Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Henti jantung berdasarkan The Pediatric Utstein Guidline adalah
terhentinya aktivitas mekanik jantung yang ditentukan oleh tidak adanya
respon dari perabaan pada denyut nadi sentral, dan henti nafas.
Pada anak, henti jantung biasanya lebih banyak disebabkan oleh asfiksia
sebagai akibat sekunder dari henti nafas. Hal ini berbeda dengan kejadian
henti jantung pada dewasa yang sebagian besar disebabkan oleh masalah
primer pada jantung. Data yang didapatkan menyebutkan bahwa, lebih kurang
2 – 4 % pasien yang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
mengalami henti jantung. Angka kejadian henti jantung dan nafas pada anak
di Amerika Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya, hanya 30 % yang
menerima resusitasi jantung paru dan sebagian besarnya terjadi pada anak
dengan usia kurang dari 1 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Hans Steiner dan Gerald Neligan
(1975) mendapatkan hasil bahwa lamanya henti jantung berhubungan dengan
insiden kerusakan otak, semakin lama bayi mengalami henti jantung, semakin
berat kerusakan otak yang akan dialaminya. Hal tersebut dikarenakan henti
jantung yang lama akan menyebabkan tidak adekuatnya Cerbral Perfusion
Pressure (CPP) yang selanjutnya akan berdampak pada kejadian iskemik
yang menetap dan infark kecil di suatu bagian otak.
Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa
Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada
kelangsungan hidup dan komplikasi yang ditimbulkan setelah terjadinya henti
jantung pada bayi dan anak. Resusitasi jantung paru segera yang dilakukan
dengan efektif berhubungan dengan kembalinya sirkulasi spontan dan
kesempurnaan pemulihan neurologis. Hal ini disebabkan karena ketika
jantung berhenti, oksigenasi juga akan berhenti sehingga akan menyebabkan
kematian sel otak yang tidak akan dapat diperbaiki walaupun hanya terjadi
dalam hitungan detik sampai beberapa menit .

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
2. Bagaimana epidemiologi dan etiologi Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
3. Apa saja tanda dan gejala Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
4. Bagaimana prognosis Henti Jantung ( Cardiac Arrest)?
5. Bagaimana pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan penunjang Henti
Jantung ( Cardiac Arrest)?
6. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Henti Jantung ( Cardiac
Arrest)?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan konsep Henti Jantung
( Cardiac Arrest) pada anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan henti jantung;
b. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan etiologi Henti
Jantung ( Cardiac Arrest);
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi
Henti Jantung ( Cardiac Arrest);
d. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis Henti Jantung ( Cardiac
Arrest);
e. Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan, pencegahan, dan
pemeriksaan penunjang Henti Jantung ( Cardiac Arrest); dan
f. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Henti Jantung ( Cardiac Arrest);

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Henti jantung (Cardiac Arrest )


Henti jantung (Cardiac Arrest ) adalah penghentian tiba-tiba fungsi
pemompaan jantung dan hilangnya tekanan darah arteri. Saat terjadinya
serangan jantung, penghantaran oksigen dan pengeluaran karbon dioksida
terhenti, metabolisme sel jaringan menjadi anaerobik, sehingga asidosis
metabolik dan respiratorik terjadi. Pada keadaan tersebut, inisiasi langsung
dari resusitasi jantung paru diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan
jantung, paru-paru, ginjal, kerusakan otak dan kematian.
2.2 Epidemiologi Henti jantung (Cardiac Arrest )
Angka kejadian henti jantung dan nafas pada anak-anak di
Amerika Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya. Kejadian lebih didominasi
oleh anak berusia lebih kecil, yaitu pada anak usia dibawah 1 tahun dan lebih
banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu 62%. Angka kejadian henti nafas
dan jantung yang terjadi di rumah sakit berkisar antara 7,5 – 11,2% dari
100.000 orang setiap tahun. Sebuah penelitian di Amerika Utara
menunjukkan bahwa, kejadian henti nafas dan henti jantung lebih banyak
terjadi pada bayi dibandingkan dengan anak dan dewasa yaitu dengan
perbandingan 72,7 : 3,7 : 6,3 dari 100.000 orang setiap tahunnya.
Sementara itu, angka kejadian henti nafas dan henti jantung yang
terjadi di rumah sakit berkisar antara 2 – 6% dari pasien yang dirawat di ICU
(Intensive Unit Care). Sekitar 71-88% terjadi pada pasien dengan penyakit
kronis, yang terbanyak adalah penyakit saluran nafas, jantung, saluran
pencernaan, saraf, dan kanker. Penyebabnya hampir sama dengan henti nafas
dan henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit di mana yang terbanyak
adalah asfiksia dan syok.

3
2.3 Etiologi Henti jantung (Cardiac Arrest )
Penyebab terjadinya henti nafas dan henti jantung tidak sama pada
setiap usia. Penyebab terbanyak pada bayi baru lahir adalah karena gagal
nafas, sedangkan pada usia bayi yang menjadi penyebabnya bisa berupa :
a. Sindrom bayi mati mendadak atau SIDS ( Sudden Infant Death Syndrome )
b. Penyakit pernafasan
c. Sumbatan pada saluran pernafasan, termasuk aspirasi benda asing
d. Tenggelam
e. Sepsis
f. Penyakit neurologis
Penyebab terbanyak henti nafas dan henti jantung pada anak yang
berumur diatas 1 tahun adalah cedera yang meliputi kecelakaan lalu lintas,
terbakar, cedera senjata api, dan tenggelam.
Seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena
cardiac arrest dengan kondisi:
1. Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu.
2. Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy).
3. Riwayat penggunaan obat-obatan jantung
4. Abnormalitas kelistrikan jantung (sindroma gelombang QT yang
memanjang)
5. Aterosklerosis
2.4 Tanda dan Gejala Henti jantung (Cardiac Arrest )
1. Tidak sadar (pada beberapa kasus terjadi kolaps tiba-tiba)
2. Pernapasan tidak tampak atau pasien bernapas dengan terengah-engah
secara intermiten)
3. Sianosis dari mukosa buccal dan liang telinga
4. Pucat secara umum dan sianosis
5. Jika pernapasan buatan tidak segera di mulai, miokardium (otot jantung)
akan kekurangan oksigen yang di ikuti dengan henti napas.
6. Hipoksia
7. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa
atau brakialis pada bayi)

