Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES PERIANAL + DM TIPE 2


DI RUANG CEMPAKA
RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA

Disusun Oleh:
Anisya Dewi Juwita
16.11.4066.E.A.0074
Kelompok 4

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM KALIMANTAN TIMUR


AKADEMI KEPERAWATAN YARSI
SAMARINDA
2018/2019
A. Definisi
 Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus
(bakteri,jaringan nekrotik dan sel darah putih).
 Abses Perianal adalah manifestasi akut dan kronis dari proses perirectal sama. Satu
abses akan meyebabkan infeksi pada satu atau lebih ruang dubur ComanML,2009)
 Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal, dengan
pembentukan abses rongga diskrit. Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses
cukup variabel, dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran
fistulous.
B. Etiologi
Menurut ahli penyakit infeksi, penyebab abses antara lain :
a) Infeksi Mikrobial
Merupakan penyebab paling sering terjadinya abses. Virus menyebabkan kematian
sel dengan cara multiplikasi. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu
suatu sintesis kimiawi yang merupakan awal radang atau melepaskan endotoksin
yang ada hubunganya dengan dinding sel
b) Reaksi hipersensitivitas.
Terjadi bila ada perubahan respon Imunologi yang menyebabkan jaringan rusak.
c) Agen Fisik
Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar, atau dinding berlebih
(frostbite).
d) Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan oksidan, asam, basa, akan merusak jaringan dengan cara memprovokasi
terjadinya proses radang, selain itu agen infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi
spesifik yang mengiritasi dan langsung menyebabkan radang
e) Nekrosis jaringan
Aliran darah yang kurang akan menyebabkan hipoksia dan berkurangnya makanan
pada dearah yang bersangkutan.Menyebabkan kematian jaringan yang merupakan
stimulus kuat penyebab infeksi pada daerah tepi infeksi sering memperlihatkan suatu
respon radang akut.

 Penyebab abses perianal antara lain:


Abses perianal merupakan gangguan sekitar anus dan rectum,
dimanasebagian besar timbul dari obstruksi kripta anal. Infeksi dan stasis dari kelenjar
dansekresi kelenjar menghasilkan supurasi dan pembentukan abses dalam kelenjar anal.
Biasanya, abses terbentuk awal–awal dalam ruang intersfingterik dan kemudian
keruang potensial yang berdekatan. Umumnya bakteri seperti stafilokokus
danEscherichia coli adalah penyebab paling umum. Infeksi jamur kadang-
kadangmenyebabkan abses. Masuknya bakteri ke daerah sekitar anus dan rektum
(Gunawan, 2010)
C. Manifestasi Klinis
Awalnya, pasien bisa merasakan nyeri yang tumpul, berdenyut yang memburuk sesaat
sebelum defekasi yang membaik setelah defekasi tetapi pasien tetap tidak merasa
nyaman. Rasa nyeri diperburuk oleh pergerakan dan pada saatmenduduk. Abses dapat
terjadi pada berbagai ruang di dalam dan sekitar rektum. Seringkali mengandung
sejumlah pus berbau menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak superficial, maka akan
tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Nyerimemburuk dengan mengedan, batuk
atau bersin, terutama pada abses intersfingter.
Dengan perjalanan abses, nyeri dapat mengganggu aktivitas seperti berjalan
ataududuk. Abses yang terletak lebih dalam mengakibatkan gejala toksik dan
bahkannyeri abdomen bawah, serta deman. Sebagian besar abses rectal akan
mengakibatkan fistula (Smeltzer dan Bare, 2001). Abses di bawah kulit bisa
membengkak, merah,lembut dan sangat nyeri. Abses yang terletak lebih tinggi di rektum,
bisa saja tidakmenyebabkan gejala, namun bisa menyebabkan demam dan nyeri di perut
bagianbawah
Abses dapat terjadi pada berbagai ruang di dalam dan sekitar rektum. Seringkali
mengandung sejumlah pus berbau menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak
superficial, maka akan tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Abses yang terletak
lebih dalam memgakibatkan gejala toksik dan bahkan nyeri abdomen bawah, serta
deman. Sebagian besar abses rectal akan mengakibatkan fistula (Smeltzer dan Bare,
2001, hal 468).
Abses di bawah kulit bisa membengkak, merah, lembut dan sangat nyeri. Abses yang
terletak lebih tinggi di rektum, bisa saja tidak menyebabkan gejala, namun bisa
menyebabkan demam dan nyeri di perut bagian bawah (Healthy of The Human, 2010,
hal 1).
Manifestasi klinis dari abses secara umum yaitu :
a. Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain
yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari prose inflamasi, yakni
kemrahan (rubor), panas (color), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor) dan
hilangnya fungsi.
b. Timbul atau teraba benjolan pada tahap awal berupa benjolan kecil, pada stadium
lanjut benjolan bertambah besar, demam, benjolan meningkat, malaise, nyeri,
bengkak, berisi nanah (pus).
c. Gambaran Klinis
- Nyeri tekan
- Nyeri lokal
- Bengkak
- Kenaikan suhu
- Leukositosis
D. Patofisiologi
Abses perianal terbentuk akibat berkumpulnya nanah di jaringan bawah kulitdaerah
sekitar anus. Nanah terbentuk akibat infeksi kuman/bakteri karena kelenjar
didaerahtersebut tersumbat. Bakteri yang biasanya menjadipenyebab adalahEscherichia
coli dan spesies Enterococcus. Kuman/bakteri yang berkembang biak dikelenjar yang
tersumbat lama kelamaan akan memakan jaringan sehat di sekitarnyasehingga embentuk
nanah.Nanah yangterbentuk makin lama makin banyaksehingga akan terasa bengkak dan
nyeri, inilah yang disebut abses perianal. Padabeberapa orang dengan penurunan daya
tubuh misalnya penderita diabetes militus,HIV/AIDS, dan penggunaan steroid (obat anti
radang) dalam jangka waktu lama,ataupun dalam kemoterapi akibat kanker biasanya
abses akan lebih mudah terjadi.Kebanyakan abses perianal bersifat sekunder terhadap
proses supuratif yang dimulai pada kelenjar anal. Teori ini menunjukan bahwa
obstruksi dari saluran kelenjar tersebut oleh tinja, corpus alienum atau trauma akan
menghasilkan stasis daninfeksi sekunder yang terletak di ruang intersfingterik. Dari sini
proses infeksi dapatmenyebar secara distal sepanjang otot longitudinal dan kemudian
muncul di subkutis sebagai abses perianal, atau dapat menyebar secara lateral melewati
otot longitudinaldan sfingter eksternal sehingga menjadi abses ischiorektal. Meskipun
kebanyakanabses yang berasal dari kelenjar anal adalah perianal dan ischiorektal ,tetapi
ruang lain dapat terinfeksi. Pergerakan infeksi ke atas dapat menyebabkan abses
intersfingterik tinggi dankemudian dapat menerobos ke otot longitudinal lalu ruang
supralevator sehinggamenyebabkan sebuah abses supralevator. Setelah abses terdrainase,
secara spontanmaupun secara bedah, komplikasi abnormal antara lubang anus dan kulit
perianal disebut fistula ani (Selatan, 2008).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain:
a. Kultur : Mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas menentukan obat
yang paling efektif.
b. Darah lengkap :hematokrit mungkin meningkat, leukopenia, leukositosis (15.000 -
30.000) mengindikasikan produksi sel darah putih tak matur dalam jumlah besar.
c. Elektrolit serum : berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
acidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal
d. Pemeriksaan pembekuan : Trombositopenia dapat terjadi karena agregasi trombosit,
PT/PTT mungkin memanjang menunjukan koagulopati yang diasosiasikan dengan
iskemia hati/sirkulasi toksin/status syok.
e. Glukosa serum, hiperglikemi menunjukkan glukogenesis dan glikogenesis di dalam
hati sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam metabolism.
f. BUN/Kr :Peningkatan kadar diasosiasikan dengan
dehidrasi,ketidakseimbangan/kegagalan ginjal dan disfungsi/kegagalan hati.
g. GDA : Alkalosis respiratori hipoksemia,tahap lanjut hipoksemia asidosis respiratorik
dan metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi.
h. Urinalisis : Adanya sel darah putih/bakteri penyebab infeksi sering muncul protein
dan sel darah merah.
i. Sinar X : Film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindikasikan udara
bebas di dalam abdomen/organ pelvis.(Doenges,2000:873)

 Pemeriksaan Diagnostik pada abses perianal


a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan pada evaluasi pasien dengan
absesperianal, namun pada pasien dengan gejala klinis abses intersfingter atau
supralevatormungkin memerlukan pemeriksaan konfirmasi dengan CT scan,
MRI, atauultrasonografi dubur. Namun pemeriksaan radiologi adalah modalitas
terakhir yangharus dilakukan karena terbatasnya kegunaannya. USG juga dapat
digunakan secaraintraoperatif untuk membantu mengidentifikasi abses atau fistula
dengan lokasi yangsulit.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan
untukmengevaluasi pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali
pada pasientertentu, seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan imunitas
tubuh yangrendah karena memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya sepsis
bakteremia yangdapat disebabkan dari abses anorektal. Dalam kasus tersebut,
evaluasi laboratoriumlengkap adalah penting.

F. Penatalaksanaan Medis
Pada kebanyakan pasien dengan abses anorektal atau perianal, terapimedikamentosa
dengan antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun, pada pasiendengan peradangan
sistemik, diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajibdiberikan. Abses perirektal
harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelahdiagnosis ditegakkan. Jika
diagnosis masih diragukan, pemeriksaan di bawah anestesisering merupakan cara yang
paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati. Pengobatan yang
tertunda atau tidak memadai terkadang dapatmenyebabkan perluasan abses dan dapat
mengancam nyawa apabila terjadi nekrosisjaringan yang besar, atau bahkan
septikemia. Antibiotik hanya diindikasikan jikaterjadi selulitis luas atau apabila pasien
immunocompromised, menderita diabetesmellitus, atau memiliki penyakit katub
jantung. Namun pemberianantibiotik secaratunggalbukan merupakan pengobatan yang
efektif untuk mengobati abses perianal atauperirektal.Kebanyakan abses perianal dapat
didrainase di bawah anestesi lokal di kantor,klinik, atau unit gawat darurat. Pada kasus
abses yang besar maupun pada lokasinyayang sulit mungkin memerlukan drainase di
dalam ruang operasi. Insisi dilakukansampai ke bagian subkutan pada bagian yang
paling menonjol dari abses. “Dog ear"yang timbul setelah insisi dipotong untuk
mencegah penutupan dini. Luka dibiarkanterbuka dan sitz bath dapat dimulai pada hari
berikutnya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Identitas pasien dan penanggung jawab


Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan, Agama,
pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.

B. Riwayat Kesehatan
Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah penyebab dan
pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana yang sakit, kebiasaan saat sakit
kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan.
Apakah ada alergi, apakah ada kebiasaan merokok, minum alkohol, minum kopi atau minum
obat-obatan.

C. Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat. Adakah riwayat
penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain yang
bersifat genetik maupun tidak.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat
adanya bisul pada daerah anus.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan pernafasan meningkat.
3. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
a. Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta
pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan
timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
b. Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan
penglihatan.
c. Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping
hidung, tidak ada sekret.
d. Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
e. Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen.
Pada penderita yang bed rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi
ulkus didaerah daun telinga.
f. Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena
jugularis dan kelenjar linfe.
4. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal
premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi
thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
5. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena immobilisasi,
ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau
tegang.
6. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan fistula ani yang baru
di operasi terpasang kateter untuk buang air kecil.
7. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bedrest dalam waktu lama,
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
8. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri
hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.

9. Pemeriksaan Kulit
a. Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa,
kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu,
kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas. Yang
harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi
pigmen. Lesi yang dibagi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen
kulit
b) Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.
Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi
dan kofigurasinya.
2) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah
edema.
3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu
lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada
drainase atau infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau
elastisitas, turgor kulit.

E. Data Fokus ( kemungkinan ditemukan DO & DS )


DO: Ekspresi wajah tampak meringis saat tidur terlentang. Kulit tampak kemerahan dan
ada luka operasi yang terpasang handscoen drain.
DS: Pasien mengatakan ada bisul di daerah dubur dan terasa nyeri.

F. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi:
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
b) Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan.
c) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
d) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Post operasi:
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
b) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan efek tindakan medis dan diagnostic.
c) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.

G. Intervensi
Pre operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
Tujuan: Nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria hasil: Klien menunjukkan toleransi terhadap nyeri, klien mengungkapkan
nyeri berkurang.
Intervensi:
 Kaji frekuensi dan intensitas nyeri dengan skala 1 – 10.
Rasional: perubahan karakteristik nyeri mengidikasikan adanya perkembangan
kearah komplikasi.
 Perhatikan tanda-tanda nonverbal seperti; takut bergerak, kegelisahan.
Rasional: bahasa tubuh/perilaku nonverbal dapat digunakan sebagai data yang
menunjukkan adanya rasa nyeri/tak nyaman.
 Kaji faktor-faktor yang mengganggu atau meningkatkan nyeri.
Rasional: keadaan stress dapat meningkatkan rasa nyeri.
 Berikan posisi yang nyaman (telungkup, miring), aktivitas pengalihan
perhatian
Rasional: meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
 Bersihkan area rectal dengan sabun yang lembut dan air sesudah BAB dan
rawat kulit dengan salf, petroleum jelly.
Rasional: menjaga kulit sekitar rektal dari asam isi perut, menjaga exoriasi.
 Berikan rendaman duduk.
Rasional: menjaga kebersihan dan memberikan rasa nyaman.
 Observasi area perianal fistel.
Rasional: fistula mungkin berkembang dari erosi dan kelemahan dari dinding
intestinal.
 Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgetik.
Rasional: Analgetik membantu mengurangi nyeri.

b) Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme pathogen


lingkungan.
Kriteria hasil: tanda vital dalam batas normal (peningkatan suhu tidak terjadi),
leukosit normal
Rencana tindakan:
 Kaji area luka, catat adanya penambahan luas luka, karakteristik cairan yang
keluar dari luka.
Rasional: adanya pus mengindikasikan adanya infeksi
 Monitor tanda-tanda vital, peningkatan suhu tubuh.
Rasional: peningkatan suhu mengindikasikan adanya proses infeksi.
 Rawat luka dengan prinsip aseptik.
Rasional: luka pada klien adalah luka kotor, prinsip aseptik mencegah
terjadinya infeksi tambahan.
 Berikan diet yang adekuat.
Rasional: klien membutuhkan nutrisi yang cukup untuk penyembuhan
lukanya.
 Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional: antibiotik membantu menghambat terjadinya infeksi.
c) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
Kriteria hasil: ekspresi wajah klien tenang, mengungkapkan kesadarannya akan
perasaan cemasnya.
Intervensi
 Bina hubungan saling percaya.
Rasional: hubungan saling percaya merupakan dasar dari komunikasi
therapeutik.
 Perhatikan perubahan perilaku klien, kegelisahan, tak ada kontak mata,
tampak kurang tidur.
Rasional: indikator peningkatan stress/kecemasan.
 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya, berikan feedback.
Rasional: membina hubungan therapeutik.
 Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
Rasional: dengan menunjukkan sikap empati, diharapkan akan membantu
mengurangi kecemasan klien.
 Berikan informasi yang akurat.
Rasional: dengan memberikan informasi yang akurat akan membantu
menurunkan tingkat kecemasan.
 Ciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman.
Rasional: membantu meningkatkan relaxasi, mengurangi kecemasan.
 Kolaborasi untuk pemberian sedativa, seperti barbiturat, anti anxietas seperti,
diazepam.
Rasional: sedativa/anti anxietas membantu mengurangi kecemasan dan
membantu istirahat.
d) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah
Kriteria hasil: Klien mampu mengungkapkan tentang proses penyakit dan
penanggulangannya. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan regimen.
Intervensi
 Kaji persepsi klien tentang proses penyakitnya.
Rasional: menentukan tingkat pengetahuan klien dan kebutuhan informasi
yang diperlukan.
 Ulangi penjelasan tentang proses penyakit, penyebab, tanda dan gejala
penyakit serta penanggulangannya.
Rasional: dengan memberikan penjelasan yang memadai klien tahu proses
penyakit dan tindakan yang akan didapatnya, sehingga klien dapat menerima
tindakan yang didapatnya.
 Tekankan pentingnya menjaga kebersihan kulit, seperti : tehnik cuci tangan
yang baik dan perawatan kulit perianal.
Rasional: mengurangi penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit dan infeksi.
Post Operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil: ekspresi wajah klien rileks, cukup istirahat, mengungkapkan nyeri
berkurang /dapat ditahan.
Intervensi:
 Kaji lokasi, intensitas nyeri dengan skala 0 – 10, faktor yang mempengaruhi.
Perhatikan tanda-tanda nonverbal.
Rasional: membantu menentukan intervensi selanjutnya.
 Monitor tanda-tanda vital
Rasional: perubahan tanda-tanda vital, peningkatan tekanan darah, nadi dan
pernafasan bisa diakibatkan karena nyeri.
 Kaji area luka operasi, adanya edema, hematoma atau inflamasi.
Rasional: pembengkakan, inflamasi dapat menyebabkan meningkatnya nyeri.
 Berikan posisi yang nyaman dan lingkungan yang tenang, ajarkan tehnik
relaksasi, pengalihan perhatian.
Rasional: membantu mengurangi dan mengontrol rasa nyeri.
 Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgesik.
Rasional: analgesik membantu mengurangi nyeri.
b) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan efek tindakan medis dan diagnostic.
Tujuan: pola eliminasi kembali berfungsi normal.
Intervensi:
 Auskultasi bising usus.
Rasional: adanya suara bising usus yang abnormal, merupakan tanda adanya
komplikasi.
 Anjurkan makanan/minuman yang tidak mengiritasi.
Rasional: menurunkan resiko iritasi mukosa.
 Kolaborasi medik untuk pemberian glyserin suppositoria.
Rasional: membantu melunakkan feses.
c) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur infasif.
Tujuan: tidak terjadi infeksi, luka sembuh tanpa komplikasi.
Intervensi:
 Kaji area luka operasi, observasi luka, karakteristik drainage, adanya
inflamasi.
Rasional: penambahan infeksi dapat mengambat proses penyembuhan.
 Monitor tanda-tanda vital, temperatur, respirasi, nadi.
Rasional: peningkatan temperatur, pernapasan, nadi merupakan indikasi
adanya proses infeksi.
 Rawat area luka dengan prinsip aseptik. Jaga balutan kering.
Rasional: menjaga pasien dari infeksi silang selama penggantian balutan.
 Kolaborasi untuk pemeriksaan cultur dari sekret/drainage, kedua dari tengah
dan pinggir luka.
Rasional: dengan mengetahui adanya organisme akan menentukan pemberian
antibiotik.
 Berikan antibiotik sesuai pesan medik.
Rasional: antibiotik mencegah dan melawan infeksi.
 Bila perlu lakukan irigasi luka.
Rasional: irigasi luka dengan antiseptik baik untuk melawan infeksi
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS

A. Definisi
Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat primer
dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona L. Wong,
2003)
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Mansjoer, Arif, 2002)
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia karena defisiensi
insulin atau ketidakadekutan penggunaan insulin. (Engram , 2005)
B. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

C. Manifestasi Klinis
1. Gejala klasik pada DM adalah :
a. Poliuri ( banyak buang air kecil ), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk
pada malam hari.
b. Polidipsi ( banyak minum ), rasa haus meningkat.
c. Polifagi ( banyak makan ), rasa lapar meningkat.
2. Gejala lain yang dirasakan penderita
a. Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari.
b. Keletihan.
c. Penglihatan atau pandangan kabur.
d. Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan penurunan
kesadaran.
3. Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :
a. Kehilangan berat badan.
b. Luka, goresan lama sembuh.
c. Kaki kesemutan, mati rasa.
d. Infeksi kulit.
D. Klasifikasi
Klasifikasi yang ditentukan oleh National Diabetes Data Group of The National
Institutes of Health, sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus tipe I atau IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Melitus ) atau tipe
juvenil
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin
untuk mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset,
karena kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel
beta pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung
mengalami komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara
absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada
kecenderungan familiar.
NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah
namun tetap memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.
3. Gestational Diabetes
Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational. Yaitu intoleransi glukosa
yang timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya hormon – hormon pertumbuhan
dan meningkatkan suplai asam amino dan glukosa pada janin yang mengurangi
keefektifitasan insulin.
4. Intoleransi glukosa
Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu., yaitu hiperglikemi yang
terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat – obatan, dan bahan kimia.
Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu. Umumnya obat – obatan
yang mencetuskan terjadinya hiperglikemia antara lain : diuretik furosemid ( lasik ),
dan thiazide, glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat ( Long, 2006 ).

E. Patofisiologi
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar
gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi
ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam
darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan
dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi
intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus
terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa
ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh,
maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat
dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-
buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetik (Price,2006).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes, dkk. (2003) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
penderita penyakit diabetes mellitus antara lain :
1. Pemeriksaan darah, yang meliputi:
a. Glukosa darah biasanya meningkat antara 100-200 mg/dl atau lebih. Nilai
normalnya: GDP 70-100 mg/dl. GD2 JPP < 140 mg/dl.
b. Aseton plasma atau keton, positif secara mencolok. Normalnya nagatif.
c. Asam lemak bebas. Kadar lipid dan kolesterol meningkat. Nilai normalnya : 450-
1000 mg /100ml.
d. Osmolalitas serum meningkat, tetapi biasnya kurang dari 330 mOsm/lt. Nilai
normalnya 500-850 mOsm/lt.
e. Elektrolit
Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun. (Normal : 135-145
mEq/lt).
Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun. (Normal: 3,5-5,0 mEq/lt).
Fosfor : Lebih sering menurun. (Normal 1,7-2,6 mEq/lt).
f. Hemoglobin glikosilat, kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir. ( Normal : P 13-
18 gr/dl ; W 12-16 gr/dl ).
g. Gas darah arteri, biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (
asidosis metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. (Normal : pH 7,25-
7,45).
h. Trombosit darah, Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi. (Normal : 150-
400 ribu/lt).
i. Ureum/kreatinin mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal). Nilai normalnya : 110-150 mg/mnt.
j. Amilase darah mungkin meningkat, yang mengindikasikan adanya pankreatitis
akut sebagai penyebab dari diabetes ketoasidosis (DKA). (Normal : 80-180
unit/100ml)
k. Insulin darah mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal
sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin dalam
penggunaannya (endogen atau eksogen ).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid. Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

2. Pemeriksaan urin, yang meliputi :


a. Urin
Gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. Normal :
Bj : 1,003-1,030
b. Kultur dan sensitivitas
Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi
pada luka.

G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
- Syarat diet DM hendaknya dapat:
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
d. Mempertahankan kadar KGD normal
e. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
f. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
g. Menarik dan mudah diberikan
- Prinsip diet DM, adalah:
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis: boleh dimakan/tidak
- Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
a. Diit DM I : 1100 kalori
b. Diit DM II : 1300 kalori
c. Diit DM III : 1500 kalori
d. Diit DM IV : 1700 kalori
e. Diit DM V : 1900 kalori
f. Diit DM VI : 2100 kalori
g. Diit DM VII : 2300 kalori
h. Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
JI : Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah.
J II : Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative
body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Kurus (underweight)
a. Kurus (underweight) : BBR < 90 %
b. Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
c. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
d. Obesitas, apabila : BBR > 120 %
1) Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
2) Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
3) Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
4) Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM
yang bekerja biasa adalah:
a. Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
b. Normal : BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk : BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.

3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah
satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam
cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.

4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
 Mekanisme kerja sulfanilurea
1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2) Kerja OAD tingkat reseptor
 Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada
beberapa factor antara lain:
(1) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan
setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar
tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu
30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang
berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(3) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(4) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorpsi insulin.
(5) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.
(6) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat
perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u
– 10 maka efek insulin dipercepat.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada
kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.

5. Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik (Tjokroprawiro, 2005).
Pathway
Defisiensi Insulin

glukagon↑ penurunan pemakaian


glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

Hipovolemia
ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi

Mual muntah
↓ pH Hemokonsentrasi

Defisit nutrisi Asidosis Trombosis

 Koma Aterosklerosis
 Kematia
n

Makrovaskuler Mikrovaskuler

Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopati Nefropati
Miokard
GangguanInfark Stroke Gangren Ggndiabetik
integritas . Penglihatan
kulit/jaringan
Gagal
Resiko infeksi Ginjal
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Menurut Doengoes, dkk. (2003), fokus pengkajian pada klien dengan DM meliputi
sebagai berikut :
Pengkajian data dasar yang meliputi
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur atau berjalan.
Tanda : Takikardia dan takipneu padan keadaan istirahat atau dengan
aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi; IM akut, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural; hipertensi, nadi yang
menurun / tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan
kemerahan; bola mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi ), infeksi saluran kencing (ISK) baru atau berulang, nyeri tekan
abdomen, diare.
Tanda : Urin encer, pucat, kuning; poliuri, urin berkabut, bau busuk (infeksi),
abdomen keras, asites.
e. Makanan atau cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual atau muntah, penurunan berat badan lebih
dari periode beberapa hari atau minggu, haus.
Tanda : Kulit kering atau bersisik, turgor jelek, kekakuan atau distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, bau halitosis atau manis, bau
buah (napas aseton).
f. Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, koma ( tahap lanjut ), gangguan
memori ( baru, masa lalu ), aktivitas kejang ( tahap lanjut ).
g. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri ( sedang atau berat ).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen
( tergantung adanya infeksi atau tidak ).
Tanda : Lapar udara, batuk, dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi),
frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal; ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya
kekuatan umum, parestesia.
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina ( cenderung infeksi ), masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
k. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : Faktor risiko keluarga, DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik (
tiazid ); dilantin atau fenorbarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah), mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
l. Pertimbangan rencana pemulangan
Mungkin memerlukan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Selain menurut Doengoes diatas, terdapat data yang harus dikaji dari pasien dengan
DM, antara lain: (Donna L. Wong : 2003)
a. Riwayat penyakit, terutama yang berhubungan dengan penyakit yang berbahaya.
b. Riwayat keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes
melitus.
c. Riwayat Kesehatan
Terutama yang berhubungan dengan penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan
perilaku dan manifestasi dari diabetes melitus tergantung insulin, sebagai berikut:
1) Polifagi
2) Poliuria
3) Polidipsi

Hal-hal lain yang perlu dikaji:


1) Kaji hiperglikemia dan hipoglikemia
2) Satus hidrasi
3) Tanda dan gejala ketoasidosis, nyeri abdomen, mual muntah, pernapasan
kusmaul menurunnya kesadaran.
4) Kaji tingkat pengetahuan
5) Mekanisme koping
6) Kaji nafsu makan
7) Status berat badan
8) Frekuensi berkemih
9) Fatigue
10) Irirtabel

d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Glikosuria
Diketahui dari uji reduksi yang dilakukan dengan bermacam-macam reagensia
seperti benedict, clinitest, dan sebagainya.
2) Hiperglikemia
Pemeriksaan kadar gula darah puasa. Gula darah puasa meningkat dapat
berkisar antara 8-20 mmol/L (130-800 mg%) atau lebih tergantung beratnya
keadaan penyakit. Biasanya diatas 14 mmol/L dan sesudah makan, gula darah
meningkat lebih tinggi dibandingkan anak normal dan penurunan kadar ke
kadar sebelumnya membutuhkan waktu lebih lama.
3) Ketonuria
4) Kolestrol dapat meningkat
Normalnya di bawah 5,5 mmol/L. Tidak selalu nilainya paralel dengan gula
darah, tetapi kadar kolestrol darah yang tetap tinggi (yaitu diatas 10 mmol/L)
menunjukkan prognosis jangka panjangnya buruk karena komplikasi seperti
oterosklerosis lebih sering terjadi.
5) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit, PaCO2 menurun, pH merendah.
Bila penyakit berat maka bisa terjadi asidosis metabolik dan perubahan
biokimiawi karena dehidrasinya.

e. Pemeriksaan fisik
Menurut Doengoes, dkk (2003), pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan:
poliuri/ banyak kencing (normal : kuramg lebih 1500 ml), polidipsi/ banyak
minum, polifagia/ banyak makan, kelemahan otot, berat badan menurun,
kelaianan kulit : gatal, bisul-bisul, kelainan ginekologis : keputihan, pruritus pada
vagina, luka tidak sembuh-sembuh, peningkatan angka infeksi, impotensi pada
pria.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
4. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kekurangan volume cairan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.

C. Intervensi
Perencanaan Nama
Dx
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi &
Keperawatan
(NOC) (NIC) TT
1 Dx I: Setelah dilakukan tindakan NIC: Nutrition Management
Defisit nutrisi keperawatan selama 1x24 jam a. Kaji status nutrisi dan
berhubungan diharapkan kebutuhan nutrisi kebiasaan makan.
dengan pasien adekuat dengan indikator : R: Untuk mengetahui
kurangnya asupan NOC : Nutritional status : food tentang keadaan dan
makanan and Fluid Intake kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan
Indicator awal akhir tindakan dan pengaturan
- tidak terjadi 1 5 diet yang adekuat.
penurunan b. Anjurkan pasien untuk
berat badan mematuhi diet yang telah
- mual dan 2 5 diprogramkan.
muntah c. R: Kepatuhan terhadap
berkurang diet dapat mencegah
- porsi makan 2 5 komplikasi terjadinya
yang hipoglikemia/
disediakan hiperglikemia.
habis d. Identifikasi perubahan pola
makan.
R: Mengetahui apakah
pasien telah melaksanakan
Indicator skala: program diet yang
1 Tidak pernah menunjukkan ditetapkan.
2 Jarang e. Kerja sama dengan tim
3 Kadang-kadang kesehatan lain untuk
4 Sering menunjukkan pemberian insulin dan diet
5 Selalu menunjukkan diabetik.
R: Pemberian insulin akan
meningkatkan pemasukan
glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah
menurun,pemberian diet
yang sesuai dapat
mempercepat penurunan
gula darah dan mencegah
komplikasi.

2 Dx II Setelah dilakukan tindakan NIC: Fluid Manajement


Hipovolemia keperawatan selama 3x24 jam a. Monitor tanda-tanda
berhubungan diharapkan volume cairan pasien dehidrasi
dengan terpenuhi dengan indicator: R: Mengetahui kondiasi
kehilangan cairan NOC : Fluid Balance dan menentukan langkah
aktif selanjutnya.
indikator awal akhir b. Monitor intake dan output.
- Klien dapat 1 5 R: Mengetahui
menjaga keseimbangan cairan
keseimbanga tubuh.
n cairan serta c. Berikan cairan sesuai
elektrolit kebutuhan dan yang
- Tidak ada 2 5 dipergunakan.
tanda-tanda R: Mencegah terjadinya
dehidrasi. dehidrasi.

