1. Pengertian
sehingga menimbulkan kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) pada belahan tubuh
sisi kontralateral. Pada tahap pertama hemiparesis karena lesi kontralateral sesisi, otot-
otot wajah yang berada di atas fisura palpebrale masih dapat digerakkan secara wajar.
Hemiparese merupakan akibat lanjut dari stroke. Stroke adalah kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak.
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah
kebagian otak (Brunner & Sudarth, 2000 dalam Veni Wulandari, 2009). Stroke adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Elizabeth J. Corwin, 2002
dalam Veni Wulandari, 2009). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung
24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh
peredaran darah otak non traumatik. Definisi stroke menurut WHO (2006) dalam Afans
(2008) adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global,
yang berlangsung dengan cepat dan lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian,
2. Etiologi
Dilihat dari etiologi stroke dapat dibagi dalam golongan besar yaitu stroke
haemoragik (perdarahan) dan stroke non haemoragik (infark ishkemia). Etiologi yang
b. Sclerosis Monckeberg (ditandai oleh pengapuran pada tunika media pembuluh darah
arteria) ;
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis atau perdarahan pada
ateroma.
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian
a. Keadaan arteri, arteri dapat menyempit oleh proses atherosclerosis atau tersumbat oleh
b. Keadaan darah, keadaan darah dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen.
c. Kelainan jantung, bila denyut jantung tidak teratur dan tidak efisien (misalnya pada
fibrilasi, blok jantung) maka curahnya akan menurun dan mengakibatkan aliran darah
diotak mengurang (iskemia). Jantung yang sakit dapat pula melepaskan embolus yang
menjadi :
a. Transient ischemik attack (TIA), serangan stroke sementara yang berlangsung kurang
dari 24 jam.
d. Completed stroke ; kelainan neurologis sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
of Neurological Disorders Stroke Part III (NINDS III) dalam R Sujito (2007), dibagi
b. Cardioemboli
c. Lakunar
dan artheritis sebagai akibat dari arteritis temporalis. Iskemik otak adalah kelainan atau
gangguan suplai darah ke otak yang membahayakan fungsi saraf tanpa memberi
perubahan yang menetap. Infark pada otak timbul karena iskemia otak yang lama dan
Gangguan aliran darah otak akan menimbulkan perbedaan daerah jaringan otak
yaitu :
a. Pada daerah yang mengalami hipoksia akan timbul edema sel otak dan bila
b. Daerah sekitar infark menimbulkan daerah penumbra iskemik dimana sel masih hidup
c. Daerah diluar penumbra akan timbul edema lokal atau hiperemia berarti sel masih
Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila tekanan
Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh serebral akan menjadi
vasodilatasi. Dengan demikian, aliran darah ke otak tetap konstan. Walaupun terjadi
penurunan tekanan darah sistemik sampai 50 mmHg, autoregulasi arteri serebral masih
mampu memelihara aliran darah ke otak sehingga tetap normal. Batas atas tekanan darah
sistemik yang masih dapat ditanggulangi oleh autoregulasi ialah 200 mmHg untuk
tekanan sistolik dan 110-120 mmHg untuk tekanan diastolik. Ketika tekanan darah
pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot
pembuluh serebral. Akibatnya, diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi
tetap. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau
berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila
terjadi penurunan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak
adekuat. Hal ini akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan
tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi.
Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan perdarahan pada otak (Hariyono,
Adanya penyumbatan atau perdarahan pada cabang kortikal a.cerebri media dapat
menyebabkan kelumpuhan pada bagian bawah wajah sisi kontralateral, lidah belahan
kontralateral, dan otot-otot leher sisi kontralateral. Jika terjadi tumor di sekitar falx
cerebri yang dapat menekan pada kedua sisi korteks piramidalis, maka kedua daerah
UMN pada kedua tungkai (paraplegia). Lesi yang merusak korteks piramidalis jarang
terbatas pada area 4 saja, melainkan melibatkan area 6 dan 8 (daerah di depan dan di
belakangnya). Dalam hal itu gejala pengiringnya bisa berupa hipestesia atau gangguan
kelumpuhan UMN pada belahan tubuh sisi kontralateralnya. Jika tingkat kerusakan pada
kapsula interna hampir selamanya disertai hipertonia yang khas. Tergantung pada arteri
yang tersumbat, maka lesi vaskular yang merusak kapsula interna dapat melibatkan
bangunan-bangunan fungsional lainnya juga, yaitu radiasio optika, nucleus kaudatus dan
putamen. Oleh karena itu, hemiplegia akibat lesi kapsular memperlihatkan tanda-tanda
kelumpuhan UMN yang dapat disertai oleh rigiditas, atetosis, distonia, tremor dan
hemianopia. Jika tingkat kerusakan pada level batang otak yang melibatkan jaras
Sindrom ini terdiri atas kelumpuhan UMN yang melanda otot-otot belahan tubuh
kontralateral yang berada di bawah tingkat lesi, sedangkan setingkat lesinya terdapat
kelumpuhan LMN yang melanda otot-otot yang dipersarafi oleh saraf cranial.
4. Gambaran Klinis
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisinya. Gejala
utama stroke iskemik akibat trombosis serebri adalah timbulnya defisit neurologik secara
mendadak, didahului gejala prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan
Komplikasi cacat akibat stroke berdasarkan gangguan neurologi fokal otak dapat
berupa :
pada satu extremitas atau separuh tubuh, mulut dan atau bibir mencong, lidah
mencong, pelo, melihat dobel (diplopi), kelopak mata sulit di buka (ptosis), gerakan
bisa memahami bicara orang (afasia sensorik), tidak dapat mengerti apa yang dilihat
d. Gangguan psikiatris : mudah menangis (force crying), mudah tertawa (force laughing),
informasi secara efisien dan terarah, dan juga paisen mengalami kesulitan dalam
5. Gangguan Motorik
Seluruh reaksi keseimbangan dan serangkaian gerakan harmonis yang halus sangat
bergantung pada tonus postural yang normal. Koordinasi gerakan dan variasi postur yang
diperlukan untuk skill fungsional juga bergantung pada kemampuan bergerak secara
selektif pada bagian tubuh yang diperlukan dalam tugas fungsional, sementara
menginhibisi aktivitas dari bagian tubuh lainnya. Inhibisi pada otot yang over-aktivitas
merupakan salah satu peran yang paling penting dalam Susunan Saraf Pusat (SSP),
semenjak rasio jalur inhibitor sebanding dengan jalur eksitator dalam batang otak dan
spinal cord. Setiap skill fungsional dapat dikatakan dikelilingi oleh “dinding inhibisi”.
(Kottke, 1978) Ketika skill fungsional yang baru terbentuk maka inhibisi meningkat pada
Selektifitas terhadap aksi otot yang normal merupaan fungsi dari korteks motorik
yang dituntun dari proprioceptif feedback. Anak yang baru lahir memiliki level over-
aktivitas yg tinggi pada kontrol motoriknya. Pada saat terjadi kematangan, over-
aktivitas tersebut akan hilang dan tidak ada sama sekali pada orang dewasa.
Refleks postural masih dapat diobservasi pada manusia normal meskipun telah
terjadi modifikasi dan perubahan oleh aktivitas pusat atas SSP. Kerusakan pada pusat
atas atau pusat intermediate dari SSP (otak dan batang otak) dapat menyebabkan
abnormalitas performa motorik dengan melepaskan aktivitas pusat bawah yang tidak
rusak dari kontrol sehingga lebih banyak membangkitkan bentuk gerakan yang baru.
geraknya maka terjadi pola stereotip dengan massa sinergis yang total primitif dimana
menurut Perry (1969) dianggap sebagai respon pola primitif. Gerakan sinergis ini
berbeda dengan pola refleks spastisitas sebagai contoh bayi yang bergerak dengan
massa sinergis yang primitif tetapi tidak mengalami spastisitas. Beberapa pasien
hemiplegia tidak memiliki hipertonus yang berlebihan namun tidak mampu untuk
melakukan gerakan tertentu yang selektif atau gerakan yang terisolir. Pada kondisi ini
terapis dapat menggerakkan anggota geraknya secara pasif dalam arah yang sama dan
sensorik. Bagaimanapun juga respon pola primitif digambarkan sebagai aksi volunter
pada saat pasien hemiplegia ingin melakukan tugas fungsional. Sinergis ini dianggap
sebagai pola stereotipe karena otot-otot yang berpartisipasi dalam pola gerakan dan
kekuatan memiliki respon yang sama terhadap setiap usaha. Dapat dikatakan bahwa
setiap pasien yang bergerak menggunakan massa sinergis primitif juga akan memiliki
tonus yang abnormal dan setiap pasien yang memiiki tonus yang abnormal akibat lesi
SSP juga akan bergerak tanpa seleksi penuh dari sistem saraf pusat.
a) Fleksor sinergis
Elbow Fleksi
Wrist Fleksi
Karena hipertonus maka fleksi senergis biasanya akan muncul yang disertai
b) Ekstensor sinergis
Wrist Extensi
a) Fleksor sinergis
Knee Fleksi
Karena hipertonus maka jari-jari kaki biasanya fleksi sedangkan ibu jari kaki
mengalami ekstensi.
b) Ekstensor sinergis
Knee Ekstensi
Variasi yang besar dan kombinasi pola gerakan yang diperlukan untuk skill
fungsional sangat bergantung pada kemampuan suatu otot atau grup otot untuk
berfungsi sebagai bagian dari sejumlah pola gerakan dan tidak hanya sebagai bagian
dari salah satu atau dua pola gerakan (B. Bobath 1978). Pada kerusakan SSP seperti
stroke, pusat atas dari SSP (otak) yang mengandung pola gerakan kompleks dan
fasilitasi untuk inhibisi pola gerakan yang kasar akan mengalami kehilangan kontrol
dan tidak terkontrol atau terkontrol secara parsial sehingga muncul pola stereotip dari
Secara umum, gangguan fungsi akibat hemiplegi post stroke adalah sebagai berikut:
a. Gangguan mental dan intelegensi mental penderita pada umumnya, labil, kadang
b. Lemah separuh badan mulai dari wajah, lengan, badan dan tungkai.
d. Gangguan keseimbangan dan koordinasi gerak dalam berbagai posisi dari tidur ke
f. Gangguan aktivitas sehari-hari dalam hal aktivitas makan minum, kamar mandi,
sehari-hari, sebagian besar aktivitas tersebut dikelompokkan secara bersamaan yaitu : fungsi
extremitas atas, fungsi oro-facial, tugas-tugas motorik dalam posisi duduk dan berdiri, duduk
ke berdiri dan berdiri ke duduk, serta berjalan. Duduk dari posisi tidur terlentang merupakan
petunjuk untuk membantu pasien memperoleh lebih awal postur tegak setelah stroke pada
langkah (lihat tabel 2.1) dan didahului oleh gambaran tentang aktivitas normal mencakup
Terapist dapat memulai suatu tahap pengobatan dengan bagian apapun atau komponen
dari bagian tersebut paling cocok bagi pasien. Bagaimanapun juga, setiap tahap pengobatan
MRP dapat dimulai secepat mungkin bila pasien secara medis dianggap stabil.
Sebaiknya pasien dibatasi pada bed saja selama jangka waktu yang pendek setelah stroke.
Pasien sebaiknya memulai pengobatan dengan bagian-bagian dari program MRP sebagai
contoh fungsi oro-facial, fungsi extremitas atas dan ekstensi hip untuk persiapan berdiri.
Tabel 2.1
Empat langkah atau tahap dalam Motor Relearning Programme
No Tahap/Langkah Komponen
.
1. Tahap I Analisis Tugas :
Observasi
Membandingkan
Analisis
2. Tahap II Latihan pada komponen-komponen yang hilang :
Penjelasan - identifikasi tujuan akhir
Instruksi
Latihan + verbal dan visual feedback + tuntunan manual
3. Tahap III Latihan pada tugas-tugas fungsional :
Penjelasan - identifikasi tujuan akhir
Instruksi
Latihan + verbal dan visual feedback + tuntunan manual
Re-evaluasi
Anjuran fleksibilitas
4. Tahap IV Transfer training :
Kesempatan untuk latihan sesuai pola yang benar
Konsistensi latihan
Organisasi latihan yang dimonitor sendiri
Lingkungan pembelajaran yang terstruktur
Keterlibatan staff/petugas
Sumber : Janet H. Carr, 1998
MRP merupakan suatu program yang diperuntukkan untuk memperoleh kembali
kontrol motorik melalui tugas-tugas motorik. Dengan kata lain, training fungsional
merupakan remedial itu sendiri. Bagaimanapun juga, metode yang lain untuk mengaktivasi
otot-otot dan tugas-tugas motorik, metode yang memberikan bukti/fakta bahwa pendengaran
biofeedback) dan yang membantu pasien untuk mengkontraksikan otot yang sebelumnya
flaccid atau menginhibisi otot yang overaktif, mungkin digunakan dalam kaitannya dengan
program MRP.
Informasi dari penelitian tentang perilaku motorik tidak akan meragukan lagi sehingga
metode training kontrol motorik dapat menjadi lebih spesifik daripada metode yang ada.
Sebagai contoh, penelitian baru-baru ini tentang fungsi otak menunjukkan bahwa terdapat
interaksi yang kompleks antara 2 hemisphere cerebral. Jika hemisphere kanan dianggap
sebagai minor hemisphere dan terdapat gambaran dominan sederhana yang menunjukkan
dominan secara total pada salah satu hemisphere, maka sekarang dapat dipahami bahwa
setiap hemisphere memiliki fungsi-fungsi khusus dan kedua hemisphere tersebut akan
bekerja secara bersamaan untuk menyempurnakan satu sama lain. Istilah “dominan”
hemisphere kanan dianggap dominan dalam hal fungsi visuospatial, dan hemisphere kiri
dalam hal bahasa. Suatu pemahaman tentang fungsi tersebut dimana setiap hemisphere
memiliki dominasi dan suatu pemahaman tentang cara dimana kedua hemisphere dapat
berinteraksi dan menyempurnakan satu sama lain dalam organisasi perilaku yang akhirnya
motorik) sehingga terapis dapat berkonsentrasi dengan pasien tertentu. Tentu saja, dalam
penatalaksanaan program ini terapis harus mempertimbangkan adanya gangguan dari
Variasi dari bagian-bagian program akan terbentuk pada tahap pengobatan sehari-hari,
dimana berkisar dari ½ jam dalam 2x sehari pada beberapa hari pertama sampai tahap 1 jam
setiap hari atau yang lebih baik dari itu. Bagaimanapun juga, agar terjadi pembelajaran,
tugas-tugas motorik pasien yang telah dilatih oleh terapis akan membutuhkan latihan diluar
tahap pengobatan, dan dianjurkan partisipasi penuh dari pasien untuk menghasilkan
feedback yang konsisten dan diperlukan suatu bantuan. Suatu rutinitas atau latihan tertentu
yang dilakukan melalui tahap pengobatan sampai rest (istirahat) adalah hal yang esensial
Rencana pengobatan berdasarkan pada 4 langkah yang terlihat pada tabel diatas.
Langkah pertama melibatkan analisis performa pasien atau usaha pasien untuk melakukan
tugas-tugas motorik dan problem-problem yang berkaitan dengan performa tersebut. Hal ini
komponen-komponen yang esensial. Terapis menggunakan daftar ini sebagai model dari
tugas-tugas motorik dan sebagai kerangka kerja (framework) untuk menganalisis dan
mengetahui bahwa suatu perubahan dalam gerakan angular suatu sendi akan dikompensasi
oleh perubahan pada sendi lain. Terapis akan mengobservasi apakah dapat mencapai tujuan
akhir dan menganalisis tujuan mana yang tercapai, perhatikan adanya komponen-komponen
yang hilang atau timing yang tidak tepat dari komponen tersebut dalam pola sinergis, tidak
adanya aktivitas otot, adanya aktivitas otot yang berlebihan atau tidak tepat serta adanya
Sebagai contoh, dalam analisis berdiri ditemukan bahwa kenapa terjadi hiperekstensi
knee pada saat menumpu berat badan ? Apakah problem ini akibat hilangnya kontrol dari
otot quadriceps pada 0 - 15o extensi (level neural) ? Apakah hilangnya kontrol ini berkaitan
dengan aktivitas otot yang tidak perlu seperti hiperaktivitas plantarfleksor ? Apakah posisi
kneenya akibat abnormal alignment hip (terjadi fleksi yang berlebihan) atau akibat kneenya
terdorong ke belakang extensi secara pasif oleh terapis saat membantu berdiri (level
kinematik) ? Apakah posisi kneenya disebabkan oleh pemendekan otot betis (level
muskular) ? Terapis harus dapat membedakan antara problem primer dan problem yang
bersifat sekunder (kompensasi) agar dapat membuat keputusan yang tepat tentang problem-
Dengan demikian, hanya dengan melakukan seluruh analisis pada setiap tugas-tugas
motorik dan problem yang berkaitan mencakup faktor anatomi, biomekanik, fisiologis dan
perilaku, maka terapis akan mampu membuat keputusan yang tepat tentang intervensinya.
Pasien juga dianjurkan untuk berpartisipasi dalam analisis performanya sehingga dapat
melihat apakah atau tidak dia dapat mendeteksi problem gerakannya sendiri. Jika pasien
berpartisipasi dengan cara ini, maka dia akan memahami latihan yang dilakukan dan apa
yang dicapai.
extremitas atas dan aktivitas berjalan yang akan dijelaskan dibawah ini.
1. Extremitas Atas
pada anggota gerak atas. Tugas-tugas motorik yang dihasilkan oleh anggota gerak atas
derajat kebebasan gerak dan problem gerakan spesifik. Dalam kehidupan sehari-hari,
tujuan akhir dari gerakan lengan adalah peletakan tangan (memposisikan tangan)
sebagai contoh menunjuk, meraih, atau memindahkan obyek yang dipegang. Salah
1) Memegang dan melepaskan obyek yang berbeda yaitu berbeda bentuk, ukuran,
berat, susunan
2) Memegang dan melepaskan obyek yang berbeda dengan posisi lengan yang
6) Mencapai sesuatu dalam seluruh arah (di depan, belakang, diatas kepala, dan lain-
lain).
memegang dan tangan yang lain bergerak, atau kedua tangan melakukan gerakan
yang sama, atau kedua tangan melakukan gerakan yang berbeda-beda (pemain
piano).
mengontrol beberapa sendi dan otot sehingga membentuk rantai biokinematik multi-
link seperti gerakan pada lengan. Lebih jauh, beberapa derajat kebebasan gerak
terlaksana (sendi, otot, motor unit) dalam cara yang berbeda sesuai dengan tugas
fungsional seseorang.
fungsional. Lebih spesifik, tangan itu sendiri terbentuk oleh objek yang dipegang.
Sebagai contoh, bentuk gelas dan level air didalamnya dapat menentukan genggaman
tangan, dan ditambah pula lokasi mulut dapat menentukan bagaimana tangan bergerak
melalui suatu ruang/space, besarnya rotasi shoulder dan lengan bawah. Tangan akan
terbentuk pada suatu objek karena sifat objek dan penggunaan tangan. Aktivasi otot
Ada prasyarat tertentu untuk penggunaan yang efektif pada anggota gerak atas
yaitu :
3) Informasi sensorik.
kami meminta seseorang untuk melihat apa yang dia lakukan, maka kami berharap dia
dapat mengambil informasi tentang objek dan lingkungan yang akan membantu dia
melakukan tugas-tugas motorik. Informasi taktil diperoleh dari rasa objek pada tangan,
mengenal sifat alamiah objek (ukurannya, bentuknya, komposisi dan teksturenya) dan
tangan yang berhubungan satu sama lain dan posisinya dalam ruang/space. Aspek
posisi jari-jari) dan pengetahuan tentang counterpressure pada ujung jari tangan.
b. Komponen-komponen Esensial
aktif akan memberikan performa pada beberapa aktivitas yang berbeda. Oleh karena
itu komponen otot-sendi dianggap sebagai bagian penting dalam beberapa sinergis
fungsional yang melibatkan tugas-tugas motorik setiap hari. Memang, performa dari
1) Lengan
objek adalah :
a) Abduksi shoulder
b) Fleksi shoulder
c) Ekstensi shoulder
2) Tangan
Fungsi utama tangan adalah memegang, melepas dan memanipulasi objek
c) Abduksi palmar dan rotasi (opposisi) pada carpometacarpal joint ibu jari
d) Fleksi dan rotasi (opposisi) pada jari-jari tangan kearah ibu jari.
motorik pada anggota gerak atas. Bagaimanapun juga, saat terlihat adanya flaccid pada
lengan maka pemulihan aktivitas motorik dapat ditemukan jika terapis memahami
fungsi otot dengan cukup baik sehingga mampu secara aktif untuk mendeteksi besar
kecilnya aktivitas otot. Dengan kata lain, otot yang nampak tidak berfungsi akan
tujuannya atau mengubah lamanya otot berkontraksi. Terapis harus menata kondisi-
kondisi yang diperlukan untuk aktivasi otot. Penggunaan EMG untuk memonitor
aktivitas dan memberikan feedback bagi pasien dan terapis merupakan tahap awal
yang esensial.
Analisis aktivitas otot disekitar shoulder dapat dibentuk saat pasien tidur
terlentang sampai pasien dapat mengontrol shouldernya dalam posisi duduk tanpa
gerakan kompensasi yang berlebihan. Aktivitas otot pada tangan dianalisis dengan cara
yang sama tetapi saat pasien duduk dengan tangan pada meja.
dengan beberapa otot menunjukkan aktivitas yang minim dan aktivitas yang
berlebihan lainnya.
1) Lengan
a) Gerakan scapula yang jelek (khususnya lateral rotasi dan protraksi) dan depresi
b) Kontrol otot yang jelek pada glenohumeral joint, yaitu hilangnya abduksi dan
c) Fleksi elbow, internal rotasi shoulder, dan pronasi lengan bawah yang
berlebihan.
2) Tangan
serta hilangnya longus fleksor jari tangan yang berfungsi untuk fleksi wrist dan
jari-jari tangan.
b) Kesulitan ekstensi dan fleksi metacarpophalangeal joint dengan beberapa fleksi
pada interphalangeal joint untuk posisi jari-jari tangan dalam memegang dan
melepas objek.
c) Kesulitan abduksi dan rotasi ibu jari untuk memegang dan melepas objek.
e) Ekstensi jari-jari tangan dan ibu jari yang berlebihan dalam pelepasan objek
menggerakkan lengan.
Ditambah pula, ada 5 akibat lanjut dari stroke yang umum dimana
sederhana. Gangguan fungsional yang besar pada salah satu anggota gerak seringkali
umumnya tidak berhasil, dimana pasien tidak pernah menilai efektif penggunaan
lengan dan beberapa diantaranya berkembang nyeri hebat pada shoulder. Hal ini
Aktivitas motorik biasanya dapat dimunculkan lebih awal saat pasien tidur
terlentang dengan lengan elevasi. Seringkali, otot-otot dapat diaktifkan lebih awal
dengan kontraksi eksentrik yang lebih baik daripada kontraksi konsentrik, dan pada
panjang otot tertentu. Hal ini sulit bagi pasien yang mengaktifkan otot-otot disekitar
shoulder dengan lengan disamping tubuh baik saat duduk maupun tidur, sebagaimana
mekanikal.
normal. Setiap otot atau fungsi beberapa otot dengan otot lainnya dalam pola sinergis
yang beragam, bergantung pada tugas-tugas motorik yang dilakukannya. Oleh karena
itu, akibat stroke otot dapat diaktifkan sebagai bagian dari salah satu sinergis tertentu
sebelum dapat diaktifkan sebagai bagian lainnya. Sama halnya, jika otot tidak dapat
sinergis.
Pada tahap awal setelah stroke, terlihat adanya aktivitas motorik yang minimal
atau tidak ada sama sekali pada anggota gerak atas. Objektivitasnya adalah untuk
tertentu untuk berkontraksi secara normal dalam tugas-tugas motorik tertentu, untuk
melakukan latihan pasif (PROMEX) untuk memelihara ROM sendi, karena beberapa
aktivitas yang dijelaskan dibawah ini akan memiliki efek pemanjangan otot yang
dipertahankan dalam posisi memendek secara habitual. Berikut ini hal-hal yang harus
awal setelah stroke. Gerakan tangan harus dilatih dengan benar sampai terjadi
beberapa peneliti. Pemulihan tidak perlu terjadi dari proksimal ke distal, melainkan
kontrol shoulder.
2) Tugas-tugas motorik yang melibatkan fungsi anggota gerak atas terbentuk dari
kombinasi yang kompleks dari aksi otot. Secepatnya aksi otot yang terisolir
sadar oleh pasien. Hal ini mencakup gerakan-gerakan pada sisi tubuh yang normal
dan aktivitas otot pada lengan yang lumpuh/lemah yang tidak diperlukan untuk
gerakan atau aktivitas tertentu harus dilatih. Eliminasi aktivitas otot yang tidak
perlu merupakan bagian dari perkembangan kontrol motorik, dan pada kasus
aktivitas otot yang tidak perlu dari lengan yang lumpuh harus diminimalisasi
4) Pola gerakan kasar yang dikontrol terapis pada anggota gerak atas harus dihindari
karena tidak akan memberikan kesadaran bagi pasien adanya aktivitas otot yang
minimal dan hanya akan cenderung otot yang lebih aktif berkontraksi (biasanya
otot yang terbesar. Sebagai contoh, dalam posisi tidur terlentang lengan difleksikan
6) Hal ini penting bahwa terapis tidak memegang anggota gerak dengan sangat kuat
sejak secara aktual dapat mencegah pasien dari aktivitas otot. Ditambah pula,
anggota gerak yang tidak ditopang oleh aktivitas otot yang cukup harus dilatih
kembali. Tuntutan manual yang diperlukan ketika terdapat aktivitas otot yang tidak
7) Jika otot tidak berkontraksi dalam kondisi tertentu, maka diperlukan variasi kondisi.
berkontraksi secara konsentrik melalui seluruh ROMnya tidak akan diberikan jika
bergerak tidak alamiah dimana perubahan anggota gerak berhubungan dengan gaya
gravitasi. Sebagai contoh perubahan aktivitas otot terjadi pada akhir gerakan ketika
lengan digerakkan dari sisi tubuh ke atas kepala dalam posisi tidur terlentang.
9) Tujuan akhir harus diidentifikasi dengan jelas dan pasien akan mengetahui apakah
atau tidak pasien mampu mencapainya. Sama halnya, pasien tidak dianjurkan untuk
latihan gerakan yang tidak memiliki signifikansi fungsional. Sebagai contoh pasien
tidak akan diberikan latihan rubber ball (bola karet) karena kebiasaan aktivitas
fleksor, yang biasanya dikombinasikan dengan fleksi dan pronasi wrist, oleh karena
10) Overaktivitas otot yang stereotyp dan pemendekan otot dapat mempengaruhi
latihan gerakan lengan dan hal ini tidak dapat diatasi dengan kontrol volunter.
melalui aplikasi tugas-tugas motorik anggota gerak atas. EMG feedback juga
11) Terapis tidak akan menggunakan istilah strengthening otot pada sense yang
otot dan melatih kontrol aktivitas untuk tugas-tugas motorik yang spesifik. Pada
saat pasien latihan pada tugas-tugas yang beragam, pasien akan memperoleh
kekuatan otot yang tepat dan endurance yang relatif mudah, dimana pasien
diberikan kesempatan untuk bekerja ototnya sampai titik kelelahan otot yang
12) Tugas-tugas yang melibatkan kedua lengan akan diperkenalkan secepat mungkin.
bagian dari salah satu sinergis yang mencakup memanipulasi objek, dan tugas-
pembelajaran.
13) Meskipun hal ini berguna dengan melakukan gerakan tertentu secara pasif agar
dapat memberikan ide gerakan bagi pasien, gerakan pasif yang terus menerus
dapat mencegah pasien dari pemunculan aktivitas otot yang dapat mempengaruhi
usaha pasien. Ditambah pula, gerakan pasif membuat kesulitan bagi terapis untuk
mengenal aktivitas otot yang terjadi dan feedback bagi pasien dimana informasi
ini penting bagi proses pembelajaran. Gerakan pasif sedikit berperan dalam
meningkatkan motor learning semenjak informasi yang berasal dari gerakan pasif
berbeda dengan informasi dari gerakan aktif. Memang, anggota gerak perlu
e. Prosedur Pelaksanaan
1) Untuk memunculkan aktivitas otot dan melatih kontrol motorik untuk mencapai dan
menunjuk
a) Teknik 1 :
posisi yang diinginkan selama beberapa usaha yang pertama. Jangan biarkan
b) Teknik 2 :
kearah bantal.
dengan lembut dan perlahan, jangan biarkan tangan langsung jatuh, kemudian
c) Teknik 3 :
Posisi pasien tidur terlentang, terapis mengangkat lengan pasien dan
Jangan biarkan lengan bawah pronasi, fleksi elbow, atau internal rotasi
d) Teknik 4 :
Duduk dengan lengan diatas meja, pasien melatih mencapai gerakan ke depan
dan keatas.
Pasien harus melatih didalam ROMnya dan dapat melatih kontrol motorik,
abduksi atau fleksi shoulder. Jangan biarkan fleksi elbow kecuali diperlukan
2) Untuk memunculkan aktivitas otot dan melatih kontrol motorik untuk manipulasi
a) Teknik I :
Pasien duduk dengan lengan tersanggah diatas meja, lengan bawah dalam
b) Teknik II
objek.
Tujuan dapat diubah dengan pasien mendorong objek disepanjang meja, yang
c) Teknik III
menyentuh meja.
Jangan biarkan lengan bawah terangkat dari meja kecuali diperlukan oleh
2. Berjalan
melalui space dengan berbagai cara dan memerlukan pengeluaran energi yang
minimal. Hal ini memerlukan aktivitas otot yang kecil serta berirama dan simetris
secara alamiah. Orang dewasa yang berjalan normal akan mengambil langkah sekitar
100 langkah per menit. Berjalan merupakan fungsi yang kompleks, meskipun
beberapa penelitian biomekanis dan elektromyography belum ada gambaran yang jelas
Level berjalan pada makhluk hidup berkaki dua adalah gerakan yang sangat
instabil. Hal ini disebabkan karena adanya gaya gravitasi yang besar dan gaya
momentum ke depan sementara tubuh disanggah oleh satu kaki selama 80% siklus
Simpanan energi dan recovery adalah efisien dalam pola berjalan normal
karena adanya hubungan yang erat antara kontraksi otot dengan perpindahan tubuh
dan segmen anggota gerak serta jangka waktu yang singkat selama otot aktif. Faktor-
faktor ini juga memastikan bahwa berjalan adalah berirama dan alamiah.
berjalan normal sehingga muncullah suatu gagasan bahwa lokomosi mungkin dapat
disempurnakan dengan rangkaian “rantai refeks” dimana input sensorik dari bagian
siklus langkah tertentu akan memicu bagian siklus berikutnya melalui aksi refleks.
Namun demikian pada tahun 1911, Graham Brown menjelaskan bahwa gerakan
berjalan bukan berasal dari refleks tetapi dibangkitkan oleh beberapa neuron yang
(bukan komponen penting) untuk pola motorik fundamental tetapi penting untuk
Pandangan ini masih dianggap benar secara esensial ; kearah sentral terdapat susunan
neuron yang dinamakan generator pola sentral atau oscillator neural, yang dapat
Untuk tujuan tersebut maka berjalan dapat dibagi kedalam stance phase (fase
menumpuh) dan swing phase (fase mengayun), meskipun juga terdapat tumpuan ganda
Fase ini mulai dari heel strike (tumpuan tumit) dengan ciri khas plantarfleksi
kemudian dorsifleksi ankle, fleksi knee yang diikuti dengan ekstensi knee dimana
fleksi knee terjadi pada akhir fase ini. Komponen-komponen ini memungkinkan
pusat gravitasi akan bergeser ke depan. Ekstensi hip pada akhir stance phase secara
esensial muncul pada awal swing phase sehingga menghasilkan perpindahan fase
berjalan dalam pola yang halus. Pada saat berat tubuh bergeser ke depan dan ke
lateral, maka pelvis dapat dicegah dari drop ke bawah pada sisi kontralateral oleh
adanya kontraksi abduktor hip dari tungkai yang menumpuh dan lateral fleksor
trunk dari sisi yang tidak menumpuh. Oleh karena itu, knee dari tungkai yang
mengayun harus selalu fleksi agar terjadi pemendekan tungkai dan memungkinkan
untuk tahap fase mengayun selanjutnya. Kontraksi abduktor hip dari tungkai yang
berdiri (yang menumpuh) juga berperan untuk mengontrol besarnya pelvis bergeser
ke samping, dengan kontraksi yang minimal sesuai dengan aksi yang dibutuhkan
berlebihan juga dapat dikoreksi dengan adanya sudut tibio-femoral ; abduksi tibia
yang relatif terhadap femur terjadi pada saat knee ekstensi dan femur adduksi pada
hip.
Fleksi knee yang dini pada awal swing phase dapat menurunkan moment
fleksor hip yang diperlukan. Sebenarnya, knee harus fleksi secara sempurna pada
saat fleksi hip, dimana kombinasi fleksi hip dan knee dapat memendekkan tungkai
serta menghasilkan ayunan kaki yang jelas ke lantai menyertai toe-off. Dengan
demikian, ciri khas dari awal swing phase adalah fleksi hip, disempurnakan dengan
fleksi knee dan dorsifleksi ankle. Tahap akhir swing phase terdiri dari ekstensi knee
sebelum heel strike, dan dorsifleksi ankle yang mengakhiri fase ini sebelum heel
strike.
tubuh seluruhnya ke depan oleh adanya gerakan pada ankle dan hip. Stabilitas
tubuh pada keseluruhan fase berjalan berkaitan dengan lebarnya dasar tumpuan.
Meskipun posisi kedua kaki terpisah beberapa inchi pada saat berdiri normal, tetapi
posisi kaki akan melibatkan perpindahan pelvis kearah lateral horisontal yang
berlebihan jika dilakukan berjalan. Malahan, kedua kaki saling bekerja sama untuk
lateral secara minimum sementara pada saat yang sama akan memberikan stabilitas.
trunk dan leher untuk mempertahankan balance. Tuntutan ini diminimalkan selama
berjalan dengan kecepatan sedang (rata-rata) tetapi menjadi lebih dibutuhkan jika
lebih banyak balance tetapi juga dapat menyebabkan variasi dalam pola berjalan
kecepatan tinggi.
Pada berjalan normal, rotasi pelvis terjadi pada bidang horisontal tetapi
besarnya rotasi ini kecil (hanya 4o pada salah satu sisi dari axis central), maksimum
penyimpangannya (rotasi yang besar) terjadi pada heel strike. Rotasi pelvis ini
bahwa tidak adanya rotasi pelvis pada beberapa pasien maka secara signifikan
memiliki korelasi yang positif antara panjang langkah dan rotasi. Meskipun
Saunders et al menjadikan rotasi pelvis sebagai penentu utama dari berjalan, tetapi
Pelvis merupakan struktur yang kaku sehingga rotasi pelvis terjadi pada hip
joint dan sendi-sendi vertebra. Hip joint berotasi kearah internal selama swing
phase sampai posisi full weight-bearing (FWB) selama stance phase tercapai ketika
penyimpangan rata-rata 3o, dengan maksimum anterior tilting terjadi sebelum heel
strike dan maksimum posterior tilting terjadi pada awal stance phase.
Ayunan lengan selama berjalan adalah relaks dan diseimbangkan oleh adanya
kecenderungan trunk berotasi jauh dari tungkai yang menumpuh. Sebagai contoh,
pada saat tungkai kanan mengayun ke depan, pelvis cenderung berotasi kearah sisi
kiri. Hal ini diseimbangkan oleh adanya gerakan ke depan dari shoulder kiri disertai
a) Ekstensi hip secara keseluruhan (perpindahan angular terjadi pada ankle serta
hip).
b) Pergeseran horisontal lateral dari pelvis dan trunk (secara normal sekitar 4 – 5
cm (1,5 – 2 inchi).
c) Fleksi knee (sekitar 15o) pada awal heel strike, diikuti dengan ekstensi kemudian
b) Lateral pelvic tilting kearah bawah (sekitar 5o) dalam bidang horisontal pada toe-
off.
c) Fleksi hip.
d) Rotasi pelvis ke depan pada tungkai yang mengayun ke depan (3 o – 4o pada salah
e) Ekstensi knee plus dorsifleksi ankle dengan cepat sebelum heel strike.
d. Berjalan ke Belakang
Berat tubuh tidak bergeser ke belakang selama swing phase dalam pola yang
sama seperti tubuh bergeser saat berjalan ke depan. Suatu tumpuan yang baru
diberikan sebelum berat tubuh bergeser karena sudah menjadi sifat instabilitas dari
aktivitas ini. Selama swing phase, hip dan knee fleksi, kemudian hip akan ekstensi
dalam jarak yang pendek disertai dengan fleksi knee yang dipertahankan sampai jari-
jari kaki menyentuh lantai. Pada saat berat tubuh bergeser ke belakang maka terjadi
ekstensi hip yang lebih besar dari tungkai yang menumpuh dan ekstensi knee. Berjalan
elektromyography menunjukkan bahwa otot-otot menjadi lebih aktif pada saat berjalan
berjalan, tetapi lingkup gerak sendi pada sendi-sendi yang terlibat dan aktivitas otot
yang diperlukan berbeda dengan berjalan ke depan. Ketika kaki melangkah, terjadi
inklinasi tubuh ke depan pada ankle yang menumpuh serta pergeseran pusat gravitasi
Oleh karena itu, tidak seperti berjalan ke depan dan berjalan menaiki tangga, pusat
gravitasi dipertahankan tetap dibelakang dari tungkai yang menumpuh saat menuruni
tangga. Gerakan dilakukan oleh kontrol dari kontraksi eksentrik ekstensor hip dan
f. Analisis Berjalan
d) Pelvic tilting kearah bawah yang berlebihan pada sisi yang sehat kaitannya
dengan pergeseran pelvic ke lateral yang berlebihan pada sisi yang lumpuh.
c) Menurunnya ekstensi knee plus dorsifleksi ankle pada saat heel strike.
berjalan adalah sulit. Bagaimanapun juga, suatu alasan mengapa pasien tidak dapat
berjalan dalam beberapa hari pertama setelah stroke maka analisis biasanya
menunjukkan bahwa pasien tidak mampu untuk melakukan suatu komponen-
komponen esensial dari berjalan karena menurunnya aktivitas otot. Hal ini penting
bahwa terapis yang menganalisis problem dengan benar dan membuat keputusan yang
terkonsentrasi. Adapun beberapa petunjuk bagi terapis khususnya pada awal masa
1) Analisis dan latihan berjalan selalu mulai dengan tungkai yang lumpuh saat stance
phase.
2) Kesulitan memindahkan atau menggeser pusat gravitasi kearah lateral agar tungkai
5) Menurunnya fleksi knee pada toe-off merupakan problem utama, akibat usaha
6) Menurunnya aktif dorsifleksi pada akhir swing phase tidak dianggap sebagai
7) Suatu dasar tumpuan yang lebar selama latihan melangkah ke depan atau berjalan
secara prinsipal terjadi akibat keseimbangan yang jelek dan rasa takut jatuh,
sehingga harus diatasi dengan latihan balance dengan kedua kaki rapat secara
bersamaan.
Berdiri dengan hip dalam posisi alignment yang benar, kemudian pasien
pastikan terjadi ekstensi hip pada tungkai yang lumpuh saat melangkah ke
depan. Perhatian : latihan ini tidak dilakukan dengan sangat lambat atau ukuran
langkah yang sangat besar. Hal ini untuk memberikan ide didalam otak pasien
tentang berdiri dengan tungkai yang lumpuh sementara bergerak tungkai yang
sehat, dan dapat diikuti dengan meminta pasien untuk memindahkan berat
tubuhnya pada tungkai yang sehat sehingga pasien dapat start berjalan.
langkah pasien tidak kearah luar, pastikan terjadi ekstensi hip secara
keseluruhan, dan pastikan kedua hip tidak bergerak lebih dari 2 cm kearah lateral
knee yang dipertahankan lurus, terapis memberikan tekanan yang kuat melalui
tumit kearah knee sementara pasien berlatih mengontrol kontraksi eksentrik dan
berkontraksi untuk mencegah knee dari posisi fleksi. Perhatian : hal ini lebih
mudah bagi pasien untuk mengaktivasi ekstensor knee pada saat knee
dipertahanakan pada 15o atau 20o pertama, kemudian meluruskan knee beberapa
derajat secara perlahan, fleksi knee lagi, dan begitu lagi sampai pasien latihan
pada lingkup gerak 0 – 15o. Hal ini penting bahwa otot quadriceps dapat
diaktivasi.
Latihan ini diikuti dengan pasien berdiri, latihan melangkah ke depan dan
ke belakang pada tungkai yang sehat. Berdiri dengan tungkai yang sehat didepan
diatas kaki yang sehat dan ke belakang sementara ekstensi knee dari tungkai
yang lumpuh. Ukuran langkah harus kecil, pasien dapat memperoleh ide yang
harus dibawa ke depan diatas tungkai yang sehat sebagaimana pasien latihan ini,
sehingga pasien dapat berlatih mengontrol knee-nya dengan sedikit berat tubuh
melalui tungkai.
Instruksi : gerakkan hip anda ke depan pada kaki yang sehat, pertahankan
kedua knee tetap lurus. Latihan fleksi dan ekstensi knee yang lumpuh dengan
beberapa derajat dan pertahankan hip di depan sementara melakukan latihan ini.
Ada beberapa variasi latihan yang dapat mengontrol knee lebih jauh,
yaitu :
Berdiri dengan kaki yang lumpuh diatas bangku kecil, sementara pasien
menggeser berat badan dengan melangkah ke atas dan ke bawah lagi dari bangku
Instruksi : letakkan kaki anda yang lumpuh diatas bangku kecil, gerakkan
knee yang lumpuh ke depan sambil tungkai yang sehat melangkah keatas,
sekarang luruskan knee yang lumpuh. Perhatian : latihan ini merupakan teknik
yang bermanfaat untuk memperkuat otot quadriceps, tetapi hanya jika dilakukan
satu kaki ke kaki lainnya. Terapis menunjukkan dengan jari tangannya berapa
Instruksi : gerakkan berat tubuh anda pada kaki kanan (yang lumpuh),
sekarang gerakkan berat tubuh anda ke belakang pada kaki kiri (yang sehat).
kiri. Pastikan kedua hip dan knee dalam keadaan ekstensi, serta jangan
Berjalan ke samping
Perhatian : jika pasien tidak mampu mengabduksikan tungkai yang lumpuh
Kedua elbow harus ekstensi dan pasien tidak boleh menggantung disekitar leher
terapis.
Instruksi : angkat kaki anda ke samping, berdiri dengan tungkai kanan dan
melangkah ke samping dengan kaki kiri kemudian berdiri dengan tungkai kiri,
dan sekarang kedua kaki rapat secara bersamaan. Pastikan kedua shoulder tetap
simetris, kedua hip tetap alignment dengan ankle, melangkah ke samping secara
progresif dan tidak secara diagonal. Berjalan ke samping sepanjang garis dapat
menuntun pasien, dan pasien tidak harus memindahkan pelvisnya sangat jauh
kearah lateral.
Untuk memunculkan aktivitas fleksor knee maka pasien dalam posisi tidur
lingkup gerak sendi yang kecil, pertahankan knee pada titik LGS yang berbeda
Perhatian : pada saat knee dalam posisi 90o, akan lebih mudah bagi pasien
Pasien harus berusaha secara aktif memperoleh kontrol melalui otot hamstring
disekitar middle range. Terapis harus memastikan bahwa hip tidak boleh fleksi
pada saat pasien berusaha mengaktivasi fleksor knee. Jika pasien hanya mampu
mengaktivasi fleksor knee kaitannya dengan fleksi hip dan bukan dibawah
kondisi lainnya maka hal ini tidak sesuai dengan fungsi normal. Terapis harus
mempertahankan efek ketegangan dari otot rectus femoris dalam mencapai LGS
Instruksi : pertahankan knee anda pada titik LGS tertentu, fleksikan sedikit
gerakannya harus lambat dan halus, dan pertahankan hip tetap rapat di bed
(jangan sampai hip terangkat). Pegang kaki dalam waktu yang lama.
Pasien berdiri, terapis memegang knee pasien dalam posisi fleksi. Pasien
Instruksi : angkat tungkai bawah anda untuk saya pegang, dan jangan
fleksikan hip. Bawa jari-jari kaki anda kearah bawah sampai menyentuh lantai,
b) Untuk melatih ekstensi knee dan dorsifleksi kaki pada saat heel strike
Pasien berdiri dengan tungkai yang sehat, terapis memegang kaki pasien
Instruksi : bawa kaki anda ke depan dan jangan kaku, kemudian pindahkan
h. Latihan Berjalan
1) Berjalan
memegang kuat pasien pada lengan atasnya dengan berdiri dibelakang sehingga
tidak mengganggu penglihatan pasien. Pasien harus tahu menghentikan langkah dan
pasien suatu ide tentang irama berjalan, yang mungkin dapat memperbaiki
mungkin sulit bagi pasien untuk melangkah ke depan dengan tungkai yang lumpuh,
dan terapis untuk beberapa waktu pertama memberikan bantuan atau menuntun
tungkai pasien melangkah ke depan. Terapis tidak harus memegang pasien dengan
kuat karena dapat mempengaruhi performa pasien oleh adanya tahanan terhadap
Pasien akan berjalan dengan kecepatan rata-rata. Berjalan dengan sangat lambat
Observasi dan analisis secara bersamaan terhadap alignment pasien pada saat
Sebagai contoh, pada stance phase tujuannya adalah mempertahankan gerakan hip
ke depan sehingga pasien merasakan berat tubuhnya melalui telapak kakinya. Pada
awal swing phase, tujuannya adalah memfleksikan knee dan membawanya lurus ke
depan. Dengan kata lain, tujuan akhirnya adalah strategi mengatasi problem khusus,
Instruksi : sekarang anda berjalan, jangan khawatir jika anda tidak dapat
berjalan dengan baik untuk memulainya. Sesuatu yang penting dapat memberikan
ide bagi pasien tentang berjalan. Melangkah pertama dengan tungkai yang sehat.
pasien hanya dapat melakukan melalui latihan berjalan. Kemampuan barunya harus
program latihan yang lebih variatif. Berjalan dalam area fisioterapi diatas
permukaan yang kuat dan rata adalah latihan dalam lingkungan yang sangat dekat.
Pasien juga memerlukan latihan dalam lingkungan terbuka dengan beberapa orang
dan objek yang bergerak. Dibawah ini beberapa contoh untuk meningkatkan
kompleksitas.
objek.
yang berjalan.
d) Berjalan sepanjang jalur yang sibuk. Awalnya, terapis harus mengikuti pasien
sebagai contoh jalan persimpangan, pintu keluar masuk, dan jalur lalu lintas.
e) Berjalan masuk dan keluar dari elevator. Dalam situasi ini, pasien harus
elevator.
f) Berjalan diatas treadmill merupakan cara lain untuk memperbaiki irama dan
disesuaikan dengan kecepatan yang paling nyaman atau enak untuk setiap
pasien.
Pada akhir sesi latihan, terapis harus membolehkan pasien beberapa waktu
untuk berjalan dengan berbagai cara sampai pada tahap selanjutnya saat pasien
mengikuti terapis. Pasien dapat mengatur tujuanya sendiri yaitu berapa jauh mampu
berjalan pada hari pertama, dapat memperluas jarak dan/atau waktu yang ditempuh
pada hari berikutnya. Dengan mengukur jarak yang ditempuh dan waktu yang dicapai,
maka dapat dibuatkan grafik untuk melihat adanya perbaikan. Secepat mungkin pasien
terapis pribadi. Untuk latihan dengan sendiri pasien memerlukan kemampuan untuk
berdiri sehingga memerlukan kursi yang cocok. Pasien harus diberikan instruksi-
instruksi tertulis sehingga pasien tahu terhadap konsentrasi latihan tersebut. Sebagai
contoh, instruksi tersebut meliputi tujuan-tujuan khusus, jumlah repetisi, atau jarak
tempuh yang dicapai. Juga bermanfaat instruksi menggunakan video rekaman antara
rehabilitasi berjalan yaitu paralel bar dan/atau three-point cane. Bagaimanapun juga,
bantuan berdiri dan berjalan seperti paralel bar atau three-point cane hanya dapat
menurunkan secara sementara problem balance pasien, dan ketika digunakan secara
terus menerus akan memperburuk problem sejak mekanisme kontrol dengan cepat