Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MANAJEMEN PASIEN SAFETY

ASPEK KEAMANAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN GANGGUAN MOBILISASI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

ALVIN JAYA DEWI NURKAYATUN

HALISNA WATI HUNAIN SUCI KAMILA

NOVIA NARULITA YENNI SRI JULIARTI

AKADEMI KEPERAWATAN YARSI SAMARINDA

TAHUN

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Patient Safety dewasa ini menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di
seluruh dunia.World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit (WHO, 2013).Tidak hanya
rumah sakit di negara maju yang menerapkan keselamatan pasien untuk
menjamin mutu pelayanan yang baik, tetapi juga rumah sakit di negara
berkembang seperti Indonesia.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(Kemenkes RI) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan no
1691/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit.Peraturan ini menjadi
tonggak utama operasionalisasi kesalamatan pasien di rumah sakit seluruh
Indonesia.
Peningkatan mutu dalam segala bidang khususnya dalam bidang kesehatan
salah satunya melalui akreditasi Rumah Sakit menuju kualitas pelayanan
Internasional.Dalam sistem akreditasi yang mengacu pada standar Joint
commission International (JCI) diperoleh standar yang paling relevan terkait
dengan mutu pelayanan Rumah Sakit International Patient Safety Goals
(sasaran international keselamatan pasien) yang meliputi enam sasaran
keselamatan pasien rumah sakit. (Kemenkes RI, 2011).
Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan sesuatu yang jauh lebih
penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan.Perilaku perawat dengan
kemampuan perawat sangat berperan penting dalam pelaksanaan keselamatan
pasien. Perilaku yang tidak aman, lupa, kurangnya perhatian/motivasi,
kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan yang tidak memperdulikan dan
menjaga keselamatan pasien berisiko untuk terjadinya kesalahan dan akan
mengakibatkan cedera pada pasien, berupa Near Miss (Kejadian Nyaris
Cedera/KNC) atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD)
selanjutnya pengurangan kesalahan dapat dicapai dengan memodifikasi
perilaku. Perawat harus melibatkan kognitif, afektif dan tindakan yang
mengutamakan keselamatan pasien.
World Health Organization (WHO), 2014 Keselamatan pasien merupakan
masalah keseahatan masyarakat global yang serius. Di Eropa mengalami
pasien dengan resiko infeksi 83,5% dan bukti kesalahan medis menunjukkan
50-72,3%. Di kumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai
Negara, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 %.
Data Patient Safety tentang Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan Kejadian
Tak Diharapkan (KTD) di Indonesia masih jarang, namun dipihak lain terjadi
peningkatan tuduhan “mal praktek” yang belum tentu sesuai dengan
pembuktian akhir. Insiden pelanggaran patient safety 28,3% dilakukan oleh
perawat. Bawelle, 2013 secara keseluruhan program patient safety sudah
diterapkan, namun masalah dilapangan merujuk pada konsep patient safety,
karena walaupun sudah pernah mengikuti sosialisasi, tetapi masih ada pasien
cedera, resiko jatuh, resiko salah pengobatan, pendelegasian yang tidak akurat
saat oforan pasien yang mengakibatkan keselamatan pasien menjadi kurang
maksimal.
Pada tanggal 2 Mei 2007, WHO Collaborating Center for Patient Safety
resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solution” sebagai upaya
untuk mengoptimalkan program World Alliance for Patient Safety yang
mendorong rumah sakit di Indonesia melalui Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKP-RS) untuk menerapkan Sembilan Solusi “Life Saving”
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Berdasarkan sembilan unsur solusi
keselamatan pasien, komunikasi efektif merupakan salah satu peran penting
yang menduduki posisi.ketiga setelah keamanan obat dan identifikasi pasien.
Komunikasi yang tidak efektif akan berdampak buruk bagi pasien, hampir
70% kejadian sentinel di rumah sakit disebabkan karena kegagalan
komunikasi dan 75% nya mengakibatkan kematian (Linda, 2006). Selain itu
standar akreditasi RS 2012 SKP.2/ JCI IPSG.2 mensyaratkan agar rumah sakit
menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap dan
jelas yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan informasi.
Australian Comission on Safety and Quality in Health Care (2009)
mewajibkan seluruh rumah sakit untuk menerapkan komunikasi efektif di
instalasi rawat inap dengan menerapkan komunikasi secara benar saat serah
terima/ timbang terima pasien sebagai upaya meningkatkan keakuratan
informasi dan kesinambungan perawat dalam pengobatan dan asuhan
keperawatan. Timbang terima merupakan transfer perawatan dan tanggung
jawab dari satu perawat ke perawat lain sehingga dapat memberikan
perawatan yang aman dan berkualitas.
Alvarado, Lee & Christoffersen (2006) menyebutkan bahwa komunikasi
berbagai informasi yang diberikan saat timbang terima sangat membantu
dalam perawatan pasien.Timbang terima yang dilaksanakan dengan baik dapat
membantu memfasilitasi kesinambungan perawatan pasien sehingga tercipta
perawatan pasien yang aman.
Meskipun timbang terima pasien merupakan salah satu pilar terciptanya
perawatan yang aman, sampai saat ini kesalahan akibat pelaksanaan timbang
terima masih mengundang keprihatinan internasional. Sebagaimana
dilaporkan Cohen & Hilligos, dalam studinya tentang kesalahan komunikasi
timbang terima pasien ditemukan kejadian sebesar 32% yang menimbulkan
kesalahan dalam pemberian obat, rencana keperawatan, kehilangan informasi
serta tes penunjang. WHO (2007) juga melaporkan bahwa terdapat 11% dari
25.000-30.000 kasus pada tahun 1995 – 2006 terdapat kesalahan akibat
komunikasi pada saat timbang terima.
Sebagai upaya dalam meminimalisasi kesalahan komunikasi timbang
terima pasien, maka WHO pada tahun 2007 mewajibkan penggunaan suatu
standar untuk anggota negara WHO dalam memperbaiki pola komunikasi
pada saat melakukan timbang terima, dengan menggunakan metode
komunikasi SBAR. Menurut modul Interprofesional communication SBAR,
Komunikasi SBAR merupakan komunikasi yang dilaksanakan secara face to
face dan terdiri dari 4 komponen, yaitu komponen S(Situation) merupakan
suatu gambaran yang terjadi pada saat itu. Komponen B(Background)
merupakan sesuatu yang melatar belakangi situasi yang terjadi. Komponen
A(Assessment): merupakan suatu pengkajian terhadap suatu masalah, dan
yang terakhir adalah komponen R(Recommendation) merupakan suatu
tindakan dimana meminta saran untuk tindakan yang benar yang seharusnya
dilakukan untuk masalah tersebut.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Penulis membuat makalah ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana aspek keamanan pada asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan mobilisasi.
1.2.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam pembuatan makalah ini yaitu :
a. Mahasiswa dapat menyelesaikan tugas Manajemen Pasien Safety
khususnya dengan materi “aspek keamanan pada asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan mobilisasi.”
b. Mahasiswa dapat mengetahui konsep pasien safety
c. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pasien
perioperatif
d. Mahasiswa dapat mengetahui aspek keamanan pada asuhan
keperawatan pasien perioperatf
e. Mahasiswa dapat mengetahui standar operating prosedur yang
memperhatikan tindakan keamanan pasien
1.3 Manfaat
Manfaat yang terdapat dari makalah ini adalah kita dapat menambah
pengetahuan tentang aspek keamanan pada asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan mobilisasi.
BAB 2
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety)


2.1.1 Pengertian
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem yang diterapkan
untuk mencegah terjadinya cedera akibat perawatan medis dan
kesalahan pengobatan melalui suatu sistem assesment resiko,
identifikasi dan pengelolaan faktor risiko, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dan tindak lanjut dari incident serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Dep Kes
RI,2006). Keselamatan pasien merupakan suatu sistem untuk
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (TKPRS RSUP Sanglah Denpasar, 2011).Taylor,
et al. (1993) mengungkapkan bahwa keperawatan merupakan profesi
yang berfokus kepada pelayanan dan bertujuan membantu pasien
mencapai kesehatannya secara optimal.Oleh karena itu pada saat
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat harus
mampu memastikan bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan
mengedepankan keselamatan. Perawat harus memiliki kesadaran
akan adanya potensi bahaya yang terdapat di lingkungan pasien
melalui pengidentifikasian bahaya yang mungkin terjadi selama
berinteraksi dengan pasien selama 24 jam penuh, karena keselamatan
pasien dan pencegahan terjadinya cedera merupakan salah satu
tanggung jawab perawat selama pemberian asuhan keperawatan
berlangsung.
2.1.2 Tujuan Sistem Keselamatan Pasien
Tujuan penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit antara
lain:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat.
3. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD).
4. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.

Dalam upaya pencapaian tujuan keselamatan pasien ini, setiap


rumah sakitwajib melaksanakan sistem keselamatan pasien melalui
upaya- upaya sebagaiberikut:

1. Akselerasi program infeksion control prevention (ICP).


2. Penerapan standar keselamatan pasien dan pelaksanaan 7 langkah
menuju.
3. keselamatan pasien rumah sakit. Dan di evaluasi melalui
akreditasi rumahsakit
4. Peningkatan keselamatan penggunaan darah (blood safety).
5. Dievaluasi melalui akreditasi rumah sakit.
6. Peningkatan keselamatan pasien di kamar operasi cegah
terjadinya wrong person, wrong site, wrong prosedure (Draft
SPM RS:100% tidak terjadikesalahan orang, tempat, dan prosedur
di kamar operasi).
7. Peningkatan keselamatan pasien dari kesalahan obat.
8. Pelaksanaan pelaporan insiden di rumah sakit dan ke komite
keselamatan rumah sakit.
2.1.3 Manfaat Program Keselamatan Pasien
Program keselamatan pasien ini memberikan berbagai manfaat bagi
rumah sakit antara lain:
a. Adanya kecenderungan “Green Product” produk yang aman di
bidang industry lain seperti halnya menjadi persyaratan dalam
berbagai proses transaksi,sehingga suatu produk menjadi
semakin laris dan dicari masyarakat.
b. Rumah Sakit yang menerapkan keselamatan pasien akan lebih
mendominasi pasar jasa bagi Perusahaan-perusahaan dan
Asuransi-asuransi danmenggunakan Rumah Sakit tersebut
sebagai provider kesehatankaryawan/klien mereka, dan
kemudian di ikuti oleh masyarakat untuk mencari Rumah Sakit
yang aman.
c. Kegiatan Rumah Sakit akan lebih memukuskan diri dalam
kawasan keselamatan pasien.
2.2 Asuhan keperawatan pasien perioperatif
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
1) Identitas
a) Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis :
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hub.dgn pasien :

2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan saat ini
Alasan masuk rumah sakit
Faktor pencetus
Faktor memperberat nyeri
Keluhan utama
Timbulnya keluhan
Pemahamanaan penatalaksanaan masalah kesehatan
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Diagnosa medik
b. Status kesehatan masa lalu
Penyakit yang pernah dialami
Pernah dirawat
Operasi
Kebiasaan obat – obatan
Riwayat kesehatan keluarga
3) Pengkajian Kesehatan Fungsional Pola Gordon
Pola Fungsi Kesehatan
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
 Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit
 Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
 Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
b. Nutrisi/ metabolik
 Berapa kali makan sehari
 Makanan kesukaan
 Berat badan sebelum dan sesudah sakit
 Frekuensi dan kuantitas minum sehari
c. Pola eliminasi
 Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
 Nyeri
 Kuantitas
d. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum

Mandi

Toileting

Berpakaian

Mobilisasi di tempat tidur

Berpindah

Ambulasi ROM

0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain


dan alat, 4: tergantung total.
e. Pola tidur dan istirahat
 Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
 Somnambolisme
 Kualitas dan kuantitas jam tidur.
f. Pola kognitif-perseptual
 Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca
Indra)
g. Pola persepsi diri/konsep diri
 Gambaran diri
 Identitas diri
 Peran diri
 Ideal diri
 Harga diri
h. Pola seksual dan reproduksi
 Adakah gangguan pada alat kelaminya.
i. Pola peran-hubungan
 Hubungan dengan anggota keluarga
 Dukungan keluarga
 Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
j. Pola manajemen koping stress
 Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
k. Pola keyakinan-nilai
 Persepsi keyakinan
 Tindakan berdasarkan keyakinan
4) Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan
dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau
spastis.
5) Kemampuan Mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan
berpindah anpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah
sebagai berikut :
Tingkat Aktivitas/Mobilisasi Kategori

Tingkat 0 Mempu merawat diri secara penuh

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang


lain

Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang


lain, dan peralatan

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan


atau berpartisipasi dalam perawatan

6) Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada
daerah seperti bau, siku, lengan, panggul dan kaki.
Tipe gerakan Derajat rentang
normal

Leher, spinal, servikal

Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada 45

Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak 45

Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejau mungkin 10

Fleksi lateral : memiringkan kepala sejau mungkin ke arah 40-45


setiap bahu
Rotasi : memutar kepala sejau mungkin dalam gerakan 180
sirkuler
Bahu

Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke 180


depan ke posisi di atas kepala
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180

Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas 180


kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala
Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang 320
tubu sejau mungkin
Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan 90
menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam
dan ke belakang.
Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan 90
sampai ibu jari ke atas dan samping kepala
Lengan bawa
Supinasi : memutar lengan bawa dan telapak tangan seingga 70-90
telapak tangan menghadap ke atas
Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan 70-90
menghadap ke bawah
Pergelangan tangan

Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan 80-90


bawah
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, 80-90
dan lengan bawa berada pada arah yg sama
Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan miring Sampai 30
(medial) ke ibu jari
Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring 30-50
(medial) ke ibu jari
Jari-jari tangan

Fleksi : membuat pergelangan 90

Ekstensi : meluruskan jari tangan 90

Hiperkstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang 30-60


sejau mungkin
Ibu jari

Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan 90


telapak tangan
Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjau dari tangan 90

Pinggul

Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas 90-120

Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping tungkai yang 90-12 0


lain
Lutut

Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130

Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130

Mata kaki

Dorsofleksi : menggerakkan sehingga jari-jari kaki menekuk 20-30


ke atas
Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki 45-50
menekuk ke bawah

7) Kekuatan Otot Dan Gangguan Koordinasi


Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara
bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot ditentukan dengan :

Skala Presentase Karakteristik


kekuatan
normal
0 0 Paralisis sempurna

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat


dipalpasi atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi


dengan topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal melawan


gravitasi dan melawan tahanan minimal

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh ang


normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

8) Pengkajian Fisik
 Keadaan umum pasien
 Kesadaran
 Pemeriksaan TTV
Analisa (pegelompokan data)
No Tgl Data Penyebab/interpretasi Masalah

1 Ds :
Klien
mengatakan tidak
bisa beraktivitas
secara mandiri
Klien mengeluh
nyeri sehingga
sulit untuk
bergerak
Do :
Klien tampak
lemah dan
aktivitasnya
bergantng pada
orang lain

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Hambatan mobiitas fisik berhubungan dengan intoleransi
aktivitas ditandai dengan keterbatasan kemampuan
melakukan keterampilan motorik kasar dan keterbatasan
rentang gerak sendi
2) Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan
gangguan neuromuskular ditandai dengan
ketidakmampuan untuk meakukan pembersihan tubuh.
3) Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor risiko
tonjolan tulang ditandai dengan imobilisasi fisik.
3. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Hambatan Setelah dilakukan asuhan NIC Label
Mobilitas Fisik keperawatan ...x24jam Exercise o Menentukan
berhubungan diharapkan pasien dapat Therapy: Joint batas gerakan
dengan tetap mempertahankan Mobility yang akan
intoleransi pergerakannya, dengan dilakukan
aktivitas criteria: o Motivasi yang
ditandai dengan o Kaji tinggi dari
NOC Label : Body
keterbatasan keterbatasan pasien dpt
Mechanics Performance
kemampuan gerak sendi melancarkan
melakukan  Menggunakan posisi latihan
keterampilan duduk yang benar o Kaji motivasi o Agar pasien
motorik kasar  Mempertahankan klien untuk beserta
kekuatan otot mempertahan keluarga dapat
 Mempertahankan kan memahami dan
fleksibilitas sendi pergerakan mengetahui
sendi alasanpemberia
o Jelaskan n latihan
alasan/rasiona o Agar dapat
l pemberian memberikan
latihan kepada intervensi
pasien/ secara tepat
keluarga
o Cedera yg
o Monitor timbul dapat
lokasi memperburuk
ketidaknyama kondisi klien
nan atau nyeri
selama
o Memaksimalka
aktivitas
n latihan
o Lindungi
pasien dari
cedera selama
latihan

o Bantu klien ke o ROM dapat


posisi yang mempertahank
optimal untuk an pergerakan
latihan sendi
rentang gerak
o Anjurkan
klien untuk
melakukan
latihan range
o ROM pasif
of motion
dilakukan jika
secara aktif
klien tidak
jika
dapat
memungkinka
melakukan
n
secara mandiri
o Anjurkan
untuk
melakukan o Meningkatkan
range of harga diri klien
motion pasif
jika
diindikasikan

o Beri
reinforcement
positif setiap
kemajuan
klien

4. EVALUASI
Hambatan mobilitas fisik
Evaluasi

S : Klien mengatakan kekakuan sendinya mulai berkurang


O : Klien tampak berusaha dan mulai bisa untuk menggerakkan
tubuhnya
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

2.3 Aspek keamanan pada asuhan keperawatan pasien perioperative dll


2.3.1 Definisi keamanan
Keamanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Menurut
Potter & Perry (2013), keamanan merupakan keadaan bebas dari cedera
fisik dan pfikologis atau keadaan aman dan tentram. Keamanan dalam
pelayanan kesehatan tercipta ketika lingkungan pasient bebas dari
ancaman cidera dan infeksi (Delaune & Ladner, 2011). Keamanan
adalah perioritas untama dalam perawatan pada klien dengan
menciptakan lingkungan yang aman (white, Duncan, & Baumle, 2011:
Berman & Snyder, 2012).

2.3.2 Pengetahuan Dasar

Potter dan Perry (2013) menjeaskan bahwa pengetahuan dasar pada


aspek keamanan dalam peraktik keperawatan terbia menjadi dua jenis,
yaitu:

a. Dasar pengetahuan ilmiah terdiri dari keselamatan lingkungan.


Lingkungan adalah semua lingkungan pelayanan dimana terjadi
interaksi perawat klien langsung lingkungan yang nyaman
mencakup pemenuhan kebutuhan dasar, mengurangi bahaya
fisik, mengurangi transmisi patogen, mnngendalikan polusi, dan
mempertahankan sanitas (Potter & Perry, 2009).
b. Dasar Pengetahuan Keperawatan
Dasar pengetahuan keperawatan merupakan dasar pengetahuan
perawat untuk mnegenali tingkat perkembangan klien, mobilitas,
sensorik, dan status kognitif, pilihan gaya hidup dan pengetahuan
tentang tindakan keselamatan yang umum. Keamanan atau
kenyamananklien sangat diperlukan dalam peroses perawatan
keselamatan pasient agar lebih nyaman.

2.3.3 Faktor yang Memengaruhi Keamanan

Kozier, Erb, Berman dan Snyder (2010), faktor yang mempengaruhi


keamanan klien, yaitu :

a. Usia dimana resiko cedera dapat bervariasi disetiap


jenjang usia dan sesuia dengan tahap perkembangannya.
b. Gaya hidup dapat meningkatkan ataupun menurunkan
resiko cedera atau potensi penyakit bagi individu.
Misalnya, seseorang dengan gaya hidup merokok, maka
orang tersebut akan meningkatkan resiko penyakit paru,
c. Perubahan fungsi sensori pada individu dapat mengubah
persepsi ndividu terhadap lingkup lingkungan
keamanannya. Misalnya, jika salah satu fungsi indera
berubah, maka indera lain juga akan mempengaruhi
persepsinya terhadap lingkungan,
d. Penurunan kemampuan mobilitasakan meningkatkan
resiko cedera individu karena menyebabkan
ketidakseimbangan dalam koordinasi tubuh. Misalnya,
penurunan kemampuan mobilitas pada ekstremitas bawah
dapat meningkatkan potensi individu untuk cedera.
e. Keadaan emosionalmeliputi keadaan depresi dan
kemarahan yang dapat memengaruhi persepsi individu
terhadap lingkungannya dan mengubah potensi sikap
dalam proses pengambilan risiko. Misalnya, seseorang
yang marah akan cenderung acuh terhadap lingkungannya.

2.4 Standar operating prosedur yang memperhatikan tindak keamanan


pasien

Standar Operasional Prosedur


(SOP)
JUDUL
Memindahkan pasien dari tempat
tidur ke kursi roda

Disahkan oleh
Tanggal terbit Ka. Prodi PSIK

Suatu kegiatan yang dilakukan pada


1 PENGERTIAN
klien dengan kelemahan kemampuan
fungsional untuk berpindah dari
tempat tidur ke kursi roda .
(Firmansyah, Memindahkan Pasien
Ke Kursi, 2009).
2 TUJUAN 1. Melatih otot skelet untuk
mencegah kontraktur atau
sindrom disuse,
2. Mempertahankan kenyamanan
pasien,
3. Mempertahankan kontrol diri
pasien,
4. Memindahkan pasien untuk
pemeriksaan(diagnostik, fisik,
dll.),
5. Memungkinkan pasien untuk
bersosialisasi,
6. Memudahkan perawat yang akan
mengganti seprei (pada pasien
yang toleransi dengan kegiatan
ini), dan
7. Memberikan aktifitas pertama
(latihan pertama) pada pasien
yang tirah baring.
3 PERSIAPAN PASIEN 1. Pastikan identitas klien
2. Kaji kondisi klien
3. Beritahu dan jelaskan pada
klien/keluarganya tindakan yang
dilakukan
4. Jaga privasi klien
5. Posisi klien
4 PERSIAPAN 1. Kaji kekuatan otot pasien,
2. Mobilitas sendi,
3. Toleransi aktivitas,
4. Tingkat kesadaran,
5. Tingkat kenyamanan,
6. Kemampuan untuk mengikuti
instruksi.
7. Selalu kunci rem pada kedua roda
kursi sebelum anda memindahkan
pasien ke kursi roda. Naikkan
sanggaan kaki sehingga pasien
dapat duduk di kursi roda.
Turunkan sangaan kaki ketika
pasien berada di atas kursi roda.
1. Kursi Roda,
2. Handscun atau sarung tangan (jika
5 PERSIAPAN ALAT perlu),
3. Sabuk pemindah (bila
diperlukan),
4. Kursi roda (posisi kursi pada sudut
45° terhadap tempat tidur, dikunci,
angkat penyokong kaki, dan kunci
kaki tempat tidur),
5. Jelaskan prosedur pada pasien,
dan
6. Tutup pintu atau pasang tirai.

1. Cuci tangan,
6 CARA BEKERJA
2. Lakukan persiapan yang telah
disebutkan di atas,
3. Bantu pasien untuk posisi duduk
di tepi tempat tidur, dan siapkan
kursi roda dalam posisi 45°
terhadap tempat tidur,
4. Pasang sabuk pemindah bila
perlu,
5. Pastikan bahwa pasien
menggunakan sepatu/sandal yang
stabil dan tidak licin,
6. Renggangkan kedua kaki Anda,
7. Fleksikan kedua panggul dan lutut
Anda, sejajarkan lutut Anda
dengan lutut pasien,
8. Genggam sabuk pemindah dari
bawah atau rangkul aksila pasien
dan tempatkan tangan Anda di
skapula pasien,
9. Angkat pasien sampai berdiri pada
hitungan ke-3 sambil meluruskan
panggul dan tungkai Anda, dengan
tetap mempertahankan lutut agak
fleksi,
10. Pertahankan stabilitas tungkai
yang lemah atau paralisis dengan
lutut,
11. Tumpukan pada kaki yang jatuh
dari kursi,
12. Instrusikan pasien untuk
menggunakan lengan yang
memegang kursi untuk
menyokong,
13. Fleksikan panggul dan lutut Anda
sambil menurunkan pasien ke
kursi,
14. Kaji pasien untuk kesejajaran yang
tepat untuk posisi duduk,
15. Posisikan pasien pada posisi yang
dipilih,
16. Observasi pasien untuk
menentukan respons terhadap
pemindahan. Observasi terhadap
kesejajaran tubuh yang tepat dan
adanya titik tekan,
17. Cuci tangan setelah prosedur yang
dilakukan.
1. Catat tindakan yang telah
7 DOKUMENTASI dilakukan, tanggal dan jam
pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon
subjektif dan objektif) di dalam
catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam
bentuk SOAP

TATA CARA/PROSEDUR
PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
(IKP)

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2

PETUNJUK Tanggal terbit Disetujui,


PELAKSANAAN
PENGERTIAN Insiden Keselamatan Pasien ( IKP ) adalah setiap
kejadian yang tidak
disengaja dan tidak diharapkan yang dapat
mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.
Kesalahan yang mengakibatkan IKP dapat terjadi pada :
1. Diagnostik : kesalahan atau keterlambatan diagnosis
2. Treatment : kesalahan pada operasi, prosedur atau tes,
pelaksanaan
terapi
3. Preventive : tidak memberikan terapi profilaktif,
monitoring atau follow
up yang tidak sesuai pada suatu pengobatan
4. Other : gagal melakukan komunikasi, gagal alat atau
sistem lain
TUJUAN 1. Terlaksananya sistem pencatatan dan pelaporan
insiden keselamatan
pasien
2. Diketahui penyebab insiden keselamatan pasien
sampai pada akar
masalah
3. Untuk memperoleh data / angka insiden keselamatan
pasien
4. Upaya pencegahan terjadinya kejadian / insiden
keselamatan pasien
berikutnya
5. Didapatkannnya pembelajaran untuk perbaikan asuhan
kepada pasien
KEBIJAKAN Surat Penugasan oleh Direktur Rumah Sakit tentang
penunjukkan
sebagai Tim Keselamatan Pasien RS
PROSEDUR 1. Siapapun yang mengetahui / melihat terjadinya IKP
terutama dapat
melaporkan kepada Sekretariat Tim Keselamatan Pasien
2. Laporan dibuat secara tertulis dengan menggunakan
formulir yang
tersedia atau dapat membuat laporan di Sekretariat Tim
Keselamatan
Pasien paling lambat 2 x 24 jam
3. Laporan meliputi : kejadian tidak diharapkan ( KTD ),
kejadian nyaris
cedera ( KNC / Near Miss ), kejadian sentinel dan lain –
lain
4. Laporan saat kejadian untuk pencegahan cedera atau
pertolongan
segera secara langsung memberitahukan ke dokter
penanggung
jawab pelayanan
5. Laporan tertulis ditujukan ke Tim Keselamatan Pasien
Rumah
Sakit….Alamat Sekretariat dan No telp yang bisa
dihubungi
6. Laporan tidak boleh difotokopi hanya disimpan
dikantor Sekretariat
Tim Keselamatan Pasien. Laporan tidak boleh disimpan
di file ruangan
perawatan atau di status pasien
7. Contoh hal yang perlu dilaporkan : salah diagnosa dan
berakibat buruk
bagi pasien, kejadian yang terkait dengan pembedahan,
kejadian yang
terkait pengobatan dan prosedur, kejadian yang terkait
dengan darah,
kejadian yang terkait dengan IV, follow up yang tidak
memadai, pasien
jatuh, benda asing yang tertinggal di tubuh pasien, lain –
lain kejadian
yang berakibat pasien / pengunjung cedera.
UNIT TERKAIT Seluruh unit – unit pelayanan dan tindakan kesehatan
1. Rawat Inap
2. Laboratorium
3. Farmasi
4. UGD
5. Unit Kesling
6. Unit Nosokomial
7. Unit Peristi
BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan

Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan sesuatu yang jauh


lebih penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan.Perilaku perawat dengan
kemampuan perawat sangat berperan penting dalam pelaksanaan keselamatan
pasien. Perilaku yang tidak aman, lupa, kurangnya perhatian/motivasi,
kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan yang tidak memperdulikan dan
menjaga keselamatan pasien berisiko untuk terjadinya kesalahan dan akan
mengakibatkan cedera pada pasien, berupa Near Miss (Kejadian Nyaris
Cedera/KNC) atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD)

3.2 Saran

Demikianlah uraian materi yang dapat penulis paparkan, penulis


menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan mau pun isi materi,
penulis mengharapkan mendapat saran yang membangun dari pembaca untuk
memperbaiki kekurangan yang ada dimakalah ini mau pun makalah
selanjutnya, cukup sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Bawelle, (2013), Jurnal Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan


Pelaksana Keperawatan Pasien (Patient Safety) di RuangRawat Inap
RSUD Liun Kandange Tahuna. Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi (e-Kp), Manado.

Dekker, S. (2011). Patient safety: A human factors approach. USA: CRC Press
Taylor & Francis Group.
DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2010). Fundamentals of nursing: Standards and
practice. Luisiana: Delmar.
Kemenkes RI. (2011). Satndar Akreditsi Rumah Sakit, Kerjasama Direktorat
Jendaral Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan Refublik
Indonesia dengan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai