Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN ABU TERBANG BATUBARA


(FLY ASH) SEBAGAI BAHAN BAKU BATA
RINGAN CELLULAR LIGHTWEIGHT
CONCRETE (CLC)

Diajukan untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa pada Jurusan Teknik


Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Oleh
Natasya Avionika

03021381419150

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN
TUGAS AKHIR

1. Judul : Pemanfaatan Abu Terbang Batubara (Fly ash) sebagai


Bahan Baku Bata Ringan Cellular Lightweight Concrete
(CLC)
2. Pengusul
a. Nama : Natasya Avionika
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIM : 03021381419150
d. Semester : VIII (Delapan)
e. Fakultas/Jurusan : Teknik/Teknik Pertambangan
f. Alamat e-mail : natasyavionika@yahoo.com
g. Contact Person : 081272267204
3. Lokasi Penelitian : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral
dan Batubara (tekMIRA)
4. Waktu : 28 Februari – 28 April 2018

Palembang, Februari 2018


Pembimbing Proposal, Pengusul,

Syarifuddin, S.T., M.T. Natasya Avionika


197409042000121002 NIM. 03021381419150

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya,

Dr. Hj. Rr. Harminuke Eko Handayani, ST., MT


NIP. 196902091997032001
A. JUDUL
Pemanfaatan Abu Terbang Batubara (Fly ash) sebagai Bahan Baku Bata
Ringan Cellular Lightweight Concrete (CLC).

B. BIDANG ILMU
Teknik Pertambangan

C. LATAR BELAKANG
Dewasa ini banyak industri telah mengganti sumber energi pada pembangkit
listrik tenaga uap/boiler dari minyak dengan batubara sebagai akibat langka dan
mahalnya harga bahan bakar tersebut. Penggunaan batubara sebagai sumber
energi pada unit boiler pada industri akhir-akhir ini menjadi pilihan yang paling
diminati oleh para pengusaha karena disamping dapat menghemat biaya
operasional juga ketersediaannya cukup melimpah di Indonesia (Munir, 2012).
Selama ini reputasi bahan bakar fosil, terutama batubara, memang sangat
buruk apabila dikaitkan dengan masalah pencemaran lingkungan. Proses
pembakaran batubara menghasilkan banyak produk sisa/buangan atau yang
dikenal dengan limbah batubara. Salah satu limbah yang dihasilkan dari
pembakaran batubara adalah abu terbang (fly ash). Abu terbang merupakan
limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga
listrik. Limbah padat ini terdapat dalam jumlah yang cukup besar. Jumlah abu
terbang yang dihasilkan sekitar 15% -17 % dari tiap satu ton pembakaran batubara
(Safitri dkk. 2009). Jumlah tersebut cukup besar, sehingga memerlukan
pengolahan yang lebih lanjut. Abu terbang batubara umumnya dibuang di ash
lagoon atau ditumpuk begitu saja di dalam area industri. Penumpukan abu terbang
batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan., seperti pencemaran udara,
perairan dan penurunan kualitas ekosistem (Munir, 2008).
Hal yang demikian ini menunjukkan bahwa limbah padat ini benar-benar
merupakan permasalahan serius yang harus segera diatasi. Pemanfaatan limbah
abu terbang batubara menjadi suatu produk merupakan salah cara dalam
mengatasi limbah yang dihasilkan. Selain dapat meningkatkan nilai ekonomisnya,
proses pemanfaatan limbah abu terbang juga mengurangi jumlah dan dampak
buruknya terhadap lingkungan. Saat sekarang ini, pemanfaatan abu terbang
batubara mulai digunakan sebagai salah satu bahan campuran pembuat bata ringan
jenis Cellular Lightweight Concrete (CLC).
Komponen utama dalam bata ringan CLC adalah pasir yang bisa diganti
dengan fly ash (abu batubara), semen, air dan yang paling penting adalah busa
(foam) yang digunakan sebagai pengikat semua komponen di atas. Dengan
adanya busa (foam) inilah bata ringan CLC sering disebut sebagai Foam
Concrete, dimana properti dari bata ringan CLC ini memiliki berat jenis (BJ) < 1
saat kering, sehingga tidak akan tenggelam saat di masukkan ke dalam air. Bata
ringan CLC tidak membutuhkan energi yang besar, seperti adanya pembakaran.
Dengan kondisi ini maka bata ringan CLC lebih environment friendly, di samping
bahwa bahan dasar bata ringan CLC ini bisa diambil dari fly ash (abu batubara)
yang selama ini menjadi limbah.

D. PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut :
1. Berapa komposisi fly ash untuk pembuatan bata ringan Cellular Lightweight
Concrete (CLC)?
2. Bagaimana pengaruh fly ash untuk pembuatan bata ringan Cellular Lightweight
Concrete (CLC)?

E. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis komposisi fly ash untuk pembuatan bata ringan Cellular
Lightweight Concrete (CLC).
2. Menganalisis pengaruh komposisi fly ash dalam pembuatan bata ringan
Cellular Lightweight Concrete (CLC).

F. PEMBATASAN MASALAH
Penelitian dilakukan di laboratorium mekanika batuan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara dengan objek penelitian berupa
abu batubara (fly ash) yang merupakan limbah batubara. Penelitian ini
menggunakan benda uji berupa silinder untuk uji kuat tekan dan kubus bata untuk
uji permeabilitas bata.

G. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberdayakan fungsi limbah abu terbang batubara (fly ash) untuk pembuatan
bata ringan Cellular Lightweight Concrete (CLC).
2. Tambahan informasi tentang karakteristik bata ringan Cellular Lightweight
Concrete (CLC) yang menggunakan fly ash sebagai bahan baku.
3. Masukan bagi industri bata ringan dan batu split untuk menghasilkan produk
dengan menggunakan material alternatif.

H. TINJAUAN PUSTAKA
1. Abu Terbang Batubara (Fly ash)
Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus,
berwarna keabu-abuan yang dihasilkan dari pembakaran batubara. Komposisi fly
ash tersusun terutama dari senyawa silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida
(Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu
magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur
trioksida (SO3), dan fosfor oksida (P2O5). Faktor-faktor yang mempengaruhi
karakteristik fisika, kimia dan teknis dari fly ash adalah tipe batubara, kemurnian
batubara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan dan operasi, metoda
penyimpanan dan penimbunan. Tabel 1 menyajikan komposisi kimia dan
klasifikasi fly ash berdasarkan tipe batubara.

Tabel 1. Komposisi dan Klasifikasi Fly Ash berdasarkan Tipe Batubara (ASTM
C618)

Komponen (%) Bituminus Subbituminus Lignit


SiO2 20 - 60 40 - 60 15 - 45
Al2O3 5 - 35 20 - 30 20 - 25
Fe2O3 10 - 40 4 - 10 4 - 15
CaO 1 - 12 5 - 30 15 - 40
MgO 0-5 1-6 3 - 10
(lanjutan)
Komponen (%) Bituminus Subbituminus Lignit
Na2O 0–4 0-2 0-6
K2O 0–3 0-4 0-4
LOI 0 - 15 0-3 0-5