4
2.5 Patofisiologi Henti jantung (Cardiac Arrest )
Henti jantung timbul akibat terhentinya semua sinyal kendali listrik
di jantung, yaitu tidak ada lagi irama yang spontan. Henti jantung timbul
selama pasien mengalami hipoksia berat akibat respirasi yang tidak adequat.
Hipoksia akan menyebabkan serabut-serabut otot dan serabut-serabut saraf
tidak mampu untuk mempertahankan konsentrasi elektrolit yang normal di
sekitar membran, sehingga dapat mempengaruhi eksatibilitas membran dan
menyebabkan hilangnya irama normal.
Apapun penyebabnya, saat henti jantung anak telah mengalami
insufisiensi pernafasan akan menyebabkan hipoksia dan asidosis respiratorik.
Kombinasi hipoksia dan asidosis respiratorik menyebabkan kerusakan dan
kematian sel, terutama pada organ yang lebih sensitif seperti otak, hati, dan
ginjal, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan otot jantung yang
cukup berat sehingga dapat terjadi henti jantung.
Penyebab henti jantung yang lain adalah akibat dari kegagalan
sirkulasi (syok) karena kehilangan cairan atau darah, atau pada gangguan
distribusi cairan dalam sistem sirkulasi. Kehilangan cairan tubuh atau darah
bisa akibat dari gastroenteritis, luka bakar, atau trauma, sementara pada
gangguan distribusi cairan mungkin disebabkan oleh sepsis atau anafilaksis.
Organ-organ kekurangan nutrisi esensial dan oksigen sebagai akibat dari
perkembangan syok menjadi henti jantung melalui kegagalan sirkulasi dan
pernafasan yang menyebabkan hipoksia dan asidosis. Sebenarnya kedua hal
ini dapat terjadi bersamaan.
Pada henti jantung, oksigenasi jaringan akan terhenti termasuk
oksigenasi ke otak. Hal tersebut, akan menyebabkan terjadi kerusakan otak
yang tidak bisa diperbaiki meskipun hanya terjadi dalam hitungan detik
sampai menit. Kematian dapat terjadi dalam waktu 8 sampai 10 menit. Oleh
karena itu, tindakan resusitasi harus segera mungkin dilakukan.
2.6 Prognosis Henti Jantung ( Cardiac Arrest )
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam
jangka waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti.
Kondisi tersebut dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan

5
defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya
kerusakan otak), untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung
normal. Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5
sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung, akan memberikan
kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang mudah
diakses di tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti
meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi)
sesegera mungkin, akan meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi
korban cardiac arrest sebesar 64%.
2.7 Pengobatan
Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah
sakit,sehingga pengobatan dan tindakan yang cepat serta tepat akan
menentukan prognosis; 30-45 detik. Sesudah henti jantung terjadi akan
terlihat dilatasi pupil dan pada saat ini harus di ambil tindakan berupa:
1. Sirkulasi artifisial yang menjamin peredaran darah yang mengandung
oksigen dngan melakukan :
a) Masase jantung. Anak ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan
keras, kemudian dengan telapak tangan di tekan secara kuat dan keras
sehingga jantung yang terdapat di antara sternum dan tulang belakang
tertekan dan darah mengalir ke arteria pumonalis da aorta. Masase
jantung yang baik terlihat hasilnya dari terabanya kembali nadi arteri-
atreri besar sedangkan pulihnya sirkulasi ke otak dapat terlihat pada
pupil yang menjadi normal kembali.
b) Pernapasan buatan. Mula-mula bersihkan saluran pernapasan, kemudian
ventilasi di perbaiki dengan pernapan mulut ke melut/inflating bags
atau secara endotrakheal. Ventilasi yang baik dapat di ketahui bila
kemudian tampak ekspansi dinding thoraks pada setiap kali inflasi di
lakukan dan kemudian juga warna kulit akan menjadi normal kembali.
2. Memperbaiki irama jantung
a) Defibrilasi,yaitu bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi
ventrikel.

6
b) Obat-obatan:infus norepinefrin 4 mg/1000ml larutan atau vasopresor
dan epinefrin 3 ml 1:1000 atau kalsium klorida secara intra kardial
(pada bayi di sela iga IV kiri dan pada anak dibagian yang lebih bawah)
untuk meninggikan tonus jantung,sedangkan asidosis metabolik diatasi
dngn pemberian sodium bikarbonat.bila di takutkan fibrilasi ventrikel
kambuh,maka pemberian lignokain 1% dan kalium klorida dapat
menekan miokard yang mudah terangsang. Bila nadi menjadi lambat
dan abnormal,maka perlu di berikan isoproterenol.
3. Perawatan dan pengobatan komplikasi
a) Perawatan: Pengawasan tekanan darah, nadi, jantung ; menghindari
terjadinya aspirasi (dipasang pipa lambung) ; mengetahui adanya anuri
yang dini (di pasang kateter kandung kemih).
b) Pengobatan komplikasi yang terjadi seperti gagal ginjal ( yang di
sebabkan nekrosis kortikal akut) dan anuri dapat di atasi dengan
pemberian ion exchange resins, dialisis peritoneal serta pemberian
cairan yang di batasi. Kerusakan otak di atasi dengan pemberian obat
hiportemik dan obat untuk mengurangi edema otak serta pemberian
oksigen yang adekuat.
2.8 Penatalaksanaan Henti jantung (Cardiac Arrest )
Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa
Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada
kelangsungan hidup dan komplikasi yang ditimbulkan setelah terjadinya henti
jantung pada bayi dan anak.
CPR atau yang lebih dikenal dengan istilah Resusitasi Jantung Paru
(RJP) merupakan upaya yang dilakukan terhadap korban atau penderita yang
sedang berada dalam kondisi gawat atau kritis untuk mengembalikan nafas
dan sirkulasi spontan. RJP terdiri atas Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan
Bantuan Hidup Lanjutan (BHL). BHD adalah tindakan resusitasi yang
dilakukan tanpa menggunakan alat atau dengan alat yang terbatas berupa bag-
mask ventilation, sedangkan BHL sudah menggunakan alat dan obat-obatan
resusitasi sehingga penanganan dapat dilakukan lebih optimal.

7
Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengoptimalkan tekanan
perfusi dari arteri koronaria jantung dan aliran darah ke organ-organ penting
selama fase low flow. Kompresi jantung yang adekuat dan berkelanjutan
dalam pemberian penanganan bantuan hidup dasar sangat penting pada fase
ini.
Menurut (Thygerson,2006), prinsip penanganan anak cardiac arrest
terdapat 4 rangkaian yaitu early acces, early CPR, early defibrillator,dan
early advance care.
a. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan
tanda awal serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi EMS
(Cepat hubungi fasilitas pelayanan kegawatdarutan jantung, ex : call 118 )
b. Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke jantung dan
otak, sampai defibrilator dan petugas yang terlatih tersedia/datang.
c. Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrilasi segera ke
jantung korban bisa mengembalikan denyut jantung.
d. Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan, dan ketersediaan
peralatan bantuan pernafasan.
2.8.1 Bantuan Hidup Dasar pada Anak
Sebelum melakukan resusitasi, yang sangat penting
diperhatikan adalah meyakinkan bahwa penolong dan korban telah
berada pada tempat yang aman. Korban dipindahkan hanya jika tempat
tersebut membahayakan korban. Selain itu juga penting dilakukan
penilaian kegawatdaruratan anak, berupa :
1. Segitiga penilaian pediatrik (PAT=Pediatric Assessment Triangle)
Tiga komponen PAT adalah penampilan anak, upaya napas,
dan sirkulasi kulit.
a. Penampilan anak
Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala.
Metoda „tides‟ meliputi penilaian tonus (T=tone), interaksi
(I=interactive), konsolabilitas (C=consolability), cara melihat
(L=look/gaze) dan berbicara atau menangis (S=speech/cry).

8
Karakteristik Hal yang dinilai
Tone Apakah anak bergerak aktif atau menolak
pemeriksaan dengan kuat? Apakah tonus ototnya baik
atau lumpuh?
Interactiveness Bagaimana kesadarannya? Apakah suara
mempengaruhinya? Apakah dia mau bermain dengan
mainan atau alat pemeriksaan? Apa anak tidak
bersemangat berinteraksi dengan pengasuh atau
pemeriksa?
Consolability Apakah dia dapat ditenangkan oleh pengasuh atau
pemeriksa? Atau anak menangis terus atau terlihat
agitas sekalipun dilakukan pendekatan yang lembut?
Look/gaze Apakah memfokuskan penglihatan pada muka? Atau
pandangan kosong?
Speech/cry Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat
atau lemah atau parau?

b. Upaya Napas
Karakteristik hal yang dinilai adalah suara napas yang tidak
normal, posisi tubuh yang tidak normal, retraksi, dan cuping
hidung.
Karakteristik Hal yang dinilai
Suara napas yang tidak normal Mengorok, parau, stridor, merintih,
mengi
Posisi tubuh yang tidak normal Sniffing, tripoding, menolak berbaring
Retraksi Supraklavikula, interkosta, substernal,
head bobbing
Cuping hidung Napas cuping hidung
c. Sirkulasi Kulit
Hal yang dinilai adalah pucat, mottling, dan sianosis.
Karakteristik Hal yang dinilai
Pucat Kulit atau mukosa tampak kurang

9
merah karena kurangnya aliran darah
ke daerah tersebut
Mottling Kulit berbercak kebiruan akibat
vasokonstriksi
Sianosis Kulit dan mukosa tampak biru

2.8.2 Langkah – langkah Resusitasi Jantung Paru


CPR terdiri dari ventilasi mulut ke mulut dan kompresi
dada. Ventilasi mulut ke mulut merupakan teknik ventilasi buatan yang
awalnya digunakan pada abad ke-18 namun kemudian ditinggalkan. Pada
tahun 1946, selama epidemi polio ketika korban menderita kelumpuhan
pernapasan otot, metode ini digunakan kembali. The American Medical
Association mendukung ventilasi mulut ke mulut sebagai teknik untuk
ventilasi buatan pada tahun 1958. Ketika ventilasi mulut ke mulut
dikombinasikan dengan kompresi dada tertutup pada tahun 1960, CPR
modern lahir dan istilah CPR digunakan untuk pertama kalinya pada
tahun 1962.
Kompresi dada tertutup digunakan untuk pertama kalinya
sebagai metode untuk sirkulasi darurat oleh Boehm pada tahun 1878 ,
sebagaimana dikutip oleh Kouwenhoven et al. Digunakan kembali pada
tahun 1950, dan pada tahun ini juga Kouwenhoven menunjukkan
efektivitas kompresi dada tertutup sebagai metode untuk sirkulasi buatan
pada manusia. Setelah penemuan defibrilator dada tertutup tahun 1957,
Kouwenhoven et al menemukan bahwa „pengembalian kerja jantung
spontan‟ (return of spontaneous heart action) tidak mungkin terjadi jika
shock counter tidak dilakukan dalam waktu kurang dari tiga menit. Oleh
karena itu kompresi dada tertutup diciptakan untuk memperpanjang
waktu di mana defibrilasi bisa efektif tanpa membuka dada. Metode yang
digunakan sebelumnya adalah pijat jantung terbuka, sehingga upaya
resusitasi sangat terbatas dan hanya menolong sedikit pasien. Kompresi
dada tertutup memiliki keuntungan yang besar dibandingkan dengan pijat

