Disusun Oleh:
Anisya Dewi Juwita
16.11.4066.E.A.0074
Kelompok 4
F. Penatalaksanaan Medis
Pada kebanyakan pasien dengan abses anorektal atau perianal, terapimedikamentosa
dengan antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun, pada pasiendengan peradangan
sistemik, diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajibdiberikan. Abses perirektal
harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelahdiagnosis ditegakkan. Jika
diagnosis masih diragukan, pemeriksaan di bawah anestesisering merupakan cara yang
paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati. Pengobatan yang
tertunda atau tidak memadai terkadang dapatmenyebabkan perluasan abses dan dapat
mengancam nyawa apabila terjadi nekrosisjaringan yang besar, atau bahkan
septikemia. Antibiotik hanya diindikasikan jikaterjadi selulitis luas atau apabila pasien
immunocompromised, menderita diabetesmellitus, atau memiliki penyakit katub
jantung. Namun pemberianantibiotik secaratunggalbukan merupakan pengobatan yang
efektif untuk mengobati abses perianal atauperirektal.Kebanyakan abses perianal dapat
didrainase di bawah anestesi lokal di kantor,klinik, atau unit gawat darurat. Pada kasus
abses yang besar maupun pada lokasinyayang sulit mungkin memerlukan drainase di
dalam ruang operasi. Insisi dilakukansampai ke bagian subkutan pada bagian yang
paling menonjol dari abses. “Dog ear"yang timbul setelah insisi dipotong untuk
mencegah penutupan dini. Luka dibiarkanterbuka dan sitz bath dapat dimulai pada hari
berikutnya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
B. Riwayat Kesehatan
Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah penyebab dan
pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana yang sakit, kebiasaan saat sakit
kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan.
Apakah ada alergi, apakah ada kebiasaan merokok, minum alkohol, minum kopi atau minum
obat-obatan.
C. Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat. Adakah riwayat
penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain yang
bersifat genetik maupun tidak.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat
adanya bisul pada daerah anus.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan pernafasan meningkat.
3. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
a. Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta
pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan
timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
b. Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan
penglihatan.
c. Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping
hidung, tidak ada sekret.
d. Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
e. Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen.
Pada penderita yang bed rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi
ulkus didaerah daun telinga.
f. Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena
jugularis dan kelenjar linfe.
4. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal
premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi
thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
5. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena immobilisasi,
ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau
tegang.
6. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan fistula ani yang baru
di operasi terpasang kateter untuk buang air kecil.
7. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bedrest dalam waktu lama,
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
8. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri
hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.
9. Pemeriksaan Kulit
a. Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa,
kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu,
kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas. Yang
harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi
pigmen. Lesi yang dibagi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen
kulit
b) Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.
Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi
dan kofigurasinya.
2) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah
edema.
3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu
lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada
drainase atau infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau
elastisitas, turgor kulit.
F. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi:
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
b) Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan.
c) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
d) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Post operasi:
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
b) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan efek tindakan medis dan diagnostic.
c) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.
G. Intervensi
Pre operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
Tujuan: Nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria hasil: Klien menunjukkan toleransi terhadap nyeri, klien mengungkapkan
nyeri berkurang.
Intervensi:
Kaji frekuensi dan intensitas nyeri dengan skala 1 – 10.
Rasional: perubahan karakteristik nyeri mengidikasikan adanya perkembangan
kearah komplikasi.
Perhatikan tanda-tanda nonverbal seperti; takut bergerak, kegelisahan.
Rasional: bahasa tubuh/perilaku nonverbal dapat digunakan sebagai data yang
menunjukkan adanya rasa nyeri/tak nyaman.
Kaji faktor-faktor yang mengganggu atau meningkatkan nyeri.
Rasional: keadaan stress dapat meningkatkan rasa nyeri.
Berikan posisi yang nyaman (telungkup, miring), aktivitas pengalihan
perhatian
Rasional: meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
Bersihkan area rectal dengan sabun yang lembut dan air sesudah BAB dan
rawat kulit dengan salf, petroleum jelly.
Rasional: menjaga kulit sekitar rektal dari asam isi perut, menjaga exoriasi.
Berikan rendaman duduk.
Rasional: menjaga kebersihan dan memberikan rasa nyaman.
Observasi area perianal fistel.
Rasional: fistula mungkin berkembang dari erosi dan kelemahan dari dinding
intestinal.
Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgetik.
Rasional: Analgetik membantu mengurangi nyeri.
A. Definisi
Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat primer
dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona L. Wong,
2003)
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Mansjoer, Arif, 2002)
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia karena defisiensi
insulin atau ketidakadekutan penggunaan insulin. (Engram , 2005)
B. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
C. Manifestasi Klinis
1. Gejala klasik pada DM adalah :
a. Poliuri ( banyak buang air kecil ), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk
pada malam hari.
b. Polidipsi ( banyak minum ), rasa haus meningkat.
c. Polifagi ( banyak makan ), rasa lapar meningkat.
2. Gejala lain yang dirasakan penderita
a. Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari.
b. Keletihan.
c. Penglihatan atau pandangan kabur.
d. Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan penurunan
kesadaran.
3. Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :
a. Kehilangan berat badan.
b. Luka, goresan lama sembuh.
c. Kaki kesemutan, mati rasa.
d. Infeksi kulit.
D. Klasifikasi
Klasifikasi yang ditentukan oleh National Diabetes Data Group of The National
Institutes of Health, sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus tipe I atau IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Melitus ) atau tipe
juvenil
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin
untuk mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset,
karena kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel
beta pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung
mengalami komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara
absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada
kecenderungan familiar.
NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah
namun tetap memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.
3. Gestational Diabetes
Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational. Yaitu intoleransi glukosa
yang timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya hormon – hormon pertumbuhan
dan meningkatkan suplai asam amino dan glukosa pada janin yang mengurangi
keefektifitasan insulin.
4. Intoleransi glukosa
Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu., yaitu hiperglikemi yang
terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat – obatan, dan bahan kimia.
Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu. Umumnya obat – obatan
yang mencetuskan terjadinya hiperglikemia antara lain : diuretik furosemid ( lasik ),
dan thiazide, glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat ( Long, 2006 ).
E. Patofisiologi
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar
gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi
ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam
darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan
dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi
intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus
terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa
ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh,
maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat
dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-
buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetik (Price,2006).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes, dkk. (2003) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
penderita penyakit diabetes mellitus antara lain :
1. Pemeriksaan darah, yang meliputi:
a. Glukosa darah biasanya meningkat antara 100-200 mg/dl atau lebih. Nilai
normalnya: GDP 70-100 mg/dl. GD2 JPP < 140 mg/dl.
b. Aseton plasma atau keton, positif secara mencolok. Normalnya nagatif.
c. Asam lemak bebas. Kadar lipid dan kolesterol meningkat. Nilai normalnya : 450-
1000 mg /100ml.
d. Osmolalitas serum meningkat, tetapi biasnya kurang dari 330 mOsm/lt. Nilai
normalnya 500-850 mOsm/lt.
e. Elektrolit
Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun. (Normal : 135-145
mEq/lt).
Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun. (Normal: 3,5-5,0 mEq/lt).
Fosfor : Lebih sering menurun. (Normal 1,7-2,6 mEq/lt).
f. Hemoglobin glikosilat, kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir. ( Normal : P 13-
18 gr/dl ; W 12-16 gr/dl ).
g. Gas darah arteri, biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (
asidosis metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. (Normal : pH 7,25-
7,45).
h. Trombosit darah, Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi. (Normal : 150-
400 ribu/lt).
i. Ureum/kreatinin mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal). Nilai normalnya : 110-150 mg/mnt.
j. Amilase darah mungkin meningkat, yang mengindikasikan adanya pankreatitis
akut sebagai penyebab dari diabetes ketoasidosis (DKA). (Normal : 80-180
unit/100ml)
k. Insulin darah mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal
sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin dalam
penggunaannya (endogen atau eksogen ).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid. Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
- Syarat diet DM hendaknya dapat:
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
d. Mempertahankan kadar KGD normal
e. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
f. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
g. Menarik dan mudah diberikan
- Prinsip diet DM, adalah:
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis: boleh dimakan/tidak
- Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
a. Diit DM I : 1100 kalori
b. Diit DM II : 1300 kalori
c. Diit DM III : 1500 kalori
d. Diit DM IV : 1700 kalori
e. Diit DM V : 1900 kalori
f. Diit DM VI : 2100 kalori
g. Diit DM VII : 2300 kalori
h. Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
JI : Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah.
J II : Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative
body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Kurus (underweight)
a. Kurus (underweight) : BBR < 90 %
b. Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
c. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
d. Obesitas, apabila : BBR > 120 %
1) Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
2) Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
3) Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
4) Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM
yang bekerja biasa adalah:
a. Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
b. Normal : BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk : BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah
satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam
cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2) Kerja OAD tingkat reseptor
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada
beberapa factor antara lain:
(1) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan
setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar
tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu
30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang
berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(3) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(4) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorpsi insulin.
(5) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.
(6) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat
perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u
– 10 maka efek insulin dipercepat.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada
kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
5. Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik (Tjokroprawiro, 2005).
Pathway
Defisiensi Insulin
glukoneogenesis hiperglikemia
Hipovolemia
ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi
Mual muntah
↓ pH Hemokonsentrasi
Koma Aterosklerosis
Kematia
n
Makrovaskuler Mikrovaskuler
Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopati Nefropati
Miokard
GangguanInfark Stroke Gangren Ggndiabetik
integritas . Penglihatan
kulit/jaringan
Gagal
Resiko infeksi Ginjal
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Menurut Doengoes, dkk. (2003), fokus pengkajian pada klien dengan DM meliputi
sebagai berikut :
Pengkajian data dasar yang meliputi
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur atau berjalan.
Tanda : Takikardia dan takipneu padan keadaan istirahat atau dengan
aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi; IM akut, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural; hipertensi, nadi yang
menurun / tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan
kemerahan; bola mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi ), infeksi saluran kencing (ISK) baru atau berulang, nyeri tekan
abdomen, diare.
Tanda : Urin encer, pucat, kuning; poliuri, urin berkabut, bau busuk (infeksi),
abdomen keras, asites.
e. Makanan atau cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual atau muntah, penurunan berat badan lebih
dari periode beberapa hari atau minggu, haus.
Tanda : Kulit kering atau bersisik, turgor jelek, kekakuan atau distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, bau halitosis atau manis, bau
buah (napas aseton).
f. Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, koma ( tahap lanjut ), gangguan
memori ( baru, masa lalu ), aktivitas kejang ( tahap lanjut ).
g. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri ( sedang atau berat ).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen
( tergantung adanya infeksi atau tidak ).
Tanda : Lapar udara, batuk, dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi),
frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal; ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya
kekuatan umum, parestesia.
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina ( cenderung infeksi ), masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
k. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : Faktor risiko keluarga, DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik (
tiazid ); dilantin atau fenorbarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah), mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
l. Pertimbangan rencana pemulangan
Mungkin memerlukan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Selain menurut Doengoes diatas, terdapat data yang harus dikaji dari pasien dengan
DM, antara lain: (Donna L. Wong : 2003)
a. Riwayat penyakit, terutama yang berhubungan dengan penyakit yang berbahaya.
b. Riwayat keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes
melitus.
c. Riwayat Kesehatan
Terutama yang berhubungan dengan penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan
perilaku dan manifestasi dari diabetes melitus tergantung insulin, sebagai berikut:
1) Polifagi
2) Poliuria
3) Polidipsi
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Glikosuria
Diketahui dari uji reduksi yang dilakukan dengan bermacam-macam reagensia
seperti benedict, clinitest, dan sebagainya.
2) Hiperglikemia
Pemeriksaan kadar gula darah puasa. Gula darah puasa meningkat dapat
berkisar antara 8-20 mmol/L (130-800 mg%) atau lebih tergantung beratnya
keadaan penyakit. Biasanya diatas 14 mmol/L dan sesudah makan, gula darah
meningkat lebih tinggi dibandingkan anak normal dan penurunan kadar ke
kadar sebelumnya membutuhkan waktu lebih lama.
3) Ketonuria
4) Kolestrol dapat meningkat
Normalnya di bawah 5,5 mmol/L. Tidak selalu nilainya paralel dengan gula
darah, tetapi kadar kolestrol darah yang tetap tinggi (yaitu diatas 10 mmol/L)
menunjukkan prognosis jangka panjangnya buruk karena komplikasi seperti
oterosklerosis lebih sering terjadi.
5) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit, PaCO2 menurun, pH merendah.
Bila penyakit berat maka bisa terjadi asidosis metabolik dan perubahan
biokimiawi karena dehidrasinya.
e. Pemeriksaan fisik
Menurut Doengoes, dkk (2003), pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan:
poliuri/ banyak kencing (normal : kuramg lebih 1500 ml), polidipsi/ banyak
minum, polifagia/ banyak makan, kelemahan otot, berat badan menurun,
kelaianan kulit : gatal, bisul-bisul, kelainan ginekologis : keputihan, pruritus pada
vagina, luka tidak sembuh-sembuh, peningkatan angka infeksi, impotensi pada
pria.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
4. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kekurangan volume cairan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.
C. Intervensi
Perencanaan Nama
Dx
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi &
Keperawatan
(NOC) (NIC) TT
1 Dx I: Setelah dilakukan tindakan NIC: Nutrition Management
Defisit nutrisi keperawatan selama 1x24 jam a. Kaji status nutrisi dan
berhubungan diharapkan kebutuhan nutrisi kebiasaan makan.
dengan pasien adekuat dengan indikator : R: Untuk mengetahui
kurangnya asupan NOC : Nutritional status : food tentang keadaan dan
makanan and Fluid Intake kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan
Indicator awal akhir tindakan dan pengaturan
- tidak terjadi 1 5 diet yang adekuat.
penurunan b. Anjurkan pasien untuk
berat badan mematuhi diet yang telah
- mual dan 2 5 diprogramkan.
muntah c. R: Kepatuhan terhadap
berkurang diet dapat mencegah
- porsi makan 2 5 komplikasi terjadinya
yang hipoglikemia/
disediakan hiperglikemia.
habis d. Identifikasi perubahan pola
makan.
R: Mengetahui apakah
pasien telah melaksanakan
Indicator skala: program diet yang
1 Tidak pernah menunjukkan ditetapkan.
2 Jarang e. Kerja sama dengan tim
3 Kadang-kadang kesehatan lain untuk
4 Sering menunjukkan pemberian insulin dan diet
5 Selalu menunjukkan diabetik.
R: Pemberian insulin akan
meningkatkan pemasukan
glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah
menurun,pemberian diet
yang sesuai dapat
mempercepat penurunan
gula darah dan mencegah
komplikasi.
Indicator skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8. Jakarta:
EGC
Doengoes, M.E, dkk. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hohenfellner, Markus, Richard. Emergencies and Urology. London : Springer. 2006. 50-140
Long, B.C. 2006. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Alih
Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran. Bandung:
YPKAI
Mansjoer, Arif, dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Prince A Sylvia. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat.
Jakarta: EGC.