Anda di halaman 1dari 116

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA KLIEN


INTRANATAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Matenitas

Dosen Pembimbing:
R. Nety Rustikayanti,S.Kp.,M.Kep

PALMA ALFIRA
201FK04044

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dengan Judul “Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Klien Intranatal”
yang merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat beberapa
kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan wawasan yang penulis
miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan datang, karena manusia yang mau maju
adalah orang yang mau menerima kritikan dan belajar dari suatu kesalahan.
Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga Laporan
Pendahuluan dengan Judul “Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Klien Intranatal”,
mendapat ridho dari Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca umumnya. Amiin....

Bandung, Nopember 2020

Tim Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan maternal-perinatal adalah pemberian layanan kesehatan yang
berkualitas dan profesional yang mengidentifikasi, berfokus dan beradaptasi dengan
kebutuhan fisik dan psikososial ibu bersalin, keluarga dan bayi baru lahir. Persalinan
proses yang dilalui oleh ibu hamil pada akhir trimester kehamilan dimana terjadi
pengeluaran janin melalui jalan lahir sampai dengan bayi dan ibu dapat melangsungkan
kehidupannya secara terpisah dengan atau tanpa penyulit persalinan. . Setiap wanita
hamil menginginkan proses persalinan yang normal, namun karena berbagai penyebab
dan factor resiko yang membahayakan baik bagi ibu dan bayinya
Dari sudut praktis, memimpin persalinan adalah suatu seni, walaupun
memerlukan ilmu obsteri yang harus diketahui penolong. Oleh karena itu dukun
beranak masih mempunyai peranan penting dan memerlukan pendidikan dan latihan,
terutama dinegara-negara berkembang.
Kadang-kadang persalinan menemui hambatan yang tak terelakkan. Sebagai
contoh, saat panggul ibu terlalu kecil untuk dilewati bayi, atau bayi terlalu besar, dsb.
Saat itu, dibutuhkan bantuan supaya persalinan bisa berlanjut dan bayi bisa lahir
dengan selamat. Yang paling sering digunakan adalah persalinan dengan vakum,
forsep, atau sesar.
Seorang perawat mempunyai tugas untuk mempersiapkan pasien sebelum
pelaksanaan persalinan tindakan, untuk mengurangi resiko komplikasi yang tidak
diharapkan, maka perawat harus mengetahui penatalaksanaan tindakan pembedahan
vakum ekstrasi, ekstraksi forcep dan section caesarea. Sehingga mampu memberikan
komunikasi, informasi, edukasi dan motivasi kepada ibu dan keluarga. Selain itu dalam
rencana persalinan tindakan pembedahan tersebut perlu diperhatikan bahwasanya
operasi tersebut tidak menambah beratnya penderitaan atau cacat. Maka dari itu perlu

3
persiapan yang matang sehingga dapat dicapai optimalisasi ibu maupun bayinya.
Persiapan sebelum tindakan pembedahan meliputi persiapan mental dan fisik
penderita. Dengan tindakan pembedahan diharapkan dapat menurunkan angka
kematian ibu dan angka kematian perinatal.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud persalinan normal
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan normal?
3. Bagaimana Proses persalinan normal?
4. Apa saja adaptasi dalam persalinan?
5. Bagaimana penatalaksanaan nyeri dalam persalinan?
6. Jelaskan ciri-ciri FCMC!
7. Bagaimana pengkajian fetal dilakukan?
8. Jelaskan pengkajian faktor risiko persalinan!
9. Apa yang dimaksud persalinan abnormal?
10. Jelaskan Asuhan Keperawatan pada Kala I-IV!
11. Jelaskan mengenai pengkajian intranatal
12. Jelaskan mengenai cara penggunaan partograf

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan Laporan Pendahuluan ini selain untuk memenuhi salah satu
tugas Stase Keperawatan Maternitas, juga untuk membuat mahasiswa paham dan
mengetahui tentang konsep dasar asuhan keperawatan pada intranatal.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Persalinan Normal


2.1.1 Definisi Persalinan Normal
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui
jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang
ditandai dengan perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan
kelahiran plasenta (Ardriaansz, 2017).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi
baik bagi ibu maupun janin (Ardriaansz, 2017).

2.1.2 Batasan Persalinan Normal


a. Fisiologis Persalinan Normal
Pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun menjadikan otot
Rahim sensitif sehingga menimbulkan his. Perubahan keseimbangan
estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga
sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Di akhir kehamilan kadar
progesterone menurun sehingga oxitocin bertambah dan meningkatkan
aktivitas otototot rahim yang memicu terjadinya kontraksi sehingga terdapat
tandatanda persalinan.Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam
batas tertentu. Setelah melewati batas tertentu terjadi kontraksi sehingga
persalinan dapat dimulai. Bila dindingnya teregang oleh isi yang bertambah
maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya (Ardriaansz, 2017).

5
b. Tanda dan Gejala Persalinan Normal
Lightening merupakan sebutan bahwa kepala janin sudah turun ke pintu
bawah panggul, lightening mulai dirasakan kira-kira 2 minggu menjelang
persalinan, lightening menimbulkan rasa tidak nyaman akibat tekanan
bagian presentasi pada struktur di area pelvis minor. Hal-hal yang spesifik
berikut yang dialami ibu: ibu jadi sering berkemih, karena kandug kemih
ditekan sehingga ruang yang tersisa untuk ekspansi berkurang, perasaan
tidak nyaman akibat tekanan panggul yang menyeluruh, yang membuat ibu
merasa tidak enak dan timbul sensasi terus-menerus bahwa sesuatu perlu
dikeluarkan, kram pada tungkai yang disebabkan oleh tekanan bagian
presentasi pada syaraf yang menjalar melalui foramen ischiadikum mayor
dan menuju ke tungkai (Icemi Sukarni K & Wahyu P, 2013).
Kontraksi Braxton-Hicks. Pada stadium akhir kehamilan otot uterus
bersiap untuk persalinan dan pelahiran melalui kontraksi dan relaksasi pada
interval tertentu. Kontraksi Braxton-Hicks biasanya tidak nyeri kontraksi
tersebut juga disebut persalinan palsu. Kontraksi persalinan palsu umumnya
dirasakan rendah di abdomen. Kontraksi persalinan palsu terjadi dalam pola
yang tidak teratur, dan intensitasnya tidak bertambah secara bermakna dari
waktu kewaktu. Persalinan palsu dapat mengganggu kontraksi tersebut
datang dan pergi, dan perubahan posisi atau aktivitas dapat meredakan
ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Pada persalinan sejati kontraksi uterus
yang terjadi secara involunter berlangsung secara teratur, semakin kuat dari
waktu ke waktu, dan memulai kerja persalinan yang sebenarnya. Kontraksi
tersebut terjadi jarak sekita 20 sampai 30 menit, hingga pada jarak 2 sampai
3 menit. Kontraksi persalinan sejatinya biasanya berlangsung 30 detik pada
awalnya dan durasinya meningkat seiring kemajuan persalinan.
Kontraksi Uterus, kontraksi otot uterus pada persalinan akan
menyebabkan rasa nyeri yang hebat ada beberapa kemungkinan penyebab

6
terjadinya nyeri saat kontraksi seperti hipoksia pada miometrium yang
sedang berkontraksi, peritoneum yang berada diatas fundus mengalami
peregangan, peregangan serviks pada saat dilatasi atau pendataran serviks.
setiap kontraksi serabut otot uterus menegang saat kontraksi berakhir dan
uterus istirahat, otot tetap lebih sedikit lebih pendek dibanding pada awal
kontraksi. Kondisi ini disebut retraksi otot, saat proses ini terus berlangsung
sepangjang jam-jam persalinan otot yang memendek menarik titik resistensi
terendah menyebabkan penipisan dan kemudian dilatasi serviks. Penekanan
dari kantung ketuban yang menegang atau bagian presentasi janin membantu
mempertahankan dilatasi serviks. Setiap kontraksi persalinan memiliki tiga
fase:
1. Increment: fase ini, ketika kontraksi berkembang dari fase istirahat
menuju kekuatan penuh, terhitung lebih lama dibanding kombinasi
dua fase lain.
2. Acme: fase ini merupakan masa ketika kontraksi berada pada
intensitas maksimum. Fase ini menjadi lebih lama seiring kemajuan
persalinan.
3. Decrement: selama fase ini, kontraksi uterus menurun, hingga fase
istirahat dicapai.
Bloody show (pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina)
dengan his permulaan, terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan
pendataran dan pembukaaan, lendir yang terdapat dikanalis servikalis lepas,
kapiler pembuluh pecah, yang menjadi pendarahan sedikit (Ai Nurasiah &
dkk, 2012).Sumbatan mukus yang menyekat serviks selama kehamilan tepat
sebelum persalinan, serviks membuka secara perlahan dan sumbatan
tersebut lepas. Pada saat bersamaan beberapa kapiler serviks rupturmembuat
mukus yanglengket menjadi warna merah muda. Proses ini disebutshow atau
bloody show dan mengindikasikan bahwa persalinan akan segara terjadi.

7
Lonjakan energi, banyak wanita mengalami lonjakan energi kurang
lebih 24 sampai 48 jam sebelum awitan persalinan. Setelah beberapa hari
dan minggu merasa letih secara fisik dan lelah karena hamil, mereka terjaga
pada suatu hari dan menemukan diri mereka bertenaga penuh. Para wanita
merasa enerjik melakukan sbelum kedatangan bayi, selama beberapa jam
sehingga mereka semangat melakukan berbagai aktifitas yang sebelumnya
tidak mampu mereka lakukan, akibatnya mereka memasuki masa persalinan
dalam keadaan letih (Ardriaansz, 2017).

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Persalinan


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persalinan antara lain (Ardriaansz,
2017). :
a. Passenger
Malpresentasi atau malformasi janin dapat mempengaruhi persalinan
normal. Pada faktor passenger, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Karena
plasenta juga harus melalui jalan lahir, maka ia dianggap sebagai penumpang
yang menyertai janin.
Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin. Posisi
dan besar kepala dapat memengaruhi jalan persalinan. Kepala janin banyak
mengalami cedera pada saat persalinan sehingga dapat membahayakan
kehidupan janin. Pada persalinan, karena tulang-tulang masih dibatasi fontanel
dan sutura yang belum keras, maka pinggir tulang dapat menyisip antara tulang
satu dengan tulang yang lain (molase), sehingga kepala bayi bertambah kecil.
Biasanya jika kepala janin sudah lahir maka bagian-bagian lain janin akan
dengan mudah menyusul.
1) Kepala Janin dan Ukurannya
Ukuran dan sifat kepala janin relatif kaku sehingga sangat memengaruhi
proses persalinan. Tengkorak janin terdiri atas dua tulang parietal, dua

8
tulang temporal, satu tulang frontal dan satu tulang oksipital. Tulang-tulang
ini disatukan oleh sutura membranosa. Saat persalinan dan setelah selaput
ketuban pecah, fontanel dan sutura dipalpasi untuk menentukan presentasi,
posisi, dan sikap janin. Sutura dan fontanel menjadikan tengkorak bersifat
fleksibel, sehingga dapat menyesuaian diri terhadap otak bayi. Kemampuan
tulang untuk saling menggeser memungkinkan kepala bayi beradaptasi
terhadap berbagai diameter panggul ibu.
2) Postur Janin Dalam Rahim
Istilah-istilah yang digunakan untuk kedudukan janin dalam rahim
yaitu:
a) Sikap (attitude/ habitus)
Sikap adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan
bagian yang lain. Sikap menunjukkan bagian-bagian janin dengan
sumbu janin, biasanya terhadap tulang puggungnya. Janin biasanya
dalam sikap fleksi dimana kepala, tulang puggung dan kaki dalam
keadaan fleksi, serta lengan bersilang di dada.
b) Letak (lie/ situs)
Letak janin adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap
sumbu ibu. Misalnya, letak lintang dimana sumbu janin tegak lurus
pada sumbu ibu, letak membujur dimana sumbu janin sejajar dengan
sumbu ibu, ini bisa letak kepala atau letak sungsang.
c) Presentasi (presentation)
Presentasi digunakan untuk menentukan bagian janin yang ada
di bagian bawah rahim, rahim dijumpai pada palpasi atau pada
pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi kepala, bokong, bahu, dan
lain-lain.
d) Bagian terbawah (presenting part)
Sama dengan presentasi, hanya lebih diperjelas lagi istilahnya.
Presentasi adalah bagian janin yang pertamakali memasuki pintu

9
atas panggul dan terus melalui jalan lahir saat persalinan mencapai
aterm.
e) Posisi (position)
Posisi merupakan indikator untuk menetapkan arah bagian
terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan, atau belakang
terhadap sumbu ibu. Misalnya pada letak belakang kepala (LBK)
ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan, UUK kanan belakang.
Apabila seseorang ingin menentukan presentasi dan posisi janin,
perlu dijawab pertanyaan bagian janin apa yang terbawah, dimana
bagian terbawah tersebut, dan apa indikatornya.
3) Letak Janin Dalam Rahim
1) Letak membujur (Longitudinal)
- Letak Kepala
Letak Fleksi (letak belakang kepala) Letak Defleksi (letak puncak
kepala, letak dahi, letak muka)
- Letak Sungsang
Letak bokong sempurna (clompete breech)
Letak bokong (frank breech)
Letak bokong tidak sempurna (incomplete Breech)
2) Letak Lintang (transverse lie)
3) Letak Miring (oblique lie)
- Letak kepala mengolak
- Letak bokong mengolak
b. Passageaway
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat,
dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan
lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya
bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin
harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku.

10
c. Powers
Power adalah tenaga atau kekuatan yang mendorong Janis keluar.
Kekuatan tersebut meliputi his, kontraksi otot-otot perut,
1) His (kontraksi uterus)
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan
serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi
kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai
masuk ke dalam rongga panggul. Ibu melakukan kontraksi
involunter dan volunteer secara bersamaan.
Menurut Asrinah (2010:9-11) adalah kekuatan kontraksi uterus
karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna.
Sifat his yang baik adalah kontraksi simetris, fundus dominan,
terkoordinasi dan relaksasi.
Pembagian his dan sifat-sifatnya:
(1) His pembukaan (kala I): menimbulkan pembukaan serviks,
semakin kuat, teratur dan sakit.
(2) His pengeluaran (kala II): untuk mengeluarkan janin, sangat
kuat, teratur, simetris, terkoordinasi.
(3) His pelepasan uri (kala III): kontraksi sedang untuk
mengeluarkan plasenta.
(4) His pengiring (kala IV): kontraksi lemah, masih sedikit,
nyeri, terjadi pengecilan rahim, dalam beberapa jam atau
hari.
Dalam melakukan observasi pada ibu bersalin, hal-hal yang
harus diperhatikan dari his adalah:
(1) Frekuensi his: jumlah his dalam waktu tertentu, biasanya per
menit atau per 10 menit.
(2) Intensitas his: kekuatan his (adekuat atau lemah)

11
(3) Durasi (lama his): lamanya his setiap his berlangsung dan
ditentukan dengan detik, misal 50 detik.
(4) Interval his: jarak antar his satu dengan his berikutnya, misal
datangnya his tiap 2-3 menit.
(5) Datangnya his: apakah sering, teratur, atau tidak.
Perubahan-perubahan akibat his
(1) Pada uterus dan serviks: uterus teraba keras karena
kontraksi. Serviks tidak mempunyai otot-otot yang banyak,
sehingga setiap muncul his, terjadi pendataran (effacement)
dan pembukaan (dilatasi) dari serviks.
(2) Pada ibu: rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi
rahim, terdapat pula kenaikan denyut nadi dan tekanan
darah.
(3) Pada janin: pertukaran oksigen pada sirkulasi uteroplasenter
kurang, sehingga timbul hipoksia janin. Denyut jantung
janin melambat dan kurang jelas didengar karena adanya
iskemia fisiologis.
d. Position
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan.
Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa
letih hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaki sirkulasi. Posisi tegak
meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok
e. Psychologic Respons
Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan mencemaskan
bagi wanita dan keluarganya. Rasa takut, tegang dan cemas mungkin
mengakibatkan proses kelahiran berlangsung lambat. Pada kebanyakan wanita,
persalinan dimulai saat terjadi kontraksi uterus pertama dan dilanjutkan dengan
kerja keras selama jam-jam dilatasi dan melahirkan kemudian berakhir ketika
wanita dan keluarganya memulai proses ikatan dengan bayi. Perawatan

12
ditujukan untuk mendukung wanita dan keluarganya dalam melalui proses
persalinan supaya dicapai hasil yang optimal bagi semua yang terlibat. Wanita
yang bersalin biasanya akan mengutarakan berbagai kekhawatiran jika ditanya,
tetapi merekajarang dengan spontan menceritakannya.
Keadaan psikologi ibu mempengaruhi proses persalinan. Ibu bersalin
yang didampingi oleh suami dan orang-orang yang dicintainya cenderung
mengalami proses persalinan yang lebih lancar dibandingkan dengan ibu
bersalin yang tanpa didampingi suami atau orang-orang yang dicintainya. Ini
menunjukkan bahwa dukungan mental berdampak positif bagi keadaan psikis
ibu, yang berpengaruh pada kelancaran proses persalinan.
f. Faktor Penolong
Kompetensi yang dimiliki oleh penolong persalinan sangat bermanfaat
untuk memperlancar proses persalinan dan mencegah kematian maternal
neonatal. Dengan pengetahuan dan kompetensi yang baik diharapkan kesalahan
atau malpraktik dalam memberikan asuhan tidak terjadi.

2.3 Proses Persalinan


1. Tahapan Persalinan
a. KALA I (Pembukaan)
Pasien dikatakan dalam tahap persalinan kala I, jika sudah terjadi
pembukaan serviks dan kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10 menit
selama 40 detik. Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Proses ini terbagi menjadi dua fase,
yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7
jam) dimana serviks membuka dari 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering
terjadi selama fase aktif. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak
begitu kuat sehingga parturient (ibu yang sedang bersalin) masih dapat berjalan-
jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada
multigravida sekitar 8 jam, Berdasarkan Kurve Friedman, diperhitungkan

13
pembukaan primigravida 1 cm per jam dan pembukaan multigravida 2 cm per
jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat
diperkirakan. (Sulistyawati, 2010)
b. KALA II (Pegeluaran Bayi)
Kala II adalah pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan lengkap
sampai bayi lahir. Uterus dengan kekuatan hisnya ditambah kekuatan meneran
akan mendorong bayi hingga lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada
primigravida dan 1 jam pada multigravida. Diagnosis persalinan kala II
ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan
sudah lengkap dan kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm,.
Gejala utama kala II adalah sebagai berikut:
(1) His semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik.
(2) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran
cairan secara mendadak.
(3) Ketuban pecah saat pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan meneran
karena tertekannya fleksus frankenhouser.
(4) Dua kekuatan, yaitu his dan meneran akan mendorong kepala bayi sehingga
kepala bayi membuka pintu: Suboksiput bertindak sebagai hipomochlion,
berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung, dan muka serta kepala
seluruhnya.
(5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar, yaitu penyesuaian
kepala pada punggung.
(6) Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan
jalan berikut:
a. Pegang kepala pada tulang oksiput dan bagian bawah dagu, kemudian
ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam ke
atas untuk melahirkan bahu belakang.
b. Setelah kedua bahu bayi lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa
badan bayi.

