Oleh
Natasya Avionika
03021381419150
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya,
B. BIDANG ILMU
Teknik Pertambangan
C. LATAR BELAKANG
Dewasa ini banyak industri telah mengganti sumber energi pada pembangkit
listrik tenaga uap/boiler dari minyak dengan batubara sebagai akibat langka dan
mahalnya harga bahan bakar tersebut. Penggunaan batubara sebagai sumber
energi pada unit boiler pada industri akhir-akhir ini menjadi pilihan yang paling
diminati oleh para pengusaha karena disamping dapat menghemat biaya
operasional juga ketersediaannya cukup melimpah di Indonesia (Munir, 2012).
Selama ini reputasi bahan bakar fosil, terutama batubara, memang sangat
buruk apabila dikaitkan dengan masalah pencemaran lingkungan. Proses
pembakaran batubara menghasilkan banyak produk sisa/buangan atau yang
dikenal dengan limbah batubara. Salah satu limbah yang dihasilkan dari
pembakaran batubara adalah abu terbang (fly ash). Abu terbang merupakan
limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga
listrik. Limbah padat ini terdapat dalam jumlah yang cukup besar. Jumlah abu
terbang yang dihasilkan sekitar 15% -17 % dari tiap satu ton pembakaran batubara
(Safitri dkk. 2009). Jumlah tersebut cukup besar, sehingga memerlukan
pengolahan yang lebih lanjut. Abu terbang batubara umumnya dibuang di ash
lagoon atau ditumpuk begitu saja di dalam area industri. Penumpukan abu terbang
batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan., seperti pencemaran udara,
perairan dan penurunan kualitas ekosistem (Munir, 2008).
Hal yang demikian ini menunjukkan bahwa limbah padat ini benar-benar
merupakan permasalahan serius yang harus segera diatasi. Pemanfaatan limbah
abu terbang batubara menjadi suatu produk merupakan salah cara dalam
mengatasi limbah yang dihasilkan. Selain dapat meningkatkan nilai ekonomisnya,
proses pemanfaatan limbah abu terbang juga mengurangi jumlah dan dampak
buruknya terhadap lingkungan. Saat sekarang ini, pemanfaatan abu terbang
batubara mulai digunakan sebagai salah satu bahan campuran pembuat bata ringan
jenis Cellular Lightweight Concrete (CLC).
Komponen utama dalam bata ringan CLC adalah pasir yang bisa diganti
dengan fly ash (abu batubara), semen, air dan yang paling penting adalah busa
(foam) yang digunakan sebagai pengikat semua komponen di atas. Dengan
adanya busa (foam) inilah bata ringan CLC sering disebut sebagai Foam
Concrete, dimana properti dari bata ringan CLC ini memiliki berat jenis (BJ) < 1
saat kering, sehingga tidak akan tenggelam saat di masukkan ke dalam air. Bata
ringan CLC tidak membutuhkan energi yang besar, seperti adanya pembakaran.
Dengan kondisi ini maka bata ringan CLC lebih environment friendly, di samping
bahwa bahan dasar bata ringan CLC ini bisa diambil dari fly ash (abu batubara)
yang selama ini menjadi limbah.
D. PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut :
1. Berapa komposisi fly ash untuk pembuatan bata ringan Cellular Lightweight
Concrete (CLC)?
2. Bagaimana pengaruh fly ash untuk pembuatan bata ringan Cellular Lightweight
Concrete (CLC)?
E. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis komposisi fly ash untuk pembuatan bata ringan Cellular
Lightweight Concrete (CLC).
2. Menganalisis pengaruh komposisi fly ash dalam pembuatan bata ringan
Cellular Lightweight Concrete (CLC).
F. PEMBATASAN MASALAH
Penelitian dilakukan di laboratorium mekanika batuan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara dengan objek penelitian berupa
abu batubara (fly ash) yang merupakan limbah batubara. Penelitian ini
menggunakan benda uji berupa silinder untuk uji kuat tekan dan kubus bata untuk
uji permeabilitas bata.
G. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberdayakan fungsi limbah abu terbang batubara (fly ash) untuk pembuatan
bata ringan Cellular Lightweight Concrete (CLC).
2. Tambahan informasi tentang karakteristik bata ringan Cellular Lightweight
Concrete (CLC) yang menggunakan fly ash sebagai bahan baku.
3. Masukan bagi industri bata ringan dan batu split untuk menghasilkan produk
dengan menggunakan material alternatif.
H. TINJAUAN PUSTAKA
1. Abu Terbang Batubara (Fly ash)
Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus,
berwarna keabu-abuan yang dihasilkan dari pembakaran batubara. Komposisi fly
ash tersusun terutama dari senyawa silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida
(Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu
magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur
trioksida (SO3), dan fosfor oksida (P2O5). Faktor-faktor yang mempengaruhi
karakteristik fisika, kimia dan teknis dari fly ash adalah tipe batubara, kemurnian
batubara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan dan operasi, metoda
penyimpanan dan penimbunan. Tabel 1 menyajikan komposisi kimia dan
klasifikasi fly ash berdasarkan tipe batubara.
Tabel 1. Komposisi dan Klasifikasi Fly Ash berdasarkan Tipe Batubara (ASTM
C618)
Berdasarkan ASTM C618, fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash
kelas F dan kelas C. Fly ash kelas F merupakan fly ash yang dihasilkan dari
pembakaran batubara antrasit atau bituminus, mempunyai sifat pozzolanic dan
untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime,
hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO <
10%). Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignit atau sub-
bituminus selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat self-cementing
(kemampuan untuk mengeras dan menambah strength apabila bereaksi dengan
air) dan sifat ini timbul tanpa penambahan kapur. Umumnya mengandung kapur
(CaO) > 20%. Ukuran dan bentuk partikel fly ash tergantung pada asal lokasi
pengambilan dan keseragaman batubaranya, derajat kehancuran pada saat dibakar,
temperatur dan suplai oksigen pada saat pembakaran, keseragaman sistem
pembakaran, pengumpulan dan pemisahan fly ash pada saat pembakaran, dan
saringannya. Fly ash berbentuk bulat seperti bola kecil yang amorf dan
bergerombol yang saling terkait.
Ukuran fly ash adalah antara 1 µm hingga 1 mm. Semakin baik peralatan
yang digunakan untuk penyaringan dan penangkapan fly ash, semakin baik dan
halus pula fly ash yang dihasilkan. Berat jenis fly ash umumnya berkisar antara
1,00 hingga 1,97 g/cm3. Besar kecilnya berat jenis dipengaruhi oleh lokasi asal
batubara (Chousidis et al., 2015).
Sifat kimiawi fly ash sangat kompleks tergantung pada asal lokasi batubara,
jenis batubaranya, heterogenitas dan tingkat kristalisasinya. Fly ash diketahui
cukup baik untuk digunakan sebagai bahan pengikat karena bahan penyusun
utamanya adalah silikon dioksida (SiO2), alumunium oksida (Al2O3) dan ferrum
oksida (Fe2O3). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang
dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air. SK-SNI S-15-1990-F menyebutkan
bahwa spesifikasi abu terbang atau fly ash sebagai bahan tambahan untuk
campuran beton dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Abu terbang jenis N, ialah abu terbang hasil kalsinasi dari pozolan alam,
misalnya tanah diatomite, shole, tuft dan batu apung.
b. Abu terbang jenis F, ialah abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran
batubara jenis antrasit pada suhu kurang lebih 1560º C.
c. Abu terbang jenis C, ialah abu terbang hasil pembakaran lignit/batubara
dengan kadar karbon sekitar 60%. Abu terbang jenis ini mempunyai sifat
seperti semen dengan kadar kapur di atas 10%.
Fly ash kelas C yang berasal dari pembakaran lignit atau batubara
subbituminius yang memiliki senyawa kimia SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 50%. Kelas
C ini bersifat pozzolan dan cementitious. Dari hasil penelitian, fly ash tipe C
meningkatkan sedikit workability beton, mengurangi kadar air beton dan juga
meningkatkan kuat tekan beton. Fly ash tipe C memiliki kadar kalsium lebih
tinggi sehingga memiliki kekuatan awal yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan tipe F. Meningkatnya kadar fly ash dapat mengurangi kebutuhan air
karena bentuk partikel fly ash yang bulat dan memiliki ukuran yang sangat kecil
sehingga mengurangi void (Naganathan et al., 2015).
Reaksi pozzolan fly ash cukup lambat pada usia dini, sehingga berperilaku
sebagai micro aggregate untuk mengisi pori beton. Pada usia lebih lanjut, fly ash
mulai menimbulkan efek kimia dan meningkatkan kuat tekan beton (Mengxiao et
al., 2015). Kekuatan beton menurun dengan meningkatnya kadar fly ash sampai
usia 90 hari. Namun, kuat tekan beton umur 100 sampai 130 hari lebih tinggi dari
pada beton tanpa fly ash (Chousidis et al., 2015).
I. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian yang
dituangkan dalam bentuk kerangka pemikiran untuk menyelesaikan suatu
permasalahan dengan arah yang jelas dalam pemecahan masalah sehingga
mempermudah dalam penyusunan langkah-langkah penulisan laporan. Gambar 1
adalah diagram alir tahapan yang akan dilakukan pada saat penelitian.
Pengambilan data
sekunder
Kajian penelitian
Kesimpulan
Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan Minggu Ke -
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Administrasi dan Orientasi Penelitian
2. Melakukan Penelitian
K. PENUTUP
Demikianlah proposal ini saya buat sebagai bahan pertimbangan bagi agar
dapat diterima untuk melaksanakan Tugas Akhir di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA). Melihat
keterbatasan dan kekurangan yang saya miliki, maka saya sangat mengharapkan
bantuan dan dukungan baik secara moril maupun materil dari pihak perusahaan
untuk kelancaran penelitian tugas akhir ini.
Adapun bantuan yang sangat kami harapkan dalam pelaksanaan penlitian
tugas akhir ini adalah:
1. Adanya bimbingan selama penelitian tugas akhir
2. Kemudahan dalam mengadakan penelitian (akomodasi) ataupun pengambilan
data-data yang diperlukan selama melaksanakan tugas akhir
3. Tempat tinggal dan konsumsi selama melaksanakan penelitian tugas akhir
4. Transportasi ke daerah penelitian.
Semoga hubungan baik antara pihak industri pertambangan dengan pihak
institusi pendidikan pertambangan di Indonesia tetap berlangsung secara harmonis
demi kemajuan dunia pendidikan dan perkembangan industry pertambangan
Indonesia. Atas perhatian dan bantuan yang diberikan, kami ucapkan terima kasih.
L. DAFTAR PUSTAKA
Almanda, D. 2000. Menekan Kerusakan Lingkungan PLTU Batubara. Petra
Propen-Pertamina: Jakarta.
Khaerunisa, Herni. 2003. Toksisitas Abu Terbang dan Abu dasar Limbah PLTU
Batubara yang Berada di Sumatera dan Kalimantan secara Biologi.
Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara: Bandung.