Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

A. Definisi
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2008),
bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup
atau secara sengaja berada di rel kereta api.
Pikiran untuk menghilangkannya sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa&
Psikiatri, 2014). Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir
dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 2010).
Bunuh diri merupakan tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri. Hal
ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang
yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan
bunuh diri sebelumnya. Suicide diyakini merupakan hasil dari individu yang tidak
punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
Bunuh diri merupakan suatu kejadian yang tidak jarang terjadi. Pada
umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stres.
Definisi suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati.
Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang
akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri
Respon perilaku klien resiko bunuh diri dapat diidentifikasikan sepanjang
rentang respon adaptif dan rentang inaladaptif yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
(rentangresponneurobiologik Stuart, 2018 )

1
B. Jenis Bunuh Diri
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2016):
1. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri
mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar
kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
2. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan
terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh
diri, meliputi:
1. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam
diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
1. Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide,
atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan
klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan.
Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini
memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
2. Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,

2
3. Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan
hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
4. Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam
kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri.
Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada
lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan
hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan
untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik
mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang
berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
5. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat
yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami
ambivalen akan kehidupannya.
6. Suicide, Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah
didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang
berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan
bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang
tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.

C. Rentan Respon
Respon adaptif Responmaladapfif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran 1. Gangguan Pikir


A.
2. Persepsi akurat 2. Ilusi (waham /
3. Emosi konsisten 3. Reaksi emosi halusinasi)
dengan pengalaman berlebihan atau kurang 2. Sulit berespon
4. Perilaku sesuai 4. Perilaku aneh 3. Perilaku
5. Berhubungan sosial 5. Menarik diri disorganisasi
4. Isolasi sosial
3
D. Etiologi
1. Factor Predisposisi
a. Faktor Biologis :
1) Latar belakang genetik. Adanya riwayat keturunan (diturunkan melalui
kromosom orang tua)
2) Gangguan perkembangan otak janin, misalnya karena virus, malnutrisi
(kekurangangizi), infeksi, trauma, toksin, dan kelainan hormonal yang
terjadi selama kehamilan.
3) Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan kortek
slimbik.
4) Sensivitas biologis : Riwayat penggunaan obat, infeksi dan radiasi
b. Faktor Psiko dinamika
Menurut teori Sigmund Frued suatu gangguan jiwa itu muncul akibat
terjadinya konflik internal (dunia dalam) yang tidak dapat beradaptasi dengan
dunia luar. Sabagaimana diketahui bahwa pada setiap diri terdapat 3 unsur
psikologik yaitu id, ego dan super-ego.
Gangguan jiwa dapat terjadi apabila ego (akal) tidak berfungsi dalam
mengontrol id (keinginan/ kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan
seseorang dalam menggunakan akal (ego) untuk mematuhi tata tertib,
peraturan, atau norma (yaitu super-ego), akan mendorong terjadinya
penyimpangan perilaku.
c. Faktor Psikososial
1) Kepribadian. Mudah kecewa, putus asa, tidak mampu membuat keputusan,
menutup diri& cemas yang tinggi
2) Pengalaman masalalu. Trauma, teraniaya, orang tua otoriter, broken home
& pilih kasih.
3) Konsepdiri. Ideal diri yang tidak realitas, krisis peran& gambaran diri
negatif
4) Pertahanan psikologis : Riwayat koping tidak efektif dan gangguan
perkembangan
5) Self Kontrol : Tidak mampu berkonsentrasi
6) Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai

4
7) Gender : Riwayat ketidak jelasan identitas dana dan kegagalan peran
gender
8) Pendidikan : Riwayat pendidikan yang rendah, riwayat putus& gagal
sekolah
9) Pendapatan : Riwayat penghasilan yang rendah& tidak adak eman dirian
10) Pekerjaan : Riwayat pekerjaan dengan stresful& resiko tinggi
11) Status sosial :Riwayat tunas wisma& terisolasi
12) Latar Belakang Budaya : Nilai– nilai& budaya yang bertentangan dengan
nilai kesehatan
13) Agama Dan Keyakinan : Sifat religi dan keyakinan yang berlebihan atau
kurang
14) Keikutsertaan Dalam Politik : Gagal dalam berpolitik
15) Pengalaman sosial : Bencana alam, kerusuhan, tekanan dalam pekerjaan,
sulit mendapat pekerjaan (Budi Anna Keliat, 2009).
2 . F a k t o r presipitasi
a . Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi bunuh diri dalam 3 kategori yaitu: Egoistik
(orang yang tidak terintegrasi pada kelompok sosial), atruistik (Melakukan
bunuh diri untuk kebaikan masyarakat) dan anomik (Bunuh diri karena
kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan
stressor).
3. Penyebab lain :
a) Adanya harapan yang tidak dapat di capai
b) Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidak berdayaan
c) Cara untuk meminta bantuan. Sebuah tindakan untuk menyelesaikan
masalah

E. Manifestasi Klinik
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri
a) Menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
b) Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati
a) Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
5
b) Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrolimpuls.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan
5. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
6. Status perkawinan
7. Status emosional

F. Penatalaksanaan
1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan
G. Psikopatologi

Faktor predisposisi : Faktor pencetus:


1. Diagnosis psikiatri 1. Perasaan terisolasi
2. Sifat kepribadian 2. Kegagalan beradaptasi
3. Lingkungan psikososial 3. Adanya harapan untuk
4. Riwayat keluarga reuni dan fantasy.
5. Faktor biokimia

Resiko Bunuh Diri

1. Perasaan tertekan
1. Keputusasaan
2. Insomnia yang menetap
2. Menyalahkan diri sendiri
3. Penurunan berat badan
3. Perasaan gagal dan tidak
berharga
4. Berbicara lamban, keletihan
5. Ancaman verbal

6
H. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan:
a) Resiko mencederai diri
b) Perilaku bunuh diri
c) Koping maladaptif
2. Data yang perlu dikaji:
a) Data subjektif
Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup
b) Data objektif
Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls, ada
isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko bunuh diri

J. Intervensi Keperawatan
1. Tujuan umum: Klien tidak melakukan usaha bunuh diri
2. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

b. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

1) Jauhkan klien dari benda‑benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,

gunting, tali, kaca, dan lain‑lain).

2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat.

7
c. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
1) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
4) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,

kematian, dan lain‑lain.

5) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan


keinginan untuk hidup.

d. Klien dapat meningkatkan harga diri


Tindakan:
1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

2) Kaji dan kerahkan sumber‑sumber internal individu.

3) Bantu mengidentifikasi sumber‑sumber harapan (misal: hubungan antar

sesama, keyakinan, hal‑hal untuk diselesaikan).

e. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif


Tindakan:

1) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman‑pengalaman yang

menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,


menulis surat dll.).

2) Bantu untuk mengenali hal‑hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan

pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang


kegagalan dalam kesehatan.
3) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah

8
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan
koping yang efektif

f. Klien dapat menggunakan dukungan sosial


Tindakan:

1) Kaji dan manfaatkan sumber‑sumber ekstemal individu

(orang‑orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok

pendukung, agama yang dianut).


2) Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
3) Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).

g. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat


Tindakan:
1) Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat).
2) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat,
dosis, cara, waktu)
3) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
4) Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar

9
STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusu
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKnya
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibat dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama
(latihan nafas dalam).
Orientasi :
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Arlambang Bangun. Saya
senang dipanggil bang Saya mahasiswa keperawatan dari STIKES
Telogorejo Semarang. Siapa nama anda kemudian senang diapanggil apa ?
baiklah, Saya perawat yang dinas diruangan cempaka 1 ini, saya dinas
diruangan ini selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai
jam 1 siang, jadi selama2 minggu ini saya yang merawat bapak. Nama bapak
siapa? Dan senang nya dipanggil apa?”“ Bagaimana perasaan bapak N saat
ini?” masih ada perasaan kesal atau marah? Apa yang terjadi dirumah ?’’ “
Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah
bapak,”“ Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang ? bagaimana
kalau 20 menit“ Bagaimana kalau kita berbincang-bincang diruang tamu?”

10
Kerja :
“ apa yang menyebabkan bapak N marah? Apakah sebelumnya bapak N
pernah marah? Terus penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan
yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien),
apa yang bapak N rasakan?“ Apakah bapak N merasa kesal, kemudian dada
bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan
mengepal?”“ apa yang bapak lakukan selanjutnya”“ Apakah dengan bapak N
marah-marah, keadaan jadi lebih baik?“ Menurut bapak adakah cara lain
yang lebih baik selain marah-marah?“maukah bapak belajar mengungkapkan
marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?” ada beberapa cara fisik
untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu cara dulu, “ begini
bu, kalau tanda- marah itu sudah bapak rasakan bapak berdiri lalu tarik nafas
dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut
seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi bu dan lakukan sebanyak 5 kali.
Bagus sekali bapak N sudah dapat melakukan nya.“ nah sebaiknya latihan
ini bapak N lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah
itu muncul bapak N sudah terbiasa melakukannya”.

Terminasi :
“ Bagaimana perasaan bapak N setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan bapak? ” Coba bapak N sebutkan penyebab bapak marah dan
yang bapak rasakan dan apa yang bapak lakukan serta akibatnya. Sekarang
kita buat jadwal latihan nya ya bu, berapa kali sehari bapak mau latihan
nafas dalam ?”“baik bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah bapak N.” tempatnya disini saja ya
Bu?”Selamat Pagi.”

11
SP 2 : Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik ke dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua : pukul
kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan harian cara ke dua.

Orientasi :
“ Selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya
datang lagi. “Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang
menyebabkan bapak marah?”“Baik, sekarang kita akan belajar cara
mengendalikan perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara yang
kedua.”“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”“ Dimana kita
bicara?

Kerja :
“ Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
selain nafas dalam bapak dapat memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang mari
kita latihan memukul bantal dan kasur mari ke kamar bapak? Jadi kalau
nanti bapak kesal atau marah, bapak langsung kekamar dan lampiaskan
marah bapak tersebut dengan memukul bantal dan kasur.Nah coba bapak
lakukan memukul bantal dan kasur, ya bagus sekali bapak melakukannya!”“
Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah,
kemudian jangan lupa merapikan tempat tidur Ya!”
Terminasi :
“ Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah
tadi?”“ Coba bapak sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”“
Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari bapak. Pukul
berapa bapak mau mempraktikkan memukul kasur/bantal? Bagai mana kalau
setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore, lalu kalau ada
keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya Bu.“ sekarang
bapak istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya Bu, kita akan belajar
mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai Jumpa

12
SP 3 : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik
mengendalikan perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa
marah secara verbal ( menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal)
Orientasi :
“Selamat siang bu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu sekarang kita
ketemu lagi”. “Bagaimana bu, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul
kasur bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur?”“Coba saya lihat jadual kegiatan hariannya. “Bagus, Nah kalau tarik
nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri: kalau diingatkan
suster baru dilakukan ditulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau
tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan. “Bagaiman kalau kita
sekarang latihan cara bicara untuk mencegah marah?”“Dimana enaknya kita
berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat yang sama?”“Berapa lama
bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau 15 menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara bapak baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur
dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang
membuat kita marah. Ada tiga caranya bu : 1. Meminta dengan baik tanpa
marah dengan suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar.
Kemarin bapak mengatakan penyebab marahnya karena makanan tidak
tersedia, rumah berantakan, Coba bapak minta sediakan makan dengan
baik:” bu, tolong sediakan makan dan bereskan rumah” Nanti biasakan
dicoba disini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak
praktekkan . Bagus bu. “2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh
dan bapak tidak ingin melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa
melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan . Bagus
bu.”3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang

13
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena
perkataan mu itu’. Coba praktekkan. Bagus.”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?’ “Coba bapak sebutkan lagi
cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”“Bagus sekali, sekarang mari
kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari bapak mau latihan bicara
yang baik? bisa kita buat jadwalnya?”
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat,
makanan dll. Bagus nanti dicoba ya bu!” “ Bagaimana kalau besok kita
ketemu lagi?”. “ besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi
rasa marah bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau dimana bu?
Disini lagi? Baik sampai nanti ya

SP 4 : Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara


spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara fisik dan sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat
jadwal latihan ibadah/ berdoa
Orientasi :
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang saya datang
lagi”
“Bagaiman bu, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaiman rasa
marahnya?”“Bagaimana kalau sekarang kita selatihan cara lain untuk
mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah?”“Dimana enaknya kita
berbincang-bincang? Bagaiman kalu ditempat biasa?” “Berapa lama bapak
mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan! Bagus, yang
mana yang mau di coba?” “Nah, kalau bapak sedang marah coba langsung
duduk dan langsung tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya

14
rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian
sholat”.“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan
kemarahan.” “Coba bapak sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang
mana? Coba sebutkan caranya?”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
yang ketiga ini?”“ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita
pelajari? Bagus” “Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan
bapak. Mau berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat …….dan
……(sesuai kesebuatan pasien).” “Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah
yang dapat bapak lakukan bila bapak sedang marah”“Setelah ini coba bapak
lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat tadi”
“ 2 jam lagi kita ketemu ya bu,nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol
rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat! “ “Nanti kita akan
membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah bapak, setuju bu

SP 5 : Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu


pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu dan
benar dosis obat) disertai penjelasan guna minum obat dan akibat
berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur)
Orientasi :
“Selamat siang bu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu, sekarang
kita ketemu lagi” “Bagaimana bu, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam,
pukul kasur bantal, bicara yang baik serta sholat? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Coba kita lihat kegiatannya”.“Bagaimana
kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau ditempat tadi?. “Berapa lama bapak mau kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

15
Kerja :
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”“Berapa macam obat yang bapak
minum?warnanya apa saja? Bagus, jam berapa bapak
minum?Bagus”“Obatnya ada 3 macam bu, yang warnanya oranye namanya
CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan
tidak tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP rasa marah
berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3x sehari jam 7 pagi, jam 1
siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa
kering, untuk membantu mengatasinya bapak bias mengisap-isap es
batu”.“Bila terasa berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan
beraktivitas dulu”.
“Nanti dirumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum, baca juga apakah nama obatnya sudah
benar? Disini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar
obatnya”.
“Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya bu, karena dapat terjadi kekambuhan.”. “ Sekarang kita masukkan
waktu minum obat kedalam jadwal ya bu”.

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
kita minum obat yang benar?”“Coba bapak sebutkan lagi jenis jenis obat
yang bapak minum! Bagaiman cara minum obat yang benar?”“Nah, sudah
berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari? Sekarang kita
tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan
semua dengan teratur ya”.“Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh
mana bapak melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa
marah. Selamat siang bu, sampai jumpa.”

16
DAFTAR PUSTAKA

Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan


Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika :
Jakarta
Townsend C. Mary , 2010, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC ; Jakarta.
Yosep, Iyus. 2017. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama
Videbeck, Sheila L. 2018. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :EGC
Carpenito, L.J. 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC

17

Anda mungkin juga menyukai