10
jantung terbuka karena tidak membutuhkan peralatan sama sekali. Satu-
satunya hal yang dibutuhkan adalah dua tangan penyelamat.
Teknik yang digunakan oleh Kouwenhoven banyak
memiliki kemiripan seperti saat ini. Penjelasan Kouwenhoven adalah
bahwa sirkulasi diperoleh dengan penekanan dada pada posisi antara
sternum dan vertebra sehingga darah dipaksa keluar ketika jantung
dikompresi. Penelitian yang dilakukan melalui echocardiography
memperlihatkan bahwa katup jantung menjadi tidak efektif selama
resusitasi, sehingga fakta ini bertentangan dengan teori Kouwenhoven.
Kouwenhoven juga berpendapat bahwa kompresi dada tertutup
memberikan beberapa ventilasi pada paru-paru, sehingga jika hanya ada
satu orang penolong, orang ini harus berkonsentrasi pada penekanan dada
saja. Jika dua orang atau lebih penolong, ventilasi mulut ke hidung harus
diberikan. Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa pentingnya lebih
banyak waktu untuk ‘flow generating activities’ selama resusitasi.
2.8.3 Langkah – langkah Resusitasi Jantung Paru menurut AHA
1. Periksa Kesadaran
Panggil korban dengan suara keras dan jelas atau panggil
nama korban, lihat apakah korban bergerak atau memberikan respon.
Jika tidak bergerak berikan stimulasi dengan menggerakkan bahu
korban. Pada korban yang sadar, dia akan menjawab dan bergerak.
Setelah tindakan identifikasi kesadaran, lakukan pemeriksaan untuk
mencari kemungkinan adanya cedera dan pengobatan yang
diperlukan, namun jika tidak ada respon, artinya korban tidak sadar,
maka segera panggil bantuan.
2. Posisi Korban
Pada penderita yang tidak sadar, tempatkan korban pada
tempat yang datar dan keras dengan posisi terlentang pada tanah,
lantai atau meja yang keras. Jika harus membalikkan posisi, maka
lakukan seminial mungkin gerakan pada leher dan kepala (posisi stabil
miring).

11
3. Evaluasi jalan nafas
Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi
akibat lidah jatuh ke belakang. Oleh karena itu penolong harus segera
membebaskan jalan nafas dengan beberapa teknik berikut:
1) Bila korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka
jalan nafas dengan teknik Head Tilt-chin lift Maneuver akan tetapi
jangan menekan jaringan lunak dibawah dagu karena akan
menyebabkan sumbatan.
Caranya adalah satu tangan diletakkan pada bagian dahi untuk
menengadahkan kepala, dan secara simultan jari-jari tangan lainnya
diletakkan pada tulang dagu sehingga jalan nafas terbuka.
2) Korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik
jaw-thrust Maneuver untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan
cara meletakkan 2 atau 3 jari di bawah angulus mandibula
kemudian angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua penolong
maka yang satu harus melakukan imobilisasi tulang servikal
3) Mengeluarkan benda asing
Obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan
sumbatan ringan atau berat, jika sumbatannya ringan maka korban
masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya
sangat berat maka korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika
terdapat sumbatan karena benda asing maka pada bayi < 1 tahun
dapat dilakukan teknik 5 kali back blows (back slaps) di
interskapula, namun jika tidak berhasil dengan teknik tersebut
dapat dilakukan teknik 5 kali chest thrust di sternum, 1 jari di
bawah garis imajiner intermamae (seperti melakukan kompresi
jantung luar untuk bayi usia < 1 tahun) .
Pada anak > 1 tahun yang masih sadar dapat
dilakukan teknik Heimlich maneuver yaitu korban di depan
penolong kemudian lakukan hentakan sebanyak 5 kali dengan
menggunakan 2 kepalan tangan di antara prosesus xifoideus dan
umbilikus hingga benda yang menyumbat dapat dikeluarkan,

12
sedangkan pada anak yang tidak sadar, dilakukan teknik Abdominal
thrusts dengan posisi korban terlentang lakukan 5 kali hentakan
dengan menggunakan 2 tangan di tempat seperti melakukan teknik
Heimlich manuever. Setelah itu buka mulut korban, lakukan cross
finger manuever untuk melihat adanya obstruksi dan finger sweeps
manuever untuk mengeluarkan benda asing yang tampak pada
mulut korban, namun jangan melakukan teknik tersebut pada anak
yang sadar, karena dapat merangsang “gag reflex” dan
menyebabkan muntah.
4. Periksa nafas
Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah korban bernafas
atau tidak, lakukan dalam waktu < 10 detik, dengan cara:
1) Lihat gerakan dinding dada dan perut ( look )
2) Dengarkan suara nafas pada hidung dan mulut korban ( listen )
3) Rasakan hembusan udara pada pipi ( feel )
Korban yang mengalami gasping (megap-megap/nafas yang agonal
atau nafas yang tidak efektif) , maka korban tersebut dinyatakan
tidak bernafas.
5. Berikan bantuan nafas
Lakukan 5 kali bantuan nafas untuk mendapatkan 2 kali
nafas efektif. Hal itu dapat dilihat dengan adanya pengembangan
dinding dada. Bila dada tidak mengembang reposisikan kepala korban
agar jalan nafas dalam keadaan terbuka.
Teknik bantuan nafas pada bayi dan anak berbeda, hal ini
dapat dilakukan dengan menggunakan bag valve mask ventilation atau
tanpa alat, yaitu pada bayi dilakukan teknik mouth-to-mouth-and-
nose, sedangkan pada anak menggunakan teknik mouth-to-mouth.
6. Periksa Nadi
Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan
pada arteri brakialis sedangkan pada anak dapat dilakukan pada arteri
karotis ataupun femoralis. Pemeriksaan nadi ini dilakukan dalam
waktu ≤ 10 detik. Jika nadi > 60 kali/menit namun tidak ada nafas

13
spontan atau nafas tidak efektif, maka lakukan pemberian nafas
sebanyak 12-20 kali nafas/menit, sekali nafas buatan 3-5 detik hingga
korban bernafas dengan spontan, nafas yang efektif akan tampak dada
korban akan mengembang.
7. Kompresi Jantung luar
Jika nadi < 60 kali/menit dan tidak ada nafas atau nafas
tidak adekuat maka lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi dan
anak terdapat perbedaan teknik yaitu pada bayi dapat dilakukan teknik
kompresi di sternum dengan dua 17 jari ( two finger chest
compression technique ). Selain itu, dapat juga dilakukan dengan
menggunakan kedua tangan pada posisi satu jari di bawah garis
imajiner intermamae ( two thumb-encircling hands ) jika didapatkan
dua penolong. Pada anak, kompresi jantung luar dilakukan dengan
teknik kompresi pada setengah bagian bawah sternum dengan satu
atau kedua telapak tangan, tapi tidak menekan prosesus xipoid
ataupun sela iga. Kompresi dilakukan harus dengan baik yaitu:
1) “Push hard” : Kedalaman kompresi berkisar 1/3-1/2 diameter
anteroposterior dada
2) “Push fast” : Kecepatan kompresi 100x/menit
3) “Release complete” : Lepaskan tekanan hingga dada dapat
mengembang penuh
4) Minimalisasi interupsi pada saat melakukan kompresi dada
Resusitasi jantung paru pada anak yang dilakukan oleh satu
penolong dilakukan 5 siklus selama 2 menit, setiap siklusnya terdiri
dari 30 kali kompresi jantung luar dengan 2 kali nafas bantuan,
sedangkan jika terdapat 2 penolong maka kompresi jantung luar
dilakukan 15 kali dengan 2 kali bantuan nafas.
Setelah dilakukan 5 siklus, nilai ulang kondisi korban
dengan melakukan evaluasi nadi. Jika nadi kurang dari 60 kali dalam
1 menit atau tidak ada sama sekali, resusitasi jantung paru dilanjutkan.
Jika nadi lebih dari 60 kali dalam 1 menit, lakukan evaluasi

14
pernafasan, dan jika nafas tidak ada atau tidak adekuat, lakukan nafas
buatan lanjutan selama 12 – 20 kali.
2.8.4 Resusitasi Pada Kondisi Khusus
a) Trauma
Beberapa aspek resusitasi pada trauma memerlukan
perhatian khusus karena tindakan resusitasi yang tidak benar dan tidak
adekuat menjadi penyebab keadaan fatal. Kesalahan umum pada
resusitasi trauma pediatrik adalah kegagalan untuk membuka dan
memelihara jalan nafas, kegagalan untuk meresusitasi cairan, dan
kegagalan untuk mengenali serta mengatasi perdarahan internal.
Kerjasama dengan dokter bedah berpengalaman sejak awal, dan jika
mungkin, membawa anak dengan trauma multisistem ke suatu pusat
trauma dengan keahlian pediatrik.
Berikut adalah aspek khusus resusitasi trauma :
1. Pada trauma yang melibatkan tulang belakang, batasi gerakan servikal
tulang belakang dan hindari traksi atau gerakan kepala dan leher.
Buka dan pertahankan jalan nafas dengan jaw thrust, dan jangan
memiringkan kepala. Oleh karena disporposional ukuran kepala bayi
dan anak-anak, posisi optimal oksiput atau mengangkat batang tubuh
untuk menghindari backboard-induced fleksi servikal
2. Pada kasus trauma kepala intentional brief hyperventilation dapat
digunakan sebagai tindakan sementara untuk mengamati tanda
herniasi otak (misalnya kenaikan tiba-tiba tekanan intrakranial,
dilatasi pupil tanpa reflex cahaya, bradikardi, hipertensi)
3. Kecurigaan trauma dada pada semua trauma torakoabdominal,
meskipun tidak ada luka luar. Tension pneumothorax hemotoraks,
atau memar berkenaan dengan paru-paru dapat mengganggu
pernafasan
4. Jika penderita mempunyai trauma maksilofasial atau dicurigai fraktur
basal tengkorak, sebaiknya dipasang orogastric tube dibandingkan
dengan nasogastric tube. Terapi syok dengan bolus 20 mL/kgBB
carian kristaloid isotonic . Berikan bolus tambahan (20 mL/kgBB) jika

15
perfusi sistemik tidak meningkat. Jika syok berlangsung 40-60mL/kg
kristaloid, berikan 10-15mL/kgbb darah.
5. Pertimbangkan trauma intraabdominal, tension pneumotoraks,
tamponade pericardial, cedera sum-sum tulang pada bayi dan anak-
anak, dan perdarahan intrakranial pada bayi dengan tanda syok.
b) Penghentian Upaya Resusitasi
Belum ada prediktor yang baik untuk menentukan kapan
saatnya menghentikan upaya resusitasi kardiopulmonal, maka waktu
antara kejadian dan datang bantuan yang profesional meningkatkan
keberhasilan resusitasi.
Resusitasi jantung paru dapat di akhiri jika sirkulasi telah
kembali normal, dan korban dapat bernafas secara spontan, atau jika
sirkulasi tidak dapat kembali setelah dilakukan tindakan bantuan
hidup dasar setelah 30 menit.
Berdasarkan Resuscitation Counsil, resusitasi jantung paru dihentikan
jika:
a. Anak menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti adanya gerakan,
batuk, bernafas spontan dan normal, atau nadi terba lebih dari 60
kali permenit
b. Tenaga yang lebih ahli sudah datang
c. Penolong sudah kelelahan
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram
(EKG). Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-
kadang di bagian tubuh lainnya misalnya tangan dan kaki. EKG mengukur
waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat menggambarkan
gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan
impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung
telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval
QT berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian mendadak.
2. Tes darah
a) Pemeriksaan Enzim Jantung

16
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah
jika jantung terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat
memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk
mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi
serangan jantung.
b) Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui
elektrolit-elektrolit yang ada pada jantung, di antaranya kalium,
kalsium, magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan
cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak
seimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden
cardiac arrest.
c) Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi
untuk menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan
tersebut merupakan obat-obatan terlarang.
d) Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan
kondisi ini sebagai pemicu cardiac arrest.
3. Imaging tes
a) Pemeriksaan Foto Thorax
19foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh
darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal
jantung.
b) Pemeriksaan nuklir
21biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu
mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang
dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran
darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif
mengalir melalui jantung dan paru-paru.
c) Ekokardiogram
23 Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambaran jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi

17
apakah daerah jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak
memompa secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi),
atau apakah ada kelainan katup.
4. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
25 Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang
sudah sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung belum
ditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin mencoba untuk menyebabkan
aritmia,Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai.
Selama tes, kemudian kateter dihubungkan dengan electrode yang
menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung. Setelah
di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls listrik melalui
jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan elektroda untuk
merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang mungkin
memicu atau menghentikan – aritmia. Hal ini memungkinkan untuk
mengamati lokasi aritmia.
5. Ejection fraction testing
27 Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest
adalah seberapa baik jantung mampu memompa darah.Ini dapat
menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang
dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang
dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi
normal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen
meningkatkan risiko sudden cardiac arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi
dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance
Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung
Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.
6. Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi
penyempitan atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah
pembuluh darah yang tersumbat merupakan prediktor penting sudden
cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri
hati Anda melalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri,
biasanya melalui kaki, untuk arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna

18
mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-ray dan rekaman video,
menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter
diposisikan, mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan
angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.

19
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur, suku/bangsa,
agama, pendidikan, alamat, lingkungan tempat tinggal.
2. Pengkajian Primer
a) Airway/Jalan Napas
Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look,listen,feel.
1. Look : lihat status mental, pergerakan/pengembangan dada, terdapat
sumbatan jalan napas / tidak, sianosis, ada tidaknya retraksi pada
dinding dada, ada/tidaknya penggunaan otot-otot tambahan.
2. Listen : mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan, ada
bunyi napas tambahan seperti snoring, gurgling, atau stidor.
3. Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan, apakah ada krepitasi,
adanya pergeseran / deviasi trakhea, ada hematoma pada leher,teraba
nadi karotis atau tidak.
Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :
1) Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan
menyentuh, menggoyang dan di beri rangsangan atau respon nyeri.
2) Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.
3) Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.
4) Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk
memegang lidah dan rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.
5) Identifikasi dan keluarkan benda asing (darah, muntahan, sekret,
ataupun benda asing ) yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik
parsial maupun total dengan cara memiringkan kepala pasien ke satu
sisi (bukan pada trauma kepala).
6) Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas.
7) Pertahankan dan lindungi tulang servikal.

20
b) Breathing/Pernapasan
Pemeriksaan / pengkajian menggunakan metode look listen, feel
1) Look : nadi karotis ada/tidak,frekuensi pernapasan tidak ada dan
tidak terlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun,
sianosis, identifikasi pola pernapasan abnormal, periksa penggunaan
otot bantu dll.
2) Listen : mendengar hembusan napas
3) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.
Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :
1) Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.
2) Berikan therapy O2 (oksigen).
3) Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask
(BMV) / endo tracheal tube (ETT) jika perlu.
4) Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.
5) Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema
pulmonal,dll.
c) Circulation/Sirkulasi
1) Pemeriksaan/pengkajian :
a. Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi),kualitas
dan karakternya
b. Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis
Tindakan yang harus di lakukan perawat :
1. Lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.
Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak
a) perhatikan bayi untuk menentukan apakah bayi masih
bernapas
b) perhatikan apakah dada bayi bergerak
c) tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut bayi dan
dengarkan aliran udara
d) jentikan kaki bayi apabila ada perubahan warna kulit atau
bila bayi tidak bernapas jangan menguncang-guncangkan
bayi.

21
e) mulailah RPJ jika bayi tetap tidak bernapas setelah kakinya
tidak di jentikan.
f) tempatkan bayi di atas permukaan yang keras.
g) posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas
dengan menepatkan tangan anda pada dahi dan ari-jari
tangan anda dari tangan yang lain di bawah tulang
rahang.berhati-hatilah mendorong jaringan lunak di bawah
dagu angkat dan sedikit tengadahkan kepala kearah
belakang dan hidung mengarah keatas.
h) tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu
bayi
i) dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah
pada tulang dada 1,25 cm sampai 2,5 cm.ulangi hal ini
sebanyak 30 kali dan 2 kali napas buatan.
d) Disability
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
1. Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan
sekelilingnya/tidak sadar terhadap kejadian yang menimpa.
2. Respon verbal (V) :klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
3. Respon nyeri (P) :klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
4. Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.
“cara pengkajian”
5. Anamnese (tanya) : nama dan kejadian
6. Cubit daerah pundak/tepuk wajah
7. Dengan GCS (E1 M1 V1 ), pupil, kemampuan motorik
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan  Manajemen jalan nafas
nafas tidak efektif keperawatan selama 1 jam, 1. Buka jalan nafas dengan

22
diharapkan besihan jala nafas tehnik chin lift atau jaw
kembali normal thrust, ebagaimana
 Status pernafasan mestinya
1. Frekuensi 2. Posisikan pasien untuk
pernafasan tidak ada memaksimalkan
deviasi dari kisaran ventilasi
normal 3. Identifikasi kebutuhan
2. Irama pernafasan actual/potensial pasien
tidak ada deviasi untuk memasukkan alat
dari kisaran normal membuka jalan nafas
3. Kedalaman inspirasi 4. Buang secret dengan
tidak ada deviasi memotifasi pasien untuk
dari kisaran normal melakukan batuk dan
4. Suara auskultasi menyedot lendir
nafas tidak ada 5. Monitor status
deviasi dari kisaran pernafasan dan
normal oksigenasi sebagimana
5. Kepatenan jalan mestinya
nafas tidak ada
deviasi dari kisaran
normal
2 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan  Manajemen syok : jantung
jantung keperawatan selama 1 jam, 1. Monitor tanda dan gejala
berhubungan diharapkan sirkulasi darah curah jantung
dengan perubahan kembali normal 2. Monitor adanya
irama jantung  Status sirkulasi ketidakadekuatan perfusi
1. Tekanan darah sitole arteri coroner
tidak ada deviasi dari (perubahan ST dalam
kisaran normal EKG)
2. Tekanan darah 3. Monitor dan evaluasi
diastole tidak ada indikator hipoksia
deviasi dari kisaran jaringan

23
normal 4. Berikan oksigen sesuai
3. Tekanan darah rata- kebutuhan
rata tidak ada deviasi 5. Tingkatkan perfusi
dari kisaran normal jaringan yang adekuat
4. Tekanan nadi tidak (dengan resusitasi cairan
ada deviasi dari dan vasopressor untuk
kisaran normal mempertahankan
5. Tekanan baji paru tekanan rata-rata arteri)
tidak ada deviasi dari sesuai kebutuhan.
kisaran normal

24
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Kasus
Bayi berusia 3 bulan dibawa ke IGD RSUD Jombang oleh Ibunya
dikarenakan henti jantung. Ny “W” mengatakan bahwa bayinya mengalami
batuk selama 5 hari tidak kunjung sembuh sehingga kesulitan bernafas dan
Bayi Ny “W” pun tidak mau minum ASI sehingga mengalami dehidrasi. Saat
pengkajian warna kulit bayi dalam keadaan memar atau pucat, pernafasan
tidak ada, tonus otot lemah, sianosis, tidak teraba nadi brakialis, kesadaran
hilang.
4.2 PENGKAJIAN
A. Tanggal Masuk : Rabu, 12 Maret 2019
B. Jam masuk : 14.00 WIB
C. Tanggal Pengkajian : Rabu, 12 Maret 2019
D. Jam Pengkajian : 14.05 WIB
E. No.RM : 5634271
F. Identitas
1. Identitas pasien
a. Nama : By “A”
b. Umur : 3 bulan
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Pendidikan :-
f. Pekerjaan :-
g. Alamat : Candi Mulyo Jombang
h. Status Pernikahan :-
2. Penanggung Jawab Pasien
1. Nama : Ny “W”
2. Umur : 35 Tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam

25
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Karyawati
7. Alamat : Candi Mulyo Jombang
8. Hub. Dengan PX : Orang tua pasien

G. Pengkajian
1. Primary Survey
a. Airway
1) Posisi kepala : Mendongak
2) Secret/sputum : Ada, lendir yang banyak
3) Reflek batuk : Ada
4) Lidah jatuh : Lidah jatuh
5) Benda asing : Tidak ada
6) Gigi : Masih belum tumbuh gigi
7) Epistaksis : Tidak ada perdarahan dari hidung/mimisan
8) Data lain : -
b. Breathing
1) Frekuensi nafas : Henti nafas atau mengap-megap
2) Irama nafas : Tidak Ada
3) Suara nafas : Tidak ada
4) Kedalaman nafas : Tidak Ada
5) Pola nafas : Apnea
6) Jenis pernafasan : Tidak ada
7) Suara tambahan : Gurgling
8) Ekspansi dada : Asimetris
9) Batuk : Ada
10) Data lain : ........................................................................................................................
c. Circulation
1) Tekananan darah : 60/90 mmHg
2) Bunyi jantung : Tidak ada
3) Akral : Dingin
4) Sianosis : Ada

26
5) CRT : > 2 detik (Dehidrasi)
6) Suhu : 34OC
7) Odem : Tidak ada
8) Tremor : Tidak
9) Data lain : ........................................................................................................................
d. Disability
1) Kesadaran : Semi-Coma
2) GCS : 1,1,1
3) Respon nyeri : Ada
4) Respon bicara : Tidak ada
5) Reflek pupil : Pupil dilatasi (setelah 45 detik)
6) Spasme otot: Kaku pada otot
7) Parastesia : Tidak
8) ROM : Immobilisasi
9) Data lain ..........................................................................................................................
e. Exposure
1) Cedera : Tidak ada
2) Kerusakan jaringan : Tidak
3) Dislokasi : Tidak
4) Luka : Tidak ada
5) Odem : Tidak ada
6) Data lain : ........................................................................................................................
.........................................................................................................................................
2. Secondary Survey
a. Keadaan Umum
a. Status gizi : Gemuk Normal Kurus
Berat Badan : 3 kg ............................ Tinggi Badan : 45cm .........................................
b. Sikap : Tenang Gelisah Menahan nyeri
b. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing (B1)
a. Bentuk dada: Simetris
b. Frekuensi nafas : .......................................................................................................

27
c. Kedalaman nafas : Henti nafas
d. Jenis pernafasan : Tidak ada
e. Pola nafas : Apnea
f. Retraksi otot bantu :Tidak ada
g. Irama nafas : Tidak ada
h. Ekspansi paru : Simetris
i. Vocal fremitus : Tidak ada
j. Nyeri : Tidak ada
k. Batas paru :
l. Suara nafas : Tidak ada
m. Suara tambahan : Tidak ada
n. Pemeriksaan penunjang :...........................................................................................
...................................................................................................................................
o. Data lain : ..................................................................................................................
...................................................................................................................................
2) Blood (B2)
a. Ictus cordis : Tidak teraba
b. Nyeri : Tidak
c. Batas jantung : -
d. Bunyi jantung : Tidak ada
e. Suara tambahan : Tidak ada
f. Pemeriksaan penunjang :...........................................................................................
...................................................................................................................................
g. Data lain : ..................................................................................................................
...................................................................................................................................
3) Brain (B3)
a. Kesadaran : Semi-Coma
b. GCS : 1,1,1
c. Reflek fisiologis : Tidak ada
d. Reflek patologis : Tidak ada
e. Pemeriksaan penunjang :...........................................................................................
...................................................................................................................................

28
f. Data lain : ..................................................................................................................
...................................................................................................................................
4) Bladder (B4)
a. Kebiasaan miksi : Tidak ada
b. Pola miksi : Tidak ada
c. Warna urine : Tidak ada
d. Jumlah urine : Tidak ada
e. Pemeriksaan penunjang :...........................................................................................
...................................................................................................................................
f. Data lain : ..................................................................................................................
...................................................................................................................................
5) Bowel (B5)
a. Bentuk abdomen : Simetris
b. Kebiasaan defekasi : Belum ada
c. Pola defekasi : Belum ada
d. Warna feses : Belum ada
e. Kolostomi : Tidak ada
f. Bising usus : Normal
g. Pemeriksaan penunjang :...........................................................................................
...................................................................................................................................
h. Data lain : ..................................................................................................................
...................................................................................................................................
6) Bone (B6)
a. Kekuatan otot: Lemah
b. Turgor : > 2 detik
c. Odem : Tidak ada
d. Nyeri : Tidak ada
e. Warna kulit : Pucat
f. Akral : Dingin
g. Sianosis : ...................................................................................................................
h. Parese : ......................................................................................................................
i. Alat bantu : ................................................................................................................

29
j. Pemeriksaan penunjang :...........................................................................................
...................................................................................................................................
k. Data lain : ..................................................................................................................
..................................................................................................................................

c. Terapi Medik
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................

30
4.3 ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DO : Ibu pasien mengatakan bahwa bayinya Kerusakan Difusi Bersihan Jalan Nafas
kesulitan bernafas sehingga henti nafas O2 Tidak Efektif
DS :
1. Frekuensi nafas : Henti nafas Hipoksemia
atau mengap-megap
2. Irama nafas : Tidak Ada Eliminasi CO2
3. Suara nafas : Tidak ada Mengalami
4. Kedalaman nafas : Tidak Ada kerusakan
5. Pola nafas : Apnea
6. Jenis pernafasan : Tidak ada Hiperkapnia
7. Suara tambahan : Gurgling (Peningkatan
8. Ekspansi dada : Asimetris CO2)
9. Akral dingin
10. TTV Gagal nafas
Nadi brachialis tidak teraba
Suhu : 34oC
TD : 60/90 MmHg

2 Dehidrasi Penurunan Curah


DO : Ibu pasien mengatakan bahwa bayinya Jantung
mengalami henti jantung Suplay O2
DS : Menurun
1. Ictus cordis : Tidak teraba
2. Nyeri : Tidak Hipoksia serebral
3. Batas jantung : -
4. Bunyi jantung : Tidak ada Penurunan
5. Suara tambahan : Tidak ada kesadaran
6. Akral dingin
7. CRT : > 2 DETIK Henti nafas
8. TTV Cardiact arrest

31
Nadi brachialis tidak teraba
Suhu : 34oC
TD : 60/90 MmHg

4.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN (SESUAI PRIORITAS)


1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif .............................................................................................
2. Penurunan Curah Jantung b/d perubahan irama jantung .............................................................

32
4.5 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO. DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN (SMART)
1 Bersihan Jalan Nafas SMART:  Label NIC : Manajemen
Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan jalan nafas
keperawatan selama 1 jam,
diharapkan besihan jala nafas
Aktifitas Keperawatan :
kembali normal
6. Buka jalan nafas dengan tehnik

Label NOC : Status Pernafasan chin lift atau jaw thrust,


ebagaimana mestinya
Indikator : 7. Posisikan pasien untuk
6. Frekuensi pernafasan tidak ada
memaksimalkan ventilasi
deviasi dari kisaran normal (1-5)
8. Identifikasi kebutuhan
7. Irama pernafasan tidak ada
actual/potensial pasien untuk
deviasi dari kisaran normal (1-5)
memasukkan alat membuka
8. Kedalaman inspirasi tidak ada
jalan nafas
deviasi dari kisaran normal (1-5)
9. Buang secret dengan
9. Suara auskultasi nafas tidak ada
memotifasi pasien untuk
deviasi dari kisaran normal (1-5)
melakukan batuk dan
10. Kepatenan jalan nafas tidak
menyedot lendirMonitor status
ada deviasi dari kisaran normal
pernafasan dan oksigenasi
(1-5)
sebagimana mestinya

2 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan  Manajemen syok : jantung


jantung berhubungan keperawatan selama 1 jam, 6. Monitor tanda dan

33
dengan perubahan diharapkan sirkulasi darah kembali gejala curah jantung
irama jantung normal 7. Monitor adanya
 Status sirkulasi ketidakadekuatan
6. Tekanan darah sitole tidak perfusi arteri coroner
ada deviasi dari kisaran (perubahan ST dalam
normal EKG)
7. Tekanan darah diastole 8. Monitor dan evaluasi
tidak ada deviasi dari indikator hipoksia
kisaran normal jaringan
8. Tekanan darah rata-rata 9. Berikan oksigen sesuai
tidak ada deviasi dari kebutuhan
kisaran normal 10. Tingkatkan perfusi
9. Tekanan nadi tidak ada jaringan yang adekuat
deviasi dari kisaran normal (dengan resusitasi
10. Tekanan baji paru tidak ada cairan dan vasopressor
deviasi dari kisaran normal untuk mempertahankan
tekanan rata-rata arteri)
sesuai kebutuhan.
4.6 IMPLEMENTASI
NO. HARI/ JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
DX TGL
1 Rabu/ 12 15.00 1. Buka jalan nafas dengan tehnik chin lift atau jaw thrust,
Maret sebagaimana mestinya
2019 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2 15.30 1. Monitor tanda dan gejala curah jantung


2. Monitor adanya ketidakadekuatan perfusi arteri coroner
(perubahan ST dalam EKG)
3. Monitor dan evaluasi indikator hipoksia jaringan
4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
5. Tingkatkan perfusi jaringan yang adekuat (dengan resusitasi
cairan dan vasopressor untuk mempertahankan tekanan rata-
rata arteri) sesuai kebutuhan.

34
VI. EVALUASI
NO. NO. DX HARI/ JAM EVALUASI PARAF
TGL (SOAP)
1 1 Rabu/ 15.30 S : Ibu Pasien mengatakan bayinya henti jantung
12 O:
Maret 1. Henti nafas atau mengap-megap
2019 2. Irama nafas : Tidak Ada
3. Suara nafas : Tidak ada
4. Kedalaman nafas : Tidak Ada
5. Pola nafas : Apnea
6. Jenis pernafasan : Tidak ada
7. Suara tambahan : Gurgling
8. Ekspansi dada : Asimetris
9. Suara jantung tidak ada
10. TTV
Nadi brachialis tidak teraba
Suhu : 34oC
TD : 60/90 MmHg
A : Masalah teratasi sebagian
P:
1. Buka jalan nafas dengan tehnik chin lift atau jaw
thrust, sebagaimana mestinya
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Monitor tanda dan gejala curah jantung
4. Monitor adanya ketidakadekuatan perfusi arteri
coroner (perubahan ST dalam EKG)
5. Monitor dan evaluasi indikator hipoksia jaringan
6. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
7. Tingkatkan perfusi jaringan yang adekuat
(dengan resusitasi cairan dan vasopressor untuk
mempertahankan tekanan rata-rata arteri) sesuai
kebutuhan.

35
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa
otot jantung secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses
penghantaran oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa
terjadi akibat hipoksia lama karena terjadinya henti nafas yang merupakan
akibat terbanyak henti jantung pada bayi dan anak.
Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung
lama, karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan
kematian jaringan otak. Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan
berupa CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin untuk
meminimalisasi kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban.
Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun
teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di
tempat yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta bantuan.
5.2 Saran
Bagi Mahasiswa harapkan bisa memahami dan menguasai terkait
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN pada pasien
Cardiact Arrest.

36
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. Pediatric Basic Life Support : 2010 American


Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
emergency cardiovascular care. Circulation 2010
Behram ,Kliegman, Jensen,. 2000. Buku Teks Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Edisi ke 18, Volume ke 1, Jakarta: EGC,
Guyton AC, Hall JE 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11,
Jakarta: EGC, 2008. h. 163.
Hakim, DDL.2013. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat (Resusitasi Jantung
Paru pada Bayi dan Anak). Jakarta: Badan penerbit IDAI

37

Anda mungkin juga menyukai