PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka dikemukakan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari sepsis?
2. Apa etiologi dari sepsis?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari sepsis?
4. Bagaimana patofisiologi dari sepsis?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari sepsis?
6. Bagaiamana pemeriksaan penunjang dari sepsis
7. Bagaiamana komplikasi dari sepsis?
8. Bagaiamana konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan dari sepsis?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui penatalaksanaan dari Sepsis.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari sepsis
2. Mengetahui etiologi dari sepsis
3. Mengetahui manifestasi klinis dari sepsis
4. Mengetahui patofisiologi dari sepsis
5. Mengetahui penatalaksanaan dari sepsis
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari sepsis
7. Mengetahui komplikasi dari sepsis
8. Mengetahui konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan dari sepsis
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
3
2.2 Etiologi
Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari hasil kultur
darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis. Bakteri gram negatif dan
gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi sepsis berat dan sisanya jamur atau
gabungan beberapa mikroorganisme. Pada pasien yang kultur darahnya negatif,
penyebab infeksi tersebut biasanya diperiksa dengan menggunakan kultur lainnya atau
pemeriksaan mikroskopis (Munford, 2008). Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa
infeksi dengan sumber lokasi saluran pernapasan dan urogenital adalah penyebab paling
umum dari sepsis (Shapiro, 2010)
Pada Negara berkembang, E. coli, Klebsiella sp. dan S. aureus merupakan patogen
penyebab sepsis, dimana S. aureus, Streptococcus pneumonia dan Streptococcus
pyogenes menjadi patogen penyebab sepsis (Khan, 2012).
1. Demam tinggi > 38,9 ̊C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu turun
dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
2. Takikardia (denyut jantung cepat) lebih cepat dari 100 denyut / menit.
3. Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
4. Petekia, leukositosis atau leokopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia
5. Hiperventilasi dengan hipokapnia
6. Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, periektal
7. Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi, trombositopenia
atau koagulasi intravaskuler yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.
2.4 Patofisiologi
Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positip (20-40%),
jamur dan virus (2-3%), protozoa (Iskandar, 2002).Produk bakteri yang berperan penting
pada sepsis adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran
terluar bakteri gram negatip dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008;
Cirioni et al., 2006). LPS mengaktifkan respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory
Response Syndrome/SIRS) yang dapat mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure
(MOF) (Arul, 2001). Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan
mekanisme kematian sel pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al., 2007).Pada
4
pasien sepsis akan terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari 25% total limfosit di
lien (Irene, 2007).
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak
faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit. Respon
tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin, baik yang
bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah tumor
necrosis factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang bekerja membantu
sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi
adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas untuk
memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat
bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus.
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram (-)
maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida (LPS) atau
endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun seluler
dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk
lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan
perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag yang kemudian
mengekspresikan imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing celldan
kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari major histocompatibility complex (MHC), kemudian
berikatan dengan CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan mengeluarkan
substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2, dan
macrophage colony stimulating factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-
5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang makrofag mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada sepsis
IL-2 dan TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1ß juga berperandalam
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular adhesion
molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan
endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang
menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan radikal bebas
yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi kerusakan
5
endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan gangguan vaskuler sehingga
terjadi kerusakan organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi yang
berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang akan mempresentasikan
mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan mengeluarkan mediator-mediator
proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD
yang dihasilkan oleh sel limfosit akan menyebabkan limfosit teraktivasi dan berproliferasi
serta berdiferensiasi menjadi sel efektor (Abbas dan Litchman, 2005; Remick, 2007).
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan mediator-mediator
proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator antiinflamasi yang memadai.
Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan antiinflamasi ini kemudian akan menimbulkan
keadaan hiperinflamasi sel endotel yang selanjutnya akan menyebabkan rangkaian kerusakan
hingga kegagalan organ yang merugikan (Guntur, 2008).
Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah limfosit
(Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada semua organ limfoid seperti
lien dan timus (Hotchkiss et al., 2005). Apoptosis limfosit juga berperan penting terhadap
terjadinya patofisiologi sepsis (Chang et al., 2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi
penyebab berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis (Remick, 2007).
6
PATHWAY SEPSIS
Infeksi kuman
sepsis
Gangguan
pertukaran gas Resiko infeksi
Suplai O2 menurun
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
7
2.5 Penatalaksanaan
Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi:
1. Nonfarmakologi
Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan
melakukan ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.
2. Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan
vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg,
menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi
cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila
rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan
oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini membandingkan vasopresin dosis
rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa vasopresin dosis rendah
tidak mengurangi angka kematian dibandingkan dengan norepinefrin antara
pasien dengan syok sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan
dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai
rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik
spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram negative.cakupan yang
luas bakteri gram positif dan gram negative (atau jamur jika terindikasi
secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa
genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien
dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor
>24); bila dikombinasikan dengan terapi konvensional, dapat menurunkan
angka mortalitas.
3. Sepsis kronis
Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi dilanjutkan
minimal selama 2 minggu.
8
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tatalaksana sepsis,
sedangkan dipihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan
mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan
pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat
peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Pemberian antibiotik pada kasus
tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai tanpa menunggu
hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik harus
dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila hasil
kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari secara klinis baik,
pemberian antibiotik harus dihentikan (Sitompul, 2010).
2.7 Komplikasi
9
BAB 3
Konsep Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
a. Airway : Yakinkan kepatenan jalan napas, Berikan alat bantu napas jika perlu, Jika
terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin
ke ICU
b. Breathing: Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan, Kaji saturasi oksigen, Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi
dan kemungkinan asidosis, Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask, auskulasi
dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, Periksa foto thorak
c. Circulation: Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan,
Monitoring tekanan darah, tekanan darah, Periksa waktu pengisian kapiler, Pasang infuse
dengan menggunakan canul yang besar, Berikan cairan koloid – gelofusin atau
haemaccel, Pasang kateter, Lakukan pemeriksaan darah lengkap, Catat temperature,
kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 360C, Siapkan pemeriksaan
urin dan sputum, Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
d. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
e. Exposure: Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
f. Aktivitas dan istirahat ; Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
g. Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena
embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia),
hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), Heart rate : takikardi biasa terjadi, Bunyi
jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi disritmia dapat
terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal, Kulit dan membran mukosa : mungkin
pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
h. Integritas Ego: Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian,
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
10
i. Makanan/Cairan: Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea, Obyektif : Formasi
edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel sounds
j. Neurosensori: Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motorik
k. Respirasi; Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse,
kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”, Obyektif : Respirasi : rapid, swallow,
grunting
11
BAB 4
KASUS
Tn. B laki-laki berusia, 20 tahun, datang ke RSUD jombang. Keluarga klien mengatakan
klien demam Suhu tubuh klien 380C, Pasien perlahan-lahan tak sadarkan diri, GCS 5 ( E1
M2 V2 ), TD: 110/52 mmHg, N: 159 x/i, RR 33 x/menit, tidak ada perdarahan, terpasang
endotracheatube, terpasang ventilator
A. Pengkajian
1. Nama Pasien : Tn. B
2. Usia : 20 Tahun
3. Diagnosa Medis : Sepsis
4. Tanggal Masuk : 20-03-2019
5. Tanggal Pengkajian : 20-03-2019
6. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway : Tidak ada sumbatan pada jalan napas, terpasang endotracheatube,
terpasang ventilator, saturasi oksigen 100%.
b. Breathing : RR 33 x/i, nafas teratur, retraksi iga (+), cuping hidung (+).
c. Circulation : TD: 110/52 mmHg, N: 159 x/i, tidak ada perdarahan, S : 38°C
d. Dissability : GCS 5 ( E1 M2 V2 ), keadaan umum lemah.
7. PENGKAJIAN FISIK TIAP SISTEM
a. Sistem Pernapasan/Breathing (B1)
RR 33 x/menit, tidak ada suara napas tambahan, terpasang ventilator dengan
mode VCV.
b. Sistem Cardiovaskuler/Blood (B2)
TD: 110/52 mmHg, N: 159 x/i, S : 38°C, Capillary Refill Time (CRT) <3 detik.
c. Sistem Syaraf/Brain (B3)
GCS 5 ( E1 M2 V2 ).
d. Sistem Perkemihan/Bladder (B4)
Urine ( + ) perkateter, urin ± 1500 cc/hari
e. Sistem Pencernaan/Bowel (B5)
Terpasang NGT, peristaltik usus 6 x/i
f. Sistem Musculoskeletal-Integumen/Bone (B6)
Terpasang infus pada ekstremitas kiri dan kanan atas. Keluarga klien mengatakan
klien tidak pernah menggerakkan anggota tubuhnya.
12
Kekuatan otot 2 2
2 2
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Natrium 138,6 mmol/l 70-110
Kalium 4,37 mmol/l 10-50
Klorida 104,4 mmol/l 0,6-1,3
Albumin 3,4 mmol/l 3,5-5,0
9. TERAPI
Obat-obatan
a. SP/Fentanyl 30 mg/jam
b. SP/ Miloz 2 mg/jam
c. SP/Vascon 4 cc/jam
Cairan
IVFD Asering 1000 : Futrolit 1000/HR
Terapi lain
a. Terpasang ventilator dengan mode VCV.
b. Terpasang keteter.
c. Terpasang syringe pump.
13
B. ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS: Sepsis Hipertermia
Pasien mengalami penurunan kesadaran ↓
DO: Peningkatan
GCS 5 ( E1 M2 V2 ). tingkat
Klien teraba hangat metabolism
Suhu tubuh klien 38 0C penyakit
Klien nampak lemah. ↓
Perubahan pada
regulasi
temperature
↓
Suhu tubuh
meningkat
2. Faktor resiko tinggi terhadap terjadinya infeksi Sepsis Resiko infeksi
↓
Penurunan system
imun
↓
Kegagalan untuk
mengatasi infeksi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermia berhubungan dengan sepsis
b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun (imunosupresi)
14
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
sepsis
Indikator : Aktifitas Keperawatan :
Indeks 1. Monitor suhu minimal tiap 2
No. Indikator
1 2 3 4 5
jam
1. Penurunan suhu V 2. Monitor TD, Nadi, dan RR
tubuh (ringan)
3. Monitor warna dan suhu kulit
2. Dehidrasi V 4. Monitor penurunan tingkat
(sedang)
kesadaran
3. Tingkat pernafasan V 5. Monitor WBC, Hb, Hct
(cukup terganggu)
6. Monitor intake dan output
4. Perubahan warna V 7. Berikan cairan intra vena
kulit (sedang)
8. Berikan pengobatan untuk
5. Sakit kepala V
(sedikit terganggu)
mengatasi penyebab demam
15
E. IMPLEMENTASI
NO. HARI/ JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
DX TGL
1. Rabu, 09.00 1. Memonitor suhu minimal tiap 2 jam
20-03- H/: S: 38°C
2019 2. Memonitor TD, Nadi, dan RR
H/: TD: 100/90 mmHg, N: 84 x/i, RR: 30 x/i.
3. Memonitor warna dan suhu kulit
H/: Warna kulit pucat dan S: 38°C.
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran
H/: Klien mengalami penurunan kesadaran.
5. Memonitor WBC, Hct
H/: WBC : 19,0 x 10^3/uL HCT : 11, 7 x 10^3/uL
6. Monitor intake dan output
H/: Intake 2000 cc/hari, output 1500 cc/hari
7. Memberikan cairan intra vena
H/ Klien nampak terpasang infuse Asering 1000 : Futrolit
1000/HR
8. Memberikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
H/ Farmadol 1 gr
16
keperawatan
H/ : Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
klien.
6) Menggunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
H/ : Menggunakan baju ICU, handscoen, dan masker.
7) Meningkatkan intake nutrisi
H/ : Klien menggunakan NGT.
8) Memberikan terapi antibiotik
H/ : Ranitidin 1 amp/ 8 jam/IV
17
F. EVALUASI
NO. NO. DX HARI/ JAM EVALUASI PARAF
TGL (SOAP)
18
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai macam
organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif, fungi, parasit, dan
virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi sepsis, dan terdapat suatu
rangkaian dari beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi bakteriemia
sampai ke sepsis dan menjadi septik syok (Norwitz,2010).
5.2 Saran
Bagi perawat
Diharapakan perawat mampu memberikan tindakan asuhan keperawatan dengan kasus
sepsis
Bagi masyarakat
Diharapakan masyarakat mengetahui tindakan tentang sepsis dan cara penanganan
melalui edukasi yang diberikan kepada perawat
19
Daftar Pustaka
Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9
Guntur A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III : Sepsis. Edisi 4. Jakarta: PusatPenerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2007.
Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp:
1840-3
Remick DG. 2007. Pathophysiology of Sepsis. American Journal of Pathology.170: 1435-
1444.
Wesche-Soldato DE., Ryan Z. Swan., Chun-Shiang Chung., and Alfred Ayala. 2007. The
Apoptotic Pathway as a Therapeutic Target in Sepsis. Curr Drug Targets. 8(4): 493-
500
20