14
c. Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
(7) Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan multi gravid 30 menit.
(Sulistyawati dkk, 2010).
c. KALA III (Pengeluaran Plasenta)
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit.
Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada lapisan
nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda uterus menjadi bundar, uterus
terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali pusat
bertambah panjang, terjadi perdarahan, melahirkan plasenta dilakukan dengan
dorongan ringan secara crede pada fundus uteri (Manuaba, 2010).
1) Ada 2 metode untuk pelepasan plasenta :
a. Metode schulze
Pelepasan plasenta mulai dari pertengahan, sehingga plasenta
lahir diikuti oleh pengeluaran darah. Metode yang lebih umum terjadi,
plasenta terlepas dari suatu titik pusat dan merosot ke vagina melalui
lubang dalam kantung amnion, pembukaan fetal plasenta muncul pada
vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti dibelakang seperti
payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus. Permukaan
maternal plasenta tidak terlihat, dan bekuan darah berada dalam
kantong yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang
menimbulkan pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah
dengan kuat dan mengontrol perdarahan (Marmi, 2016).
b. Metode Matthews Ducan
Pelepasan plasenta dari daerah tepi sehingga terjadi perdarahan
dan diikuti pelepasan plasenta. Pada metode ini kemungkinan terjadi
bagian selaput ketuban yang tertinggal lebih besar karena selaput
ketuban tersebut tidak terkelupas semua selengkap metode schultze.
Metode ini adalah metode yang berkaitan dengan plasenta letak

15
rendah didalam uterus. Proses pelepasan berlangsung lebih lama dan
darah yang hilang sangat banyak karena hanya ada sedikit serta oblik
dibagian bawah segmen (Marmi, 2016).
Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat
implantasinya, dipakai beberapa prasat menurut Marmi (2016).
(1) Perasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali
pusat, tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali
pusat ini masuk kembali dalam vagina berarti plasenta
belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya
dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian lasenta
terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
(2) Perasat Strassman
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali
pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa
ada getaran pada tali pusat yang diregangkan ini, berarti
plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa
getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding uterus.
(3) Perasat Klein
Wanita tersebut disuruh mengejan dan tali pusat tampak
turun ke bawah. Bila pengedanannya dihentikan dan tali
pusat masuk kembali kedalam vagina, berarti plasenta belum
lepas dari dinding uterus.
(4) Perasat Crede
Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar
plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat dipergunakan
bila terpaksa misalnya perdarahan. Perasat ini dapat
mengakibatkan kecelakaan perdarahan postpartum. Pada

16
orang yang gemuk, perasat crede sukar atau tidak dapat
dikerjakan.
d. KALA IV (Observasi)
Kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kala IV
dilakukan observasi terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi
pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tingkat kesadaran pasien
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: Tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
3. Kontraksi uterus.
4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika
jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc. (Sulistyawati, 2010).

2. Mekanisme Persalinan Normal


Turunnya kepala dibagi dalam beberapa fase sebagai berikut
(Kurniarum, 2016).
a. Masuknya kepala janin dalam PAP
1) Masuknya kepala ke dalam PAP terutama pada primigravida terjadi
pada bulan terakhir kehamilan tetapi pada multipara biasanya terjadi
pada permulaan persalinan.
2) Masuknya kepala ke dalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis
melintang menyesuaikan dengan letak punggung (Contoh: apabila
dalam palpasi didapatkan punggung kiri maka sutura sagitalis akan
teraba melintang kekiri/posisi jam 3 atau sebaliknya apabila punggung
kanan maka sutura sagitalis melintang ke kanan/posisi jam 9) dan pada
saat itu kepala dalam posisi fleksi ringan.
3) Jika sutura sagitalis dalam diameter anteroposterior dari PAP maka
masuknya kepala akan menjadi sulit karena menempati ukuran yang
terkecil dari PAP

17
4) Jika sutura sagitalis pada posisi di tengah-tengah jalan lahir yaitu tepat
di antara symphysis dan promontorium, maka dikatakan dalam posisi
”synclitismus” pada posisi synclitismus os parietale depan dan belakang
sama tingginya.
5) Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati symphisis atau agak ke
belakang mendekati promontorium, maka yang kita hadapi adalah
posisi ”asynclitismus”
6) Acynclitismus posterior adalah posisi sutura sagitalis mendekati
symphisis dan os parietale belakang lebih rendah dari os parietale
depan.
7) Acynclitismus anterior adalah posisi sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietale depan lebih rendah dari os parietale
belakang
8) Pada saat kepala masuk PAP biasanya dalam posisi asynclitismus
posterior ringan. Pada saat kepala janin masuk PAP akan terfiksasi yang
disebut dengan engagement.

18
b. Majunya Kepala janin
1) Pada primi gravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke
dalam rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala II
2) Pada multi gravida majunya kepala dan masuknya kepala dalam rongga
panggul terjadi bersamaan.
3) Majunya kepala bersamaan dengan gerakan-gerakan yang lain yaitu:
fleksi, putaran paksi dalam, dan ekstensi
4) Majunya kepala disebabkan karena:
a. Tekanan cairan intrauterine
b. Tekanan langsung oleh fundus uteri oleh bokong
c. Kekuatan mengejan
d. Melurusnya badan bayi oleh perubahan bentuk rahim
c. Fleksi
1) Fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling
kecil yaitu dengan diameter suboccipito bregmatikus (9,5 cm)
menggantikan suboccipito frontalis (11 cm)
2) Fleksi disebabkan karena janin didorong maju dan sebaliknya mendapat
tahanan dari pinggir PAP, cervix, dinding panggul atau dasar panggul

19
3) Akibat adanya dorongan di atas kepala janin menjadi fleksi karena
momement yang menimbulkan fleksi lebih besar daripada moment yang
menimbulkan defleksi
4) Sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam posisi fleksi
maksimal. Kepala turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari
belakang atas ke bawah depan
5) Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intra uterin
yang disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan
rotasi yang disebut sebagai putaran paksi dalam

d. Putaran paksi dalam


1) Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian
rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke
bawah symphysis
2) Pada presentasi belakang kepala bagian terendah adalah daerah ubun-
ubun kecil dan bagian ini akan memutar ke depan ke bawah symphysis
3) Putaran paksi dalam mutlak diperlukan untuk kelahiran kepala, karena
putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala
dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu
bawah panggul

20
4) Putaran paksi dalam terjadi bersamaan dengan majunya kepala dan
tidak terjadi sebelum kepala sampai di Hodge III, kadang-kadang baru
terjadi setelah kepala sampai di dasar panggul
5) Sebab-sebab terjadinya putaran paksi dalam:
a. Pada letak fleksi, bagian kepala merupakan bagian terendah dari
kepala
b. Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling sedikit
terdapat sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genitalis antara
muskulus levator ani kiri dan kanan
c. Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter
anteroposterior

e. Ekstensi
1) Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai di dasar panggul,
terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena
sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan di atas,
sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk dapat melewati pintu
bawah panggul.
2) Dalam rotasi UUK akan berputar ke arah depan, sehingga di dasar
panggul UUK berada di bawah simfisis, dengan suboksiput sebagai

21
hipomoklion kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat
dilahirkan.
3) Pada saat ada his vulva akan lebih membuka dan kepala janin makin
tampak. Perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka
dinding rektum.
4) Dengan kekuatan his dan kekuatan mengejan, maka berturut-turut
tampak bregmatikus, dahi, muka, dan akhirnya dagu dengan gerakan
ekstensi.
5) Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut
putaran paksi luar
f. Ekstensi
1) Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai di dasar panggul,
terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena
sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan di atas,
sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk dapat melewati pintu
bawah panggul
2) Jika tidak terjadi ekstensi maka kepala akan tertekan pada perineum dan
menembusnya
3) Kepala bekerja dengan 2 kekuatan yaitu satu mendesak ke bawah dan
satunya lagi menolak ke atas karena adanya tahanan dasar panggul
4) Setelah subocciput tertahan di pinggir bawah symphysis, maka yang
dapat maju adalah bagian yang berhadapan dengan subocciput
g. Putaran paksi luar
1) Putaran paksi luar adalah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam
terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung janin.
2) Bahu melintasi PAP dalam posisi miring.
3) Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk
panggul yang dilaluinya hingga di dasar panggul, apabila kepala telah
dilahirkan bahu akan berada dalam posisi depan belakang.

22
4) Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dulu baru kemudian bahu
belakang, kemudian bayi lahir seluruhnya.

2.4 Adaptasi Persalinan


Adaptasi fisiologis dan psikologis selama persalinan bersifat dramatis dan
sering dianggap ringan. Waktu dan intensitas perubahan bervariasi antar berbagai
sistem, tetapi semuanya dirancang guna memberi kesempatan kepada ibu untuk
merawat janinnya dan mempersiapkan persalinan. Sebagian besar kaum wanita
menganggap persalinan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian
menganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya
(Kurniarum, 2016)..
1. Adaptasi Fisiologis
a. Perubahan Uterus
Di uterus terjadi perubahan saat masa persalinan, perubahan yang
terjadi sebagai berikut:
1) Kontraksi uterus yang dimulai dari fundus uteri dan menyebar ke
depan dan ke bawah abdomen
2) Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah Rahim (SBR)

23
a) SAR dibentuk oleh corpus uteri yang bersifat aktif dan
berkontraksi. Dinding akan bertambah tebal dengan majunya
persalinan sehingga mendorong bayi keluar
b) SBR dibentuk oleh istmus uteri bersifat aktif relokasi dan
dilatasi. Dilatasi makin tipis karena terus diregang dengan
majunya persalinan
b. Perubahan Bentuk Rahim
Setiap terjadi kontraksi, sumbu panjang rahim bertambah panjang
sedangkan ukuran melintang dan ukuran muka belakang berkurang. Pengaruh
perubahan bentuk rahim ini:
1) Ukuran melintang menjadi turun, akibatnya lengkungan punggung
bayi turun menjadi lurus, bagian atas bayi tertekan fundus, dan
bagian tertekan Pintu Atas Panggul.
2) Rahim bertambah panjang sehingga otot-otot memanjang diregang
dan menarik. Segmen bawah rahim dan serviks akibatnya
menimbulkan terjadinya pembukaan serviks sehingga Segmen Atas
Rahim (SAR) dan Segmen Bawah Rahim (SBR).

c. Faal Ligamentum Rotundum


1) Pada kontraksi, fundus yang tadinya bersandar pada tulang punggung
berpindah ke depan mendesak dinding perut depan kearah depan.
Perubahan letak uterus pada waktu kontraksi ini penting karena
menyebabkan sumbu rahim menjadi searah dengan sumbu jalan lahir.
2) Dengan adanya kontraksi dari ligamentum rotundum, fundus uteri
tertambat sehingga waktu kontraksi fundus tidak dapat naik ke atas.

d. Perubahan Serviks
1) Pendataran serviks/Effasement

24
Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis dari 1-2 cm
menjadi satu lubang saja dengan pinggir yang tipis.
2) Pembukaan serviks adalah pembesaran dari ostium eksternum yang tadinya
berupa suatu lubang dengan diameter beberapa milimeter menjadi lubang
dengan diameter kira-kira 10 cm yang dapat dilalui bayi. Saat pembukaan
lengkap, bibir portio tidak teraba lagi. SBR, serviks dan vagina telah
merupakan satu saluran.

d. Perubahan pada Sistem Urinaria


Pada akhir bulan ke 9, pemeriksaan fundus uteri menjadi lebih rendah,
kepala janin mulai masuk Pintu Atas Panggul dan menyebabkan kandung
kencing tertekan sehingga merangsang ibu untuk sering kencing. Pada kala I,
adanya kontraksi uterus/his menyebabkan kandung kencing semakin tertekan.
Poliuria sering terjadi selama persalinan, hal ini kemungkinan
disebabkan karena peningkatan cardiac output, peningkatan filtrasi glomerolus,
dan peningkatan aliran plasma ginjal. Poliuri akan berkurang pada posisi
terlentang. Proteinuri sedikit dianggap normal dalam persalinan.
Wanita bersalin mungkin tidak menyadari bahwa kandung kemihnya
penuh karena intensitas kontraksi uterus dan tekanan bagian presentasi janin
atau efek anestesia lokal. Bagaimanapun juga kandung kemih yang penuh dapat
menahan penurunan kepala janin dan dapat memicu trauma mukosa kandung
kemih selama proses persalinan. Pencegahan (dengan mengingatkan ibu untuk
berkemih di sepanjang kala I) adalah penting. Sistem adaptasi ginjal mencakup
diaforesis dan peningkatan IWL (Insensible Water Loss) melalui respirasi.

e. Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul


1) Pada kala I ketuban ikut meregangkan bagian atas vagina sehingga dapat
dilalui bayi

25
2) Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar panggul yang
ditimbulkan oleh bagian depan bayi menjadi saluran dengan dinding yang
tipis
3) Saat kepala sampai di vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas. Dari
luar peregangan oleh bagian depan nampak pada perineum yang menonjol
dan menjadi tipis sedangkan anus menjadi terbuka.
4) Regangan yang kuat ini dimungkinkan karena bertambahnya pembuluh
darah pada bagian vagina dan dasar panggul, tetapi kalau jaringan tersebut
robek akan menimbulkan perdarahan banyak.

f. Perubahan Sistem Kardiovaskular


Selama persalinan, curah jantung meningkat 40 % sampai 50 %
dibandingkan dengan kadar sebelum persalinan dan sekitar 80% sampai 100 %
dibandingkan dengan kadar sebelumnya. Peningkatan curah jantung ini terjadi
karena pelepasan katekolamin akibat nyeri dan karena kontraksi otot abdomen
dan uterus. Seiring dengan kontraksi uterus sekitar 300 sampai 500 ml darah
dipindahkan ke volume darah sentral.
Nyeri dan ansietas dapat meningkatkan curah jantung sekitar 50 %
sampai 60 %. Karena kontraksi uterus dapat menyebabkan kompresi bermakna
pada aorta dan arteria iliaka, sebagian besar peningkatan curah jantung
dialirkan ke ekstermitas atas dan kepala. Pada setiap kontaksi uterus, aliran
darah di cabang-cabang arteri uterus yang menyuplai ruang intervillli menurun
dengan cepat sesuai dengan besarnya kontraksi.
Penurunan ini tidak berhubungan dengan perubahan yang bermakna
dalam tekanan perfusi sistemik, tetapi lebih berhubungan dengan peningkatan
tahanan vaskuler lokal di dalam uterus. Tekanan vena istemik meningkat saat
darah kembali dari vena uterus yang membengkak. Pada kala I, sistolik rata-
rata meningkat 10 mm hg dan tekanan diastolik ratarata meningkat sebesar 5-
19 mmhg selama kontraksi, tetapi tekanan tidak banyak berubah.

26
Diantara waktu kontraksi kala II terdapat peningkatan 30/25 mmhg
selama kontraksi dari 10/5 sampai 10 mmhg. Jika wanita mengejan dengan
kuat, terjadi kompensasi tekanan darah, seringkali terjadi penurunan tekanan
darah secara dramatis saat wanita berhenti mengejan di akhir kontaksi.
Perubahan lain dalam persalinan mencakup peningkatan denyut nadi secara
perlahan tapi pasti sampai sekitar 100 kali per menit pada persalinan kala II.
Frekuensi denyut nadi dapat ditingkatkan lebih jauh oleh dehidrasi, perdarahan,
ansietas, nyeri dan obat-obatan tertentu, seperti terbutalin.
Karena perubahan kardiovaskuler yang terjadi selama kontraksi uterus,
pengkajian paling akurat untuk mengkaji tanda tanda vital maternal adalah
diantara waktu kontraksi. Pengaturan posisi memiliki efek yang besar pada
curah jantung. Membalikkan posisi wanita bersalin dari miring ke telentang
menurunkan curah jantung sebesar 30% Tekanan darah meningkat selama
kontraksi, kenaikan sistole 15 (10-20) mmhg, kenaikan diastole 5-10 mmhg,
diantara kontraksi tekanan kembali pada level sebelum persalinan.
Posisi berbaring miring akan mengurangi terjadinya perubahan tekanan
darah selama proses kontraksi. Rasa sakit/nyeri, takut dan cemas juga dapat
meningkatkan tekanan darah. Kenaikan detak jantung berkaitan dengan
peningkatan metabolisme. Secara dramatis detak jantung naik selama uterus
berkontraksi. Antara kontraksi sedikit meningkat dibandingkan sebelum
persalinan.

g. Perubahan Metabolisme
Pada saat mulai persalinan, terjadi penurunan hormon progesteron yang
mengakibatkan perubahan pada sistem pencernaan menjadi lebih lambat
sehingga makanan lebih lama tinggal di lambung, akibatnya banyak ibu
bersalin yang mengalami obstivasi atau peningkatan getah lambung sehingga
terjadi mual dan muntah.

27
Metabolisme karbohidrat aerob dan anaerob meningkat secara perlahan
yang terjadi akibat aktivitas otot rangka dan kecemasan ibu. Peningkatan ini
ditandai dengan adanya peningkatan suhu badan ibu, nadi, pernafasan, cardiac
out put dan hilangnya cairan.
Pada Basal Metabolisme Rate (BMR), dengan adanya kontraksi dan
tenaga mengejan yang membutuhkan energi yang besar, maka pembuangan
juga akan lebih tinggi dan suhu tubuh meningkat. Suhu tubuh akan sedikit
meningkat (0,5-10 C) selama proses persalinan dan akan segera turun setelah
proses persalinan selesai. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan
metabolisme tubuh. Peningkatan suhu tubuh tidak boleh lebih dari 10C.

h. Perubahan Sistem Pernapasan


Dalam persalinan, ibu mengeluarkan lebih banyak CO2 dalam setiap
nafas. Selama kontraksi uterus yang kuat, frekuensi dan kedalaman pernafasan
meningkat sebagai responns terhadap peningkatan kebutuhan oksigen akibat
pertambahan laju metabolik. Rata-rata PaCO2 menurun dari 32 mm hg pada
awal persalinan menjadi 22 mm hg pada akhir kala I.
Menahan nafas saat mengejan selama kala II persalinan dapat
mengurangi pengeluaran CO2. Masalah yang umum terjadi adalah
hiperventilasi maternal, yang menyebabkan kadar PaCO2 menurun dibawah 16
sampai 18 mm hg. Kondisi ini dapat dimanifestasikan dengan kesemutan pada
tangan dan kaki, kebas dan pusing. Jika pernafasan dangkal dan berlebihan,
situasi kebalikan dapat terjadi karena volume rendah.
Mengejan yang berlebihan atau berkepanjangan selama Kala II dapat
menyebabkan penurunan oksigen sebagai akibat sekunder dari menahan nafas.
Pernafasan sedikit meningkat karena adanya kontraksi uterus dan peningkatan
metabolisme dan diafragma tertekan oleh janin. Hiperventilasi yang lama
dianggap tidak normal dan dapat menyebabkan terjadinya alkalosis.

28
i. Perubaahan Gastrointestinal
Motilitas lambung dan absorbsi makanan padat secara substansial
berkurang banyak sekali selama persalinan aktif dan waktu pengosongan
lambung. Efek ini dapat memburuk setelah pemberian narkotik. Banyak wanita
mengalami mual muntah saat persalinan berlangsung, khususnya selama fase
transisi pada kala I persalinan. Selain itu pengeluaran getah lambung yang
berkurang menyebabkan aktifitas pencernaan berhenti dan pengosongan
lambung menjadi sangat lamban. Cairan meninggalkan perut dalam tempo yang
biasa.
Mual atau muntah terjadi sampai ibu mencapai akhir kala I.
Ketidaknyamanan lain mencakup dehidrasi dan bibir kering akibat bernafas
melalui mulut. Karena resiko mual dan muntah, beberapa fasilitas pelayanan
bersalin membatasi asupan oral selama persalinan. Es batu biasanya diberikan
untuk mengurangi ketidaknyaman akibat kekeringan mulut dan bibir. Beberapa
fasilitas layanan lain mengijinkan minum air putih, jus dan ice pop. Banyak
fasilitas lain memberikan asupan cairan melalui intravena.
Kadar natrium dan klorida dalam plasma dapat menurun sebagai akibat
absorbs gastrointestinal, nafas terengah-engah, dan diaforesis (perspirasi)
selama persalinan dan kelahiran. Poliuri (sering berkemih) merupakan hal yang
biasa terjadi. Penurunan asupan cairan oral akibat mual dan muntah,
ketidaknyamanan dan pemberian analgetik atau anestesi dapat lebih jauh
mengubah kesimbangan cairan dan elektrolit.

j. Perubahan Sistem Hematologi


Haemoglobin akan meningkat selama persalinan sebesar 1,2 gr % dan
akan kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan pada hari pertama pasca
persalinan kecuali terjadi perdarahan.
Peningkatan leukosit secara progresif pada awal kala I (5.000) hingga
mencapai ukuran jumlah maksimal pada pembukaan lengkap (15.000).

29
Haemoglobin akan meningkat selama persalinan sebesar 1,2 gr % dan akan
kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan pada hari pertama pasca
persalinan kecuali terjadi perdarahan. Peningkatan leukosit terjadi secara
progresif pada awal kala I (5.000) hingga mencapai ukuran jumlah maksimal
pada pembukaan lengkap (15.000). Selama persalinan waktu pembekuan darah
sedikit menurun, tetapi kadar fibrinogen plasma meningkat. Gula darah akan
turun selama persalinan dan semakin menurun pada persalinan lama, hal ini
disebabkan karena aktifitas uterus dan muskulus skeletal.

k. Nyeri
Nyeri dalam persalinan dan kelahiran adalah bagian dari respon
fisiologis yang normal terhadap beberapa faktor. Selama Kala I persalinan,
nyeri yang terjadi pada kala I terutama disebabkan oleh dilatasi serviks dan
distensi segmen uterus bawah. Pada awal kala I, fase laten kontraksi pendek
dan lemah, 5 sampai 10 menit atau lebih dan berangsung selama 20 sampai 30
detik. Wanita mungkin tidak mengalami ketidaknyamanan yang bermakna dan
mungkin dapat berjalan ke sekeliling secara nyaman diantara waktu kontraksi.
Pada awal kala I, sensasi biasanya berlokasi di punggung bawah, tetapi
seiring dengan waktu nyeri menjalar ke sekelilingnya seperti korset/ikat
pinggang, sampai ke bagian anterior abdomen. Interval kontraksi makin
memendek, setiap 3 sampai 5 menit menjadi lebih kuat dan lebih lama. Pada
Kala II, nyeri yang terjadi disebabkan oleh distensi dan kemungkinan gangguan
pada bagian bawah vagina dan perineum. Persepsi nyeri dipengaruhi oleh
berbagai faktor.

2. Adaptasi Psikologis
a. Perubahan Psikologis Kala I

30
Pada persalinan Kala I selain pada saat kontraksi uterus, umumnya ibu dalam
keadaan santai, tenang dan tidak terlalu pucat. Kondisi psikologis yang sering
terjadi pada wanita dalam persalinan kala I adalah :
1) Kecemasan dan ketakutan pada dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan
sendiri. Ketakutan tersebut berupa rasa takut jika bayi yang yang akan
dilahirkan dalam keadaan cacat, serta takhayul lain. Walaupun pada jaman
ini kepercayaan pada ketakutan-ketakutan gaib selama proses reproduksi
sudah sangat berkurang sebab secara biologis, anatomis, dan fisiologis
kesulitan-kesulitan pada peristiwa partus bisa dijelaskan dengan alasan-
alasan patologis atau sebab abnormalitas (keluarbiasaan). Tetapi masih ada
perempuan yang diliputi rasa ketakutan akan takhayul.
2) Timbulnya rasa tegang, takut, kesakitan, kecemasan dan konflik batin. Hal
ini disebabkan oleh semakin membesarnya janin dalam kandungan yang
dapat mengakibatkan calon ibu mudah capek, tidak nyaman badan, dan
tidak bisa tidur nyenyak, sering kesulitan bernafas dan macam-macam
beban jasmaniah lainnya diwaktu kehamilannya.
3) Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman dan selalu kegerahan serta tidak
sabaran sehingga harmoni antara ibu dan janin yang dikandungnya menjadi
terganggu. Ini disebabkan karena kepala bayi sudah memasuki panggul dan
timbulnya kontraksikontraksi pada rahim sehingga bayi yang semula
diharapkan dan dicintai secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini
dirasakan sebagai beban yang amat berat.
4) Ketakutan menghadapi kesulitan dan resiko bahaya melahirkan bayi yang
merupakan hambatan dalam proses persalinan :
a) Adanya rasa takut dan gelisah terjadi dalam waktu singkat
dan tanpa sebab sebab yang jelas
b) Ada keluhan sesak nafas atau rasa tercekik, jantung
berdebar-debar

31
c) Takut mati atau merasa tidak dapat tertolong saat
persalinan
d) Muka pucat, pandangan liar, pernafasan pendek, cepat dan
takikardi
5) Adanya harapan harapan mengenai jenis kelamin bayi yang akan
dilahirkan. Relasi ibu dengan calon anaknya terpecah, sehingga popularitas
AKU-KAMU (aku sebagai pribadi ibu dan kamu sebagai bayi) menjadi
semakin jelas. Timbullah dualitas perasaan yaitu:
a. Harapan cinta kasih
b. Impuls bermusuhan dan kebencian
6) Sikap bermusuhan terhadap bayinya
a. Keinginan untuk memiliki janin yang unggul
b. Cemas kalau bayinya tidak aman di luar Rahim
c. Belum mampu bertanggung jawab sebagai seorang ibu
7) Kegelisahan dan ketakutan menjelang kelahiran bayi:
a. Takut mati
b. Trauma kelahiran
c. Perasaan bersalah
d. Ketakutan riil

e. Perubahan Psikologis Kala II


Pada masa persalinan seorang wanita ada yang tenang dan bangga akan
kelahiran bayinya, tapi ada juga yang merasa takut. Adapun perubahan
psikologis yang terjadi adalah sebagai berikut:
1) Panik dan terkejut dengan apa yang terjadi pada saat pembukaan lengkap
2) Bingung dengan adanya apa yang terjadi pada saat pembukaan lengkap
3) Frustasi dan marah
4) Tidak memperdulikan apa saja dan siapa saja yang ada di kamar bersalin
5) Rasa lelah dan sulit mengikuti perintah

32
6) Fokus pada dirinya sendiri

Masalah Psikologis Yang Terjadi Pada Masa Persalinan


Masalah psikologis yang terjadi pada masa persalinan adalah kecemasan. Pada
masa persalinan seorang wanita ada yang tenang dan bangga akan kelahiran bayinya,
tetapi ada juga yang merasa takut. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang
ditandai dengan ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. Ibu
bersalin mengalami gangguan dalam menilai realitas, namun kepribadian masih tetap
utuh. Perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas batas normal. Kecemasan
berbeda dengan rasa takut. Cemas adalah respon emosi tanpa obyek yang spesifik yang
secara subyektif dialami dan dikomunikasikan interpersonal secara langsung.
Kecemasan dapat diekspresikan melalui respon fisiologis dan psikologis.
Secara fisiologis, respon tubuh terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan
sistem syaraf otonom (simpatis dan parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan
mengaktivasi proses tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan menimbulkan
respons tubuh. Bila korteks otak menerima rangsang, maka rangsangan akan dikirim
melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenal/epineprin
sehingga efeknya antara lain nafas menjadi lebih dalam, nadi meningkat, dan tekanan
darah meningkat. Darah akan tercurahkan terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan
otak. Dengan peningkatan glikegenolisis maka gula darah akan meningkat. Secara
psikologis, kecemasan akan
mempengaruhi koordinasi atau gerak refleks, kesulitan mendengar atau mengganggu
hubungan dengan orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan
menurunkan keterlibatan orang lain.
Secara umum kecemasan dipengaruhi oleh beberapa gejala yang mirip dengan
orang yang mengalami stress. Bedanya stress didominasi oleh gejala fisik, sedangkan
kecemasan
didominasi oleh gejala psikis. Adapun gejala gejala orang yang mengalami kecemasan
adalah sebagai berikut:

33
1) Ketegangan motorik/alat gerak seperti gemetar, tegang, nyeri otot, letih, tidak
dapat santai, gelisah, tidak dapat diam, kening berkerut, dan mudah kaget.
2) Hiperaktivitas saraf otonom (simpatis dan parasimpatis) seperti keringat
berlebihan, jantung berdebar-debar, rasa dingin di telapak tangan dan kaki,
mulut kering, pusing, rasa mual, sering buang air kecil, diare, muka
merah/pucat, denyut nadi dan nafas cepat
3) Rasa khawatir yang berlebihan tentang hal-hal yang akan datang seperti cemas,
takut, khawatir, membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya.
4) Kewaspadaan yang berlebihan seperti perhatian mudah beralih, sukar
konsentrasi, sukar tidur, mudah tersinggung, dan tidak sabar.

2.5 Penatalaksanaan Nyeri Persalinan Nonfarmakologi


Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi (memanajemen) nyeri saat
persalinan, yaitu salah satunya dengan memberikan terapi non farmakologis.Terapi
non-farmakologis yaitu terapi yang digunakan yakni dengan tanpa menggunakan obat-
obatan, tetapi dengan memberikan berbagai teknik yang setidaknya dapat sedikit
mengurangi rasa nyeri saat persalinan tiba. Beberapa hal yang dapat dilakukan ialah
(Kurniarum, 2016).:
1) Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri.
Ada empat tipe distraksi, yaitu distraksi visual, misalnya membaca atau
menonton televisi, Distraksi auditory, misalnya mendengarkan musik, Distraksi
taktil, misalnya menarik nafas dan massase, Distraksi kognitif, misalnya
bermain puzzle.
2) Hypnosis-diri
Hypnosis-diri dengan membantu merubah persepsi nyeri melalui pengaruh
sugesti positif. Hypnosis-diri menggunakan sugesti dari dankesan tentang
perasaan yang rileks dan damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan
menggunakan bagian ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi yang

34
menghasilkan respons tertentu bagi mereka (Edelman & Mandel, 1994).
Hypnosis-diri sama seperti dengan melamun. Konsentrasi yang efektif
mengurangi ketakutan dan sters karena individu berkonsentrasi hanya pada satu
pikiran. Selain itu juga mengurangi persepsi nyeri merupakan salah satu
sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman ialah membuang atau mencegah
stimulasi nyeri. Hal ini terutama penting bagi klien yang imobilisasi atau tidak
mampu merasakan sensasi ketidaknyamanan. Nyeri juga dapat dicegah dengan
mengantisipasi kejadian yang menyakitkan, misalnya seorang klien yang
dibiarkan mengalami konstipasi akan menderita distensi dan kram abdomen.
Upaya ini hanya klien alami dan sedikit waktu ekstra dalam upaya menghindari
situasi yang menenyebabkan nyeri (Mander, 2003).
3) Stimulas Kutaneus
Terapi stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk
menghilangkan nyeri massase, mandi air hangat, kompres panas atau dingin
dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS) merupakan langkah-langkah
sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri. Cara kerja khusus stimulasi
kutaneus masih belum jelas. Salah satu pemikiran adalah cara ini menyebabkan
pelepasan endorfin, sehingga memblog transmisi stimulasi nyeri. Teori Gate-
kontrol mengatakn bahwa stimulasi kutaneus mengaktifkan transmisi tersebut
saraf sensori A-Beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan
transmisi nyeri melalui serabut dan delta-A berdiameter kecil. Gerbang sinaps
menutup transmisi impuls nyeri. Bahwa keuntungan stimulasi kutaneus adalah
tindakan ini dapat dilakkan dirumah, sehingga memungkinkan klien dan
keluarga melakukan upaya kontrol gejala nyeri dan penanganannya.
Penggunaan yang benar dapat mengurangi persepsi nyeri dan membantu
mengurangi ketegangan otot. Stimulasi kutaneus jangan digunakan secara
langsung pada daerah kulit yang sensitif (misalnya luka bakar, luka memar,
cram kulit, inflamasi dan kulit dibawah tulang yang fraktur) (Mander,2004).
4) Massase

35
Masasse adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya
otot, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi
untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan / atau memperbaiki
sirkulasi. Masase adalah terapi nyeri yang paling primitive dan menggunakan
refleks lembut manusia untuk menahan, menggosok, atau meremas bagian
tubuh yang nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
5) Terapi Hangat dan Dingin
Terapi hangat dan dingin bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri
(non-nosiseptor). Terapi dingin dapat menurunkan prostaglandin yang
memperkuat sensitifitas reseptor nyeri. Agar efektif es harus diletakkan di area
sekitar pembedahan. Penggunaan panas dapat meningkatkan aliran darah yang
dapat mempercepat penyembuhan dan penurunan nyeri.
6) Relaksasi pernafasan
Relaksasi pernafasan yang merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajakan pada klien bagaimana
cara melakukan pernafasan, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal)
dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi pernafasan juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Menurut
kegunaanya teknik relaksasi pernafasan dianggap mampu meredakan nyeri,
prosesnya menarik nafas lambat melalui hidung (menahan inspirasi secara
maksimal) dan menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan.

2.6 Family Centered Maternity Care (FCMC)


1. Pendekatan Family Centered Maternity Care
a. Peristiwa persalinan dan kelahiran dipandang sebagai suatu keadaan yang
sejahtera, bukan suatu keadaan yang sakit. Pelayanan dengan pendekatan konsep
maternitas yang berpusat pada keluarga ini dilakukan untuk mempertahankan
persalinan, kelahiran atau masa nifas serta merawat bayi sebagai peristiwa

36
kehidupan normal yang melibatkan perubahan fisik, emosional dan sosial yang
dinamis.
b. Pelayanan perinatal bersifat personal disesuaikan dengan kebutuhan psikososial,
latar belakang pendidikan, fisik, spiritual dan budaya dari tiap-tiap wanita dan
keluarganya.
c. Program komprehensif edukasi perinatal mempersiapkan keluarga untuk aktif
berpartisipasi sepanjang periode perinatal: perikonsepsi, kehamilan, persalinan,
dan kelahiran serta masa menjadi orang tua.
d. Para penyedia pelayanan kesehatan membantu keluarga agar dapat membuat
keputusan untuk perawatan mereka dan membantu keluarga memiliki
pengalaman positif sesuai dengan harapan mereka.
e. Pasangan/suami atau orang-orang yang dipercaya ibu untuk memberikan
bantuan kepadanya secara aktif melibatkan diri selama proses edukasi
persalinan, kelahiran, nifas dan merawat bayi.
f. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan keinginan ibu dan keluarganya
selama perawatan di ruang rawat inap termasuk selama proses persalinan dan
kelahiran.
g. Perawatan rooming-in diberikan kecuali ibu dengan persalinan sectio caesaria
h. Para ibu adalah “perawat” untuk bayinya sendiri. Peran penyedia layanan adalah
memfasilitasi pelayanan tersebut, bukan pemberi perawatan langsung untuk bayi
mereka
i. Penyedia pelayanan memfasilitasi pasangan ibu dan bayi sebagai satu unit single
family yang menjadi tanggung jawabnya.
j. Para orang tua diijinkan merawat bayi mereka yang sedang sakit/beresiko tinggi
setiap waktu dan mereka diikutsertakan dalam merawat bayinya dalam kondisi
tersebut.
2. Ciri-Ciri Family Centered Maternity Care
a. Dilaksanakannya kelas-kelas antenatal
b. Melibatkan partisipasi keluarga pada persalinan dan postpartum

37
c. Persalinan tindakan melibatkan keluarga
d. Rumah bersalin seperti dirumah
e. Pelaksanaan prosedur fleksibel
f. Kontak dini orang tua dan bayi
g. Pelaksanaan rooming-in fleksibel
h. Bayi dengan komplikasi melibatkan keluarga
i. Pemulangan dini dengan follow up.

2.7 Pengkajian Fetal


a. Gerakan Janin
Pola gerakan janin adalah tanda reliabel tentang kesejahteraan janin,
dimana gerakan janin yang mengikuti pola teratur dari waktu ketika gerakan ini
dirasakan. Data sedikitnya 10 gerakan per hari dianggap lazim. Perhitungan
gerakan janin harus dimulai pada usia kehamilan 34-36 minggu bagi wanita
yang beresiko rendah mengalami insufisiensi uteroplasenta. Sedangkan bagi
wanita yang faktor resikonya telah diidentifikasi, perhitungan gerakan janin
dilakukan pada usia kehamilan 28 minggu.
Gerakan janin pada primigravida dapat dirasakan oleh ibunya pada
kehamilan 18 minggu sedangkan pada multigravida pada kehamilan 18
minggu. Gerakan janin kadangkadang pada kehamilan 20 minggu dapat diraba
secara objektif oleh pemeriksanya, ballottement dalam uterus dapat diraba pada
kehamilan yang lebih tua. Gerakan janin normal yaitu sekelompok atau
beberapa kelompok aktivitas tungkai dan tubuh janin yang menunjukkan
normalitas.
Pengkajian riwayat merupakan langkah yang penting. Klien sering
melaporkan penurunan gerakan janin karena mereka lupa merasakan aktivitas
janin selama periode waktu tertentu dan juga tidak terlalu perhatian terhadap
hal ini. Anjurkan klien untuk focus pada aktivitas janin selama periode waktu
satu jam, terutama saat ia sedang beristirahat, dalam kondisi gizi baik, dan

38
asupan cairan cukup. Apabila klien mampu membaca dan memahami prosedur
grafik dasar, maka dapat menggunakan metode menghitung sampai 10 :
1) Jadwalkan satu sesi perhitungan per hari
2) Jadwalkan sesi pada waktu yang sama setiap hari.
3) Setidaknya harus terdapat 10 kali gerakan teridentifikasi dalam 1
jam
4) Apabila gerakan kurang dari 10 kali dalam 1 jam, jika dibutuhkan
waktu lebih lama untuk mencapai 10 kali gerakan, atau jika tidak
terasa gerakan dalam 1 jam, maka hubungi bidan. Kelebihan metode
ini yaitu : mudah digunakan, singkat dan mudah diinterpretasi.
b. Pemeriksaan Denyut Jantung Janin
Denyut jantung janin normal adalah frekuensi denyut rata-rata saat
wanita tidak sedang bersalin, atau diukur di antara dua kontraksi. Bunyi denyut
jantung janin seperti bunyi detik jam dibawah bantal. Dengan alat fetal electro
cardiograph denyut jantung janin dapat dicatat pada kehamilan 12 minggu.
Dapat di dengarkan oleh alat yang bernama Leanec dan Doppler.
1) Desir tali pusat
Disebabkan semburan darah melalui arteri umbilikalis. Suara ini
terdengar seperti siulan nyaring yang singkron dengan denyut jantung janin.
Suara ini tidak konstan, kadang-kadang terdengar jelas ketika diperiksa pada
suatu waktu namun pada pemeriksaan di lain tidak terdengar.
2) Desir uterus
Terdengar sebagai suara hembusan lembut yang singkron dengan
denyut ibu. Bunyi ini biasanya paling jelas terdengar saat auskultasi segmen
bawah uterus. Suara ini dihasilkan oleh pasase darah melalui pembuluh-
pembuluh uterus yang berdilatasi dan dijumpai tidak saja pada kehamilan tetapi
juga pada setiap keadaan yang menyebabkan alirah darah ke uterus meningkat,
hingga pengaliran darah menjadi luas.
3) Suara akibat gerakan janin

39
Suara gerakan ini seperti suara pukulan, dikarenakan janin mendapat
reaksi dari luar.
4) Gerakan usus
Suara ini seperti berkumur-kumur, dihasilkan oleh berjalannya gas atau
cairan melalui usus ibu.
5) Frekuensi Denyut Jantung
a) Bradikardi
Frekuensi denyut jantung janin yang kurang dari 110 denyut/menit. Keadaan
ini dianggap sebagai tanda akhir hipoksia janin.
Penyebabnya :
- hipoksia janin tahap lanjut
- obat-obatan beta-adrenergetik (propanolol; anestetik untuk blok epidural,
spinal, kaudal, dan pudendal)
- hipotensi pada ibu
- kompresi tali pusat yang lama
- blok jantung kongenital pada janin
b) Tacikardi
Frekuensi denyut jantung janin yang lebih dari 160 denyut/menit. Keadaan
ini dianggap sebagai tanda awal hipoksia janin.
Penyebabnya :
- hipoksia janin dini
- demam pada ibu
- obat-obatan parasimpatik (atropin, hidroksizin)
- obat-obatan beta-simpatomimetik (ritodrin, isoksuprin)
- hipertiroid pada ibu
- anemia pada janin
- gagal jantung pada janin
- aritmia jantung pada janin
c) Variabilitas

40
Variabilitas denyut jantung janin digambarkan sebagai ketidakteraturan
irama jantung normal. Variabilitas denyut demi denyut normal dianggap
antara 6 dan 25 denyut/menit. Variabilitas jangka pendek yaitu ketidak
samaan satu denyut dengan denyut berikutnya. Variabilitas jangka panjang
yaitu tampak sebagai siklus ritmik/ gelombang dasar dan biasanya terdapat
tiga sampai lima siklus permenit.
Penyebab variabilitas meningkat :
- hipoksia ringan dini
- stimulasi janin oleh palpasi rahim, kontraksi rahim, aktivitas janin, dan
aktivitas ibu
Penyebab variabilitas menurun :
- hipoksia/asidosis
- depresi sistem saraf pusat oleh obat-obatan tertentu
- prematuritas
- siklus tidur janin
- aritmia jantung janin
c. Non Stress Test
Non stress test (nst) adalah pemeriksaan kesehatan janin dengan
menggunakan kardiotokografi pada umur kehamilan > 32 minggu.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai hubungan gambaran djj dan aktivitas
janin. Cara pemeriksaan ini dikenal juga dengan nama aktokardiografi, atau
fetal activity acceleration determination (faad). Penilaian dilakukan terhadap
frekuensi dasar denyut jantung janin, variabilitas, dan timbulnya akselerasi
yang menyertai gerakan janin. Interpretasi Non Stress Test (Nst)
1) Reaktif:
- Terdapat gerakan janin sedikitnya 2 kali dalam 20 menit, disertai
dengan akselerasi sedikitnya 15 dpm.
- Frekuensi dasar djj di luar gerakan janin antara 120 – 160 dpm.
- Variabilitas djj antara 5 – 25 dpm.

41
2) Non-reaktif:
- Tidak terdapat gerakan janin dalam 20 menit, atau tidak terdapat
akselerasi pada gerakan janin.
- Frekuensi dasar djj abnormal (kurang dari 120 dpm, atau lebih dari
160 dpm).
- Variabilitas djj kurang dari 2 dpm. 3. Meragukan:
- Gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat
akselerasi yang kurang dari 15 dpm.
- Frekuensi dasar DJJ abnormal.
- ariabilitas DJJ antara 2 – 5 dpm.
Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti dengan keadaan janin yang baik
sampai 1 minggu kemudian (spesifisitas 95% – 99%).hasil nst yang non-reaktif
disertai dengan keadaan janin yang jelek (kematian perinatal, nilai apgar
rendah, adanya deselerasi lambat intrapartum), dengan sensitivitas sebesar
20%.hasil nst yang meragukan harus diulang dalam waktu 24 jam. Oleh karena
rendahnya nilai sensitivitas nst, maka setiap hasil nst yang non-reaktif
sebaiknya dievaluasi lebih lanjut dengan contraction stress test (CST), selama
tidak ada kontraindikasi.

d. Amniositesis
Amniosintesis adalah metode untuk mendapatkan cairan amnion
dengan visualisasiultrasound langsung, suatu jarum dimasukkan secara
transabdominal ke dalam uterus. Cairan amnion ini diambil dengan spuit dan
dilakukan berbagai analisis. Cairan amnion yang mengandung sel-sel janin,
bahan-bahan kimia, dan mikroorganisme, mampu memberikan informasi
tentang susunan genetik, kondisi janin, serta tingkat kematangannya. Dengan
menganalisis air ketuban, sehingga dapat menentukan kadar bilirubin secara
spectroskopik. Menentukan kadar kreatinin, dan pemeriksaan sitologik air
ketuban. Serta pemeriksaan kadar enzim alkali fosfatase total dan alkali

42
fosfatase tahan panas (hsap: heat stable alkaline phospatase). Mulai kehamilan
26 minggu sampai kehamilan 42 minggu kadar alkaline fozfatase total dan
tahan panas akan menaik terus menerus setiap minggunya. Pada postmaturitas
di dapatkan kadar hsap yang lebih rendah dari kehamilan normal 40-42 minggu.
Kajian-kajian berikutnya akan dilakukan pada specimen cairan yang di aspirasi
antara umur kehamilan 14 sampai 18 minggu. Hasil analisis biasanya baru
diperoleh setelah paling cepat 3 minggu.dan uji dagnostik yang lebih baru telah
dirancang untuk menghindari hasil yang terlalu lama ini.
Amniosintesis dapat dilakukan bila cairan amnion sudah cukup banyak
dan ketika uterus menjadi organ abdomen. Pada awal trimester (14-16 minggu),
dilakukan untuk mendeteksi kelainan genetik dan metabolik melalui
pemeriksaan sitogenetik. Pemeriksaan ini biasanya dianjurkan bila calon ibu
berusia di atas 35 tahun. Karena hamil di usia ini memiliki risiko cukup tinggi.
Terutama untuk menentukan apakah janin menderita sindroma down atau tidak.
Umumnya memerlukan waktu sekitar 24 sampai 35 hari untuk mengetahui
dengan jelas dan tuntas hasil biakan tersebut.

2.8 Persalinan Abnormal


Persalinan abnormal ( distosia ) adalah persalinan yang berjalan tidak normal.
Seringkali pula disebut sebagai partus lama, partus tak maju , disfungsi persalinan atau
disproporsi sepalo pelvik (CPD ). Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang
sulit, memiliki karakteristik kemajuan persalinan yang abnormal atau lambat.
Persalinan abnormal atau lambat umum terjadi bila ada disproporsi antara ukuran
bagian terbawah janin dengan jalan lahir.
Pada presentasi kepala, distosia adalah indikasi yang paling umum saat ini
untuk seksio sesaria primer. CPD (cephalopelvic disproportion) adalah akibat dari
panggul sempit, ukuran kepala janin yang besar, atau lebih sering kombinasi dari kedua
di atas. Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas pelvis dapat
mengakibatkan distosia selama persalinan. Panggul sempit bisa terjadi pada pintu atas

43
panggul, midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau umumnya kombinasi dari
ketiganya. Karena CPD bisa terjadi pada tingkat pelvic inlet, outlet dan midlet,
diagnosisnya bergantung pada pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan
dengan evaluasi ukuran kepala janin.
Panggul sempit sebagai salah satu kendala dalam melahirkan secara normal
karena menyebabkan persalinan macet yang insidensinya adalah 1-3% dari persalinan.
Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa
pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu
dapat berupa partus lama yang dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi
intrapartum, ruptur uteri mengancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis,
atau fistula vesikovaginalis, atau fistula rektovaginalis karena tekanan yang lama antara
kepala janin dengan tulang panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa
meningkatkan kematian perinatal, dan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala
janin bahkan bisa menimbulkan fraktur pada os parietalis.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting
untuk mendapatkan keterangan tentang keadaan panggul. Pada wanita dengan tinggi
badan kurang dari 145 cm dapat dicurigai adanya kesempitan panggul. Dengan
pemeriksaan dalam (manual) mempunyai arti yang penting untuk menilai secara kasar
pintu atas panggul serta panggul tengah, dan untuk memberi gambaran yang jelas
mengenai pintu bawah panggul. Pelvimetri rontgenologik diperoleh gambaran yang
jelas tentang bentuk panggul dan ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul. Akan
tetapi pemeriksaan ini dalam masa kehamilan beresiko, khususnya bagi janin. Menurut
English James,dkk CT pelvimetri tingkat radiasinya terhadap janin lebih kurang
sepertiga dari tingkat radiasi secara X-ray pelvimetri sehingga lebih aman
penggunaannya, namun tetap saja membahayakan janin. Oleh sebab itu tidak dapat
dipertanggung jawabkan untuk menjalankan pelvimetri rontgenologik secara rutin
pada masa kehamilan, kecuali atas indikasi yang kuat.

44
2.9 Askep Persalinan Normal Kala I-IV
A. PENGKAJIAN
a. Pengkajian kala I
1. Integritas Ego
a) Dapat senang atau cemas
b) Nyeri/Ketidak nyamanan
c) Kontraksi reguler, peningkatan frekuensi, durasi dan keparahan.
2. Keamanan
Irama jantung janin paling baik terdengar pada umbilicus (tergantung
posisi janin)

3. Seksualitas
Adanya dilatasi serviks, rabas vagina, mungkin lender merah muda,
kecoklatan, atau terdiri dari plak lendir

4. Prioritas keperawatan
a) Meningkatkan emosi dan fisik klien/pasangan terhadap persalinan.
b) Meningkatkan kemajuan persalinan
c) Mendukung kemampuan koping klien/pasangan
d) Mencegah komplikasi maternal/bayi.
5. Secara Khusus
a) Memeriksa tanda-tanda vital
b) Mengkaji kontraksi tekanan uterus dilatasi cerviks dan penurunan
karakteristik yang mengambarkan kontraksi uterus: Frekwensi,
Interval, Intensitas, Durasi dan Tonus istirahat
c) Penipisan cerviks, evasemen mendahului dilatasi cerviks pada
kehamilan pertama dan seorang diikuti pembukaan dalam kehamilan
berikutnya

45
d) Pembukaan cerviks adalah sebagian besar tanda-tanda yang
menentukan bahwa kekuatan kontraksi uterus yang efektif dan
kemajuan persalinan:
1) Palpasi abdomen (Leopold) untuk memberikan informasi
jumlah fetus,letrak janin,penurunan janin
2) Pemeriksaan Vagina: membran, cerviks, foetus, station.
3) Tes diagnostik dan laboratorium
4) Spesimen urin dan tes darah
5) Ruptur membran
6) Cairan amnion : Warna ,karakter dan jumlah

b. Pengkajian kala II
1) Aktivitas Istirahat
a) Kelelahan
b) Ketidaknyamanan melakukan dorongan sendiri/tehnik relaksasi
c) Latargi
d) Lingkaran hitam di bawah mata
2) Sirkulasi : Td dapat meningkat 5-10mmHg diantara kontraksi
3) Integritas ego : dapat merasa kehilangan kontrol
4) Eliminasi
a) Keinginan untuk defekasi atau mendorong involunter pada kontraksi
disertai dengan tekanan intra abdomen dan tekanan uterus
b) Dapat mengalami rabas fekal saat mengejan
c) Distensi kandung kemih mungkin ada, urine harus dikeluarkan
selama upaya mendorong
5) Nyeri/ketidaknyamanan
a) Merintih/meringis selama kontraksi
b) Amnesia dan diantara kontraksi mungkin terlihat
c) Rasa terbakar/meregang di perineum

46
d) Kaki gemetar selama upaya mendrong
6) Pernapasan : frekuensi napas meningkat
7) Keamanan
a) Diaporesis
b) Bradikardi janin dapat terjadi selama kontraksi
8) Seksualitas
a) Serviks dilatasi penuh dan penonjolan 100%
b) Peningkatan perdarahan pervaginam
c) Penonjolan rektum dengan turunya janin
d) Membran dapat ruptur jika masih utuh
e) Peningkatan pengeluaran cairan amnion selama kontraksi

c. Pengkajian kala III


1) Aktivitas Istirahat : perilaku senang sampai keletihan
2) Sirkulasi
a) TD meningkat saat curah jantung meningkat kemudia kembali
normal dengan cepat
b) Hipotensi dapat terjadi sebagai respon analgetik
c) Frekuensi nadi melambat pada respon terhadap perubahan
3) Makanan/cairan: kehilangan darah
4) Nyeri/ketidaknyamanan: tremor kaki/menggigil
5) Keamanan
a) Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan danya
robekan atau laserasi
b) Perluasan epiostomi/laserasi jalan lahir
6) Seksualitas
a) Darah berwarna kehitaman dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari
endometrium, biasanya 1-5 menit setelah bayi lahir
b) Tali pusat memanjang

47
d. Pengkajian kala IV
1) Aktivitas Istirahat: tampak kelelahan, keletihan, mengantuk aatu
berenergi.
2) Sirkulasi
a) Nadi biasanya lambat (50-70) karen ahipersensitivitas vaginal
b) TD mungkin rendah terhadap respon anastesi atau meningkat
terhadap pemberian oksitosin atau hipertensi karena kehamilan.
c) Mungkin edema paa ekstremitas dan wajah
d) Kehilangan darah selama persalinan 400-500 ml.
3) Integritas ego
a) Reaksi emosional bervariasi, seperti eksitasi tidak berminat (lelah),
kecewa
b) Takut mengenai kondisi bayi baru lahir dan perawatan segera pada
neonatal.
4) Eliminasi
a) Hemoroid sering ada dan menonjol
b) Kandung kemih mungkin teraba di atas simpisis pubis atau terpasang
kateter
c) Diuresis terjadi jika tekanan bagian presentas menghambat aliran
urine.
5) Makanan/cairan: haus/lapar, mual
6) Neurosensasi
a) Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada anestesi spinal
b) hiperfleksi
7) Nyeri/ketidaknyamanan: mengeluh nyeri pada trauma epiostomi
8) Keamanan

48
a) Suhu tubuh sedikit meningkat (dehidrasi, pengerahan tenaga)
b) Perbaikan epiostomi utuh
9) Seksualitas
a) Fundus keras terkontraksi
b) Drainase vagina/loklea jumlahnya sedang, merah gelap dengan
bekuan kecil
c) Perineum bebsa dari kemerahan, edema dan ekimosis
d) Striae mungkin ada pada abdomen, paha dan payudara
e) Payudara lunak, puting tegang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kala I
1) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
2) Risiko tinggi cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan, hiperkapnea
3) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan perubahan hormonal
4) Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
suplai darah
5) Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
aliran darah
b. Kala II
1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada bagian presentasi,
dilatasi/peregangan jaringan, kompresi saraf, pola kontraksi semakin
intensif
2) Perubahan curah jantung berhubungan dengan fluktuasi pada aliran balik
vena, perubahan pada tahanan vaskular sistemik
3) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan pencetusan
pesalinan, pola kontraksi hipertonik, janin besar, pemakaian forsep
c. Kala III

49
1) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya
intake, muntah dan diaphoresis
2) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis melahirkan
3) Risiko tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan posisi
selama melahirkan, kesulitan pelepasan plasenta
d. Kala IV
1) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelelahan,
kegagalan miometri dari mekanisme homeostatis
2) Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis/cedera jaringan
3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka epiostomi
4) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi atau peningkatan
perkembangan anggota keluarga

C. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL


a. Kala I
1) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
Tujuan: nyeri berkurang
Kriteria evaluasi :
a. Pasien melaporkan nyeri berkurang
b. Pasien tampak relaks atau tenang diantara kontraksi

Intervensi Rasional

1. Kaji derajat nyeri secara 1. Mengetahui skala nyeri


verbal dan non verbal. pasien sehingga dapat
ditentukan intervensi yang
2. Anjurkan berkemih 1-2 jam, tepat
palpitasi di atas simpisis 2. Mempertahankan kandung
pubis. kemih bebas distensi yang

50
dapat menyebabkan
3. Ajarkan pasien untuk ketidaknyamanan.
mengedan yang efektif dan 3. Mengejan yang efektif
relaksasi saat tidak ada his. meminimalkan nyeri dan
tenaga yang dikeluarkan
sehingga pasien tidak
kelelahan.
4. Berikan analgetik/alfafrodin
hidroklorida atau meperidin 4. Membantu meringankan rasa
hidroklorida per IV/IM nyeri
diantara kontraksi.

2) Risiko tinggi cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan, hiperkapnea


Tujuan: tidak terjadi cerera janin
Kriteria evaluasi:
1. DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit)
2. Tidak ada perubahan periodik yang berbahaya

Intervensi Rasional

1. Pantau DJJ 1. DJJ harus di rentang 120-160


x/menit dengan variasi rata-rata
percepatan dalam respon terhadap
aktivitas maternal, gerak janin dan
2. Catat kemajuan persalinan kontraksi uterus
2. Persalinan lama dengan
perpanjangan fase laten dapat
menimbulkan masalah kelelahan

51
ibu, stres berat, infeksi dan
hemorargi karena ruptur uteri
menempatkan janin pada resiko
3. Lakukan pemeriksaan leophod tinggi terhadap hipoksia dan cedera
3. Abnormalitas seperti presentasi
wajah, dagu dan posterior
memerlukan intervensi khusus
4. Posisikan janin miring untuk mencegah persalinan lama.
4. Meningkatkan perfusi plasenta,
mencegah sindrome hipotensi
terlentang.
5. Kolaborasi dalam pemberian O2 5. Menambah O2 ibu untuk ambilan
fekal

3) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan perubahan hormonal


Tujuan: perubahan eliminasi urine teratasi sehingga memudahkan
kemajuan dalam persalinan
Kriteria evaluasi:
1. Pasien mengosongkan kandung kemih dengan cepat
2. Pasien bebas dari cedera kandung kemih

Intervensi Rasional

1. Catat dan bandingkan 1. Keseimbangan intake dan


masukan dan haluaran urine output cairan sehingga tidak
terjadi dehidrasi
2. Anjurkan untuk sering 2. Tekanan dari bagian
berkemih 1-2 jam presentasi dari kandung

52
kemih sering menurunkan
sensasi dan mengganggu
pengosongan komplit.
3. Palpasi di atas simpisis 3. Mendeteksi adanya urine
pubis dalam kandung kemih dan
derajat kepenuhan.
4. Distensi kandung kemih
dapat menyebabkan atoni,
4. Kolaborasi dalam menghalangi turunnya janin,
melakukan kateterisasi menimbulkan trauma pada
presentasi janin.

4) Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


suplai darah
Tujuan: tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
Kriteria evaluasi:
1. DJJ dan variabilitas denyut dalam batas normal (120-160x/menit)
2. TTV dalam batas normal terutama respirasi normal (16-20x/menit)

Intervensi Rasional

1. Kaji adanya faktor 1. Situasi resiko tinggi


maternal/kondisi yang mempengaruhi sirkulasi,
menurunkan uteroplasenta. kemungkinan
dimanifestasikan dengan
hipoksia.
2. Pantau DJJ setiap 15-30
2. Bradikardi atau takikardi
menit
merupakan indikasi dari
kemungkinan penurunan

53
yang memerlukan intervensi
khusus.
3. Mendeteksi distres janin
3. Periksa DJJ segera setelah karena prolaps tali pusat.
ketuban pecah (periksa
setiap 15 menit). 4. Pada presentasi vertex,
4. Pertahankan dan catat hipoksia lama menyebabkan
warna, jumlah amnion saat cairan amnion berwarna
ketuban pecah. mekonium karena vagal yang
merilekskan spingter anal.
5. Menurunkan resiko hipoksia
5. Anjurkan pasien miring kiri.
pada janin dan resiko prolaps
plasenta.
6. Ajarkan pasien menarik
6. Napas dalam merilekskan
napas dalam.
otot-otot sehingga tidak
terjadi kelelahan.

5) Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan


aliran darah
Tujuan: tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria evaluasi:
1. TTV dalam batas normal
- TD : 100-120/60-80 mmHg
- RR : 16-20x/menit
- N : 60-80x/menit
- S : 36,5-37,4oC
2. DJJ dalam batas normal (120-160x/menit)

54
Intervensi Rasional

1. Kaji TTV diantara 1. Selama kontraksi TD biasanya


kontraksi. meningkat 5-10mmHg,
kecuali selama fase transisi.
Peningkatan tahanan curah
jantung dapat terjadi bila ada
hipertensi intrapartal yang
selanjutnya meningkatkan
tekanan darah.
2. Kelebihan retensi cairan
menempatkan klien pada
resiko terhadap perubahan
2. Pantau adanya edema dan sirkulasi, dengan
luasnya, pantau DJJ. kemungkinan insufisiensi
uteroplasenta
dimanifestasikan sebagai
deselerasi lanjut.
3. Tirah baring meningkatkan
curah jantung dan haluaran
urine dengan penurunan berat
3. Catat masukan parenteral jenis urine. Peningkatan berat
dan oral dan haluaran secara jenis dan/atau reduksi dalam
akurat. Ukur berat jenin bila haluaran urine menandakan
fungsi ginjal menurun. dehidrasi atau kemungkinan
terjadinya hipertensi.
4. Menandakan spasme
glomerulus, yang menurunkan
reabsorpsi albumin. Kadar

55
lebih dari +2 menandakan
gangguan ginjal, kadar +1
atau lebih rendah mungkin
4. Tes urin terhadap albumin terjadi karena katabolisme
otot yang terjadi pada latihan
atau peningkatan metabolisme
pada periode intrapartal.

b. Kala II
1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada bagian presentasi,
dilatasi/peregangan jaringan, kompresi saraf, pola kontraksi semakin
intensif
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria hasil:
1. Mengungkapkan penurunan nyeri
2. Menggunakan teknik yang tepat untuk mempertahankan kontrol,
istirahat di antara kontraksi.

Intervensi Rasional

1. Identifikasi derajat 1. Mengklarifikasi


ketidaknyamanan dan kebutuhan ;
sumbernya memungkinkan intevensi
2. Pantau dan catat aktivitas yang tepat
uterus pada setiap 2. Memberikan
kontraksi informasi/dokumentasi
3. Berikan dukungan dan legal tentang kemajuan
informasi yang kontinu ; membantu
mengidentifikasi pola

56
berhubungan dengan kontraksi abnormal,
kemajuan persalinan memungkinkan
4. Anjurkan klien atau pengkajian dan intervensi
pasangan untuk mengatur segera
upaya mengejan dengan 3. Pertahankan supaya
spontan, daripada pasangan tetap
dilakukan terus-menerus, mendapatkan informasi
mendorong selama tentang perkiraan
kontraksi kelahiran ; menguatkan
5. Pantau penonjolan perineal bahwa upaya-upaya yang
dan rektal, pembukaan dilakukan itu berarti
muara vagina dan tempat 4. Upaya mengejan spontan
janin yang bukan terus menerus
6. Bantu klien memilih posisi menghindari efek negatif
optimal untuk mengejan dai valsava manuver
(Mis jongkok, rekumben berkenaan denan
lateral, posisi semi fowler penurunan kadar oksigen
atau penggunaan kursi ibu dan janin
melahirkan). Kaji 5. Pemutaran anal ke arah
keefektifan upaya untuk luar dan penonjolan
mengejan ; bantu klien perineal terjadi saat
untuk merelakskan semua verteks janin turun,
otot dan beristirahat menandakan kebutuhan
diantara kontraksi untuk persiapan kelahiran
6. Posisi yang tepat dengan
relaksasi jaringan perineal
mengoptimalkan upaya
mengejan, memudahkan

57
kemajuan persalinan,
menurunkan
ketidaknyamanan dan
menurunkan kebutuhan
terhadap penggunaan
forsep

2) Perubahan curah jantung berhubungan dengan fluktuasi pada aliran balik


vena, perubahan pada tahanan vaskular sistemik
Tujuan : tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria evaluasi :
1. Mempertahankan tanda vital yang tepat terhadap tahap persalinan
2. Menunjukkan DJJ dan variabilitas dalam batas normal

Intervensi Rasional

1. Pantau TD dan nadi (setiap 1. Peningkatan curah jantung


5-15 menit). Perhatikan 30%-50% terjadi pada
jumlah dan konsentrasi tahap pengeluaran,
haluaran urin penajaman pada puncak
2. Anjurkan klien untuk kontraksi uterus dan
inhalasi/ekhalasi selama kembali secara lambat
upaya mengejan, dengan pada status prakontraksi,
menggunakan teknik glotis saat kontraksi menurun
terbuka dan menahan napas atau berhenti
tidak lebih dari 5 detik. 2. Valsava manuver yang
Katakan pada klien untuk lama dan berulang, terjadi
mendorong hanya bila ia bila klien menahan napas

58
merasakan dorongan untuk saat mendorong terhadap
melakukannya (dorongan glotis yang tertutup,
tidak boleh dipaksakan) akhirnya mengganggu
3. Pantau DJJ setelah kontraksi aliran bali vena dan
atau upaya mengejan menurunkan curah
4. Anjurkan klien/pasangan jantung, TD dan tekanan
memilih posisi persalinan nadi
yang mengoptimalkan 3. Mendeteksi bradikardia
sirkulasi seperti posisi janin dan hipoksia
rekumben lateral, posisi berkenaan dengan
fowler atau berjongkok penurunan sirkulasi
5. Atur infus IV sesuai indikasi maternal dan penurunan
; pantau pemberian oksitosin perfusi plasenta yang
dan turunkan kecepatan bila disebabkan oleh valsava
perlu manuver atau posisi yang
tidak tepat
4. Posisi rekumben tegak dan
lateral mencegah oklusi
vena kava inferior dan
obstruksi aorta,
mempertahankan aliran
balik vena dan mencegah
hipotensi
5. Jalur IV harus tersedia
pada kasus perlunya
memperbaiki hipotensi
atau menaikkan pemberian
obat kedaruratan

59
3) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan pencetusan
pesalinan, pola kontraksi hipertonik, janin besar, pemakaian forsep
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria evaluasi :
1. Otot-otot perineal rileks selama upaya mengejan
2. Bebas dari laserasi yang dapat dicegah

Intervensi Rasional

1. Bantu klien/pasangan 1. Membantu meningkatkan


dengan posisi yang tepat, peregangan bertahap dari
pernapasan dan upaya untuk perineal dan jaringan
rileks vagina
2. Bantu sesuai kebutuhan 2. Menungkinkan melahirkan
dengan manuver tangan ; lambat saat kepala bayi
berikan tekanan pada dagu telah distensi di perineum
janin melalui perineum ibu 5 cm ; menurunkan trauma
saat tekanan pengeluaran pada jaringan ibu
pada oksiput dengan tangan 3. Episiotomi dapat
lain mencegah robekan
3. Bantu dengan episiotomi perineum pada kasus bayi
garis tengah atau besar, persalinan cepat dan
mediolateral bila perlu ketidakcukupan relaksasi
4. Bantu dengan penggunaan perineal
forsep pada kepala janin, bila 4. Trauma jaringan ibu
perlu meningkat karena
penggunaan forsep, yang
dapat mengakibatkan

60
kemungkinan laserasi atau
ekstensi episiotomi

c. Kala III
1) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya
intake, muntah dan diaphoresis
Tujuan: pemenuhan kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria evaluasi:
1. TTV dalam batas normal
 TD : 100-120/60-80 mmHg
 RR : 16-20x/menit
 N : 60-80x/menit
 S : 36,5-37,4oC
2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

Intervensi Rasional

1. Pantau TTV dan DJJ. 1. Monitor TTV dilakukan


karena efek samping
okxytocin yang sering terjadi
adalah hipertensi dan
peningkatan DJJ
menandakan dehidrasi.
2. Segera beri minum melalui
oral jika ditemukan tanda-
tanda dehidrasi.
2. Pantau tanda-tanda
3. Pelepasan harus terjadi
dehidrasi.
dalam waktu 5menit setelah

61
kelahiran, lebih banyak
waktu yang diperlukan
plasenta untuk lepas makan
3. Catat waktu dan mekanisme lebih banyak darah hilang.
pelepasan plasenta. 4. Membantu memenuhi
kebutuhan cairan.

4. Kolaborasi dalam
pemberian cairan perenteral

2) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis melahirkan


Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria evaluasi:
1. Pasien mengatakan nyeri berkurang
2. Pasien tampak relaks
3. Pasien tidak merintih kesakitan

Intervensi Rasional

1. Kaji skala nyeri pasien. 1. Skala nyeri yang tinggi atau


berat diberikan obat sesuai
indikasi.
2. Beri pasien posisi yang
2. Posisi yang nyaman
nyaman.
membuat pasien relaks

62
sehingga nyeri dapat
berkurang.
3. Ajarkan pasien tehnik
3. Relaksasi napas dalam
relaksasi napas dalam.
membantu mengontrol nyeri
sehingga nyeri dirasakna
4. Lakukan massage pada berkurang.
daerah fundus untuk 4. Massage membantu
menurunkan nyeri dan merelakskan otot-otot dan
resiko perdarahan mencegah perdarahan.

3) Risiko tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan posisi


selama melahirkan, kesulitan pelepasan plasenta
Tujuan : tidak terjadi cedera terhadap ibu
Kriteria hasil
a. Bebas dari cedera maternal

Intervensi Rasional

1. Palpasi fundus dan masase 1. Memudahkan pelepasan


dengan perlahan plasenta
2. Masase fundus secara perlahan 2. Menghindari rangsangan/trauma
setelah pengeluaran plasenta berlebihan pada fundus
3. Bersihkan vulva dan perineum 3. Menghilangkan kemungkinan
dengan air dan larutan kontaminan yang dapat
antiseptik steril, berikan mengakibatkan infeksi saluran
pembalut. asenden selama periode
4. Rendahkan kaki klien secara pascapartum
simultan dari pijakan kaki 4. Membantu menghindari
regangan otot

63
5. Kolaborasi pemberian oksitosin 5. Meningkatkan kontraktilitas
IV, posisikan kembali uterus di miometrium uterus
bawah pengaruh anastesi, dan 6. Membatasi potensial infeksi
berikan ergonovin maleat IM endometrial
setelah penempatan uterus
kembali
6. Kolaborasi pemberian
antibiotik profilaktik

d. Kala IV
1) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelelahan,
kegagalan miometri dari mekanisme homeostatis.
Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria evaluasi:
1. Pasien tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
2. Haluaran urine adekuat
3. Mukosa bibir lembab

Intervensi Rasional

1. Pantau TTV, terutama suhu. 1. Peningkatan suhu


menandakan dehidrasi
2. Pada awalnya DJJ
2. Pantau DJJ.
meningkat karena dehidrasi
dan kehilangan cairan.
3. Mengetahui adanya
dehidrasi sehingga dapat
3. Ukur masukan cairan dan
segega dilakukan intervensi
haluaran urine.
yang tepat.

64
4. Mengganti kehilangan
cairan.
4. Berikan masukan cairan
peroral/parenteral

2) Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis/cedera jaringan


Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria evaluasi:
1. Pasien mengatakan nyeri berkurang
2. Pasien tampak relaks
3. Pasien tidak merintih kesakitan

Intervensi Rasional

1. Kaji skala nyeri pasien. 1. Skala nyeri yang tinggi atau


berat diberikan obat sesuai
indikasi.
2. Beri pasien posisi yang
2. Posisi yang nyaman
nyaman.
membuat pasien relaks
sehingga nyeri dapat
berkurang.
3. Relaksasi napas dalam
3. Ajarkan pasien tehnik
membantu mengontrol nyeri
relaksasi napas dalam.
sehingga nyeri dirasakna
berkurang.
4. Lakukan massage pada 4. Massage membantu
daerah fundus untuk merelakskan otot-otot dan
menurunkan nyeri dan mencegah perdarahan.
resiko perdarahan

65
3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka epiostomi.
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
2. TTV dalam batas normal terutama suhu

Intervensi Rasional

1. Observasi TTV terutama 1. Perubahan suhu menandakan


suhu. terjadinya infeksi.
2. Adanya tanda-tanda seperti
2. Kaji tanda-tanda infeksi. kalor, dolor, rubor, tumor dan
fungsiolaesia menandakan
terjadinya infeksi segera
berikan intervensi yang tepat.
3. Tehnik aseptik menurunkan
resiko terjadinya infeksi
kepada pasien ataupun
3. Pertahankan tehnik aseptik. perawat.
4. Antibiotik sesuai indikasi
membantu menghambat
mekanisme terjadinya infeksi
4. Kolaborasi dalam pemberian sehingga pasien tidak
antibiotik dan kaji efek mengalami efek samping
samping yang tidak diinginkan.

4) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi atau peningkatan


perkembangan anggota keluarga.

66
Tujuan: penerimaan anggota baru dalam keluarganya
Kriteria evaluasi:
1. Ibu mengatakan merasakan kebahagiaan memiliki bayi.
2. Ibu tampak menyusui bayinya dengan penuh cinta
3. Ibu tampak menerima kehadiran bayi.

Intervensi Rasional

1. Observasi interaksi ibu dan 1. Kontak mata, posisi


bayi serta keluarganya. menghadap wajah
menandakan penerimaan
yang baik atas kehadiran
bayinya.
2. Catat adanya pengungkapan 2. Perilaku atau
atau perilaku yang pengunggkapan secara
menunjukkan kekecewaan. verbal mengenai
kekecewaan terhadap
kelahiran, berikan KIE
3. Berikan ibu menyusui
tentang keadaan bayi dan
bayinya.
penanganan yang tepat.
3. Menyusui secara dini
memberikan kesempatan
kepada bayi lebih dekat
dengan ibu dan mendapatkan
nutrisi penting dari ASI.
4. Kedekatan ibu, bayi dan
4. Anjurkan pasien dan
keluarga memberikan
keluarga menggendong
kehangatan pada bayi
bayinya

67
sehingga bayi menjadi
tenang.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun atau ditentukan sebelumnya berdasarkan rencana
tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan
mandiri dan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2003)..

E. EVALUASI
a. Kala I
1) Nyeri berkurang dan terkontrol
2) Tidak terjadi cedera janin
3) Perubahan eliminasi urine teratasi
4) Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
5) Tidak terjadi penurunan curah jantung
b. Kala II
1) Nyeri berkurang atau terkontrol
2) Klien mempertahankan tanda vital yang tepat
3) Klien tampak mengejan
c. Kala III
1) Pemenuhan kebutuhan cairan adekuat
2) Nyeri berkurang atau terkontrol
3) Tidak terjadi cidera
d. Kala IV
1) Pemenuhan kebutuhan cairan adekuat.
2) Nyeri berkurang atau terkontrol
3) Tidak terjadi infeksi.

68
2.10 Karakteristik Bayi Baru Lahir
1. Definisi
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses
kelahiran, berusia 0-28 hari. BBL memerlukan penyesuaian fisiologis
berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan
intrauterine ke kehidupan ekstrauterin) dan toleransi bagi BBL untuk
dapat bertahan hidup (Marmi, 2012).
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan idividu
yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran
serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan
intrauterine ke kehidupan ekstrauterin (Vivian, 3013).
2. Proses Bayi Baru Lahir
Periode transisi
Pada saat lahir, bayi baru lahir akan mengalami masa yang paling
dinamis dari seluruh siklus kehidupan. Bayi mengalami suatu proses
perubahan dikenal sebagai periode transisi yaitu periode yang dimulai
ketika bayi keluar dari tubuh ibu harus beradaptasi dari keadaan yang
sangat bergantung menjadi mandiri secara fisiologis, selama beberapa
minggu untuk sistem organ tertentu. Adaptasi ini merupakan suatu
penyesuaian bayi baru lahir dari dalam uterus ke luar uterus, prosesnya
disebut periode transisi atau masa transisi. Secara keseluruhan, adaptasi
diluar uterus merupakan proses berkesinmbungan yang terjadi pada bayi
baru lahir (Setyorini dkk, 2015:28-30).
3. Fisiologis Bayi Baru Lahir
a) Sistem Pernafasan
Berikut adalah tabel mengenai perkembangan sistem
pulmonal sesuai dengan usia kehamilan.

69
Usia kehamilan Perkembangan

24 hari Bakal paru-paru terbentuk

26-28 hari Kedua bronkus membesar

6 minggu Segmen bronkus terbentuk

12 minggu Lobus terdiferensial

24 minggu Alveolus terbentuk

28 minggu Surfaktan terbentuk

Struktur paru matang


34-36 minggu

Ketika struktur matang, ranting paru-paru sudah bisa


mengembangkan sistem alveoli. Selama dalam uterus, janin mendapat
oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta dan setelah bayi lahir,
pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi.
1) Rangsangan gerakan pernafasan pertama terjadi karena beberapa hal
berikut:
2) Tekanan mekanik dari torak sewaktu melalui jalan lahir (stimulasi
mekanik).
3) Penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 merangsang
kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus (stimulasi kimiawi).
4) Rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan suhu di dalam
uterus (stimulasi sensorik).
5) Refleks deflasi Hering Brreur
Pernafasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30
menit pertama sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk
mempertahankan tekanan alveoli, selain karena adanya surfaktan,
juga karena adanya tarikan nafas dan pengeluaran nafas dengan

70
merintih sehingga udara bisa tertahan di dalam. Cara neonatus
bernafas dengan cara bernafas diafragmatik dan abdominal,
sedangkan untuk frekuensi dan dalamnya bernafas belum teratur.
Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli akan kolaps dan paru-
paru kaku, sehingga terjadi atelektasis. Dalam mondisi seperti ini
(anoksia), neonatus masih dapat mempertahankan hidupnya karena
adanya kelanjutan metabolisme anaerobic. (Nanny dkk, 2010:12)
b) Peredaran Darah
Pada masa fetus, peredaran darah dimulai dari plasenta melalui
vena umbilikalis lalu sebagian ke hati dan sebadian lainnya langsung
ke serambi kiri jantung, kemudian ke bilik kiri jantung. Dari bilik
kiri darah di pompa melaui aorta ke seluruh tubuh, sedangkan yang
dari bilik kanan darah di pompa sebagian ke paru sebagian melalui
duktus anteriosus ke aorta. Setelah bayi lahir, paruakan berkembang
yang akan mengakibatkan tekanan arteriol dalam paru menurun
yang diikuti dengan menurunnya tekanan pada jantung kanan.
Kondisi ini menyebabkan tekanan jantung kiri lebih besar
dibandingkan dengan tekanan jantung kanan, dan hal tersebutlah
yang membuat foramen ovale secara fungsional menutup.
Hal ini terjadi pada jam-jam pertama setelah kelahiran. Oleh
karena tekanan dalam paru turun dan tekanan dalam aorta desenden
naik dan juga karena rangsangan biokimiawi (PaO2 yang naik) serta
duktus anteriosus yang berobliterasi. Hal ini terjadi pada hari
pertama. Aliran darah paru pada hari pertama kehidupan adalah 4-5
liter per menit/ m2 (Gessner, 1965). Aliran darah sistolik pada hari
pertama rendah yaitu 1,96 liter/menit/m2 dan bertambah pada hari
kedua dan ketiga (3,54 liter/m2) karena penutupan duktus
anteriosus. Tekanan darah pada waktu lahir di pengaruhi oleh
jumlah darah yang melalui transfuse plasenta yang pada jam-jam
pertama sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi
konstan kira-kira 85/40 mmHg (Nanny, 2010:13).

71
c) Suhu Tubuh
Empat kemungkinan mekanisme yang dapat menyebabkan bayi
baru lahir kehilangan panas tubuhnya.
1) Konduksi
Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda sekitarnya yang
kontak langsung dengan tubuh bayi (pemindahan panas dari tubuh
bayi ke objek lain melalui kontak langsung). Sebagian contoh,
konduksi bisa terjadi ketika menimbang bayi tanpa alas timbangan,
memegang bayi saat tangan dingin, dan mengunakan stetoskop dingi
untuk memeriksa BBL.
2) Konveksi
Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang sedang
bergerak (jumlah panas yang hilang bergantung pada kecepatan da
suhu udara) sebagai contoh, konveksi dapat terjadi ketika
membiarkan atau menempatkan BBL dekat jendela, atau
membiarkan BBL di ruangan yang terpasang kipas angin.
3) Radiasi
Panas di pancarkan dari BBL keluar tubuhnya ke lingkungan
yang lebih dingin (pemindahan panas antara 2 objek yang
mempunyai suhu berbeda). Sebagai contoh, membiarkan BBL
dalam ruangan AC tanpa diberikan pemanas (radiant warmer),
membiarkan BBL dalam keadaan telanjang, atau menidurkan BBL
berdekatan dengan ruangan yang dingin (dekat tembok).
4) Evaporasi
Panas hilang melaui proses penguapan yang bergantung pada
kecepatan dan kelembabapan udara (perpindahan panas dengan cara
mengubah cairan menjadi uap). (Muslihatun, 2010:12-13).

72
2.11 Pengkajian Fisik Bayi Baru Lahir
1. APGAR Skor
a. Definisi APGAR Skor
Apgar skor adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk
menilai keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran. Penilaian ini perlu
untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai
adalah frekuensi jantung (Heart rate), usaha nafas (respiratory effort),
tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi terhadap
rangsang (respon to stimuli) yaitu dengan memasukkam kateter ke
lubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan.
Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. Dari hasil penilaian tersebut
dapat diketahui apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar 7-10),
asfiksia ringan (nilai apgar 4-6), asfiksia berat (nilai apgar 0-3).
Menurut Novita (2011) nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan
pada 1 menit dan 5 menit sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi
harus segera dimulai sesudah bayi lahir. Apabila memerlukan intervensi
berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantung atau warna bayi, maka
penilaian ini harus segera dilakukan. Nilai APGAR dapat menolong
dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya
resusitasi.
b. Kriteria APGAR Skor
Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim
Warna Seluruh badan warna kulit warna kulit Appearance
Kulit biru atau pucst tubuh normal tubuh, tangan,
merah muda, dan kaki
tetapi tangan normal merah
dan kaki muda, tidak
kebiruan ada sianosis

73
Denyut tidak ada <100 kali atau >100 kali atau Pulse
Jantung menit menit

Respon tidak ada meringis atau meringis atau Grimace


Refleks respons menangis bersin atau
terhadap lemah ketika batuk saat
stimulasi distimulasi stimulasi
saluran napas

Tonus Otot lemah atau sedikit bergerak aktif Activity


tidak ada gerakan

Pernafsan tidak ada lemah atau menangis kuat, Respiration


tidak teratur pernapasan
baik dan teratur

c. Interpretasi Skor
Jumlah Interpretasi Catatan
Skor
7-10 Normal

4-6 Asfiksia Ringan Memerlukan tindakan medis segera seperti


penyedotan lendir yang menyumbat jalan
napas, atau pemberian oksigen untuk
membantu bernapas

74
0-3 Asfiksia Berat Memerlukan tindakan medis yang lebih
intensif

Bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai APGAR, tabel tersebut dapat
untuk menentukan tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan, sedang, atau
asfiksia berat. Menurut (Prawirohardjo, 2010) klasifikasi klinik nilai
APGAR adalah sebagai berikut:
a) Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian
oksigen terkendali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung 100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
terkadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
b) Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi
dapat bernapas kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit, tonus otot kurang baik
atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.
c) Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-10).

d. Faktor Yang Memepengaruhi Nilai APGAR


1. Faktor ibu
a) Hipoksia ibu
Hipoksia adalah keadaan rendahnya konsentrasi oksigen di
dalam sel atau jaringan yang dapat mengancam kelangsungan
hidup sel. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian obat analgetik atau anastesi dalam, dan kondisi ini
akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Angka normal denyut jantung janin berkisar 120 – 160
denyut/menit. Hipoksia janin terjadi apabila janin mengalami

75
takikardia (jantung janin > 160 denyut/menit) dan bradikardia
(jantung janin < 120 denyut/menit) (Arvin, BK., 2000).
b) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Umur ibu tidak secara langsung berpengaruh terhadap
kejadian asphixia neonatorum, namun demikian telah lama
diketahui bahwa umur berpengaruh terhadap proses reproduksi.
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20 – 30 tahun (Prawirohardjo,
2010). Pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada
usia >35 tahun sudah mengalami penurunan (Saifuddin, AB.,
2006). Dalam penelitian Zakaria di RSUP M. Jamil Padang tahun
1999 (dikutip oleh Ahmad) menemukan kejadian asphyxia
neonatorum sebesar 36,4% pada ibu yang melahirkan dengan
usia kurang dari 20 tahun dan 26,3% pada ibu dengan usia lebih
dari 34 tahun, dan hasil penelitian dari Ahmad di RSUD Dr.
Adjidarmo Rangkasbitung tahun 2000, menemukan bayi yang
lahir dengan asphyxia neonatorum 1,309 kali pada ibu umur
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.
c) Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang memperoleh janin
yang dilahirkan. Paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya
penyulit kehamilan dan persalinan yang dapat menyebabkan
terganggunya transport O2 dari ibu ke janin yang akan
menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR score
menit pertama setelah lahir (Manuaba I., 2007)
d) Penyakit pembuluh darah ibu
Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran
gas janin : hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus dan
lain-lain (Winkjosastro,H., 2009). Hipertensi adalah tekanan
darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan

76
darah sekurang – kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.
Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan
tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg. Hipotensi dapat memberikan
efek langsung terhadap bayi merupakan kondisi tekanan darah
yang terlalu rendah, yaitu apabila tekanan darah sistolik < 90
mmHg dan tekanan darah diastolik < 60 mmHg (Prawirohardjo,
2010)
e) Sosial ekonomi
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan
menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin. Masalah
pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, terkena penyakit
infeksi dan komplikasi pada persalinan, sedangkan masalah pada
bayi antara lain : mempengaruhi pertumbuhan janin, abortus,
kematian neonatal, bayi lahir mati, cacat bawaan, anemia pada
bayi, asfiksia intra partum, dan BBLR.
Adapun ciri – ciri KEK adalah : ibu yang ukuran LILA nya
< 23,5 cm dan dengan salah satu atau beberapa kriteria sebagai
berikut : berat badan ibu sebelum hamil < 42 kg, tinggi badan ibu
< 145 cm, berat badan ibu pada kehamilan trimester III < 45 kg,
indeks masa tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00 dan ibu
menderita anemia (Hb < 11 gr%) (Weni, 2010).
f) Gangguan kontraksi ibu
Disfungsi uterus didefinisikan sebagai ketidak efisiennya
atau tidak terkoordinasinya kontraksi uterus, ketidakmampuan
untuk dilatasi servik dan juga melahirkan yang lama. Disfungsi
uterus ditandai oleh kontraksi intensitas rendah dan jarang serta
lambatnya kemajuan persalinan (Leveno et al., 2009).
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama kala I
persalinan. Tujuan pengisian partograf adalah adalah untuk
memantau dan mengobservasi kemajuan persalinan dengan
menilai pembukaan servik, penurunan kepala janin, serta

77
kontraksi uterus. Dalam partograf terdapat kolom-kolom untuk
menilai kemajuan persalinan. Pada kolom dan lajur kedua
partograf merupakan tempat pencatatan kemajuan pembukaan
servik 0 sampai dengan 10 cm. Sedangkan di bawah lajur waktu
partograf terdapat kotak-kotak yang merupakan tempat penilaian
kontraksi uterus meliputi lama kontraksi, yang dihitung dengan
satuan detik, frekwensi kontraksi yang dihitung dalam 10 menit
dan intensitas kontraksi (JNPK KR. DepKes RI, 2008).

2. Faktor Plasenta
a) Plasenta tipis, kecil, dan tidak menempel sempurna
Dalam kehamilan, fungsi utama plasenta adalah sebagai
organ penyalur bahan-bahan makanan dan oksigen yang
diperlukan oleh jani dari darah ibu ke dalam darah janin dan juga
mengadakan mekanisme pengeluaran produk-produk ekskretoris
dari janin kembali ke ibu. Plasenta yang normal akan mampu
melaksanakan fungsi tersebut dalam menunjang pertumbuhan
janin. Plasenta normal pada saat aterm berbentuk seperti cakram,
berwarna merah tua, dengan berat 500-600 gr, diameter 15-25
cm, lebih kurang 7 inci tebal sekitar 3 cm. Panjang tali pusat 40-
50 cm dengan diameter 1-2 cm. Gangguan pertukaran gas di
plasenta yang akan menyebabkan asfiksia janin. Pertukaran gas
antara ibu dan janin di pengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta,
asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya : plasenta previa dan solusio plasenta.
(Manuaba I., 2007 ).
b) Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya
berlaku pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin > 500
gr ( Prawirohardjo, 2010). Gambaran klinisnya adalah solusio

78
plasenta ringan : terdapat pelepasan sebahagian kecil plasenta,
solusio plasenta sedang : plasenta terlepas ¼ bagian, solusio
plasenta berat : plasenta telah terlepas dari 2/3 permukaannya.
Pada pemeriksaan plasenta biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat
koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang
plasenta yang disebut hematoma retroplacenter. (Brudenell &
Michael, 1996).
c) Plasenta previa
Adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim, sehingga menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium
uteri internum. Insidensi plasenta previa adalah 0,4%-0,6%,
perdarahan dari plasenta previa menyebabkan kira-kira 20% dari
semua kasus perdarahan ante partum. 70% pasien dengan
plasenta previa mengalami perdarahan pervaginam yang tidak
nyeri dalam trimester ke tiga, 20% mengalami kontraksi yang
disertai dengan perdarahan, dan 10% memiliki diagnosa plasenta
previa yang dilakukan tidak sengaja dengan pemeriksaan
ultrasonografi atau pemeriksaan saat janin telah cukup bulan.
Penyulit pada ibu dapat menimbulkan anemia sampai syok
sedangkan pada janin dapat menimbulkan asphyxia neonatorum
sampai kematian janin dalam rahim ( Manuaba I., 2007).
3. Faktor Janin
a) Prematur
Bayi prematur adaah bayi lahir dari kehamilan antara 28 –
36 minggu. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ-organ dan
alat tubuh belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar
rahim. Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi
makin kurang sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena
masih belum berfungsinya organ-organ tubuh secara sempurna

79
seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia (DepKes RI,
2002).
b) BBLR dan IUGR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat
lahir kurang dari 2500 gram. Menurut WHO (2003), BBLR
dibagi tiga group yaitu prematuritas, Intra Uterine Growth
Restriction (IUGR) dan karena keduanya. BBLR sering
digunakan sebagai indikator dari IUGR di negara berkembang
karena tidak tersedianya penilaian usia kehamilan yang valid.
BBLR ini berbeda dengan prematur karena BBLR diukur dari
berat atau massa, sedangkan prematur juga belum tentu BBLR
kalau berat lahirnya di atas 2500 gram. Namun dibanyak kasus
kedua kondisi ini muncul bersamaan karena penyebabnya saling
berhubungan. IUGR biasanya dinilai secara klinis ketika janin
lahir dengan mengkaitkan ukuran bayi yang baru lahir kedurasi
kehamilan. Ukuran kecil untuk usia kehamilan atau
ketidakmampuan janin janin untuk mencapai potensi
pertumbuhan menunjukkan IUGR. Bayi dengan IUGR
didiagnosis mungkin BBLR usia kehamilan aterm (> 37 minggu
kehamilan dan <2500 gram).
c) Gemeli
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Kehamilan ganda dapat memberikan resiko yang lebih
tinggi terhadap ibu dan bayi. Pertumbuhan janin kehamilan ganda
tergantung dari faktor plasenta apakah menjadi satu atau
bagaimana lokalisasi implementasi plasentanya. Memperhatikan
kedua faktor tersebut, mungkin terdapat jantung salah satu janin
lebih kuat dari yang lainnya, sehingga janin mempunyai jantung
yang lemah mendapat nutrisi O2 yang kurang menyebabkan
pertumbuhan terhambat, terjadilah asfiksia neonatorum sampai
kematian janin dalam rahim (Manuaba I, 2007).

80
d) Gangguan tali pusat
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya
aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat
pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit
leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin
(Wijangsastro, H., 2009)
e) Kelainan Congenital
Kelainan congenital adalah suatu keainan pada struktur,
fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi
ketika dia dilahirkan.
4. Faktor Persalinan
Faktor-faktor persalinan yang dapat menimbulkan asfiksia
adalah :
a) Partus lama
Partus lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24
jam pada primi, dan lebih 18 jam pada multi. Partus lama masih
merupakan masalah di Indonesia. Bila persalinan berlangsung
lama, dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap ibu maupun
pada bayi, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi
(Mochtar, 2004).
b) Partus dengan tindakan
Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asfiksia
neonatorum yang disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala
: menekan pusat-pusat vital pada medula oblongata, aspirasi air
ketuban, mekonium, cairan lambung dan perdarahan atau oedema
jaringan pusat saraf pusat.

81
2.12 Askep Bayi Baru Lahir yang Berhubungan dengan Masalah
Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada bayi baru lahir normal menurut Hidayat, 2008 :
a. Pemeriksaan fisik
1) Penilaian skor Apgar
Prosedur :
a) Kaji warna kulit
b) Hitung frekuensi jantung
c) Kaji kemampuan refleks
d) Kaji tonus otot
e) Kaji kemampuan bernafas
f) Hitung total skor yang di dapat dari hasil pengkajian
g) Tentukan hasil penilaian ke dalam tiga kategori asfiksia, yaitu
: Adaptasi baik skor 7-10, asfiksia ringan-sedang skor 4-6,
asfiksia berat skor 0-3. Penilaian dapat dilakukan pada menit
pertama dan menit ke lima setelah lahir.
2) Pemeriksaan cairan amnion
Prosedur :
a) Kaji jumlah cairan amnion
b) Lakukan penilaian jumlah cairan tersebut dengan kategori :
>2000 ml, bayi mengalami polihidramnion dan <500 ml bayi
mengalami oligohidramnion.
3) Pemeriksaan plasenta
Prosedur :
a) Kaji keadaan plasenta seperti adanya pengapuran, nekrosis,
berat dan jumlah korion
b) Lakukan penilaian dari hasil pengkajian tersebut.
4) Pemeriksaan tali pusat
Prosedur:

82
a) Kaji keadaan tali pusat, seperti adanya vena atau arteri,
adanya tali simpul atau kelainan lainnya
b) Lakukan penilaian dari hasil pengkajian tersebut.
5) Pengukuran berat badan
a) Timbang berat badan dengan menggunakan timbangan bayi
b) Lakukan penilaian dari hasil penimbangan, dengan kategori
sebagai berikut :
 Normal : 2500 - 4000 gram
 Prematur : < 2500 gram
 Makrosomia : > 4000 gram.
6) Pengukuran panjang badan
a) Ukur panjang badan dengan menggunakan meteran
b) Lakukan penilaian dari hasil pengkajian, dengan kategori
maksimal adalah 45-50 cm.
7) Pemeriksaan kepala
Prosedur :
a) Ukur lingkar kepala
b) Lakukan penilaian hasil pengukuran, bandingkan dengan
lingkar dada, jika diameter kepala lebih besar 3cm dari
lingkar dada, bayi mengalami hidrosefalus dan jika diameter
kepala lebih kecil 3cm dari lingkar dada, bayi tersebut
mengalami mikrosefalus
c) Kaji jumlah dan warna adanya lanugo terutama di daerah
bahu dan punggung
d) Kaji adanya moulage, yaitu tulang tengkorak yang saling
menumpuk pada saat lahir, apakah asimetri atau tidak
e) Kaji apakah adanya kaput suksedaneum, sefalhematoma
f) Kaji adanya perdarahan akibat pecahnya pembuluh vena yang
menghubungkan jaringan di luar sinus dalam tengkorak,
batasnya tidak tegas sehingga bentul kepala nampak
asimetris, dengan palpasi teraba fluktuasi

83
g) Kaji adanya fontanel dengan cara melakukan palpasi
menggunakan jari tangan, denyutannya sama dengan denyut
jantung, kemudian fontanel posterior akan dilihat proses
penutupan setelah usia 2 bulan dan fontanel anterior menutup
pada usia 12-18 bulan.
8) Pemeriksaan mata
Prosedur :
a) Kaji adanya strabismus dengan cara menggoyang kepala
secara perlahan-lahan sehingga mata bayi akan terbuka
b) Kaji adanya kebutaan jika bayi jarang berkedip atau
sensitivitas terhadap cahaya berkurang
c) Kaji adanya sindrom down jika ditemukan adanya epikantus
yang melebar
d) Kaji adanya katarak kongenital jika terlihat pupil berwarna
putih
e) Kaji adanya trauma pada mata seperti adanya edema
palpebra, perdarahan konjungtiva, dll.
9) Pemeriksaan telinga
Prosedur :
a) Kaji adanya gangguan pendengaran dengan membunyikan
bel atau suara apakah terjadi refleks terkejut atau tidak
b) Kaji posisi hubungan mata dan telinga.
10) Pemeriksaan hidung dan mulut
Prosedur :
a) Kaji pola pernapasan dengan cara melihat pola napas, jika
bayi bernapas melalui mulut, kemungkinan bayi mengalami
obstruksi jalan napas karena adanya atresia koana bilateral
atau fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang menonjol ke
nasofaring
b) Kaji napas cuping hidung yang menunjukkan gangguan pada
paru

84
c) Kaji adanya kista di mukosa mulut
d) Kaji lidah untuk menilai warna, kemampuan refleks
menghisap dengan mengamati saat bayi menyusu
e) Kaji gusi untuk menilai adanya pigmen gigi apakah terjadi
penumpukan pigmen yang tidak sempurna.
11) Pemeriksaan leher
Prosedur :
a) Kaji adanya pembengkakan dan benjolan
b) Kaji pergerakan leher, jika terjadi keterbatasan pergerakan,
kemungkinan terjadi kelainan di tulang leher seperti kelainan
tiroid, hemangioma, dll.
12) Pemeriksaan dada dan punggung
Prosedur :
a) Kaji adanya kelainan bentuk (simteris atau tidak)
b) Kaji ada tidaknya fraktur klavikula dengan cara meraba
ikutus kordis dengan menentukan posisi jantung
c) Kaji frkuensi, suara jantung dan bunyi napas dengan
auskultasi stetoskop.
13) Pemeriksaan abdomen
Prosedur :
a) Kaji bentuk abdomen, jika membuncit kemungkinan
disebabkan hepatosplenomegali atau cairan dalam rongga
perut
b) Kaji adanya kembung dengan perkusi
14) Pemeriksaan tulang belakang dan ektremitas
Prosedur :
a) Kaji adanya kelainan tulang belakang seperti skoliosis,
meningokel, spina bifida dengan cara bayi diletakkan dalam
posisi tengkurap, kemudian tangan pemeriksa meraba
sepanjang tulang belakang

85
b) Kaji adanya kelemahan tau kelumpuhan dengan cara melihat
posisi kedua kaki, adanya equinovarus atau valgus dan
keadaan jari-jari tangan dan kaki apakah terdapat polidaktili.
15) Pemeriksaan genetalia
Prosedur :
a) Kaji keadaan labia minora yang tertutup labia mayora,
lubang uretra dan lubang vagina terpisah atau tidak
b) Kaji adanya fimosis, hipospadia yang merupakan defek di
bagian ventral ujung penis atau defek sepanjang penis dan
epispadia merupakan kelainan defek pada dorsum penis.
16) Pemeriksaan anus dan rektum
Prosedur :
a) Kaji adanya kelainan atresia ani atau mengetahui posisinya
b) Kaji adanya mekonium. Jika dalam waktu 48 jam belum
keluar kemungkinan meconium plug syndrome, megakolon,
atau obstruksi saluran pencernaan.
17) Pemeriksaan kulit
Prosedur :
a) Kaji adanya verniks kaseosa yang ,merupakan zat yang
bersifat seperti lemak berfungsi sebagai pelumas atau
sebagai isolasi panas pada bayi cukup bulan
b) Kaji adanya lanugo, yakni rambut halus dipunggung bayi,
jumlahnya lebih banyak pada bayi kurang bulan daripada
cukup bulan.
b. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Lowdermilk, 2013 :
Nilai laboraturium pada bayi baru lahir
1) Hematologi
a) Waktu pembekuan teraktivasi (ACT) : 2 menit
b) Waktu perdarahan (lvy) : 2 – 7 menit
c) Retraksi pembekuan darah : 1 – 4 jam

86
d) Fibrinogen : 125 – 300 mg/dl
e) Hemoglobin : 14 -24 g/dl
f) Hematokrit : 44 – 64 %
g) Sel darah merah : 4,8 x 106 – 7,1 x 106/mcl
h) Trombosit : 150.000 – 300.000
i) Sel darah putih : 9.000 – 30.000
j) Neutrofil : 54 -62 %
k) Eosinofil dan basofil : 1 – 3 %
l) Limfosit : 25 – 33 %
m) Monosit : 3 – 7 %
2) Biokimia
a) Bilirubin direk : 0 – 1 mg/dl
b) Bilirubin total : < 2 mg/dl
c) Gas darah :
 Arteri : pH 7,31 – 7,49, pCO2 26 – 41 mmHg, pO2 60 –
70 mmHg.
 Vena : pH 7,31 – 7,41, pCO2 40 – 50 mmHg, pO2 40 – 50
mmHg
d) Glukosa serum : 40 – 60 mg/dl
3) Urinalisis
a) Warna : bening, jernih
b) Berat jenis : 1,001 – 1,020
c) pH : 5 – 7
d) protein : negatif
e) Glukosa : negatif
f) Keton : negatif
g) SDM : 0 – 2
h) SDP : 0 – 4
i) Epitel : tidak ada

2. Diagnosa Keperawatan

87
Menurut Lowdermilk (2013) dan Green (2012) :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
saluran napas (mukus, darah dan cairan amnion) , ketidakmampuan
untuk batuk atau mengeluarkan dahak
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas,
pola pernapasan tidak efektif
3. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat, kurangnya refleks menghisap
4. Resiko terjadinya ketidakseimbangan temperatur tubuh berhubungan
dengan perubahan suhu lingkungan, kontrol suhu yang imatur
5. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologi
yang belum matang, pajanan lingkungan, pecahnya ketuban
6. Resiko terjadinya cedera berhubungan dengan trauma lahir
7. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan keterbatasan
masukan oral, regurgitasi berlebihan
8. Resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan penurunan asupan
cairan
9. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang perawatan bayi
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

3. Perencanaan Keperawatan
Menurut Lowdermilk (2013), Green (2012) dan Wilkinson (2014) :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
saluran napas (mukus, darah dan cairan amnion) , ketidakmampuan
untuk batuk atau mengeluarkan dahak
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan bersihan jalan napas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1) Jalan napas tetap paten
2) Pernapasan teratur dan tidak sulit

88
3) Frekuensi napas dalam batas normal (30-60x/mnt)
4) Bunyi napas bersih
Rencana Tindakan :
1) Obeservasi adanya tanda-tanda distress pernapasan dan laporkan
adanya hal berikut dengan segera : Takipnea, mengorok, stridor,
bunyi napas abnormal, pernapasan cuping hidung dan siaonosis.
2) Kaji tanda-tanda vital
3) Berikan posisi bayi telungkup atau miring selama tidur
4) Lakukan pengisapan dengan bulb syringe sesuai kebutuhan
5) Pertahankan popok, pakaian dan selimut cukup longgar
6) Ajarkan orang tua bahwa tersedak, batuk, dan bersin merupakan
respon normal dari bayi
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas,
pola pernapasan tidak efektif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan jalan napas paten
2) Frekuensi pernapasan dalam batas normal (30-60x/mnt)
3) Bebas dari tanda-tanda distress pernapasan
Rencana Tindakan :
1) Kaji adanya tanda-tanda distress pernapasan seperti ngorok,
pernapasan cuping hidung, dan takipnea
2) Observasi pergerakan pernapasan (simteris, kesesuaian dengan
pergerakan abdomen)
3) Kaji apgar score pada menit ke I dan ke V
4) Lakukan auskultasi bunyi nafas dan bunyi jantung
5) Berikan oksigen sesuai indikasi
c. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat, kurangnya refleks menghisap
Tujuan :

89
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan resiko ketidakseimbangan nutrisi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
1) Bayi mendapat nutrisi yang cukup
2) Menunjukkan penurunan berat badan sama dengan atau kurang dari
10% berat badan lahir
3) ASI keluar banyak, sekitar 350 cc/24 jam
4) Ibu dapat memberikan ASI atau menyusui dengan benar
Rencana Tindakan :
1) Kaji berat badan bayi, frekuensi defekasi dan jumlah popok basah
perhari
2) Pantau dan bandingkan berat badan saat ini dengan berat badan
lahir
3) Observasi cara pemberian ASI oleh ibu
4) Observasi bayi ketika menyusu
5) Ajarkan kepada ibu bagaimana teknik menyusui yang baik dan
benar
6) Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin jangan
dibatasi
d. Resiko terjadinya ketidakseimbangan temperatur tubuh berhubungan
dengan perubahan suhu lingkungan, kontrol suhu yang imatur
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan resiko ketidakseimbangan temperatur tubuh tidak terjadi
Kriteria Hasil :
1) Temperatur tetap dikisaran 36,5 – 37,2oC
2) Bebas dari tanda-tanda stress dingin atau hipotermi
3) Tidak ada letargi
4) Badan dan akral teraba hangat
Rencana Tindakan :

90
1) Kaji tanda-tanda vital setiap 30-60 menit hingga stabil, kemudian
2 jam berikutnya dan selanjutnya 8 jam atau lebih sering
2) Ukur suhu bayi baru lahir sebelum dan sesudah mandi pertama
kali. Suhu harus berada dalam rentang normal sebelum
dimandikan
3) Kaji pemahaman ibu dan keluarga serta kemampuan untuk
membantu mempertahankan suhu normal
4) Pertahankan suhu lingkungan pada 21,7 - 24oC dan kelembapan
relatif 60% - 65%
5) Anjurkan ibu dan keluarga untuk mengganti popok, pakaian dan
linen ketika basah
6) Jelaskan pada ibu dan keluarga pentingnya menjaga bayi baru lahir
melalui kontak kulit ke kulit dan bedong atau pakaian, topi, dan
selimut ganda selama periode awal ini
7) Tunda untuk memandikan bayi baru lahir pertama kali hingga
suhu stabil dan minimal 36,5oC, serta memandikan dibawah
penghangat radian
e. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologi
yang belum matang, pajanan lingkungan, pecahnya ketuban
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan resiko infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
1) Bayi bebas dari tanda-tanda infeksi
2) Pemulihan tali pusat tepat waktu
3) Mata tetap bersih tanpa iritasi
4) Tidak ada drainase atau eritema
Rencana Tindakan :
1) Kaji integritas kulit
2) Kaji suhu tubuh

91
3) Kaji tanda infeksi lain seperti letargi, menangis lemah, bercak
pada kulit dan pucat
4) Berikan eritromisin atau salap antibiotik untuk setiap mata dalam
2 jam pertama setelah kelahiran
5) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi baru lahir \
6) Anjurkan kepada anggota keluarga untuk memcuci tangan
sebelum atau sesudah kontak dengan bayi baru lahir
7) Anjurkan dan jarkan orang tua untuk membersihkan tali pusat
dengan kassa steril (setiap mengganti popok dan sesudah mandi)
sampai tali pusat puput dalam 7-14 hari
f. Resiko terjadinya cedera berhubungan dengan trauma lahir
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan cedera tidak terjadi
Kriteria Hasil :
1) Bayi baru lahir bebas dari cedera
2) Kadar bilirubin kurang dari 18 mg/dl
Rencana Tindakan :
1) Kaji lingkungan rumah seperti keberishan, air yang mengalir,
panas, benda tajam, kuku panjang pengasuh dan jumlah individu
yang tinggal dirumah
2) Kaji pengetahuan orang tua mengenai perawatan dan keamanan
bayi
3) Kaji neonatus secara sering terhadap ikterus
4) Berikan posisi miring saat terjaga dengan gulung handuk
menyangga punggung
5) Anjurkan orang tua untuk tidak meletakkan tempat tidur bayi
didekat tali tirai jendela
6) Anjurkan orang tua untuk membersihkan tempat tidur bayi dari
mainan binatang, bantal, selimut dan objek lain yang dapat
menyumbat hidung bayi dan bahwa setiap selimut tidur yang

92
menggantung, rak rias atau tirai dapat menimbulkan resiko pada
bayi di tempat tidur
g. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan keterbatasan
masukan oral, regurgitasi berlebihan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keparawatan diharapkan resiko kekurangan volume cairan tidak
terjadi
Kirteria Hasil :
1) Berkemih 2-6 x dengan haluaran 15-60 ml/kgBB/hari dari hari
kedua kehidupan
2) Menghasilkan urine bebas kristal asam urat
3) Turgor kulit lembab
Rencana Tindakan :
1) Catat pengeluaran berkemih pertama dan selanjutnya
2) Lakukan pemberian makan oral, perhatikan jumlah yang ditelan,
dimakan dan dimuntahkan
3) Pantau masukan dan haluaran cairan. Perhatikan warna dan
konsentrasi urine dan adanya kristal berwarna persik pada popok
4) Kaji tingkat hidrasi bayi
5) Kurangi stress dingin
6) Palpasi adanya distensi kandung kemih
h. Resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan
masukan cairan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan resiko konstipasi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
Mengeluarkan feses mekonium dalam 48 jam setelah kelahiran
Rencana Tindakan :
1) Auskultasi bising usus

93
2) Pantau frekuensi dan jumlah pemberian makan, frekuensi
berkemih, turgor kulit dan berat badan
3) Observasi adanya gangguan motilitas yang di hubungkan dengan
konstipasi
4) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemeriksaan diagnostik
(sinar x abdomen)
i. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang perawatan bayi
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan kurangnya pengetahuan keluarga teratasi
Kriteria Hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan individu bayi baru
lahir
Rencana Tindakan :
1) Diskusikan perilaku bayi baru lahir setelah periode pertama dan
selama periode reaktivitas kedua
2) Lakukan pemeriksaan bayi baru lahir saat orang tua ada
3) Berikan infromasi tentang kemampuan interaksi bayi baru lahir,
status kesadaran dan arti rangsangan perkembangan kognitif
4) Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi harus di dasarkan kepada pelaksanaan keperawatan
(implementasi) yang telah dilakukan. Perencanaan di tinjau ulang
sesuai kebutuhan berdasarkan temuan evaluasi (Lowdermilk, 2013).
a. Bersihan jalan napas efektif
b. Gangguan pertukaran gas teratasi
c. Kebutuhan nutrisi adekuat
d. Perubahan temperatur tubuh tidak terjadi
e. Infeksi tidak terjadi

94
f. Cedera tidak terjadi
g. Kebutuhan cairan adekuat
h. Konstipasi tidak terjadi
i. Keluarga dapat mengetahui tentang cara perawatan bayi.

2.13 Identifikasi Peralatan Pertolongan Persalinan


No Kala Alat dan Bahan

1 Kala I 1. Bak instrument yang berisi partus set:


1) 2 pasang handscone
2) ½ kocher
3) Gunting episiotomi
4) Benang tali pusat/klem umbilical
5) 2 arteri klem
6) Gunting tali pusat
7) Kassa steril
8) Spuit
9) Kateter nelaton
2. Kom tertutup berisi de lee (penyedot lendir)
3. Kom kecil berisi:
1) Oksitosin 1 ampul
2) Lidokain 1% 1 ampul
4. Kom kecil yang berisi kapas DTT
5. Bak instrument yang berisi hecting set:
1) Handscone
2) Spuit
3) Pinset
4) Needle holder
5) 2 buah nald hecting yang terdiri dari 1 buah nald kulit
dan 1 buah nald otot cut gut (chromic)
6. Tensi meter

95
7. Stetoskop
8. Thermometer
9. Leanec/Dopler
10. 2 buah nierbeken
11. 1 buah handuk kecil untuk cuci tangan
12. 3 buah kain bersih
13. 2 buah handuk bersih
14. Pakaian bayi terdiri dari: Kain varnel/bedong , Popok bayi,
Baju bayi
15. Pakaian ibu, yang terdiri dari: Pakaian dalam, Pembalut,
Baju ibu
16. Partograf
17. Baki dengan alasnya berisi peralatan infuse: (1) Cairan NaCl
0,9% dan RL (2) Abocath (3) Kassa (4) Plester (5) Gunting
18. Bak instrument berisi: (1) 1 handscone panjang steril (2) 1
handscone pendek steril (3) Foley kateter steril (4) Kocher
(5) Suit 5 cc
2 Kala II 1. Bak instrument yang berisi alat steril :
2 pasang sarung tangn steril, 1 buah ½ khoher, 2 pinset
anatomi, Gunting episiotomy, 2 buah klem, 1 buah gunting
tali pusat, Pengikat tali pusat, Kassa steril dan depper
secukupnya, Penghisap lender
2. Duk steril
3. Kom berisi kapas larutan DTT dan betadine
4. Peralatan on steril, Tensimeter, Stethoscope, Bengkok,
Tempat sampah medis dan non medis, Air DTT dan air
Klorin 0,5%, Underpad /pengalaman bokong.

Persiapam untuk Bayi

1. Nyalakan lampu untuk penghangat

96
2. tempat datar dan keras,
3. 2 kain
4. 1 handuk bersih dan kering,
5. lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
6. Menggelar kain tempat resusitasi
7. Ganjal bahu bayi.
8. Instrumen sterile berisi : Delee, Klem 2 buah, Penjepit tali
pusat, Salep mata, Metelin, Timbangan bayi, Pakaian bayi.
3 Kala III 1. Pengecekan alat dalam partus set: Spuit 3 cc , Spuit 5 cc,
Handscoon steril
2. Bahan: 1 (satu) oksitosin, Aquabides, Metergin 0,2mg
3. Metelin
4 Kala IV 1. Pada kala IV, yang terpenting untuk bayi adalah:
a. Kemampuan bayi melakukan inisiasi menyusu dini (IMD)
b. Kemampuan bayi beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya (tidak ada tanda hypothermi )
2. Set TTV
3. Handscoon
4.

2.14 Pertolongan Persalinan


Pengertian
Suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup ke
dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir
Tujuan
Menjaga kelangsungan hidup dan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan
bayinya, melalui upaya yang terintergrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi
yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat
terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal)
Prosedur
Persiapan Pasien

97
1. Identifikasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
3. Inform consent
Persiapan alat
1. Partus Set
2. Heacting set
3. Kapas dan air DTT
4. Kasa steril
5. Depress
6. Penghisap lendir delle
7. Obat : oxytocin dan spout
8. Doek / alas bokong
9. Handuk dan kain pembungkus bayi
10. Larutan clorin 0,5% dalam Waskom
11. Air DTT dalam Waskom
12. Tempat sampah medis dan Non Medis
13. Tempat pakaian kotor
14. Pakaian Ibu dan Pembalut
15. Bengkok
16. Gelas Ukur dan tempat plasenta
17. Tensimeter dan stetoskop
18. Fetoskope
19. APD (Celemek, sepatu boot, masker, topi / nurse cap, kacamata google)

Pelaksanaan
Mengenali Gejala Dan Tanda Kala Dua
Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala Dua
1) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
2) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan vagina
3) Perineum tampak menonjol
4) vulva dan sfingter ani membuka

98
Menyiapkan Pertolongan Persalinan
1) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir
untuk ditempatkan ditempat datar dan kering 2 kain dan 1 handuk bersih
dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm
dari tubuh bayi
- Menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu
bayi Menyiapkan oksitosin
- Unit dan lat suntik steril sekali pakai didalam partus set
2) Pakai celemek
3) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan
tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
4) Pakai Sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa
dalam
5) Masukkan oksitosin ke dalam lubang suntik (gunakan tangan yang memakai
sarung tangan DTT atau steril pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat
suntik)

Memastikan Pembukaan Lengkap Dan Keadaan Janin Baik


1) Bersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke
belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT
- JIka introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
- Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi ) dalam wadah
yang tersedia
- ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan
dan rendam dalam larutan klorin 0,5% )
2) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap

99
3) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan
dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit, cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepas
4) Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi / saat relaksasi uterus
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120- 160x/menit)
- Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
- Dokumentasi hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograf

Menyiapkan Ibu Dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran


1) Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan
bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya
- Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan
kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman
penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan
yang ada
- Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka
untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran
secara benar
2) Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran, bila ada rasa ingin
meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk
atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman)
3) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat
untuk meneran :
- Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
- Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)

100
- Anjurkan ibu untuk istirahat diantara kontraksi
- Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
- Berikan asupan cairan per-oral (minum)
- Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesaictedSegera rujuk jika bayi
belum atau tidak akan segera lahir selama 120 menit (2 jam)
meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran
(multigravida)
4) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60
menit.

Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi


1) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut ibu jika kepala
bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
2) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu
3) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
4) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan

Pertolongan Kelahiran Bayi


Lahirnya Kepala
1) setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering, tangan yang lain menahan kepala bayi, untuk menahan posisi
defleksi perlahan atau bernafas cepat dan dangkal
2) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
- Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat atas
kepala bayi
- Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat
dan potong diantara dua klem tersebut
3) Tunggu kepala bayi melakukan putar paksi luar secara spontan

101
Lahirnya Bahu
1) setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental,
anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi, dengan lembut gerakan kepala
kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis
dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu
belakang
Lahirnya Badan dan Tungkai
1) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan ke bawah kearah perineum ibu untuk
menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah, gunakan tangan atas
untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas
2) Setelah tubuh dan lengan lahir penelusuran tangan atas berlanjut
kepunggung, bokong, tungkai dan kaki pegang kedua mata kaki (masukkan
telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari
dan jari lainnya).

Penanganan Bayi Baru Lahir


1) Lakukan penilaian selintas
 Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan?
 Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap-megap lakukan
langkah resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru
lahir)
2) Keringkan tubuh bayi
Keringkan bayi dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk
lain yang kering, biarkan bayi diatas perut ibu
3) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus
(hamil tunggal)
4) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik
5) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntukkan oksitosin 10 Unit IM
dari 1/3 paha atas bagian distal lateral

102
6) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kirakira 3 cm
dari pusat bayi, dorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit kembali tali
pusat pada 2 cm distal dari klem pertama
7) Pemotongan dan pengikatan tali pusat
 Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi
perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem
tersebut
 kat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan
simpul mati pada sisi lainnya
 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
32. Letakkan bayi agar kontak kulit ibu ke kulit bayi
8) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi

Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala Tiga


1) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
2) letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, ditepi atas simfisis, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat
3) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus ke belakang –atas (dorso-kranial) secara
hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah
30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul
kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas
Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu

Mengeluarkan Plasenta
1) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas,
minta ibu meneran sambilpenolong menarik tali pusat dengan arah sejajar
lantai dan kemudian kearah atas mengikuti poros arah jalan lahir (tetap
lakukan tekanan dorso-kranial)

103
 Jika tali pusat bertambah panjang pindahkan klem hingga berjarak
5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat
o Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
o Lakukan Katerisasi (aseptic) Jika kandung kemih penuh
o Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan d. Ulangi
penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
o Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual
2) Setelah plasenta muncul diintroitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua
tangan, pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan
 Jika selaput ketuban robek. pakai sarung tangan DTT atau steril
untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari
tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput
yang tertinggal
3) Lakukan masase pada fundus uteri dengan menggosokkan fundus uteri
secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga
kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)

Menilai perdarahan
1) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pasrtikan
selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantong
plastic atau tempat khusus
2) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum, lakukan
penjahitan bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif. segera
lakukan penjahitan
3) Melakukan Prosedur Pasca Persalinan
4) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam

104
5) Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit didada ibu paling sedikit 1 jam
44. Setelah 1 jam, dilakukan penimbangan / pengukuran bayi, beri tetes
mata antibiotic profilaksis dan vitamin K IM dipaha kiri anterolateral
6) Setelah 1 jam pemberian vitamin K, berikan suntikan imunisasi Hepatitis B
dipaha kanan anterolateral
 Letakkan bayi dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa
disusukan
 Letakkan bayi pada dada ibu, bila bayi belum berhasil menyusu di
dalam 1 jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu

Evaluasi
1) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam
 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, lakukan asuhan sesuai
untuk penatalaksanaan atonia uteri
2) Ajarkan Ibu / keluarga cara melakukan masase uterus dan nilai kontraksi
3) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
4) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1
jam pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan
 Memeriksa temperature tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam
pertama pasca persalinan
 Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal 50.
Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan
baik (40-60kali/menit) serta suhu tubuh (36,5-37,5°)
5) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit), cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi
6) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai
7) Bersihkan ibu dengan air DTT, bersihkan sisa cairan ketuban, lender dan
darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering

105
8) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu Ibu memberikan ASI. Anjurkan
keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkan
9) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
10) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%
11) balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama
10 menit
12) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
13) Lengkapi Dokumentasi Partograf

106
BAB III

3.1 Memantau Kemajuan Persalinan Serta Kondisi Ibu&Janin Selama Kala I


(Partograph)
1. Definisi Partograph
Partograf adalah alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau,
mengevaluasi dan menatalaksana persalinan. Partograf dapat dipakai untuk
memberikan peringatan awal bahwa suatu persalinan berlangsung lama,
adanya gawat ibu dan janin, serta perlunya rujukan.
2. Tujuan Partograph
Adapun tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
b) Mendeteksi apakah proses persalinan bejalan secara normal. Dengan
demikian dapat pula mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya
partus lama.
c) Data pelengkap yang terkait dengan pemantuan kondisi ibu, kondisi
bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa
yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik
dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan
secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru
lahir ( JNPK-KR, 2008).
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan
membantu penolong persalinan untuk :
a) Mencatat kemajuan persalinan
b) Mencatat kondisi ibu dan janinnya
c) Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan
kelahiran
d) Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini
penyulit persalinan

107
e) Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat
keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu (JNPK-KR, 2008).
3. Penggunaan Partograph
Partograf harus digunakan:
a) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan
elemen penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk
semua persalinan, baik normal maupun patologis. Partograf sangat
membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan
membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun yang
tidak disertai dengan penyulit
b) Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, Puskesmas,
klinik bidan swasta, rumah sakit, dll)
c) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri,
Bidan, Dokter Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran) (JNPK-
KR,2008).

4. Pengisian Partograph
Pengisian partograf antara lain:
1) Pencatatan selama Fase Laten Kala I Persalinan Selama fase laten, semua
asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat. Hal ini dapat
dilakukan secara terpisah, baik di catatan kemajuan persalinan maupun di
Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan
setiap kali membuat catatan selama fase laten persalinan. Semua asuhan
dan intervensi juga harus dicatatkan. Kondisi ibu dan bayi juga harus
dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu :
a) Denyut jantung janin : setiap 30 menit
b) Frekwensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30 menit
c) Nadi : setiap 30 menit
d) Pembukaan serviks : setiap 4 jam
e) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam

108
f) Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam
g) Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 – 4 jam
h) Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan (JNPK-KR,2008).
2) Pencatatan selama fase aktif persalinan
Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi yang
dimulai pada fase aktif persalinan; dan menyediakan lajur dan kolom untuk
mencatat hasil – hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, meliputi:
a) Informasi tentang ibu :
1) Nama, umur
2) Gravida, para, abortus (keguguran)
3) Nomor catatan medik nomor Puskesmas
4) Tanggal dan waktu mulai dirawat ( atau jika di rumah : tanggal dan
waktu penolong persalinan mulai merawat ibu)
b) Waktu pecahnya selaput ketuban
c) Kondisi janin:
(1) DJJ (denyut jantung janin)
(2) Warna dan adanya air ketuban)
(3) Penyusupan ( moulase) kepala janin.
d) Kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
(2) Penurunan bagian terbawah janin atau persentase janin
(3) Garis waspada dan garis bertindak
e) Jam dan waktu
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
f) Kontraksi uterus : frekuensi dan lamanya
g) Obat – obatan dan cairan yang diberikan:
(1) Oksitisin
(2) Obat- obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.

h) Kondisi ibu :

109
(1) Nadi, tekanan darah, dan temperatur
(2) Urin ( volume , aseton, atau protein)
i) Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam
kolom tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan)
(Sarwono, 2009).

5. Mencatata Temuan pada Partograph


Adapun temuan-temuan yang harus dicatat adalah :
1) Informasi Tentang Ibu
Lengkapi bagian awal ( atas ) partograf secara teliti pada saat
memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan ( tertulis sebagai : „jam
atau pukul‟ pada partograf ) dan perhatikan kemungkinan ibu datang pada
fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi Janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut
jantung janin ( DJJ ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin)
a) Denyut jantung janin
Nilai dan catat DJJ setiap 30 menit ( lebih sering jika ada tanda-
tanda gawat janin). Setiap kotak di bagian atas partograf
menunjukan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada
garis yang sesuai dengan angka yang menunjukan DJJ.
Kemudian hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan
garis tegas bersambung. Kisaran normal DJJ terpapar pada
patograf diantara 180 dan 100. Akan tetapi penolong harus
waspada bila DJJ di bawah 120 atau di atas 160.
b) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan
dalam dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah.
Catat semua temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah
lajur DJJ. Gunakan lambang-lambang berikut ini :

110
U : Selaput ketuban masih utuh ( belum pecah ) J : Selaput
ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih M : Selaput ketuban
sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
D : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
darah
K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir
lagi ( kering )
c) Penyusupan (Molase) tulang kepala janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh
kepala bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras
(tulang) panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupannya atau
tumpang tindih antara tulang kepala semakin menunjukan risiko
disporposi kepala panggul ( CPD ). Ketidak mampuan untuk
berakomodasi atau disporposi ditunjukan melalui derajat
penyusupan atau tumpang tindih ( molase ) yang berat sehingga
tulang kepala yang saling menyusup, sulit untuk dipisahkan.
Apabila ada dugaan disporposi kepala panggul maka penting
untuk tetap memantau kondisi janin serta kemajuan persalinan.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan
antar tulang (molase) kepala janin. Catat temuan yang ada
dikotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan
lambang-lambang berikut ini :
0 : Tulang-tulang kepala janin terpish, sutura dengan mudah
dapat dipalpasi
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan 2 :
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih
dapat dipisahkan
3 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan (JNPK-KR,2008).

111
112
3.2 Melakukan Tindakan Kolaborasi: Persalinan dengan Vacum, Ekstraksi
Forcep, dan Induksi Persalinan
1. Ekstraksi Vacum
a. Pengertian
Ekstraksi Vakum adalah metode pelahiran dengan memasang sebuah
mangkuk ( Cup ) vakum di kepala janin dan tekanan negatif. Ekstraksi
vakum adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan ekstraksi
tenaga negatif (vakum) di kepalanya.
b. Syarat-syarat ekstraksi vakum
1) Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
2) Presentasi kepala, janin aterm, TBJ > 2500 g
3) Cukup bulan (tidak prematur)
4) Tidak ada sempit panggul
5) Kepala sudah masuk pintu atas panggul
6) Anak hidup dan tidak gawat janin
7) Penurunan sampai H III/IV (dasar panggul)
8) Kontraksi baik
9) Ibu kooperatif dan mampu untuk mengejan
10) Ketuban sudah pecah atau dipecahkan
11) Analgesia yang sesuai
12) Kandung kencing ibu kosong
c. Indikasi
1) Partus tidak maju dengan anak hidup
2) Kala II lama dengan presentasi kepala belakang
d. Kontra indikasi
1) Ruptur uteri membakat, ibu tidak boleh mengejan, panggul sempit.
2) Bukan presentasi belakang kepala, presentasi muka atau dahi
3) Kepala belum masuk pintu atas panggul
4) Pembukaan serviks tidak lengkap
5) Bukti klinik adanya CPD
6) Tidak kooperatif

113
f. Teknik vakum ekstraksi
Sebelum dilaksanakan teknik vacum ekstrasi harus mengetahui indikasi
ekstraksi vacum terlebih dahulu yaitu Partus tidak maju dengan anak hidup dan kala
II lama dengan presentasi kepala belakang.
Persiapan adalah sama pada ekstrksi forcipal, cup dilicinkan dengan minyak
kemudian di masukan ke dalam jalan lahir dan diletakkan pada kepala anak. Titik
yang ada pada cup sedapat-dapatnya menunjukkan ke ubun-ubun kecil. Sedapat-
dapatnya digunakan cup yang terbesar supaya tidak mudah terlepas. Dengan 2 jari
cup ditekankan pada kepala bayi sambil seorang asisten dengan perlahan-lahan
memompa tekanan sampai – 0,2 atmosfer, setelah itu dengan 1 jari kita periksa
apakah tidak ada jaringan cervix atau vagina yang terjepit. Tekanan – 0,2 atmosfer
dipertahankan selama 2 menit kemudian diturunkan sampai -0,5 atm, dua menit
kemudian diturunkan lagi sampai -0,7 – (-0.75)atm. Kita biarkan pada tekanan -0,7
atm,selama 5 menit agar caput terbentuk dengan baik. Kita pasang pengait dan
tangan kanan memegang pengait tersebut untuk menarik. Tiga jari tangan kiri
dimasukkan ke jalan lahir, untuk mengarahkan tarikan, jari-jari telunjuk dan tengah
diletakkan pada pinggir cup sedangkan ibu jari pada bagian tengah cup, Penarikkan
dilakukan pada waktu his dan si ibu disuruh mengedan. Kadang-kadang dapat
dilakukan dorongan pada fundus uteri untuk memudahkan ekstraksi. Arah tarikan
adalah sesuai dengan penarikan forceps. Setelah kepala lahir cup dilepaskan dengan
menghilangkan vakum.

2. Ektraksi Forcep
Forsep adalah tindakan obstetric yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala) dengan alat
cunam.
Ekstraksi Forcep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan
cunam yang dipasang dikepalanya. Cunam yang umum dipakai adalah cunam
Niagle, sedang pada kepala yang menyusul dipakai cunam piper dengan lengkung
panggul agak datar dan tangkai yang panjang, melengkung keatas dan terbuka.
b. Jenis-jenis persalinan Estraksi forcep

114
Bentuk persalinan forsep dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
1) Forcep rendah (low forcep)
Forcep yang digunakan telah dipasang pada kepala janin yang berada
sekurang-kurangnya pada Hodge III.
2) Forcep tengah (midforcep)
Pemasangan forcep pada saat kepala janin sudah masuk dan menancap di
panggul pada posisi antara Hodge II dan Hodge III.
3) Forcep tinggi
Dilakukan pada kedudukan kepala diantara Hodge I atau Hodge II, artinya
ukuran terbesar kepala belum melewati pintu atas panggul dengan perkataan
lain kepala masih dapat digoyang. Forsep tinggi saat ini sudah diganti dengan
Sectio Cesarea.

115
DAFTAR PUSTAKA

1. Afifah, D., Mulyono, B., & Pujiati, N. (2013). Perbedaan Tingkat Nyeri
Pada Ibu Bersalin Normal Primigravida Dan Multigravida Di Rb Nur
Hikmah Desa Kuwaron Gubug Kabupaten Grobogan Tahun 2012.
Jurnal.Unimus.Ac.Id, 1(1), 1–10.
2. Ardriaansz, G. (2017). persalinan. In Asuhan Persalinan Normal asuhan
esensial bagi ibu bersalin daan bayi baru lahir serta penatalaksanaan
komplikasi segera pascapersalinan dan nifas (lima, p. 37). JNPK-KR.
3. Indah. (2018). Manajemen asuhan kebidanan intranatal. Fakultas
kedokteran dan ilmu kesehatan universitas islam negeri alauddin Makassar.
4. Kurniarum, Ari. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.
5. Kusumawati. Yuli (2016). Faktor risiko yang berpengaruh terhadap
persalinan dengan tindakan. magister epidemiologi universitas diponegeoro
semarang.
6. Sapitri.Anna (2018). Manajemen asuhan kebidanan intranatal. Fakultas
kedokteran dan ilmu kesehatan universitas islam negeri alauddin Makassar.
7. Suprapti. Dkk (2018). Praktik Klinik Kebidanan II. Kementrian Kesehatan
Republik Imdonesia Cetakan pertama Agustus.
8. Tri. Cahyo (2018). Asuhan Keperawatan pada Kala I,II,III,IV. STIKes
Muhamadiyah Klaten.

116

Anda mungkin juga menyukai