Anda di halaman 1dari 23

Asuhan Keperawatan Lansia dengan Gangguan Psikososial

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah


Keperawatan Gerontik

TIM DOSEN
Lia Nurlianawati, S.Kep., Ners

Disusun:
Aaz Miraj AK.1.16.001
Dini Erika Sandi AK.1.16.012
Mia Aminah AK.1.16.0
N. Aneu Nur’aeni AK.1.16.040
Palma Alfira AK.1.16.042
Sandra Febriani AK.1.16.045

Kelas A, Kelompok 6

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI KENCANA BANDUNG
2018 9
Kata Pengantar

Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Deficit Perawatan Diri”
yang merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat beberapa
kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan wawasan yang
penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan datang, karena manusia
yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan dan belajar dari suatu
kesalahan.
Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Deficit Perawatan Diri”
mendapat ridho dari Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca umumnya. Amiin....

Bandung, Nopember 2018

Tim Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penulisan 3

BAB II Tinjaun Teori 4


2.1 Definisi Deficit Perawatan Diri 4
2.2 njsndjsa 8
2.3 Bentuk dan Modus Human Trafficking 15
2.4 Undang- undang tentang Human Trafficking 23
2.5 Dampak/ Pengaruh Human Trafficking 28
2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking 34

BAB III Tinjauan Kasus 36


3.1 Kasus 36
3.2 Asuhan Keperawatan Pada Isolasi Sosial berdasarkan Kasus 39

BAB IV Penutup 59
4.1 Kesimpulan 59
4.2 Saran 59

Daftar Pustaka 60

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah pada Makalah ini yaitu:

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun Tujuan Penulisan pada Makalah ini yaitu:
1. Untuk Mengetahui dan Memahami Definisi Human Trafficking
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Faktor- Faktor Penyebab Human
Trafficking.
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Bentuk dan Modus Human Trafficking
4. Untuk Mengetahui dan Memahami Undang- undang tentang Human
Trafficking
5. Untuk Mengetahui dan Memahami Dampak/ Pengaruh Human Trafficking
6. Untuk Mengetahui dan Memahami Pencegahan dan Penanggulangan Human
Trafficking

3|Asuhan Keerawatan Deficit Perawatan Diri


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Lansia dan Proses Penuaan


2.1.1 Definisi Lansia
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lansia yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lebih lanjut Maryam (2008)
juga mendefinisikan lansia sebagai seseorang yang telah berusia lanjut
dan telah terjadi perubahan-perubahan dalam sistem tubuhnya.
Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan
biologis, fisik, kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan memberikan pengaruh
pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatanya, oleh karena itu
kesehatan lansia perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan
ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan
kemampuanya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan
(Mubarak, 2006).
Aging process atau proses menua merupakan suatu proses biologis yang
tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap injuri termasuk adanya
infeksi (Paris Contantinides, 1994).
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa,
misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan
jaringan lain sehingga tubuh “mati” sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak
ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seorang mulai menurun.
Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam
hal pencapaian puncak maupun aat menurunya. Namun umumnya fungsi
fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun. Setelah
mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh

4|Asuhan Keerawatan Deficit Perawatan Diri


beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya
umur.

2.1.2 Batasan Lansia


WHO dalam Kunaifi (2009) membagi lansia menurut usia ke dalam
empat kategori, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
2. Lansia (elderly) : 60-74 tahun
3. Usia tua (old) : 75-89 tahun
4. Usia sangat lanjut (very old) : lebih dari 90 tahun
Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagiai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa
vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 th >) sebagai senium

2.1.3 Teori Penuaan


Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman,
(2007), yaitu:

1. Teori Wear and Tear


Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak digunakan
(overuse) dan disalahgunakan (abuse).
2. Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ
tubuh yaitu dimana hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ
yang dikendalikan oleh hipotalamus telah menurun.
3. Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana
kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, dimana penuaan dan
usia hidup kita telah ditentukan secara genetik.
4. Teori Radikal Bebas
5|Asuhan Keerawatan Deficit Perawatan Diri
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena
terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang
waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang
memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki
sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan
dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena
hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain.

Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut


(Pangkahila, 2007):

1. Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)


Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai
menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon dan hormon
estrogen. Pembentukan radikal bebas dapat merusak sel dan
DNA mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak
tampak dari luar, karena itu pada usia ini dianggap usia muda
dan normal.
2. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot
berkurang sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini
orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua.
Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik
yang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang
sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan
diabetes.
3. Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang
meliputi DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron,
estrogen dan juga hormon tiroid. Terjadi penurunan bahkan
hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin dan

6|Asuhan Keerawatan Deficit Perawatan Diri


mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh
mulai mengalami kegagalan.

2.1.4 Karakteristik Lansia


Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui
keberadaan masalah kesehatan lansia adalah:
a. Jenis kelamin
Lansia lebih banyak pada wanita. Terdapat perbedaan kebutuhan dan
masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki-laki dan perempuan.
Misalnya lansia laki-laki sibuk dengan hipertropi prostat, maka
perempuan mungkin menghadapi osteoporosis.
b. Status perkawinan
Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda atau duda akan
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.
c. Living arrangement
Misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama instri, anak
atau kekuarga lainnya.
d. Kondisi kesehatan
1) Kondisi umum: Kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada
orang lain dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air besar
dan kecil.
2) Frekuensi sakit: Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi
tidak produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain.
e. Keadaan ekonomi
1) Sumber pendapatan resmi: Pensiunan ditambah sumber pendapatan
lain kalau masih bisa aktif.
2) Sumber pendapatan keluarga: Ada bahkan tidaknya bantuan keuangan
dari anak atau keluarga lainnya atau bahkan masih ada anggota
keluarga yang tergantung padanya.
3) Kemampuan pendapatan: Lansia memerlukan biaya yang lebih tinggi,
sementara pendapatan semakin menurun. Status ekonomi

7|Asuhan Keerawatan Deficit Perawatan Diri


sangat terancam, sehinga cukup beralasan untuk melakukann berbagai
perubahan besar dalam kehidupan, menentukan kondisi hidup yang
dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik.

2.1.5 Tugas Perkembangan Lansia


a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
Pengaturan hidup bagi lansia merupakan suatu faktor yang sangat
penting dalam mendukung kesejahteraan lansia misalnya
Perpindahan tempat tinggal lansia.
b. Penyesuaian terhadap pendapatan menurun
Ketika lansia memasuki pensiun, pendapatan menurun secara tajam
dan semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus meningkat,
sementara tabungan/pendapatan berkurang.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan
Hal ini menjadi penting dalam mewujudkan kebahagiaan keluarga.
Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan
aktivitas yang berlangsung dari pasangan. Contoh: mitos tentang
aseksualitas
d. Penyesuaian terhadap kehilangan pasangan
Tugas perkembangan ini secara umum:tugas yang pali traumatis.
Lansia menyadari bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan
normal, tetapi kesadaran akan kematian tidak ada. Hal ini akan
berdampak pada reorganisasi fungsi keluarga secara total.
e. Pemeliharaan ikatan keluarga antar generasi
Ada kecenderungan lansia untuk menjauhkan diri dari hub.sosial,
namun keluarga menjadi fokus interaksi lansia dan sumber utama
dukungan sosial.

2.1.6 Perubahan Fisik dan Psikososial pada Lansia


1. Perubahan Fisik pada Lansia
Menurut Maryam (2008), perubahan-perubahan fisik yang terjadi
pada lanjut usia adalah :

8|Asuhan Keerawatan Deficit Perawatan Diri


f. Sel
Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan
jumlah sel, terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah
cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler,
menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati,
penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya mekanisme
perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5- 10%.
g. Sistem Persyarafan
Perubahan persyarafan meliputi : berat otak yang menurun 10-20%
(setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya),
cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan
waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf
panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang
sensitif terhadap sentuan.
h. Sistem Pendengaran
Perubahan pada sistem pendengaran meliputi: terjadinya
presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu gangguan dalam
pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara,
nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-
kta,50% terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya otosklerosis
akibat atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan serumen
dapat mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya
perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
i. Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis
dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis
(bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap

9|Asuhan Keerawatan Deficit Perawatan Diri


kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta
menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada
mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil
menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap
akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna
gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan
dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang
(sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko
cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri
dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek
dengan jelas, semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan
fungsional para lansia sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.
j. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi: terjadinya
penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk memompa
darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya,
kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang
dapat mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk
dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh
darah perifer.
k. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada
pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran
terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang
sering ditemui antara lain temperatur suhu tubuh menurun

10 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
(hipotermia) secara fisiologik kurang lebih 35°C, ini akan
mengakibatkan metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks
mengigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga
terjadi rendahnya aktivitas otot.
l. Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami
kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan
elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri
menurun, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan
kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan
hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring
pertambahan usia.
m. Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi,
penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur
30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf
pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esofagus melebar, rasa
lapar nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu
pengosongan lambung menurun, peristaltiklemah dan biasanya
timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil
dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
n. Sistem Perkemihan
Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang
merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui
urine, darah masuk keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari
ginjal yang disebut nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian
mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya,
kemampuan mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine
menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, sehingga

11 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air
seni meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga
terkadang menyebabkan retensi urine.
o. Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi
semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate),
dan daya pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron menurun,
Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan
testoteron menurun.
p. Sistem Integumen
Perubahan pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau
keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit
cenderung kusam, kasar, dan bersisi. Timbul bercak pigmentasi,
kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya
elestisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat
berkurang.
q. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan
densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang
menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut
dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil
sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor,
aliran darah keotot berkurang sejalan dengan proses menua. Semua
perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak,
langkah kaki yang pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat
menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah,
perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah atau
terlambatmengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset,
tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.

12 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
2. Perubahan Psikososial Pada Lansia
a. Kesepian
Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam studinya
bahwa lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian yang
dialami dapat berupa kesepian emosional, situasional, kesepian
sosial atau gabungan ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian
tersebut beberapa hal yang dapat memengaruhi perasaan kesepian
pada lansia diantaranya: a) merasa tidak adanya figur kasih
sayang yang diterima seperti dari suami atau istri, dan atau
anaknya; b) kehilangan integrasi secara sosial atau tidak
terintegrasi dalam suatu komunikasi seperti yang dapat diberikan
oleh sekumpulan teman, atau masyarakat di lingkungan sekitar.
Hal itu disebabkan karena tidak mengikuti pertemuan-pertemuan
yang dilakukan di kompleks hidupnya; c) mengalami perubahan
situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan hidup (suami dan atau
istri), dan hidup sendirian karena anaknya tidak tinggal satu
rumah.
b. Kecemasan Menghadapi Kematian
Ermawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil
penelitiannya bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian.
Tipe pertama lansia yang cemas ringan hingga sedang dalam
menghadapi kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang
cukup tinggi. Sementara tipe yang kedua adalah lansia yang
cemas berat menghadapi kematian dikarenakan takut akan
kematian itu sendiri, takut mati karena banyak tujuan hidup yang
belum tercapai, juga merasa cemas karena sendirian dan tidak
akan ada yang menolong saat sekarat nantinya.
c. Depresi
Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut
Jayanti, Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah: a)

13 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
jenis kelamin, dimana angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi
depresi dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut dikarenakan
adanya perbedaan hormonal, perbedaan stressor psikososial bagi
wanita dan laki-laki, serta model perilaku tentang keputusasaan
yang dipelajari; b) status perkawinan, dimana lansia yang tidak
menikah/tidak pernah menikah lebih tinggi berisiko mengalami
depresi, hal tersebut dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus
tidak kawin sering kehilangan dukungan yang cukup besar
(dalam hal ini dari orang terdekat yaitu pasangan) yang
menyebabkan suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan
kesendirian; dan c) rendahnya dukungan sosial.

2.2 Konsep Gangguan Komunikasi pada Lansia


2.2.1 Pengertian Komunikasi pada Lansia
Komunikasi merupakan suatu hubungan atau kegiatan-kegiatan
ya berkaitan dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai
saling tukar-menukar pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak
antara manusia baik individu maupun kelompok. (Widjaja, 1986 : 13)
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan
meningkatkan kontak dengan orang lain. (Potter & Perry, 2005 : 301)
komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas tukar-
menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan
intim yang terapeutik.
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan
dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran
sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia
kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70
tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia
yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan
seseorang telah disebut lanjut usia. Kelompok lanjut usia ( LANSIA )

14 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto
dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh
akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut
penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup
dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4).
Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik,
psikologi, lingkungan ketrampilan komunikasi yang tepat juga perlu
memperhatikan waktu yang tepat.

2.2.2 Teknik Komunikasi pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia,
selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas
kesehatan atau perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar
komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai
dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
1. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami
pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk
mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar
maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif
merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan
sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang
terapeutik dengan klien lansia.
2. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi
pada klien merupakan bentuk perhatian petugas kepada klien.

15 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan
klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang
perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan “Apa
yang sedang bapak/ibu pikirkan saat ini ”, “ apa yang bisa saya
bantu? ” berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan
bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan
menciptakan perasaan tenang bagi klien
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten
terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di
inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud
pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien
lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan
untuk kepentingan petugas kesehatan.
4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik
maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative
menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga
kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan ,
senyum dan menganggukan kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien
lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya dengan
demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya
sesuai dengan kemampuannya selama memberi dukungan baik
secara materil maupun moril, petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-
ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan
diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya: “ saya
yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu
dapat melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat membantu”.

16 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering
proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi
dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan
lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud
pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien
“ bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi?”, “ bisa
minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya
sampaikan tadi?”
6. Sabar dan Ikhlas
Seperti di ketahui sebelumnya klien lansia umumnya
mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan
kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapi dengan sabar dan
iklas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga
komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, salut namun dapat
berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan
kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

Adapun hal-hal tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi


berjalan dengan efektif antara lain:

1. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien.


2. Keraskan suara Anda jika perlu.
3. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia
agar dia
dapat melihat mulut Anda.
4. Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi
yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan
adanya pencahayaan yang cukup.
5. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat
kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi
merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.

17 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
6. Jangan berharap untuk berkomunikasi denagn cara yang sama
dengan orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya
bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan
kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
8. Bantulah kata-kata Anda dengan isyarat visual.
9. Serasikan bahasa tubuh Anda dengan pembicaraan Anda,
misalnya ketika melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan
yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus
seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara
Anda yang menggembirakan (misalnya dengan senyum, ceria
atau tertawa secukupnya).
10. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan
tersebut.
11. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan Anda.
12. Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara
langsung, tahan keinginan Anda menyelesaikan kalimat.
13. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit
mendengarkannya.
14. Arahkan ke suatu topik pada suatu saat.
15. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan
bersama Anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola
komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.

18 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
2.2.3 Aa
2.2.4 Aa
2.2.5

2.3 Ndnsnfjndskja

2.3.1 Sds
2.3.2 Sdsd
2.3.3 Sdw
2.3.4 Sa
2.3.5 ss

2.4 Dnkjsnfn

2.4.1 Sas
2.4.2 Sds
2.4.3 Dsd
2.4.4 Dsd
2.4.5 Sd

2.5 Ndjsnjknf
2.6 Nfmdnsmnfjn
2.7 Nfmsndmn
2.8 Fns
2.9 Nnfjsdan
2.10 Nfjsn
2.11 Njfns
2.12 Nfkns

19 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
2.13 Fks
2.14

20 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peran perawat jiwa dalam deficit perawatan diri meliputi pemberian asuhan
keperawatan berupa penerapan strategi pelaksanaan defisit perawatan diri baik
kepada pasien langsung maupun kepada keluarga. Strategi pelaksanaan ini
mencakup cara melatih pasien perawatan kebersihan diri, melatih pasien dandan
dan berhias, melatih pasien makan dan minum dengan benar dan mengajarkan
pasien cara buang air besar dan buang air kecil yang benar. Sedangkan pada
keluarga mencakup melatih cara merawat dan membimbing pasien kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil (Keliat,dkk,
2013).

DAFTAR PUSTAKA

21 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i
1. Capernito, Lyda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13.
Jakarta: EGC
2. Keliat, Budi Anna, dkk. 2013. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan
Jiwa
3. Masyarakat. Jakarta : Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes Republik
Indonesia
4. Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Graha Ilmu
5. Ah, Yusuf. Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

22 | A s u h a n K e e r a w a t a n D e f i c i t P e r a w a t a n D i r i

Anda mungkin juga menyukai