50C) 3. Berikan cairan IV
 Hb DBN (12 – 18 kristaloid sesuai
gr/dL) dengan kebutuhan
 CRT < 3 detik (NaCl 0,9%; RL;
D5%W)
4. Berikan medikasi
vasoaktif
5. Berikan terapi
oksigen dan
ventilasi mekanik
6. Monitor trend
hemodinamik
7. Monitor frekuensi
jantung fetal
(bradikardia bila HR
<110 kali/menit)
atau (takikardia bila
HR >160 kali per
menit) berlangsung
lebih lama dari 10
menit
8. Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan
AGD dan monitor
oksigenasi jaringan
9. Dapatkan patensi
akses vena
10. Berikan cairan untuk
mempertahankan
tekanan daarah atau
cardiac output
11. Monitor penentu
pengiriman oksigen
ke jaringan (SaPO2,
level Hb, cardiac
output)
12. Catat bila terjadi
bradicardia atau
penurunan tekanan
darah, atau
abnormalitas
tekanan arteri
sistemik yang
rendah misalnya
pucat, cyanosis atau
diaphoresis
13. Monitor tanda dan
gejala gagal nafas
(rendahnya PaO2,
peningkatan PCO2,
kelumpuhan otot
pernafasan)
14. Monitor kadar
glukosa darah dan
tangani bila ada
abnormalitas
15. Monitor koagulasi
dan complete blood
count dengan WBC
differential
16. Monitor status
cairan meliputi
intake dan output
17. Monitor fungsi
ginjal (nilai BUN
dan creatinin)
18. Lakukan
pemasangan kateter
urinaria
19. Lakukan
pemasangan NGT
dan monitor residu
lambung
20. Atur posisi pasien
untuk
mengoptimalkan
perfusi
21. Berikan dukungan
emosional kepada
keluarga
22. Berikan harapan
yang realistic
kepada keluarga

2. Risiko Infeksi Tujuan: NIC: Infection Control


Setelah dilakukan 1. Instruksikan
tindakan keperawatan pengunjung untuk
selama 1x24 jam mencuci tangan saat
diharapkan klien dapat memasuki dan
terhindar dari risiko keluar dari ruangan
infeksi pasien
NOC: Risk Control: 2. Gunakan sarung
Infectious Process tangan dalam setiap
Kriteria Hasil: tindakan pada pasien
 Suhu DBN (36,5- 3. Kolaborasi dengan
37,50C) tenaga medis
 Jumlah leukosit pemberian terapi
DBN antibiotic
 tidak terdapat tanda- 4. Monitor kerentanan
tanda infeksi yang terhadap infeksi
semakin memburuk
3. Gangguan Tujuan: NIC: Acid Base
pertukaran gas Setelah dilakukan management,
tindakan keperawatan Respiratory Monitoring
selama 3x24 jam 1. Kaji pola
diharapkan kondisi klinis pernapasan pasien
klien terkait pertukaran Monitor TTV
gas membaik
NOC: Respiratory 2. Kaji terhadap tanda
Status: Gas Exchange dan gejala hipoksia
Kriteria Hasil: dan hiperkapnia
 Pernafasan normal 3. Kaji TD, nadi apikal
(kecepatan, irama, dan tingkat
kedalaman) kesadaran setiap
 Warna kulit normal jam, laporkan
(tidak
perubahan tingkat
pucat/kehitaman)
kesadaran.
 RR DBN
 Hb DBN 4. Pantau dan catat
 Nadi DBN pemeriksaan gas
 BGA normal darah, kaji adanya
kecenderungan
kenaikan dalam
PaCO2 atau
penurunan dalam
PaO2
5. Bantu dengan
pemberian ventilasi
mekanik sesuai
indikasi, kaji
perlunya CPAP atau
PEEP.
6. Auskultasi dada
untuk mendengarkan
bunyi nafas setiap
jam
7. Tinjau kembali
pemeriksaan sinar X
dada harian,
perhatikan
peningkatan atau
penyimpangan
8. Pantau irama
jantung
9. Berikan cairan
parenteral sesuai
hasil kolaborasi
10. Berikan obat-obatan
sesuai pesanan:
bronkodilator,
antibiotik, steroid.
11. Evaluasi AKS dalam
hubungannya
dengan penurunan
kebutuhan oksigen.

4. Ketidakefektifan Tujuan: NIC: Circulation Care


perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
perifer tindakan keperawatan komprehensif
selama 3x24 jam terhadap sirkulasi
diharapkan perfusi perifer
jaringan perifer klien 2. Pantau tingkat
meningkat ketidaknyamanan
NOC: Circulation atau nyeri saat
Status melakukan latihan
Kriteria Hasil: fisik
 TD DBN 3. Pantau status cairan
 RR DBN termasuk asupan dan
 CRT < 3 detik haluaran
 akral ekstremitas 4. Pantau perbedaan
hangat ketajaman atau
 warna kulit tidak ketumpulan, panas
pucat
atau dingin
 ekstremitas tidak
edema 5. Pantau parestesia,
 kekuatan nadi normal kebas, kesemutan,
hiperestesia dan
hipoestesia
6. Pantau
tromboflebitis dan
thrombosis vena
profunda
7. Anjurkan pasien
atau keluarga untuk
memantau posisi
bagian tubuh saat
pasien mandi,
duduk, berbaring
atau mengubah
posisi
8. Ajarkan pasien atau
keluarga untuk
memeriksa kulit
setiap hari untuk
mengetahui
perubahan integritas
kulit
5 Hipertermi b.d Tujuan: NIC: Thermoregulation
kerusakan control Setelah dilakukan 1. Monitoring tanda-
tindakan keperawatan tanda vital setiap dua
suhu sekunder
selama 1x24 jam
akibat infeksi diharapkan suhu tubuh jam dan pantau warna

atau inflamasi normal kulit


NOC: 2. Observasi adanya
Thermoregulation
kejang dan dehidrasi
Kriteria Hasil:
3. Berikan kompres denga
 Suhu tubuh dalam
air hangat pada aksila,
batas normal (36.5-
leher dan lipatan
37.5)
paha, hindari
 Nadi dalam batas
penggunaan alcohol
normal (110-120
untuk kompres
x/menit)
4. Berikan antipiretik
 Frekuensi napas dalam
sesuai kebutuhan
batas normal (40-60
x/menit)

E. Implementasi dan Evaluasi


Dx. Kep Tanggal Implementasi Evaluasi
& Jam
Risiko Syock 1. Memonitor TTV, S:
tekanan darah
ortostatik, status O:
mental dan urine  Tekanan darah
output DBN (110-
2. Memonitor nilai 130/70-90 mmHg)
laboratorium  Nadi DBN (70-
90x/menit)
sebagai bukti
 RR DBN (16-20
terjadinya perfusi x/menit)
jaringan yang  Suhu DBN (36,5-
inadekuat 37,50C)
(misalnya  Hb DBN (12 – 18
peningkatan kadar gr/dL)
asam laktat,  CRT < 3 detik
penurunan pH
arteri) A:
3. Memberikan Masalah teratasi
cairan IV
kristaloid sesuai P:
dengan kebutuhan Lanjutkan intervensi
(NaCl 0,9%; RL; berikutnya,
D5%W) pertahankan kondisi
4. Memberikan klinis pasien
medikasi vasoaktif
5. Memberikan
terapi oksigen dan
ventilasi mekanik
6. Memonitor trend
hemodinamik
7. Memoonitor
frekuensi jantung
fetal (bradikardia
bila HR <110
kali/menit) atau
(takikardia bila
HR >160 kali per
menit)
berlangsung lebih
lama dari 10 menit
8. Mengambil
sampel darah
untuk pemeriksaan
AGD dan monitor
oksigenasi
jaringan
9. Mendapatkan
patensi akses vena
10. Memberikan
cairan untuk
mempertahankan
tekanan daarah
atau cardiac output
11. Memonitor
penentu
pengiriman
oksigen ke
jaringan (SaPO2,
level Hb, cardiac
output)
12. Mencatat bila
terjadi bradicardia
atau penurunan
tekanan darah,
atau abnormalitas
tekanan arteri
sistemik yang
rendah misalnya
pucat, cyanosis
atau diaphoresis
13. Memonitor tanda
dan gejala gagal
nafas (rendahnya
PaO2, peningkatan
PCO2,
kelumpuhan otot
pernafasan)
14. Memonitor kadar
glukosa darah dan
tangani bila ada
abnormalitas
15. Memonitor
koagulasi dan
complete blood
count dengan
WBC differential
16. Memonitor status
cairan meliputi
intake dan output
17. Memonitor fungsi
ginjal (nilai BUN
dan creatinin)
18. Melakukan
pemasangan
kateter urinaria
19. Melakukan
pemasangan NGT
dan monitor residu
lambung
20. Mengatur posisi
pasien untuk
mengoptimalkan
perfusi
21. Memberikan
dukungan
emosional kepada
keluarga

Risiko Infeksi 1. Mengnstruksikan S:


pengunjung untuk
mencuci tangan O:
saat memasuki  Suhu DBN (36,5-
dan keluar dari 37,50C)
ruangan pasien  Jumlah leukosit
2. Menggunakan DBN
sarung tangan  tidak terdapat
dalam setiap tanda-tanda
tindakan pada infeksi yang
pasien semakin
3. Berkolaborasi memburuk
dengan tenaga
medis pemberian A:
terapi antibiotic Masalah teratasi
4. Memonitor
kerentanan P:
terhadap infeksi Lanjutkan intervensi
berikutnya,
pertahankan kondisi
klinis pasien
Gangguan 1. Mengkaji pola S:
Pertukaran Gas pernapasan pasien
Monitor TTV O:
2. Mengkaji terhadap  Pernafasan normal
tanda dan gejala (kecepatan, irama,
hipoksia dan kedalaman)
hiperkapnia
3. Mengkaji TD,  Warna kulit
nadi apikal dan normal (tidak
tingkat kesadaran pucat/kehitaman)
setiap jam,  RR DBN
laporkan  Hb DBN
 Nadi DBN
perubahan tingkat
 BGA normal
kesadaran.
4. Memantau dan A:
catat pemeriksaan Masalah teratasi
gas darah, kaji
adanya P:
kecenderungan Lanjutkan intervensi
kenaikan dalam berikutnya,
PaCO2 atau pertahankan kondisi
penurunan dalam klinis pasien
PaO2
5. Membantu dengan
pemberian
ventilasi mekanik
sesuai indikasi,
kaji perlunya
CPAP atau PEEP.
6. Melakukan
auskultasi dada
untuk
mendengarkan
bunyi nafas setiap
jam
7. Meninjau kembali
pemeriksaan sinar
X dada harian,
perhatikan
peningkatan atau
penyimpangan
8. Memantau irama
jantung
9. Memberikan
cairan parenteral
sesuai hasil
kolaborasi
10. Memberikan obat-
obatan sesuai
pesanan:
bronkodilator,
antibiotik, steroid.
11. Mengevaluasi
AKS dalam
hubungannya
dengan penurunan
kebutuhan
oksigen.

Ketidakefektifan 1. Melakukan S:
Perfusi Jaringan pengkajian
Perifer komprehensif O:
terhadap sirkulasi  TD DBN
perifer  RR DBN
2. Memantau tingkat  CRT < 3 detik
ketidaknyamanan  akral ekstremitas
atau nyeri saat hangat
 warna kulit tidak
melakukan latihan
pucat
fisik
 ekstremitas tidak
3. Memantau status edema
cairan termasuk  kekuatan nadi
asupan dan normal
haluaran
4. Memantau A:
perbedaan Masalah teratasi
ketajaman atau
ketumpulan, panas P:
atau dingin Lanjutkan intervensi
5. Memantau berikutnya,
parestesia, kebas, pertahankan kondisi
kesemutan, klinis pasien
hiperestesia dan
hipoestesia
6. Memantau
tromboflebitis dan
thrombosis vena
profunda
7. Menganjurkan
pasien atau
keluarga untuk
memantau posisi
bagian tubuh saat
pasien mandi,
duduk, berbaring
atau mengubah
posisi
8. Mengajarkan
pasien atau
keluarga untuk
memeriksa kulit
setiap hari untuk
mengetahui
perubahan
integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA

Dolan’s,1996, Critical care nursing clinical management through the nursing


process, Davis Company, USA.
Emergency Nurses association, 2005, Manual of emergency care, Mosby, st
Louis.
Hudak galo, 1996, keperawatan Kritis pendekatan holistik edisi IV, EGC, Jakarta.
Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006, Critical care nursing diagnosis and
management, Mosby, USA.
Monahan, Sand, Neighbors, 2007.Phipps Medical surgical nursing, Mosby, St
Louis.
Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2006, Buku ajar ilmu
penyakit dalam, PDSPDI. Jakarta.
Jurarif AH dan Kusuma H., 2001, Aplikasi Asuhan Keperawatan
BerdasarkanDiagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan
PenyusunanAsuhan keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action
NANDA. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Media
ihardy:Yogyakarta
Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classifcation (NIC) Fifth
Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2008.

Anda mungkin juga menyukai