Berdasarkan ASTM C618, fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash
kelas F dan kelas C. Fly ash kelas F merupakan fly ash yang dihasilkan dari
pembakaran batubara antrasit atau bituminus, mempunyai sifat pozzolanic dan
untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime,
hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO <
10%). Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignit atau sub-
bituminus selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat self-cementing
(kemampuan untuk mengeras dan menambah strength apabila bereaksi dengan
air) dan sifat ini timbul tanpa penambahan kapur. Umumnya mengandung kapur
(CaO) > 20%. Ukuran dan bentuk partikel fly ash tergantung pada asal lokasi
pengambilan dan keseragaman batubaranya, derajat kehancuran pada saat dibakar,
temperatur dan suplai oksigen pada saat pembakaran, keseragaman sistem
pembakaran, pengumpulan dan pemisahan fly ash pada saat pembakaran, dan
saringannya. Fly ash berbentuk bulat seperti bola kecil yang amorf dan
bergerombol yang saling terkait.
Ukuran fly ash adalah antara 1 µm hingga 1 mm. Semakin baik peralatan
yang digunakan untuk penyaringan dan penangkapan fly ash, semakin baik dan
halus pula fly ash yang dihasilkan. Berat jenis fly ash umumnya berkisar antara
1,00 hingga 1,97 g/cm3. Besar kecilnya berat jenis dipengaruhi oleh lokasi asal
batubara (Chousidis et al., 2015).
Sifat kimiawi fly ash sangat kompleks tergantung pada asal lokasi batubara,
jenis batubaranya, heterogenitas dan tingkat kristalisasinya. Fly ash diketahui
cukup baik untuk digunakan sebagai bahan pengikat karena bahan penyusun
utamanya adalah silikon dioksida (SiO2), alumunium oksida (Al2O3) dan ferrum
oksida (Fe2O3). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang
dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air. SK-SNI S-15-1990-F menyebutkan
bahwa spesifikasi abu terbang atau fly ash sebagai bahan tambahan untuk
campuran beton dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Abu terbang jenis N, ialah abu terbang hasil kalsinasi dari pozolan alam,
misalnya tanah diatomite, shole, tuft dan batu apung.
b. Abu terbang jenis F, ialah abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran
batubara jenis antrasit pada suhu kurang lebih 1560º C.
c. Abu terbang jenis C, ialah abu terbang hasil pembakaran lignit/batubara
dengan kadar karbon sekitar 60%. Abu terbang jenis ini mempunyai sifat
seperti semen dengan kadar kapur di atas 10%.
Fly ash kelas C yang berasal dari pembakaran lignit atau batubara
subbituminius yang memiliki senyawa kimia SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 50%. Kelas
C ini bersifat pozzolan dan cementitious. Dari hasil penelitian, fly ash tipe C
meningkatkan sedikit workability beton, mengurangi kadar air beton dan juga
meningkatkan kuat tekan beton. Fly ash tipe C memiliki kadar kalsium lebih
tinggi sehingga memiliki kekuatan awal yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan tipe F. Meningkatnya kadar fly ash dapat mengurangi kebutuhan air
karena bentuk partikel fly ash yang bulat dan memiliki ukuran yang sangat kecil
sehingga mengurangi void (Naganathan et al., 2015).
Reaksi pozzolan fly ash cukup lambat pada usia dini, sehingga berperilaku
sebagai micro aggregate untuk mengisi pori beton. Pada usia lebih lanjut, fly ash
mulai menimbulkan efek kimia dan meningkatkan kuat tekan beton (Mengxiao et
al., 2015). Kekuatan beton menurun dengan meningkatnya kadar fly ash sampai
usia 90 hari. Namun, kuat tekan beton umur 100 sampai 130 hari lebih tinggi dari
pada beton tanpa fly ash (Chousidis et al., 2015).

2. Pemanfaatan Abu Terbang Batubara (Fly Ash)


Pemanfaatan fly ash di bidang konstruksi sudah umum di seluruh dunia dan
mencapai angka 47% untuk penggunaan fly ash (Naganathan et al., 2015). Usaha
memanfaatkan fly ash akan dapat mengurangi timbunan limbah dan mengurangi
beban pencemaran lingkungan, serta sekaligus akan meningkatkan nilai ekonomi
limbah (Singh dan Siddique, 2015). Beberapa upaya pemanfaatan fly ash di
antaranya adalah pada pembuatan batu bata, paving block, genteng beton, beton
ringan, sebagai material konstruksi jalan dan material pekerjaan tanah, sebagai
material untuk stabilisasi tanah pada konstruksi jalan maupun stabilisasi tanah dan
sebagai amelioran tanah serta rencana kerjasama pemanfaatan fly ash dan bottom
ash dengan perusahaan penyedia batubara sebagai material penimbunan atau
backfill dan lapisan penutup untuk mengendalikan pembentukan air asam
tambang.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 menyebutkan bahwa
limbah hasil pembakaran batubara (fly ash and bottom ash/FABA) merupakan
limbah B3. Namun Budi Santoso, Direktur Eksekutif Center for Indonesia
Resources Studies (CIRUSS), mengatakan limbah batubara (fly ash dan bottom
ash) yang disebut sebagai limbah B3 adalah kesalahan konsep dan ini harus
dikembalikan sebagai barang limbah biasa. Abu batubara bisa dipakai untuk
masyarakat yang memproduksi bahan bangunan lain. Jika dimasukkan dalam
kategori B3, maka manfaat ekonominya tidak bisa didapat dan malah menambah
biaya.
Hendra Sinadia, Deputi Direktur Ekskutif Asosiasi Pertambangan Batubara
Indonesia (APBI), mengatakan apabila nantinya FABA ditetapkan bukan limbah
B3, Kementerian Lingkungan Hidup masih dapat mengatur melalui perizinan
penimbunan FABA. Beliau mencotohkankan, abu batubara di India dipakai
sebagai bahan material konstruksi (campuran semen dan batako) dan demikian
juga sebagian abu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia dipakai
oleh pabrik semen.

3. Bata Ringan Cellular Lightweight Concrete (CLC)


Menurut Ngabdurrochman (2009), bata ringan adalah bata berpori yang
memiliki berat jenis (density) lebih ringan daripada bata pada umumnya. Berat
jenisnya antara 600 - 1600 kg/m3 dengan kekuatannya tergantung pada komposisi
campuran (mix design). Bata ringan pertama kali dikembangkan di Swedia pada
tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan. Pada tahun 1943 bata ringan
dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman. Di Indonesia bata ringan dikenal
pada tahun 1995 saat didirikan PT Hebel Indonesia di Karawang Timur, Jawa
Barat (Wijayanti, W., 2012 : 55).
Yothin Ungkoon et al. (2007) menganalisis tentang material mikrostruktur
bata ringan aerasi (autoclaved aerated concrete) pada konstruksi dinding dengan
menggunakan optikal mikroskop dan scanning electron mikroskopis (SEM).
Pengujian dilakukan dengan membandingkan dinding menggunakan AAC dan
dinding biasa. Dinding AAC memberikan hasil kuat tekan lebih besar dan sifat
ketahanan terhadap panas yang lebih baik. Penggunaan fly ash sebagai bahan
tambah pada beton terbukti dapat meningkatkan kuat tekannya. Secara aktual kuat
tekan beton normal rata-rata adalah 22,706 MPa (pada umur pengujian 28 hari),
sedangkan beton dengan penambahan bottom ash pada kadar 20% kuat tekan
maksimum lebih tinggi hingga mencapai 36,384 MPa (pada pengujian umur 28
hari).
Ekaputri dan Triwulan (2013) mengatakan bahwa bata ringan dapat
diproduksi langsung di tempat, menggunakan peralatan dan mould seperti bata
konvensional. Density yang direkomendasikan 1.000 kg/m3 (kering oven). Tipikal
campuran untuk menghasilkan 1 m3 dengan density 1.000 kg/m³ adalah sebagai
berikut:
- Cement (Portland): 190 kg = 61 liter
- Sand (0 - 2 mm or finer): 430 kg = 164 liter
- Fly ash: 309 kg = 100 liter (approx)
- Air: 250 kg = 250 liter
- Foam (neopor-600): 423 liter
- Wet density 1.179 kg/m3
Bata geopolimer adalah bata tidak menggunakan semen Portland melainkan
fly ash sebagai perekatnya. Bata geopolimer berbahan dasar fly ash terbentuk dari
reaksi polimerisasi akibat reaksi alkali-aluminosilikat yang menghasilkan material
kuat berstruktur. Bata geopolimer ini terbentuk dari reaksi kimia dan bukan dari
reaksi hidrasi seperti bata biasa sehingga jenis komposisinya harus tepat sehingga
bisa terjadi reaksi kimia. Umumnya aktivator yang digunakan sodium hidroksida
(NaOH) 8 M sampai 14 M dan sodium silikat (Na2SiO3) dengan perbandingan
antara 0,4 sampai 2,5. Dengan tujuan diperoleh suatu jenis bata yang ramah
lingkungan sehingga bisa memanfaatkan material sisa (limbah) dan mengurangi
kadar emisi CO2 yang dihasilkan semen Portland (Ekaputri dan Triwulan, 2013).
Komponen utama dalam bata ringan CLC ini adalah pasir, yang bisa diganti
dengan fly ash (abu batubara), semen, air dan yang paling penting adalah busa
yang digunakan sebagai pengikat semua komponen diatas. Dengan adanya busa
(foam) inilah bata ringan CLC sering disebut sebagai Foam Concrete, di mana
properti dari bata ringan CLC ini memiliki berat jenis (BJ) < 1 saat kering,
sehingga tidak akan tenggelam saat dimasukkan ke dalam air. Berbeda dengan
AAC, dimana pori-pori beton tersebut tidak saling mengunci, maka dalam waktu
lama betom AAC akan tenggelam setelah pori-porinya terisi oleh air (Yothin
Ungkoon et al., 2007).

I. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian yang
dituangkan dalam bentuk kerangka pemikiran untuk menyelesaikan suatu
permasalahan dengan arah yang jelas dalam pemecahan masalah sehingga
mempermudah dalam penyusunan langkah-langkah penulisan laporan. Gambar 1
adalah diagram alir tahapan yang akan dilakukan pada saat penelitian.

Proses crushing strength fly


ash

Pengujian daya tahan fly ash

Pengambilan data primer

Pengambilan data
sekunder

Kajian penelitian

Kesimpulan

Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian


J. JADWAL PELAKSANAAN
Rencana pelaksanaan kerja tugas akhir dalah mulai tanggal 28 Februari 2018
sampai dengan 28 April 2018, dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut:

Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan Minggu Ke -
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Administrasi dan Orientasi Penelitian

2. Melakukan Penelitian

Pengumpulan Referensi dan Pengolahan


3.
Data

4. Konsultasi dan Bimbingan

Penyusunan dan Pengumpulan Draft


5.
Laporan

K. PENUTUP
Demikianlah proposal ini saya buat sebagai bahan pertimbangan bagi agar
dapat diterima untuk melaksanakan Tugas Akhir di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA). Melihat
keterbatasan dan kekurangan yang saya miliki, maka saya sangat mengharapkan
bantuan dan dukungan baik secara moril maupun materil dari pihak perusahaan
untuk kelancaran penelitian tugas akhir ini.
Adapun bantuan yang sangat kami harapkan dalam pelaksanaan penlitian
tugas akhir ini adalah:
1. Adanya bimbingan selama penelitian tugas akhir
2. Kemudahan dalam mengadakan penelitian (akomodasi) ataupun pengambilan
data-data yang diperlukan selama melaksanakan tugas akhir
3. Tempat tinggal dan konsumsi selama melaksanakan penelitian tugas akhir
4. Transportasi ke daerah penelitian.
Semoga hubungan baik antara pihak industri pertambangan dengan pihak
institusi pendidikan pertambangan di Indonesia tetap berlangsung secara harmonis
demi kemajuan dunia pendidikan dan perkembangan industry pertambangan
Indonesia. Atas perhatian dan bantuan yang diberikan, kami ucapkan terima kasih.
L. DAFTAR PUSTAKA
Almanda, D. 2000. Menekan Kerusakan Lingkungan PLTU Batubara. Petra
Propen-Pertamina: Jakarta.

ASTM - 04.02. 1996. Concrete and Aggregates. Easton : USA.

Khaerunisa, Herni. 2003. Toksisitas Abu Terbang dan Abu dasar Limbah PLTU
Batubara yang Berada di Sumatera dan Kalimantan secara Biologi.
Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara: Bandung.

Kurniawandy, A.. 2011. Pengaruh Abu Terbang terhadap Karakteristik Mekanik


Beton Mutu Tinggi. Jurnal Teknobiologi II(1) 2011: ISSN : 2087 – 5428.
Lembaga Penelitian Universitas Riau: Riau.

Prabandiyani, Sri. 2008. Pemanfaatan Limbah Batubara (Fly ash) untuk


Stabilisasi Tanah Dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Semarang.

Suwandhi, A. 2004. Diktat Perencanaan Tambang Terbuka seri Perencanaan


Jalan Tambang. Universitas Islam Bandung: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai