A. DEFINISI
Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi. Pada sepsis gejala
klinis yang terdapat pada SIRS diikuti oleh adanya bukti infeksi. Terminologi
sepsis masih membingungkan karena penggunaan yang tidak tepat dan berba-
gai macam definisi yang meyebabkan kebingungan pada literatur medis. saat
ini telah dibuat standardisasi terminologi infeksi, bakteriemia, sepsis, dan
septik syok sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan untuk
mendiagnosis, mengobati, dan membuat formulasi untuk prognosa dari infeksi
ini. Dalam terminologi yang baru, sepsis mewakili subgrup dalam “Systemic
Inflamatory Response Syndrome” (SIRS) (Gordon MC 1997, Wheeler AP
2004).
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai
macam organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif,
fungi, parasit, dan virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi
menjadi sepsis, dan terdapat suatu rangkaian dari beratnya infeksi dari proses
yang terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik
syok (Norwitz,2010).
B. ETIOLOGI
Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus),
infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses),
protozoa (malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan
adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock
sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus,
sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Root, 1991).
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi
endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi
eksotoksin yang merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri
menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut
akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus
syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga
70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram
negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut,
dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)
b. Flu (influenza)
c. Appendisitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sepsis
menurut beberapa penelitian adalah sebagai berikut:
1. Umur
- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
2. Pemasangan alat invasive
- Venous catheter
- Arterial lines
- Pulmonary artery catheters
- Endotracheal tube
- Tracheostomy tubes
- Intracranial monitoring catheters
- Urinary catheter
3. Prosedur invasive
- Cystoscopic
- Pembedahan
4. Medikasi/Therapeutic Regimens
- Terapi radiasi
- Corticosteroids
- Oncologic chemotherapy
- Immunosuppressive drugs
- Extensive antibiotic use
5. Underlying Conditions
- Poor state of health
- Malnutrition
- Chronic Alcoholism
- Pregnancy
- Diabetes Melitus
- Cancer
- Major organ disease – cardiac, hepatic, or renal dysfunction
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi Kardiovaskular
a. Perubahan sirkulasi
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya
tahanan vaskular sitemik (TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi
yang terjadi Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator (
prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin). Mediator-mediator
yang sama tersebut juga dapat menyebabkan meningkatnya
permeabelitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya volume
intravascular menembus membrane yang bocor, dengan demikian
mengurangi volume sirkulasi yang efektif. Dalam berespon terhadap
penurunan TVS dan volume yang bersirkulasi, curah jantung (CJ),
biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi
jaringan dan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian
dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat.
Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah, terjadi
maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif yang
dilepaskan oleh sistemik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan
vasokonstriksi dari jaringan vascular tertentu, mengarah pada aliran
yang tidak mencukupi ke beberapa jaringan sedangkan jaringan lainnya
menerima aliran yang berlebihan. Selain itu terjadi respon inflamasi
massif pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler karena adanya
agregasi leukosit dan penimbunan fibrin, dan berakibat kerusakan
organ dan endotel yang tidak dapat pulih.
b. Perubahan miokardial
Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan
fraksi ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Factor
depresan miokardial, yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik,
adalah salah satu penyebabnya. Terganggunya fungsi jantung juga
diakibatkan oleh keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan oleh
syok, yaitu adanya asidosis laktat, yang menurunkan responsivitas
terhadap katekolamin.
Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok
septic. Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan
TVS yang rendah, kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik.
Bentuk kedua ditandai dengan curah jantung yang rendah dan
peningkatan TVS disebut sebagai syok hipodinamik.
Gambar 1. Cardiovascular changes associated with septic shock and the
effects of fluid resuscitation.
A.Fungsi normal kardiovaskular, B. respon kardiovaskular pada syok septic,
C.kompensasi resusitasi cairan. (Sumber : Dellinger RP: Cardiovascular
management of septic shock. Crit Care Med 2003;31:946-955.)
2. Manifestasi Hematologi
Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis
melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang
respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang
melindungi.
Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine.
Histamine merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler.
Proses ini selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta
timbulnya edema interstisial.
3. Manifestasi Metabolik
Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh
menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa,
protein, dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai
pada pada awal syok karena peningkatan glukoneogenesis dan resisten
insulin, yang menghalangi ambilan glukosa ke dalam sel. Dalam
berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia karena persedian glikogen
menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.
Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk
menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid
menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism
oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat.
Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi
kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak
organ Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory
distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi
susunan saraf pusat seperti terlihat pada tabel 1 (Dobb, 1991).
tabel 1. Kriteria Diagnosis Severe sepsis/Syokseptik
Variable Umum
Temperature >38.3 c atau < 36 c
HR > 90x/mnt
Takipnea
Penurunan status mental
Signifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jam
Hiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes
Variabel inflamasi
WBC >12000,<4000 mm
C reaktif protein meningkat
Procalcitonin plasma meningkat
Variabel heodinamik
Sistolik BP <90 mmHg/
MAP < 70 mmHg
SVO2 > 70 %
E. PATOFISIOLOGI
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari
endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama
yaitu lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin glikoprotein kompleks dapat
secara langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, bersama
dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk lipopolisakarida
antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan
perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag yang kemudian
mengekspresikan imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen
setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen
processing celldan kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell
(APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari
major histocompatibility complex (MHC), kemudian berikatan dengan
CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator
yaitu: IFN-γ, IL-2, dan macrophage colony stimulating factor (M-CSF0.
Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang
makrofag mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada sepsis IL-2 dan TNF-α
dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1ß juga berperandalam
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular
adhesion molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil
dengan endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan
lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa
superoksidan radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria.
Akibat proses tersebut terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan
endotel akan menyebabkan gangguan vaskuler sehingga terjadi kerusakan
organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan
reaksi yang berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang
akan mempresentasikan mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan
mengeluarkan mediator-mediator proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a
dan lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD yang dihasilkan oleh sel
limfosit akan menyebabkan limfosit teraktivasi dan berproliferasi serta
berdiferensiasi menjadi sel efektor (Abbas dan Litchman, 2005; Remick, 2007)
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan
mediator-mediator proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator
antiinflamasi yang memadai. Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan
antiinflamasi ini kemudian akan menimbulkan keadaan hiperinflamasi sel
endotel yang selanjutnya akan menyebabkan rangkaian kerusakan hingga
kegagalan organ yang merugikan (Guntur, 2008).
Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah
limfosit (Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada
semua organ limfoid seperti lien dan timus (Hotchkiss et al., 2005). Apoptosis
limfosit juga berperan penting terhadap terjadinya patofisiologi sepsis (Chang
et al., 2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi penyebab berkurangnya fungsi
limfosit pada pasien sepsis (Remick, 2007).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling
efektif. Ujung jalur kateter intravaskuler mungkin diperlukan untuk
memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
b. SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya,
dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan
peningkatan pita (berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan produksi
SDP tak matur dalam jumlah besar.
c. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
d. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati
atau sirkulasi toksin atau status syok.
e. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
f. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneo-
Infasi mikroba
Pelepasan endotoksin atau eksotoksin
Respon sistemik tubuh terhadap infeksi
SEPSIS
Stimulasi Efek berbagai Efek berbagai neutrofil Respon
sel imun mediator mediator inflamasi teraktivasi inflamasi
tubuh inflamasi (protaglandin, kinin,
(protaglandin, histamin) infiltrasi di Peningkatan
produksi kinin, histamin) jar. pulmonal suhu tubuh
sitokin Vasodilatasi, dan vaskuler
proinflam respon peningkatan HIPERTER
asi inflamasi masif permeabilitas kapiler akumulasi MIA
berlebih di jaringan cairan
vaskuler Volume ekstravaskule
RISIKO intravaskuler r di paru
INFEKS agregasi
I leukosit dan Volume sirkulasi edema
penimbunan efektif pulmonal
fibrin
TVS kompliance
penyumbatan paru
kapiler CO meningkat u/
kompensasi GG.
KETIDAKEF PERTUKAR
EKTIFAN Asedemia laktat AN GAS
PERFUSI
JARINGAN responsivitas
PERIFER terhadap
katekolamin
fs. jantung terganggu
(fraksi ejeksi
ventrikel turun,
gangguan
kontraktilitas)
RISIKO SYOK
H. PENATALAKSANAAN
RAPID ASSESSMENT
1. Immediate Question
a. Survey Primer
Cek Airway, Breathing, Circulation
- Airway: clear
- Breathing:
Tidak terdapat masalah pada fase awal syok septik
Gangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan lanjut
setelah adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan pada suara
nafas crackles (+), Respirasi rate > 30 x/menit. Pernafasan
kusmaul.
- Circulation:
Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal
(hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang
meningkat.
Pada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan
penurunan tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke
jaringan ditandai dengan akral yang dingin, CRT lebih dari 2
detik, urin output < 2 cc/kgbb/jam. Nadi teraba lemah dengan
frekuensi > 100 x/menit
b. Bagaimana status mental dan vital sign ?
Status mental pasien pada fase awal masih baik perlahan terjadi
penurunan status mental seiring dengan gangguan sirkulasi yang
semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik terdapat peningkatan
suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang normal, nadi cepat
>100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi penurunan suhu tubuh <
37 C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.
c. Bagaimana tanda dan gejala secara umum ?
hipertherma/hipotermia, takikardia, takipnea, hiperperfusi perifer
(hangat), hipotensi, ekstremitas dingin, bingung, crt > 2 detik,
penurunan urin output
d. Riwayat penyakit ?
1. Pulmonal . batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik,
produksi sputum, hemoptysis
2. Genitourinary. Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri
abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley, riwayat
penyakit prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri perineal atau
testicular, aborsi.
3. CNS. Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma, riwayat
autitis media / sinusitis.
4. GI/Intra abdomen. Nyeri abdomen, muntah, anoreksia,
jaundice,
5. Kulit. Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses, ulkus
dekubitus, riwayat drakius,
6. Cardiovaskular. Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan,
kelainan congenital.
7. Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada
daerah persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama
fraktur terbuka, riwayat pembedahan,
e. Riwayat penyakit masa lalu? Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV,
diabetes, gangguan autoimun, kanker).
f. Medikasi? Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi).
2. Database
A. Poin utama pengkajian fisik
1. Mental Status
2. Vital sign
3. Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis.
4. Heent. Sinusitis, otitis media
5. Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity
6. Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk,
7. Suara jantung. Takikardi, murmur.
8. Abdomen. Abdominal tenderness
9. Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness, pendarahan/
discharge vagina.
10. Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness, krepitasi.
11. Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan, delirium, koma.
3. Laboratory data
1. Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC.
2. Urin. Kultur.
3. CSF. Kultur,
4. Sputum. Kultur.
5. Drainase luka. Kultur.
4. Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya
B. Pengkajian Umum
Tanda :
seimbangan elektrolit.
Gejala : Diare
4. Makanan/Cairan
7. Seksualitas
8. Pendidikan kesehatan
panjang).
C. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Infasi mikroba Risiko Infeksi
Pasien atau keluarga
pasien mengatakan Pelepasan endotoksin
pasien menderita sakit atau eksotoksin
kronis, demam
Respon sistemik tubuh
DO (f.risiko): terhadap infeksi
adanya penyakit
kronis SEPSIS
penekanan sistem
imun Stimulasi sel imun tubuh
pertahanan primer
yang tidak adekuat produksi sitokin
(luka, trauma proinflamasi berlebih
jaringan kulit)
pertahanan sekunder Risiko infeksi
inadekuat (Hb turun,
leukopenia)
prosedur infasif
malnutrisi
DS: Infasi mikroba Ketidakefektifan perfusi
Perubahan sensasi jaringan perifer
Pelepasan endotoksin
DO: atau eksotoksin
TD turun/hipotensi
RR meningkat Respon sistemik tubuh
CRT >2 detik terhadap infeksi
akral ekstremitas
dingin SEPSIS
kulit pucat
edema ekstremitas Efek berbagai mediator
nadi lemah inflamasi (protaglandin,
kinin, histamin)
respon inflamasi masif
di jaringan vaskuler
agregasi leukosit dan
penimbunan fibrin
penyumbatan kapiler
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Ketidakefektifan 1. Melakukan S:
Perfusi Jaringan pengkajian
Perifer komprehensif O:
terhadap sirkulasi TD DBN
perifer RR DBN
2. Memantau tingkat CRT < 3 detik
ketidaknyamanan akral ekstremitas
atau nyeri saat hangat
warna kulit tidak
melakukan latihan
pucat
fisik
ekstremitas tidak
3. Memantau status edema
cairan termasuk kekuatan nadi
asupan dan normal
haluaran
4. Memantau A:
perbedaan Masalah teratasi
ketajaman atau
ketumpulan, panas P:
atau dingin Lanjutkan intervensi
5. Memantau berikutnya,
parestesia, kebas, pertahankan kondisi
kesemutan, klinis pasien
hiperestesia dan
hipoestesia
6. Memantau
tromboflebitis dan
thrombosis vena
profunda
7. Menganjurkan
pasien atau
keluarga untuk
memantau posisi
bagian tubuh saat
pasien mandi,
duduk, berbaring
atau mengubah
posisi
8. Mengajarkan
pasien atau
keluarga untuk
memeriksa kulit
setiap hari untuk
mengetahui
perubahan
integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA