Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sepsis merupakan suatu kondisi kerusakan sistem imun akibat infeksi.Hal ini
merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya yang sangat kompleks dan
pengobatannya yang sulit serta angka mortalitasnya yang tinggi meskipun selalu terjadi
perkembangan antibiotic yang baru.Sepsis terjadi di beberapa Negara dengan angka kejadian
yang tinggi, dan kejadiannnya yang terus meningkat.Berdasarkan data Epidemiologi di
Amerika Utara bahwa sepsis terjadi pada 3 kasus dari 1000 populasi yang diartikan 75.000
penderita per tahun.(Guntur A H,2007)
Angka mortalitas sepsis mencapai 30% dan bertambah pada usia tua 40% dan
penderita syok sepsis mencapai 50 %.Meskipun selalu terjadi perkembangan antibiotic dan
terapi perawatan intensif,sepsis menimbulkan angka kematian yang tinggi dihampir semua
ICU.Sindrom sepsis mulai dari Sistemic Inflammatory Respond Syndrome (SIRS) sampai
sepsis yang berat (Disfungsi organ yang akut) dan syok sepsis (Sepsis yang berat ditambah
dengan hipotensi yang tak membaik dengan resusitasi cairan). (Kasper,2005)
Terapi utama meliputi resusitasi cairan untuk mengembalikan tekan sirkulasi darah,
terapi antibiotic, mengatasi sumber infeksi, pemberian vasopresor untuk mencegah syok dan
pengendalian kadar gula dalam darah.Sepsis akan menyebabkan terjadinya syok, sehinggga
berdampak pada kerusakan organ. Respon sepsis dapat dipicu oleh trauma jaringan,
ischemia-reperfusion injury, endokrin dan eksokrin.(Guntur A H,2007)
Bakteri gram negative terdpat endotoksin yang disebut lipopolisakarida (LPS) yang
terletak pada lapisan terluar.Lapisan luar membrane bakteri gram negative tersusun atas lipid
bilayer, yaitu membrane sitoplasmic dalam dan luar yang dipisahkan peptidoglikan. (Guntur
A H,2007)
Sepsis terdapat produksi mediator-mediator inflamasi atau sitokin. Makrofag
merupakan salah satu mediator seluler, makrofag memegang peranan penting dalam
pathogenesis syok sepsis. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa LPS dapat menurunkan
kemampuan IFN-gamma atau LPS untuk memacu Inducible nitric oxide synthase (Inos) pada
kultur makrofag sehingga NO mengalami penurunan.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka dikemukakan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari sepsis?
2. Apa etiologi dari sepsis?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari sepsis?
4. Bagaimana patofisiologi dari sepsis?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari sepsis?
6. Bagaiamana pemeriksaan penunjang dari sepsis
7. Bagaiamana komplikasi dari sepsis?
8. Bagaiamana konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan dari sepsis?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui penatalaksanaan dari Sepsis.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari sepsis
2. Mengetahui etiologi dari sepsis
3. Mengetahui manifestasi klinis dari sepsis
4. Mengetahui patofisiologi dari sepsis
5. Mengetahui penatalaksanaan dari sepsis
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari sepsis
7. Mengetahui komplikasi dari sepsis
8. Mengetahui konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan dari sepsis

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan


menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan
penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan
Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006)
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai macam
organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif, fungi, parasit, dan virus.
Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi sepsis, dan terdapat suatu rangkaian
dari beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai ke sepsis dan
menjadi septik syok (Norwitz,2010).
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi.
Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan di klinik
adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of Chest Physician dan
Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis, sindroma
respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome / SIRS), sepsis berat,
dan syok/renjatan septik (Chen et.al,2009).
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan
perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme sel/jaringan. Syok
septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau
penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah
dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan
darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007)..
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan
perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme sel/jaringan. Syok
septikmerupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau
penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah
dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan
darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).

3
2.2 Etiologi
Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari hasil kultur
darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis. Bakteri gram negatif dan
gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi sepsis berat dan sisanya jamur atau
gabungan beberapa mikroorganisme. Pada pasien yang kultur darahnya negatif,
penyebab infeksi tersebut biasanya diperiksa dengan menggunakan kultur lainnya atau
pemeriksaan mikroskopis (Munford, 2008). Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa
infeksi dengan sumber lokasi saluran pernapasan dan urogenital adalah penyebab paling
umum dari sepsis (Shapiro, 2010)
Pada Negara berkembang, E. coli, Klebsiella sp. dan S. aureus merupakan patogen
penyebab sepsis, dimana S. aureus, Streptococcus pneumonia dan Streptococcus
pyogenes menjadi patogen penyebab sepsis (Khan, 2012).

2.3 Manifestasi Klinis

1. Demam tinggi > 38,9 ̊C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu turun
dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
2. Takikardia (denyut jantung cepat) lebih cepat dari 100 denyut / menit.
3. Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
4. Petekia, leukositosis atau leokopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia
5. Hiperventilasi dengan hipokapnia
6. Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, periektal
7. Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi, trombositopenia
atau koagulasi intravaskuler yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.

2.4 Patofisiologi

Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positip (20-40%),
jamur dan virus (2-3%), protozoa (Iskandar, 2002).Produk bakteri yang berperan penting
pada sepsis adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran
terluar bakteri gram negatip dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008;
Cirioni et al., 2006). LPS mengaktifkan respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory
Response Syndrome/SIRS) yang dapat mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure
(MOF) (Arul, 2001). Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan
mekanisme kematian sel pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al., 2007).Pada

4
pasien sepsis akan terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari 25% total limfosit di
lien (Irene, 2007).
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak
faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit. Respon
tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin, baik yang
bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah tumor
necrosis factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang bekerja membantu
sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi
adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas untuk
memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat
bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus.
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram (-)
maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida (LPS) atau
endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun seluler
dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk
lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan
perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag yang kemudian
mengekspresikan imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing celldan
kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari major histocompatibility complex (MHC), kemudian
berikatan dengan CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan mengeluarkan
substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2, dan
macrophage colony stimulating factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-
5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang makrofag mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada sepsis
IL-2 dan TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1ß juga berperandalam
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular adhesion
molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan
endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang
menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan radikal bebas
yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi kerusakan

5
endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan gangguan vaskuler sehingga
terjadi kerusakan organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi yang
berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang akan mempresentasikan
mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan mengeluarkan mediator-mediator
proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD
yang dihasilkan oleh sel limfosit akan menyebabkan limfosit teraktivasi dan berproliferasi
serta berdiferensiasi menjadi sel efektor (Abbas dan Litchman, 2005; Remick, 2007).
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan mediator-mediator
proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator antiinflamasi yang memadai.
Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan antiinflamasi ini kemudian akan menimbulkan
keadaan hiperinflamasi sel endotel yang selanjutnya akan menyebabkan rangkaian kerusakan
hingga kegagalan organ yang merugikan (Guntur, 2008).
Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah limfosit
(Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada semua organ limfoid seperti
lien dan timus (Hotchkiss et al., 2005). Apoptosis limfosit juga berperan penting terhadap
terjadinya patofisiologi sepsis (Chang et al., 2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi
penyebab berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis (Remick, 2007).

6
PATHWAY SEPSIS

Infeksi kuman

Bakteri gram (+): infeksi kulit,


Bakteri gram (-): saluran
saluran respirasi, luka terbuka
empede, saluran seperti luka bakar
gastrointestinum

Disfungsi dan kerusakan endotel


dan disfungsi organ multipel

sepsis

Perubahan ambilan Terhambatnya Terganggunya sistem


Perubahan fungsi
dan penyerapan O2 fungsi mitokondria penrcernaan
miokardium
terganggu

Kontraksi jantung Suplai O2 terganggu


Kerja sel menurun Nafsu makan
menurun
menurun

Curah jantung sesak


Penurunan respon Ketidakseimbangan
menurun
imun nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Gangguan
pertukaran gas Resiko infeksi
Suplai O2 menurun

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer

7
2.5 Penatalaksanaan

Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi:

1. Nonfarmakologi
Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan
melakukan ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.
2. Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan
vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg,
menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi
cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila
rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan
oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini membandingkan vasopresin dosis
rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa vasopresin dosis rendah
tidak mengurangi angka kematian dibandingkan dengan norepinefrin antara
pasien dengan syok sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan
dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai
rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik
spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram negative.cakupan yang
luas bakteri gram positif dan gram negative (atau jamur jika terindikasi
secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa
genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien
dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor
>24); bila dikombinasikan dengan terapi konvensional, dapat menurunkan
angka mortalitas.
3. Sepsis kronis
Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi dilanjutkan
minimal selama 2 minggu.

8
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tatalaksana sepsis,
sedangkan dipihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan
mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan
pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat
peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Pemberian antibiotik pada kasus
tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai tanpa menunggu
hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik harus
dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila hasil
kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari secara klinis baik,
pemberian antibiotik harus dihentikan (Sitompul, 2010).

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Kultur darah, ditemukan adanya bakteri penyebab


2. Pemeriksaan gas darah
3. Tes fungsi ginjal
4. Hitung trombosit (trombositopenia) dan leukosit (leukositosis atau leukopenia)

2.7 Komplikasi

1. Gagal ginjal akut


2. Perdarahan usus
3. Gagal hati
4. Disfungsi sistem saraf pusat
5. Gagal jantung
6. Kematian

9
BAB 3
Konsep Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian

a. Airway : Yakinkan kepatenan jalan napas, Berikan alat bantu napas jika perlu, Jika
terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin
ke ICU
b. Breathing: Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan, Kaji saturasi oksigen, Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi
dan kemungkinan asidosis, Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask, auskulasi
dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, Periksa foto thorak
c. Circulation: Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan,
Monitoring tekanan darah, tekanan darah, Periksa waktu pengisian kapiler, Pasang infuse
dengan menggunakan canul yang besar, Berikan cairan koloid – gelofusin atau
haemaccel, Pasang kateter, Lakukan pemeriksaan darah lengkap, Catat temperature,
kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 360C, Siapkan pemeriksaan
urin dan sputum, Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
d. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
e. Exposure: Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
f. Aktivitas dan istirahat ; Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
g. Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena
embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia),
hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), Heart rate : takikardi biasa terjadi, Bunyi
jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi disritmia dapat
terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal, Kulit dan membran mukosa : mungkin
pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
h. Integritas Ego: Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian,
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.

10
i. Makanan/Cairan: Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea, Obyektif : Formasi
edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel sounds
j. Neurosensori: Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motorik
k. Respirasi; Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse,
kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”, Obyektif : Respirasi : rapid, swallow,
grunting

3.2 Diagnosa keperawatan


a. Hipertermia berhubungan dengan sepsis
b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk
mengatasi infeksi, infeksi nosokomial
3.3 Intervensi
Pada intervensi, perawat merencanakan mengenai diagnosa yang telah di buat
sebelumnya.
3.4 Implementasi
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan, perencanaan mengenai
diagnosa yang telah di buat sebelumnya.
3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan terus-menerus untuk menilai
setiap hasil yang telah di capai.Dan bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari
semua tindakan keparawatan yang telah dilakukan.Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi
kembali.

11
BAB 4
KASUS

Tn. B laki-laki berusia, 20 tahun, datang ke RSUD jombang. Keluarga klien mengatakan
klien demam Suhu tubuh klien 380C, Pasien perlahan-lahan tak sadarkan diri, GCS 5 ( E1
M2 V2 ), TD: 110/52 mmHg, N: 159 x/i, RR 33 x/menit, tidak ada perdarahan, terpasang
endotracheatube, terpasang ventilator

A. Pengkajian
1. Nama Pasien : Tn. B
2. Usia : 20 Tahun
3. Diagnosa Medis : Sepsis
4. Tanggal Masuk : 20-03-2019
5. Tanggal Pengkajian : 20-03-2019
6. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway : Tidak ada sumbatan pada jalan napas, terpasang endotracheatube,
terpasang ventilator, saturasi oksigen 100%.
b. Breathing : RR 33 x/i, nafas teratur, retraksi iga (+), cuping hidung (+).
c. Circulation : TD: 110/52 mmHg, N: 159 x/i, tidak ada perdarahan, S : 38°C
d. Dissability : GCS 5 ( E1 M2 V2 ), keadaan umum lemah.
7. PENGKAJIAN FISIK TIAP SISTEM
a. Sistem Pernapasan/Breathing (B1)
RR 33 x/menit, tidak ada suara napas tambahan, terpasang ventilator dengan
mode VCV.
b. Sistem Cardiovaskuler/Blood (B2)
TD: 110/52 mmHg, N: 159 x/i, S : 38°C, Capillary Refill Time (CRT) <3 detik.
c. Sistem Syaraf/Brain (B3)
GCS 5 ( E1 M2 V2 ).
d. Sistem Perkemihan/Bladder (B4)
Urine ( + ) perkateter, urin ± 1500 cc/hari
e. Sistem Pencernaan/Bowel (B5)
Terpasang NGT, peristaltik usus 6 x/i
f. Sistem Musculoskeletal-Integumen/Bone (B6)
Terpasang infus pada ekstremitas kiri dan kanan atas. Keluarga klien mengatakan
klien tidak pernah menggerakkan anggota tubuhnya.

12
Kekuatan otot 2 2
2 2

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Natrium 138,6 mmol/l 70-110
Kalium 4,37 mmol/l 10-50
Klorida 104,4 mmol/l 0,6-1,3
Albumin 3,4 mmol/l 3,5-5,0

9. TERAPI
Obat-obatan
a. SP/Fentanyl 30 mg/jam
b. SP/ Miloz 2 mg/jam
c. SP/Vascon 4 cc/jam

Cairan
IVFD Asering 1000 : Futrolit 1000/HR

Terapi lain
a. Terpasang ventilator dengan mode VCV.
b. Terpasang keteter.
c. Terpasang syringe pump.

13
B. ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS: Sepsis Hipertermia
Pasien mengalami penurunan kesadaran ↓
DO: Peningkatan
GCS 5 ( E1 M2 V2 ). tingkat
Klien teraba hangat metabolism
Suhu tubuh klien 38 0C penyakit
Klien nampak lemah. ↓
Perubahan pada
regulasi
temperature

Suhu tubuh
meningkat
2. Faktor resiko tinggi terhadap terjadinya infeksi Sepsis Resiko infeksi

Penurunan system
imun

Kegagalan untuk
mengatasi infeksi

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermia berhubungan dengan sepsis
b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun (imunosupresi)

14
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1. Hipertermia Label NOC : Label NIC :
berhubungan dengan Termoregulasi Pengaturan suhu

sepsis
Indikator : Aktifitas Keperawatan :
Indeks 1. Monitor suhu minimal tiap 2
No. Indikator
1 2 3 4 5
jam
1. Penurunan suhu V 2. Monitor TD, Nadi, dan RR
tubuh (ringan)
3. Monitor warna dan suhu kulit
2. Dehidrasi V 4. Monitor penurunan tingkat
(sedang)
kesadaran
3. Tingkat pernafasan V 5. Monitor WBC, Hb, Hct
(cukup terganggu)
6. Monitor intake dan output
4. Perubahan warna V 7. Berikan cairan intra vena
kulit (sedang)
8. Berikan pengobatan untuk
5. Sakit kepala V
(sedikit terganggu) 
mengatasi penyebab demam

2. Resiko infeksi Label NOC : Label NIC :


berhubungan dengan Control Resiko:Proses Infeksi Kontrol Infeksi
Aktifitas Keperawatan :
penurunan sistem
Indikator : 1) Bersihkan lingkungan setelah
imun (imunosupresi) No. Indikator
Indeks dipakai pasien lain
1 2 3 4 5
2) Batasi pengunjung bila perlu
1. Identifikasi tanda V 3) Instruksikan pada pengunjung
dan gejala infeksi
untuk mencuci tangan saat
2. Identifikasi resiko V berkunjung dan setelah
infeksi dalam
aktifitas sehari-hari berkunjung meninggalkan
pasien
3. Mengenali factor V
resiko individu 4) Gunakan sabun antimikrobia
terkait infeksi untuk cuci tangan
4. Monitor perilaku V 5) Cuci tangan setiap sebelum
diri yang
berhubungan
dan sesudah tindakan
dengan resiko keperawatan
infeksi
6) Pertahankan lingkungan
5. Mengembangkan V aseptik selama pemasangan
strategi efektif
untuk mengontrol alat
infeksi 7) Tingkatkan intake nutrisi
8) Berikan terapi antibiotik bila
perlu

15
E. IMPLEMENTASI
NO. HARI/ JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
DX TGL
1. Rabu, 09.00 1. Memonitor suhu minimal tiap 2 jam
20-03- H/: S: 38°C
2019 2. Memonitor TD, Nadi, dan RR
H/: TD: 100/90 mmHg, N: 84 x/i, RR: 30 x/i.
3. Memonitor warna dan suhu kulit
H/: Warna kulit pucat dan S: 38°C.
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran
H/: Klien mengalami penurunan kesadaran.
5. Memonitor WBC, Hct
H/: WBC : 19,0 x 10^3/uL HCT : 11, 7 x 10^3/uL
6. Monitor intake dan output
H/: Intake 2000 cc/hari, output 1500 cc/hari
7. Memberikan cairan intra vena
H/ Klien nampak terpasang infuse Asering 1000 : Futrolit
1000/HR
8. Memberikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
H/ Farmadol 1 gr

2. Rabu,20- 10.30 1) Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain


03-2019 H/ : Lingkungan dibersihkan setelah dipakai pasien lain.
2) Membatasi pengunjung bila perlu
H/ : Pasien ditemani 1 orang pengunjung.
3) Menginstruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
pasien.
H/ : Keluarga klien mencuci tangan sebelum dan sesudah
bertemu dengan klien.
4) Menggunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
H/ : Sabun yang digunakan sabun antimikrobia.
5) Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

16
keperawatan
H/ : Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
klien.
6) Menggunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
H/ : Menggunakan baju ICU, handscoen, dan masker.
7) Meningkatkan intake nutrisi
H/ : Klien menggunakan NGT.
8) Memberikan terapi antibiotik
H/ : Ranitidin 1 amp/ 8 jam/IV

17
F. EVALUASI
NO. NO. DX HARI/ JAM EVALUASI PARAF
TGL (SOAP)

18
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai macam
organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif, fungi, parasit, dan
virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi sepsis, dan terdapat suatu
rangkaian dari beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi bakteriemia
sampai ke sepsis dan menjadi septik syok (Norwitz,2010).

5.2 Saran
Bagi perawat
Diharapakan perawat mampu memberikan tindakan asuhan keperawatan dengan kasus
sepsis
Bagi masyarakat
Diharapakan masyarakat mengetahui tindakan tentang sepsis dan cara penanganan
melalui edukasi yang diberikan kepada perawat

19
Daftar Pustaka

Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9
Guntur A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III : Sepsis. Edisi 4. Jakarta: PusatPenerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2007.
Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp:
1840-3
Remick DG. 2007. Pathophysiology of Sepsis. American Journal of Pathology.170: 1435-
1444.
Wesche-Soldato DE., Ryan Z. Swan., Chun-Shiang Chung., and Alfred Ayala. 2007. The
Apoptotic Pathway as a Therapeutic Target in Sepsis. Curr Drug Targets. 8(4): 493-
500

20

Anda mungkin juga menyukai