Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 (H) ayat 1 dijelaskan bahwa

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan”, dan pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, pasal 14 menyatakan bahwa “Pemerintah bertanggung jawab

merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi

penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”.

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi

pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Pembangunan Nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu setiap kebijakan

publik selalu memperhatikan dampak pada kesehatan (Kemenkes, 2013).

Dewasa ini, pola hidup di kota besar, perkembangan industri yang pesat

dan banyaknya jumlah kendaraan bermotor, serta masyarakat perokok yang

merokok disembarang tempat menyebabkan peningkatan polusi udara yang dapat

mengganggu kesehatan paru-paru. Keadaan ini meningkatkan hiperresponsif

saluran napas, rinitis alergi dan atopi akibat zat polutan dan secara tidak langsung

meningkatkan risiko terjadinya peradangan pada paru yang biasanya disebut

bronchitis. Terlalu sering terpapar dengan polutan dan asap rokok akan merusak

1
2

jaringan paru-paru. Dinding paru akan menjadi melebar yang berakibat pada

disfungsinya pertugaran gas. Keadaan ini disebut dengan emphsiema. Akumulasi

dari adanya bronkits dan emphysiema ini dapat menyebabkan obstruksi jalan

napas yang bersifat reversible dan terjadi secara terus menerus yang lebih dikenal

dengan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).


The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD)

tahun 2014 mendefinisikan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sebagai

penyakit respirasi kronis yang dapat dicegah dan dapat diobati, ditandai adanya

hambatan aliran udara yang persisten dan biasanya bersifat progresif serta

berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi kronis saluran napas yang

disebabkan oleh gas atau partikel iritan tertentu. World Health Organization

(WHO) dalam Global Status of Non-communicable Diseases tahun 2010

mengkategorikan PPOK ke dalam empat besar penyakit tidak menular yang

memiliki angka kematian yang tinggi setelah penyakit kardiovaskular, keganasan

dan diabetes. GOLD Report 2014 menjelaskan bahwa biaya untuk kesehatan yang

diakibatkan PPOK adalah 56% dari total biaya yang harus dibayar untuk penyakit

respirasi. Biaya yang paling tinggi adalah diakibatkan kejadian eksaserbasi

dari penyakit ini. Kematian menjadi beban sosial yang paling buruk yang

diakibatkan oleh PPOK, namun diperlukan parameter yang bersifat konsisten

untuk mengukur beban sosial. Parameter yang dapat digunakan adalah Disability-

Adjusted Life Year (DALY), yaitu hasil dari penjumlahan antara Years of

Life Lost (YLL) dan Years Lived with Disability (YLD). Berdasarkan hasil

perhitungan tersebut, diperkirakan pada tahun 2030, PPOK akan menempati


3

peringkat ketujuh, dimana sebelumnya pada tahun 1990 penyakit ini menempati

urutan keduabelas.
Data prevalensi PPOK yang ada saat ini bervariasi berdasarkan metode

survei, kriteria diagnostik, serta pendekatan analisis yang dilakukan pada setiap

studi.1Berdasarkan data dari studi PLATINO, sebuah penelitian yang dilakukan

terhadap lima negara di Amerika Latin (Brasil, Meksiko, Uruguay, Chili, dan

Venezuela) didapatkan prevalensi PPOK sebesar 14,3%, dengan perbandingan

laki-laki dan perempuan adalah 18,9% dan 11.3%.5 Pada studi BOLD, penelitian

serupa yang dilakukan pada 12 negara, kombinasi prevalensi PPOK adalah

10,1%, prevalensi pada laki-laki lebih tinggi yaitu 11,8% dan 8,5% pada

perempuan. Data di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013

(RISKESDAS), prevalensi PPOK adalah sebesar 3,7%. Angka kejadian penyakit

ini meningkat dengan bertambahnya usia dan lebih tinggi pada laki-laki (4,2%)

dibanding perempuan (3,3%).


Dengan adanya prevalensi tersebut diperlukan upaya terpadu dan bertahap

yang dapat mendorong partisipasi rakyat untuk berkembang dan ikut bertanggung

jawab. Upaya pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan mencakup upaya

peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan

(kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), di mana lebih di titik beratkan pada

upaya promotif dan preventif tanpa meninggalkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Keempat aspek tersebut merupakan tanggung jawab dan tugas dari para pelayan

kesehatan antara lain adalah Fisioterapis. Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan

kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk

mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang


4

rentang kehidupan, perlu terus dikembangkan sesuai tuntutan kebutuhan

masyarakat serta globalisasi (Menkes, 2009).

Berdasarkan sudut pandang fisioterapi, pasien PPOK menimbulkan

berbagai tingkat gangguan yaitu berupa kesulitan mengeluarkan sputum,

terjadinya perubahan pola pernafasan, perubahan postur tubuh, gangguan aktivitas

sehari-hari karena keluhan-keluhan tersebut di atas dan berat badan menjadi

menurun, tumbuh dan kembang anak dapat terhambat bila tidak segera dilakukan

fisioterapi. Modalitas fisioterapi dapat mengurangi bahkan mengatasi gangguan

terutama yang berhubungan dengan gerak dan fungsi berupa postural drainage,

tapotement, nebulaizer, chest therapy yang akan mengurangi atau menghilangkan

sputum dan spasme otot pernapasan, membersihkan jalan napas, membuat

menjadi nyaman, melegakan saluran pernapasan dan akhirnya batuk pilek dapat

terhentikan (Helmi, 2005). Akhirnya memperbaiki pola fungsi pernapasan,

meningkatkan ketahanan dan kekuatan otot-otot pernapasan. Berdasarkan uraian

tersebut di atas penulis mengangkat judul makalah “Penatalaksanaan Fisioterapi

Pada Kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)”

B. Rumusan Masalah
5

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah, “Bagaimana penatalaksaan

fisioterapi pada kasus penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)?”

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penatalaksanaan

Fisioterapi pada kasus penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini antara lain :


1. Bagi penulis menambah wawasan bagi penulis khususnya dalam

pelaksanaan penatalaksanaan fisioterapi pada penyakit paru obstruksi kronis, dan

dapat dijadikan sebagai bahan bacaan atau sebagai bahan referensi berkaitan

dengan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).


2. Bagi masyarakat dapat memberikan informasi yang benar kepada

pasien, keluarga, masyarakat sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui

gambaran penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) dan penanganan fisioterapi pada

penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

Anda mungkin juga menyukai