Indicator skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

3 Dx III: NOC : Pain Control NIC : Pain Management


Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam secara komprehensif
dengan agen diharapkan nyeri dapat teratasi (lokasi, karakteristik,
pencedera dengan indikator : durasi, frekuensi, kualitas
fisiologis dan faktor presipitasi)
indikator awal akhir
R: Mengetahui lokasi,
- Melaporkan 1 5
karakteristik, durasi,
nyeri
frekuensi, kualitas dan
berkurang
faktor presipitasi nyeri.
- Frekuensi 2 5
b. Berikan tindakan
nyeri
berkurang kenyamanan dasar
- Ekspresi 1 5 R: Meningkatkan relaksasi
wajah rileks dan membantu
memfokuskan kembali
perhatian.
Keterangan skala : c. Dorong penggunaan
1 = tidak pernah menunjukkan keterampilan manajemen
2 = jarang nyeri (teknik relaksasi,
3 = kadang-kadang sentuhan terapeutik)
4 = sering menunjukkan R: Memungkinkan pasien
5 = selalu menunjukkan berpartisipasi secara aktif
dan meningkatkan rasa
kontrol nyeri
d. Kolaborasikan dengan tim
medis untuk memberikan
analgesik sesuai dengan
indikasi.
R: Nyeri adalah
komplikasi sering dari
kanker,meskipun respon
individual berbeda-beda.

4 Dx IV: Setelah dilakukan tindakan NIC: Pressure Management


Gangguan keperawatan selama 3x24 jam a. Kaji luas dan keadaan luka
integritas diharapkan turgor kulit membaik serta proses penyembuhan.
kulit/jaringan dengan indicator; R: Pengkajian yang tepat
berhubungan NOC : Tissue Integrity : Skin terhadap luka dan proses
dengan and Mucous Membranes penyembuhan akan
kekurangan membantu dalam
volume cairan Skala Skala menentukan tindakan
Indicator
awal akhir selanjutnya.
- Luka 3 5 b. Rawat luka dengan baik
membaik dan benar : membersihkan
- Perfusi 3 5 luka secara abseptik
jaringan R: merawat luka dengan
baik teknik aseptik, dapat
menjaga kontaminasi luka
Indicator skala: dan larutan yang iritatif
1. Tidak pernah menunjukkan akan merusak jaringan
2. Jarang menunjukkan granulasi tyang timbul, sisa
3. Kadang menunjukkan balutan jaringan nekrosis
4. Sering menunjukkan dapat menghambat proses
5. Selalu menunjukkan granulasi.
c. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah
pemberian anti biotik.
R: insulin akan
menurunkan kadar gula
darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis
kuman dan anti biotik yang
tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula
darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.

5 Dx V: Setelah dilakukan tindakan NIC: Infection Control


Risiko infeksi keperawatan selama 3x24 jam a. Kaji adanya tanda-tanda
berhubungan diharapkan resiko infeksi tidak penyebaran infeksi pada
dengan penyakit terjadi dengan indicator; luka.
kronis NOC: Risk Control Rasional : Pengkajian yang
Skala Skala tepat tentang tanda-tanda
Indicator
awal akhir penyebaran infeksi dapat
- Klien bebas 2 5 membantu menentukan
dari tanda tindakan selanjutnya.
dan gejala b. Anjurkan kepada pasien
infeksi dan keluarga untuk selalu
- Menunjuk- 2 5 menjaga kebersihan diri
kan selama perawatan.
kemampuan Rasional : Kebersihan diri
untuk yang baik merupakan salah
mencegah satu cara untuk mencegah
timbulnya infeksi kuman.
infeksi. c. Lakukan perawatan luka
- Menunjuk- 2 5 secara aseptik.
kan perilaku Rasional : untuk mencegah
hidup sehat kontaminasi luka dan
penyebaran infeksi.

Indicator skala: d. Anjurkan pada pasien agar


1. Tidak pernah menunjukkan menaati diet, latihan fisik,
2. Jarang menunjukkan pengobatan yang
3. Kadang menunjukkan ditetapkan.
4. Sering menunjukkan Rasional : Diet yang tepat,
5. Selalu menunjukkan latihan fisik yang cukup
dapat meningkatkan daya
tahan tubuh, pengobatan
yang tepat, mempercepat
penyembuhan sehingga
memperkecil kemungkinan
terjadi penyebaran infeksi.
e. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian
antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika
dapat menbunuh kuman,
pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula
dalam darah sehingga
proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8. Jakarta:
EGC

Doengoes, M.E, dkk. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Hohenfellner, Markus, Richard. Emergencies and Urology. London : Springer. 2006. 50-140

Long, B.C. 2006. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Alih
Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran. Bandung:
YPKAI

Mansjoer, Arif, dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius

Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Prince A Sylvia. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat.
Jakarta: EGC.

Tjokroprawiro, A.. 2005. Diabetes Mellitus, Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi,Edisi 3.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai